Sistem Pembelajaran Kontekstual: Membuat

advertisement
Seediscussions,stats,andauthorprofilesforthispublicationat:https://www.researchgate.net/publication/291757432
SistemPembelajaranKontekstual:Membuat
PembelajaranSeniMusikLebihBermakna
CONFERENCEPAPER·DECEMBER2010
DOI:10.13140/RG.2.1.3332.2004
1AUTHOR:
JuliaUniversitasPendidikanIndonesiaKampus…
4PUBLICATIONS0CITATIONS
SEEPROFILE
Allin-textreferencesunderlinedinbluearelinkedtopublicationsonResearchGate,
lettingyouaccessandreadthemimmediately.
Availablefrom:JuliaRetrievedon:25January2016
Sistem Pembelajaran Kontekstual:
Membuat Pembelajaran Seni Musik Lebih Bermakna
Oleh: Julia
Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang
Abstrak
Dua topik yang dikaji dalam tulisan ini adalah relevansi antara prinsip
pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran seni musik, dan relevansi antara
komponen pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran seni musik. Melalui
dua fokus kajian tersebut yang dipaparkan dengan metode deskriptif analitis dan
diinterpretasi serta dimaknai dengan disandingkan pada teori-teori yang relevan,
didapatkan hasil bahwa: 1) prinsip pembelajaran kontekstual memiliki relevansi
yang jelas dengan pembelajaran seni musik, sehingga dapat digunakan dalam
pembelajaran seni musik, dan 2) komponen pembelajaran kontekstual memiliki
relevansi yang jelas pula dengan pembelajaran seni musik, sehingga cocok
digunakan dalam pembelajaran seni musik.
Kata kunci: pembelajaran, kontekstual, seni, musik.
A. Pendahuluan
Dalam pelaksanaan pembelajaran seni musik di sekolah dasar, jarang
sekali guru yang membuat keterkaitan antara isi materi pelajaran dengan
pengalaman atau kehidupan peserta didik. Biasanya, pembelajaran hanya terfokus
pada hasil yang ingin dicapai, seperti peserta didik mampu memainkan alat,
peserta didik bisa menyanyikan lagu, peserta didik pintar menari, dan lain-lain.
Pantas saja, setelah pembelajaran selesai, makna-makna penting yang berkaitan
dengan nilai-nilai kehidupan dan pengetahuan-pengetahuan yang tersembunyi di
balik pembelajaran seringkali terabaikan.
Kondisi tersebut memang telah lama berkembang, dan merupakan
implikasi dari sebuah sistem pembelajaran tradisional yang dianut dan turun
temurun dari generasi ke generasi. Dengan kata lain, kita tidak bisa hanya
menyalahkan salah satu pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran, karena
keberhasilan dari pembelajaran antara lain disebabkan oleh eksistensi dan
1
cocoknya sistem pembelajaran yang digunakan. Sementara itu, komponen dalam
sebuah sistem itu sangat beragam, sehingga, jika pembelajaran ingin berhasil
sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, maka semua komponen yang ada mesti
berkorelasi dan berfungsi dengan baik sesuai dengan proporsinya. Artinya,
keberhasilan sebuah sistem ditentukan oleh kualitas kinerja komponen-komponen
yang berada di dalamnya.
Kita menyadari bahwa kelemahan pada sistem pembelajaran tidak hanya
berimbas pada terganggunya kelancaran proses pembelajaran, tapi juga intisari
pembelajaran itu sendiri yang menyangkut penggalian dan pemahaman maknamakna. Sebaliknya, kita pun tidak menyadari karena pada kenyataannya sistem
yang ada seolah-olah sangat sempurna karena terus-menerus digunakan tanpa
menggali
lebih
dalam
aspek
kebermaknaannya.
Padahal,
seyogianya
pembelajaran penuh dengan makna-makna sehingga memiliki faedah yang jelas
dan dapat digunakan atau direalisasikan baik dalam lingkungan akademik
maupun lingkungan non akademik. Bahkan, sekarang sudah menjadi tuntutan
bahwa dalam pembelajaran apapun teristimewa pembelajaran seni musik harus
dibuat lebih bermakna.
Untuk mengantisipasi pembelajaran seni musik supaya lebih bermakna,
sebagai alternatif antara lain dapat dilakukan dengan cara menerapkan sistem
pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) ke
dalam proses pembelajarannya. Menurut Syaiful Sagala (2006:87), pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ini merupakan sistem pembelajaran yang
baru-baru ini banyak disosialisasikan dan digunakan oleh sebagian guru, dan
memang
dirancang
sebagai
suatu
sistem
yang
mengutamakan
aspek
kebermaknaan dan berupaya untuk menggali makna-makna, menghubungkan
makna-makna, dan mengaplikasikan makna-makna. Harapannya, peserta didik
tidak hanya sebatas menguasai materi pelajaran yang diberikan di sekolah, namun
2
mereka juga mampu merasakan dengan cara mengalami, dan mampu memaknai
dengan cara menghubung-hubungkan pengetahuan.
Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk menawarkan penerapan sistem
pembelajaran kontekstual dalam perspektif pembelajaran seni musik terutama di
sekolah dasar dengan fokus kajian pada dua hal berikut. 1) bagaimana relevansi
antara prinsip CTL dengan dengan pembelajaran seni musik? Dan 2) bagaimana
relevansi antara komponen CTL dengan pembelajaran seni musik? Dua rumusan
masalah tersebut dikaji dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan
dibantu oleh interpretasi dan penafsiran yang disandingkan kepada teori-teori
yang relevan. Harapannya, hasil kajian ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi kalangan guru musik di sekolah dasar, dan kalangan masyarakat luas pada
umumnya.
B. Konteks Teoretis
Pembelajaran merupakan salah satu bentuk sistem, yakni yang dikatakan
Benny A. Pribadi sebagai suatu entity atau keseluruhan yang memiliki komponenkomponen saling berinterfungsi untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan (Pribadi, 2009:24). Karena dikatakan demikian, maka tak heran ketika
komponen-komponen dalam pembelajaran tidak saling berinteraksi, atau tidak
menjalankan fungsinya dengan baik, dapat menyebabkan tidak tercapainya
tujuan-tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Maka dari itu, untuk memastikan
bahwa sistem pembelajaran berjalan dengan baik, dapat dilakukan dengan cara
mengidentifikasi hal-hal yang mencerminkan adanya eksistensi sebuah sistem.
Banathy (dalam Pribadi, 2009:24), merumuskan empat karakter penting yang
dapat mencerminkan eksistensi sebuah sistem, yakni sebagai berikut.
Pertama, interdependent, yang mengandung makna bahwa setiap
komponen yang terdapat dalam sebuah sistem memiliki ketergantungan untuk
mencapai tujuan dan kinerja secara keseluruhan. Ini menegaskan bahwa dalam
sebuah sistem yang baik, semua komponen saling membutuhkan dan saling
menunjang terhadap kinerja atau fungsi yang dijalankannya. Karenanya, jika satu
komponen mandul, maka komponen lain dapat terhambat kinerjanya.
3
Kedua, synergistic, yang berarti bahwa kinerja dari keseluruhan
komponen yang terdapat dalam sebuah sistem akan berperan lebih optimal jika
dibandingkan dengan kinerja setiap komponen yang bekerja secara masingmasing. Keharmonisan antar komponen merupakan kata kunci dalam poin ini.
Artinya, dalam sebuah sistem yang baik, setiap komponen bekerjasama dengan
harmonis demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ketiga, dynamic, yang berarti bahwa sebuah sistem memiliki kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Ini mengisyaratkan bahwa untuk menjawab segala perubahan
yang terjadi sesuai dengan perkembangan zaman, maka kecepatan adaptasi
merupakan hal penting yang mesti dimiliki oleh sebuah sistem yang baik,
sehingga pencapaian tujuan tidak terganggu gara-gara adanya perubahan yang
menggerogoti kekuatan sistem.
Keempat, cybernetic, yang berarti bahwa setiap elemen yang terdapat
dalam sebuah sistem akan berkomunikasi secara efisien. Ini menjelaskan bahwa
kekakuan berinteraksi antar komponen dapat mengakibatkan terganggunya fungsi
komponen untuk membangun kekuatan yang utuh, karenanya, semua komponen
mesti fasih dan lancar untuk menghidupkan komunikasi antar komponen.
Dengan demikian, dapat diidentifikasi bahwa dalam pembelajaran seni
musik pun, karakter yang dikatakan oleh Banathy di atas harus nampak. Itu
sebagai salah satu indikator bahwa pembelajaran tersebut tertata baik, termenej,
dan memiliki prosedur yang jelas dalam pelaksanaannya. Dengan demikian,
diharapkan peserta didik bukan hanya sebatas menerima materi yang
ditransformasikan oleh guru, tapi juga mampu memahami dan menangkap makna
yang terkandung dalam materi pembelajaran, sehingga pada akhirnya dapat
menemukan keterkaitan antara materi yang diberikan dengan kehidupan nyata
yang dialami.
Salah satu sistem pembelajaran yang dapat mengantarkan peserta didik
mampu memahami dan menangkap makna yang terkandung di balik materi
pelajaran yang diberikan, antara lain melalui penerapan pembelajaran kontekstual,
atau biasa disebut dengan istilah Contextual Teaching and Learning (CTL).
4
Menurut pencipta sistem pembelajaran CTL, Elaine B. Johnson, ada delapan
komponen yang terkandung dalam CTL, yakni membuat keterkaitan yang
bermakna, pembelajaran mandiri, melakukan pekerjaan yang berarti, bekerjasama,
berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,
mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik (Johnson,
2006:14). Dengan demikian, untuk membantu peserta didik dalam memahami
makna dan membermaknakan pembelajaran seni musik, maka kedelapan
komponen tersebut harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem
pembelajaran seni musik.
C. Pembahasan
Sistem CTL dalam Pembelajaran Seni Musik
Untuk mengkaji ihwal penerapan sistem pembelajaran CTL dalam
pembelajaran seni musik, setidaknya ada dua hal yang mesti menjadi panduan
utama, yakni prinsip dalam sistem CTL yang harus selaras dengan pembelajaran
seni musik, dan komponen sistem CTL yang mesti diterapkan dalam proses
pembelajaran. Oleh karenanya, mari kita mengkajinya berdasarkan dua hal
tersebut.
1. Prinsip CTL dan Pembelajaran Seni Musik
Dipaparkan oleh Johnson, bahwa ada tiga prinsip yang melandasi
diciptakannya sistem pembelajaran CTL, antara lain prinsip kesalingbergantungan, prinsip diferensiasi, dan prinsip pengaturan diri. Lantas, bagaimana
keterkaitannya antara ketiga prinsip tersebut dengan sistem pembelajaran CTL,
dan bagaimana pula keserasiannya dengan pembelajaran seni musik.
Prinsip Kesaling-Bergantungan
Johnson menjelaskan bahwa prinsip ini berorientasi pada pandangan,
antara lain, menurut para ilmuwan modern, segala sesuatu di alam semesta saling
bergantung dan saling berhubungan. Segalanya, baik manusia maupun bukan
manusia, benda hidup dan tidak hidup, terhubung satu dengan yang lainnya. Ini
5
menjelaskan bahwa semua objek yang diciptakan oleh Tuhan, semuanya memiliki
kepentingan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya,
sehingga untuk menjalankan fungsinya semua objek saling memerlukan.
Maka dari itu, dalam sistem pembelajaran CTL, konsep tersebut
dijabarkan sebagai acuan para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka
dengan pendidik yang lainnya, dengan siswa-siswi mereka, dengan masyarakat,
dan dengan bumi. Dengan kata lain, Johnson menjelaskan bahwa prinsip tersebut
mendesak sekolah sebagai sebuah sistem kehidupan, dan bahwa bagian-bagian
dari sistem itu-para siswa, para guru, koki, tukang kebun, tukang sapu, pegawai
administrasi, sekretaris, sopir bus, orang tua, dan teman-teman masyarakat, berada
dalam sebuah jaringan hubungan yang menciptakan lingkungan belajar.
Dengan demikian, prinsip ini memiliki relevansi yang sesuai dengan
pembelajaran seni musik, karena pada dasarnya seni musik merupakan salah satu
bentuk pembelajaran yang menggunakan prinsip kesaling-bergantungan. Ini dapat
dibuktikan melalui pertunjukan musik yang terdiri dari kelompok-kelompok atau
berupa ensemble musik. Dalam pertunjukan tersebut semua pemain saling
bergantung antara satu dengan yang lainnya untuk menciptakan keutuhan vokal
dan musik yang harmonis, saling bergantung antara kualitas alat dan kualitas
pemainnya untuk menghasilkan musik yang berkualitas, saling bergantung antara
kualitas permainan dengan sound sistem untuk menghasilkan suara yang
berkualitas, saling bergantung antara kualitas permainan dengan kualitas akustik
gedung pertunjukan untuk menghasilkan bunyi yang menghanyutkan, dan saling
bergantung antara keseriusan pemain dengan keseriusan apresiatornya untuk
mencapai dan merasakan titik estetis pertunjukan.
Prinsip Diferensiasi
Johnson mengadopsi prinsip ini dengan merujuk pada dorongan terusmenerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman yang tak terbatas,
perbedaan, berlimpahan, dan keunikan. Ini menjelaskan bahwa alam tidak pernah
membuat benda yang sama, sehingga ketika sesuatu ada, maka ada dengan
6
perbedaannya. Sekalipun memiliki persamaan, namun secara signifikan akan
memiliki dan menampilkan perbedaan-perbedaan.
Dalam sistem pembelajaran CTL, konsep tersebut digunakan untuk
menciptakan perbedaan dan keragaman, menghasilkan keragaman yang tak
terbatas, keunikan yang tak terbatas, dan penggabungan-penggabungan yang
sangat banyak antara entitas-entitas yang berbeda dengan cara memajukan
kreativitas, keragaman, keunikan, dan kerjasama. Dalam hal ini, kreativitas dan
keaktifan menjadi bagian penting dari prinsip diferensiasi.
Relevansi prinsip ini dengan pembelajaran seni musik, antara lain terletak
pada aspek kreativitas yang merupakan kunci utama dalam berlayar di dunia seni.
Kreativitas menyebabkan keunikan dan keragaman yang tak terbatas, seorang
musisi atau komponis besar dikenal karena keunikan dalam karya musiknya yang
cenderung berbeda dengan karya-karya musik yang telah ada. Bahkan, perbedaan
telah menjadi hal mutlak dalam menciptakan suatu karya musik, karena yang
berbedalah yang senantiasa menjadi panutan.
Prinsip Pengaturan Diri
Yang menjadi akar konseptual dari prinsip ini, menurut Johnson bahwa
setiap entitas terpisah di alam semesta memiliki sebuah potensi bawaan, suatu
kewaspadaan atau kesadaran yang menjadikannya sangat berbeda. Dalam prinsip
ini segala sesuatunya diatur oleh diri sendiri, dipertahankan oleh sendiri, dan
disadari oleh diri sendiri. Karenanya, pada dasarnya kita sekarang adalah
konstruksi dari apa yang telah kita lakukan dan usahakan.
Konsep pengaturan diri diimitasi ke dalam sistem pembelajaran CTL
dengan tujuan agar para pendidik mendorong setiap peserta didik untuk
mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini,
sasaran utama sistem CTL adalah menolong para peserta didik mencapai
keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karir, dan mengembangkan
karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta
pengetahuan pribadinya. Dengan kata lain, ketika peserta didik menghubungkan
materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka, maka mereka
7
menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif,
membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan
solusi, dan dengan kritis menilai bukti.
Keselarasannya dengan pembelajaran seni musik, bahwa seni musik
merupakan salah satu bidang studi yang berupaya untuk menggiring peserta didik
untuk mengenali potensi yang ada dalam diri mereka, sekaligus mengantarkan
mereka pada titik puncak keterampilannya. Oleh sebab itu, tidaklah heran ketika
kita menemukan anak-anak yang memiliki virtuositas luar biasa, karena ini
merupakan bagian dari pendidikan seni musik yang bertugas sebagai pendorong
supaya
peserta
didik
mencapai
ambang
batas
kemampuannya,
dan
membiarkannya tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya tersebut.
Dalam arti, setelah mereka mengetahui ihwal potensi yang ada dalam dirinya,
selanjutnya mereka yang punya pilihan untuk memutuskan, menilai, dan
bertanggung jawab terhadap perilaku mereka seterusnya.
Kesimpulannya, prinsip CTL juga berlaku untuk pembelajaran seni musik,
karena seni musik memerlukan kesaling-bergantungan, menghargai perbedaan,
dan keseriusan dalam mendisiplinkan diri. Maka dari itu, pembelajaran
kontekstual dipandang cocok untuk digunakan dalam pembelajaran seni musik,
khususnya di tataran sekolah dasar.
2. Komponen CTL dan Pembelajaran Seni Musik
Untuk melihat bagaimana sistem CTL dapat
diterapkan dalam
pembelajaran seni musik, mari kita mengkajinya dengan bersandar pada delapan
komponen yang menjadi ciri khas dari sistem CTL. Artinya, apa yang mesti
dilakukan dalam sistem CTL, maka harus dilakukan pula dalam pembelajaran
seni musik. Dengan demikian, jika dalam sistem CTL peserta didik dapat
memahami dan menangkap makna-makna, maka dalam pembelajaran seni musik
yang menggunakan sistem CTL pun, peserta didik diharapkan mampu memahami
dan menangkap makna-makna sesuai konteks pembelajaran. Kedelapan
komponen CTL yang dirumuskan oleh Johnson, terangkum dalam poin-poin
berikut ini.
8
a. Membangun Hubungan Untuk Menemukan Makna
Johnson menjelaskan bahwa keterkaitan yang mengarah pada makna
adalah jantung dari pengajaran dan pembelajaran kontekstual. Yang dimaksud
dengan keterkaitan di sini adalah mengaitkan antara isi mata pelajaran akademik
dengan pengalaman peserta didik sehingga mereka menemukan makna. Johnson
menuturkan bahwa pengaitan yang paling ampuh adalah pengaitan yang
mengundang siswa untuk membuat pilihan, menerima tanggung jawab, dan
memberikan hasil yang penting bagi orang lain. Dengan demikian, dalam
pembelajaran seni musik pun, tugas guru adalah mengkondisikan pembelajaran
agar mengarah pada terbentuknya hubungan antara isi materi dengan pengalaman
peserta didik.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengaitkan pembelajaran
dengan pengalaman peserta didik, yakni sebagai berikut.
1) Ruang Kelas Tradisional
Dalam cara ini, guru menghubungkan informasi baru dengan kehidupan
siswa melalui berbagai cara yang penuh makna. Misalnya, guru menunjukan
kepada peserta didik bahwa kecintaan Albert Einstein terhadap musik dan riset
besar fisikanya, keduanya lahir dari sumber yang sama dan keduanya saling
melengkapi1.
2) Penambahan atau Penyisipan Mata Pelajaran yang Berbeda
Cara ini memang telah lama dilakukan, namun penekanannya di sini
adalah peserta didik dituntut untuk menemukan makna-makna yang tersembunyi
di balik penyisipan puspa ragam mata pelajaran. Misalnya, ketika bidang studi
seni musik disisipkan atau ditambahkan dengan bidang studi matematika, maka
peserta didik harus dapat menemukan bahwa musik itu terdiri dari hitunganhitungan atau angka-angka yang terstruktur rapi.
1
Lihat Rose, C and Malcolm J. Nicholl. (2006). Accelerated Learning. Bandung: Nuansa.
9
3) Mata Pelajaran yang Saling Berhubungan
Yang dimaksud di sini adalah mata pelajaran terpisah yang disatukan oleh
materi yang saling melengkapi dan topik yang sama. Misalnya, bisa saja seorang
guru bahasa Inggris memasukan unsur seni terhadap pembelajarannya, sehingga
peserta didik dibawa untuk bernyanyi ketika mempelajari materi tertentu. Dan
sebaliknya, bisa saja guru musik mengajarkan unsur musik seperti ritmik dengan
menggunakan hitungan yang berbahasa Inggris.
4) Mata Pelajaran Terpadu
Maksud “terpadu” di sini berarti mata pelajaran yang diciptakan dengan
mengombinasikan satu atau disiplin ilmu yang berbeda. Dalam kelas terpadu,
para siswa menemukan bahwa pengetahuan saling melengkapi dan terjalin, tidak
ada batas, dan tidak ada perbedaan yang dibuat-buat. Ini berarti bahwa pelajaran
seni musik mesti dikombinasikan dengan pelajaran lainnya. Contoh yang dapat
diambil antara lain ketika guru membahas kebudayaan Sunda, maka peserta didik
dihadapkan pada pembelajaran mengenai sejarah Sunda, pola sosial masyarakat
Sunda, hukum adat Sunda, kesenian Sunda, dan lain-lain. Karena itulah mereka
dituntut untuk memahami dan menemukan makna bahwa tidak ada batas atau
sekat-sekat dalam ilmu pengetahuan, justru semuanya saling melengkapi.
b. Pembelajaran Mandiri dan Kerjasama
Pertama, dalam sistem belajar CTL pembelajaran mandiri didefinisikan
sebagai suatu proses belajar yang mengajak siswa melakukan tindakan mandiri
yang melibatkan terkadang satu orang, biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri
ini dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan
siswa sehari-hari secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang bermakna.
Kedua, dalam sistem CTL, kerjasama merupakan komponen yang sangat
penting dan dipandang dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya
pengalaman dan cara pandang yang sempit. Dengan kerjasama, peserta didik lebih
mungkin untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk
menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun
10
persetujuan bersama. Dalam pembelajaran seni musik, bermain gamelan, orkestra,
dan paduan suara atau vokal grup, merupakan bukti nyata dari adanya kerjasama.
Bahkan dalam semua kegiatan tersebut memerlukan keharmonisan di antara
pemainnya, sehingga dapat menghasilkan karya musik yang berkualitas.
Sementara itu, keharmonisan tidak akan terjalin tanpa adanya kontrol diri dan
kemampuan untuk menghargai terhadap keterampilan orang lain. Maka dari itu,
komponen kerjasama dalam CTL sangat sesuai dengan konsep pembelajaran seni
musik.
c. Berpikir Kritis dan Kreatif
Pertama, berpikir kritis dijabarkan Johnson antara lain sebagai sebuah
proses
sistematis
yang
memungkinkan
siswa
untuk
merumuskan
dan
mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Maka dari itu, salah satu
sasaran dalam pembelajaran seni musik seyogianya menjurus pada kemampuan
tersebut, yakni mampu untuk mengevaluasi pendapat sendiri dan pendapat orang
lain secara logis dan sistematis, dan dengan cara yang baik. Johnson menawarkan
langkah-langkah untuk berpikir kritis sebagai berikut: (1) apa sebenarnya isu,
masalah, keputusan, atau kegiatan sedang dipertimbangkan? (2) apa sudut
pandangnya? (3) apa alasan yang diajukan? (4) asumsi-asumsi apa saja yang
dibuat? (5) apakah bahasanya jelas? (6) apakah alasan didasarkan pada buktibukti yang meyakinkan? (7) kesimpulan apa yang ditawarkan? Dan (8) apakah
implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang diambil? Dalam pembelajaran seni
musik, berpikir kritis juga merupakan salah satu kemampuan yang mesti
dikembangkan, bahkan telah menjadi sasaran dalam pengembangan intelektual
dalam kurikulum saat ini, yakni dalam KTSP. Gunara (2008:8) menuturkan,
untuk mengembangkan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran musik, adalah
dengan pembelajaran yang berbasis pada konteks potensi siswa dan budaya
(kontekstual). Maka dari itu, pembelajaran kontekstual adalah salah satu sistem
pembelajaran yang memiliki keserasian dengan sasaran dalam pembelajaran seni
musik.
11
Kedua, orang kreatif lahir dilengkapi kekuatan untuk membayangkan
kemungkinan-kemungkinan di luar yang bisa dibayangkan oleh orang biasa, dan
melihat hal-hal yang tak dilihat orang kebanyakan. Karya musik, merupakan
contoh real dari kemampuan untuk melihat hal-hal yang tak dilihat oleh orang
pada umumnya. Dengan kata lain, komponen ini juga merupakan salah satu
komponen yang memang sangat diutamakan dalam pembelajaran seni musik,
yakni mencetak manusia-manusia yang kreatif dan imajinatif. Karena pada
dasarnya, musik dapat mendorong pembelajar pemula dan mampu meningkatkan
kreativitas (Rouscher; Tarwiyah, 2009:212).
d. Membantu Individu Untuk Tumbuh dan Berkembang
Guru CTL menciptakan lingkungan belajar yang membantu murid tumbuh
dan berkembang dengan mencontohkan perilaku yang benar dan sifat-sifat
intelektual, sopan santun, rasa belas kasih, saling menghormati, rajin, disiplin diri,
dan semangat belajar yang mereka harapkan dari siswanya. Situasi dan kondisi ini
pula yang sangat diperlukan dalam pembelajaran seni musik. Apalagi musik
mengajarkan kepada peserta didik ihwal konsep kehalusan rasa yang seyogianya
berimplikasi pada kehalusan budi, sehingga konsep ini mesti tercermin dalam
perilaku guru sehingga dapat ditiru pula oleh peserta didik. Dengan demikian,
komponen CTL ini memiliki keserasian dengan pembelajaran seni musik.
e. Mencapai Standar yang Tinggi
Standar akademik atau standar muatan merupakan apa-apa yang harus
diketahui dan dikuasai oleh seorang siswa setelah menyelesaikan sebuah tugas,
kegiatan, tugas praktik, atau setelah duduk di kelas tertentu. Dengan demikian,
kata standar memiliki arti yang sama dengan tujuan, kompetensi, tujuan
akademik, dan hasil. Apabila sebuah standar muatan menuntut cukup banyak dan
mewajibkan siswa bekerja keras, maka secara definisi standar tersebut termasuk
standar tinggi. Dalam pembelajaran seni musik, sebuah praktek musik tidak dapat
dilanjutkan manakala peserta didik belum bisa menguasainya dengan benar,
sehingga menuntut keseriusan dan tambahan waktu belajar peserta didik dalam
12
mempelajari apa-apa yang telah dipelajari. Artinya, kerja keras sudah menjadi
bagian yang wajib dilaksanakan oleh peserta didik dalam mengikuti pembelajaran
seni musik. Dengan demikian, komponen ini memiliki kesamaan konsep dengan
pembelajaran seni musik.
f. Menggunakan Penilaian Autentik
Penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara
langsung, mengharuskan membangun keterkaitan dan kerja sama, dan
menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Penilaian autentik memberi
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil
mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari. Dalam bidang seni musik,
cara penilaian ini dapat dibuktikan melalui pertunjukan musik, terutama dalam
membuat komposisi musik baik dalam bentuk pertunjukkan musik saja, musik
vokal, maupun musik iringan seperti mengiringi drama atau tarian. Dengan
demikian, penilaian autentik telah menjadi bagian penting dalam pembelajaran
seni musik.
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut: 1) prinsip CTL memiliki relevansi yang jelas dengan pembelajaran seni
musik, karena prinsip CTL yang terdiri atas kesaling-bergantungan, diferensiasi,
dan pengaturan diri, juga terdapat dalam konsep pembelajaran seni musik.
Bahkan, dengan penerapan pembelajaran kontekstual, prinsip tersebut dapat lebih
terasa aplikasinya dalam pembelajaran seni musik. 2) komponen CTL juga
memiliki relevansi yang jelas dengan pembelajaran seni musik, karena komponen
CTL yang terdiri atas delapan komponen, yakni: membuat keterkaitan yang
bermakna,
pembelajaran
mandiri,
melakukan
pekerjaan
yang
berarti,
bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik,
juga terkandung dalam konsep pembelajaran seni musik, sehingga pembelajaran
13
kontekstual memiliki keserasian dengan pembelajaran seni musik, dan dapat
membuat pembelajaran seni musik menjadi lebih bermakna.
E. Pustaka Rujukan
Gunara, Sandie. (2008). “Konsep Pembelajaran Musik di Sekolah Umum”, dalam
Pendidikan Seni dan Perubahan Sosial Budaya. Bandung: Prodi
Pendidikan Seni Sekolah Pascasarjana UPI.
Johnson, Elaine. B. (2006). Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.
Pribadi, Benny. A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat.
Rose, C and Malcolm J. Nicholl. (2006). Accelerated Learning. Bandung:
Nuansa.
Sagala, Syaiful. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV
Alfabeta.
Tarwiyah, Tuti. (2009). “Pendidikan Anak Berbasis Budaya dan Multiple
Intelligence”, dalam Quo Vadis Seni Tradisional V: Meningkatkan
Pemahaman Silang Budaya Melalui Pendidikan Seni. Bandung: Prodi
Pendidikan Seni Sekolah Pascasarjana UPI.
Makalah disajikan dalam seminar internasional yang bertema
Improving The quality of Elementary Education to Build a Better Future
Generation’s Character pada prodi Pendidikan Dasar SPs UPI,
11 Desember 2010
14
Download