Perkebunan dan Lahan Tropika J. Tek. Perkebunan & PSDL ISSN: 2088-6381 Vol 1, No 2, Desember 2011, hal 42-48 STUDI HUBUNGAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI LAHAN YANG DIGUNAKAN TERHADAP KUALITAS HASIL JERUK SIEM (Citrus Nobilis Var. Microcarpa) DI KABUPATEN SAMBAS Agus Suyanto 1 dan Tutik Purwani Irianti 1 ABSTRACT The purpose of this research was to know the characteristic relationship of the land typology that has been used towards the quality of jeruk siem (Citrus nobilis var. microcarpa) at Sambas Regency. This research was performed in Sambas Regency at each of the jeruk’s society farm management and also from the private sector. This research was done by field survey and direct observation towards soil sample and plant based on the characteristic and cultivation system of jeruk siam. The location of soil sample and plant was the field sample in the Tebas Kuala, Tebas Sungai, Mekar Sekuntum, Segedong, Sempalai, dan Seberkat. The sample was divided into three sample based on the cultivation system and the land typology that were consists of land typology 1 with the farmer technology package, land typology 2 with the advised technology package and land typology 3 with advised technology. The characteristic of the land typology was connected to the yield of the quality of the jeruk siem. The good land characteristic, whereas the macro nutrient content and micro that available for the plant and having the good land texture, so that the nutrient that contented in the soil cannot be so easily loss by the development of the fruit that propped by the content of the equivalent and adequately nutrient availability by the fertilizer. From the result of the research the best land was the land typology 2 with the advised technology in Mekar Sekuntum Kec. Tebas, that can be seen from the whole of the observe variable in the research with the fruit diameter was 5.85 mm, the weight of fruit was 133,33 g, the weight of juice was 60.63 g, the thick epidermis was 0.23 mm, the weight of epidermis was 21.26 g, water condense of the fruit was 46.88% and the vitamin C was 50,40 mg. Key words: jeruk siem, land typology, Sambas Regency PENDAHULUAN Jeruk tebas yang lebih dikenal dengan jeruk Pontianak adalah jeruk siem (Citrus nobilis var. microcarpa) dikenal dan disenangi konsumen lokal, nasional maupun negara tetangga. Komoditas jeruk ini antara tahun 1998 – 1993 menjadi kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan pendapatan petani dan pendapatan asli daerah (PAD) Pemda TK II Sambas. Tanaman jeruk siem diketahui pertama kali di tanam di kabupaten Sambas pada tahun 1936 dan mencapai puncaknya pada tahun 1993 dengan jumlah total tanaman produktif mencapai 15,559 ha dengan produksi mencapai 268,985 ton sedangkan pada tahun 1994 mulai menurun dengan total produksi hanya mencapai 152,824 ton. Penurunan luas tanam dan produksi secara drastis atau masa yang kurang menguntungkan terjadi pada tahun 1997 yang hanya mencapai 27,960 ton atau turun sebesar 81.70% dibanding tahun 1994 (Radian, 2002). 42 1 Dosen Fakultas Pertanian Universitas Panca Bhakti Dengan musnahnya tanaman jeruk di kabupaten Sambas berdampak langsung terhadap pendapatan masyarakat khususnya petani jeruk. Oleh karena itu pemerintah menganggap perlu untuk merehabilitasi tanaman jeruk dengan strategi. Hal ini dimaksud untuk menumbuhkan kembali sentra produksi jeruk di Kabupaten Sambas. Bantuan kepada petani diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya adalah bantuan dalam bentuk benih (bibit) siap tanam, bimbingan penanaman dan pembinaan mutu buah. Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Biro Pusat Statistik (2005) penanaman jeruk telah di dilakukan di tujuh kecamatan yaitu Selakau, Pemangkat, Semparuk, Tebas, Tekarang, Jawai, Sambas dan Teluk Keramat yang telah mencapai 3,665 hektar atau sekitar 30.54. % dari target yang ingin dicapai oleh pemerintah daerah yaitu seluas 12,000 Hektar. Agus Suyanto & Tutik Purwani Irianti Konsekuensi dari rencana tersebut, berdampak terhadap pemanfaatan dan penggunaan lahan usaha tani yang cukup luas. Kondisi ini berakibat terhadap pergeseran penggunaan lahan, yang semula diusahakan pada tanah-tanah aluvial (Inceptisols) yang tersebar didataran rendah mulai pesisir pantai sampai beberapa ratus meter dari tepi pantai. Saat ini telah menjangkau daerah perbukitan atau dataran tinggi pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning (ultisol). Hal ini tidak dapat dihindari mengingat ketersediaan lahan dataran rendah khususnya aluvial semakin berkurang akibat perluasan pembangunan rumah tinggal/hunian dan lainnya. Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa hasil jeruk siem yang beredar dipasaran terdapat perbedaan yang sangat mencolok dari aspek kualitas yang dihasilkan yang berakibat terhadap harga jual yang sangat variatif. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat penggunaan lahan yang tidak tepat/tidak sesuai. Oleh karenanya perlu diketahui seberapa besar pengaruh jenis lahan yang digunakan terhadap kualitas jeruk siem. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang lahan-lahan yang secara spesifik sangat sesuai untuk pengembangan jeruk siem ditinjau dari aspek kulitas hasil yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk rencana perluasan atau pengembangan areal pertanaman jeruk siem dimasa yang akan datang. METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sambas khususnya pada kecamatan Tebas dan Semparuk sebagai sentra produksi jeruk Kabupaten Sambas dimasing-masing lahan usahatani jeruk masyarakat maupun pihak swasta. Penentuan lokasi ditetapkan berdasarkan keseragaman dalam tipologi lahan, teknik budidaya yang diterapkan dan faktor lain yang dianggap penting. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2009. Metode pelaksanaan Tahap penelitian yang dilakukan adalah:(1) Observasi dan ijin lokasi dilakukan terhadap wilayah yang akan menjadi obyek J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol 1, No 2, Desember 2011 penelitian. (2) Penentuan lokasi penelitian yang mengacu kepada peta sebaran penanaman jeruk berdasarkan tipologi lahan yang digunakan dimana dalam penelitian ini kecamatan yang digunakan sebagai sampel adalah kecamatan Tebas dan kecamatan Semparuk. (3) Penentuan petani berdasarkan karateristik tipologi lahan dan penerapan paket teknologi budidaya yang dilakukan yang mencakup pemupukan, pembuatan trumbuk, pengairan, pemberantasan hama penyakit dan lain sebagainya.(4) Pengambilan sampel tanah. Sampel tanah diambil dari masing-masing lokasi penanaman jeruk baik yang dimiliki oleh petani dalam kelompok yang dimaksud maupun yang bersumber dari perusahaan. Sampel tanah diambil didasarkan dari jenis tanah dan disesuaikan dengan kondisi fisiografi setempat serta perlakuan yang telah diberikan pada tanah tersebut perlu dilakukan tindakan pencatatan. (5) Penentuan tanaman dan sampel buah jeruk. Sampel buah diambil dari bagian tengah pohon jeruk dari masingmasing lokasi penelitian. Buah yang diambil adalah buah yang matang fisiologis. (6) Uji laboratorium dilakukan terhadap tanah dan buah jeruk. Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan secara survey lapangan dan pengamatan langsung terhadap sampel tanah dan tanaman berdasarkan karakteristik lahan dan sistem pertanaman jeruk siam. Adapun lokasi pengambilan sampel tanah dan tanaman yang dilakukan pada kecamatan Tebas dan Semparuk terdiri dari lokasi :(1) Tebas Kuala. (2) Tebas Sungai. (3) Mekar Sekuntum. (4) Segedong. (5) Sempalai. (6) Seberkat. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum wilayah studi Penelitian ini di fokuskan pada dua Kecamatan yaitu kecamatan Tebas dan kecamatan Semparuk karena kedua kecamatan ini merupakan sentra produksi jeruk kabupaten Sambas. Kecamatan Tebas mempunyai luas 395.64 km² merupakan 6.19 % dari luas Kabupaten Sambas sedangkan kecamatan Semparuk mempunyai luas 90.15 km² merupakan 1.41 % dari luas Kabupaten Sambas, secara keseluruhan. Luas pertanaman jeruk sieam kecamatan Tebas sebesar 4,368.98 Ha, atau sekitar 386 % luas pertanaman jeruk di Kabupaten Sambas yang mempunyai luas 43 Agus Suyanto & Tutik Purwani Irianti Studi Hubungan Karakteristik Tipologi Lahan yang Digunakan terhadap Kualitas Hasil Jeruk Siem (Citrus nobilis var. microcarpa) di Kabupaten Sambas sebesar 11,317.71 Ha sedangkan di kecamatan Semparuk mempunyai luas sebesar 1,330.5 Ha atau sekitar 11.75 % dari luas pertanaman jeruk di Kabupaten Sambas. Dilihat dari tekstur tanahnya, maka sebagian besar daerah Kabupaten Sambas terdiri dari tanah Alluvial yang meliputi areal sebesar 230.63 ribu Ha atau sekitar 36.06 % dari luas daerah. Selanjutnya tanah Podsolid Merah Kuning ( PMK ) sekitar 157.32 ribu Ha atau 24.60 % yang terhampar hampir diseluruh Kecamatan. Kecamatan Tebas mempunyai luas lahan menurut ekosistemnya yaitu lahan sawah pasang surut seluas 201 Ha dari luas seluruh kecamatan, dan lahan kering seluas 249 Ha dari luas keseluruhan. Sedangkan luas lahan menurut penggunaannya adalah untuk pekarangan / tanah untuk bangunan 22,26 Ha, untuk tegal / kebun 223,44 Ha, sawah 201 Ha, serta lain – lainnya sebesar 33 Ha dari luas keseluruhan Kecamatan Tebas. Luas lahan berdasarkan jenis tanahna 39.564 Ha dengan jenis tanah Alluvial 13.756 Ha, dan tanah PMK 23.117 Ha. Kecamatan Semparuk mempunyai luas 9.015 Ha, luas menurut ekosistemnya lahan sawah pasang surut seluas 810 Ha, lahan kering 490 Ha. Luas lahan menurut penggunaannya adalah untuk pekarangan / tanah untuk bangunan 129 Ha, tegal / kebun 359 Ha, perkebunan negara / swasta 2 Ha, serta sawah 810 Ha dari luas keseluruhan kecamatan Semparuk. Luas lahan menurut jenis tanahnya tanah Alluvial 6,618 Ha, serta PMK 2,397 Ha. Curah hujan yang terjadi pada Kecamatan Tebas dan Semparuk termasuk tinggi. Hal ini dapat terlihat dari rata – rata curah hujan yang terjadi selama 10 tahun terakhir yaitu rata – rata curah hujan bulan sebesar 2,429.72 mm dan tahunan sebesar 2,991.3 mm pertahun seperti tabel 1 dibawah ini. Hubungan penerapan teknologi budidaya dan kualitas buah Pada umumnya petani wilayah sudah berusaha menerapkan teknologi budidaya jeruk yang mereka ketahui, meskipun masih memerlukan sumber informasi inovasi teknologi terkini khususnya pengendalian penyakit, pemupukan dan pemangkasan adapun paket teknologi anjuran dan tekonologi petani yang diterapkan adalah sebagai berikut : Tabel 1. Teknologi budidaya jeruk siam yang digunakan di Kecamatan Tebas dan Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas Komponen Teknologi Teknologi Anjuran Teknologi Petani Pemangkasan Bentuk Pemeliharaan Produksi Melakukan Melakukan Melakukan Melakukan Melakukan / Tidak melakukan Tidak melakukan Bubur California yang dioles pada batang Disemprot menggunakan insektisida seperti Matador 25 EC Tidak ada pengendalian Pengendalian Hama / Penyakit Diplodia Pemupukan Menggunakan pupuk kandang dan pupuk NPK ( pupuk kandang 25 Kg / pohon, NPK 200 gr / pohon ) Pola tanam Jeruk – palawija Jarak tanam Pengendalian gulma 4mx5m Dilakukan 4 kali setahun herbisida dan secara manual Okulasi Jece Bibit Batang bawah 44 Dibakar dan dicabut CVPD dengan Menggunakan pupuk NPK 200 gr / pohon Jeruk atau Monokultur 4mx4m Dilakukan 2 – 3 kali setahun dengan herbisida dan secara manual Okulasi Jece Agus Suyanto & Tutik Purwani Irianti Tanaman yang dikelola dengan menerapkan teknologi anjuran maupun dengan teknologi petani tanaman yang tumbuh menunjukkan perbedaan kondisi tanaman yang menggunakan teknologi anjuran relative memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan teknologi petani ini menunjukkan bahwa pemeliharaan tanaman yang baik menyebabkan tanaman tumbuh lebih sehat sehingga serangan penyakit dapat ditekan. Tampak juga bahwa dengan penerapan teknologi yang dianjurkan, jumlah tanaman jeruk yang berbuah lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk yang tepat yang disertai pemangkasan menyebabkan tanaman tumbuh lebih sehat dan seimbang antara pertumbuhan vegetative dan generatif sehingga dapat berbuah. Menurut Didiek dkk. (2004). penerapan teknologi budidaya secara baik (pemupukan, pemangkasan,pengendalian hama/penyakit, drainase) menyebabkan tanaman jeruk tumbuh lebih sehat. Sementara dengan teknologi petani,jumlah tanaman yang berbuah lebih sedikit. Hal ini terkait dengan pemupukan yang dosis yang lebih rendah dan tidak berimbang serta pemangkasan yang belum dilakukan secara baik. Menurut Asaad dkk. (2003), beberapa masalah yang menjadi penyebab rendahnya produksi dan mutu jeruk adalah penerapan teknologi budidaya yang belum optimal (pemupukan, pemangkasan, pengendalian OPT, penjarangan buah) dan penanganan pascapanen yang belum optimal (sortasi, grading,pengemasan, pengangkutan). Disamping itu, tanaman yang dipelihara lebih intensif mampu menghasilkan buah yang lebih banyak dengan bobot yang lebih berat serta buahnya lebih sedikit yang ngapas. Jumlah dan bobot buah sangat terkait pertumbuhan tanaman. Tanaman yang memiliki pertumbuhan yang baik dapat menghasilkan buah lebih banyak karena tumbuhnya tunas-tunas generatif yang lebih banyak sebagai akibat dilakukannya pemangkasan. Pemangkasan yang baik dan teratur dengan menerapkan teknologi anjuran menyebabkan penetrasi sinar matahari ke tajuk J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol 1, No 2, Desember 2011 tanaman relative merata. Dengan mendapat sinar matahari yang cukup, hormon di tunastunas muda terangsang untuk melakukan proses generatif sehingga buah menjadi lebih banyak. Dan dengan adanya pemangkasan, jarak antara source dan sink menjadi lebih pendek sehingga fotosintesis lebih efektif dan translokasi fotosintat lebih cepat dan lebih lancar.Asimilat yang ada pada daun-daun yang tertinggal akan ditranslokasikan ke bagian apikal yang lebih aktif melakukan pertumbuhan (Tanaka, 1980). Hasil penelitian Sugiyatno dkk. (2004) menunjukkan bahwa cara pemangkasan berpengaruh nyata terhadap diameter cabang primer beberapa spesies jeruk komersial di lahan kering. Sementara perkembangan buah ditunjang oleh ketersediaan hara yang seimbang dan cukup karena adanya pemupukan. Persentase buah yang ngapas lebih rendah pada tanaman yang dikelola dengan teknologi anjuran. Menurut Wutscher dan Smith(1996), buah yang tidak berair dapat terjadi karena ketidak seimbangan hara. Kahat fosfor (P) dapat menyebabkan buah tidak berair dan rasanya hambar. Kahat K menyebabkan aroma buah kurang kuat dan rasanya asam. Kekahatan K pada pertanaman jeruk berkaitan erat dengan tingginya kandungan kalsium (Ca) dalam tanah, seperti yang ditunjukkan oleh Taufik dkk., (2005). Kedua unsur tesebut bersifat antagonis. pH tanah rendah menyebabkan unsur phosphor kurang kurang tersedia di dalam tanah karena mengendap. Pemupukan dengan teknologi petani umumnya hanya menggunakan pupuk NPK saja sehingga tidak mendukung proses metabolisme berlangsung secara optimal. Hasil penelitian Muhammad (2005) menunjukkan bahwa pemupukan fosfat dan kalium berpengaruh nyata terhadap jumlah buah dan bobot per pohon, bobot tiap buah, kandungan vitamin C dan total asam pada jeruk keprok selayar. Perlakuanyang memberikan pengaruh terbaik terhadap jumlahdan bobot buah tiap pohon adalah 540 g P2O5 + 720 g K2O. 45 Agus Suyanto & Tutik Purwani Irianti Studi Hubungan Karakteristik Tipologi Lahan yang Digunakan terhadap Kualitas Hasil Jeruk Siem (Citrus nobilis var. microcarpa) di Kabupaten Sambas Tabel 2. Rata – rata hasil variabel pengamatan kualitas buah jerus siem pada teknologi yang berbeda Variabel pengamatan Diameter buah ( mm ) Berat buah ( g ) Berat juice ( g ) Ketebalan kulit ( mm ) Berat kulit ( g ) Kadar air buah ( % ) Kadar gula ( mg ) Vitamin C ( mg ) Teknologi Petani 5.18 116.66 49.19 0.21 20.73 43.30 11.03 50.12 Hubungan tipologi lahan dan kualitas buah Lahan yang dijadikan sampel dalam dalam penelitian dapat dikelompokan menjadi dua jenis tipologi lahan yaitu tipologi pertama meliputi daerah Mekar Sekuntum, Tebas Sungai, Tebas Kuala, serta Segedong dan tipologi kedua meliputi daerah Sempalai dan Seberkat. Kecamatan Tebas mempunyai Ketinggian tempat < 750 m dpl , dengan kemiringan lahan < 8 %, tingkat keasaman ( pH ) Netral 6.0 – 7.5, sistem drainasenya masih tergolong sedang. Sedangkan Kecamatan Semparuk mempunyai ketinggian tempat < 750 m dpl, dengan kemiringan lahan < 8 %, tingkat keasaman ( pH ) agak masam 5.5 – 5.9, sistem drainasenya masih tergolong cukup baik. Tipologi lahan pertama mempunyai karakteristik lahan lahan datar dengan kemiringan lahan <3 %, jenis tanah alluvial, sistem drainase kurang, kedalaman air tanah dangkal, dipengaruhi oleh pasang surutnya air. Secara kimiawi, tanah di lokasi penelitian tergolong kurang subur. Kejenuhan basa dan Kapasitas Tukar Kation ( KTK ) yang rendah, kandungan unsur makro cukup. C – Organiknya sedang dan Nitrogennya sedang, serta pHnya masih tergolong masam (pH 4.72). Tekstur tanah berdasarkan kelas butirnya tergolong sedang. Karena merupakan lahan pasang surut maka tingkat kelarutan Al, cukup tinggi. Tipologi lahan kedua mempunyai karakteristik lahan yaitu lahan merupakan lahan dataran tinggi dengan kemiringan lahan >8 %, jenis tanah Podsolik Merah Kuning, sistem drainase baik, kedalaman air tanah dalam, tidak dipengaruhi oleh pasang surutnya air. Secara kimiawi, tanah di lokasi penelitian tergolong kurang subur. Kejenuhan basa dan Kapasitas Tukar Kation ( KTK ) yang rendah, kandungan unsur makro cukup. C – Organiknya tinggi dan Nitrogennya sedang, 46 Teknologi Anjuran 5.85 133.33 60.63 0.23 21.26 46.88 12.03 54.40 serta pHnya masih tergolong masam (pH 4.90). Tekstur tanah berdasarkan kelas butirnya tergolong sedang, karena itu tercucinya hara dari daerah perakaran juga perlu diperhatikan. Pemberian bahan organik dapat membantu menekan pencucian hara tersebut. Kualitas buah yang dihasilkan pada tipologi lahan pertama lebih baik dibandingkan kualitas buah yang dihasilkan pada tipologi lahan kedua. Diameter buah rata-rata dari hasil pengukuran yaitu pada lahan tipologi 1 mempunyai diameter buah rata-rata 5.85 mm, serta pada tipologi lahan 2 mempunyai diameter buah rata - rata 5.74 mm. Untuk berat buah tipologi lahan 1 berat rata rata 133.33 gr, sedangkan pada tipologi lahan 2 mempunyai berat buah rata - rata 116.66 gr. Berat juice dari hasil pengukuran untuk tipologi lahan 1 mempunyai rata – rata 60.63 gr (46.88 %), sedangkan pada tipologi lahan 2 berat rata – rata 41.98 gr (35.98 %). Kandungan gula pada tipologi lahan 1 mempunyai rata-rata 12.03 mg dan tipologi lahan 2 11.03 mg dengan kandungan vitamin C sebesar 54.40 mg dan tipologi lahan 2 sebesar 50.18. Dari hasil pengukuran setiap variabel pengamatan, bahwa lahan yang terbaik adalah lahan tipologi lahan 1 dibandingkan tipologi lahan 2. Perkembangan buah ditunjang oleh ketersediaan hara yang seimbang dan cukup karena adanya pemupukan. Terjadinya daging buah yang ngapas atau buah yang tidak berair dapat terjadi karena ketidak seimbangan hara. Kekurangan Fospor ( P ) dapat menyebabkan buah tidak berair dan rasanya hambar, kekurangan Kalium ( K ) menyebabkan aroma buah kurang kuat dan rasanya asam. pH tanah yang rendah juga dapat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur makro terutama fospor di dalam tanah karena terikat oleh kation asam berupa Alumunium dan Besi. Agus Suyanto & Tutik Purwani Irianti J. Perkebunan & Lahan Tropika, Vol 1, No 2, Desember 2011 Tabel 3. Beberapa karakteristik kimia tanah lokasi pengkajian, Kecamatan Semparuk dan Tebas Kabupaten Sambas Karakteristik PH -H2O at 27.30 oC -KCl at 27.60 oC Carbon Organik Nitrogen (N) content P2O5 Content - Kalium (K) - Natrium (Na) - Calsium (Ca) - Magnesium (mg) Kapasitas tukar Kation (KTK) Kejenuhan Basa (KB) Ekstraksi KCl 1.00 N - Hidrogen (H.dd) - Aluminium (AL.dd) Tekstur - Pasir -Debu -Liat Tipologi 1 Tipologi 2 4.72 3.83 4.90 3.91 7.02 0.21 12.83 0.70 0.19 0.51 0.22 14.08 7.33 14.01 0.09 1.71 0.08 0.16 0.30 0.17 11.07 6.56 0.90 1.99 1.64 1.50 14.69 33.20 52.10 8.90 27.70 63.40 Sumber: Hasil analisis tanah 2009,Scopindo PTK. Tabel 4. Rata – rata hasil variabel pengamatan kualitas buah jeruk siem pada tipologi lahan yang berbeda Variabel Pengamatan Diameter buah ( mm ) Berat buah ( gr ) Berat juice ( gr ) Ketebalan kulit ( mm ) Berat kulit ( gr ) Kadar air buah ( % ) Kadar gula ( mg ) Vitamin C ( mg ) Secara kimiawi, mutu buah yang dihasilkan pada tipologi lahan 1 lebih baik dari tipologi lahan 2. Secara umum tampak bahwa ukuran buah, berat buah, kandungan gula, vitamin C,total padatan terlarut lebih tinggi pada buah dari tanaman yang dikelola dengan teknologi anjuran. Vitamin C merupakan hasil sintesis secara alami baik dalam tanaman atau pun hewan atau disintesis dari gula (Winarno, 1984).Dengan demikian banyaknya vitamin C yang terbentuk pada buah akan banyak tergantung pada banyaknya gula (CH2O) yang terbentuk melalui proses fotosintesis. Jumlah fotosintat yang dihasilkan sangat tergantung kepada banyaknya sinar matahari yang sampai ke permukaan daun pada saat stomata daun Tipologi 1 Tipologi 2 5.85 133.33 60.63 0.23 21.26 46.88 12.03 54.40 5.74 116.66 41.98 0.30 20.63 35.98 11.03 50.18 terbuka. Dengan pemangkasan yang baik dan teratur yang dilakukan oleh petani koperator, penetrasi sinar matahari ke tajuk tanaman relatif merata sehingga dapat mendorong pertumbuhan fase vegetatif dan generatif tanaman lebih seimbang sehingga vitamin C yang terbentukdalam buah juga lebih tinggi. Menurut Tanaka(1980), pemangkasan dapat membantu translokasi asimilat dari daun ke buah. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas buah adalah dengan pemangkasan bagian pucuk cabang yang merupakan pesaing untuk mendapatkan makanan bagi tanaman. 47 Agus Suyanto & Tutik Purwani Irianti Studi Hubungan Karakteristik Tipologi Lahan yang Digunakan terhadap Kualitas Hasil Jeruk Siem (Citrus nobilis var. microcarpa) di Kabupaten Sambas SIMPULAN Karakteristik lahan berhubungan terhadap kualitas buah jeruk siem yang dihasilkan. Karakteristik lahan yang baik untuk menghasilkan kualitas buah yang baik adalah lahan yang mampu menyediakan hara makro dan mikro yang cukup bagi tanaman. Memiliki tekstur tanah yang baik, sehingga hara yang terkandung didalamnya tidak mudah tercuci karena perkembangan buah ditunjang oleh ketersediaan hara yang seimbang dan cukup hal ini dapat di penuhi melalui pemupukan. Dari hasil penelitian bahwa lahan yang terbaik adalah lahan Alluvial dengan teknologi anjuran yaitu pada daerah Mekar Sekuntum Kecamatan Tebas, dimana dilihat dari semua variabel pengamatan dalam penelitian dengan diameter buah 5,85 mm, berat buah 133.33 g, berat juice 60.63 g, ketebalan kulit 0.23 mm, berat kulit 21.26 g, kadar air buah 46.88 %, dan vitamin C 50.40 mg. DAFTAR PUSTAKA Asaad, M. , Ramlan, Warda, Armiati dan Nurjanani. 2003. Indeksing Penyakit Utama Jeruk dan Upaya Pengendaliannya. Laporan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Didiek, A.B., C. Y. Bora, M. Bambang, H. da Silva,dan Y. Ngongo. 2004. Pengkajian dan pengembangan usaha agribisnis jeruk keprok SoE. Pros. Sem. Jeruk Siam Nasional, 15-16 Juni 2004 di Surabaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Holtikultura. 2005. Laporan dan Produksi Tanaman Sayuran. Pontianak. Direktorat Jendral Buah – Bina Produksi Hortikultura Jakarta, 2002. Vademekum Jeruk, Jakarta. Hardjowigeno,S. 2003. Ilmu Akademika Pressindo. Jakarta. Tanah. Muhammad, H. 2005. Pengaruh pupuk fosfat dan kalium terhadap hasil dan karakteristik buah jeruk keprok selayar. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Sulawesi Selatan. 48 Radian, 2002. Seminar Rehabilitasi Jeruk di Kalimantan Barat Masalah dan Tantangan tahun 2002. Sugiyatno, A., A. Supriyanto dan Setiono. 2004. Pemangkasan bentuk beberapa spesies jeruk komersialdi lahan kering. Pros. Jeruk Siam Nasional, 15-16 Juni 2004 di Surabaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Sunardjono, H. 1987. Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan, Penerbit C.V. Sinar Baru, Bandung. Tanaka, A. 1980. Source and sink relationship in crop production. FFTC. Bull. Taufik, M., Nurjanani, H. Muhammad, M. Thamrin, dan M. Basir Nappu. 2000. Analisis financial dan pemupukan berimbang mendukung program rehabilitasi jeruk keprok di Kabupaten Selayar. J. Hort. 0 (2) : 144 . 153. Winarno, F.G.1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Wutscher, H. K. and P. F. Smith.1996. Citrus, pp. 165-170. Dalam Nutrient Deficiencies and Toxicities in Crop Plant. Ed. by W.F. Banneth. APS Press. The Amer. Phythop. Soc. St. Paul, Minnesota, USA.