pengaruh asimetri informasi terhadap praktik

advertisement
efektif
Juni 2014Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
31
Vol. 5, No 1, Juni 2014, 31 - 47
PENGARUH ASIMETRI INFORMASI TERHADAP
PRAKTIK MANAJEMEN LABA
(STUDI PADA PERUSAHAAN LQ-45 YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA)
Agung Wicaksono
Politeknik Negeri Madiun
[email protected]
Handoko Arwi Hasthoro
Universitas Janabadra, Yogyakarta
[email protected]
ABSTRACT
This research aims to examine effects of information asymetry on earnings
management practices. Earnings management can be done with accrual approach.
This research use objects which listed in LQ-45 Index from Indonesian Stock Exchange
for 2009-2011. Data collected from ICMD (Indonesia Capital Market Directory) and
Indonesian Stock Exchange database. Purposive sampling method are used in collecting
data and consist of 90 observations. Multiple linear regression mode il employed to
examine the influence of information asymetry for earnings management practices. The
result shows that information asymetry are positive significant for earnings management
practices. This result supports Richardson (1998) and, Rahmawati et.al, (2006).
Keywords: Information Asymetry, Earnings Management, Discritionary Accruals,
Agency Theory.
PENDAHULUAN
Manajer yang bertanggung jawab
atas pengelolaan perusahaan harus
lebih banyak mengetahui informasi
yang bermanfaat untuk kelangsungan
hidup perusahaan, baik informasi internal
maupun prospek perusahaan di masa
yang akan datang bila dibandingkan
dengan pemegang saham. Oleh sebab itu,
manajer berkewajiban untuk memberikan
informasi tentang kondisi perusahaan
pada para pemegang saham. Informasi
yang
disampaikan
oleh
manajer
terkadang tidak sesuai dengan kondisi
perusahaan yang sebenarnya karena
manajer cenderung untuk melaporkan
sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya.
Keadaan ini dikenal dengan asimetri
informasi
(information
asymetric)
yang dapat memberikan kesempatan
pada manajer untuk melakukan praktik
manajemen laba (Richardson, 1998).
Manajer cenderung lebih melakukan
manajemen laba dengan mengendalikan
transaksi akrual. Transaksi akrual
merupakan
transaksi
yang
tidak
mempengaruhi aliran kas masuk (cash
inflow) maupun aliran kas keluar (cash
outflow). Akuntansi akrual terdiri
dari discretionary accruals (DA) dan
nondiscretionary
accruals
(NDA).
Discretionary accruals (DA) merupakan
akrual yang ditentukan manajemen
(management determined). Manajer
dapat
memilih
kebijakan
dalam
hal metoda dan estimasi akuntansi.
Non discretionary accruals (NDA)
merupakan akrual yang ditentukan atas
kondisi ekonomi (Yan, 2006).
32
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Keberadaan asimetri informasi
dianggap sebagai penyebab manajemen
laba. Richardson (1998) berpendapat
bahwa terdapat hubungan sistematis
antara asimetri informasi dengan tingkat
manajemen laba. Asimetri informasi akan
mendorong manajer untuk menyajikan
informasi yang tidak sebenarnya terutama
jika informasi tersebut berkaitan dengan
pengukuran kinerja manajer. Kualitas
laporan keuangan akan mencerminkan
tingkat manajemen laba.
Teori keagenan (agency theory)
mengimplikasikan bahwa ada asimetri
informasi antara manajer sebagai agen
dan pemilik (yaitu pemegang saham)
sebagai prinsipal. Asimetri informasi
muncul ketika manajer lebih mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan
di masa yang akan datang dibandingkan
pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai
perusahaan, ketika terdapat asimetri
informasi, manajer dapat memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan pada
investor guna memaksimisasi nilai saham
perusahaan. Sinyal
yang diberikan
dapat dilakukan melalui pengungkapan
(disclosure) informasi akuntansi. Manajer
sebagai pengelola mempunyai informasi
yang lebih banyak dibandingkan pihak
luar yang tidak mungkin mendapatkan
seluruh
informasi dan mempunyai
fleksibilitas
dalam
mempengaruhi
laporan
keuangan
khususnya laba
yang digunakan untuk memaksimalkan
kepentingan atau nilai pasar perusahaan
(Rahmawati, 2012:5).
Penelitian
Rahmawati
dkk.
(2006) menunjukkan bahwa asimetri
informasi berpengaruh positif signifikan
terhadap manajemen laba. Selanjutnya
penelitian Liu and Lu (2007) tentang
hubungan antara manajemen laba dan
tata kelola perusahaan di Cina dengan
memperkenalkan perspektif tunneling
Juni 2014
menunjukkan bahwa perusahaan dengan
tingkat tata kelola perusahaan yang lebih
tinggi memiliki tingkat manajemen laba.
Wright (2006) mengembangkan
penelitian dari Leuz et al. (2003)
dengan memeriksa kejadian manajemen
laba di negara-negara di mana tingkat
perlindungan investor yang diberikan oleh
lingkungan hukum yang tinggi, dengan
sampel perusahaan swasta di negara
Inggris dan Amerika dalam pembelian
manajemen (MBO) yang fokus pada
situasi epitomizing konflik antara orang
dalam perusahaan dan pemegang saham
luar. Hasil penelitian mengidentifikasi
sejumlah perbedaan dalam tata kelola
perusahaan antara kedua negara yang
dapat mempengaruhi manajemen laba.
Selanjutnya secara keseluruhan hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan antara manajer
di Inggris dan di AS dalam mengelola
pendapatan sebelum MBO, serta manajer
perusahaan di AS lebih agresif dari
pada manajer perusahaan di Inggris.
Sementara penelitian Awais dan Wang
(2011) menunjukkan bahwa karakteristik
tata kelola perusahaan memainkan peran
penting dalam mengurangi manajemen
laba.
Manajemen akrual dilakukan pada
akhir periode ketika manajer mengetahui
laba sebelum direkayasa sehingga dapat
mengetahui berapa besar manipulasi
yang diperlukan agar target laba tercapai.
Namun, manipulasi akrual dibatasi oleh
GAAP dan manipulasi akrual di tahuntahun sebelumnya. Selain itu, manipulasi
ini dapat terdeteksi oleh auditor, investor
ataupun badan pemerintah sehingga dapat
berdampak pada harga saham bahkan
menyebabkan kebangkrutan atau kasus
hukum. Oleh karena itu, terdapat cara
lain yang sering dilakukan oleh manajer
untuk
mengatur laba yaitu dengan
memanipulasi aktivitas riil (real activities
Juni 2014
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
manipulation). Manipulasi ini terjadi
sepanjang periode akuntansi dengan
tujuan spesifik yaitu memenuhi target
laba tertentu, menghindari kerugian, dan
mencapai target analyst forecast.
Dari penjelasan pada uraian tersebut
maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian ini sebagai berikut: “Apakah
asimetri informasi berpengaruh terhadap
praktik
manajemen
laba
dengan
pendekatan akrual?”
KERANGKA
TEORITIS
DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Agency Theory
Teori keagenan berusaha untuk
menjawab masalah keagenan yang terjadi
jika pihak-pihak yang bekerja sama
memiliki tujuan dan pembagian kerja yang
berbeda. Agency theory memprediksikan
dan menjelaskan perilaku kelompok
yang terlibat dalam perusahaan. Seorang
agen adalah seseorang yang dipekerjakan
untuk mewakili kepentingan orang lain.
Agency theory menaruh perusahaan itu
sendiri sebagai nexus (persimpangan)
hubungan agensi dan mencari untuk
memahami
perilaku
organisasional
dengan memeriksa bagaimana kelompok
pada hubungan agensi diantara perusahaan
memaksimalkan kepentingannya sendiri
(Wolk dan Tearney, 2008).
Konflik
kepentingan
yang
dikarenakan agen tidak selalu bertindak
sesuai dengan kepentingan prinsipal
memicu terjadinya biaya keagenan.
Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan
ada tiga jenis biaya keagenan. Prinsipal
dapat membatasi divergensi dari
kepentingannya dengan menetapkan
insentif yang layak dan dengan
mengeluarkan biaya monitoring yang
dirancang untuk membatasi aktivitasaktivitas yang menyimpang yang
dilakukan oleh agen. Dalam beberapa
33
situasi tertentu, agen memungkinkan
untuk membelanjakan sumber daya
perusahaan (biaya bonding - bonding
cost) untuk menjamin bahwa agen tidak
akan bertindak yang dapat merugikan
prinsipal atau untuk meyakinkan bahwa
prinsipal akan memberikan kompensasi
jika dia benar-benar melakukan tindakan
tersebut. Namun demikian, masih bisa
terjadi
divergensi antara keputusankeputusan agen dengan keputusankeputusan yang dapat memaksimalkan
kesejahteraan agen.
Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa hubungan keagenan
merupakan sebuah kontrak yang terjadi
antara manajer (agent) dengan pemilik
perusahaan
(principal).
Wewenang
dan tanggung jawab agent maupun
principal diatur dalam kontrak kerja
atas persetujuan bersama. Menurut
Anthony dan Govindarajan (1995) dalam
Widyaningdyah (2001) menyatakan
bahwa konsep agency theory adalah
hubungan atau kontrak yang terjadi
antara principal dan agent. Principal
mempekerjakan agent untuk melakukan
tugas untuk kepentingan principal,
termasuk
pendelegasian
otoritas
pengambilan keputusan dari principal
pada agent. Pada perusahaan yang
modalnya terdiri atas saham, pemegang
saham bertindak sebagai principal,
dan CEO (Chief Executive Officer)
sebagai agent mereka. Pemegang saham
mempekerjakan CEO untuk bertindak
sesuai dengan kepentingan principal.
Agency theory memiliki asumsi bahwa
masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan dirinya
sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent.
Pihak principal termotivasi mengadakan
kontrak untuk menyejahterakan dirinya
dengan profitabilitas perusahaannya
yang selalu meningkat. Salno dan
Baridwan (2000) menyatakan bahwa
34
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
konsep
manajemen
laba
tidak
terlepas dari teori keagenan. Teori
keagenan menyatakan bahwa praktik
manajemen laba dipengaruhi oleh
konflik kepentingan antara manajemen
dan pemilik yang timbul ketika setiap
pihak berusaha untuk mencapai dan
mempertahankan tingkat kemakmuran
yang dikehendakinya.
Eisenhardt (1989) dalam Ujiyanto
dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa
teori agensi menggunakan tiga asumsi
sifat manusia yaitu: (1) manusia pada
umumya mementingkan diri sendiri
(self interest), (2) manusia memiliki daya
pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan (3)
manusia selalu menghindari risiko (risk
averse). Konflik kepentingan semakin
meningkat terutama karena principal
tidak dapat memonitor aktivitas CEO
sehari-hari untuk memastikan bahwa
CEO bekerja sesuai dengan keinginan
pemegang saham. Principal tidak
memiliki informasi yang cukup tentang
kinerja agent. Agent mempunyai lebih
banyak informasi mengenai perusahaan
secara keseluruhan.
Hal inilah yang mengakibatkan
adanya ketidakseimbangan informasi
yang dimiliki oleh principal dan
agent (Nasution dan Setiawan, 2007).
Ketidakseimbangan informasi inilah
yang disebut dengan asimetri informasi.
Adanya asumsi bahwa individu-individu
bertindak
untuk
memaksimalkan
dirinya sendiri, mengakibatkan agent
memanfaatkan adanya asimetri informasi
yang dimilikinya untuk menyembunyikan
beberapa informasi yang tidak diketahui
principal. Asimetri informasi dan
konflik kepentingan yang terjadi antara
principal dan agent mendorong agent
untuk menyajikan informasi yang tidak
sebenarnya pada principal, terutama
jika informasi tersebut berkaitan dengan
pengukuran kinerja agent. Hal ini memacu
Juni 2014
agent untuk memikirkan bagaimana
angka akuntansi tersebut dapat digunakan
sebagai sarana untuk memaksimalkan
kepentingannya. Salah satu bentuk
tindakan agent tersebut adalah earnings
management (Richardson, 1998).
2. Asimetri Informasi
Laporan keuangan dibuat untuk
digunakan oleh berbagai pihak,termasuk
pihak internal perusahaan seperti
manajer, karyawan, serikat buruh
danlainnya.
Pihak yang sebenarnya
paling berkepentingan dengan laporan
keuangan adalah para pengguna eksternal
(pemegang saham, kreditor, pemerintah,
dan masyarakat). Para pengguna
internal (para manajemen) mengetahui
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
perusahaan, sedangkan pihak eksternal
yang tidak berada di perusahaan secara
langsung, tidak mengetahui informasi
tersebut sehingga tingkat ketergantungan
manajemen terhadap informasi akuntansi
tidak sebesar para pengguna eksternal.
Salah satu kendala yang muncul
antara agent dan principal adalah adanya
asimetri informasi. Asimetri informasi
adalah suatu keadaan dimana agent
mempunyai informasi
lebih banyak
tentang perusahaan dan prospek dimasa
yang akan datang dibandingkan dengan
principal. Kondisi ini memberikan
kesempatan pada agent menggunakan
informasi yang diketahuinya untuk
memanipulasi
pelaporan
keuangan
sebagai usaha untuk memaksimalkan
kemakmurannya. Asimetri informasi
ini mengakibatkan terjadinya moral
hazard berupa usaha manajemen untuk
melakukan
earnings
management
(Rahmawati dkk, 2006).
Menurut Scott (2009), terdapat
dua macam asimetri informasi yaitu:
(1) Adverse selection,
bahwa para
manajer serta orang-orang dalam lainnya
biasanya mengetahui lebih banyak
Juni 2014
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
tentang keadaan dan prospek perusahaan
dibandingkan pihak luar serta fakta-fakta
yang tidak disampaikan pada principal,
(2) Moral hazard, yaitu kegiatan yang
dilakukan oleh seorang manajer yang
tidak seluruhnya diketahui oleh investor
(pemegang saham, kreditor), sehingga
manajer dapat melakukan tindakan di
luar pengetahuan pemegang saham yang
melanggar kontrak dan secara etika atau
norma mungkin tidak layak dilakukan.
Dalam
penyajian
informasi
akuntansi, khususnya penyusunan laporan
keuangan, agent juga memiliki informasi
asimetri sehingga dapat lebih fleksibel
mempengaruhi pelaporan keuangan untuk
memaksimalkan kepentingannya. Tujuan
laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan ekonomi (IAI, 2009).
Dengan kondisi asimetri, agent dapat
mempengaruhi angka-angka akuntansi
yang disajikan dalam laporan keuangan
dengan cara melakukan manajemen laba.
3. Teori Bid-ask Spread
Jika investor ingin membeli atau
menjual suatu saham atau sekuritas lain
dipasar modal, biasanya melakukan
transaksi melalui broker/dealer yang
memiliki spesialisasi dalam suatu
sekuritas. Broker/dealer inilah yang
menjual pada investor untuk harga ask jika
investor ingin membeli suatu sekuritas.
Jika investor sudah mempunyai suatu
sekuritas dan ingin menjualnya, maka
broker/dealer ini yang akanmembeli
sekuritas dengan harga bid. Perbedaan
antara harga bid dan harga ask adalah
spread. Jadi bid-ask spread merupakan
selisih harga beli tertinggi bagi broker/
dealer yang bersedia unuk membeli suatu
35
saham dan harga jual dimana broker/
dealer bersedia untuk menjualsaham
tersebut.
Penggunaan bid-ask spread sebagai
proksi dari asimetri informasi menurut
Komalasari (2001) dikarenakan dalam
mekanisme pasar modal, pelaku pasar
modal juga menghadapi
masalah
keagenan. Partisipan pasar saling
berinteraksi di pasar modal guna
mewujudkan tujuannya yaitu membeli
atau menjual sekuritasnya, sehingga
aktivitas yang dilakukan dipengaruhi
oleh informasi yang diterima baik secara
langsung (laporan publik) maupun tidak
langsung (insider trading). Dealers atau
market-makers memiliki daya pikir
terbatas terhadap persepsi masa depan
dan menghadapi potensi kerugian ketika
berhadapan dengan informed traders.
Hal inilah yang menimbulkan adverse
selection yang mendorong dealers
untuk menutupi kerugian dari pedagang
terinformasi
dengan
meningkatkan
spread-nya terhadap pedagang likuid.
Dengan demikian asimetri informasi
yang terjadi antara dealer dan pedagang
terinformasi tercermin pada spread yang
ditentukannya (Komalasari, 2001).
4. Manajemen Laba
Schipper (1989) dalam Sutrisno
(2002) mendefinisikan manajemen laba
sebagai suatu intervensi yang memiliki
tujuan tertentu dalam proses pelaporan
keuangan eksternal, demi mendapatkan
keuntungan yang sifatnya pribadi.
Manajemen laba akan membuat laba tidak
sesuai dengan realitas ekonomi yang ada,
sehingga kualitas laba yang dilaporkan
menjadi rendah. Laba yang disajikan
mungkin tidak mencerminkan realitas
ekonomi, tetapi lebih karena keinginan
manajemen
untuk
memperlihatkan
sedemikian rupa sehingga kinerjanya
dapat terlihat baik.
36
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Dalam Setiawati dan Na’im
(2000) manajemen laba merupakan
campur tangan proses pelaporan
keuangan eksternal dengan tujuan untuk
menguntungkan diri sendiri. Manajemen
laba sendiri dapat mengakibatkan
berkurangnya
kredibilitas
laporan
keuangan, menambah bias dalam laporan
keuangan dan dapat membuat pemakai
laporan keuangan mempercayai angka
laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka
laba tanpa rekayasa.
Sementara menurut Surifah (1999)
manajemen laba akan membuat laba tidak
sesuai dengan realitas ekonomi yang ada,
ini berarti kualitas laba yang dilaporkan
menjadi rendah. Laba yang disajikan
mungkin tidak mencerminkan realitas
ekonomi, tetapi lebih karena keinginan
manajemen
untuk
memperlihatkan
sedemikian rupa atau menutupi realitas
yang ada. Manajemen laba dapat
dilakukan oleh pihak manajemen
dengan berbagai cara, seperti melakukan
perbedaan pengakuan pendapatan dan
biaya, mempercepat atau menunda
pendapatan dan biaya, menghilangkan
atau mengurangi discretionary cost dan
lainnya.
Menurut Achmad dkk. (2007)
terdapat pernyataan bahwa dalam
penerapan akuntansi akrual, prinsip
akuntansi berterima umum memberikan
fleksibilitas dengan mengijinkan manajer
untuk memilih kebijakan akuntansi
dalam pelaporan laba. Fleksibilitas
ini dimaksudkan agar manajer dapat
menginformasikan kondisi ekonomi
sesuai realitanya. Manajemen laba
merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (menurunkan) laba yang
dilaporkan saat kini dari suatu unit
yang menjadi tanggung jawab manajer
tanpa mengkaitkan dengan peningkatan
(penurunan)
profitabilitas
ekonomi
jangka panjang. Akuntansi akrual terdiri
Juni 2014
dari discretionary accruals (DA) dan
non discretionary accruals (NDA).
Discretionary Accruals (DA) merupakan
akrual yang ditentukan manajemen
(management determined).
Scott
(2009)
mengemukakan
beberapa motivasi terjadinya manajemen
laba, yaitu: (1) Bonus Purposes,
manajer yang memiliki informasi atas
laba bersih perusahaan akan bertindak
secara opportunistic untuk melakukan
manajemen laba dengan memaksimalkan
laba saat ini.(2) The debt covenant
hypotesis, manajemen akan berusaha
untuk meningkatkan laba agar tidak
melanggar perjanjian kredit yang
telah dilakukan serta demi menjaga
nama baik dan reputasi mereka. (3)
Political motivations, manajemen laba
digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkan pada perusahaan publik.
Perusahaan
cenderung
mengurangi
laba yang dilaporkan karena adanya
tekanan publik yang mengakibatkan
pemerintah menetapkan peraturan yang
lebih ketat. (4) Taxation motivations,
motivasi penghematan pajak menjadi
motivasi manajemen laba yang paling
nyata. Berbagai metode akuntansi
digunakan dengan tujuan penghematan
pajak pendapatan. (5) Pergantian CEO,
CEO yang mendekati masa pensiun
akan cenderung menaikkan pendapatan
untuk meningkatkan bonus mereka.
Ketika kinerja perusahaan buruk,
pendapatan akan dimaksimalkan agar
tidak diberhentikan. (6) Initital public
offering (IPO), perusahaan yang akan go
public belum memiliki nilai pasar, dan
menyebabkan manajer perusahaan yang
akan go public melakukan manajemen
laba dalam prospektusnya dengan
harapan dapat menaikkan harga saham
perusahaan.
Juni 2014
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
5. Pengembangan Hipotesis
Penelitian Chen (2005) mengenai
hubungan corporate governance dengan
manajemen laba setelah adanya corporate
governance best-practice principles pada
perusahaan yang terdaftar di Taiwan
Stock Exchange dan Gre Tai Securities
Market dengan manajemen laba. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa INBD
(independen director onboard), INSR
(independent supervisors on supervisory
board) berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba (discritionary accrual).
Richardson (1998) meneliti hubungan
asimetri informasi dan manajemen laba
pada semua perusahaan yang terdaftar
di New York Stock Exchange (NYSE)
periode akhir Juni selama 1988-1992.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang sistematis
antara magnitut asimetri informasi dan
tingkat manajemen laba. Fleksibilitas
manajemen untuk memanajemenkan laba
dapat dikurangi dengan menyediakan
informasi yang lebih berkualitas bagi
pihak luar. Kualitas laporan keuangan
akan mencerminkan tingkat manajemen
laba.
Selanjutnya, Trueman dan Titman
(1988), yakin bahwa asimetri informasi
sebagai keadaan untuk manajemen
laba. Trueman dan Titman (1988)
berasumsi terdapat tumpang tindih
dalam pemilik. Selling shareholders
menginstruksikan manajemen untuk
mengikuti beberapa strategi manajemen
laba untuk menciptakan impress yang
menguntungkan dalam grup pembelian.
Manajer mengetahui sesuatu tentang
earnings yang pemegang saham
tidak mengetahuinya. Diasumsikan
proprietory cost dari pengungkapan,
peraturan akuntansi dan institusi lain dan
pemaksaan kontrak mengusulkan terdapat
hambatan komunikasi antara manajemen
dan pemegang saham. Asimetri informasi
37
tidak terhambur sepanjang waktu
karena bentuk informasi yang terhalang
tidak dapat dieliminasi oleh perubahan
perjanjian kontrak. Veronica dan Bachtiar
(2004) melakukan penelitian mengenai
pengaruh manajemen laba terhadap Good
Corporate Governance dan asimetri
informasi pada semua perusahaan yang
terdaftar di BEI kecuali perusahaan
yang bergerak di bidang keuangan,
telekomunikasi, serta perusahaan real
estate dan property. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa asimetri informasi
berpengaruh positif signifikan dengan
manajemen laba. Namun variabel
Corporate Governance (kepemilikan
institusional, kualitas audit, dan proporsi
komisaris independen) tidak berpengaruh
signifikan dengan manajemen laba. Hanya
variabel komite audit yang berpengaruh
signifikan.
Penelitian Veronica dan Utama
(2005) mengenai pengaruh struktur
kepemilikan,
ukuran
perusahaan,
dan praktek corporate governance
terhadap pengelolaan laba (earnings
management) dengan sampel 144
perusahaan pada periode nonkrisis (19951996, 1999-2002) menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan dan kepemilikan
keluarga berpengaruh terhadap besaran
pengelolaan laba. Variabel kepemilikan
institusional, komposisi dewan komisaris
dan keberadaan komite audit tidak
berpengaruh terhadap praktik manajemen
laba.
Penelitian Ujiyanto dan Pramuka
(2007) dengan menggunakan sampel pada
30 perusahaan pada sektor manufaktur
dari tahun 2001-2004 menunjukkan hasil
bahwa (1) kepemilikan institusional tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba, (2) kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif
signifikan terhadap manajemen laba, (3)
proporsi dewan komisaris independen
38
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
berpengaruh positif signifikan terhadap
manajemen laba, dan (4) jumlah dewan
komisaris tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
Awais dan Wang (2011) meneliti
tentang
karakteristik
corporate
governace dengan manajemen laba
dan sebagai proxy manajemen laba
adalah akrual normal modal kerja dengan
menggunakan model modifikasi Jones
untuk menghitung diskresioner akrual
(DAC) pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Shanghai dan Shenzhen bursa
saham, Cina. Hasil menunjukkan bahwa
karakteristik tata kelola perusahaan
berperan penting dalam mengurangi
manajemen laba dan ada hubungan
positif dan signifikan antara manajemen
laba serta ada perbedaan karakteristik
tata kelola perusahaan seperti dualitas
CEO, rapat dewan, direksi perempuan
dan konsentrasi kepemilikan dan tidak
menemukan bukti hubungan antara
ukuran dewan direksi, kepemilikan saham
direktur dan proporsi direksi independen
dengan DACserta antara kehadiran audit
komite dan DAC.
Rahmawati
dkk,
(2006)
menggunakan ukuran perusahaan sebagai
variabel kontrol, terhadap manajemen
laba dan menunjukkan hasil bahwa
variabel SIZE (ukuran perusahaan)
tidak mampu menjadi variabel kontrol
karena R2 ukuran perusahaan lebih besar
daripada R2 asimetri informasi yaitu
sebesar 0.183306 < 0.267580.
Hasil penelitian Awais dan Wang
(2011) tentang karakteristik tata kelola
perusahaan dalam mengurangi manajemen
laba antara perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Shanghai dan Shenzhen
bursa saham, Cina menunjukkan bahwa
karakteristik tata kelola perusahaan
berperan penting dalam mengurangi
manajemen laba dan ditemukan ada
hubungan positif dan signifikan antara
Juni 2014
manajemen laba. Selanjutnya juga ada
perbedaan karakteristik tata kelola
perusahaan seperti dua litas CEO, rapat
dewan, direksi perempuan dan konsentrasi
kepemilikan. Hasil juga mnunjukkan
tidak ada hubungan antara ukuran dewan
direksi, kepemilikan saham direktur dan
proporsi direksi independen dengan DAC
serta antara kehadiran audit komite dan
DAC. Sedangkan variabel kontrol yang
digunakan adalah leverage dan ROA
yang berpengaruh signifikan terhadap
discretionary accruals.
Keberadaan asimetri informasi
dianggap sebagai penyebab manajemen
laba. Richardson (1998) berpendapat
bahwa terdapat hubungan yang sistematis
antara asimetri informasi dengan tingkat
manajemen laba. Adanya asimetri
informasi akan mendorong manajer
untuk menyajikan informasi yang tidak
sebenarnya terutama jika informasi
tersebut berkaitan dengan pengukuran
kinerja manajer. Fleksibilitas manajemen
untuk memanajemeni laba dapat dikurangi
dengan menyediakan informasi yang
lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas
laporan keuangan akan mencerminkan
tingkat manajemen laba.
Asimetri informasi muncul ketika
manajer lebih mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di
masa yang akan datang dibandingkan
pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai
perusahaan, ketika terdapat asimetri
informasi, manajer dapat memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan
pada investor guna memaksimisasi nilai
saham perusahaan. Sinyal yang diberikan
dapat dilakukan melalui pengungkapan
(disclosure) informasi.
Cristie & Zimmerman (1994)
membuktikan
bahwa
perusahaan
yang melakukan take over cenderung
memilih metoda depresiasi dan metode
Juni 2014
39
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
pencatatan persediaan, yang dapat
meningkatkan laba akuntansi. Dari hasil
menunjukkan bahwa terdapat sikap
opportunistic manajemen dalam kasus
ambilalih perusahaan, sekalipun alasan
utama pemilihan metode akuntansi
didasarkan pada pertimbangan efisiensi
atau pertimbangan memaksimalkan nilai
perusahaan.
Dari uraian di atas maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
Ha: Asimetri informasi berpengaruh
positif pada praktik manajemen
laba dengan pendekatan akrual.
6. Kerangka Pemikiran
Teori keagenan (agency theory)
memiliki asumsi bahwa masing-masing
individu
semata-mata
termotivasi
oleh kepentingan diri sendiri sehingga
menimbulkan
konflik
kepentingan
antara principal dan agent. Masalah
keagenan muncul karena adanya perilaku
oportunistik dari agent, yaitu perilaku
manajemen untuk memaksimumkan
kesejahteraannya sendiri yang berlawanan
dengan kepentingan principal. Manajer
memiliki dorongan untuk memilih dan
menerapkan metoda akuntansi yang
dapat memperlihatkan kinerjanya yang
baik untuk tujuan mendapatkan bonus
dari principal.
Asimetri informasi merupakan
suatu keadaan dimana manajer memiliki
akses informasi atas prospek perusahaan
yang tidak dimiliki oleh pihak luar
perusahaan. Adanya asimetri informasi
memungkinkan
manajemen
untuk
melakukan manajemen laba. Keberadaan
asimetri informasi dianggap sebagai
penyebab manajemen laba. perusahaan
yang melakukan take over cenderung
memilih metode depresiasi dan metode
pencatatan persediaan, yang dapat
meningkatkan laba akuntansi (Cristie &
Zimmerman, 1994). Asimetri informasi,
kinerja masa kini dan masa depan, faktor
leverage, ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan pada manajemen laba (Halim
dan Tobing, 2005).
Ukuran perusahaan merupakan
faktor yang mempengaruhi manajemen
laba selain asimetri informasi. Ukuran
perusahaan merupakan suatu skala yang
dapat diklasifikasikan besar kecilnya
perusahaan menurut berbagai cara, antara
lain: total aktiva (Marihot dan Doddy,
2007), total penjualan (Nuryaman, 2008),
kapitalisasi pasar (Halim dan Tobing,
2005). Nuryaman (2008) membuktikan
bahwa semakin besar ukuran perusahaan,
maka manajemen laba semakin menurun.
Perusahaan-perusahaan yang lebih besar
memiliki dorongan yang lebih besar
untuk melakukan perataan laba (salah satu
bentuk manajemen laba) dibandingkan
dengan perusahaan kecil, karena memiliki
biaya politik lebih besar (Moses, 1997
dalam Nuryaman, 2008). Semakin besar
risiko dan prospek pertumbuhan investasi
perusahaan maka semakin kecil tingkat
manajemen laba. Ini disebabkan karena
asimetri informasi akan terjadi pada
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
investasi yang tinggi pula. Sedangkan
semakin besar perusahaan, semakin besar
pula tingkat manajemen laba (Rahmawati,
2012:5).
Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapat digambarkan kerangka pemikiran
penelitian ini sebagai berikut:
Variabel Independen
Asimetri Informasi H a +
Bid-ask Spread
Variabel Dependen
Manajemen Laba
- Discretionary Accrual
Variabel Kontrol
- Total Asset
- Leverage
- ROA
Gambar 1. Kerangka Pikir
40
Juni 2014
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
METODE PENELITIAN
1. Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perusahaan LQ 45 yang ada di
BEI pada tahun 2009 sampai 2011. Sampel
penelitian adalah perusahaan LQ-45 yang
memiliki kriteria tertentu, yang diambil
dengan metode purposive sampling.
Pengambilan
sampel
perusahaan
dilakukan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
a. Perusahaan termasuk perusahaan LQ
45 yang sudah go public yang terdaftar
di BEI selama periode 2009 sampai
dengan 2011, kecuali perusahaan
perbankan yang dikarenakan tidak
mempunyai laporan tentang arus
kas kegiatan operasi yang dijadikan
perhitungan aktivitas riil dalam
penelitian ini.
b. Data laporan keuangan perusahaan
tersedia berturut-turut untuk tahun
pelaporan dari 2009 sampai dengan
2011yang dinyatakan dalam Rupiah.
c. Perusahaan
sampel
tersebut
mempublikasikan laporan keuangan
auditor dengan menggunakan tahun
buku yang berakhir pada tanggal 31
Desember,
d. Data harga saham tersedia selama
periode pengamatan.
e. Data yang tersedia lengkap (data
secara keseluruhan tersedia pada
publikasi periode 31 Desember 2009
- 2011), baik data yang diperlukan
untuk menghitung asimetri informasi
dan data yang diperlukan untuk
mendeteksi manajemen laba.
2. Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional
Variabel pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang dapat diberi nilai. Variabel
dalam penelitian diklasifikasikan sebagai
berikut ini:
a. Variabel Independen - Bid-ask
spread
Dalam penelitian ini asimetri
informasi
merupakan
variabel
independen. Asimetri informasi muncul
ketika manajer lebih mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa
yang akan datang dibandingkan pemegang
saham dan stakeholder lainnya. Asimetri
informasi diukur dengan menggunakan
relative bid-askspread (Rahmawati dkk.
2006) yang dioperasikan sebagai berikut:
SPREAD = (aski,t – bidi,t) / {(aski,t + bidi,t)/
2} x 100
Model untuk
adalah:
SPREADi,t
menyesuaikan
spread
α0 + α1PRICEi,t + α2VARi,t +
α3TRANSi,t + α4DEPTHi,t +
ADJSPREADi,t
=
Keterangan:
Aski,t
: harga ask tertinggi saham perusahaan i yang
terjadi pada hari t
Bidi,t
: harga bid terendah saham perusahaan i yang
terjadi pada hari t
PRICEi,t
: harga penutupan saham perusahaan i pada
hari t
TRANSi,t
: jumlah transaksi suatu saham perusahaan i
pada hari t
VARi,t
: variasi return harian selama periode
penelitian pada saham perusahaan i pada
hari ke t.
Return harian: merupakan persentase perubahan harga saham
pada hari ke t dengan harga saham pada hari
sebelumnya (t-1).
Penghitungan varians return sebagai
berikut:
∑(Ri-R)²
Var = ──────
n
DEPTHi,t
:
ADJSPREADi,t
:
rata-rata jumlah saham perusahaan
i dalam semua quotes (jumlah yang
tersedia pada ask ditambah jumlah
yang tersedia pada saat bid dibagi
dua) selama setiap hari t.
residual error yang digunakan
sebagai ukuran SPREAD yang
telah disesuaikan untuk perusahaan
i pada hari ke t.
b. Variabel Dependen -Manajemen
Laba
melalui
Discretionary
Accruals
Dalam penelitian ini manajemen laba
adalah variabel dependen. Manajemen
Juni 2014
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
laba yang dimaksud adalah tindakan
manajemen yang dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan kemakmuran
individu atau untuk meningkatkan nilai
perusahaan.
Manajemen laba diukur melalui
discretionary accruals (DA) yang
dihitung dengan cara menselisihkan total
accruals (TACC) dan nondiscretionary
accruals (NDACC). Dalam menghitung
DACC, digunakan modified Jones model.
Modified Jones model dapat mendeteksi
manajemen laba lebih baik dibandingkan
dengan model-model lainnya sejalan
dengan hasil penelitian Dechow dkk.
(1995). Model perhitungannya sebagai
berikut (Rahmawati, dkk. 2006):
TACCit
TACCit/TAi,t-1
:
:
EBXTit – OCFit
β1 (1/TAi,t-1) + β2 (ΔREVit/
TAi,t-1) + β3 (PPEit/ TAi,t-
Dari persamaan regresi di atas,
NDACC
dapat
dihitung
dengan
memasukkan kembali koefisien-koefisien
β:
NDACCit
:
Dait
:
β1 (1/TAi,t-1) + β2 ((ΔREVitΔRECit)/TAi,t-1) + β3 (PPEit/
TAi,t-1)
(TACCit/TAi,t-1) – NDACCit
Keterangan
Dait
:
discretionary accruals perusahaan i pada
tahun t
TACCit
:
total Accruals perusahaan i pada periode t
EBXTit
:
earnings Before Extraordinary Items
perusahaan i pada periode t
OCFit
:
operating Cash Flow perusahaan i pada
periode t
TAi,t-1
:
total aktiva perusahaan i pada periode t-1
ΔREVit
:
perubahan pendapatan perusahaan i dalam
tahun t
ΔRECit
:
perubahan piutang usaha perusahaan i
dalam tahun t
PPEit
:
nilai aktiva tetap (gross) perusahaan i pada
periode t
41
C. Variabel Kontrol
Variabel kontrol didefinisikan sebagai
variabel yang faktornya dikontrol oleh
peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya.
Jika tidak dikontrol variabel tersebut akan
mempengaruhi gejala yang sedang dikaji.
Variabel kontrol berguna untuk menghin
dari adanya bias dalam hasil penelitian.
Variabel kontrol dalam penelitian ini
adalah total asset, leverage, dan Return
On Assets.
METODE ANALISIS DATA
1. Uji Asumsi Klasik
b. Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk
menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal. Pengujian
dilakukan dengan uji statistik nonparametrik Kolmogrov Smirnov atau
K-S (Ghozali, 2006). Suatu regresi
berdistribusi data residual normal apabila
hasil uji K-S memiliki tingkat signifikansi
lebih besar dari 0,05 (> 0,05).
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan
untuk menguji ada tidaknya korelasi
antarvariabel bebas/independen dalam
model. Model yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi antarvariabel independen
(Ghozali, 2006). Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolinearitas digunakan
nilai tolerance dan nilai variance inflation
factor (VIF). Suatu model terdapat multi
kolinearitas apabila nilai tolerance < 0,10
atau sama dengan nilai VIF > 10.
c. Uji Autokorelasi
Uji
Autokolerasi
digunakan
untuk menguji ada tidaknya korelasi
antarresidual pada periode t dengan
residual periode t-1 (sebelumnya) dalam
model. Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi
42
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan
satu sama lainnya (Ghozali, 2006).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji ada tidaknya
ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah tidak
terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2006). Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisidas digunakan
metode grafik plot antara nilai prediksi
variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID.
dinyatakan dengan koefisien determinasi
majemuk (R²).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Sampel
Penelitian
Populasi penelitian sebesar 45
perusahaan LQ 45 yang terdaftar di BEI
periode 2009-2011. Dari 45 perusahaan
tersebut sebanyak 30 perusahaan diambil
sebagai sampel berdasarkan kriteriakriteria tertentu. Total unit analisis ada
90.
Tabel 1. Jumlah Penentuan Sampel
Keterangan
ANALISIS DATA
Perusahaan LQ 45
1. Regresi Linear Berganda
Variabel dependen dalam penelitian
ini yaitu manajemen laba diprediksikan
dipengaruhi oleh variabel independen
yaitu asimetri informasi. Uji regresi
dilakukan dengan tingkat keyakinan 95%
dan alpha 5%. Persamaan regresi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
- Perusahaan yang
dikeluarkan dari sampel
- Data perusahaan yang
tidak lengkap
Perusahaan digunakan
sebagai sampel setiap tahun
Jumlah observasi
Total unit analisis
DACC = α + β1ADJSPREAD + β2logUKPe +
αβ3LEV + α4 ROA
Keterangan :
α
β
DACC
RAM
AJDSPREAD
logUKP
LEV
ROA
:
:
:
:
:
:
:
:
konstanta
koefisien regresi
discretionary accruals
real Activity Manupulation
proksi asimetri informasi
logaritma ukuran perusahaan
leverage
Return On Asset
2. Koefisien Determinasi (Uji R2)
(Goodness of Fit)
Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat kepastian yang
paling baik dalam analisis regresi yang
Juni 2014
Jumlah
Perusahaan
45
(8)
(7)
30
3
90
Sumber: Data Diolah
2. Uji Asumsi Klasik
Hasil pengujian asumsi klasik
menunjukkan bahwa model regresi
dalam penelitian ini terbebas dari
masalah-masalah asumsi klasik yaitu:
(1) Nilai asymp. signifikan sebesar 0,789
(>0,05) yang berarti data berdistribusi
normal. (2) Nilai VIF semua variabel
independen di atas 1 dan di bawah 10
yang berarti tidak terjadi multikolinear
antar variabel independen (lihat Tabel
2). (3) Nilai Durbin –Watson 2,132 yang
berarti tidak terjadi autokorelasi antar
variabel independen dari waktu yang satu
dengan waktu yang lain dalam amatan.
(4) Darigrafik plot menunjukan gambar
yang tidak berpola tertentu sehingga
model dikatakan bebas dari masalah
heteroskedastisitas (lihat Gambar 1).
Juni 2014
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
Tabel 2. Uji Multikolinearitas
Model
1
ADJSPREAD
LogUKP
LEV
ROA
Collinearity Statistics
Tolerance
,939
,916
,863
,923
VIF
1,065
1,092
1,159
1,083
Sumber: Data Diolah
Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas
3. Analisis Persamaan Regresi
Data dalam penelitian ini dianalisis
dengan regresi linier berganda (multiple
regression) untuk mengetahui pengaruh
variabel independen yaitu manajemen laba
dengan proksi discretionary accrual yang
diprediksikan dipengaruhi oleh variabel
independen yaitu asimetri informasi.
Hasil dari uji regresi menghasilkan
persamaan sebagai berikut:
DACC = -0,623 + 0,617Adjspread +
0,082logUKP – 0,120LEV +
0,002ROA.
Hasil analisis regresi secara lengkap
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Variabel
(Constant)
ADJSPREAD
LogUKP
LEV
ROA
R Square
Adjusted R-Square
F
Sig
Sumber: Data Diolah
Koefisien
-,623
,617
,082
-,120
,002
0,185
0,146
4,815
0,002
T
-2,899
3,351
2,707
-1,654
1,702
Sig
,005
,001
,008
,102
,092
43
Dari hasil pengujian menunjukkan
bahwa adjusted R2 sebesar 0,146 artinya
sebesar 14,60 % variasi dari discretionary
accruals dapat dijelaskan oleh variabel
adjspred, log UKP, leverage dan ROA
sedangkan 85,40% diterangkan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan
dalam model regresi.
Variabel adjspread mempunyai
pvalue < 0,05 artinya bahwa secara
parsial ada pengaruh signifikan adjspread
terhadap discretionary accrual. Variabel
log UKP mempunyai pvalue < 0,05
artinya bahwa secara parsial ada pengaruh
signifikan log UKP terhadap discretionary
accrual. Variabel leverage mempunyai
pvalue > 0,05 artinya bahwa secara
parsial tidak ada pengaruh signifikan
leverage terhadap discretionary accrual.
Variabel ROA mempunyai pvalue >
0,05 artinya bahwa secara parsial tidak
ada pengaruh signifikan ROA terhadap
discretionary accrual.
4. Pembahasan
Asimetri informasi (adjspread)
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba (discretionary accrual). Asimetri
informasi muncul ketika manajer
lebih mengetahui informasi internal
dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemegang
saham dan stakeholder lainnya. Jika
dikaitkan dengan peningkatan nilai
perusahaan, ketika terdapat asimetri
informasi, manajer dapat memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan
pada investor guna memaksimisasi nilai
saham perusahaan. Sinyal yang diberikan
dapat dilakukan melalui pengungkapan
(disclosure) informasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Richardson (1998)
bahwa terdapat hubungan yang sistematis
antara asimetri informasi dengan tingkat
manajemen laba. Adanya asimetri
informasi akan mendorong manajer
untuk menyajikan informasi yang tidak
44
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Juni 2014
sebenarnya terutama jika informasi
tersebut berkaitan dengan pengukuran
kinerja manajer.
menggunakan dana dengan beban tetap
sehingga menghasilkan leverage yang
menguntungkan atau efek yang positif.
Fleksibilitas manajemen untuk
memanajemen laba dapat dikurangi
dengan menyediakan informasi yang
lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas
laporan keuangan akan mencerminkan
tingkat manajemen laba. Hasil penelitian
ini mendukung penelitian Rahmawati
(2006) bahwa asimetri informasi
berpengaruh positif signifikan terhadap
manajemen laba, dan menganggap bahwa
keberadaan asimetri informasi sebagai
penyebab manajemen laba.
Variabel ROA tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba, sehingga ROA
tidak dapat dijadikan variabel kontrol,
yang berarti kinerja perusahaan sampel
tidak terkonsentrasi oleh manipulasi laba
serta pengungkapan laporan keuangan.
Logaritma
ukuran
perusahaan
berpengaruh
terhadap
manajemen
laba dikarenakan ukuran perusahaan
merupakan faktor yang mempengaruhi
manajemen laba selain asimetri informasi.
Ukuran perusahaan merupakan suatu
skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecilnya perusahaan menurut berbagai
cara, antara lain log total aktiva (Marihot
dan Doddy, 2007).
Nuryaman (2008) membuktikan
bahwa semakin besar ukuran perusahaan,
maka manajemen laba semakin menurun.
Perusahaan-perusahaan yang lebih besar
memiliki dorongan yang lebih besar
untuk melakukan perataan laba (salah satu
bentuk manajemen laba) dibandingkan
dengan perusahaan kecil, karena memiliki
biaya politik lebih besar (Moses, 1997).
Sedangkan menurut. Rahmawati (2012:
5) semakin besar perusahaan, maka
semakin besar pula tingkat manajemen
laba.
Variabel leverage tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba, sehingga
leverage tersebut tidak dapat dijadikan
variabel kontrol, yang berarti rata-rata
perusahaan sampel tidak tergantung
pada utang dalam membiayai aktiva
perusahaannya,
tetapi
perusahaan
KESIMPULAN, KETERBATASAN,
DAN REKOMENDASI
Penelitian ini memberikan beberapa
simpulan, saran dan keterbatasan.
1. Kesimpulan
Asimetri informasi berpengaruh
positif terhadap praktek manajemen laba
melalui pendekatan akrual. Hal ini sejalan
dengan penelitian Richardson (1998)
yang menunjukkan bahwa keberadaan
asimetri informasi dianggap sebagai
penyebab manajemen laba.
Variabel independen yaitu adjspread,
log UKP, leverage, dan ROA secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap
variabel Discretionery Accruals.
2. Keterbatasan
Jumlah perusahaan yang menjadi
sampel penelitian ini masih terlalu
sedikit, karena hanya mengambil sampel
30 perusahaan yang terdaftar di indeks
LQ-45 BEI dengan periode penelitian
yang cukup pendek, yaitu mulai tahun
2009 sampai dengan tahun 2011.
Penelitian ini masih menggunakan
discretionery accruals sebagai proksi
manajemen laba.
3. Rekomendasi
Untuk penelitian selanjutnya dapat
menambah sampel penelitian, bukan
hanya perusahaan yang terdaftar di
Juni 2014
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
indeks LQ-45 BEI, akan tetapi seluruh
perusahaan yang yang terdaftar di BEI.
Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil
yang lebih bisa digeneralisasi dan agar
dengan menggunakan seluruh perusahaan
dapat memberikan hasil yang berbeda
atau sama.
Untuk
penelitian
selanjutnya
dapat mempertajam penelitian dengan
menggunakan manipulasi aktivitas riil
sebagai proksi manajemen laba.
Oleh karena variabel leverage dan
Return on Asset (ROA) tidak dapat
dijadikan variabel kontrol, sehingga perlu
untuk mencari variabel kontrol lainnya,
seperti price to book valuedan board
independent.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, K., I. Subekti, dan S. Atmini.
2007. Investigasi Motivasi
dan Strategi Manajemen Laba
pada Perusahaan Publik di
Indonesia. Makalah disajikan
pada Simposium Nasional
Akuntansi X
45
Christie, A.A., and J. Zimmerman. 1994.
Efficient and Opportunistic
Choice
of
Accounting
Procedure: Corporate Control
Contests. The Accounting
Review 69: 539-566.
Dechow,
P., R.G. Sloan,. A.P.
Sweeny.
1995.
Causes
and
Consequences
of
Earning Manipulation: An
Analysis of Firms Subject to
Enforcement Actions by SEC.
Contemporary
Accounting
Research 13 (1): 1-36.
Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI). 2003.
Peranan Dewan Komisaris
dan Komite Audit dalam
Pelaksanaan
Corporate
Governance (Tata Kelola
Perusahaan).
Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate
dengan
Program SPSS, Semarang:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Awais, M. G., dan Z. Wang, 2011.
Corporate
Governance
Characteristics and Earnings
Management:
Empirical
Evidence from Chinese Listed
Firms. International Journal
of Accounting and Financial
Reporting. Vol. 1, No. 1
Halim, J., C. Meiden., dan R.L. Tobing.
2005. Pengaruh Manajemen
Laba
pada
Tingkat
Pengungkapan
Laporan
Keuangan pada Perusahaan
Manufaktur yang Termasuk
dalam Indeks LQ-45. SNA
VIII.
Chen, K.Y. 2005. Corporate Governance
and Earning Management:
The Implication of Corporate
Governance
Best-Practice
Principles for Taiwanse Listed
C o m p a n i e s . Yu n g - M i n g
Hsieh. Lecturer of Accounting
Soochow
University.
Department of Accounting
Taipei, Taiwan 100.
Jensen, M.C., and W.H. Meckling. 1976.
Theory of the firm: Managerial
behavior, Agency costs and
ownership structure. Journal
of Financial Economics 3(4):
305-360.
Komalasari, P.T. 2001. Asimetri
Informasi dan Cost of Equity
Capital. Paper disampaikan
46
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
dalam Simposium Nasional
Akuntansi III
Liu, Q., dan Z. Lu. 2007. Corporate and
earning management in the
Chines listed companies:A
tunneling perspective. Journal
of corporate finance 13 (2007)
881-906.
Nasution,
M., dan D.
2007. Pengaruh
Governance
Manajemen Laba
Perbankan
Simposium
Akuntansi X.
Setiawan.
Corporate
Terhadap
di Industri
Indonesia.
Nasional
Nuryaman. 2008. Pengaruh konsentrasi
kepemilikan,
ukuran
perusahaan, dan mekanisme
corporate
governance
terhadap manajemen laba.
SNA XI Pontianak.
Rahmawati, dkk. 2006.
Pengaruh
Asimetri Informasi terhadap
Praktik Manajemen Laba pada
Perusahaan Perbankan Publik
yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta, Simposium Nasional
Akuntansi IX.
Rahmawati. 2012. Teori Akuntansi. Edisi
Pertama. Jogjakarta: Graha
Ilmu.
Richardson, V. J. 1998. Information
assymetry
and
earning
management: some evidence.
Available at http://dx.doi.
org/10.2139/ssrn.83868
Salno,
H.M. dan Baridwan. 2000.
Analisis Perataan Penghasilan
(income Smoothing): Faktorfaktor yang Mempengaruhi
dan Kaitannya dengan Kinerja
Saham Perusahaan Publik
Juni 2014
di Indonesia. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, 3 (1):
17-34.
Scott, W. R. 2009. Financial Accounting
Theory. Fifth Edition. USA:
Prentice-Hall.
Setiawati, L. dan A. Na’im. 2000.
Manajemen Laba. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis 15 (4):
424-441.
Surifah. 1999. Analisis Penggunaan
Rasio Keuangan Sebagai Alat
Prediksi Kegagalan Bank.
Tesis Tidak Dipublikasikan
FEB UGM
Sutrisno. 2002. Studi Manajemen Laba
(Earnings
Management):
Evaluasi Pandangan Profesi
Akuntansi, Pembentukan dan
Motivasinya. KOMPAK No.5
pp. 158-179.
Trueman, B. and S. Titman. 1988. An
Explanation for Accounting
Income Smoothing. Journal
of Accounting Research 26:
127-139.
Ujiyantho, M. A. dan B. A. Pramuka.
2007. Mekanisme Corporate
Governance,
Manajemen
Laba dan Kinerja Keuangan.
Simposium
Nasional
Akuntansi X.
Veronica, S., dan Y.S. Bachtiar, 2004.
Good Corporate Governance,
Information
Asymmetry,
and Earnings Management.
Simposium
Nasional
Akuntansi VII.
Veronica, S., dan S. Utama. 2005. Pengaruh
Struktur Kepemilikan, Ukuran
Perusahaan, Dan Praktek
Corporate
Governance
Juni 2014
Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro
Terhadap Pengelolaan Laba
(Earnings
Management).
Simposium
Nasional
Akuntansi VIII.
Widyaningdyah, A.U. 2001. Analisis
faktor-faktor
yang
berpengaruh terhadap earning
management pada perusahaan
go public di Indonesia. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Vol
3 (2): 89-101.
Wolk, H.I., and M.G. Tearney. 2008.
Accounting
Theory:
Conceptual Issues in a Political
and Economic Environment.
7th Edition. California: Sage
Publication, Inc.
47
Wright. C.J., J. Riley, and L. Guan. 2006.
Corporate Governance and
Investor Protection: Earnings
Management in the U.K and
U.S. Journal of International
Accounting
Research.
Vol.5.No.1
Yan, X. 2006. Earning Managements
and
it’s
measurements:
A theoritical perspective.
Journal of American Academy
of Business 9 (1) : 214-219.
Download