BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengobatan Tradisional

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional adalah keseluruhan dari pengetahuan, keterampilan, dan
praktek yang ada berdasarkan teori, keyakinan serta pengalaman yang memiliki adat
istiadat berbeda dimasing-masing daerah yang pemanfaatannya dalam menjaga
kesehatan meliputi pencegahan, pemeliharaan kesehatan, diagnosa, pengobatan baik
secara fisik maupun jasmani. Pengobatan tradisional juga biasa disebut dengan
pengobatan alternatif di beberapa negara (Supriadi, 2014).
Di Indonesia, pengobatan alternatif-komplementer merupakan jenis pengobatan
yang non-konvensional ditujukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif yang
didapat melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, serta keefektifitas
yang tinggi didasarkan pada ilmu pengetahuan biomedik, yang belum terdaftar dalam
kedokteran konvensional. Pengobatam alternatif-komplementer dilaksanakan pada
fasilitas pelayanan kesehatan apabila aman, bermanfaat, bermutu, terjangkau serta
adanya hasil kajian dari institusi yang berwenang sesuai dengan ketentuan. Fasilitas
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengobatan alternatif harus memiliki izi
penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan (Kemenkes, 2007).
Penggunaan pengobatan tradisional serta obat tradisional di Indonesia telah
berlangsung sejak ribuan tahun lalu sebelum ditemukannya berbagai jenis obat
modern. Hal ini tercemin dari berbagai resep tanaman obat serta daun lontar yang ada
di Bali. Obat tradisional di Indonesia merupakan warisan budaya yang secara turun
7
8
temurun sehingga perlu dilestarikan. Adapun jenis obat tradisional Indonesia adalah
jamu, obat herbal dan sebagainya (Dewoto, 2007).
Pengobatan tradisional, alternatif, dam komplementer terdapat beberapa jenis
(Permenkes RI, no: 1109/Menkes/Per/2007) yakni:
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body intervention) yang dimaksud
didalamnya adalah hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa, serta
yoga.
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati,
homeopati, aromaterapi, dan ayurveda.
3. Cara penyembuhan manual dengan chiropratice, healing touch, tuina, shiatsu,
osteopati, dan pijat urut.
4. Pengobatan farmakologi dan biolodi seperti jamu, herbal, dan gurah.
5. Diet nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makri nutrient, micro
nutrient.
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbirik, serta EECP.
Bentuk-bentuk pengobatan alternatif diantaranya :
1. Obat Herbal
Obat herbal merupakan obat-obatan yang terbuat dari bahan alami tumbuhan
yang dibudidayakan ataupun tumbuhan liar. Obat juga dapat bersumber dari hewani,
mineral ataupun gabungan dari semua sumber. Penggunaan obat herbal ini memiliki
keuntungan sendiri yakni dengan harga yang murah. Hal ini dikarenakan bahan yang
digunakan untuk membuat obat mudah didapat dengan kata lain bisa ditanam sendiri
pada halaman rumah. Tumbuhan yang dapat dijadikan obat herbal tumbuh membesar
9
dan tidak memerlukan penjagaan yang spesifik apabila ditanam sendiri. Lihata
berdasarkan efek yang timbul, obat herbal memiliki efek samping yang sedikit
sehingga anam untuk digunakan. Masyarakat memperikaran obat herbal tidak
memiliki efek samping, tetapi setiap tumbuhan memiliki kandungan bahan kimia yang
relatif rendah sehingga tidak menimbulkan efek samping dalam penggunaannya
(Mangan, 2003 dalam Supriadi, 2014).
Adapun obat herbal dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan jenisnya diantaranya
(1) Jamu yang terbuat dari terbuat dari bahan-bahan alami. Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan jamu biasanya dalam bentuk kering. Disamping itu, jamu
memiliki standar yang dikeluarkan oleh pihak BPOM dengan cara pembuatan obat
tradisional yang baik. (2) Obat herbal terstandar dibuat dari bahan baku alami yang
telah diuji bahannya dalam uji praklinik serta secara alamiah. Uji yang dilakukan
adalah uji toksitas akut, toksitas subkronis, serta toksitas kronis. (3) Fotofarmaka
terbuat dari bahan alami namun disetarakan dengan obat modern. Hal ini dilihaat dari
proses pembuatan fitofarmaka yang telah terstandar serta ditunjang dengan bukti
ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah
(Hemani, 2011).
2. Pijat Tradisional
Pijat tergolong salah satu teknik “hands-on” dengan terapi otot serta jaringan
lunak dari tubuh dalam usaha meningkatkan kesehatan serta kesehjahteraan. Teknik
pijat memiliki beberapa jenis mulai dari pemijatan dengan cara lembut sampai cara
yang lebih dalam dengan mencari otot dan jaringan tubuh. Terapi dengan
menggunakan pijat dianggap sebagai terapi penyembuhan secara turun-temurun serta
10
dapat meregangkan otot kaku, mengurangi stres, dan membangkitkan rasa tenang.
Terdapat hampir 100 jenis pemijatan dengan teknik yang berbeda-beda.
Selain pemijatan yang ada secara umum, teknik pemijatan lainnya juga
terdapat pada bayi. Pijat bayi merupakan tradisi lama yang digali kembali dengan
perpaduan ilmu kesehatan. Pada masyarakat secara umum beranggapan bahwa pijat
bayi hanya dilakukan pada bayi yang sedang sakit dan dapat dilakukan oleh tenaga
medis ataupun dukun. Hal ini dipercaya oleh masyarakat mampu mengatasi kolik
sementara, sembelit, sera bayi rewel. Namun, kenyataanya manfaat utama pemijatan
pada bayi adalah untuuk membantu mengoptimalkan tumbuh kembang bayi
(Kusbiantoro, 2014).
3. Akupuntur
Akupuntur merupakan salah satu pengobatan tradisional yang menggunakan
teknik tusukan pada titik-titik terentu ditubuh. Teknik akubuntur pertama berkembang
di China dengan menggunakan jarum batu dalam penyembuhan penyakit. Bahan jarum
yang digunakan dalam akupuntur terus menengalami perubahan mulai dari bambu,
tulang, dan perunggu (Yulianto, 2009). Indikasi melakukan akupuntur (WHO, 1991
dalam Supriadi, 2014) :
1. Saluran pencernaan dan lambung dalam mengatasi berbagai masalah
fungsional seperti ekskresi asam lambung, nyeri kolik, otot atau
peradangan.
2. Saluran nafas dalam mengatasi kondisi alergi serta meningkatkan daya
tahan tubuh.
3. Mata, kelainan pada mata yang bersifat radang maupun fungsional.
11
4. Mulut, dalam mengatasi rasa nyeri ketika selesai pencabutan gigi atau
peradangan kronis.
5. Saraf, otot, dan tulang yaitu masalah terait dengan kelemahan, rasa nyeri,
peradangan pada sendi, serta terjadinya kelumpuhan.
4. Akupresur
Akupresur merupakan salah satu bentuk akupuntur yang berusia jauh lebih tua
serta berasal dari China yang telah ada semenjak 5000 tahun lalu. Akupresur
merupakan salah satu cara penyembuhan yang mulanya dengan menekan ujungunjung jari tangan serta dibantu dengan menggunakan kayu. Akupresur merupakan
teknik pemijatan yang dilakukan secara periodik oleh tenaga yang telah terlatih.
2.2
Persepsi
Pada tunjauan pustaka penelitian yang pertama akan membahas tentang persepsi
yang meliputi definisi persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, syarat
terjadinya persepsi, serta proses terjadinya persepsi. Adapun pembahasannya yakni :
2.2.1
Definisi Persepsi
Walgito (2010) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses penerimaan
rangsangan oleh penginderaan baik penglihatan maupun pendengaran manusia yang
diteruskan. Proses ini dikelompokkan dan interpretasi sehingga suatu rangsangan yang
diterima oleh individu menjadi berarti serta akan terjadinya respon dari diri manusia.
Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu kejadian,
pengalaman, serta hubungan-hubungan terhadap suatu objek dengan menafsirkan serta
memberikan makna pada suatu informasi atau stimulus.
Berdasarkan hasil dari berbagai pegertian persepsi dari para ahli diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses dalam individu yang
12
merangsang fikiran dimulai dari penglihatan sehingga terbentuknya suatu tanggapan
terhadap objek tertentu. Hal ini membuat individu menjadi sadar mengenai sesuatu
yang ada dilingkungannya melalui indra sehingga dapat mempengaruhi pengambilan
suatu keputusan terhadah suatu objek.
2.2.2
Proses persepsi
Prosep pembentukan persepsi ini terjadi pada diri individu masing-masing yang
diawali oleh panca indra serta merangsang otak. Pembentukan persepsi tentunya
dibantu oleh pengetahuan, proses belajar, serta pengalaman. Menurut Walgito (2010),
pembentukan persepsi melalui beberapa proses diantaranya:
1. Proses kealaman/fisik : persepsi terjadi ketika alat indera menangkap stimulus
yang ditimbul dari suatu objek.
2. Proses fisiologis : proses ini terjadi ketika saraf sensoris dan otak mendapatkan
stimulus yang telah dikirimkan melalui alat indera.
3. Proses psikologis : proses psikologis merupakan proses dimana otak sebagai
pusat dari kesadaran sehingga stimulus yang diolah diotak dapat menyadari
individu mengenai apa yang dilihat, didengar, ataupun dirasakan.
2.2.3
Faktor terjadinya persepsi
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu persepsi
diantaranya (Notoatmodjo, 2010) :
a. Pengalaman/pengetahuan: pengalaman serta pengetahuan memiliki
peranan penting dalam mempersepsikan suatu stimulus dari dalam diri
individu. Pengalaman yang terjadi sesuai dengan tingkat pengetahuan
seseorang akan merubah hasil interpretasi dari seseorang.
13
b. Harapan : harapan atau keinginan terhadap suatu stimulus akan
mempengaruhi persepsi seseorang.
c. Kebutuhan : kebutuhan yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan
pula pada penerimaan suatu stimulus.
d. Motivasi : motivasi terhadap stimulus mempengaruhi segala sesuatu serta
persepsi dari individu. Motivasi yang tinggi dapat mempengaruhi kuatnya
suatu persepsi.
e. Emosi : emosi merupakan salah satu faktor pendorong/penghambat
persepsi seseorang terhadap suatu stimulus.
f. Budaya : budaya erat kaitannya dengan tradisi, suatu interpretasi akan sama
hasilnya apabila seseorang berada dalam lingkungan budaya yang sama
dengan mempersepsikan orang diluar budayanya sendiri. Namun, hasil
interpretasi akan berbeda apabila seseorang mempersepsikan stimulus yang
berada dalam budaya yang sama.
2.2.4
Persepsi Sehat Dan Sakit
Pada pembahasan sebelumnya telah dibicarakan mengenai objek yang dapat
dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu. Hal ini berkaitan dengan konsep
dari sehat dan sakit dari individu. Setiap individu melihat atau mempersepsikan sehat
dan sakit secara berbeda dan terkadangan unsur subyektivitas juga menentukan
kondisi dari individu. Persepsi terhadap konsep sehat dan sakit dari masyarakat sangat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu serta pengaruh sosial budaya dilingkungan
sekitar. Namun hal ini bertolak belakang dengan usaha yang dilakukan oleh petugas
kesehatan. Petugas kesehatan selalu mengupayakan pelaksanaan kriteria medis secara
obyektif untuk mendiagnosis kondisi seseorang. Hal seperti inilah menjadi halangan
dalam pelaksanaan program kesehatan antara petugas pelaksana dengan masyarakat
14
penerima program. Individu tidak mencari pengobatan dipelayanan kesehatan karena
merasa dirinya tidak sakit. Namun ada pula individu mempersepsikan bahwa dirinya
mengalami penyakit diluar medis, sehingga mereka akan mengakses pengobatan
kepada orang pintar yang dipercaya mampu menyembuhkan penyakitnya (Jordaan,
1995;Sudarti, 1998 dalam Sarwono, 2007).
WHO mendefinisikan sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, tetapi
juga termasuk kondisi mental serta sosial dari seseorang. Upaya kesehatan pada tahap
awal oleh petugas kesehatan dimaksud bukan pada saat masyarakat mulai merasakan
sakit, melainkan jauh sebelum itu ketika kondisi masyarakat masih sehat yang
membutuhkan upaya pelayanan kesehatan untuk mencegah timbulnya berbagai
penyakit tertentu. Sebaliknya, yang terjadi justru masyarakat mencari pelayanan
kesehatan ketika mereka berada dalam kondisi sakit yang tidak dapat disembuhkan
dengan beristirahat dan minum jamu. Di Indonesia salah satu tahap yang biasa
dilakukan masyarakat sebelum mengunjungi petugas kesehatan adalah menggunakan
pengobatan dari dukun atau ahli pengobatan tradisional. Keadaan seperti inilah
membuat kondisi penderita semakin parah sehingga akhirnya baru merujuk ke petugas
kesehatan. Konsep sehat-sakit berbeda antara kelompok masyarakat satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu perlu diketahui pasti persepsi sehat sakit dari lingkungan
masyarakat (Sarwono, 2007).
Permana, 2012 mengungkapkan dalam penelitiannya dimana kesehatan
seseorang tidak lepas dari keadaan sosial seseorang. Keadaan sosial ini terlihat dari
hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Keadaan sehat
merupakan suatu hal yang berada dari dalam diri manusia, yang dikarenakan kesehatan
itu dapat dilihat dari perbedaan dari kondisi penderita. Kesehatan yang dimaksud
15
seperti halnya tidak terserang suatu penyakit, berusaha untuk menjaga kesehatannya
agar tetap sehat, dan juga selalu berfikir positif mengenai keadaan serta kesejahteraan.
Berbicara mengenai “sehat”, maka tidak terlepas dengan istilah “sakit”. Secara
ilmu kedokteran penyakit atau (disease) merupakan suatu gangguan fisiologis dari
organisme akibat infeksi atau tekanan dari lingkungan yang bersifat objektif. Sakit
(illness) merupakan penilaian atau pandangan seseorang terhadap pengalaman
menderita suatu penyakit yang biasanya bersifat subyektif. Biasanya hal seperti ini
diawali dengan perasaan yang kurang baik. Hal ini mungkin terjadi karena secara
obyektif, individu yang terserang penyakit pada salah satu organnya tidak merasakan
sakit dan tetap dapat menjalankan tugas seperti biasanya. Namun, individu mungkin
merasakan sakit tetapi dari hasil pemeriksaaan medis tidak terlihat penyakit apapun.
Kesadaran akan kesehatan serta pemeriksaannya karena takut terserang penyakit
banyak terdapat pada masyarakat negara maju, dibandingkan masyarakat tradisional.
Masyarakat tradisional biasanya mempersepsikan orang sakit jika nafsu makannya
menurun serta tidak dapat menjalankan tugasnya sehari-hari dan hanya berbaing
ditempat tidur.
Sakit berarti terganggunya fungsi organ tubuh yang dirasakan oleh seseorang,
yang dikarenakan adanya tanda serta gejala dari bibit suatu penyakit. Keadaan sakit
dapat dibedakan menjadi dua yakni sakit yang bersifat sementara dan sakit yang serta
sakit yang berlangsung lama. Sakit yang bersifat sementara dimana diliat dari
pengobatan serta penyembuhannya yang tidak memerlukan waktu lama, sedankan
sakit yang bersifat lama yakni memerlukan waktu yang lama baik dari pengobatan
serta penyembuhan. Hal ini membuat adanhya perilaku sakit yang berbeda antar
16
indvidu. Pencarian pengobatan oleh individu dalam proses penyembuhan selalu
ditekankan oleh dua hal yakni:
1. Pandangan atau definisi serta pengertian dari individu akan suatu penyakit yang
diderita serta faktor ataupun akibat yang akan dirasakan selamadalam kondisi
sakit.
2. Kemampuan individu terutama dalam kondisi financial serta kemampuan dalam
mengakses tempat pelayanan kesehatan demi pertolongan terhadappenyakit
yang dirasakan.
2.3
Perilaku Dan Perilaku Kesehatan
2.3.1
Perilaku
Perilaku manusia ataupun aktivitas manusia secara umum tidak datang dengan
sendirinya, melainkan karena adanya rangsangan stimulus yang mengenai individu.
Respon yang ada merupakan suatu suatu yang bergantungan pada stimulus. Apa yang
ada pada diri manusia akan menentukan pemberian respon terhadap suatu obyek.
Selain itu, terdapat pula formasi atau respon mengenai perilaku bergantung dari
lingkungan serta organisme yang saling berinteraksi. Yang dimaksud berinteraksi
dimana adanya hubungan antara perilaku, fungsi, lingkungan serta organisme yang
akan saling mempengaruhi (Walgito, 2010).
2.3.1.1 Jenis perilaku
Pada umumnya, perilaku manusia dapat dibedakan menjadi dua yakni perilaku
refleksi dan perilaku non-refleksi (Walgito, 2010). Adapun perbedaannya yakni :
1. Perilaku refleksi
Perilaku refleksi merupakan perilaku yang terjadi secara spontan ketika reaksi
yang secara spontan mengenai organisme. Misalnya mata berkedip ketika
17
berpantulan dengan sinar, menarik jari tangan ketika terkena api, dan
sebagainya. Perilaku refleksi terjadi secara sendirinya dimana stimulus yang
ditangkap moleh organisme tidak sampai pada otak. Dalam perilaku refleksi
stimuls yang diterima oleh reseptur secara langsung menimbulkan aksi tanpa
melalui kesadaran.
2. Perilaku non-refleksi
Perilaku non-refleksi ini berbeda dengan perilaku refleksi. Perilaku nonrefleksi dikendalikan oleh saraf pusat dengan kesadaran. Dalam prosesnya,
ketika stimulus menerma respon maka akan diteruskan ke saraf pusat
kesadaran yang kumudian akan menimbulkan responyang melalui afektor.
Perilaku non refleksi ini biasa disebut sebagai perilaku psikologis karena
terjadi didalam otak dan kesadaran. Perilaku ini dapat dikendalikan, dirubah
serta diatur yang sebagai proses dari hasil belajar.
2.3.2
Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan respon dari individu terhadap stimulus yang
diterima yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakut, maupun faktor-faktor yang
mempengaruhi sehat dan sakit. Perilaku kesehatan juga dapat diartikan sebagai semua
aktivitas atau kegiatan individu baik yang dapat diamati ataupun tidak dapat diamati
yang berhubungan dengan perilaku dalam peningkatan kesehatan. Pemeliharahaan
kesehatan yang dimaksud adalah tahap pencegahan, pengobatan, masalah kesehatan
yang lainnya serta upaya pencarian pengobatan apabila individu terkena penyakit
(Notoadmodjo, 2010).
18
Becker, 1979 dalam Notoadmodjo, 2010 membuat klasifikasi mengenai
perilaku kesehatan yang dibagi menjadi tiga, yakni :
1. Perilaku sehat (healty behavior)
Perilaku sehat merupakan perilaku yang meliputi kegiatan dengan upaya
menjaga, mempertahankan serta meningkatkan kesehatan. Adapun kegiatan
yang bisa dilakukan dengan cara mekan makanan seimbang yang memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh, melakukan kegiatan fisik yang cukup dan teratur
antara bekerja dan berolahraga, tidak merokok, minum-minuman keras serta
menggunakan narkoba yang dapat merusak tubuh kita, istirahat yang cukup
ditengah kesibukan, manajemen stress salah satu upaya pengendalian stress
agar tidak menganggu kesehatan individu, serta perilaku positif terkait dengan
kesehatan maupun diluar kesehatan.
2. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit merupakan perilaku yang meliputi orang sakit , adanya masalah
kesehatan individu atau keluarga dalam mencari upaya penyembuhan penyakit
yang diderita. Dalam kondisi orang sakit, terdapat beberapa tindakan yang
sering muncul diantaranya (1) Didiamkan saja, dimana rasa sakit diabaikan dan
tetap melakukan aktivitas seperti biasa tanpa mencari penyembuhan. (2)
pengambilan tindakan dengan pengobatan sendiri, dalam hal ini pengambilan
tindakan sendiri dibedakan menjadi dua yakni dengan upaya pengobatan
tradisional (urut, dukun, jamu, dan sebagainya) dan upaya pengobatan modern
dengan membeli obat generik diwarung atau toko obat. (3) pengobatan dengan
mengunjungi penyedia pelayanan kesehatan yang dibagi menjadi dua yakni
penyedia pelayanan kesehatan tradisional (dukun, alkubuntur, paranormal, dan
19
sebagainya) dan penyedia pelayanan kesehatan dengan tenaga medis terlatih
(puskesmas, dokter, bidan, dan sebagainya).
3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behvior)
Dilihat dari segi sosiologi, orang yang sakit memiliki peran, kewajiban, serta
hak-haknya. Kewajiban dan hak orang sakit merupakan bagian dari perilaku
peran orang sakit tersebut. Adapun perilaku peran dari orang sakit adalah
tindakan dalam mendapatkan kesembuhan, tidakan dalam mengenal dan
memilih
fasilitas
pelayanan
kesehatan
dalam
usaha
kesembuhan,
melaksanakan kewajiban sebagai pasien diantaranya mengikuti anjuran dari
dokter, serta kewajiban dalam menjaga kondisi tubuh agar penyakit tidak
kambuh lagi.
Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori Health Belief Model yang
dikembangkan oleh Rosenstock (1992). Teori perubahan perilaku ini digunakan
karena melihat perilaku masyarakat yang ditentukan oleh motif kepercayaan. Adapun
karangka teori HBM adalah :
20
Variabel
demografis
Persepsi tentang
Besarnya manfaat
dan
sosio-psoko
dikurangi
besarnya kerugian
tindakan
kemungkinan
yang
dianjurkan
kena penyakit.
Persepsi tentang
berat/seriusnya
penyakit
Besarnya
Dilakukannya
ancaman penyakit
tindakan yang
dilakukan
Faktor pencetus
tindakan
Gambar 2.1 Karangka Teori Berdasarkan Teori Health Belief Model
Berdasarkan teori diatas, perilaku masyarakat dalam mencari pelayanan
kesehatan ditentukan oleh motif serta kepercayaan yang dipengaruhi oleh lima unsur
(Sarwono, 2007) diantaranya :
1. Perceived susceptibility yakni persepsi individu akan kemungkinan terkena
suatu penyakit.
21
2. Perceived seriousness merupakan pandangan individu akan beratnya suatu
penyakit serta risiko yang dialami oleh penyakit tersebut.
3. Perceived threats yakni semakin berat risiko dan kesulitan yang dialami maka
semakin besar pula ancaman yang dirasakan.
4. Perceived benefits and barriers adalah tindakan atau alternatif yang diberikan
petugas kesehatan dalam mengurangi ancaman tehadap suatu penyakit yang
dirasakan. Ancaman yang besar mendorong individu untuk melakukan
pencegahan atau pengobatan. Namun alternatif yang diberikan seringkali
menimbulkan penolakan karena masyarakat akan mempertimbangkan
mengenai manfaat serta hambatan mengenai alternatif yang dianjurkan.
5. Cues to action merupakan faktor pencetus dari suatu pengambilan keputusan
dengan berbagai pertimbangan.
Supriadi, 2014 mengungkapkan dalam penelitiannya dimana perilaku
masyarakat dalam mencari pengobatan apabila sakit adalah :
1. Perilaku tidak melakukan apa-apa (no action) yangdikarenakan bahwa kondisi
demikian tidak berpengaruh dalam menganggu kondisi mereka dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Kemungkinan anggapan dari mereka dengan
tanpa melakukan apapun, gejala penyakit yang dideritanya akan menghilang
dengan sendirinya.
2. Tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) dengan alasan
yang sama serta masyarakat sudah percaya terhadap dirinya sendiri dan
pengalaman masa lalu yang dengan usaha sendiri dapat mencapai kesembuhan.
Hal ini menyebabkan pengobatan keluar tidak diperlukan.
3. Pencarian pengobatan ke fasilitas-fasilitas penyedia pengobatan tradisional
(traditional remedy).
22
4. Mencari pengobatan denganmembeli obat-obatan yang terjual diwarungwarung (chemist shop).
5. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern baik yang disediakan oleh
pemerintah maupun swasta dan puskesmas.
Download