PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan produksi pertanian dapat dicapai dengan melakukan program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Program ekstensifikasi dihadapkan pada kondisi lahan yang asam. Menurut Subagyo et al. (2004), tanah ultisol yang merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia mempunyai sebaran luas mencapai 47.5 juta ha, terutama yang berasal dari bahan dasar sedimen. Tipe tersebut memiliki pH yang sangat rendah, berkisar pada pH 4 dan memiliki kandungan aluminium tinggi (Prasetyo & Suriadikarta 2006). Lahan ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk peningkatkan produksi pertanian. Akan tetapi, kebanyakan tanaman tidak dapat tumbuh optimal pada kondisi lahan asam dengan kelarutan Al yang tinggi. Pada kondisi asam, pertumbuhan tanaman mengalami gangguan yang disebabkan oleh penghambatan langsung serapan hara atau gangguan fungsi sel akar, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1-2 jam setelah perlakuan Al (Kochian, 1995). Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat, dan dalam jangka panjang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian tajuk tanaman. Pertumbuhan tanaman pada tanah asam dengan kelarutan aluminium tinggi dapat diperbaiki dengan melakukan perakitan tanaman melalui persilangan konvensional yang diikuti dengan seleksi sesuai dengan sifat keunggulan yang diinginkan maupun melalui teknologi DNA rekombinan. Pendekatan pemuliaan konvensional dihadapkan pada terbatasnya sumberdaya genetik untuk toleransi tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi, sehingga perlu dilakukan pendekatan teknologi DNA rekombinan untuk merakit tanaman transgenik yang toleran terhadap tanah asam dan Al tinggi. Tahap utama yang harus dilakukan dalam pendekatan ini adalah mengisolasi gen-gen yang terlibat dalam toleransi tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi kemudian mengintroduksikan gen tersebut ke tanaman budidaya. Beberapa gen yang terlibat dalam toleransi tanaman terhadap cekaman Al dan tanah asam telah berhasil diisolasi. Gen-gen tersebut antara lain adalah gen penyandi Metallothionein Like Protein (MT), Bowman Birk Proteinase Inhibitors (BBPI), Gluthation-S transferase (GST), Blue Copper Binding Protein 2 (BCB), Superoxide Dismutase (SOD), Catalase dan Reticuline Oxygen Oxidoreductase yang diisolasi dari gandum dan Arabidopsis (Snowden dan Gardner 1993; Richards et al. 1998). Pada gandum, Sasaki et al. (2004) berhasil mengisolasi gen almt1 yang menyandi aluminium-activated malate transporter. Pada tembakau gen penyandi GST, Peroxidase (PER) dan GDP Dissociation Proteinase Inhibitors (GDI) telah diisolasi (Ezaki et al. 1995), sedangkan pada tanaman kedelai, antara lain fragmen-fragmen gmali1 (Glycine max aluminum induced), gmali14, gmali49 dan gmali50, masing-masing menyandikan H+ATPase membran plasma, protein histon H3, NADH-dehidrogenase dan Auxininduced Protein telah diisolasi oleh Anwar (1999). Pada gandum cv PT741 yang toleran terhadap Al telah diisolasi gen penyandi protein spesifik berukuran 51 kDa yang tidak ada pada kultivar sensitif Al (Hamilton et al. 2001). Pada Melastoma malabathricum L. gen yang terlibat dalam cekaman asam dan Al tinggi, antara lain gen penyandi multidrug resistance associated protein (MRP) (Suharsono et al. 2008; Firdaus 2006), metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al. 2009), H+-ATPase membran plasma (Mmpma) (Muzuni et al. 2010), major facilitator superfamily (Mamfs) (Widyartini 2007), dan sitrat sintase (Mmsc) (Mushofa 2011) telah berhasil diisolasi. Salah satu gen yang terlibat dalam toleransi tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi adalah gen penyandi H+-ATPase membran plasma (Anwar 1999; Ahn et al. 2004). Gen ini berukuran 3500-an pb dan menyandikan 956 asam amino. H+-ATPase membran plasma merupakan protein yang paling melimpah pada membran plasma dan terlibat dalam banyak respons cekaman. Protein ini mengaktivasi serangkaian transporter sekunder dengan menghasilkan proton motive force yang dapat menggerakkan banyak solut, asimilat, atau metabolit melintasi membran plasma (Sussman 1994). H+-ATPase membran plasma terlibat dalam regulasi respons terhadap berbagai rangsangan lingkungan, seperti cekaman Al (Anwar 1999; Ahn 2004), cekaman NaCl (Niu et al. 1996), defisiensi fosfat (Yan et al. 2002), dan cekaman ammonium (Jernejc & Legisa 2001). Selain itu, H+-ATPase membran plasma juga terlibat dalam pemanjangan sel yang difasilitasi oleh auksin selama perkembangan embrio gandum (Rober-Kleber et al. 2003), dan terlibat pula dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman (Young et al. 1998). 3 Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditransformasi dengan gen H+ATPase membran plasma (AHA3) dapat memperbaiki pertumbuhan pada pH rendah selama perkembangan kecambah (Young et al. 1998). AHA3 merupakan gen yang terekspresi pada sel-sel kompanion floem, yaitu daerah yang bertanggung jawab dalam pengangkutan jarak jauh dari gula, hara dan hormon. Floem mempunyai pH 8,0 atau lebih sehingga lebih sensitif terhadap pH rendah, sehingga daerah ini merupakan target utama pH rendah. Ekspresi gen AHA3 menghasilkan enzim yang dapat memompa H+ keluar sel sehingga pH dapat dipertahankan pada kondisi basa. Pengamatan tersebut menunjukkan peranan H+ATPase membran plasma dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman (Young et al. 1998). Tumbuhan M. malabathricum L. yang ditemukan terutama di daerah tropis diduga mempunyai sistem detoksifikasi Al sehingga dapat digunakan sebagai sumber gen untuk toleransi tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi. Tumbuhan tersebut dapat tumbuh dengan baik pada tanah asam sehingga menjadi indikator tanah asam, dan dapat mengakumulasi aluminium dalam jumlah tinggi di daun dan akar sehingga disebut sebagai hiperakumulator Al (Watanabe & Osaki 2002a). Pada pH 4.0, pertumbuhan akar M. malabathricum L. tidak terganggu, kecuali pada pH 3.0 yang hanya ada di laboratorium (Muhaemin 2008). Menurut Watanabe et al. (1998a), M. malabathricum L. mampu mengakumulasi lebih dari 14.4 g Al/kg daun tua dan lebih dari 8 g Al/kg daun muda tanpa mengalami keracunan. Analisis akumulasi Al pada Melastoma affine D. Don. (sinonim dengan Melastoma malabathricum L.) yang mendapat cekaman 3.2 mM Al pada pH 4 dalam media cair menunjukkan bahwa M. affine D. Don. mampu mengakumulasi 8.81 g Al/kg daun tua setelah 2 bulan perlakuan (Mutiasari 2008). Beberapa kajian tentang ekofisiologi adaptasi Melastoma pada tanah asam dengan kelarutan Al yang tinggi telah dilakukan oleh Osaki et al. (1998) dan Watanabe & Osaki (2002a), sedangkan kajian secara molekuler telah dilakukan oleh Mushofa (2011), Muzuni et al. (2010), Suharsono et al. (2008; 2009), Widyartini (2007), dan Firdaus (2006) dengan mengisolasi gen-gen yang terlibat dalam toleransi Melastoma dari cekaman Al dan tanah asam. Beberapa metode yang 4 dapat dilakukan untuk melakukan isolasi gen antara lain dengan melakukan penapisan terhadap pustaka genom dan pustaka cDNA, RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction), dan RACE (Rapid Amplification cDNA Ends). RACE adalah sintesis cDNA dengan menggunakan mRNA sebagai cetakan dan sekuen internal yang sudah diketahui urutan nukleotidanya serta adapter pada ujung 3’ atau 5’ sebagai primer. RNAi sangat bermanfaat untuk mempelajari fungsi suatu gen. RNAi menyebabkan mRNA terdegradasi sehingga gen menjadi tidak berfungsi. Pada penelitian ini, kami telah melakukan isolasi dan pengklonan gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum melalui RT-PCR dan metode RACE serta konstruksi vektor untuk eksprasi RNAi dan transformasi Melastoma malabathricum L. dengan RNAi untuk mempelajari peranan gen tersebut dalam toleransi tanaman dari cekaman Al dan rendah pH. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mengisolasi dan mengklon fragmen gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum L. 2. Mengisolasi dan mengklon gen penyandi H+-ATPase membran plasma (Mmpma) utuh dari M. malabathricum L. 3. Mempelajari peranan gen Mmpma melalui konstruksi vektor ekspresi untuk RNAi berdasarkan 3’UTR gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum L. 4. Melakukan transformasi tanaman M. malabathricum L. dengan gen penyandi RNAi Mmpma melalui Agrobacterium tumefaciens EHA101. Strategi Penelitian Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah membagi penelitian menjadi 3 (tiga) aspek kajian (Gambar 1), yaitu: 1. Isolasi dan pengklonan bagian tengah gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L. Hal ini dilakukan untuk mendesain primer spesifik agar mendapatkan bagian ujung 5’ dan 3’ gen sehingga diperoleh gen Mmpma. 5 2. Isolasi dan pengklonan gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum L. (Mmpma) berdasarkan fragmen bagian tengah tersebut. 3. Konstruksi RNAi dari fragmen 3’UTR gen Mmpma untuk mempelajari peranan gen tersebut. Isolasi RNA total Disain primer spesifik Pembentukan cDNA melalui transkripsi balik Percobaan I PCR dengan primer spesifik PM H+-ATPase bagian tengah Disain primer spesifik untuk isolasi ujung 5’ Percobaan II Disain primer spesifik untuk isolasi ujung 3’ PM H+-ATPase bagian ujung 5’ 3’RACE PM H+-ATPase bagian ujung 3’ PM H+-ATPase Full Length 3’UTR Konstruksi RNAi Transformasi pada Melastoma Percobaan III Uji toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium Gambar 1. Diagram alir percobaan isolasi, pengklonan, dan konstruksi RNAi gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L. RACE, Rapid amplification cDNA ends; 3’UTR, 3’ untranslated region; RNAi, RNA interference. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Mempelajari toleransi tanaman terhadap keracunan aluminium. 2. Perbaikan genetik tanaman dengan merakit tanaman yang toleran terhadap cekaman aluminium melalui pendekatan teknologi DNA rekombinan.