BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengobatan Tradisional Pengobatan tradisional adalah keseluruhan dari pengetahuan, keterampilan, dan praktek yang ada berdasarkan teori, keyakinan serta pengalaman yang memiliki adat istiadat berbeda dimasing-masing daerah yang pemanfaatannya dalam menjaga kesehatan meliputi pencegahan, pemeliharaan kesehatan, diagnosa, pengobatan baik secara fisik maupun jasmani. Pengobatan tradisional juga biasa disebut dengan pengobatan alternatif di beberapa negara (Supriadi, 2014). Di Indonesia, pengobatan alternatif-komplementer merupakan jenis pengobatan yang non-konvensional ditujukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif yang didapat melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, serta keefektifitas yang tinggi didasarkan pada ilmu pengetahuan biomedik, yang belum terdaftar dalam kedokteran konvensional. Pengobatam alternatif-komplementer dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan apabila aman, bermanfaat, bermutu, terjangkau serta adanya hasil kajian dari institusi yang berwenang sesuai dengan ketentuan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengobatan alternatif harus memiliki izi penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan (Kemenkes, 2007). Penggunaan pengobatan tradisional serta obat tradisional di Indonesia telah berlangsung sejak ribuan tahun lalu sebelum ditemukannya berbagai jenis obat modern. Hal ini tercemin dari berbagai resep tanaman obat serta daun lontar yang ada di Bali. Obat tradisional di Indonesia merupakan warisan budaya yang secara turun 7 8 temurun sehingga perlu dilestarikan. Adapun jenis obat tradisional Indonesia adalah jamu, obat herbal dan sebagainya (Dewoto, 2007). Pengobatan tradisional, alternatif, dam komplementer terdapat beberapa jenis (Permenkes RI, no: 1109/Menkes/Per/2007) yakni: 1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body intervention) yang dimaksud didalamnya adalah hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa, serta yoga. 2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, dan ayurveda. 3. Cara penyembuhan manual dengan chiropratice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, dan pijat urut. 4. Pengobatan farmakologi dan biolodi seperti jamu, herbal, dan gurah. 5. Diet nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makri nutrient, micro nutrient. 6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbirik, serta EECP. Bentuk-bentuk pengobatan alternatif diantaranya : 1. Obat Herbal Obat herbal merupakan obat-obatan yang terbuat dari bahan alami tumbuhan yang dibudidayakan ataupun tumbuhan liar. Obat juga dapat bersumber dari hewani, mineral ataupun gabungan dari semua sumber. Penggunaan obat herbal ini memiliki keuntungan sendiri yakni dengan harga yang murah. Hal ini dikarenakan bahan yang digunakan untuk membuat obat mudah didapat dengan kata lain bisa ditanam sendiri pada halaman rumah. Tumbuhan yang dapat dijadikan obat herbal tumbuh membesar 9 dan tidak memerlukan penjagaan yang spesifik apabila ditanam sendiri. Lihata berdasarkan efek yang timbul, obat herbal memiliki efek samping yang sedikit sehingga anam untuk digunakan. Masyarakat memperikaran obat herbal tidak memiliki efek samping, tetapi setiap tumbuhan memiliki kandungan bahan kimia yang relatif rendah sehingga tidak menimbulkan efek samping dalam penggunaannya (Mangan, 2003 dalam Supriadi, 2014). Adapun obat herbal dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan jenisnya diantaranya (1) Jamu yang terbuat dari terbuat dari bahan-bahan alami. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan jamu biasanya dalam bentuk kering. Disamping itu, jamu memiliki standar yang dikeluarkan oleh pihak BPOM dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik. (2) Obat herbal terstandar dibuat dari bahan baku alami yang telah diuji bahannya dalam uji praklinik serta secara alamiah. Uji yang dilakukan adalah uji toksitas akut, toksitas subkronis, serta toksitas kronis. (3) Fotofarmaka terbuat dari bahan alami namun disetarakan dengan obat modern. Hal ini dilihaat dari proses pembuatan fitofarmaka yang telah terstandar serta ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah (Hemani, 2011). 2. Pijat Tradisional Pijat tergolong salah satu teknik “hands-on” dengan terapi otot serta jaringan lunak dari tubuh dalam usaha meningkatkan kesehatan serta kesehjahteraan. Teknik pijat memiliki beberapa jenis mulai dari pemijatan dengan cara lembut sampai cara yang lebih dalam dengan mencari otot dan jaringan tubuh. Terapi dengan menggunakan pijat dianggap sebagai terapi penyembuhan secara turun-temurun serta 10 dapat meregangkan otot kaku, mengurangi stres, dan membangkitkan rasa tenang. Terdapat hampir 100 jenis pemijatan dengan teknik yang berbeda-beda. Selain pemijatan yang ada secara umum, teknik pemijatan lainnya juga terdapat pada bayi. Pijat bayi merupakan tradisi lama yang digali kembali dengan perpaduan ilmu kesehatan. Pada masyarakat secara umum beranggapan bahwa pijat bayi hanya dilakukan pada bayi yang sedang sakit dan dapat dilakukan oleh tenaga medis ataupun dukun. Hal ini dipercaya oleh masyarakat mampu mengatasi kolik sementara, sembelit, sera bayi rewel. Namun, kenyataanya manfaat utama pemijatan pada bayi adalah untuuk membantu mengoptimalkan tumbuh kembang bayi (Kusbiantoro, 2014). 3. Akupuntur Akupuntur merupakan salah satu pengobatan tradisional yang menggunakan teknik tusukan pada titik-titik terentu ditubuh. Teknik akubuntur pertama berkembang di China dengan menggunakan jarum batu dalam penyembuhan penyakit. Bahan jarum yang digunakan dalam akupuntur terus menengalami perubahan mulai dari bambu, tulang, dan perunggu (Yulianto, 2009). Indikasi melakukan akupuntur (WHO, 1991 dalam Supriadi, 2014) : 1. Saluran pencernaan dan lambung dalam mengatasi berbagai masalah fungsional seperti ekskresi asam lambung, nyeri kolik, otot atau peradangan. 2. Saluran nafas dalam mengatasi kondisi alergi serta meningkatkan daya tahan tubuh. 3. Mata, kelainan pada mata yang bersifat radang maupun fungsional. 11 4. Mulut, dalam mengatasi rasa nyeri ketika selesai pencabutan gigi atau peradangan kronis. 5. Saraf, otot, dan tulang yaitu masalah terait dengan kelemahan, rasa nyeri, peradangan pada sendi, serta terjadinya kelumpuhan. 4. Akupresur Akupresur merupakan salah satu bentuk akupuntur yang berusia jauh lebih tua serta berasal dari China yang telah ada semenjak 5000 tahun lalu. Akupresur merupakan salah satu cara penyembuhan yang mulanya dengan menekan ujungunjung jari tangan serta dibantu dengan menggunakan kayu. Akupresur merupakan teknik pemijatan yang dilakukan secara periodik oleh tenaga yang telah terlatih. 2.2 Persepsi Pada tunjauan pustaka penelitian yang pertama akan membahas tentang persepsi yang meliputi definisi persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, syarat terjadinya persepsi, serta proses terjadinya persepsi. Adapun pembahasannya yakni : 2.2.1 Definisi Persepsi Walgito (2010) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses penerimaan rangsangan oleh penginderaan baik penglihatan maupun pendengaran manusia yang diteruskan. Proses ini dikelompokkan dan interpretasi sehingga suatu rangsangan yang diterima oleh individu menjadi berarti serta akan terjadinya respon dari diri manusia. Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu kejadian, pengalaman, serta hubungan-hubungan terhadap suatu objek dengan menafsirkan serta memberikan makna pada suatu informasi atau stimulus. Berdasarkan hasil dari berbagai pegertian persepsi dari para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses dalam individu yang 12 merangsang fikiran dimulai dari penglihatan sehingga terbentuknya suatu tanggapan terhadap objek tertentu. Hal ini membuat individu menjadi sadar mengenai sesuatu yang ada dilingkungannya melalui indra sehingga dapat mempengaruhi pengambilan suatu keputusan terhadah suatu objek. 2.2.2 Proses persepsi Prosep pembentukan persepsi ini terjadi pada diri individu masing-masing yang diawali oleh panca indra serta merangsang otak. Pembentukan persepsi tentunya dibantu oleh pengetahuan, proses belajar, serta pengalaman. Menurut Walgito (2010), pembentukan persepsi melalui beberapa proses diantaranya: 1. Proses kealaman/fisik : persepsi terjadi ketika alat indera menangkap stimulus yang ditimbul dari suatu objek. 2. Proses fisiologis : proses ini terjadi ketika saraf sensoris dan otak mendapatkan stimulus yang telah dikirimkan melalui alat indera. 3. Proses psikologis : proses psikologis merupakan proses dimana otak sebagai pusat dari kesadaran sehingga stimulus yang diolah diotak dapat menyadari individu mengenai apa yang dilihat, didengar, ataupun dirasakan. 2.2.3 Faktor terjadinya persepsi Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu persepsi diantaranya (Notoatmodjo, 2010) : a. Pengalaman/pengetahuan: pengalaman serta pengetahuan memiliki peranan penting dalam mempersepsikan suatu stimulus dari dalam diri individu. Pengalaman yang terjadi sesuai dengan tingkat pengetahuan seseorang akan merubah hasil interpretasi dari seseorang. 13 b. Harapan : harapan atau keinginan terhadap suatu stimulus akan mempengaruhi persepsi seseorang. c. Kebutuhan : kebutuhan yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan pula pada penerimaan suatu stimulus. d. Motivasi : motivasi terhadap stimulus mempengaruhi segala sesuatu serta persepsi dari individu. Motivasi yang tinggi dapat mempengaruhi kuatnya suatu persepsi. e. Emosi : emosi merupakan salah satu faktor pendorong/penghambat persepsi seseorang terhadap suatu stimulus. f. Budaya : budaya erat kaitannya dengan tradisi, suatu interpretasi akan sama hasilnya apabila seseorang berada dalam lingkungan budaya yang sama dengan mempersepsikan orang diluar budayanya sendiri. Namun, hasil interpretasi akan berbeda apabila seseorang mempersepsikan stimulus yang berada dalam budaya yang sama. 2.2.4 Persepsi Sehat Dan Sakit Pada pembahasan sebelumnya telah dibicarakan mengenai objek yang dapat dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu. Hal ini berkaitan dengan konsep dari sehat dan sakit dari individu. Setiap individu melihat atau mempersepsikan sehat dan sakit secara berbeda dan terkadangan unsur subyektivitas juga menentukan kondisi dari individu. Persepsi terhadap konsep sehat dan sakit dari masyarakat sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu serta pengaruh sosial budaya dilingkungan sekitar. Namun hal ini bertolak belakang dengan usaha yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Petugas kesehatan selalu mengupayakan pelaksanaan kriteria medis secara obyektif untuk mendiagnosis kondisi seseorang. Hal seperti inilah menjadi halangan dalam pelaksanaan program kesehatan antara petugas pelaksana dengan masyarakat 14 penerima program. Individu tidak mencari pengobatan dipelayanan kesehatan karena merasa dirinya tidak sakit. Namun ada pula individu mempersepsikan bahwa dirinya mengalami penyakit diluar medis, sehingga mereka akan mengakses pengobatan kepada orang pintar yang dipercaya mampu menyembuhkan penyakitnya (Jordaan, 1995;Sudarti, 1998 dalam Sarwono, 2007). WHO mendefinisikan sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, tetapi juga termasuk kondisi mental serta sosial dari seseorang. Upaya kesehatan pada tahap awal oleh petugas kesehatan dimaksud bukan pada saat masyarakat mulai merasakan sakit, melainkan jauh sebelum itu ketika kondisi masyarakat masih sehat yang membutuhkan upaya pelayanan kesehatan untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit tertentu. Sebaliknya, yang terjadi justru masyarakat mencari pelayanan kesehatan ketika mereka berada dalam kondisi sakit yang tidak dapat disembuhkan dengan beristirahat dan minum jamu. Di Indonesia salah satu tahap yang biasa dilakukan masyarakat sebelum mengunjungi petugas kesehatan adalah menggunakan pengobatan dari dukun atau ahli pengobatan tradisional. Keadaan seperti inilah membuat kondisi penderita semakin parah sehingga akhirnya baru merujuk ke petugas kesehatan. Konsep sehat-sakit berbeda antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu perlu diketahui pasti persepsi sehat sakit dari lingkungan masyarakat (Sarwono, 2007). Permana, 2012 mengungkapkan dalam penelitiannya dimana kesehatan seseorang tidak lepas dari keadaan sosial seseorang. Keadaan sosial ini terlihat dari hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Keadaan sehat merupakan suatu hal yang berada dari dalam diri manusia, yang dikarenakan kesehatan itu dapat dilihat dari perbedaan dari kondisi penderita. Kesehatan yang dimaksud 15 seperti halnya tidak terserang suatu penyakit, berusaha untuk menjaga kesehatannya agar tetap sehat, dan juga selalu berfikir positif mengenai keadaan serta kesejahteraan. Berbicara mengenai “sehat”, maka tidak terlepas dengan istilah “sakit”. Secara ilmu kedokteran penyakit atau (disease) merupakan suatu gangguan fisiologis dari organisme akibat infeksi atau tekanan dari lingkungan yang bersifat objektif. Sakit (illness) merupakan penilaian atau pandangan seseorang terhadap pengalaman menderita suatu penyakit yang biasanya bersifat subyektif. Biasanya hal seperti ini diawali dengan perasaan yang kurang baik. Hal ini mungkin terjadi karena secara obyektif, individu yang terserang penyakit pada salah satu organnya tidak merasakan sakit dan tetap dapat menjalankan tugas seperti biasanya. Namun, individu mungkin merasakan sakit tetapi dari hasil pemeriksaaan medis tidak terlihat penyakit apapun. Kesadaran akan kesehatan serta pemeriksaannya karena takut terserang penyakit banyak terdapat pada masyarakat negara maju, dibandingkan masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional biasanya mempersepsikan orang sakit jika nafsu makannya menurun serta tidak dapat menjalankan tugasnya sehari-hari dan hanya berbaing ditempat tidur. Sakit berarti terganggunya fungsi organ tubuh yang dirasakan oleh seseorang, yang dikarenakan adanya tanda serta gejala dari bibit suatu penyakit. Keadaan sakit dapat dibedakan menjadi dua yakni sakit yang bersifat sementara dan sakit yang serta sakit yang berlangsung lama. Sakit yang bersifat sementara dimana diliat dari pengobatan serta penyembuhannya yang tidak memerlukan waktu lama, sedankan sakit yang bersifat lama yakni memerlukan waktu yang lama baik dari pengobatan serta penyembuhan. Hal ini membuat adanhya perilaku sakit yang berbeda antar 16 indvidu. Pencarian pengobatan oleh individu dalam proses penyembuhan selalu ditekankan oleh dua hal yakni: 1. Pandangan atau definisi serta pengertian dari individu akan suatu penyakit yang diderita serta faktor ataupun akibat yang akan dirasakan selamadalam kondisi sakit. 2. Kemampuan individu terutama dalam kondisi financial serta kemampuan dalam mengakses tempat pelayanan kesehatan demi pertolongan terhadappenyakit yang dirasakan. 2.3 Perilaku Dan Perilaku Kesehatan 2.3.1 Perilaku Perilaku manusia ataupun aktivitas manusia secara umum tidak datang dengan sendirinya, melainkan karena adanya rangsangan stimulus yang mengenai individu. Respon yang ada merupakan suatu suatu yang bergantungan pada stimulus. Apa yang ada pada diri manusia akan menentukan pemberian respon terhadap suatu obyek. Selain itu, terdapat pula formasi atau respon mengenai perilaku bergantung dari lingkungan serta organisme yang saling berinteraksi. Yang dimaksud berinteraksi dimana adanya hubungan antara perilaku, fungsi, lingkungan serta organisme yang akan saling mempengaruhi (Walgito, 2010). 2.3.1.1 Jenis perilaku Pada umumnya, perilaku manusia dapat dibedakan menjadi dua yakni perilaku refleksi dan perilaku non-refleksi (Walgito, 2010). Adapun perbedaannya yakni : 1. Perilaku refleksi Perilaku refleksi merupakan perilaku yang terjadi secara spontan ketika reaksi yang secara spontan mengenai organisme. Misalnya mata berkedip ketika 17 berpantulan dengan sinar, menarik jari tangan ketika terkena api, dan sebagainya. Perilaku refleksi terjadi secara sendirinya dimana stimulus yang ditangkap moleh organisme tidak sampai pada otak. Dalam perilaku refleksi stimuls yang diterima oleh reseptur secara langsung menimbulkan aksi tanpa melalui kesadaran. 2. Perilaku non-refleksi Perilaku non-refleksi ini berbeda dengan perilaku refleksi. Perilaku nonrefleksi dikendalikan oleh saraf pusat dengan kesadaran. Dalam prosesnya, ketika stimulus menerma respon maka akan diteruskan ke saraf pusat kesadaran yang kumudian akan menimbulkan responyang melalui afektor. Perilaku non refleksi ini biasa disebut sebagai perilaku psikologis karena terjadi didalam otak dan kesadaran. Perilaku ini dapat dikendalikan, dirubah serta diatur yang sebagai proses dari hasil belajar. 2.3.2 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan merupakan respon dari individu terhadap stimulus yang diterima yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakut, maupun faktor-faktor yang mempengaruhi sehat dan sakit. Perilaku kesehatan juga dapat diartikan sebagai semua aktivitas atau kegiatan individu baik yang dapat diamati ataupun tidak dapat diamati yang berhubungan dengan perilaku dalam peningkatan kesehatan. Pemeliharahaan kesehatan yang dimaksud adalah tahap pencegahan, pengobatan, masalah kesehatan yang lainnya serta upaya pencarian pengobatan apabila individu terkena penyakit (Notoadmodjo, 2010). 18 Becker, 1979 dalam Notoadmodjo, 2010 membuat klasifikasi mengenai perilaku kesehatan yang dibagi menjadi tiga, yakni : 1. Perilaku sehat (healty behavior) Perilaku sehat merupakan perilaku yang meliputi kegiatan dengan upaya menjaga, mempertahankan serta meningkatkan kesehatan. Adapun kegiatan yang bisa dilakukan dengan cara mekan makanan seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, melakukan kegiatan fisik yang cukup dan teratur antara bekerja dan berolahraga, tidak merokok, minum-minuman keras serta menggunakan narkoba yang dapat merusak tubuh kita, istirahat yang cukup ditengah kesibukan, manajemen stress salah satu upaya pengendalian stress agar tidak menganggu kesehatan individu, serta perilaku positif terkait dengan kesehatan maupun diluar kesehatan. 2. Perilaku sakit (illness behavior) Perilaku sakit merupakan perilaku yang meliputi orang sakit , adanya masalah kesehatan individu atau keluarga dalam mencari upaya penyembuhan penyakit yang diderita. Dalam kondisi orang sakit, terdapat beberapa tindakan yang sering muncul diantaranya (1) Didiamkan saja, dimana rasa sakit diabaikan dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa tanpa mencari penyembuhan. (2) pengambilan tindakan dengan pengobatan sendiri, dalam hal ini pengambilan tindakan sendiri dibedakan menjadi dua yakni dengan upaya pengobatan tradisional (urut, dukun, jamu, dan sebagainya) dan upaya pengobatan modern dengan membeli obat generik diwarung atau toko obat. (3) pengobatan dengan mengunjungi penyedia pelayanan kesehatan yang dibagi menjadi dua yakni penyedia pelayanan kesehatan tradisional (dukun, alkubuntur, paranormal, dan 19 sebagainya) dan penyedia pelayanan kesehatan dengan tenaga medis terlatih (puskesmas, dokter, bidan, dan sebagainya). 3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behvior) Dilihat dari segi sosiologi, orang yang sakit memiliki peran, kewajiban, serta hak-haknya. Kewajiban dan hak orang sakit merupakan bagian dari perilaku peran orang sakit tersebut. Adapun perilaku peran dari orang sakit adalah tindakan dalam mendapatkan kesembuhan, tidakan dalam mengenal dan memilih fasilitas pelayanan kesehatan dalam usaha kesembuhan, melaksanakan kewajiban sebagai pasien diantaranya mengikuti anjuran dari dokter, serta kewajiban dalam menjaga kondisi tubuh agar penyakit tidak kambuh lagi. Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori Health Belief Model yang dikembangkan oleh Rosenstock (1992). Teori perubahan perilaku ini digunakan karena melihat perilaku masyarakat yang ditentukan oleh motif kepercayaan. Adapun karangka teori HBM adalah : 20 Variabel demografis Persepsi tentang Besarnya manfaat dan sosio-psoko dikurangi besarnya kerugian tindakan kemungkinan yang dianjurkan kena penyakit. Persepsi tentang berat/seriusnya penyakit Besarnya Dilakukannya ancaman penyakit tindakan yang dilakukan Faktor pencetus tindakan Gambar 2.1 Karangka Teori Berdasarkan Teori Health Belief Model Berdasarkan teori diatas, perilaku masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan ditentukan oleh motif serta kepercayaan yang dipengaruhi oleh lima unsur (Sarwono, 2007) diantaranya : 1. Perceived susceptibility yakni persepsi individu akan kemungkinan terkena suatu penyakit. 21 2. Perceived seriousness merupakan pandangan individu akan beratnya suatu penyakit serta risiko yang dialami oleh penyakit tersebut. 3. Perceived threats yakni semakin berat risiko dan kesulitan yang dialami maka semakin besar pula ancaman yang dirasakan. 4. Perceived benefits and barriers adalah tindakan atau alternatif yang diberikan petugas kesehatan dalam mengurangi ancaman tehadap suatu penyakit yang dirasakan. Ancaman yang besar mendorong individu untuk melakukan pencegahan atau pengobatan. Namun alternatif yang diberikan seringkali menimbulkan penolakan karena masyarakat akan mempertimbangkan mengenai manfaat serta hambatan mengenai alternatif yang dianjurkan. 5. Cues to action merupakan faktor pencetus dari suatu pengambilan keputusan dengan berbagai pertimbangan. Supriadi, 2014 mengungkapkan dalam penelitiannya dimana perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan apabila sakit adalah : 1. Perilaku tidak melakukan apa-apa (no action) yangdikarenakan bahwa kondisi demikian tidak berpengaruh dalam menganggu kondisi mereka dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kemungkinan anggapan dari mereka dengan tanpa melakukan apapun, gejala penyakit yang dideritanya akan menghilang dengan sendirinya. 2. Tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) dengan alasan yang sama serta masyarakat sudah percaya terhadap dirinya sendiri dan pengalaman masa lalu yang dengan usaha sendiri dapat mencapai kesembuhan. Hal ini menyebabkan pengobatan keluar tidak diperlukan. 3. Pencarian pengobatan ke fasilitas-fasilitas penyedia pengobatan tradisional (traditional remedy). 22 4. Mencari pengobatan denganmembeli obat-obatan yang terjual diwarungwarung (chemist shop). 5. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta dan puskesmas.