efektif Juni 2014Jurnal Bisnis dan Ekonomi Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro 31 Vol. 5, No 1, Juni 2014, 31 - 47 PENGARUH ASIMETRI INFORMASI TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA (STUDI PADA PERUSAHAAN LQ-45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA) Agung Wicaksono Politeknik Negeri Madiun [email protected] Handoko Arwi Hasthoro Universitas Janabadra, Yogyakarta [email protected] ABSTRACT This research aims to examine effects of information asymetry on earnings management practices. Earnings management can be done with accrual approach. This research use objects which listed in LQ-45 Index from Indonesian Stock Exchange for 2009-2011. Data collected from ICMD (Indonesia Capital Market Directory) and Indonesian Stock Exchange database. Purposive sampling method are used in collecting data and consist of 90 observations. Multiple linear regression mode il employed to examine the influence of information asymetry for earnings management practices. The result shows that information asymetry are positive significant for earnings management practices. This result supports Richardson (1998) and, Rahmawati et.al, (2006). Keywords: Information Asymetry, Earnings Management, Discritionary Accruals, Agency Theory. PENDAHULUAN Manajer yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan harus lebih banyak mengetahui informasi yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup perusahaan, baik informasi internal maupun prospek perusahaan di masa yang akan datang bila dibandingkan dengan pemegang saham. Oleh sebab itu, manajer berkewajiban untuk memberikan informasi tentang kondisi perusahaan pada para pemegang saham. Informasi yang disampaikan oleh manajer terkadang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya karena manajer cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya. Keadaan ini dikenal dengan asimetri informasi (information asymetric) yang dapat memberikan kesempatan pada manajer untuk melakukan praktik manajemen laba (Richardson, 1998). Manajer cenderung lebih melakukan manajemen laba dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual merupakan transaksi yang tidak mempengaruhi aliran kas masuk (cash inflow) maupun aliran kas keluar (cash outflow). Akuntansi akrual terdiri dari discretionary accruals (DA) dan nondiscretionary accruals (NDA). Discretionary accruals (DA) merupakan akrual yang ditentukan manajemen (management determined). Manajer dapat memilih kebijakan dalam hal metoda dan estimasi akuntansi. Non discretionary accruals (NDA) merupakan akrual yang ditentukan atas kondisi ekonomi (Yan, 2006). 32 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) berpendapat bahwa terdapat hubungan sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan bahwa ada asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (yaitu pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan pada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Manajer sebagai pengelola mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan pihak luar yang tidak mungkin mendapatkan seluruh informasi dan mempunyai fleksibilitas dalam mempengaruhi laporan keuangan khususnya laba yang digunakan untuk memaksimalkan kepentingan atau nilai pasar perusahaan (Rahmawati, 2012:5). Penelitian Rahmawati dkk. (2006) menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Selanjutnya penelitian Liu and Lu (2007) tentang hubungan antara manajemen laba dan tata kelola perusahaan di Cina dengan memperkenalkan perspektif tunneling Juni 2014 menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat tata kelola perusahaan yang lebih tinggi memiliki tingkat manajemen laba. Wright (2006) mengembangkan penelitian dari Leuz et al. (2003) dengan memeriksa kejadian manajemen laba di negara-negara di mana tingkat perlindungan investor yang diberikan oleh lingkungan hukum yang tinggi, dengan sampel perusahaan swasta di negara Inggris dan Amerika dalam pembelian manajemen (MBO) yang fokus pada situasi epitomizing konflik antara orang dalam perusahaan dan pemegang saham luar. Hasil penelitian mengidentifikasi sejumlah perbedaan dalam tata kelola perusahaan antara kedua negara yang dapat mempengaruhi manajemen laba. Selanjutnya secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara manajer di Inggris dan di AS dalam mengelola pendapatan sebelum MBO, serta manajer perusahaan di AS lebih agresif dari pada manajer perusahaan di Inggris. Sementara penelitian Awais dan Wang (2011) menunjukkan bahwa karakteristik tata kelola perusahaan memainkan peran penting dalam mengurangi manajemen laba. Manajemen akrual dilakukan pada akhir periode ketika manajer mengetahui laba sebelum direkayasa sehingga dapat mengetahui berapa besar manipulasi yang diperlukan agar target laba tercapai. Namun, manipulasi akrual dibatasi oleh GAAP dan manipulasi akrual di tahuntahun sebelumnya. Selain itu, manipulasi ini dapat terdeteksi oleh auditor, investor ataupun badan pemerintah sehingga dapat berdampak pada harga saham bahkan menyebabkan kebangkrutan atau kasus hukum. Oleh karena itu, terdapat cara lain yang sering dilakukan oleh manajer untuk mengatur laba yaitu dengan memanipulasi aktivitas riil (real activities Juni 2014 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro manipulation). Manipulasi ini terjadi sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindari kerugian, dan mencapai target analyst forecast. Dari penjelasan pada uraian tersebut maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian ini sebagai berikut: “Apakah asimetri informasi berpengaruh terhadap praktik manajemen laba dengan pendekatan akrual?” KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1. Agency Theory Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi jika pihak-pihak yang bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda. Agency theory memprediksikan dan menjelaskan perilaku kelompok yang terlibat dalam perusahaan. Seorang agen adalah seseorang yang dipekerjakan untuk mewakili kepentingan orang lain. Agency theory menaruh perusahaan itu sendiri sebagai nexus (persimpangan) hubungan agensi dan mencari untuk memahami perilaku organisasional dengan memeriksa bagaimana kelompok pada hubungan agensi diantara perusahaan memaksimalkan kepentingannya sendiri (Wolk dan Tearney, 2008). Konflik kepentingan yang dikarenakan agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal memicu terjadinya biaya keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan ada tiga jenis biaya keagenan. Prinsipal dapat membatasi divergensi dari kepentingannya dengan menetapkan insentif yang layak dan dengan mengeluarkan biaya monitoring yang dirancang untuk membatasi aktivitasaktivitas yang menyimpang yang dilakukan oleh agen. Dalam beberapa 33 situasi tertentu, agen memungkinkan untuk membelanjakan sumber daya perusahaan (biaya bonding - bonding cost) untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika dia benar-benar melakukan tindakan tersebut. Namun demikian, masih bisa terjadi divergensi antara keputusankeputusan agen dengan keputusankeputusan yang dapat memaksimalkan kesejahteraan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan tanggung jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Menurut Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Widyaningdyah (2001) menyatakan bahwa konsep agency theory adalah hubungan atau kontrak yang terjadi antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal pada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agent mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas perusahaannya yang selalu meningkat. Salno dan Baridwan (2000) menyatakan bahwa 34 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi konsep manajemen laba tidak terlepas dari teori keagenan. Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Eisenhardt (1989) dalam Ujiyanto dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas CEO sehari-hari untuk memastikan bahwa CEO bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham. Principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent (Nasution dan Setiawan, 2007). Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya pada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Hal ini memacu Juni 2014 agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah earnings management (Richardson, 1998). 2. Asimetri Informasi Laporan keuangan dibuat untuk digunakan oleh berbagai pihak,termasuk pihak internal perusahaan seperti manajer, karyawan, serikat buruh danlainnya. Pihak yang sebenarnya paling berkepentingan dengan laporan keuangan adalah para pengguna eksternal (pemegang saham, kreditor, pemerintah, dan masyarakat). Para pengguna internal (para manajemen) mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada perusahaan, sedangkan pihak eksternal yang tidak berada di perusahaan secara langsung, tidak mengetahui informasi tersebut sehingga tingkat ketergantungan manajemen terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal. Salah satu kendala yang muncul antara agent dan principal adalah adanya asimetri informasi. Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana agent mempunyai informasi lebih banyak tentang perusahaan dan prospek dimasa yang akan datang dibandingkan dengan principal. Kondisi ini memberikan kesempatan pada agent menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya. Asimetri informasi ini mengakibatkan terjadinya moral hazard berupa usaha manajemen untuk melakukan earnings management (Rahmawati dkk, 2006). Menurut Scott (2009), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: (1) Adverse selection, bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak Juni 2014 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan pihak luar serta fakta-fakta yang tidak disampaikan pada principal, (2) Moral hazard, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer yang tidak seluruhnya diketahui oleh investor (pemegang saham, kreditor), sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Dalam penyajian informasi akuntansi, khususnya penyusunan laporan keuangan, agent juga memiliki informasi asimetri sehingga dapat lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan untuk memaksimalkan kepentingannya. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2009). Dengan kondisi asimetri, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba. 3. Teori Bid-ask Spread Jika investor ingin membeli atau menjual suatu saham atau sekuritas lain dipasar modal, biasanya melakukan transaksi melalui broker/dealer yang memiliki spesialisasi dalam suatu sekuritas. Broker/dealer inilah yang menjual pada investor untuk harga ask jika investor ingin membeli suatu sekuritas. Jika investor sudah mempunyai suatu sekuritas dan ingin menjualnya, maka broker/dealer ini yang akanmembeli sekuritas dengan harga bid. Perbedaan antara harga bid dan harga ask adalah spread. Jadi bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi bagi broker/ dealer yang bersedia unuk membeli suatu 35 saham dan harga jual dimana broker/ dealer bersedia untuk menjualsaham tersebut. Penggunaan bid-ask spread sebagai proksi dari asimetri informasi menurut Komalasari (2001) dikarenakan dalam mekanisme pasar modal, pelaku pasar modal juga menghadapi masalah keagenan. Partisipan pasar saling berinteraksi di pasar modal guna mewujudkan tujuannya yaitu membeli atau menjual sekuritasnya, sehingga aktivitas yang dilakukan dipengaruhi oleh informasi yang diterima baik secara langsung (laporan publik) maupun tidak langsung (insider trading). Dealers atau market-makers memiliki daya pikir terbatas terhadap persepsi masa depan dan menghadapi potensi kerugian ketika berhadapan dengan informed traders. Hal inilah yang menimbulkan adverse selection yang mendorong dealers untuk menutupi kerugian dari pedagang terinformasi dengan meningkatkan spread-nya terhadap pedagang likuid. Dengan demikian asimetri informasi yang terjadi antara dealer dan pedagang terinformasi tercermin pada spread yang ditentukannya (Komalasari, 2001). 4. Manajemen Laba Schipper (1989) dalam Sutrisno (2002) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi yang memiliki tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, demi mendapatkan keuntungan yang sifatnya pribadi. Manajemen laba akan membuat laba tidak sesuai dengan realitas ekonomi yang ada, sehingga kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Laba yang disajikan mungkin tidak mencerminkan realitas ekonomi, tetapi lebih karena keinginan manajemen untuk memperlihatkan sedemikian rupa sehingga kinerjanya dapat terlihat baik. 36 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Dalam Setiawati dan Na’im (2000) manajemen laba merupakan campur tangan proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba sendiri dapat mengakibatkan berkurangnya kredibilitas laporan keuangan, menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat membuat pemakai laporan keuangan mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Sementara menurut Surifah (1999) manajemen laba akan membuat laba tidak sesuai dengan realitas ekonomi yang ada, ini berarti kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Laba yang disajikan mungkin tidak mencerminkan realitas ekonomi, tetapi lebih karena keinginan manajemen untuk memperlihatkan sedemikian rupa atau menutupi realitas yang ada. Manajemen laba dapat dilakukan oleh pihak manajemen dengan berbagai cara, seperti melakukan perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya, mempercepat atau menunda pendapatan dan biaya, menghilangkan atau mengurangi discretionary cost dan lainnya. Menurut Achmad dkk. (2007) terdapat pernyataan bahwa dalam penerapan akuntansi akrual, prinsip akuntansi berterima umum memberikan fleksibilitas dengan mengijinkan manajer untuk memilih kebijakan akuntansi dalam pelaporan laba. Fleksibilitas ini dimaksudkan agar manajer dapat menginformasikan kondisi ekonomi sesuai realitanya. Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang. Akuntansi akrual terdiri Juni 2014 dari discretionary accruals (DA) dan non discretionary accruals (NDA). Discretionary Accruals (DA) merupakan akrual yang ditentukan manajemen (management determined). Scott (2009) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba, yaitu: (1) Bonus Purposes, manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.(2) The debt covenant hypotesis, manajemen akan berusaha untuk meningkatkan laba agar tidak melanggar perjanjian kredit yang telah dilakukan serta demi menjaga nama baik dan reputasi mereka. (3) Political motivations, manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. (4) Taxation motivations, motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan. (5) Pergantian CEO, CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Ketika kinerja perusahaan buruk, pendapatan akan dimaksimalkan agar tidak diberhentikan. (6) Initital public offering (IPO), perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektusnya dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. Juni 2014 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro 5. Pengembangan Hipotesis Penelitian Chen (2005) mengenai hubungan corporate governance dengan manajemen laba setelah adanya corporate governance best-practice principles pada perusahaan yang terdaftar di Taiwan Stock Exchange dan Gre Tai Securities Market dengan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa INBD (independen director onboard), INSR (independent supervisors on supervisory board) berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba (discritionary accrual). Richardson (1998) meneliti hubungan asimetri informasi dan manajemen laba pada semua perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE) periode akhir Juni selama 1988-1992. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri informasi dan tingkat manajemen laba. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemenkan laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. Selanjutnya, Trueman dan Titman (1988), yakin bahwa asimetri informasi sebagai keadaan untuk manajemen laba. Trueman dan Titman (1988) berasumsi terdapat tumpang tindih dalam pemilik. Selling shareholders menginstruksikan manajemen untuk mengikuti beberapa strategi manajemen laba untuk menciptakan impress yang menguntungkan dalam grup pembelian. Manajer mengetahui sesuatu tentang earnings yang pemegang saham tidak mengetahuinya. Diasumsikan proprietory cost dari pengungkapan, peraturan akuntansi dan institusi lain dan pemaksaan kontrak mengusulkan terdapat hambatan komunikasi antara manajemen dan pemegang saham. Asimetri informasi 37 tidak terhambur sepanjang waktu karena bentuk informasi yang terhalang tidak dapat dieliminasi oleh perubahan perjanjian kontrak. Veronica dan Bachtiar (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh manajemen laba terhadap Good Corporate Governance dan asimetri informasi pada semua perusahaan yang terdaftar di BEI kecuali perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, telekomunikasi, serta perusahaan real estate dan property. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif signifikan dengan manajemen laba. Namun variabel Corporate Governance (kepemilikan institusional, kualitas audit, dan proporsi komisaris independen) tidak berpengaruh signifikan dengan manajemen laba. Hanya variabel komite audit yang berpengaruh signifikan. Penelitian Veronica dan Utama (2005) mengenai pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktek corporate governance terhadap pengelolaan laba (earnings management) dengan sampel 144 perusahaan pada periode nonkrisis (19951996, 1999-2002) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap besaran pengelolaan laba. Variabel kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba. Penelitian Ujiyanto dan Pramuka (2007) dengan menggunakan sampel pada 30 perusahaan pada sektor manufaktur dari tahun 2001-2004 menunjukkan hasil bahwa (1) kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, (2) kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, (3) proporsi dewan komisaris independen 38 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, dan (4) jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Awais dan Wang (2011) meneliti tentang karakteristik corporate governace dengan manajemen laba dan sebagai proxy manajemen laba adalah akrual normal modal kerja dengan menggunakan model modifikasi Jones untuk menghitung diskresioner akrual (DAC) pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Shanghai dan Shenzhen bursa saham, Cina. Hasil menunjukkan bahwa karakteristik tata kelola perusahaan berperan penting dalam mengurangi manajemen laba dan ada hubungan positif dan signifikan antara manajemen laba serta ada perbedaan karakteristik tata kelola perusahaan seperti dualitas CEO, rapat dewan, direksi perempuan dan konsentrasi kepemilikan dan tidak menemukan bukti hubungan antara ukuran dewan direksi, kepemilikan saham direktur dan proporsi direksi independen dengan DACserta antara kehadiran audit komite dan DAC. Rahmawati dkk, (2006) menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol, terhadap manajemen laba dan menunjukkan hasil bahwa variabel SIZE (ukuran perusahaan) tidak mampu menjadi variabel kontrol karena R2 ukuran perusahaan lebih besar daripada R2 asimetri informasi yaitu sebesar 0.183306 < 0.267580. Hasil penelitian Awais dan Wang (2011) tentang karakteristik tata kelola perusahaan dalam mengurangi manajemen laba antara perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Shanghai dan Shenzhen bursa saham, Cina menunjukkan bahwa karakteristik tata kelola perusahaan berperan penting dalam mengurangi manajemen laba dan ditemukan ada hubungan positif dan signifikan antara Juni 2014 manajemen laba. Selanjutnya juga ada perbedaan karakteristik tata kelola perusahaan seperti dua litas CEO, rapat dewan, direksi perempuan dan konsentrasi kepemilikan. Hasil juga mnunjukkan tidak ada hubungan antara ukuran dewan direksi, kepemilikan saham direktur dan proporsi direksi independen dengan DAC serta antara kehadiran audit komite dan DAC. Sedangkan variabel kontrol yang digunakan adalah leverage dan ROA yang berpengaruh signifikan terhadap discretionary accruals. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan pada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi. Cristie & Zimmerman (1994) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan take over cenderung memilih metoda depresiasi dan metode Juni 2014 39 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Dari hasil menunjukkan bahwa terdapat sikap opportunistic manajemen dalam kasus ambilalih perusahaan, sekalipun alasan utama pemilihan metode akuntansi didasarkan pada pertimbangan efisiensi atau pertimbangan memaksimalkan nilai perusahaan. Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha: Asimetri informasi berpengaruh positif pada praktik manajemen laba dengan pendekatan akrual. 6. Kerangka Pemikiran Teori keagenan (agency theory) memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal. Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Adanya asimetri informasi memungkinkan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. perusahaan yang melakukan take over cenderung memilih metode depresiasi dan metode pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi (Cristie & Zimmerman, 1994). Asimetri informasi, kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada manajemen laba (Halim dan Tobing, 2005). Ukuran perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi manajemen laba selain asimetri informasi. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala yang dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva (Marihot dan Doddy, 2007), total penjualan (Nuryaman, 2008), kapitalisasi pasar (Halim dan Tobing, 2005). Nuryaman (2008) membuktikan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka manajemen laba semakin menurun. Perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar (Moses, 1997 dalam Nuryaman, 2008). Semakin besar risiko dan prospek pertumbuhan investasi perusahaan maka semakin kecil tingkat manajemen laba. Ini disebabkan karena asimetri informasi akan terjadi pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan investasi yang tinggi pula. Sedangkan semakin besar perusahaan, semakin besar pula tingkat manajemen laba (Rahmawati, 2012:5). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran penelitian ini sebagai berikut: Variabel Independen Asimetri Informasi H a + Bid-ask Spread Variabel Dependen Manajemen Laba - Discretionary Accrual Variabel Kontrol - Total Asset - Leverage - ROA Gambar 1. Kerangka Pikir 40 Juni 2014 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi METODE PENELITIAN 1. Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan LQ 45 yang ada di BEI pada tahun 2009 sampai 2011. Sampel penelitian adalah perusahaan LQ-45 yang memiliki kriteria tertentu, yang diambil dengan metode purposive sampling. Pengambilan sampel perusahaan dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Perusahaan termasuk perusahaan LQ 45 yang sudah go public yang terdaftar di BEI selama periode 2009 sampai dengan 2011, kecuali perusahaan perbankan yang dikarenakan tidak mempunyai laporan tentang arus kas kegiatan operasi yang dijadikan perhitungan aktivitas riil dalam penelitian ini. b. Data laporan keuangan perusahaan tersedia berturut-turut untuk tahun pelaporan dari 2009 sampai dengan 2011yang dinyatakan dalam Rupiah. c. Perusahaan sampel tersebut mempublikasikan laporan keuangan auditor dengan menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember, d. Data harga saham tersedia selama periode pengamatan. e. Data yang tersedia lengkap (data secara keseluruhan tersedia pada publikasi periode 31 Desember 2009 - 2011), baik data yang diperlukan untuk menghitung asimetri informasi dan data yang diperlukan untuk mendeteksi manajemen laba. 2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel pada dasarnya adalah segala sesuatu yang dapat diberi nilai. Variabel dalam penelitian diklasifikasikan sebagai berikut ini: a. Variabel Independen - Bid-ask spread Dalam penelitian ini asimetri informasi merupakan variabel independen. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Asimetri informasi diukur dengan menggunakan relative bid-askspread (Rahmawati dkk. 2006) yang dioperasikan sebagai berikut: SPREAD = (aski,t – bidi,t) / {(aski,t + bidi,t)/ 2} x 100 Model untuk adalah: SPREADi,t menyesuaikan spread α0 + α1PRICEi,t + α2VARi,t + α3TRANSi,t + α4DEPTHi,t + ADJSPREADi,t = Keterangan: Aski,t : harga ask tertinggi saham perusahaan i yang terjadi pada hari t Bidi,t : harga bid terendah saham perusahaan i yang terjadi pada hari t PRICEi,t : harga penutupan saham perusahaan i pada hari t TRANSi,t : jumlah transaksi suatu saham perusahaan i pada hari t VARi,t : variasi return harian selama periode penelitian pada saham perusahaan i pada hari ke t. Return harian: merupakan persentase perubahan harga saham pada hari ke t dengan harga saham pada hari sebelumnya (t-1). Penghitungan varians return sebagai berikut: ∑(Ri-R)² Var = ────── n DEPTHi,t : ADJSPREADi,t : rata-rata jumlah saham perusahaan i dalam semua quotes (jumlah yang tersedia pada ask ditambah jumlah yang tersedia pada saat bid dibagi dua) selama setiap hari t. residual error yang digunakan sebagai ukuran SPREAD yang telah disesuaikan untuk perusahaan i pada hari ke t. b. Variabel Dependen -Manajemen Laba melalui Discretionary Accruals Dalam penelitian ini manajemen laba adalah variabel dependen. Manajemen Juni 2014 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro laba yang dimaksud adalah tindakan manajemen yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran individu atau untuk meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen laba diukur melalui discretionary accruals (DA) yang dihitung dengan cara menselisihkan total accruals (TACC) dan nondiscretionary accruals (NDACC). Dalam menghitung DACC, digunakan modified Jones model. Modified Jones model dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya sejalan dengan hasil penelitian Dechow dkk. (1995). Model perhitungannya sebagai berikut (Rahmawati, dkk. 2006): TACCit TACCit/TAi,t-1 : : EBXTit – OCFit β1 (1/TAi,t-1) + β2 (ΔREVit/ TAi,t-1) + β3 (PPEit/ TAi,t- Dari persamaan regresi di atas, NDACC dapat dihitung dengan memasukkan kembali koefisien-koefisien β: NDACCit : Dait : β1 (1/TAi,t-1) + β2 ((ΔREVitΔRECit)/TAi,t-1) + β3 (PPEit/ TAi,t-1) (TACCit/TAi,t-1) – NDACCit Keterangan Dait : discretionary accruals perusahaan i pada tahun t TACCit : total Accruals perusahaan i pada periode t EBXTit : earnings Before Extraordinary Items perusahaan i pada periode t OCFit : operating Cash Flow perusahaan i pada periode t TAi,t-1 : total aktiva perusahaan i pada periode t-1 ΔREVit : perubahan pendapatan perusahaan i dalam tahun t ΔRECit : perubahan piutang usaha perusahaan i dalam tahun t PPEit : nilai aktiva tetap (gross) perusahaan i pada periode t 41 C. Variabel Kontrol Variabel kontrol didefinisikan sebagai variabel yang faktornya dikontrol oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol variabel tersebut akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji. Variabel kontrol berguna untuk menghin dari adanya bias dalam hasil penelitian. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah total asset, leverage, dan Return On Assets. METODE ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi Klasik b. Normalitas Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian dilakukan dengan uji statistik nonparametrik Kolmogrov Smirnov atau K-S (Ghozali, 2006). Suatu regresi berdistribusi data residual normal apabila hasil uji K-S memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 (> 0,05). b. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk menguji ada tidaknya korelasi antarvariabel bebas/independen dalam model. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antarvariabel independen (Ghozali, 2006). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas digunakan nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Suatu model terdapat multi kolinearitas apabila nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. c. Uji Autokorelasi Uji Autokolerasi digunakan untuk menguji ada tidaknya korelasi antarresidual pada periode t dengan residual periode t-1 (sebelumnya) dalam model. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi 42 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2006). d. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji ada tidaknya ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisidas digunakan metode grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. dinyatakan dengan koefisien determinasi majemuk (R²). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian Populasi penelitian sebesar 45 perusahaan LQ 45 yang terdaftar di BEI periode 2009-2011. Dari 45 perusahaan tersebut sebanyak 30 perusahaan diambil sebagai sampel berdasarkan kriteriakriteria tertentu. Total unit analisis ada 90. Tabel 1. Jumlah Penentuan Sampel Keterangan ANALISIS DATA Perusahaan LQ 45 1. Regresi Linear Berganda Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu manajemen laba diprediksikan dipengaruhi oleh variabel independen yaitu asimetri informasi. Uji regresi dilakukan dengan tingkat keyakinan 95% dan alpha 5%. Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Perusahaan yang dikeluarkan dari sampel - Data perusahaan yang tidak lengkap Perusahaan digunakan sebagai sampel setiap tahun Jumlah observasi Total unit analisis DACC = α + β1ADJSPREAD + β2logUKPe + αβ3LEV + α4 ROA Keterangan : α β DACC RAM AJDSPREAD logUKP LEV ROA : : : : : : : : konstanta koefisien regresi discretionary accruals real Activity Manupulation proksi asimetri informasi logaritma ukuran perusahaan leverage Return On Asset 2. Koefisien Determinasi (Uji R2) (Goodness of Fit) Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kepastian yang paling baik dalam analisis regresi yang Juni 2014 Jumlah Perusahaan 45 (8) (7) 30 3 90 Sumber: Data Diolah 2. Uji Asumsi Klasik Hasil pengujian asumsi klasik menunjukkan bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari masalah-masalah asumsi klasik yaitu: (1) Nilai asymp. signifikan sebesar 0,789 (>0,05) yang berarti data berdistribusi normal. (2) Nilai VIF semua variabel independen di atas 1 dan di bawah 10 yang berarti tidak terjadi multikolinear antar variabel independen (lihat Tabel 2). (3) Nilai Durbin –Watson 2,132 yang berarti tidak terjadi autokorelasi antar variabel independen dari waktu yang satu dengan waktu yang lain dalam amatan. (4) Darigrafik plot menunjukan gambar yang tidak berpola tertentu sehingga model dikatakan bebas dari masalah heteroskedastisitas (lihat Gambar 1). Juni 2014 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro Tabel 2. Uji Multikolinearitas Model 1 ADJSPREAD LogUKP LEV ROA Collinearity Statistics Tolerance ,939 ,916 ,863 ,923 VIF 1,065 1,092 1,159 1,083 Sumber: Data Diolah Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas 3. Analisis Persamaan Regresi Data dalam penelitian ini dianalisis dengan regresi linier berganda (multiple regression) untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu manajemen laba dengan proksi discretionary accrual yang diprediksikan dipengaruhi oleh variabel independen yaitu asimetri informasi. Hasil dari uji regresi menghasilkan persamaan sebagai berikut: DACC = -0,623 + 0,617Adjspread + 0,082logUKP – 0,120LEV + 0,002ROA. Hasil analisis regresi secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Variabel (Constant) ADJSPREAD LogUKP LEV ROA R Square Adjusted R-Square F Sig Sumber: Data Diolah Koefisien -,623 ,617 ,082 -,120 ,002 0,185 0,146 4,815 0,002 T -2,899 3,351 2,707 -1,654 1,702 Sig ,005 ,001 ,008 ,102 ,092 43 Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa adjusted R2 sebesar 0,146 artinya sebesar 14,60 % variasi dari discretionary accruals dapat dijelaskan oleh variabel adjspred, log UKP, leverage dan ROA sedangkan 85,40% diterangkan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi. Variabel adjspread mempunyai pvalue < 0,05 artinya bahwa secara parsial ada pengaruh signifikan adjspread terhadap discretionary accrual. Variabel log UKP mempunyai pvalue < 0,05 artinya bahwa secara parsial ada pengaruh signifikan log UKP terhadap discretionary accrual. Variabel leverage mempunyai pvalue > 0,05 artinya bahwa secara parsial tidak ada pengaruh signifikan leverage terhadap discretionary accrual. Variabel ROA mempunyai pvalue > 0,05 artinya bahwa secara parsial tidak ada pengaruh signifikan ROA terhadap discretionary accrual. 4. Pembahasan Asimetri informasi (adjspread) berpengaruh terhadap manajemen laba (discretionary accrual). Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan pada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Richardson (1998) bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak 44 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Juni 2014 sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. menggunakan dana dengan beban tetap sehingga menghasilkan leverage yang menguntungkan atau efek yang positif. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemen laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Rahmawati (2006) bahwa asimetri informasi berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, dan menganggap bahwa keberadaan asimetri informasi sebagai penyebab manajemen laba. Variabel ROA tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sehingga ROA tidak dapat dijadikan variabel kontrol, yang berarti kinerja perusahaan sampel tidak terkonsentrasi oleh manipulasi laba serta pengungkapan laporan keuangan. Logaritma ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba dikarenakan ukuran perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi manajemen laba selain asimetri informasi. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain log total aktiva (Marihot dan Doddy, 2007). Nuryaman (2008) membuktikan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka manajemen laba semakin menurun. Perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar (Moses, 1997). Sedangkan menurut. Rahmawati (2012: 5) semakin besar perusahaan, maka semakin besar pula tingkat manajemen laba. Variabel leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sehingga leverage tersebut tidak dapat dijadikan variabel kontrol, yang berarti rata-rata perusahaan sampel tidak tergantung pada utang dalam membiayai aktiva perusahaannya, tetapi perusahaan KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI Penelitian ini memberikan beberapa simpulan, saran dan keterbatasan. 1. Kesimpulan Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap praktek manajemen laba melalui pendekatan akrual. Hal ini sejalan dengan penelitian Richardson (1998) yang menunjukkan bahwa keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Variabel independen yaitu adjspread, log UKP, leverage, dan ROA secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel Discretionery Accruals. 2. Keterbatasan Jumlah perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini masih terlalu sedikit, karena hanya mengambil sampel 30 perusahaan yang terdaftar di indeks LQ-45 BEI dengan periode penelitian yang cukup pendek, yaitu mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Penelitian ini masih menggunakan discretionery accruals sebagai proksi manajemen laba. 3. Rekomendasi Untuk penelitian selanjutnya dapat menambah sampel penelitian, bukan hanya perusahaan yang terdaftar di Juni 2014 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro indeks LQ-45 BEI, akan tetapi seluruh perusahaan yang yang terdaftar di BEI. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil yang lebih bisa digeneralisasi dan agar dengan menggunakan seluruh perusahaan dapat memberikan hasil yang berbeda atau sama. Untuk penelitian selanjutnya dapat mempertajam penelitian dengan menggunakan manipulasi aktivitas riil sebagai proksi manajemen laba. Oleh karena variabel leverage dan Return on Asset (ROA) tidak dapat dijadikan variabel kontrol, sehingga perlu untuk mencari variabel kontrol lainnya, seperti price to book valuedan board independent. DAFTAR PUSTAKA Achmad, K., I. Subekti, dan S. Atmini. 2007. Investigasi Motivasi dan Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia. Makalah disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X 45 Christie, A.A., and J. Zimmerman. 1994. Efficient and Opportunistic Choice of Accounting Procedure: Corporate Control Contests. The Accounting Review 69: 539-566. Dechow, P., R.G. Sloan,. A.P. Sweeny. 1995. Causes and Consequences of Earning Manipulation: An Analysis of Firms Subject to Enforcement Actions by SEC. Contemporary Accounting Research 13 (1): 1-36. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2003. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Awais, M. G., dan Z. Wang, 2011. Corporate Governance Characteristics and Earnings Management: Empirical Evidence from Chinese Listed Firms. International Journal of Accounting and Financial Reporting. Vol. 1, No. 1 Halim, J., C. Meiden., dan R.L. Tobing. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ-45. SNA VIII. Chen, K.Y. 2005. Corporate Governance and Earning Management: The Implication of Corporate Governance Best-Practice Principles for Taiwanse Listed C o m p a n i e s . Yu n g - M i n g Hsieh. Lecturer of Accounting Soochow University. Department of Accounting Taipei, Taiwan 100. Jensen, M.C., and W.H. Meckling. 1976. Theory of the firm: Managerial behavior, Agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics 3(4): 305-360. Komalasari, P.T. 2001. Asimetri Informasi dan Cost of Equity Capital. Paper disampaikan 46 efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi dalam Simposium Nasional Akuntansi III Liu, Q., dan Z. Lu. 2007. Corporate and earning management in the Chines listed companies:A tunneling perspective. Journal of corporate finance 13 (2007) 881-906. Nasution, M., dan D. 2007. Pengaruh Governance Manajemen Laba Perbankan Simposium Akuntansi X. Setiawan. Corporate Terhadap di Industri Indonesia. Nasional Nuryaman. 2008. Pengaruh konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. SNA XI Pontianak. Rahmawati, dkk. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi IX. Rahmawati. 2012. Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Jogjakarta: Graha Ilmu. Richardson, V. J. 1998. Information assymetry and earning management: some evidence. Available at http://dx.doi. org/10.2139/ssrn.83868 Salno, H.M. dan Baridwan. 2000. Analisis Perataan Penghasilan (income Smoothing): Faktorfaktor yang Mempengaruhi dan Kaitannya dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik Juni 2014 di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3 (1): 17-34. Scott, W. R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. USA: Prentice-Hall. Setiawati, L. dan A. Na’im. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis 15 (4): 424-441. Surifah. 1999. Analisis Penggunaan Rasio Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kegagalan Bank. Tesis Tidak Dipublikasikan FEB UGM Sutrisno. 2002. Studi Manajemen Laba (Earnings Management): Evaluasi Pandangan Profesi Akuntansi, Pembentukan dan Motivasinya. KOMPAK No.5 pp. 158-179. Trueman, B. and S. Titman. 1988. An Explanation for Accounting Income Smoothing. Journal of Accounting Research 26: 127-139. Ujiyantho, M. A. dan B. A. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi X. Veronica, S., dan Y.S. Bachtiar, 2004. Good Corporate Governance, Information Asymmetry, and Earnings Management. Simposium Nasional Akuntansi VII. Veronica, S., dan S. Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Dan Praktek Corporate Governance Juni 2014 Agung Wicaksono dan Handoko Arwi Hasthoro Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi VIII. Widyaningdyah, A.U. 2001. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap earning management pada perusahaan go public di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 3 (2): 89-101. Wolk, H.I., and M.G. Tearney. 2008. Accounting Theory: Conceptual Issues in a Political and Economic Environment. 7th Edition. California: Sage Publication, Inc. 47 Wright. C.J., J. Riley, and L. Guan. 2006. Corporate Governance and Investor Protection: Earnings Management in the U.K and U.S. Journal of International Accounting Research. Vol.5.No.1 Yan, X. 2006. Earning Managements and it’s measurements: A theoritical perspective. Journal of American Academy of Business 9 (1) : 214-219.