21 BAB II DASAR TEORI 2.1 Gambaran Umum Ata 2.1.1 Definisi Ata Ata merupakan tumbuhan melilit jenis pakis yang di Bali dahulu digunakan sebagai bahan tali. Seiring dengan membanjirnya bahan tali sintetik maka kini peranan ata mulai berkurang. Pada saat ini ata dipakai untuk bahan baku kerajinan anyam-anyaman. Ditangan pengrajin di Bali ata diolah menjadi barang seni yang mempunyai nilai tinggi. Ata dianyam sedemikian rupa sehingga menghasilkan jenis-jenis produk seperti alas gelas dan lepekan piring. Gambar 2.1 merupakan kerajinan ata yang berbentuk lepekan piring dan alas gelas. Gambar 2.1 Kerajinan Ata yang Berbentuk Lepekan Piring dan Alas Gelas 2.1.2 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan konversi bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Proses produksi yang dilakukan dalam kegiatan usaha kerajinan ata hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana karena lebih banyak memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil karya yang memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata, seperti terlihat pada diagram alir dibawah. Gambar 2.2 merupakan diagram alir proses produksi kerajinan ata. 22 Pemesanan / Order Persiapan bahan baku Bagian Produksi Pemasaran/toko Penganyaman Pengeringan/pengasapan Pembersihan Pengepakan Pengiriman Barang Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata Secara umum, terdapat 3 tahap penting dalam proses pembuatan kerajinan ata, yaitu persiapan, penganyaman, pengeringan/pengasapan. a) Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan awal untuk membuat kerajinan ata. Persiapan yang dimaksud adalah penyiapan bahan baku kerajinan. Apabila bahan baku telah tersedia maka proses pembuatan kerajinan ata dapat dilakukan. b) Penganyaman Setelah bahan baku yang diperlukan tersedia, proses selanjutnya adalah menganyam bahan baku yang tersedia untuk dibentuk menjadi produk yang diinginkan. Jenisjenis produk yang dihasilkan bisa bermacam-macam sesuai dengan pesanan, namun adapula bentuk-bentuk baru yang dihasilkan pengrajin hasil dari keterampilan, kreativitas dan kemampuan seni dari para pengrajin. c) Pengeringan/pengasapan Setelah ata dianyam menjadi bentuk yang diinginkan, selanjutnya dilakukan tahap pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada ata sehingga produk yang dihasilkan tidak berjamur ketika diekspor. Proses pengeringan ata dilakukan dengan cara pengasapan agar warna yang dihasilkan juga 23 lebih bagus. Ata diletakan di dalam oven lalu diasapi oleh asap yang dihasilkan dari kompor biomassa. Kurang lebih waktu yang diperlukan dalam proses ini adalah satu hari. 2.2 Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis, baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, limbah perkebunan, tinja dan kotoran ternak. Umumnya biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya. Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini ditunjukkan pada tabel 2.1. tentang ultimate analysis of biomass. Pada tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa. Rumus kimia dari biomassa umumnya diwakili oleh CxHyOz. Nilai koefisien dari x, y dan z ditentukan oleh masing-masing biomassa. Tabel 2.1 Ultimate Analysis of Biomassa (Raveendran et.al.) (Sumber: Raveendran dkk. 1995, Tercantum dalam Badeau Pierre) 24 2.2.1 Sekam Padi Sekam padi digunakan sebagai bahan bakar, untuk kompor biomassa. Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Gambar 2.3 merupakan sekam padi. Gambar 2.3 Sekam Padi Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam padi memiliki komponen utama seperti selulosa (31,4-36,3%), hemiselulosa (2,9-11,8%), dan lignin (9,5-18,4%) (NOUL). Selulosa dan hemiselulosa adalah suatu polisakarida yang dapat dipecah menjadi monosakarida untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk produksi senyawa-senyawa yang berguna, salah satunya adalah etanol. Ditinjau dari data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada Tabel 2.2, dan tabel 2.3. 25 Tabel 2.2 Hasil Analisa Proksimat dan Ultimate Sekam Padi (Sumber: Grover, 1996) Tabel 2.3 Komposisi Kimia Sekam Padi (Sumber: Anonim, Balai Penelitian Pasca Panen, 2006) 2.2.2 Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif Dari sisi momentum saat ini adalah saat yang paling tepat untuk mempromosikan sekam padi sebagai salah satu sumber energi alternatif. Jika ini dilakukan, bukan saja memberikan pilihan pada masyarakat menyangkut pemenuhan sumber energi yang murah meriah, pada saat yang sama, juga memberi solusi mengelola sekam padi dengan mengedepankan asas manfaat. Momentumnya juga dapat dikatakan tepat karena masyarakat kini tengah dihadapkan pada pilihan sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak. Naiknya harga bahan bakar minyak, jelas menuntut tambahan biaya rumah tangga. Sementara pada saat yang 26 sama, sumber penghasilan masyarakat pada saat ini cenderung tidak ada perubahan. Ini jelas sangat memberatkan, terutama bagi masyarakat pedesaan yang sangat menghandalkan minyak tanah sebagai sumber bahan bakar utama mereka. Memang selain minyak tanah, masih ada sumber energi lain seperti: kayu bakar dan turunannya. Namun, menggunakan kayu bakar secara missal member resiko besar, kelestarian hutan terancam. Demikian pula dengan batu bara yang penggunaannya hanya cocok untuk sistem pembakaran siklus tertutup pada boiler dan mesin uap sejenisnya, sangat rentan mengancam kesehatan bila digunakan sebagai sumber bahan bakar sistem skala rumah tangga. Dengan alasan tersebut, sangat tepat jika kemudian menjadikan sekam padi yang notabene masih dianggap limbah dan tersedia melimpah sebagai bahan bakar alternatif, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Caranya, dengan memodifikasi dalam bentuk kompor biomassa sekam padi yang praktis dan murah, sehingga mudah terjangkau oleh masyarakat luas. Fungsi kompor biomassa sekam padi, bisa sebagai alat substitusi menggantikan 100% minyak tanah. Namun, bisa juga sebagai komplementasi, yang bisa mengurangi biaya pembelian minyak tanah. (Mustika, 2006). 2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan 2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan Pada dasarnya pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan, dijual, atau diolah kembali. Berdasarkan sumbernya, faktor yang mempengaruhi pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu: 27 1. Faktor internal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari material itu sendiri, faktor-faktor tersebut ialah ukuran material dan kadar awal air material. 2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal dari luar material. Faktor-faktor tersebut ialah perbedaan suhu dan kelembaban antara material dan udara pengering dan kecepatan aliran udara pengering. Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan dikeringkan, maka pengeringan dapat dibedakan menjadi: 1. Pengeringan langsung (Direct drying), disini bahan yang dikeringkan langsung berhubungan dengan bahan yang dipanaskan. 2. Pengeringan tidak langsung (Indirect drying), udara panas berhubungan dengan bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak langsung dengan panas secara konduksi. Berdasarkan cara pemindahan bahan yang dikeringkan, maka proses pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying) Bahan yang dikeringkan dilewatkan pada alat pengering secara berkesinambungan dengan kapasitas dan kecepatan tetap. Jenis-jenis alat pengering dengan metode kontinyu antar lain pengering terowongan (tunnel dryer), pengeringan drum (drum dryer), pengeringan putar (rotary dryer), pengering semprot (spray dryer). 2. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying) Pada proses ini bahan yang dikeringkan ditampung dalam suatu wadah, kemudian baru dikeringkan dan bahan dikeluarkan setelah mencapai keadaan kering, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan bahan berikutnya. Pengeringan merupakan proses penguapan kandungan air dalam bahan dengan waktu tertentu sesuai dengan kondisi udara di sekitarnya. Pada prinsipnya pengeringan merupakan suatu proses pemindahan panas dan perpindahan massa uap air secara simultan. Panas sensibel diperlukan untuk menaikkan temperatur material yang dikeringkan, sedangkan panas laten diperlukan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada 28 material. Uap air dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Gambar 2.4 merupakan T-V diagram. T Pemanasan Pembuangan uap Perubahan fase V Gambar 2.4 T-V Diagram (sumber: Yunus, A. Cengel. 1997) Secara singkat proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Proses pemanasan, pada tahap ini terjadi kenaikan temperature substansi yang dipanaskan sebagai akibat adanya penambahan energi kalor dari luar. Sekalipun sebenarnya terjadi proses penambahan volume, namun perubahan volume yang terjadi sangat kecil maka dianggap bahwa kondisi volume konstan. Adapun energi yang ditambahkan pada proses ini adalah berupa sensibel heat. 2. Proses perubahan fase, sekalipun pada tahapan ini memerlukan banyak energi (latent heat), namun seluruh energi yang diterima oleh substansi tidak menimbulkan perubahan temperatur karena dimanfaatkan untuk terjadinya proses penguapan cairan yang terkandung dalam substansi yang dipanaskan (perubahan fase dari cair menjadi uap air). 3. Proses pembuangan uap bersamaan dengan udara buang, pada tahap ini uap air dibuang keluar ruangan pengering bersamaan dengan aliran udara buang. Pada dasarnya rangkaian proses yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses sebagai berikut: • Proses perpindahan massa. • Proses perpindahan panas. 29 2.3.2 Perpindahan Massa Proses pengeringan utamanya ditentukan dari besarnya perpindahan massa dari material yang dikeringkan ke fluida pengering, adapun proses perpindahan massa ini tergantung dari beberapa faktor antara lain: a) Koefisien perpindahan massa (hm) Perpindahan massa yang berhubungan dengan proses pengeringan adalah secara konveksi. b) Perbedaan konsentrasi air (ΔCA) antara fluida pengering dan material yang dikeringkan. Perpindahan massa pada material dapat terjadi secara difusi, yaitu proses perpindahan massa dari bagian dalam material ke bagian permukaan material dan dilanjutkan dengan perpindahan massa secara konveksi, yaitu proses perpindahan massa dari material ke fluida pengering (udara) yang mengalir. Sehingga perpindahan massa secara konveksi dirumuskan sebagai berikut: Na = hm.A. (CAS - CA∞) (kmol/s)..................................................................................(2.1) Dimana: hm = koefisien perpindahan massa konveksi (m/s) A = luas penampang material (luas permukaan perpindahan massa) (m2) CAS = konsentrasi molar air (uap air) di permukaan material (kmol/m3) CA∞ = konsentrasi molar uap air di udara pengering (kmol/m3) Laju pengeringan tergantung pada besarnya laju perpindahan massa konveksi dari permukaan material menuju udara pengering. Laju perpindahan massa konveksi tergantung pada koefisien perpindahan massa konveksi (hm), dimana besar kecilnya hm tergantung pada temperature rata-rata udara pengering dan kecepatan aliran fluida (udara) pengering. Makin besar kecepatan dan semakin tinggi temperatur udara pengering maka semakin besar hm, semakin besar pula laju perpindahan massa konveksi. 30 2.4 Perpindahan Panas Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu untuk meramalkan energi atau proses perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di antara benda atau material, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor atau panas (heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini berlangsung terus sampai ada kesetimbangan temperatur diantara kedua medium tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada suatu media padat atau pada media fluida yang diam. Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi) menuju partikel yang kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut. Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu dimensi seperti ditunjukan pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Datar Sumber: (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996) Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang Konduksi(Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan matematikanya sebagai berikut: 31 qkond = kA dT ........................................................................................ ……………(2.2) dx Dimana: qkond = laju perpindahan panas konduksi (W) k = konduktivitas thermal bahan (W/m.K) A = luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m) dT dx = gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m) Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi Hukum Kedua Termodinamika, yaitu bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju media yang temperaturnya lebih rendah. 2.4.2 Perpindahan Panas konveksi Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat adanya perbedaan temperatur dari suatu permukaan media padat menuju fluida yang mengalir (bergerak) atau sebaliknya. Suatu fluida memiliki temperatur, T, yang bergerak dengan kecepatan, u, di atas permukaan media padat (Gambar 2.6). Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas konveksi dari media padat ke fluida yang mengalir. Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Media Padat ke Fluida yang Mengalir Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.) Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan Hukum Newton tentang pendinginan (Newton’s Law of Cooling) yaitu: qkonv = h.As.(Ts - T) .................................................................................. ………...(2.3) 32 Dimana: qkonv = laju perpindahan panas konveksi (W) h = koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2.K) As = luas permukaan perpindahan panas (m2) Ts = temperatur permukaan (K) T = temperatur fluida (K) Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan menjadi: a. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar, seperti: blower, pompa, atau kipas angin. b. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida, temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density). Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka makin rendah massa jenis fluida tersebut, sebaliknya makin rendah temperatur maka makin tinggi massa jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan menjadi lebih ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan naik mengapung di atas fluida yang lebih berat. 2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi Proses perpindahan panas secara radiasi (pancaran) adalah suatu proses perpindahan energi panas yang terjadi dari benda yang bertemperatur tinggi menuju benda dengan temperatur lebih rendah dengan tanpa melalui suatu medium perantara. (Kreith 1986). Pada proses perpindahan energi panas secara radiasi ini semua permukaan pada temperature tertentu mengemisikan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik, proses perpindahan panas secara radiasi dapat pula terjadi pada dua media yang dibatasi oleh media yang bersuhu lebih dingin daripada keduanya (Cengel 1997). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara radiasi adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi melalui gelombang elektromagnetik yang terjadi pada suatu permukaan dengan emisivitas antara nol dan satu. Laju perpindahan panas radiasi atau panas yang diemisika oleh permukaan suatu benda riil (nyata) adalah: 33 q RADIASI = ε σ Ts4 A..............................................................................................................(2.4) Dimana: q RADIASI= laju perpindahan panas secara radiasi (Watt) ε = emisivitas permukaan benda. σ = konstanta Stevan – Boltzmann (5,67 . 10-8) (W/ Ts = temperatur permukaan benda, selalu dalamabsolut (K) A = luas permukaan perpindahan panas radiasi (m2) Tsur = temperatur surrounding (K) ) Laju perpindahan panas radiasi netto antara permukaan benda yang bertemperatur lebih tinggi menuju permukaan media yang bertemperatur lebih rendah atau sebaliknya dinyatakan dengan: q RAD. NETTO = ε A σ (Ts4- Tsur4) jika Tsur <Ts.........................................................................(2.5) q RAD. NETTO = ε A σ (Tsur4- Ts4) jika Tsur >Ts.........................................................................(2.6) 2.5 Udara Pengering Fluida adalah suatu zat atau substanti yang akan mengalami deformasi secara berkesinambungan apabila menerima gaya geser walaupun gaya geser yang diterimanya tersebut sangat kecil. Fluida terdiri dari komposisi molekul-molekul dalam gerakan konstan. 2.5.1 Aliran Udara Pengeringan Pada proses pengering ini menggunakan proses aliran alami (Natural Flow) yaitu menggunakan cerobong sebagai pengalir udara, sehingga laju aliran massa (mass flow rate) udara dipengaruhi oleh efek gaya apung. (Bouyancy Force Effect). Dengan laju aliran massa udara yang alami memungkinkan udara pengering mencapai temperatur yang lebih tinggi, sehingga udara pengering dapat mengeringkan dengan lebih efisien. 34 Fungsi aliran udara pengering adalah: - Sebagai perantara gelombang panas melintasi permukaan luar material, sehingga yang terkandung pada material terevaporasi. - Membawa uap air yang terevaporasi dari permukaan material menuju cerobong pembuangan udara bercampur uap. 2.6 Stack Effect Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan gas buang, dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena perbedaan tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembaban. Hasilnya adalah positif atau negatif (gaya apung). Semakin besar perbedaan termal dan ketinggian struktur, semakin besar kekuatan daya apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang disebut sebagai “efek cerobong asap” akan membantu mendorong ventilasi alami dan infiltrasi. 2.7 Kelembaban Udara (Air Humidity) Material memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kandungan air. Oleh karena itu penting untuk dapat mengetahui tingkat kelembaban udara sekitarnya. Adapun macam – macam kelembaban udara, adalah sebagai berikut: a) Kelembaban Udara Absolut (Absolute Humidity, ω) Kelembaban udara absolut adalah nilai jumlah kandungan uap air dalam satu kilogram udara (gr/Kg). Namun nilai kelembaban udara absolut ini sangat dipengaruhi oleh panas termal udara, namun demikian nilainya tidak mengalami perubahan saat mengalami pemanasan ataupun pendinginan. Pada temperatur tinggi, udara cenderung menghisap kelembaban (uap air). b) Kelembaban Udara Relatif (Relative Humidity, Ф) Adalah jumlah persentase kandungan uap air yang dihitung atas dasar udara berkandungan maksimum (udara jenuh). Kelembaban relatif pada udara jenuh harus selalu 100%. Kelembaban udara relatif akan menurun bila udara dipanaskan dan meningkat bila udara didinginkan. Dengan catatan bahwa jumlah kandungan air yang ada pada udara tidak mengalami perubahan. 35 2.8 Sistem Pengering Buatan System pengering buatan berbeda dengan system pengering secara alami (Natural Air Drying), pada system ini proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada kondisi cuaca. Sirkulasi gerakan dan arah angin yang mengandung energi panas udara yang mengalir baik proses aliran paksa maupun alami, bila udara dalam ruangan terlalu lembab udara tersebut dapat dibuang melalui saluran pembuangan (damper) untuk kemudian digantikan dengan udara baru yang tidak terlalu lembab. Sifat pengering buatan dibuat untuk mendapatkan beberapa nilai positif yang tidak dapat dicapai oleh sistem pegeringan secara, alami, misalnya: 1. Proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada panas matahari atau kondisi musim. 2. Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan dapat ditingkatkan. 3. Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan sewaktuwaktu sesuai keinginan. 4. Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat merusak bahan atau produk, seperti: debu, hewan, gangguan cuaca dan lain-lain. 5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan bahwa udara pengeringan benar-benar bersih dari kotaran, debu dan lainnya. 2.9 Nilai Kalor Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan udara/oksigen menurut Yelina, dkk (2000). [14] Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeter untuk mengetahui selisih perubahan temperature dalam proses pembakaran dan data tersebut dapat dihitung dengan rumus: ..................................................................................(2.7) HHV = ......................................................................................(2.8) 36 LHV = ..................................................................................................(2.9) Dimana : HHV = nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr) C = nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid (kal/˚C) = (T2-T1) selisih antara temperatur akhir selama temperatur awal (˚C) LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr) X = massa H2O yang terbentuk dalam proses pembakaran (gr H2O/gr bb) LH = panas latent penguapan H2O (kal/gr H2O) 2.10 Kesetimbangan Energi Kesetimbangan energi yang terjadi dalam sistem pengering (alat pengering dan kompor biomassa) seperti gambar 2.7 dibawah ini: ĖLc + Tc =0 QLTP QLTS bb + Ėbb QLTK Gambar 2.7 Skematik Sistem Pengeringan 37 Keterangan: Ėbb = laju energi bahan bakar (kJ/s) Ėla = laju energi pada abu (kJ/s) Ėlc = laju energi losses pada cerobong (kJ/s) QLTK = laju panas losses transmisi pada dinding kompor (kJ/s) QLTP = laju panas losses transmisi pada dinding pengering (kJ/s) QLTS = laju panas losses transmisi pada saluran penghubung kompor dengan ruang pengering (kJ/s) Kesetimbangan energi pada sistem: Ėin = Ėout + Ėst …………………………………………………………………………(2.10) Dimana: Ėin = laju energi masuk system pengering (kJ/s) Ėout = laju energi keluar sistem (kJ/s) Ėst = laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s) Asumsi: Ėst = 0, karena sistem stedy state Maka persamaan diatas: Ėin = Ėout………………………………………………………………………………..(2.11) Ėbb = Ėuse + Ėlosess…………………………………………………………………….....(2.12) Ėlosess = Ėla + QLTK + QLTS + QLTP + ĖlC…………………………………………..........(2.13) Ėlosess = Ėla + Ėlc………………………………………………………………………....(2.14) Laju energi pada cerobong: Ėlc = ( + ) Cp.Tc……………………………………………………………......(2.15) Laju energi losses pada abu: Ėla = . Cp . Tabu…………………………………………………………….….....(2.16) Dimana: = laju massa flue gas(Kg/s) = laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s) Cp = kalor jenis pada tekanan konstan (udara) = laju massa abu (Kg/s) Ėlc = laju energi losses pada cerobong ( Kj/s) Ėla = laju energi losses pada abu (kJ/s) 38 Tc = temperatur cerobong (oC) Tabu = temperatur abu (oC) R total = R1 + R2 = LB + LA ………………………………………………………………(2.17) KB . A KA . A Laju panas losses transmisi pada dinding pengering: QLTP = ∆T ……………………………………………………….………………(2.18) R total = TSi – Tso R total Laju panas losses transmisi pada saluran penghubung kompor dengan ruang pengering: QLTS = ∆T ………………………………………………………………………(2.19) R total = TSi – Tso R total Laju panas losses transmisi pada dinding kompor: QLTK = ∆T ………………………………………………………………………(2.20) R total = TSi – Tso R total Dimana: R1 = tahanan thermal pada plat besi (k/w) R2 = tahanan thermal pada glasswool (k/w) LB = ketebalan material glasswool (m) LA = ketebalan material plat besi (m) KB = konduktivitas thermal material glasswool (w/m.k) KA = konduktivitas thermal material plat besi (w/m.k) A = luas penampang (m2) Tsi = temperatur dinding bagian dalam sistem (K) Tso = temperatur dinding bagian luar sistem (K) 39 2.11 Laju Massa Bahan Bakar Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus: bb = ..........................................................................................................(2.21) = laju massa bahan bakar (kg) mawal = massa awal bahan bakar (gr) msisa = massa sisa bahan bakar (gr) t = waktu pengeringan (s) 2.12 Performansi Pengeringan Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor biomassa meliputi parameter berikut ini: a. Energi panas berguna (Ė ), yaitu jumlah energi kalor yang digunakan untuk use menguapkan masa air pada material persatuan waktu, dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Ėuse = qevap = Ṁw . Lh (W) ...........................................................................................(2.22) Dimana: Ėuse = energi panas berguna (kJ/s) Qevap = energi penguapan (kJ/s) Ṁw = massa ata yang terbuang (kg/s) Lh = didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan suhu material yang dipanaskan b. Sumber energi dari bahan bakar yang memasuki rak pengering, secara matematis ditulis dalam persamaan sebagaimana berikut ini: Ėbb = bb . HHV(W).....................................................................................................(2.23) Dimana: Ėbb = laju energi bahan bakar yang dipergunakan (kJ/s) bb = laju massa bahan bakar yang dipergunakan (kg/s) HHV = nilai kalor biomassa (kJ/kg).