TUGAS P-TREATMENT DIABETES MELLITUS Oleh: Oleh : Inbar Surya Seru 0708015029 Pembimbing: dr. Lukas D. Leatemia, M.Kes Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2013 BAB I PENDAHULUAN 1. Diabetes mellitus 1.1. Definisi Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduakeduanya1. Pada literatur lain diabetes mellitus merupakan salah satu keadaan yang ditandai dengan adanya hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe DM yang telah diketahui, dan disebabkan karena interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor lingkungan dan gaya hidup. Bila dilihat dari etiologi DM, beberapa penyebab yang mengakibatkan suatu keadaan hiperglikemia antara lain adalah penurunan sekresi insulin, penurunan ambilan glukosa oleh jaringan, dan peningkatan produksi glukosa. Adanya DM pada seseorang mengakibatkan suatu disregulasi metabolik yang menyebabkan gangguan pada sistem organ (Power, 2001) . Secara garis besar tipe diabetes yang sering mendapatkan perhatian adalah diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe 1, mekanisme kehancuran sel β pankreas masih belum diketahui secara pasti . penderita diabetes tipe 1 memiliki kecenderungan untuk mengidap ketoasidosis bila tidak mendapatkan asupan insulin yang cukup. Pada diabetes tipe 2, gangguan metaboliknya biasanya diakibatkan adanya resistensi insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat dan peningkatan produksi glukosa (Power, 2001) . 1.2.Diagnosa Diagnosa DM umumnya dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sebelumnya. Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritas vulvae pada wanita. Jika keluhan sudah khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk mendiagnosa DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga digunakan sebagai patokan diagnosa DM (Gustaviani, 2006). Untuk pasien dengan keluhan yang tidak khas, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal. Diperlukan satu kali lagi pemeriksaan glukosa untuk mendapatkan hasil yang abnormal baik kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dl atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Gustaviani, 2006). Kejadian retinopati meningkat pada GDP ≥ 116mg/dL atau GD2PP ≥ 185 mg/dL atau HbA1c ≥ 6,0 % (Power, 2001) 1.3.Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologinya I. Diabetes tipe 1 (akibat kerusakan sel β, cenderung ke arah defisiensi insulin absolut) A. Diperantarai sel imun B. Idiopatik II. Diabetes tipe 2 ( dapat akibat adanya kecenderungan resistensi sel terhadap insulin yang lebih besar daripada defisiensi relatif produksi insulin; dapat juga akibat defisiensi relatif produksi insulinnya yang lebih besar) III. Diabetes tipe yang lain A. Defek genetik fungsi sel β, dengan mutasi pada 1. HNF 4 A (MODY 1) 2. Glucokinase (MODY 2) 3. HNF-1A (MODY 3) 4. IPF 1 (MODY 4) 5. HNF-1B (MODY %) 6. DNA mitokondria 7. Konversi Proinsulin atau insulin B. Defek genetik pada kerja insulin 1. Resitensi insulin tipe A 2. Leprechaunism 3. Sindrom Rabson-Mendenhall 4. Diabetes lipoatropic C. Penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas D. Endokrinopati E. Induksi obat dan bahan kimia F. Infeksi G. Bentuk yang tidak teridentifikasi dari diabetes dengan perantara sel imun H. Sindrom genetik lainnya yang berhubungan dengan diabetes IV. Diabetes mellitus gestasional(Power, 2001) (Gustaviani, 2006) . 1.4. Gambaran pasien Karakteristik yang bisa ditemukan pada pasien DM tipe 1 adalah : 1. Munculnya penyakit dibawah usia 30 tahun 2. Bertubuh kurus 3. Memerlukan insulin sejak awal terapi 4. Memiliki kecenderungan untuk terjadi ketoasidosis 5. Memiliki resiko terkena penyakit autoimun yang lain seperti thyroid autoimun disease, anemia pernisiosa dan vitiligo Karakteristik pada pasien diabetes tipe 2 adalah : 1. Munculnya penyakit di atas umur 30 tahun 2. Biasanya cenderung gendut (80%) 3. Tidak selalu memerlukan insulin 4. Mungkin memiliki kaitan deangan keadaan yang menyebabkan resistensi insulin lainnya seperti, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dyslipidemia, atau sindrom ovari polikistik (Gustaviani, 2006) 1.5. Faktor resiko Faktor resiko diabetes tipe 2 Adanya riwayat keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 Obesitas ( BMI > 27kg/m2) Umur > 45 tahun Ras (afrika-amerika, amerika latin, asia-amerika dan penduduk kepulauan pasifik) Melalui tes GDP dan toleransi glukosa oral Riwayat diabetes gestasional dan bayi lebih dari 9 kg Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg) HDL < 0,90 mmol/L dan atau level trigliserida > 2,82 mmol/L Sindrom polikistik ovari (Power, 2001) (Gustaviani, 2006). 1.6.Komplikasi Komplikasi kronik diabetes mellitus 1. Mikrovaskular a. Gangguan mata - Retinopathy - Makular edema - Katarak - Glaukoma b. Neuropathy - Saraf sensory dan motorik - Saraf autonom c. Nephropathy 2. Makrovaskular a. Penyakit koroner b. Penyakit pembuluh darah perifer c. Penyakit cerebrovaskular 3. Kelainan lain a. Gastroparesis dan diare b. Uropathy dan disfungsi seksusal c. Kelainan dermatologi(Power, 2001) (Gustaviani, 2006). 1.7. Terapi Penggunaan preparat insulin terutama untuk tindakan emergensi guna mengatasi ketoasidosis namun dapat digunakan pula untuk menurunkan kadar gula darah.dosis inisial untuk penderita diabetes muda adalah 0,7-1,5 unit/kg, untuk pengobatan inisial regular insulin dan insulin kerja sedang merupakan pilihan dan diberikan 2 kali sehari. (Handoko, 2003) (Soegondo, 2006) Sulfonylurea yang merupakan perangsang sekresi insulin , juga sering dipergunakan sebagai antidiabetik oral. Glibenklamid merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan dengan dosis 5-20 mg, 1-2 kali sehari. (Soegondo, 2006) Biguanid memiliki efek meningkatkan ambilan glukosa oleh sel. Sediaan yang sering digunakan adalah metformin dengan dosis 1-3 gr dibagi dalam 2 atau 3 kali sehari. (Soegondo, 2006) Dalam penanggulangan diabetes , obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat hanya diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah. Penurunan berat badan merupakan tindakan penting dalam mengontrol diabetes mellitus.Selama pengobatan, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap dilakukan secara teratur. (Handoko, 2003) (Yunir, 2006). 2. Ulkus Diabetikum 2.1 Definisi Ulkus diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau akibat adanya sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai (Askandar, 2001). 2.2 Etiologi Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen. Faktor endogen antara lain genetik, metabolic, angiopati diabetic, dan neuropati diabetic. Sedangkan faktor ekstrogen yaitu trauma, infeksi, dan obat (Fauci et al, 2008). 2.3 Patofisiologi Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglykemia yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi (Fauci et al, 2008). Teori Sorbitol Hyperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktasi akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan menumpuk dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. Teori Glikosilasi Akibat hyperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membrane basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskule. Terjadinya ulkus diabetikum sendiri disebabkan oleh faktor-faktor yang disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebnioh besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Askandar, 2001). 2.4 Manifestasi klinis Ulkus diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli membrikan gejala klinis 5 P yaitu (Fauci et al, 2008): 1. Pain (nyeri) 2. Paleness (kepucatan) 3. Paresthesia (kesemutan) 4. Pulselessness (denyut nadi hilang) 5. Paralysis (lumpuh) Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine : 1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) 2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten 3. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat 4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) 2.5 Klasifikasi Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam derajat menurut Wagner, yaitu: 1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus" 2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit 3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang 4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas 5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas 6. Derajat V : ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai 2.6 Penatalaksanaan Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap ulkus itu sendiri (Askandar, 2001). a) Pengendalian Diabetes Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis. DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah paling tidak dihambat. Mengelola DM langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis diantaranya perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila langkah tersebut belum tercapai dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau disebut pengelolaan farmakologis. b) Penanganan Ulkus diabetikum Strategi pencegahan Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar. Penanganan Ulkus Diabetikum Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan : Tingkat 0 Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan. Tingkat I Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban. Tingkat II Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti. Tingkat III Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur. Tingkat IV Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki. BAB II KASUS Seorang ibu, 57 tahun, menderita DM selama 15 tahun. Dikaki kanannya terdapat luka membusuk dan berbau. Awalnya luka tersebut kecil akibat tertusuk jarum, namun tidak sembuh, bahkan membusuk. Os telah berusaha megobatinya dengan obat-obat kampung. Kemudian, beberapa minggu lalu OS telah berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan mendapat pengobatan. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar gula darah puasa 230mg/dl, dan 2 jam setelah makan 500mg/dl. PERSONAL TREATMENT 1. Menentukan Problem Penderita Pasien menderita diabetes mellitus dengan ulkus peptikum 2. Rencana Tujuan pengobatan Menurunkan gula darah agar tetap stabil, dimana GDS yang diharapkan < 200 mg/dL Merawat ulkus peptikum agar tidak terlalu bau atau busuk 3. Pemilihan Terapi a. Advise Menghindari konsumsi lemak dan karbohidrat serta garam yang berlebihan yang dapat meningkatkan kadar gula darah b. Pengobatan Non Farmakologis Pengobatan non farmakologis, yaitu dengan modifikasi pola hidup/life style antara lain: Diet dan mengatur pola makan untuk tidak secara berlebihan c. Pengobatan Farmakologis 1. Pengobatan Diabetes mellitus Pemilihan golongan obat antidiabetik Golongan obat Efikasi Safety Siutability Cost Sulfonylurea +++ +++ (Insulin Mekanisme Pada umumnya Bermanfaat secretagogue) penurunan kadar efek nonterapi penderita glukosa obat ini < 5% dan dewasa terjadi reaksi alergi penyakit timbul di pada pemberian jarang sekali atas 30 tahun) yang sulfoniylurea terjadi. pankreas disebabkan oleh Kecenderungan mampu dirangsang perangsangan hipoglikemia pada dan sekresi insulin di orang tua karena insulin.pada pankreas. mekanisme tipe 1(kerusakan sel kompensasi B) pemberian obat yang darah +++ berkurang asupan +++ pada diabetes murah (onset relatif masih memproduksi DM dan ini tdk bermanfaat. makanan Peningkatan resiko yg kurang hipoglikemia pada pemberian bersama insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid dan klorampenikol. Propanolol dan obat penghambat B adrenergik lainnya dapat menyebabakan reaksi hipoglikemia tak dapat diketahui karena menghambat reaksi takikardi, berkeringat tremor. Harganya dan terjangkau dan Biguanide +++ ++ ++ Tidak Mual, muntah dan Digunakan tergantung pada rasa kecap logam penderita fungsi pankreas, pada lidah. dewasa meningkatkan Pada onset ambilan glukosa gangguan oleh sel dengan ginjal dan jantung usia 30 tahun. cara dapat Pengguanaannya meningkatkan menyebabkan dapat proses glikolisis peninggian dengan insulin dan dalam sel laktat penderita fungsi asam dalam darah. Rentan terjadi asidosis laktat. +++ pada diabetes dengan Harganya murah terjangkau pemyakit mula timbul di atas bersamaan sulfonilurea. Pengobatan lini kedua bila pengobatan dengan sulfonylurea tdk berhasil. tidak dianjurkan pada penederita gangguan hati ginjal, dan jantung komgestif. Pada keadaan gawat sebaiknya tidak diberikan. Preparat insulin ++++ Meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel melalui ikatan dengan reseptor insulin di jaringan Dianggap lebih baik daripada antidiabetik oral karena dapat mengendalikan gula darah lebih baik. ++ Efek samping : 1. reaksi alergi dapat terjadi secara sistemik maupun lokal, reaksi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sitemik terutama pada sediaan yang kurang murni. 2. lipodistrofi , sering terjadi pada wanita muda dan dan oleh sediaan yang kurabg murni. 3. gangguan penglihatan + + Bisa digunakan pada pasien diabetes tipe 1 dan 2. Namun penggunaan mutlak preparat insulin adalah pada pasien diabetses mellitus tipe 1. Lebih dibutuhkan pada keadaan gawat dengan ketoasidosis Harganya mahal dan dan diabetes tidak terkontrol. Bila diberikan dengan B adrenergik blocker cenderung ke arah hipoglikemia. A-glucosidase ++ ++ inhibitor Menurunkan Efek kadar erupa diare, sering memeiliki hiperglikemia kentut, dalam menurunkan dengan distensi abdominal kadar menghambat akibat seperti halnya obat absorbsi glukosa dalam pencernaan. cara + samping dan gangguan Obat ++ ini tidak potensi Relatif terjangkau HbA1c antidiabetik oral lainnya. Jangan diberikan bersama dengan antasida dan jangan diberikan pada pasien dengan IBD, gastroparesis, ataupun kreatinin serum > 177 mikromol/L. Thiazolidinediones ++ Menurunkan resistensi insulin ++ ++ + Diasosiasikan Kontraindikasi pada Harganya dengan pasien nahal peningkatan berat gangguan hati, dan badan kelainan jantung kongestif. Insiden edem perifer minor, penurunan hematokrit, dan dengan peningkatan meningkat pada ringan pengguanaan obat plasma. volume ini. Kesimpulannya dipilih preparat insulin. Saat ini merupakan pilihan yang tepat terhadap DM dengan infeksi (ganggren). Pemilihan obat golongan Nama obat Efikasi Insulin regular (Short Acting) +++ NPH / Neutral Protemine Hagedorn / isophane (intermediate acting) ++ Insuline Glargine (Long Acting) ++ Meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel khusus dan mempengaruhi pertumbuhan sel serta fungsi metabolisme berbagai jaringan melalui ikatan dengan reseptor insulin di jaringan dan pelepasannya cepat Campuran insulin dan protamine tidak satupun yang terdapat dalam bentuk yang tidak dalam kompleks (isophane) Meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel khusus dan mempengaruhi pertumbuhan sel serta fungsi metabolisme berbagai macam jaringan melalui ikatan dengan reseptor insulin di jaringan Meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel khusus dan mempengaruhi pertumbuhan sel serta fungsi metabolisme berbagai jaringan melalui ikatan dengan reseptor insulin di jaringan dan pelepasannya lambat safety +++ efek samping minimal dengan reaksi alergi yang jarang terjadi dan lipodistrofi, hipoglikemi Suitability +++ Cocok diberikan pada penderita diabetes mellitus tipe II +++ efek samping minimal dengan reaksi alergi yang jarang terjadi dan lipodistrofi, hipoglikemi + Hampir sebanyak 11,8 % penderita mengalami efek samping berupa kemerahan cost + Harga mahal reratif +++ Cocok diberikan pada penderita diabetes mellitus tipe II + Harga mahal relatif +++ Cocok diberikan pada penderita diabetes mellitus tipe II + Harga mahal relatif Kesimpulannya dipilih obat Insulin Reguler (Short Acting), pada golongan ini dosis yang di pilih 100 iu/mL x 10 mL agar kadar gula darah sewaktunya bisa turun ke ambang batas normalnya. 4. Pemberian Terapi a. Terapi Non Farmakologis Menjelaskan kepada pasien untuk diet maksimal untuk menurunkan BB Menjelaskan kepada pasien jenis olah raga yang bisa dilakukan pasien, misalnya jalan kaki pada pagi hari sekitar 30-60 menit, 3-5 kali/minggu. b. Pemberian Terapi Farmakologis Penulisan Resep dr. Inbar Jl. P.M. Noor no. 3 SIP : 07.080150.29 Samarinda, 10 Juli 2013 R/ Humulin R No. I S 3 dd 5 u € Pro : OS Usia : 57 tahun Alamat : Jl. Monginsidi 5. Komunikasi Terapi a. Informasi Penyakit Diabetes mellitus yang dimiliki penderita disertai ulkus dibetikum sehingga daerah yang terkena ulkus harus di amputasi Terapi diabetes melitus menggunakan insulin injeksi b. Informasi Terapi Disarankan untuk berolahraga dengan teratur dan harus diet maksimal untuk menurunkan BB Sebaiknya 30 menit sebelum olahraga , pasien sudah mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup karena dengan konsumsi obat antidiabetik oral sebelumnya rawan terjadi hipoglikemia bila pasokan glukosa tubuh tidak mencukupi c. Informasi Obat dan Penggunaan Disuntikkan secara subkutan 30 menit sebelum makan Jangan menggunakan insulin jika ada tanda-tanda seperti keringan dingin dan pusing langsung konsul ke dokter Sebelum insulinnya habis harus langsung ke dokter untuk mengambil obat kembali 6. Monitoring dan Evaluasi Evaluasi gula darah puasa dan gula darah sewaktu per 2 atau 3 hari. Ulkus diabetikumnya harus selalu dibersihkan. DAFTAR PUSTAKA Gustaviani R. diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1857-63. Powers AC. Diabetes Mellitus. Dalam : braunwald E, fauci AS, kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principle og Internal Medicine. 15th edition. New york : McGraw-Hill Medical Publishing Division 2001 :2109-37 Handoko T,Suharto B. Insulin, Glukagon dan Anti Diabetik Oral. Dalam : Gan S, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyatuti, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi,edisi empat. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003:467-79. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus Tipe 2. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1860-3. Yunir E, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1864-6. Fauci, Anthony S., et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States: McGraw-Hill Professional, 2008. Tjokroprawiro Askandar, 2001. Diabetes Millitus Klasifikasi Diagnosa dan Terapi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta