1 Pendahuluan

advertisement
1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia berada pada garis khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis yang sangat baik
untuk pertumbuhan tanaman. Secara geografis Indonesia termasuk pada wilayah tumbuhan
malanesia, yaitu wilayah yang meliputi Malaysia, kepulauan Indonesia, Filipina, dan seluruh
Papua New Guinea dan Papua kecuali pulau Solomon. Wilayah malanesia dikenal dengan
hutan hujannya yang lebat dan subur sehingga banyak tumbuhan di wilayah ini merupakan
tumbuhan endemik (PTRI, 2007).
Selain sebagai wilayah yang memiliki keanekaragaman yang besar Indonesia juga dikenal
sebagai daerah dengan tumbuhan terancam punah yang besar. Hal ini disebabkan eksploitasi
hutan yang berlebihan, terbatasnya peraturan pemerintah yang berkaitan dengan
perlindungan hutan, dan kesadaran masyarakat yang kurang.
Akan sangat disayangkan jika satu spesies punah tanpa kita mengetahui kandungan metabolit
sekunder berguna yang ada di dalamnya. Metabolit sekunder dapat berupa senyawa aktif
pada makhluk hidup yang berfungsi sebagai hormon atau hasil adaptasi terhadap adanya
pemangsa, gangguan penyakit, atau kondisi alam yang kurang mendukung pertumbuhannya.
Metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas dapat dijadikan sebagai lead compound untuk
obat tertentu sesuai dengan aktivitasnya. Dengan mengisolasi dan karakterisasi metabolit
sekunder tumbuhan diharapkan keanekaragaman senyawa dapat bertambah dan dengan
adanya bioaktivitas dapat meningkatkan kepedulian kita terhadap suatu spesies.
Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam famili Moraceae. Famili
Moraceae memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi, meliputi 60 genus dan sekitar 1400
spesies. Indonesia memiliki 80 spesies tumbuhan dari 17 genus Moraceae (Heyne, 1987).
Terdapat tiga genus yang memiliki jumlah spesies yang besar, yaitu Artocarpus, Ficus, dan
Morus.
Genus Artocarpus atau yang lebih dikenal dengan nagka-nangkaan memiliki sekitar lima
puluh spesies dan keanekaragaman terbesar terdapat di Indonesia. Beberapa spesies
diantaranya memiliki nilai ekonomis sebagai penghasil buah yang dapat dikonsumsi dan
kayu dengan kualitas cukup baik sehingga sering digunakan untuk bahan bangunan. Dilihat
dari sisi pengobatanpun beberapa spesies tumbuhan ini memiliki kegunaan sebagai obat
tradisional. Banyaknya kegunaan tersebut membuat isolasi dan karakterisasi metabolit
sekunder spesies yang ada dalam genus ini menjadi suatu tantangan yang menarik.
Penelitian ini sendiri dilakukan pada spesies Artocarpus rotunda bagian kulit akar. Spesies
ini dikenal juga sebagai campedak air (Bengkulu). Buah dari tumbuhan ini dapat dimakan,
namun dapat menyebabkan sakit mulut jika teralu banyak dikonsumsi. Kayu tumbuhan ini
juga dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dari
spesies ini telah ditemukan senyawa yang memiliki bioaktivitas tinggi, antara lain artonin E.
Kemotaksonomi terhadap famili Moraceae menunjukan adanya senyawa fenolik dari
golongan flavonoid terprenilasi dan stilben (Vankantraman, 1989). Senyawa fenolik
terutama flavonoid terprenilasi sangat banyak ditemukan dalam genus Artocarpus (Nomura,
1998). Sejauh ini pula senyawa yang telah dilaporkan berasal dari spesies Artocarpus
rotunda merupakan turunan flavon terprenilasi pada posisi karbon 3, 6, dan/atau 8. Pada
spesies ini juga ditemukan adanya subtituen geranil dan pola oksigenasi 2’, 4’, dan 5’ yang
cukup khas (Suhartati, 2001).
1.2 Rumusan Masalah
Adanya kegunaan genus Artocarpus sebagai obat tradisional menandakan adanya kandungan
metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas. Telah banyak ditemukan metabolit sekunder
dengan bioktivitas tinggi pada genus ini. Berdasarkan kemotaksonomi jika suatu senyawa
terdapat dalam suatu spesies maka spesies lain dalam genus yang sama dapat memiliki
senyawa dengan kerangka sejenis. Adanya kecenderungan ini menjadi alasan penelitian
senyawa metabolit sekunder pada A. Rotunda.
Artocarpus merupakan genus tumbuhan yang mengandung senyawa-senyawa jenis flavon
sederhana, calkon, flavanon, flavan-3-ol, flavonoid terisopresilasi pada posisi C-3,
piranoflavon,
oksepinoflavon,
dihidrobenzosanton,
oksosinoflavon,
furanodehidrobenzosanton, piranodehidrobenzosanton, dihidrosanton, senyawa adduct
Diels-alder, stilben, 2-arilbenzofuran, dan benzaldehid. Senyawa yang banyak ditemukan
adalah senyawa flavonoid terprenilasi, senyawa-senyawa ini menunjukan aktivitas
menghambat sel leukeumia, promotor antitumor, sitotoksik, antiplatelet serta antibakteri.
Telah banyak penelitian terhadap genus Artocarpus, tetapi penelitian terhadap A. rotunda
sendiri belum banyak dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan A. rotunda.
2
1.3 Lingkup Kajian
Sampel A. rotunda diambil dari Hutan Raya Bengkulu pada September tahun 1996.
Penelitian kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam spesies Artocarpus
rotunda dilakukan pada bagian kulit akar. Pemilihan tumbuhan dilakukan dengan
pendekatan kemotaksonomi, yaitu berdasarkan hubungan kekerabatan dengan tumbuhan lain
yang telah diketahui mengandung senyawa-senyawa kimia yang berguna.
Karakterisasi senyawa hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan metoda spektroskopi
UV, IR, 1H NMR, 13C NMR.
1.4 Tujuan penelitian
•
Medapatkan metabolit sekunder yang terdapat dalam kulit akar Artocarpus rotunda.
•
Melakukan karakterisasi metabolit sekunder yang berhasil diisolasi.
3
Download