BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelecehan Seksual 1. Pengertian

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelecehan Seksual
1. Pengertian Pelecehan Seksual
Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual adalah segala macam bentuk
perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol,
isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi seksual
bisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsur-unsur sebagai berikut,
yaitu adanya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku, kejadian ditentukan
oleh motivasi pelaku,kejadian tidak diinginkan korban, dan mengakibatkan
penderitaan pada korban.
Menurut Collier (1998), pengertian pelecehan seksual disini merupakan segala
bentuk perilaku bersifat seksual yang tidak diinginkan oleh yang mendapat
perlakuan tersebut, dan pelecehan seksual yang dapat terjadi atau dialami oleh
semua perempuan. Sedangkan menurut Rubenstein (dalam Collier,1998) pelecehan
seksual sebagai sifat perilaku seksual yang tidak diinginkan atau tindakan yang
didasarkan pada seks yang menyinggung penerima.
Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang
tidak diinginkan atau tidak dikehendaki dan berakibat mengganggu diri penerima
pelecehan. Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada bayaran seksual
bila ia menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan
8
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
9
merendahkan tentang orientasi seksual atau seksualitas, permintaan melakukan
tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi
seksual, semua dapat digolongkan menjadi pelecehan seksual.
Dari beberapa definisi pelecehan seksual diatas dapat disimpulkan bahwa
pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan,
dan tidak diundang yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dalam
bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
dikehendaki oleh korbannya.
2. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual
Secara umum, pelecehan seksual ada 5 bentuk, yaitu :
a. Pelecehan fisik, yaitu :
Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah keperbuatan seksual seperti mencium,
menepuk, memeluk, mencubit, mengelus, memijat tengkuk, menempelkan tubuh
atau sentuhan fisik lainnya.
b. Pelecehan lisan, yaitu :
Ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau
bagian tubuh atau penampilan seseorang, termasuk lelucon dan komentar
bermuatan seksual.
c. Pelecehan non-verbal/isyarat, yaitu :
Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan
berulang-ulang, menatap tubuh penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan, menjilat
bibir, atau lainnya.
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
10
d. Pelecehan visual, yaitu :
Memperlihatkan materi pornografi berupa foto, poster, gambar kartun,
screensaver atau lainnya, atau pelecehan melalui e-mail, SMS dan media
lainnya.
e. Pelecehan psikologis/emosional, yaitu :
Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak
diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang
bersifat seksual.
Pelecehan seksual yang dihadapi laki-laki maupun perempuan dalam berbagai
bentuknya, mulai dari komentar yang berkonotasi seksual dan kontak fisik
secara tersembunyi (memegang, sentuhan ke bagian tubuh tertentu) hingga
ajakan yang dilakukan secara terang-terangan dan serangan seksual (Santrock,
2007).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk pelecehan
seksual adalah pelecehan fisik, pelecehan lisan, pelecehan non-verbal/isyarat,
pelecehan visual, dan pelecehan psikologis/emosional.
3. Aspek-aspek Pelecehan Seksual
Mayer dkk. (1987) menyatakan secara umum dua aspek penting dalam
pelecehan seksual, yaitu aspek perilaku dan aspek situasional.
a. Aspek Perilaku
Pelecehan seksual sebagai rayuan seksual yang tidak dikehendaki
penerimanya, dimana rayuan tersebut muncul dalam beragam bentuk baik yang
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
11
halus, kasar, terbuka, fisik maupun verbal dan bersifat searah. Bentuk umum
dari pelecehan seksual adalah verbal dan godaan secara fisik dimana pelecehan
secara verbal lebih banyak daripada secara fisik. Para ahli tersebut menyebutkan
pelecehan dalam bentuk verbal adalah bujukan seksual yang tidak diharapkan,
gurauan atau pesan seksual yang terus-menerus, mengajak kencan terus menerus
walaupun telah ditolak, pesan yang menghina atau merendahkan, komentar yang
sugestif atau cabul, ungkapan sexist mengenai pakaian, tubuh, pakaian atau
aktivitas seksual perempuan, permintaan pelayanan seksual yang dinyatakan
dengan ancaman tidak langsung maupun terbuka.
b. Aspek situasional
pelecehan seksual dapat dilakukan dimana saja dan dengan kondisi tertentu.
Perempuan korban pelecehan seksual dapat berasal dari setiap ras, umur,
karakteristik, status perkawinan, kelas sosial, pendidikan, pekerjaan, tempat
kerja, dan pendapatan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek pelecehan
seksual adalah aspek perilaku dan aspek situasional.
B. Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol Diri
Calhoun dan Acocella, (1990). Mengatakan kontrol diri sebagai pengaturan
proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan arti lain
serangkaian proses yang membentuk kemampuan individu untuk menyusun,
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
12
membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa
individu kearah konsekuensi positif.
Menurut Chaplin, (1997). Menjelaskan bahwa self control atau kontrol diri
adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk
menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Thompson
mengartikan kontrol diri sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat
mencapai hasil-hasil yang diinginkan lewat tindakan diri sendiri. Karena itulah
menurutnya, perasaan dan kontrol dapat dipengaruhi oleh keadaan situasi, tetapi
persepsi kontrol diri terletak pada pribadi orang tersebut, bukan pada situasi.
Lazarus (1976) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu proses yang
didasarkan pada aspek kognitif yang menjadikan individu sebagai agen utama
dalam menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku
yang dapat membawa individu pada konsekuensi positif.
Menurut Goldfiled dan Merbaum (Muharsih, 2008), kontrol diri diartikan
sebagai kemampuan individu untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi
positif. Kontrol diri juga dapat diartikan sebagai perasaan bahwa seseorang dapat
membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan
akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.
Menurut Ghufron (dalam Widyari,R.2008) kontrol diri merupakan suatu
kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya,
selain itu juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
13
perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam
melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan
menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain,
selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.
Hurlock (dalam Ghufron,2010) menyatakan bahwa kontrol diri berkaitan
dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam
dirinya. Pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan
kematangan emosi. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila
tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat yang
tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat
diterima.
Menurut Hurlock (1994) kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk
membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku melalui
pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah konsekuensi positif.
Kemampuan
mengontrol
diri
berkaitan
dengan
bagaimana
seseorang
mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kontrol diri adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk selalu
mengarahkan, mengendalikan, mengatur, dan mengubah perilakunya ke arah yang
lebih positif.
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
14
2. Aspek-aspek Kontrol Diri
Berdasarkan konsep Averill (Ghufron, 2010) terdapat tiga aspek kontrol diri,
yaitu :
a. Kontrol perilaku (behavior control)
Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat
secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak
menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua
komponen, yaitu :
1) mengatur pelaksanaan (regulated administration), yaitu kemampuan
individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan,
apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan
kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan
sumber eksternal.
2) Kemampuan mengontrol stimulus (stimulus modifiability), merupakan
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang
tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu
mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara
rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus
sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.
b. Kontrol kognitif (cognitive control)
Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah
informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
15
menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi
psikologis atau mengurangi tekanan. Kemampuan ini terperinci atas dua
komponen, yaitu :
1) Kemampuan memperoleh informasi (information gain), dengan informasi
yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan
berbagai pertimbangan.
2) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan penilaian
berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau
peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.
c. Kemampuan mengontrol keputusan (decisional control)
Kemampuan mengontrol keputusan adalah kemampuan seseorang untuk
memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau
disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik
dengan adanya suatu kesempatan , kebebasan, atau kemungkinan pada diri
individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kontrol
diri adalah kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive
control), dan kemampuan mengontrol keputusan (decisional control).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Hurlock (dalam Arlyanti, 2012) mengemukakan faktor yang mempengaruhi
kontrol diri terdiri dari dua faktor, yaitu :
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
16
a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu
seperti kepribadian , kecerdasan emosi, minat, motif, pengetahuan, dan usia.
Faktor internal yang ikut andil dalam kontrol diri adalah usia. Semakin
bertambah usia seseorang maka semakin baik kemapuan mengontrol diri
seseorang.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan keluarga, terutama orang tua
menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang.
Baumeister dan Boden, 1998 (dalam Arlyanti, 2012), mengemukakan faktorfaktor yang mempengaruhi kontrol diri antara lain :
a. Orang tua
Hubungan anak dengan orang tua memberikan bukti bahwa ternyata
orang tua mempengaruhi kontrol diri anak-anaknya dengan keras dan secara
otoriter akan menyebabkan anaknya kurang dapat mengendalikan diri serta
kurang peka terhadap peristiwa yang dihadapi. Sebaiknya orang tua yang
sejak dini sudah mengajari anak untuk mandiri memberikan kesempatan
untuk menentukan keputusannya sendiri, maka anak akan lebih mempunyai
kontrol diri yang kuat.
b. Faktor budaya
Setiap individu yang hidup dalam suatu lingkungan akan terkait pada
budaya di lingkungan tersebut.setiap lingkungan akan mempunyai budaya
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
17
yang berbeda-beda dengan budaya dari lingkungan lain. Hal demikian
mempengaruhi kontrol diri individu sebagai anggota lingkungan tersebut.
c. Faktor kognitif
Berkenaan
dengan
kesadaran
berupa
proses-proses
seseorang
menggunakan pikiran, dan pengetahuannya untuk menggunakan kegiatan
yang dilakukan untuk mencapai suatu proses dan cara-cara yang tepat atau
strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah stressor. Individu yang
menggunakan kemampuan diharapkan memenipulasi tingkah laku sendiri
melalui intelektual. Jadi kemampuan intelektual individual mempengaruhi
seberapa besar individu memiliki kontrol diri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrol diri adalah faktor internal, faktor eksternal, orang
tua, faktor budaya, dan faktor kognitif.
C. Remaja
Menurut Hurlock (1991) istilah adolescence berasal dari bahasa latin
adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah remaja ini
mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental emosional, sosial
dan fisik. Secara psikologis masa remaja adalah usia saat individu mengalami
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa.
Agustiani (2007), mengemukakan masa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa anak menjadi masa dewasa. Pada masa ini individu
mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
18
tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga
mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula berkembangnya
kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai
mampu berfikir secara abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula
remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka
menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.
Offer & Schonert-Reichel (Papalia, Old, & Feldman, 2008) berpendapat
bahwa masa remaja adalah waktu meningkatnya perbedaan diantara anak muda
mayoritas, yang diarahkan untuk mengisi masa dewasa dan menjadikannya
produktif, dan minoritas (sekitar satu dari lima) yang akan berhadapan dengan
masalah besar.
Muangman (dalam Sarwono, 2011) menjelaskan remaja adalah suatu masa
saat individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang
penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Ciri-ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya
perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial
membawa berbagai dampak pada perilaku remaja. Secara ringkas, proses
perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
19
masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini Lerner & Hultsch (dalam
Agustiani, 2007) :
1. Perubahan fisik
Rangkaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh remaja
adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas
atau pada masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16
tahun pada pria (Hurlock, 1973). Hormon-hormon baru diproduksi oleh
kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan
memunculkan ciri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi
reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunan sudah mulai
bekerja.
2. Perubahan emosionalitas
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan
dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan
hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan
badaniah tersebut.
Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan dorongandorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru
menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan
sebelumnya. Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahanperubahan baru tersebut bisa membawa perubahan besar dalam fluktuasi
emosinya. Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
20
senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat
pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual. Ini semua
menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.
3. Perubahan kognitif
Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun in, remaja tidak
lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai
mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari
realitas. Imajinasi ini bisa terkait pada kondisi masyarakat, diri sendiri, aturanaturan orang tua, atau apa yang akan dia lakukan dalam hidupnya. Singkatnya,
segala sesuatu menjadi fokus dari kemampuan berpikir hipotesis, kontrafaktual,
dan imajinatif dari remaja.
4. Implikasi psikososial
Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah
mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional,
dan kognitif sedang mengalami perubahan besar. Sekarang dengan terbukanya
kemungkinan bagi semua objek untuk dipikirkan dengan cara yang hipotesis,
berbeda dan baru, dan dengan perubahan dirinya yang radikal, sepantasnyalah
bagi individu untuk memfokuskan pada dirinya sendiri dan mencoba mengerti
apa yang sedang terjadi.
Menurut Konopka (dalam Agustiani, 2007) secara umum masa remaja
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut :
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
21
a. Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak
tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap
bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman
sebaya.
b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang
baru. Teman sebaya masih memiliki peran penting, namun individu sudah
lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja
mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan
impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan
tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis
menjadi penting bagi individu.
c. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran
orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan
vokasional dan mengembangkan sense of personal identiti. Keinginan yang
kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan
orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah
individu yang berada di dalam suatu masa transisi atau peralihan dari masa
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
22
kanak-kanan ke masa dewasa. Pada masa peralihan terjadi banyak perubahan
baik perubahan fisik, psikologis dan sosial ekonomi. Pada masa-masa ini
sebagai masa yang penting dalam pembentukan kepribadian remaja. Batasan
remaja yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir usia 19
sampai 22 tahun.
D. Hubungan Kontrol Diri dengan Pelecehan Seksual
Menurut Goldfiled dan Merbaum (Muharsih, 2008), kontrol diri
diartikan sebagai kemampuan individu untuk menyusun, membimbing,
mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu
kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga dapat diartikan sebagai perasaan
bahwa seseorang dapat membuat keputusan dan mengambil tindakan yang
efektif untuk menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari akibat yang
tidak diinginkan.
Harter (dalam Muharsih, 2008). Menyatakan bahwa dalam diri seseorang
terdapat suatu sistem pengaturan diri (self-regulation) yang memusatkan
perhatian pada pengontrolan diri (self-control). Proses pengontrolan diri ini
menjelaskan bagaimana diri (self) mengatur dan mengendalikan perilaku dalam
menjalani kehidupan sesuai dengan kemampuan individu dalam mengendalikan
perilaku. Jika individu mampu mengendalikan perilakunya dengan baik, maka
seseorang tersebut akan dapat menjalani kehidupan dengan baik.
Menurut Winarsunu (2008). Pelecehan seksual adalah segala macam
bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
23
tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan,
simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual. Aktifitas yang
berkonotasi seksual bisa dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsurunsur sebagai berikut, yaitu adanya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh
pelaku, kejadian ditentukan oleh motivasi pelaku, kejadian tidak diinginkan
korban, dan mengakibatkan penderitaan pada korban.
Remaja sebagai bagian dari masyarakat memiliki kewajiban untuk
mematuhi aturan yang berlaku didalam masyarakat itu sendiri. Remaja dituntut
untuk dapat menahan keinginan yang dapat mengakibatkan perilaku negatif
(Noviana, 2003).
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kontrol diri
merupakan bagian yang penting dari remaja sebagai pengontrol dorongan dan
keinginan yang berasal dari dalam. Remaja yang kontrol dirinya kurang
cenderung berperilaku negatif, tidak mampu mengontrol perilaku-perilaku
negatif sehingga dapat melakukan pelecehan seksual.
E. Kerangka Pemikiran
Remaja
Kontrol Diri
Pelecehan Seksual
1. Berupa siulan
yang menggoda
2. Lelucon bersifat
menghina
3. Lelucon jorok
4. Merangkul
5. cubitan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
24
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah remaja UKM Olahraga dalam
masa perkembangannya yang ditandai dengan pertumbuhan primer dan sekunder,
mengalami kematangan yang sempurna. Hormonal menyebabkan perubahan
seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Seperti
tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis seks lain, remaja
menjadi lebih terorientasi secara seksual sehingga pada masa remaja ini muncul
permasalahan-permasalahan seksual diantaranya perilaku pelecehan seksual. Ini
semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.
Peranan kontrol diri merupakan bagian yang sangat penting dalam perkembangan
jiwa remaja. Pada remaja yang kurang memiliki kontrol diri, cenderung berperilaku
negatif, tidak mampu mengontrol perilaku-perilaku negatif sehingga dapat
melakukan pelecehan seksual.
F. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis penelitian yaitu : ada hubungan
antara kontrol diri dengan pelecehan seksual pada remaja di Unit Kegiatan
Mahasiswa Olahraga Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
HUBUNGAN ANTARA KONTROL ...,SUSI WIJI UTAMI, PSIKOLOGI, UMP 2016
Download