diabetes mellitus

advertisement
TUGAS P-TREATMENT
DIABETES MELLITUS
Oleh:
Oleh :
Inbar Surya Seru
0708015029
Pembimbing:
dr. Lukas D. Leatemia, M.Kes
Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Diabetes mellitus
1.1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduakeduanya1. Pada literatur lain diabetes mellitus merupakan salah satu keadaan yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe DM yang telah diketahui, dan disebabkan
karena interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor lingkungan dan gaya hidup. Bila
dilihat dari etiologi DM, beberapa penyebab yang mengakibatkan suatu keadaan hiperglikemia
antara lain adalah penurunan sekresi insulin, penurunan ambilan glukosa oleh jaringan, dan
peningkatan produksi glukosa. Adanya DM pada seseorang mengakibatkan suatu disregulasi
metabolik yang menyebabkan gangguan pada sistem organ (Power, 2001) .
Secara garis besar tipe diabetes yang sering mendapatkan perhatian adalah diabetes tipe 1
dan diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe 1, mekanisme kehancuran sel β pankreas masih belum
diketahui secara pasti . penderita diabetes tipe 1 memiliki kecenderungan untuk mengidap
ketoasidosis bila tidak mendapatkan asupan insulin yang cukup. Pada diabetes tipe 2, gangguan
metaboliknya biasanya diakibatkan adanya resistensi insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat
dan peningkatan produksi glukosa (Power, 2001) .
1.2.Diagnosa
Diagnosa DM umumnya dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsi,
polifagi, dan penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sebelumnya. Keluhan lain yang
mungkin terjadi adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritas vulvae
pada wanita. Jika keluhan sudah khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl
sudah cukup untuk mendiagnosa DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126
mg/dl juga digunakan sebagai patokan diagnosa DM (Gustaviani, 2006).
Untuk pasien dengan keluhan yang tidak khas, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal. Diperlukan satu kali lagi pemeriksaan glukosa untuk mendapatkan
hasil yang abnormal baik kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥
200mg/dl atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan ≥ 200 mg/dl (Gustaviani, 2006).
Kejadian retinopati meningkat pada GDP ≥ 116mg/dL atau GD2PP ≥ 185 mg/dL atau HbA1c ≥
6,0 % (Power, 2001)
1.3.Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologinya
I.
Diabetes tipe 1 (akibat kerusakan sel β, cenderung ke arah defisiensi insulin absolut)
A. Diperantarai sel imun
B. Idiopatik
II.
Diabetes tipe 2 ( dapat akibat adanya kecenderungan resistensi sel terhadap insulin
yang lebih besar daripada defisiensi relatif produksi insulin; dapat juga akibat
defisiensi relatif produksi insulinnya yang lebih besar)
III.
Diabetes tipe yang lain
A. Defek genetik fungsi sel β, dengan mutasi pada
1. HNF 4 A (MODY 1)
2. Glucokinase (MODY 2)
3. HNF-1A (MODY 3)
4. IPF 1 (MODY 4)
5. HNF-1B (MODY %)
6. DNA mitokondria
7. Konversi Proinsulin atau insulin
B. Defek genetik pada kerja insulin
1. Resitensi insulin tipe A
2. Leprechaunism
3. Sindrom Rabson-Mendenhall
4. Diabetes lipoatropic
C. Penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas
D. Endokrinopati
E. Induksi obat dan bahan kimia
F. Infeksi
G. Bentuk yang tidak teridentifikasi dari diabetes dengan perantara sel imun
H. Sindrom genetik lainnya yang berhubungan dengan diabetes
IV.
Diabetes mellitus gestasional(Power, 2001) (Gustaviani, 2006) .
1.4. Gambaran pasien
Karakteristik yang bisa ditemukan pada pasien DM tipe 1 adalah :
1. Munculnya penyakit dibawah usia 30 tahun
2. Bertubuh kurus
3. Memerlukan insulin sejak awal terapi
4. Memiliki kecenderungan untuk terjadi ketoasidosis
5. Memiliki resiko terkena penyakit autoimun yang lain seperti thyroid autoimun disease,
anemia pernisiosa dan vitiligo
Karakteristik pada pasien diabetes tipe 2 adalah :
1. Munculnya penyakit di atas umur 30 tahun
2. Biasanya cenderung gendut (80%)
3. Tidak selalu memerlukan insulin
4. Mungkin memiliki kaitan deangan keadaan yang menyebabkan resistensi insulin lainnya
seperti, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dyslipidemia, atau sindrom ovari polikistik
(Gustaviani, 2006)
1.5.
Faktor resiko
Faktor resiko diabetes tipe 2

Adanya riwayat keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2

Obesitas ( BMI > 27kg/m2)

Umur > 45 tahun

Ras (afrika-amerika, amerika latin, asia-amerika dan penduduk kepulauan pasifik)

Melalui tes GDP dan toleransi glukosa oral

Riwayat diabetes gestasional dan bayi lebih dari 9 kg

Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg)

HDL < 0,90 mmol/L dan atau level trigliserida > 2,82 mmol/L

Sindrom polikistik ovari (Power, 2001) (Gustaviani, 2006).
1.6.Komplikasi
Komplikasi kronik diabetes mellitus
1. Mikrovaskular
a. Gangguan mata
-
Retinopathy
-
Makular edema
-
Katarak
-
Glaukoma
b. Neuropathy
-
Saraf sensory dan motorik
-
Saraf autonom
c. Nephropathy
2. Makrovaskular
a. Penyakit koroner
b. Penyakit pembuluh darah perifer
c. Penyakit cerebrovaskular
3. Kelainan lain
a. Gastroparesis dan diare
b. Uropathy dan disfungsi seksusal
c. Kelainan dermatologi(Power, 2001) (Gustaviani, 2006).
1.7. Terapi
Penggunaan preparat insulin terutama untuk tindakan emergensi guna mengatasi
ketoasidosis namun dapat digunakan pula untuk menurunkan kadar gula darah.dosis inisial untuk
penderita diabetes muda adalah 0,7-1,5 unit/kg, untuk pengobatan inisial regular insulin dan
insulin kerja sedang merupakan pilihan dan diberikan 2 kali sehari. (Handoko, 2003) (Soegondo,
2006)
Sulfonylurea yang merupakan perangsang sekresi insulin , juga sering dipergunakan
sebagai antidiabetik oral. Glibenklamid merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan
dengan dosis 5-20 mg, 1-2 kali sehari. (Soegondo, 2006)
Biguanid memiliki efek meningkatkan ambilan glukosa oleh sel. Sediaan yang sering
digunakan adalah metformin dengan dosis 1-3 gr dibagi dalam 2 atau 3 kali sehari. (Soegondo,
2006)
Dalam penanggulangan diabetes , obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat hanya
diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah.
Penurunan berat badan merupakan tindakan penting dalam mengontrol diabetes mellitus.Selama
pengobatan, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap dilakukan secara teratur. (Handoko,
2003) (Yunir, 2006).
2. Ulkus Diabetikum
2.1 Definisi
Ulkus diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau akibat
adanya sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai (Askandar, 2001).
2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen. Faktor endogen antara lain genetik, metabolic, angiopati diabetic, dan
neuropati diabetic. Sedangkan faktor ekstrogen yaitu trauma, infeksi, dan obat (Fauci et al,
2008).
2.3 Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglykemia
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi (Fauci et al, 2008).

Teori Sorbitol
Hyperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak
akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan
perantaraan enzim aldose reduktasi akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan
menumpuk dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

Teori Glikosilasi
Akibat hyperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein,
terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein
membrane basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro
vaskule.
Terjadinya ulkus diabetikum sendiri disebabkan oleh faktor-faktor yang disebutkan
dalam etiologi. Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada
otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebnioh besar maka penderita akan merasa
sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Askandar, 2001).
2.4 Manifestasi klinis
Ulkus diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi
arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli membrikan gejala klinis 5 P yaitu (Fauci et al, 2008):
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine :
1. Stadium I
: asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
2. Stadium II
: terjadi klaudikasio intermiten
3. Stadium III
: timbul nyeri saat istitrahat
4. Stadium IV
: terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
2.5 Klasifikasi
Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam derajat
menurut Wagner, yaitu:
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan
kelainan bentuk kaki "claw,callus"
2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang
4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas
5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas
6. Derajat V : ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap
ulkus itu sendiri (Askandar, 2001).
a) Pengendalian Diabetes
Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen
medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus
diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis.
DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi
kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika keadaan gula darah
selalu dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat
dicegah paling tidak dihambat.
Mengelola DM langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis
diantaranya perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila langkah tersebut belum
tercapai dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau disebut
pengelolaan farmakologis.
b) Penanganan Ulkus diabetikum
 Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi
yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta
pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh
menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku harus
dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak
jaringan sekitar.
 Penanganan Ulkus Diabetikum
Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan :

Tingkat 0
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari
ulkus dan cara pencegahan.

Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan
lokal luka dan pengurangan beban.

Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan
pengurangan beban yang lebih berarti.

Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi
yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.

Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.
BAB II
KASUS
Seorang ibu, 57 tahun, menderita DM selama 15 tahun. Dikaki kanannya terdapat luka
membusuk dan berbau. Awalnya luka tersebut kecil akibat tertusuk jarum, namun tidak sembuh,
bahkan membusuk. Os telah berusaha megobatinya dengan obat-obat kampung. Kemudian,
beberapa minggu lalu OS telah berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan mendapat
pengobatan. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar gula darah puasa 230mg/dl, dan 2
jam setelah makan 500mg/dl.
PERSONAL TREATMENT
1. Menentukan Problem Penderita
 Pasien menderita diabetes mellitus dengan ulkus peptikum
2. Rencana Tujuan pengobatan
 Menurunkan gula darah agar tetap stabil, dimana GDS yang diharapkan < 200 mg/dL
 Merawat ulkus peptikum agar tidak terlalu bau atau busuk
3. Pemilihan Terapi
a. Advise
 Menghindari konsumsi lemak dan karbohidrat serta garam yang berlebihan yang dapat
meningkatkan kadar gula darah
b. Pengobatan Non Farmakologis
Pengobatan non farmakologis, yaitu dengan modifikasi pola hidup/life style antara lain:
 Diet dan mengatur pola makan untuk tidak secara berlebihan
c. Pengobatan Farmakologis
1. Pengobatan Diabetes mellitus
Pemilihan golongan obat antidiabetik
Golongan obat
Efikasi
Safety
Siutability
Cost
Sulfonylurea
+++
+++
(Insulin
Mekanisme
Pada
umumnya
Bermanfaat
secretagogue)
penurunan kadar
efek
nonterapi
penderita
glukosa
obat ini < 5% dan
dewasa
terjadi
reaksi
alergi
penyakit timbul di
pada pemberian
jarang
sekali
atas 30 tahun) yang
sulfoniylurea
terjadi.
pankreas
disebabkan oleh
Kecenderungan
mampu dirangsang
perangsangan
hipoglikemia pada
dan
sekresi insulin di
orang tua karena
insulin.pada
pankreas.
mekanisme
tipe 1(kerusakan sel
kompensasi
B) pemberian obat
yang
darah
+++
berkurang
asupan
+++
pada
diabetes
murah
(onset
relatif
masih
memproduksi
DM
dan
ini tdk bermanfaat.
makanan
Peningkatan resiko
yg kurang
hipoglikemia pada
pemberian bersama
insulin,
alkohol,
fenformin,
sulfonamid
dan
klorampenikol.
Propanolol dan obat
penghambat
B
adrenergik lainnya
dapat
menyebabakan
reaksi hipoglikemia
tak dapat diketahui
karena menghambat
reaksi
takikardi,
berkeringat
tremor.
Harganya
dan
terjangkau
dan
Biguanide
+++
++
++
Tidak
Mual, muntah dan
Digunakan
tergantung pada
rasa kecap logam
penderita
fungsi pankreas,
pada lidah.
dewasa
meningkatkan
Pada
onset
ambilan glukosa
gangguan
oleh sel dengan
ginjal dan jantung
usia 30 tahun.
cara
dapat
Pengguanaannya
meningkatkan
menyebabkan
dapat
proses glikolisis
peninggian
dengan insulin dan
dalam sel
laktat
penderita
fungsi
asam
dalam
darah.
Rentan
terjadi
asidosis laktat.
+++
pada
diabetes
dengan
Harganya
murah
terjangkau
pemyakit
mula timbul di atas
bersamaan
sulfonilurea.
Pengobatan
lini
kedua
bila
pengobatan dengan
sulfonylurea
tdk
berhasil.
tidak
dianjurkan
pada
penederita
gangguan
hati
ginjal,
dan
jantung
komgestif.
Pada
keadaan
gawat
sebaiknya
tidak
diberikan.
Preparat insulin
++++
Meningkatkan
penyimpanan
lemak dan
glukosa dalam
sel melalui ikatan
dengan reseptor
insulin di
jaringan
Dianggap lebih
baik daripada
antidiabetik oral
karena dapat
mengendalikan
gula darah lebih
baik.
++
Efek samping : 1.
reaksi alergi dapat
terjadi secara
sistemik maupun
lokal, reaksi lokal
terjadi 10x lebih
sering daripada
reaksi sitemik
terutama pada
sediaan yang
kurang murni.
2. lipodistrofi ,
sering terjadi pada
wanita muda dan
dan oleh sediaan
yang kurabg
murni.
3. gangguan
penglihatan
+
+
Bisa
digunakan
pada
pasien
diabetes tipe 1 dan
2.
Namun
penggunaan mutlak
preparat
insulin
adalah pada pasien
diabetses
mellitus
tipe 1.
Lebih
dibutuhkan
pada keadaan gawat
dengan ketoasidosis
Harganya
mahal
dan
dan diabetes tidak
terkontrol.
Bila
diberikan
dengan
B
adrenergik blocker
cenderung ke arah
hipoglikemia.
A-glucosidase
++
++
inhibitor
Menurunkan
Efek
kadar
erupa diare, sering
memeiliki
hiperglikemia
kentut,
dalam menurunkan
dengan
distensi abdominal
kadar
menghambat
akibat
seperti halnya obat
absorbsi glukosa
dalam pencernaan.
cara
+
samping
dan
gangguan
Obat
++
ini
tidak
potensi
Relatif
terjangkau
HbA1c
antidiabetik
oral
lainnya.
Jangan
diberikan
bersama
dengan antasida dan
jangan
diberikan
pada pasien dengan
IBD, gastroparesis,
ataupun
kreatinin
serum
>
177
mikromol/L.
Thiazolidinediones
++
Menurunkan
resistensi insulin
++
++
+
Diasosiasikan
Kontraindikasi pada
Harganya
dengan
pasien
nahal
peningkatan berat
gangguan hati, dan
badan
kelainan
jantung
kongestif.
Insiden
edem
perifer
minor,
penurunan
hematokrit,
dan
dengan
peningkatan
meningkat
pada
ringan
pengguanaan
obat
plasma.
volume
ini.
Kesimpulannya dipilih preparat insulin. Saat ini merupakan pilihan yang tepat terhadap
DM dengan infeksi (ganggren).
Pemilihan obat golongan
Nama obat
Efikasi
Insulin regular
(Short Acting)
+++
NPH / Neutral
Protemine
Hagedorn /
isophane
(intermediate
acting)
++
Insuline Glargine
(Long Acting)
++
Meningkatkan
penyimpanan
lemak dan glukosa
dalam sel khusus
dan mempengaruhi
pertumbuhan sel
serta
fungsi
metabolisme
berbagai jaringan
melalui
ikatan
dengan
reseptor
insulin di jaringan
dan pelepasannya
cepat
Campuran insulin
dan protamine 
tidak satupun yang
terdapat dalam
bentuk yang tidak
dalam kompleks
(isophane)
Meningkatkan
penyimpanan
lemak dan glukosa
dalam sel khusus
dan mempengaruhi
pertumbuhan sel
serta fungsi
metabolisme
berbagai macam
jaringan
melalui
ikatan
dengan
reseptor
insulin di jaringan
Meningkatkan
penyimpanan
lemak dan glukosa
dalam sel khusus
dan mempengaruhi
pertumbuhan sel
serta
fungsi
metabolisme
berbagai jaringan
melalui
ikatan
dengan
reseptor
insulin di jaringan
dan pelepasannya
lambat
safety
+++
efek
samping
minimal dengan
reaksi
alergi
yang
jarang
terjadi
dan
lipodistrofi,
hipoglikemi
Suitability
+++
Cocok diberikan
pada penderita
diabetes mellitus
tipe II
+++
efek
samping
minimal dengan
reaksi
alergi
yang
jarang
terjadi
dan
lipodistrofi,
hipoglikemi
+
Hampir sebanyak
11,8 % penderita
mengalami efek
samping berupa
kemerahan
cost
+
Harga
mahal
reratif
+++
Cocok diberikan
pada penderita
diabetes mellitus
tipe II
+
Harga
mahal
relatif
+++
Cocok diberikan
pada penderita
diabetes mellitus
tipe II
+
Harga
mahal
relatif
Kesimpulannya dipilih obat Insulin Reguler (Short Acting), pada golongan ini dosis yang
di pilih 100 iu/mL x 10 mL agar kadar gula darah sewaktunya bisa turun ke ambang batas
normalnya.
4. Pemberian Terapi
a. Terapi Non Farmakologis

Menjelaskan kepada pasien untuk diet maksimal untuk menurunkan BB

Menjelaskan kepada pasien jenis olah raga yang bisa dilakukan pasien, misalnya jalan
kaki pada pagi hari sekitar 30-60 menit, 3-5 kali/minggu.
b. Pemberian Terapi Farmakologis
Penulisan Resep
dr. Inbar
Jl. P.M. Noor no. 3
SIP : 07.080150.29
Samarinda, 10 Juli 2013
R/ Humulin R
No. I
S 3 dd 5 u
€
Pro
: OS
Usia
: 57 tahun
Alamat
: Jl. Monginsidi
5. Komunikasi Terapi
a. Informasi Penyakit
 Diabetes mellitus yang dimiliki penderita disertai ulkus dibetikum sehingga daerah
yang terkena ulkus harus di amputasi
 Terapi diabetes melitus menggunakan insulin injeksi
b. Informasi Terapi
 Disarankan untuk berolahraga dengan teratur dan harus diet maksimal untuk
menurunkan BB
 Sebaiknya 30 menit sebelum olahraga , pasien sudah mengkonsumsi makanan
dalam jumlah cukup karena dengan konsumsi obat antidiabetik oral sebelumnya
rawan terjadi hipoglikemia bila pasokan glukosa tubuh tidak mencukupi
c. Informasi Obat dan Penggunaan
 Disuntikkan secara subkutan 30 menit sebelum makan
 Jangan menggunakan insulin jika ada tanda-tanda seperti keringan dingin dan
pusing langsung konsul ke dokter
 Sebelum insulinnya habis harus langsung ke dokter untuk mengambil obat
kembali
6. Monitoring dan Evaluasi

Evaluasi gula darah puasa dan gula darah sewaktu per 2 atau 3 hari.

Ulkus diabetikumnya harus selalu dibersihkan.
DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani R. diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1857-63.
Powers AC. Diabetes Mellitus. Dalam : braunwald E, fauci AS, kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL. Harrison’s Principle og Internal Medicine. 15th edition. New york :
McGraw-Hill Medical Publishing Division 2001 :2109-37
Handoko T,Suharto B. Insulin, Glukagon dan Anti Diabetik Oral. Dalam : Gan S, Setiabudy R,
Suyatna FD, Purwantyatuti, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi,edisi empat. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003:467-79.
Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus Tipe 2. Dalam :
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI 2006: 1860-3.
Yunir E, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III
edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006: 1864-6.
Fauci, Anthony S., et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States:
McGraw-Hill Professional, 2008.
Tjokroprawiro Askandar, 2001. Diabetes Millitus Klasifikasi Diagnosa dan Terapi. PT Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Download