EFEK KURKUMIN DAN FISH OIL TERHADAP EKSPRESI PPAR-α DAN SREBP-1c SERTA RESISTENSI INSULIN PADA MENCIT OBES THE EFFECT OF CURCUMIN AND FISH OIL ON PPAR-α AND SREBP-1C EXPRESSION AND INSULIN RESISTANCE IN OBESE MICE Rohani Ramang, Agussalim Bukhari, Suryani As’ad Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi: Rohani Ramang. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Hp: 081241205100 Email: [email protected] 1 Abstrak Penelitian ini dilakukan oleh karena prevalensi obesitas yang semakin meningkat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan dan Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek pemberian kurkumin, fish oil dan kombinasi kurkumin fish oil terhadap perbaikan resistensi insulin melalui peningkatan ekspresi PPAR-α dan penurunan ekspresi SREBP-1c. Metode penelitian yang digunakan adalah uji klinis dengan menggunakan sampel mencit C57BL/6J yang dibagi dalam 6 kelompok, satu kelompok diberi diet normal (ND) dan kelompok lainnya diberi diet tinggi lemak (HFD) selama 12 minggu. Kemudian kelompok mencit HFD masing-masing terdiri dari HFD, HFD + fish oil 3 g/100 g (HFD-FO),HFD + kurkumin 3 g/kg diet (HFD-Kur), HFD + kurkumin dan fish oil (HFD+FO+Kur), HFD + metformin 3 g/kg diet (HFDMET) selama 8 minggu. Kemudian dilakukan tes toleransi glukosa, tes toleransi insulin dan memeriksa ekspresi gen SREBP-1c dan PPAR-α pada jaringan hati dengan menggunakan RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tes toleransi glukosa dan insulin (GTT, ITT) memperlihatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi pada semua kelompok HFD dibandingkan ND. Mencit dengan HFD-FO memiliki kadar glukosa darah lebih tinggi dibandingkan kelompok lain selama GTT dan ITT, HFD-KUR tidak berbeda bermakna dengan ND, kelompok HFD-KUR-FO memperlihatkan pola yang mendekati ND. Pada pemeriksaan ekspresi PPAR-α di hati didapatkan ekspresi PPAR-α menurun secara bermakna pada semua kelompok HFD kecuali kelompok HFD-KUR-FO penurunanya tidak bermakna dibanding ND. Pada pemeriksaan ekspresi SREBP-1c pada jaringan hati didapatkan peningkatan ekspresi SREBP-1c pada semua kelompok HFD dibanding ND. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa gabungan kurkumin dan fish oil lebih baik dalam memperbaiki resistensi insulin serta ekspresi gen PPAR-α dan SREBP-1c dibanding kurkumin saja atau fish oil saja. Kata kunci:Kurkumin, fish oil, PPAR-α, SREBP-1c, dan resistensi insulin Abstract This study was conducted because of the increasing prevalence of obesity. This study aims to find out the effects of curcumin, fish oil and combination of curcumin and fish oil to improved insulin resistance through increased of PPAR-α expression and decreased of SREBP-1c expression. The method used was clinical trials with C57BL/6J mice as sampel. Mice were divided into six groups, one group was given a normal diet (ND) and the other group was given a high-fat diet (HFD) for 12 weeks. The group of mice HFD, each consisting of a HFD, HFD + 3 g/100 g fish oil (FOHFD), HFD + curcumin 3 g / kg diet (HFD-Kur), HFD + curcumin and fish oil (HFD + Kur + FO) and HFD + metformin 3 g / kg diet (HFD-MET) for 8 weeks. Glucose tolerance test, insulin tolerance test and expression of PPAR-α and SREBP-1c in liver tissue were measured by RT-PCR. This study found that glucose and insulin tolerance test (GTT, ITT) showed that blood glucose levels were higher in all groups of HFD compared to ND. Mice with HFDFO had higher blood glucose levels than the other groups during the GTT and ITT, HFD-KUR not significantly different with ND, the HFD-KUR-FO showed the approaching ND. PPAR-α expression decreased significantly in all of groups HFD except the group HFD-KUR-FO was not significantly decreased compared to ND. SREBP-1c expression increased in all of HFD compared to ND. This study Conclusion suggests that the combination of curcumin and fish oil is better in improving insulin resistance and PPAR-α gene expression and SREBP-1c than curcumin alone or fish oil alone. Keywords :curcumin, fish oil, PPAR-α, SREBP-1c, and insulin resistance 2 PENDAHULUAN Obesitas didefinisikan sebagai keadaan yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak secara berlebihan dan merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus karena berkaitan dengan berbagai faktor risiko penyakit seperti diabetes ataupun kardiovaskuler. Obesitas merupakan faktor risiko berkembangnya resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2. Resistensi insulin merupakan suatu kelainan metabolik yang berdampak negatif (Marfianti E, 2007). Resistensi insulin hepatik yang diinduksi oleh lemak pada obesitas yang disebabkan oleh diet tinggi lemak menyebabkan akumulasi lemak ektopik dan dapat berkontribusi pada patogenesis diabetes tipe 2 (Li G et al, 2009). Metabolisme lemak di hati diatur oleh faktor transkripsi gen antara lain PPAR-α dan SREBP-1c. Pada kondisi obesitas akan terjadi peningkatan ekspresi gen SREBP-1c. Peningkatan SREBP-1c ini berhubungan dengan meningkatnya kadar biosintesis asam lemak di hati. Lipogenesis hepar bergantung pada aktivasi faktor transkripsi SREBP-1c yang secara genetik diaktivasi di hati tikus obes diinduksi dengan diet. (Ferré P, et al, 2007). SREBPs secara langsung menekan transkripsi IRS-2, penekanan IRS-2 oleh SREBP-1c pada hati menghambat proses pengaturan pensinyalan insulin, seperti sintesis glikogen (Shimano H, et al, 2009). PPAR-α dapat memperbaiki transduksi signal insulin dengan menurunkan lipid ektopik di jaringan non-adiposa dan menurunkan sirkulasi asam lemak dan trigliserida (Haluzik, 2006). Peningkatan sensitivitas insulin telah disarankan di banyak laporan yang layak oleh tumbuh-tumbuhan tertentu dan obat-obatan. Misalnya, kurkumin dapat memperbaiki glukosa darah dan sensitivitas insulin pada model tikus diabetes (Shao W, et al 2012). Sementara mengonsumsi fish oil yang mengandung asam lemak omega 3, seperti eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dapat menurunkan konsentrasi trigliserida dalam darah pada pasien-pasien hipertrigliseridemia dengan menurunkan ekspresi gen SREBP-1c dan menghasilkan penurunan protein matur SREBP-1 (Neschen N. et al, 2007). Kurkumin dan fish oil keduanya merupakan bahan alami yang berlimpah di tanah air kita, pemanfaatan keduanya perlu dilakukan untuk memberi manfaat bagi kita semua. Dari beberapa bukti di atas bahwa efek kurkumin dan fish oil yang dapat mencegah resistensi insulin maka penelitian ini saya anggap penting dilakukan sehingga keduanya dapat direkomendasikan sebagai suplementasi bagi penderita obes. 3 Penelitian ini dilakukan pada mencit mengingat pada penelitian hewan perbedaan faktor genetik dapat dikendalikan dan pengaruh rancu dari lingkungan dapat diminimalisir serta penggunaan jaringan lemak, hati dan otot lebih memungkinkan, sehingga patomekanisme penyakit dapat menjadi lebih baik ditelusuri dibanding penelitian pada manusia. Menurut pengetahuan kami, belum pernah ada penelitian untuk membandingkan efek gabungan keduanya dengan melihat peningkatan sensitivitas insulin berdasarkan mekanisme penurunan ekspresi gen SREBP-1c dengan kontrol positif obat anti diabetes metformin pada mencit obes maka kami anggap sebagai nilai novel penelitian ini. Berdasarkan uraian di atas maka hal tersebut mendorong penulis melakukan penelitian unruk melihat ”efek pemberian kurkumin, fish oil dan kombinasi kurkumin fish oil terhadap perbaikan resistensi insulin melalui peningkatan ekspresi PPAR-α dan penurunan ekspresi SREBP-1c. BAHAN DAN METODE Desain Penelitian Penelitian eksperimental dilakukan di animal laboratorium dan Laboratorium penelitian Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar. Populasi yang digunakan adalah mencit sehat, jenis kelamin jantan dengan galur C57BL/6J dari Animal Research Centre Australia. Sampel yang diambil adalah mencit umur 5 minggu dengan berat badan 15-20 gram sebanyak 35 ekor. Diet normal adalah 10 % lemak , diet tinggi lemak ( 45% kalori dari lemak) dari Research Diet Amerika, Fish oil dari Menhaden Fish Oil dari Research Diet Amerika, Curcumin dari Sigma Amerika. Seluruh mencit dikandangkan pada kondisi bebas patogen dan diadaptasikan pada kondisi laboratorium selama 2 minggu dengan pemberian makanan normal dan diberi siklus penerangan 12 jam gelap, 12 jam terang. Sebanyak 30 ekor mencit diberi diet tinggi lemak selama 12 minggu. Mencit kemudian dibagi menjadi 6 kelompok dan diberi intervensi selama 8 minggu, yaitu: kelompok kontrol normal (Normal diet,ND), kelompok diet tinggi lemak (HFD), kelompok intervensi kurkumin (HFD-KUR), kelompok intervensi fish oil (HFD-FO), kelompok intervensi gabungan kurkumin fish oil (HFD-KUR-FO), dan kelompok intervensi metformin (HFD-MET). Selama perlakuan dilakukan penimbangan pellet dan pembersihkan kandang setiap 3 hari. Pencatatan kenaikan berat badan mencit dilakukan setiap minggu. Pada akhir masa perlakuan dilakukan pemeriksan TTG/TTI kemudian mencit akan dikorbankan dengan menggunakan anestesi lokal intraperitoneum dengan bupivicaine (0.25%) dan jaringan hati diambil untuk pemeriksaan PPAR-α dan SREBP-1c. 4 Metode Pengumpulan Data Metode pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Tes Toleransi Glukosa (TTG) yaitu pemeriksaan untuk melihat sensitivitas insulin dengan cara mencit dipuasakan selama 16 jam kemudian larutan glukosa diinjeksi secara intraperitonium dengan dosis 2,5 gram/kgbb. Kadar gula darah diukur dengan mengambil darah dari vena ekor pada menit 0, 30, 60, 120 dengan menggunakan glucometer, Tes Toleransi Insulin (TTI) yaitu pemeriksaan untuk melihat sensitivitas insulin dengan cara mencit dipuasakan selama 4 jam kemudian larutan insulin diinjeksi secara intraperitonium dengan dosis 0,75 U/kgbb. Kadar gula darah diukur dengan mengambil darah dari vena ekor pada menit 0, 15, 30, 45, 60, 75, 90 dengan menggunakan glucometer, PPAR-α dan SREBP-1c didapatkan di jaringan hati setelah 8 minggu intervensi, diperiksa mengunakan teknik RT-PCR di Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran unhas Makassar. Metode Analisis Data yang dikumpul diolah menggunakan analisis statistik dengan menggunakan SPSS. Untuk melihat perbandingan hasil terapi di antara keenam kelompok digunakan Uji ANOVA dengan batas kemaknaan 5% (p<0,05). HASIL PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada pemeliharaan mencit yang berumur lima minggu dengan berat badan mencit rata-rata 19 gram, sebanyak 35 ekor mencit yang diteliti dibagi dalam 2 jenis diet yaitu 5 ekor untuk diet normal (10% kalori dari lemak), dan 30 ekor diberi diet tinggi lemak (45% kalori dari lemak). Selama 12 minggu pemeliharaan telah didapatkan 2 kelompok mencit dengan berat badan yang signifikan berbeda antara kelompok diet normal dan kelompok diet tinggi lemak. Sebanyak 36 ekot mencit dibagi dalam 6 kelompok yaitu 5 ekor kelompok kontrol normal (Normal Diet,ND), 6 ekor kelompok kontrol negative (High Fat Diet,HFD), 6 ekor kelompok kontrol positif (High Fat Diet-Metformin. HFD-Met), dan 6 ekor kelompok intervensi (HFD-KUR), 6 ekor kelompok intervensi (HFD-FO), 6 ekor kelompok intervensi gabungan (HFD-KUR+FO). Karakteristik Data Dasar Berat badan mencit awal tidak berbeda signifikan setelah memberikan diet tinggi lemak selama 12 minggu. Pada kelompok yang akan diintervensi didapatkan perbedaan berat badan yang signifikan antara kelompok ND dibanding HFD. Kelima kelompok HFD sebelum intervensi tidak didapatkan perbedaan BB yang bermakna (tabel 1). 5 Efek Resistensi Insulin Setelah Intervensi Pada pemeriksaan Glucose Tolerance Test (GTT) yang dipaparkan dalam grafik (Gambar 1) dengan menggunkan Uji one way anova, didapatkan:1). GTT menit 0 atau Glukosa darah puasa selama 16 jam, terdapat perbedaan bermakna antara kelompok ND dibanding kelompok HFD dan HFD-FO, tapi pada kelompok ND dibanding kelompok HFD-Cur, HFD-Cur-FO dan HFD-met tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. 2). GTT menit 30, didapatkan bermakna antara kelompok ND dibanding kelompok HFD dan HFD-FO. 3). perbedaan GTT menit 60, didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok ND dibanding kelompok HFD dan HFD-FO. Didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok HFD dibanding kelompok ND dan HFD -FOCur (*p<0.05 ). 4). GTT menit 90, didapatkan perbedaan bermakna antara ND dengan HFD dan HFD-FO. 5). GTT menit 120, didapatkan perbedaan bermakna antara ND dengan HFD, HFD- FO dan HFD-Cur. Perbedaan bermakna HFD hanya dengan ND, sedang antara HFD dan HFD-FO dan HFD-Cur tidak didapatkan perbedaan bermakna (Gambar 1). Pada pemeriksaan Insulin Tolerance Test (ITT) yang dipaparkan dalam grafik (gambar 2) dengan Uji one way anova, didapatkan:1). ITT menit 0 atau glukosa darah puasa selama 4 jam berpuasa, didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok ND dengan HFD-Met. 2). ITT menit 15, didapatkan perbedaan bermakna antara ND dengan HFD-FO, sedangkan ND dan HFD tidak didapatkan perbedaan bermakna. Perbedaan bermakna tidak lagi didapatkan antara ND dan HFDMet seperti yang terjadi pada menit 0. 3).ITT menit 30, didapatkan perbedaan bermakna antara ND dengan HFD-FO. 4). ITT menit 45, didapatkan perbedaan bermakna antara ND dengan kelompok lainnya, kecuali antara ND dengan HFD-met. Sedang untuk kelompok HFD didapatkan perbedaan bermakna hanya dengan kelompok ND, tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan kelompok HFD lainnya. 5). ITT menit 60, didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok ND dan HFD-FO. Kelompok HFD-FO juga berbeda bermakna dengan kelompok HFD-Met. Kelompok HFD-FO tidak berbeda bermakna dengan kelompok HFD. 6). ITT menit 75, didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok ND dan HFD-FO. 7). menit 90, ITT didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok ND dan HFD-FO (gambar 2). Ekspresi PPAR-α di jaringan hati Ekspresi PPAR-α di jaringan hati didapatkan menurun secara bermakna pada semua kelompok diet tinggi lemak kecuali kelompok HFD-KUR+FO penurunannya tidak bermakna dibanding diet normal. Pada semua kelompok diet tinggi lemak dengan intervensi didapatkan ekspresi PPAR-α yang lebih tinggi dibanding kelompok diet tinggi lemak (HFD) (Gambar 3). 6 Ekspresi SREBP1c di jaringan hati Ekspresi SREBP-1c jaringan hati pada penelitian ini cenderung meningkat pada semua kelompok diet tinggi lemak ((high fat diet = HFD) dibanding kelompok diet normal (Normal diet = ND). Pada semua kelompok intervensi didapatkan ekspresi SREBP-1c yang lebih rendah dibanding kelompok diet tinggi lemak tanpa intervensi (HFD) (gambar 4). PEMBAHASAN Pada penelitian ini menunjukkan perbedaan bermakna dari pemeriksaan tes toleransi glukosa diet tinggi lemak dibanding diet normal mulai pada glukosa darah puasa selama 16 jam sampai menit 120 dan hasil pemeriksaan tes toleransi insulin, perbedaan bermakna antara diet tinggi lemak dan diet normal didapatkan pada menit ke 60 sampai menit ke 90. Pada pemeriksaan ekspresi gen, didapatkan bahwa terjadi penurunan ekspresi PPAR-α yang bermakna pada semua kelompok diet tinggi lemak (high fat diet = HFD) kecuali pada kelompok intervensi gabungan HFD-KUR+FO dibanding diet normal dan didapatkan peningkatan ekspresi PPAR-α pada kelompok-kelompok intervensi. Sementara pada pemeriksaan ekspresi SREBP-1c didapatkan peningkatan ekspresi gen pada semua kelompok diet tinggi lemak dibanding diet normal dan didapatkan penurunan ekspresi SREBP-1c pada semua kelompok intervensi kurkumin, fish oil, kurkumin dan fish oil dan kelompok metformin sebagai kontrol positif. Pada kelompok diet tinggi lemak didapatkan hasil tes toleransi glukosa dan tes toleransi insulin kadar gula darah yang lebih tinggi pada kelompok mencit dengan diet tinggi lemak (HFD) dibandingkan mencit dengan diet normal (ND). Pemeriksaan tes toleransi glukosa pada mencit dengan diet normal dan diet tinggi lemak menunjukkan perbedaan yang signifikan sejak menit 0 sampai menit 120 setelah penyuntikan glukosa intraperitoneal. Untuk pemeriksaan tes toleransi insulin, perbedaan yang signifikan terjadi sejak menit 45 sampai menit 90. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pada kelompok diet tinggi lemak terjadinya resistensi insulin pada mencit obes. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa pada mencit dengan pemberian diet tinggi lemak selama empat minggu terjadi intoleransi glukosa dan telah mengganggu sekresi insulin dan terjadi resistensi insulin yang berat (Winzell M S, 2004). Pada pemeriksaan jaringan hati dengan RT-PCR, didapatkan penurunan ekspresi PPAR-α yang bermakna pada semua kelompok HFD dibanding ND kecuali pada kelompok HFD-KUR+FO serta peningkatan ekspresi SREBP-1c pada semua kelompok HFD dibanding kelompok ND. Pada 7 penelitian sebelumnya pada hamster dengan konfirmasi RT-PCR menunjukkan peningkatan tingkat mRNA SREBPs dan penurunan tingkat mRNA PPAR pada resistensi insulin hepatik yang diinduksi lemak (Li G et al, 2009). Dari hasil pemeriksaan tes toleransi glukosa dan tes toleransi insulin pada kelompok diet tinggi lemak dengan kurkumin didapatkan tidak ada efek perbaikan terhadap resistensi insulin meskipun didapatkan kadar gula darah yang sedikit lebih rendah namun tidak signifikan dibanding diet normal. Pada pemeriksaan jaringan hati dengan RT-PCR, kelompok HFD-Kur dibanding diet tinggi lemak juga didapatkan peningkatan ekspresi PPAR-α serta penurunan ekspresi SREBP-1c namun tidak bermakna. Hasil ini sejalan dengan penelitian pada mencit yang dilakukan oleh Shin et al 2011 memperlihatkan bahwa pada kelompok mencit yang diterapi dengan kurkumin terjadi upregulator terhadap ekspresi PPAR-α (Shin et al 2011). Banyak laporan menyatakan bahwa aktivasi PPAR-α bisa mempebaiki resistensi insulin perifer yang diinduksi oleh lemak pada tikus dan manusia dengan menghilangkan penghambatan glukosa disposal yang dirangsang oleh insulin (Ji Ming Ye. et al, 2001). Dari penelitian jangka panjang dengan kurkumin 4 g/kg diet pada mencit jantan C57BL/6J, didapatkan penurunan kadar insulin plasma puasa pada kelompok HFD + Kurkumin dan terjadi perbaikan glukosa disposal dan sensitivitas insulin. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Pemberian kurkumin secara bermakna mengurangi jumlah SREBP-1c pada tingkat mRNA (Shao W, et al 2012). Adanya perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya disebabkan karena dosis kurkumin yang lebih rendah pada penelitian ini. Diet tinggi lemak dengan intervensi fish oil pada penelitian ini terjadi peningkatan ekspresi PPAR-α yang bermakna dan penurunan ekspresi SREBP-1c dibanding diet tinggi lemak saja (HFD). Pada tes toleransi glukosa dan tes toleransi insulin pada kelompok ini memiliki kadar gula darah yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan diet tinggi lemak kelompok lainnya, Data ini menunjukkan bahwa pada kelompok HFD-FO tidak terjadi perbaikan terhadap resistensi insulin walaupun ditemukan adanya perbaikan pengaturan ekspresi gen PPAR-α dan SREBP-1c. Penelitian lainnya yang dilakukan pada mencit dengan dosis fish oil yang sama pada penelitian ini yaitu 3 g fish oil per 100 gram diet, dilaporkan bahwa pada kelompok diet tinggi lemak setelah diintervensi dengan fish oil selama 10 minggu tidak memperbaiki resistensi insulin meskipun dilaporkan adanya penurunan level mRNA SREBP-1c hati pada kelompok yang diberi fish oil (Muurling M et al, 2003). Sementara hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa asam lemak omega 3 dapat mencegah resistensi insulin yang diinduksi oleh diet tinggi lemak melalui aktivasi PPAR-α dan penurunan kelebihan lemak intraseluler. Untuk menguji hipotesis ini secara langsung 8 maka pada mencit nol PPAR-α dan mencit tipe liar selama 2 minggu diberi makan dengan diet tinggi lemak isokalori yang mengandung lemak 27% atau minyak safflower dengan 8% fish oil. Hasilnya menunjukkan bahwa suplemen 8% fish oil dalam diet tinggi lemak sebagian mempertahankan sensitivitas insulin di hati, dan tindakan ini bergantung pada fungsional PPAR-α (Neschen N. et al, 2007). Pada kelompok ini tidak ditemukan perbaikan terhadap resistensi insulin walaupun terjadi perbaikan pengaturan ekspresi PPAR-α dan SREBP-1c pada kelompok yang diberi fish oli, berdasarkan data-data penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muurling M et al, 2003 dan Neschen N. et al, 2007 hal ini mungkin disebabkan oleh dosis fish oil yang lebih rendah pada penelitian ini. Pada kelompok gabungan kurkumin dan fish oil, hasil pemeriksaan tes toleransi glukosa dan tes toleransi insulin menunjukkan area bawah kurva pada menit ke 60 mendekati diet normal dan selanjutnya memperlihatkan pola diantara diet normal dan diet metformin. Pemeriksaan tes toleransi insulin pada menit ke 15 menunjukkan pola yang hampir sama dengan diet normal. Pemeriksaan ekspresi gen pada kelompok gabungan kurkumin dan fish oil didapatkan ekspesi PPAR-α yang meningkat dan ekspresi SREBP-1c yang menurun dibanding kelompok HFD walau tidak bermakna. Pemeriksaan tes toleransi glukosa dan tes toleransi insulin berada di atas diet metformin dan tidak berbeda bermakna dengan diet normal. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbaikan terhadap resistensi insulin pada kelompok deit tinggi lemak dengan intervensi gabungan kurkumin dan fish oil yang sejalan dengan adanya perbaikan ekspresi gen PPAR-α dan SREBP-1c. Diet tinggi lemak dengan metformin 3 g/kg diet pada penelitian ini didapatkan hasil pemeriksaan tes toleransi glukosa dan toleransi insulin memperlihatkan area bawah kurva mendekati pola yang diperlihatkan oleh diet normal, juga didapatkan peningkatan ekspresi PPARα yang bermakna dan penurunan ekspresi SREBP-1c dibanding diet tinggi lemak (HFD). Ini menunjukkan bahwa metformin dapat dijadikan patokan untuk melihat adanya perbaikan terhadap resistensi insulin melalui pengaturan ekspresi gen PPAR-α dan SREBP-1c. Aktivasi AMPK oleh metformin biguanide sepenuhnya membalikkan represi glukosa yang diinduksi PPAR- α (Ravnskjaer K. et al, 2006), aktivasi AMPK diperlukan sebagai efek penghambatan metformin terhadap produksi glukosa di hati ,meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan ambilan glukosa perifer melalui aktivasi GLUT-4, meningkatkan oksidasi asam lemak, dan menurunkan penyerapan glukosa dari saluran pencernaan dan menekan ekspresi SREBP-1c. (Zhang et al, 2007). 9 KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkan bahwa diet tinggi lemak menyebabkan resistensi insulin, Intervensi gabungan kurkumin dan fish oil dapat memperbaiki resistensi insulin mendekati pola diet normal dengan peningkatan ekspresi PPAR-α dan penurunan ekspresi SREBP-1c. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan dosis yang lebih bervariasi baik dosis kurkumin maupun dosis fish oil untuk mendapatkan dosis yang benar-benar sesuai, di sarankan pula pada penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian ini pada manusia untuk konfirmasi hasil yang relevan. 10 DAFTAR PUSTAKA Ferré P, and Foufelle F, (2007). SREBP-1c Transcription Factor and Lipid Homeostasis. Clinical Perspective. Mini Review, Journal of Hormone Research, 68:72–82. Haluzík M.M., Haluzík M. PPAR-α and Insulin Sensitivity, Minireview, (2006). PPAR-α and Insulin Sensitivity.Minireview journal of Physiological Research, vol.55; 115-122, Ji Ming Ye, Doyle P J, Iglesias M A, Watson D G, Cooney G J, and Kraegen E W, (2001). Peroxisome Proliferator–Activated Receptor PPAR-α Activation Lowers Muscle Lipids and Improves Insulin Sensitivity in High Fat–Fed Rats Comparison With PPAR-α Activation, journal of DIABETES, VOL. 50. Li G, Liu X, Zhu H, Huang L, Liu Y, Chunmei M, dkk, (2009). Insulin Resistance in InsulinResistant and Diabetic Hamsters (Mesocricetus auratus) Is Associated with Abnormal Hepatic Expression of Genes Involved in Lipid and Glucose Metabolism. Journal list, Comp Med. 59(5): 449–458. Marfianti E, (2007). Perbedaan Kadar Resistin Pada Obes Dengan Resistensi Insulin Dan Obes Tanpa Resistensi Insulin, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia: hal. 1-9. Muurling M, Mensink R P, Pijl H, Johannes A. dkk, ( 2003). A Fish Oil Diet Does Not Reverse Insulin Resistance despite Decreased Adipose Tissue TNF-α Protein Concentration in ApoE-3 Leiden Mice. The journal of nutrition, American Society for Nutritional Sciences. Neschen S, Morino K, Dong J, Fischer Y W, Cline G W, (2007). Original Article. n-3 Fatty Acids Preserve Insulin Sensitivity In Vivo in a Peroxisome Proliferator–Activated Receptor-α Dependent Manner. Journal of DIABETES, VOL. 56: p 1034-1041. Ravnskjaer K, Boergesen M, Dalgaard L T and Mandrup S, (2006). Glucose-induced repression of PPARα gene expression in pancreatic β-cells involves PP2A activation and AMPK inactivation. Journal of Molecular Endocrinology 36, 289–299. Shao W, Yu Z, Chiang Y, Yang Y, Chai T, Foltz W, dkk, (2012). Curcumin Prevents High Fat Diet Induced Insulin Resistance and Obesity via Attenuating Lipogenesis in Liver and Inflammatory Pathway in Adipocytes, journal.pone, Volume 7, 1-13. Shimano H. (2009). SREBPs: physiology and pathophysiology of the SREBP family. FEBS Journal. 276; 616–621. Shin SK, Ha TY, McGregor RA, Choi MS, (2011). Long-term curcumin administration protects against atherosclerosis via hepatic regulation of lipoprotein cholesterol metabolism. Mol Nutr Food Res.55(12):1829-40 Winzell M S and Ahre´n B, (2004), The High-Fat Diet–Fed MouseA Model for Studying Mechanisms and Treatment of Impaired Glucose Tolerance and Type 2 Diabetes. by the American Diabetes Association. Diabetes, Vol. 53, Supplement 3; S215–S219. Zhang L, Huamei H, and Balschi J A, (2007).Metformin and phenformin activateAMP-activated protein kinase in the heart by increasing cytosolic AMP concentration, American Journal Physiol Heart Circ Physiol 293: H457–H466 11 Tabel 1. Karakteristik berat badan awal n BBawal BBpreinterv P Mean ± SD ND 5 19.7 ± 1.29 HFD 6 19.81 ± 0.86 ND 5 HFD 6 0.82 27.08 ± 1.35 0.01 34.81 ± 4.33 Uji T tidak berpasangan TES TOLERANSI GLUKOSA Glucosa darah (g/dL) 360 300 ND * HFD 240 HFD-FO * 180 HFD-CUR * HFD-FO-CUR HFD-MET 120 60 0 30 60 90 120 Gambar 1. Kadar glukosa darah puasa pada masing-masing kelompok ND, HFD, HFD-FO, HFD-CUR, HFD-CUR+FO, danHFD-MET (n = 5-6 mencit. Uji one way anova. *p<0.05 ) 12 TES TOLERANSI INSULIN 250 Glucosa darah (g/dl) 200 ND 150 HFD ** HFD-FO HFD-CUR 100 HFD-FO-CUR HFD-MET 50 0 0 15 30 45 60 75 90 Gambar 2. Kadar glukosa darah puasa setelah penyuntikan insulin intraperitoneal pada masing-masing kelompok diet ND, HFD,HFD-FO, HFD-CUR, HFD-CUR+FO, dan HFD-MET. (n = 5-6 mencit. Uji one way anova. **p<0.01). 13 ppar-α mRNA 1.8 ppar-α β-actin mRNA 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 ND HFD HFD-FO HFD-CUR HFD-FO+CUR HFD-MET Gambar 3. Ekspresi PPAR-α pada jaringan hati pada masing-masing kelompok ND, HFD, HFD-Kur, HFD-FO, HFD-MET. (n = 5-6 mencit. Uji one way anova. **p<0.01) SREBP1c/B-actin mRNA SREBP1c mRNA 7 6 5 4 3 2 1 0 Gambar 4. Ekspresi SRBP1c di jaringan hati pada masing-masing kelompok ND, HFD, HFD-FO, HFD-CUR, HFD-FO+CUR, dan HFD-MET. (n = 5-6 mencit. Uji one way anova). 14