Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Ketika Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi, wacana dan tuntutan
terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin
meningkat. Banyak perusahaan baik publik maupun privat yang runtuh dikarenakan
corporate governance yang lemah. Corporate governance menjadi masalah yang vital
bagi kesejahteraan tidak hanya bagi pemilik dan pemegang saham perusahaan, tetapi
juga meliputi pekerja dan orang-orang yang berada dimasyarakat secara keseluruhan.
Pada dasarnya konsep mengenai corporate governance sudah berkembang sejak
munculnya teori keagenen (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (1976). Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul
ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer
berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik.
Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi
perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris
(information asymmetric) (Haris, 2004) dalam Ujiyanto dan Pramuka (2007). Asimetri
antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan
kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) (Richardson,
1998) dalam Ujiyanto dan Pramuka (2007).
Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber
penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Pada
tahun 1998 sampai dengan 2001 tercatat telah terjadi banyak skandal keuangan di
perusahaan-perusahaan publik dengan melibatkan persoalan laporan keuangan yang
pernah diterbitkannya. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk
dan PT. Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting)
yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi. Sementara menurut beberapa media
masa, lebih banyak lagi perusahaan-perusahaan non publik melakukan pelanggaran
yang melibatkan persoalan laporan keuangan. Sebagai perusahaan publik yang sebagian
sahamnya dimiliki oleh masyarakat melalui bursa saham, penyajian laporan keuangan
harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwewenang, di
Indonesia lembaga ini adalah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dan laporan ini
harus diterbitkan melalui media-media masa yang dapat digunakan sebagai sumber
informasi penting yang diperlukan oleh pemegang saham khususnya dan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) pada umumnya. Salah satu
peraturan yang diterbitkannya adalah bahwa emiten wajib mengungkapkan informasi
penting melalui laporan tahunan di antaranya laporan keuangan kepada para pemegang
saham maupun laporan-laporan lainnya kepada Bapepam, bursa efek, serta kepada
masyarakat dengan cara tepat waktu, akurat, dapat dimengerti dan obyektif.
Laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk menyampaikan
informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen (Schipper dan
Vincent, 2003) dalam Boediono (2005). Penyampaian informasi melalui laporan
keuangan tersebut perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak eksternal
maupun internal yang kurang memiliki wewenang untuk memperoleh informasi yang
mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan. Seperti dinyatakan dalam kerangka
konseptual Financial Accounting Standards Board (FASB) bahwa tujuan laporan
keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna untuk keputusan bisnis.
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang secara formal wajib
dipublikasikan sebagai sarana pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap
pengelolaan sumber daya pemilik. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas,
laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan. Laporan ini diakui oleh
investor, kreditur, supplier, organisasi buruh, bursa efek dan para analis keuangan
sebagai sumber informasi penting mengenai keberadaan sumber daya ekonomi
perusahaan yang diharapkan berguna untuk pengambilan keputusan. Dan informasi ini
juga diharapkan menjadi pedoman untuk pemegang saham dan investor potensial untuk
menentukan kepentingan investasi mereka terhadap saham emiten.
Salah Satu Informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan adalah informasi
mengenai laba perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of
Financial Accounting Consepts (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam
laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena
memiliki nilai prediktif (FASB, 1980). Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba
diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumberdaya ekonomis yang mungkin dapat
dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan
untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan
tambahan sumber daya IAI (2004) dalam Boediono (2005). Bagi pemilik saham dan
atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima,
melalui pembagian dividen. Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja
manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian
pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban
manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta
dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospeknya di masa depan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa terjadinya skandal keuangan merupakan
kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna
laporan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang
sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan sehingga laba yang diharapkan dapat
memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan
kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja
manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan
oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat
menjelaskan nilai pasar pada perusahaan yang sebenarnya. Kualitas laba khususnya dan
kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka yang
menggunakan laporan keuangan karena untuk tujuan kontrak dan pengambilan
keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003) dalam Boediono (2005).
Pada lingkungan pasar modal, laporan keuangan yang dipublikasikan merupakan
sumber informasi sangat penting yang dibutuhkan oleh sebagian besar pemakai laporan
dan atau pelaku pasar serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan emiten untuk
mendukung pengambilan keputusan. Dari beberapa informasi yang diperoleh di laporan
keuangan, biasanya laba menjadi pusat perhatian pihak pemakai (Beattie et al. 1994)
dalam Boediono (2005). Laba yang dipublikasikan dapat memberikan respon yang
bervariasi, yang menunjukkan adanya reaksi pasar terhadap informasi laba (Cho dan
Jung, 1991 dalam Boediono 2005). Reaksi yang diberikan tergantung dari kualitas laba
yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki
kekuatan respon (power of response). Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba
yang tercermin dari tingginya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas.
Demikian sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin
dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.
Laporan laba sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak
terlepas dari proses penyusunannya. Proses penyusunan laporan ini melibatkan pihak
pengurus dalam pengelolaan perusahaan, di antaranya adalah pihak manajemen, dewan
komisaris, dan pemegang saham. Kebijakan dan keputusan yang diambil oleh mereka
dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan terutama laba akan menentukan
kualitas laba. Laba yang memiliki kemampuan untuk memberikan respon (power of
response) kepada pasar menunjukkan kualitas laba, yang diukur dengan ERC. Kualitas
laba ini diduga dipengaruhi oleh faktor mekanisme dalam pengelolaan perusahaan
(corporate governance mechanism) dalam hal ini yaitu mekanisme kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris independen.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti akan
melakukan
penelitian
dengan
judul
:
“PENGARUH
KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, DAN PROPORSI DEWAN
KOMISARIS
INDEPENDEN
TERHADAP
KUALITAS
LABA
PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA”.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka identifikasi
masalah yang diteliti adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh antara
mekanisme corporate governance dalam hal
kepemilikan institusional terhadap kualitas laba ?
2. Apakah terdapat pengaruh antara
mekanisme corporate governance dalam hal
kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba ?
3. Apakah terdapat pengaruh antara
mekanisme corporate governance dalam hal
proporsi dewan komisaris independen terhadap kualitas laba?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam melakukan penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance dalam hal
kepemilikan institusional terhadap kualitas laba.
2. Untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance dalam hal
kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba.
3. Untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance dalam hal porporsi
dewan komisaris independen terhadap kualitas laba.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang terkait, diantaranya :
1. Bagi Investor
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu informasi yang berguna dalam
pengambilan keputusan investasi saham.
2. Bagi Perusahaan
Bagi pihak perusahaan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
penyebab krisis dan keterkaitan corporate governance dengan kejadian-kejadian
makroekonomika serta sebagai masukan dalam mengatasi adanya perilaku
manajemen laba sehingga tidak merugikan perusahaan.
3.
Bagi Pengguna Laporan Keuangan
Sebagai bahan acuan dalam memahami mekanisme dan model-model corporate
governance serta kualitas laba.
4. Bagi Peneliti berikutnya
Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan corporate
governance theory, sehingga dapat memperoleh model-model mekanisme corporate
governance secara konseptual mempengaruhi tindakan kualitas laba pada tingkat
kekuatan responsif laba yang dilaporkan.
1.4
Kerangka Pemikiran
Isu good corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian perusahaan, atau seringkali
dikenal dengan istilah
keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik perusahaan
dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana
yang ditanam tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak
menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Good coporate governance
diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer dan
mengurangi terjadinya asymmetric information.
Secara umum, corporate governance merupakan sarana, mekanisme, dan
struktur yang berperan sebagai pengawasan atas self- serving behavior manajer (Short
et., al 1999). Pengelolaan perusahaan yang terbuka (transparance) dan accountable bias
mencegah terjadinya self- serving behavior.
Pengertian governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan
publik. Daniri dalam bukunya Good Corporate Governance (2005:8) memberikan
definisi Good Corporate Governance sebagai :
“suatu pola hubungan sistem dan proses yang digunakan oleh perusahaan (direksi,
dewan komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham
secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tahap memeperhatikan
stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku”.
Good corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur hak dan
kewajiban para pihak yang berperan dan terkait dalam pengelolaan sebuah perusahaaan,
seperti yang terdapat dalam Pedoman Kebijakan yang dikeluarkan oleh Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance. Definisi good corporate governance
adalah:
“suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan
nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi
pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku”.
Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-M BUMN/2002
Pasal 3 prinsip-prinsip good governance adalah sebagai berikut :
1. Transparansi (transparancy)
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure)
Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta maupun
tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional,
keuangan, dan risiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence)
Suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik
kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
4. Akuntabilitas (accountability)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan
ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibility)
Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
6. Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang
timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Menurut FASB (Financial Accounting Statement Board) informasi yang relevan
tentang entitas harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi kemampuan di masa
yang akan datang. Salah satu informasi yang paling relevan adalah laba (income).
Tujuan utama dalam melaporkan laba adalah untuk membantu investor dan kreditur
dalam memprediksi arus kas yang akan datang.
Menurut Anthony, Dearden, Bedford yang diterjemahkan oleh Agus Maulana
dalam bukunya Sistem Pengendalian Manajemen (1992:204) menyebutkan bahwa :
“Laba adalah selisih antara pendapatan (ukuran keluaran) dengan pengeluaran (ukuran
masukan). Jadi laba merupakan ukuran efisiensi dan efektifitas”.
Pengertian laba menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 25 :
“Kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan
atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak bersal dari kontribusi penanaman modal”.
Menurut Harahap dalam buku Teori Akuntansi (2007:305), laba adalah:
“Perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode
tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut”.
Menurut Mayangsari dan Wilopo (2002) mengatakan bahwa pemilihan metode
akuntansi tidak terbatas hanya pada unsur-unsur yang dapat mempengaruhi arus kas
tetapi juga mempengaruhi nilai perusahaan yang tercermin pada laba perusahaan. Oleh
karena itu, dilakukan pengukuran kualitas laba untuk menilai keadaan perusahaan yang
sebenarnya.
Definisi kualitas laba menurut Schroeder et al. (2001) adalah korelasi antara laba
akuntansi dan laba ekonomi. Tingkat kualitas laba ditentukan melalui selisih antara laba
akuntansi dan laba ekonomi. Jika laba akuntansi mendekati laba ekonomi maka laba
tersebut dapat dikatakan berkualitas. Angka laba akan lebih bermakna kalau laba
tersebut mencakup perubahan kemakmuran (wealth) atau penciptaan nilai (value
creation) sebagai hasil kinerja ekonomik suatu kesatuan usaha. Dengan demikian, laba
akuntansi masih tetap bermanfaat bagi investor yang mungkin lebih berkepentingan
dengan laba ekonomik.
Kualitas laba dapat diindikasikan sebagai kemampuan informasi laba
memberikan respon kepada pasar. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki
kekuatan respon (power of response). Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba
yang tercermin dari tingginya earnings response coefficients (ERC), menunjukkan laba
yang dilaporkan berkualitas. Scott (2000), Cho dan Jung (1991) menyatakan bahwa
ERC mengukur seberapa besar return saham dalam merespon angka laba yang
dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan sekuritas tersebut. Dengan kata lain
ERC adalah reaksi atas laba yang diumumkan (published) oleh perusahaan. Reaksi ini
mencerminkan kualitas dari laba yang dilaporkan perusahaan. Dan tinggi rendahnya
ERC sangat ditentukan kekuatan responsif yang tercermin dari informasi (good/ bad
news) yang terkandung dalam laba. ERC merupakan salah satu ukuran atau proksi yang
digunakan untuk mengukur kualitas laba (Collins et al., 1984; Cornell dan Landsman,
1989; Lee dan Park, 2000; Kross dan Schroeder, 1990).
Pandangan teori keagenan dimana terdapat pemisahan antara pihak agent dan
principal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi kualitas
laba yang dilaporkan. Pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu akan
cenderung menyusun laporan laba yang sesuai dengan tujuannya dan bukan demi untuk
kepentingan prinsipal. Dalam kondisi seperti ini diperlukan suatu mekanisme
pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah
pihak. Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya
menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba.
1.5
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory, untuk memperoleh kejelasan
fenomena yang terjadi di dunia empiris (real world) dan berusaha untuk mendapatkan
jawaban (verificative), yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausalitas antara
variabel-variabel melalui analisis data dalam rangka pengujian hipotesis.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode pengamatan penelitian dilakukan dari tahun 20052007. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteriakriteria tertentu (purposive sampling), yaitu: (1) Perusahaan yang digunakan adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, karena jumlah
populasinya lebih banyak dibandingkan dengan jenis perusahaan lainnya. (2) Sampel
yang diambil adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2005-2007. (3) Data-data yang digunakan pada laporan keuangan harus lengkap.
(4) Perusahaan yang telah terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia dan telah diaudit
oleh Auditor Independen. (5) Emiten termasuk kelompok perusahaan industri
manufaktur yang terdaftar di BEI yang mempublikasikan annual report (laporan
tahunan). (6) Perusahaan yang minimal memiliki data mengenai kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris independen, dan return saham
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil
dari laporan keuangan tahunan perusahaan berupa nilai rata-rata dari tahun 2005-2007.
1.6
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang relevan dalam penelitian ini, penulis
melakukan penelitian di Pojok Bursa Universitas Widyatama Bandung yang berlokasi di
Jl. Cikutra 204 A Bandung mulai pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010.
Download