KAJIAN TEKNIS PEMBUATAN LUBANG BAROKAH (BIOPORI) PADA LAHAN DI KAWASAN KECAMATAN WONOSALAM LAPORAN AKHIR KERJASAMA ANTARA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN JOMBANG DENGAN PUSAT PENGKAJIAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS (P4) FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS DARUL ‘ULUM JOMBANG TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan perkenan-Nya-lah, sehingga penyusunan buku Laporan Akhir Kegiatan “Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam” dapat diselesaikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Kabupaten Jombang, khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jombang yang telah berkenan memberikan kepercayaan kepada kami untuk ikut berperan dan berkiprah dalam penelitian ini, serta kepada semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya penyusunan laporan hasil penelitian ini. Kami juga mohon maaf bila dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan. Akhirnya, semoga apa yang dihasilkan dari penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan yang berguna dalam penyusunan rencana program pembangunan di Kabupaten Jombang. Jombang, Nopember 2011 Team Penyusun Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam ii DAFTAR ISI Judul Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………... i KATA PENGANTAR ……………………………………………….... ii DAFTAR ISI ………………………………………………................... iii DAFTAR TABEL ………………………………………………........... v DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...... vi DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...... viii I. PENDAHULUAN ……………………………………………......... 1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1.2 Tujuan …………………………………………………………. 1.3 Sasaran ………………………………………………………… 1.4 Ruang Lingkup ………………………………………………... 1 1 3 3 4 II. GAMBARAN UMUM WILAYAH ……………………………….. 2.1 Biogeofisik …………………………………………………….. 2.2 Demografi ……………………………………………………... 2.3 Kondisi dan Potensi Ekonomi …………………………………. 2.3.1 Pertumbuhan PDRB …………………………………….. 2.3.2 Pertumbuhan Ekonomi …………………………………... 5 5 13 15 15 18 III. Tinjauan Pustaka …………………………………………………... 3.1 Definisi Lubang Resapan Biopori ……………………….…….. 3.2 Implikasi Aplikasi Lubang Resapan Biopori ………………….. 3.3 Fungsi Biopori …………………………………………….…… 3.4 Lubang Barokah ……………………………………………….. 3.5 Kadar Air Tanah ……………………………………………….. 3.6 Infiltrasi ………………………………………………………... 3.7 Bobot Isi Tanah ………………………………………………... 3.8 Permeabilitas Tanah …………………………………………… 3.9 Nitrogen Tanah ………………………………………………… 3.10 Bahan Organik Tanah ………………………………………… 3.11 Laju Resapan Air ke Dalam Tanah …………………………... 21 21 25 28 30 32 33 36 38 42 43 44 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam iii IV. METODOLOGI …………………………………………………… 4.1 Metode Pengambilan Sampel …………………………………. 4.2 Perancangan Lokasi ………………………………………….... 4.3 Teknis Pembuatan Lubang Resapan Biopori ………………….. 4.4 Teknis Pembuatan Lubang Barokah …………….……………. 4.5 Variabel Pengamatan ………………………………………….. 4.6 Pengukuran …………………………………………………….. 47 47 48 49 50 52 53 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ………………. 5.1 Hasil Pengamatan ……………………………………………… 5.1.1 Karakteristik Sifat Kimia Tanah Daerah Penelitian …….. 5.1.2 Karakteristik Sifat Fisik Tanah …………………………. 5.1.3 Infiltrasi Tanah ………………………………………….. 5.1.4 Simpanan Air Tanah …………………………………….. 5.1.5 Kadar Air Aktual ……………………………………… 5.2 Pembahasan ……………………………………………………. 59 59 59 61 62 66 69 73 VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………….. 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 6.2 Rekomendasi …………………………………………………... 77 77 78 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 82 LAMPIRAN …………………………………………………………… 84 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam iv DAFTAR TABEL NO Judul 1 Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 s.d 2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kabupaten Jombang ……………………………………………. 18 2 Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Ressapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan ………………………... 26 3 Variabel Pengamatan …………………………………………… 52 4 Karakteristik Sifat Kimia Daerah Penelitian …………………… 59 5 Nilai Bobot Isi Tanah (g.cm-3) pada 3 Desa Wilayah Penelitian 61 6 Kadar Air Tersedia dan KA Aktual di Daerah Penelitian ….. 67 7 Kadar Air Aktual pada Masing-masing Kedalaman di 3 Desa Wilayah Penelitian ……………………………………………... 69 8 Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Metode LubangBarokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) di Beberapa Desa Kecamatan Wonosalam ……………………….. 70 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam Halaman v DAFTAR GAMBAR NO Judul Halaman 1 PDRB Kabupaten Jombang Tahun 2007-2011 ……………….. 17 2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jombang dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2010 ……………………………………….. 20 3 Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) …………... 23 4 Penampang Lubang Resapan Biopori ………………………….. 26 5 Skema Fungsi Lubang Resapan Biopori (LRB) ………………. 30 6 Peta Kecamatan Wonosalam …………………………………… 48 7 Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori …………………... 49 8 Cara Pembuatan LRB …………………………………………... 50 9 Contoh Lubang Biopori di Daerah Penelitian …………….......... 50 10 Contoh Lubang Barokah di Daerah Penelitian …………………. 51 11 Contoh Pengambilan Sampel untuk Pengukuran Bobot Isi Tanah …………………………………………………………… 55 12 Karakteristik Kimia Tanah di Awal Sebelum Penerapan Teknik Biopori dan di Akhir Penerapan Teknik Biopori ………………. 60 13 Nilai Bobot Isi Tanah di Awal dan Akhir Penelitian dengan Teknik LRB (Lubang Resapan Biopori) dan LB (Lubang Barokah) ……………………………………………………… 62 14 Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Barokah …………… 63 15 Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Resapan Biopori …... 64 16 Pengaruh Metode Teknik Biopori terhadap Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 ………………………………………………. 65 17 Besarnya Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 dengan Teknik LRB dan LB ……………………………………………………. 66 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam vi 18 Kemampuan Tanah Menyimpan Air dengan Teknik Lubang Barokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) …………… 68 19 Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Teknik LB dan LRB di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) ………………………………… 70 20 Perbandingan Kadar Air Aktual Tanah di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) pada Teknik LB dan LRB ……………………………………… 71 21 Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Barokah …………….. 72 22 Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Resapan Biopori ……. 72 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam vii DAFTAR LAMPIRAN NO Judul 1 Klasifikasi Laju Infiltrasi ……………………………………….. 84 2 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah …………………………... 85 3 Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah ……………………. 86 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam Halaman viii BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Jombang secara geografis terletak pada koordinat 112o 20’ 01” dan 112o 30’ 01” Bujur Timur dan antara 07o 20’ 01” dan 07o 45’ 01” Lintang Selatan dengan luas wilayah 1.159,50 km2. Ibukota Kabupaten Jombang terletak pada ketinggian ± 44 m.d.p.l. dan secara administratif terdiri dari 21 kecamatan, 4 kelurahan, 302 desa dan 1.258 dusun. Kabupaten Jombang berpotensi sebagai wilayah agraris dengan topografi landai, berbukit hingga bergunung-gunung, khususnya wilayah Kabupaten Jombang di bagian Selatan, yakni Kecamatan Wonosalam. Wilayah ini memiliki kondisi topografi dengan kemiringan rata-rata 40%. Secara hidrologis, wilayah Kabupaten Jombang sangat dipengaruhi oleh sungai besar yang melintasi sebagian besar wilayah Kabupaten Jombang yaitu Sungai Brantas dan Sungai Konto. Sampai saat ini secara umum kebutuhan air bersih maupun air irigasi masih dapat terpenuhi dengan baik, kecuali pada sebagian kecil wilayah di bagian Utara Sungai Brantas, yang sering mengalami kesulitan air, utamanya pada musim kemarau. Kabupaten Jombang merupakan daerah dengan tingkat curah hujan relatif tinggi ( 1.750 – 2.500 mm tahun-1). Pada daerah dengan tingkat curah hujan dan tingkat kemiringan lahan yang cukup tinggi, kurangnya kemampuan tanah untuk menyimpan air menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Air yang tidak mampu meresap ke dalam tanah, tidak bisa menjadi simpanan air tanah yang dapat Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 1 dimanfaatkan ketika musim kemarau tiba. Kondisi tersebut menggambarkan telah terjadinya penurunan daya dukung lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan bentuk pencegahan sekaligus penanganan lingkungan yang dapat dilakukan dengan mudah oleh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan teknologi-teknologi yang telah ada seperti Lubang Resapan Biopori (LRB). Teknologi ini mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya dukung lingkungan, tentunya jika dilaksanakan sesuai prosedur. Lubang resapan biopori akan efektif bila diterapkan pada tanah yang memiliki kedalam air tanah >1 meter sehingga tidak berpotensi mencemari lingkungan. Untuk mengaplikasikan teknologi ini diperlukan partisipasi masyarakat, dukungan pemerintah dan stakeholder lainya. Terkait pelestarian lingkungan beberapa kegiatan telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan masyarakat Jombang. Diantaranya aksi penanaman serentak Indonesia, gerakan perempuan tanam dan pelihara pohon, pencanangan hari menanam pohon Indonesia dan bulan menanam nasional, satu orang satu pohon (One Man One Tree) dan gerakan pembuatan lubang-lubang barokah (biopori). Lubang barokah adalah lubang dengan kedalaman 1 meter serta luas 1 x 1 meter, yang dibuat disebuah petak perkebunan atau tanah tegalan seluas satu hektar dengan jumlah minimal 20 lubang. Lubang barokah adalah teknologi lama yaitu yang disebut rorak. Fungsi lubang barokah antara lain untuk menyelamatkan lingkungan hutan dari ancaman bencana alam. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 2 Pembuatan lubang barokah di lahan Kecamatan Wonosalam, diharapkan dapat mengurangi bencana alam, karena selama ini ketika turun hujan secara berkepanjangan seringkali menyebabkan bencana kerusakan di perkebunan milik petani. Untuk itu konservasi lahan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak mengingat pertanian adalah mata pencaharian mayoritas warga. Untuk menanggulangi terjadinya bahaya banjir dan tanah longsor, perlu adanya normalisasi alur sungai, karena ada yang dangkal sejajar dengan pemukiman warga. 1.2. Tujuan Penyusunan Kajian Teknik Kelayakan dan Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam ini bertujuan untuk : a. Menyusun kajian mengenai manfaat lubang biopori (lubang barokah) guna meminimalkan resiko banjir dan resiko kekeringan air, khususnya pada lahan di Kecamatan Wonosalam. b. Memberikan wacana kepada masyarakat, khususnya masyarakat Kecamatan Wonosalam mengenai peningkatan kualitas tanah melalui teknologi lubang biopori (lubang barokah) tersebut. 1.3. Sasaran a. Tersedianya bahan kajian mengenai manfaat lubang biopori (lubang barokah), khususnya bagi masyarakat di Kecamatan Wonosalam. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 3 b. Tersedianya bahan kajian untuk memberikan rekomendasi sistem biopori yang sesuai bagi lahan di kawasan Kecamatan Wonosalam. 1.4. Ruang Lingkup Penyusunan Kajian Teknis Kelayakan dan Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) pada lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam memerlukan beberapa kegiatan, yakni : a. Identifikasi permasalahan mengenai kondisi air dan tanah di lahan Kecamatan Wonosalam; b. Identifikasi kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan lubang barokah di lahan di kawasan Kecamatan Wonosalam; c. Survey kemungkinan-kemungkinan pemanfaatan lubang barokah dengan beberapa teknik yang dianggap sesuai berdasarkan hasil identifikasi; d. Penentuan teknik lubang barokah yang sesuai untuk lahan di kawasan Kecamatan Wonosalam, dilanjutkan dengan uji coba. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 4 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1 . Biogeofisik Kabupaten Jombang terletak antara 70 20’ 48,60” dan 70 46’ 41,26” Lintang Selatan serta antara 1120 03’ 46,57” dan 1120 27’ 21,26” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Jombang 1.159,50 km2, terdiri dari 21 Kecamatan dan 302 desa serta 4 kelurahan. Kabupaten Jombang berbatasan dengan wilayah administratif kabupaten lain, yaitu: Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bojonegoro Sebelah Timur : Kabupaten Mojokerto Sebelah Selatan : Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang Sebelah Barat : Kabupaten Nganjuk Dengan demikian, secara geografis dapat dilihat bahwa Kabupaten Jombang berada pada posisi yang sangat strategis, yaitu tepat berada pada persimpangan jalur lintas Selatan pulau Jawa (Madiun – Surabaya) dan Malang – Tuban. Berdasarkan ciri fisik tanah yang ada di Kabupaten Jombang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : a. Kabupaten Jombang bagian utara adalah bagian dari pegunungan kapur yang memiliki tanah relatif kurang subur, sebagian besar mempunyai fisiografi yang mendatar dan sebagian lagi berbuki-bukit tetapi tidak terlalu tajam, yang terletak di sebelah Utara sungai Brantas; Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 5 b. Kabupaten Jombang bagian tengah di bagian Selatan sungai Brantas sebagian besar merupakan tanah pertanian yang subur dengan sungai-sungai dan daerah irigasi yang tersebar dan cocok untuk pertanian; c. Kabupaten Jombang bagian Selatan merupakan daerah pegunungan yang dimanfaatkan untuk daerah perkebunan. Secara topografis, wilayah Kabupaten Jombang mayoritas didominasi oleh wilayah dataran rendah dan hanya sebagian kecil yang berada pada daerah perbukitan kapur yaitu wilayah yang berada di wilayah Utara Sungai Brantas serta daerah pegunungan yang berada di wilayah Kecamatan Wonosalam. Selain itu sebagian besar wilayah di Kabupaten Jombang juga memiliki tingkat kelerengan antara 0% – 5% dan sebagian kecil memiliki kelerengan antara 5% – >40%. Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kecamatan Perak, Kecamatan Gudo, Kecamatan Diwek, Kecamatan Ngoro, Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Peterongan, Kecamatan Megaluh, Kecamatan Tembelang, Kecamatan Kesamben dan Kecamatan Ploso memiliki tingkat kelerengan antara 0% – 2%. Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan Jombang memiliki tingkat kelerengan 0% – 5 %, Kecamatan Kabuh memiliki tingkat kelerengan 0% – 40%. Kecamatan Bareng, Kecamatan Mojoagung dan Kecamatan Plandaan merupakan kecamatan yang mempunyai tingkat kelerengan yang bervariasi dari datar hingga terjal antara 0% – >40 %. Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Kudu dan Kecamatan Ngusikan merupakan wilayah yang berada pada kategori bergelombang hingga terjal. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 6 Di sisi lain wilayah Kabupaten Jombang juga memiliki dan dilintasi oleh beberapa aliran sungai, diantaranya yaitu Sungai Brantas, Sungai Konto, Sungai Jarak, Sungai Pakel, Sungai Gunting, dan lain-lain. Selain itu di Kabupaten Jombang juga terdapat beberapa waduk serta embung diantaranya adalah Waduk Kepuhrejo, Waduk Grogol, Waduk Sidowayah, dan Waduk Brumbung. Secara geologis, wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh struktur geologi Alluvium (± 48,33 %), hasil gunung api kwarter tua (± 22,08 %), dan hasil gunung api kwarter muda (± 14,65 %). Sedangkan jenis tanah di wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh Regosol Coklat Keabuan, Latosol Coklat Kemerahan dan Alluvial Kelabu. Untuk wilayah Kecamatan Wonosalam jenis tanahnya adalah latosol coklat kemerahan. Kondisi ini tidak terlepas dari keberadaan wilayah Kabupaten Jombang yang berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Kabupaten Jombang memiliki iklim tropis, dengan suhu rata-rata 20°C – 34°C. Menurut klasifikasi Schmidt–Ferguson, Kabupaten Jombang termasuk tipe B (basah). Curah hujan rata-rata per tahun adalah 1.800 mm. Berdasarkan peluang curah hujan tahunan, wilayah Kabupaten Jombang tergolong beriklim sedang sampai basah. Di bagian Tenggara dan Timur, curah hujan sedikit lebih besar. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldeman yang mendasarkan pada jumlah bulan basah dan kering, maka Kabupaten Jombang termasuk ke dalam tipe D4. Khusus untuk Kecamatan Wonosalam termasuk ke dalam tipe C3 yang Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 7 mempunyai iklim sedang dengan bulan basah 5–6 bulan dan bulan kering 5–6 bulan (BPTP Jatim, 2001). Kondisi topografi Kabupaten Jombang sebagian besar merupakan dataran dan sebagian kecil merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Ketinggian wilayah Kabupaten Jombang berada pada kisaran 0 sampai 1.500 meter di atas permukaan laut, yaitu ± 90 % dari luas wilayah berada pada ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan laut dan ± 10 % berada pada ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Wonosalam adalah salah satu kecamatan secara topografi berupa daerah pegunungan, dengan rata-rata kemiringan 40%. Luas wilayah Kecamatan Wonosalam adalah 121,63 km2. Berdasarkan letak ketinggian, Kecamatan Wonosalam terbagi atas : ketinggian < 500 meter (63,65 km2), ketinggian 500 – 700 meter (51 km2), dan ketinggian > 700 meter (7,22 km2). Sedangkan berdasarkan kemiringan tanah terbagai atas : kemiringan 2 – 5 % (4,421 km2), kemiringan 15 – 40 % (1,35 km2), dan kemiringan > 40 % (125 km2). Kondisi-kondisi biogeofisik, sangat berpengaruh pada kegiatan penduduk di dalam memanfaatkan lahan yang ada. Dengan kondisi sebagaimana tersebut di atas, maka penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jombang didominasi oleh sawah, pekarangan, tegalan atau kebun, dan hutan. Penggunaan lahan di Kabupaten Jombang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan budidaya Kabupaten Jombang seluas 64.714 Ha Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 8 adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, jenis kawasan lindung di wilayah Kabupaten Jombang seluas 1.887,01 Ha meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang meliputi: kawasan resapan air serta kawasan perlindungan setempat yang meliputi: sempadan sungai, kawasan sekitar waduk, mata air, dan ruang terbuka hijau. Pada kawasan budidaya pertanian, penggunaan lahan di Kabupaten Jombang secara umum terdiri atas 2 bagian besar, yaitu lahan sawah dan lahan tegalan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang, penggunaan lahan terbesar adalah untuk kegiatan budidaya pertanian yaitu mencapai 43,21% dari luas wilayah Kabupaten Jombang. Berdasarkan luas lahan sawah yang ada, jika dilihat dari jenis pengairannya maka 92.04% berpengairan teknis, 4.08 % sawah tadah hujan, 2.70 % sawah ½ teknis, dan 1.19 % sawah non teknis. Kecamatan penyumbang produksi padi terbesar tahun 2009 adalah Kecamatan Mojowarno dengan total produksi 37.569 ton dan luas panen bersih sebesar 6.268 Ha. Sedang Kecamatan Gudo memiliki produktivitas paling tinggi Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 9 yaitu 63,57 kw/Ha dengan luas panen sebesar 4.224 Ha. Hampir semua kecamatan di Kabupaten Jombang memiliki luas panen padi sawah meskipun terdapat dua Kecamatan yang relatif kecil luas panennya, yaitu Kecamatan Wonosalam (1.158 Ha) dan Kecamatan Ngusikan (1.080 Ha). Kawasan perkebunan yang ada di Kabupaten Jombang dikembangkan berdasarkan potensi yang ada di wilayah masing-masing berdasarkan prospek ekonomi yang dimiliki. Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan, dengan mengembangkan kawasan industri masyarakat perkebunan yang selanjutnya disebut Kimbun. Berdasarkan komoditasnya, pengembangan perkebunan dibagi dalam dua kelompok yakni perkebunan tanaman tahunan seperti cengkeh, kopi, coklat, karet, dan perkebunan tanaman semusim antara lain berupa tebu, panili, dan tembakau. Lokasi pengembangan kawasan perkebunan tanaman tahunan meliputi : Kecamatan Bareng, Kecamatan Wonosalam, dan Kecamatan Mojowarno. Sedangkan lokasi pengembangan kawasan perkebunan tanaman semusim meliputi Kecamatan Ploso, Kecamatan Kabuh, Kecamatan Kudu, Kecamatan Ngusikan, Kecamatan Plandaan, Kecamatan Gudo, Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Mojoagung, Kecamatan Kesamben, Kecamatan Sumobito, Kecamatan Tembelang, Kecamatan Diwek, Kecamatan Perak, Kecamatan Mojowarno, dan Kecamatan Peterongan. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 10 Sementara itu di Kabupaten Jombang juga terdapat kawasan rawan bencana berupa gempa tektonik terjadi akibat adanya patahan Ploso yang walaupun sudah lama tidak aktif, namun perlu diwaspadai. Yakni berada di wilayah Kecamatan Plandaan, Kecamatan Kabuh, Kecamatan sebagian Kecamatan Megaluh dan Kecamatan Ngusikan, Bandarkedungmulyo. Juga terdapat kawasan rawan bencana berupa gerakan tanah/tanah longsor/erosi adalah Kecamatan Bareng, Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Mojoagung, Kecamatan Ngusikan dan Kecamatan Plandaan. Beberapa bagian wilayah di kecamatan tersebut mempunyai kelerengan diatas 40% dengan luas sekitar 7.753,6 Ha. Diluar itu secara historis, di Kabupaten Jombang terdapat kawasan rawan bencana banjir atau genangan yaitu : 1) Kecamatan Plandaan, meliputi Desa Plandaan, Tondowulan, Sumberjo, Jipurapah, Pojoklitih, Bangsri, Gebangbunder dan Kampungbaru; 2) Kecamatan Ngusikan, meliputi Desa Kedungbogo, Ketapangkuning, dan Keboan yang berasal dari luapan sungai Marmoyo; 3) Kecamatan Kudu, meliputi Desa Katemas, Sidokaton, Bakalanrayung, Made, Kepuhrejo, Sumberteguh dan Kudubanjar yang berasal dari luapan sungai. Marmoyo dan menimbulkan tanah longsor; 4) Kecamatan Ploso, meliputi Desa Ploso, Rejoagung, Jatigedong, Gedongombo, Losari, Pagertanjung, Bawangan, dan Tanggungkramat akibat luapan sungai Marmoyo dan sungai Brantas Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 11 5) Kecamatan Kesamben, meliputi Desa Pojokrejo, Jombok, Carangrejo, Watudakon, Kedungmlati, Podoroto, Jombatan, Kedungbetik, dan Pojokkulon; 6) Kecamatan Tembelang, meliputi Desa Kalikejambon, Kedunglosari, Kedungotok, Mojokrapak, Pesantren, Tembelang, Sentul dan Gabusbanaran serta pernah terjadi angin puyuh/puting beliung; 7) Kecamatan Megaluh, meliputi Desa Balongsari, Sumbersari, Ngogri dan Sidomulyo; 8) Kecamatan Peterongan, meliputi Desa Ngrandulor, Bongkot, Tengaran, Sumberagung, Dukuhklopo, Kebontemu, Morosunggingan, Tugusumberjo, dan Peterongan; 9) Kecamatan Jombang, meliputi Desa Jombang, Sumberjo, Banjardowo, Plosogeneng, Pulolor dan Dapurkejambon; 10) Kecamatan Bandar Kedungmulyo, meliputi Desa Karangdagangan, Tinggar, Banjarsari, Gondangmanis, dan Barongsawahan; 11) Kecamatan Sumobito, meliputi Desa Brudu, Badas, Nglele, Sebani, Segodorejo, Kedungpapar, Sumobito, Budug, Kendalsari, Talunkidul, dan Madiopuro; 12) Kecamatan Mojoagung, meliputi Desa Kademangan, Mancilan, Miagan, Betek, Karobelah, Mojotrisno, Janti, Gambiran, dan Kedunglumpang, 13) Kecamatan Gudo, meliputi Desa Gudo, Pucangro, Bugasur Kedaleman, Plumbon Gambang, Godong, dan Krembangan; Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 12 14) Kecamatan Jogoroto, meliputi Desa Jogoroto, Ngumpul, Jarakkulon, Sawiji, dan Mayangan; 15) Kecamatan Mojowarno, meliputi Desa Karanglo, Gondek, Mojojejer, Selorejo, Catakgayam, dan Grobogan. 16) Kecamatan Diwek di Desa Keras. 2.2 . Demografi Berdasarkan hasil laporan Sensus Penduduk 2010, penduduk Kabupaten Jombang berjumlah 1.201.557 jiwa, terdiri dari 1.190.139 jiwa penduduk bertempat tinggal tetap dan 57 jiwa penduduk bertempat tinggal tidak tetap. Dari total penduduk tersebut, 49,70% diantaranya atau sebanyak 597.219 jiwa laki-laki sedangkan selebihnya yaitu 50,30% atau sebanyak 604.338 jiwa perempuan. Penyebaran penduduk Kabupaten Jombang Tahun 2010 cukup merata di wilayah kecamatan. Sebaran penduduk terbanyak yaitu 11,41% penduduk tinggal di Kecamatan Jombang sebagai pusat pemerintahan. Sebaran terbanyak kedua sebesar 8,43% berada di Kecamatan Diwek, dan berikutnya adalah Kecamatan Mojowarno sebesar 7,12%. Tiga kecamatan dengan distribusi penduduk terendah yaitu Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Kudu, dan Kecamatan Ngusikan masing-masing dengan persentase sebesar 2,55% ; 2,33% ; dan 1,73%. Rasio jenis kelamin Kabupaten Jombang adalah 99, artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sex rasio terbesar terdapat di Kecamatan Wonosalam dan Kecamatan Diwek yaitu sebesar 102. Pada urutan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 13 berikutnya di Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan Jogoroto sebesar 101, dan pada urutan terkecil berada pada Kecamatan Kabuh dan Kecamatan Jombang dengan sex rasio sebesar 96. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk menurut hasil Sensus Penduduk 2000 yang sebesar 1.126.930, maka terdapat penambahan jumlah penduduk sebanyak 74.627 jiwa. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir rata-rata sebesar 0,64% per tahun. Kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Jogoroto dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,19%, pada urutan berikutnya adalah Kecamatan Jombang sebesar 0,95% dan pada urutan ketiga berada di Kecamatan Peterongan sebesar 0,89%. Kecamatan dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk terendah yaitu Kecamatan Plandaan yaitu sebesar 0,15% dan berikutnya Kecamatan Kudu sebesar 0,25%. Dengan luas wilayah sebesar 1.159,50 km2, maka kepadatan penduduk Kabupaten Jombang adalah sebanyak 1.036 jiwa/km2. Kecamatan Jombang merupakan kecamatan tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar 3.766 jiwa/km2, selanjutnya Kecamatan Jogoroto dengan tingkat kepadatan 2.216 jiwa/km2 dan Kecamatan Peterongan dengan tingkat kepadatan mencapai 2.161 jiwa/km2. Sementara kepadatan terendah berada di Kecamatan Wonosalam dengan tingkat kepadatan sebesar 252 jiwa/km2 (Anonim, 2000b). Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 14 2.3 . Kondisi dan Potensi Ekonomi 2.3.1. Pertumbuhan PDRB Dalam rentang waktu 4 (empat) tahun terakhir perkembangan PDRB Kabupaten Jombang baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya nilai tambah barang dan jasa yang diindikasikan dengan pesatnya peningkatan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dari sebesar Rp. 9.736.387.320.000,- pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp. 11.290.800.530.000,- pada tahun 2008, pada tahun 2009 sebesar Rp. 12.451.498.620.000,- dan diproyeksikan meningkat menjadi 14.140.014.420.000,pada tahun 2010. Capaian PDRB ADHB proyeksi tahun 2010 ini sudah melampaui angka yang ditargetkan dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran 2010 yakni sebesar 13.600.000.000.000,-. Selain itu struktur perekonomian wilayah Kabupaten Jombang juga semakin kokoh yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) yaitu dari sebesar Rp. 5.353.300.630.000,- pada tahun 2007, menjadi sebesar Rp. 5.673.483.590.000,- pada tahun 2008, meningkat menjadi sebesar Rp. 5.972.301.990.000,- pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 diproyeksikan meningkat menjadi sebesar Rp. 6.355.126.550.000,-. Angka proyeksi capaian PDRB ADHK tahun 2010 sedikit di atas angka yang ditargetkan dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran 2010 yakni sebesar 6.277.000.000.000,- (Anonim, 2000c). Adapun kecenderungan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 15 peningkatan PDRB sejak tahun 2007 hingga 2010 adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Jika ditinjau dari perkembangan kontribusi sektor penyangga PDRB Kabupaten Jombang pada kurun waktu tahun 2007 sampai dengan 2010, dari sisi nilai menunjukan peningkatan pada semua sektor termasuk untuk empat sektor penyangga utama, yakni pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa. Namun bila dilihat dari persentase kontribusi untuk masing-masing sektor terlihat pelambatan pertumbuhan yang terjadi pada dua sektor penyangga utama yakni pada pertanian dan industri pengolahan yang disebabkan oleh anomali iklim yang terjadi secara nasional. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 16 Sumber data: BPS Kabupaten Jombang (diolah) Gambar 1. PDRB Kabupaten Jombang Tahun 2007-2011 Diharapkan ke depan sektor-sektor pendorong PDRB ini bisa lebih dipacu pertumbuhannya terutama pada empat sektor penyangga utama, termasuk dua sektor yang diprediksikan akan menjadi mesin-mesin pertumbuhan ekonomi baru di Kabupaten Jombang yaitu sektor Angkutan dan Komunikasi serta sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Perkembangan kontirbusi sektor dalam PDRB tahun 2007 sampai dengan 2011 sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini : Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 17 Tabel 1. Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 s.d 2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kabupaten Jombang NO Sektor 1 Pertanian 2 3 4 5 6 7 8 9 Pertambangan& Penggalian Industri Pengolahan Listrik,Gas&Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan Jasa-jasa 2007 2008 2009 2010 2011 Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk 0,05% 0,05% -1,78% -1,92% -1,32% -1,32% 1,04% -2,76% -0,67% -1,32% -2,43% -2,43% -2,73% -2,38% -1,17% -0,83% -1,41% -2,53% -1,29% -1,43% -0,37% -0,37% -1,90% -1,64% -1,05% -1,98% -1,51% -0,53% -0,74% -1,06% -5,37% -5,37% -4,62% -0,99% -5,50% -2,10% -8,74% 2,80 -2,98% -0,87% -3,87% -3,87% 12,80% -3,70% -3,00% -2,90% 3,11 -0,51% 1,90% -2,51% 1,24% 1,24% -1,70% 2,52% 1,01% 1,66% 1,65 2,93 -0,26% 1,51% -2,64% -2,64% -4,13% 2,41% 3,26% 3,52% -7,14% -0,71% 0,05% 1,52% 0,22% 0,22% -0,19% 0,54% 1,07% -0,24% -9,87% -0,50% 0,26% 0,38% -1,04% -1,04% 13,61% 0,06% 1,59% 0,43% -0,18% 0,00% 3,21% 0,08% Sumber data: BPS Kabupaten Jombang (diolah) 2.3.2. Pertumbuhan Ekonomi Secara umum laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jombang dalam empat tahun terakhir berada pada rentang masa-masa pemulihan ekonomi setelah sempat mengalami stagnasi, artinya kondisi perekonomian di Kabupaten Jombang saat ini tetap menunjukkan tren pertumbuhan yang positif walaupun terjadi penurunan tingkat pertumbuhan. Mulai tahun 2007 sampai dengan 2009 tingkat pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan, yakni 6,07% pada tahun 2007 turun menjadi 5,98% tahun 2008, turun lagi menjadi sebesar 5,27% tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010 dari angka sementara yang dirilis, terjadi kenaikan yang cukup signifikan diprediksi mencapai 6,41%. Kondisi ini tentunya cukup menggembirakan dan menandakan bahwa perkembangan perekonomian di wilayah Kabupaten Jombang sudah mulai kembali pada jalur yang sesuai dengan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 18 harapan. Namun demikian masih diperlukan upaya-upaya yang lebih baik di dalam upaya percepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Jombang. Capaian pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 ini sudah melampaui target yang tercantum di dalam dokumen Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun 2010 yaitu sebesar 6% (Anonim, 2000b). Meskipun selama empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jombang cenderung tidak stabil bahkan cenderung melambat, secara umum kondisi perekonomian makro Kabupaten Jombang mulai menunjukan perkembangan yang cukup baik, apalagi jika merujuk pada pertumbuhan yang cukup tinggi selama tahun 2010. Pada tahun 2010, berdasarkan angka sementara hasil perhitungan PDRB, tahun 2010 tersebut seluruh sektor lapangan usaha mampu mencatat peningkatan laju pertumbuhan, tetapi beberapa sektor lapangan usaha lainnya mengalami sedikit pelambatan. Selanjutnya kecenderungan laju pertumbuhan ekonomi sejak 2007–2010 adalah sebagaimana pada Gambar 2 di bawah ini : Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 19 7 6 6,67 6,41 6,28 6,07 5,98 5,9 5,27 5,01 5 4 2007 2008 2009 Provinsi Jawa Timur 2010 Kabupaten Jombang Sumber data: BPS (diolah) Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jombang dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2010 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 20 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi Lubang Resapan Biopori Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik. Sampah berfungsi menghidupkan mikroorganisme tanah, seperti cacing tanah. Cacing ini nantinya bertugas membentuk pori-pori atau terowongan dalam tanah (biopori). Biopori secara harfiah merupakan lubang-lubang (pori-pori makro) di dalam tanah yang dibuat oleh jasad biologi tanah. Lubang cacing tanah, lubang tikus, lubang marmut, lubang anjing prairi, lubang semut, rayap, dan lain-lain, termasuk lubang bekas akar yang mati dan membusuk, merupakan contoh-contoh dari biopori di dalam tanah. Biopori dalam tanah ini sangat optimal keberadaannya di daerah yang tidak terganggu seperti pada lahan hutan dan kebun campuran. Pada lahan pertanian intensif dan di kawasan pemukiman, biopori sangat sedikit dijumpai, karena kehidupan jasad biologi tanah tersebut terganggu oleh berbagai aktivitas manusia, juga oleh pengaruh limbah dan aplikasi pestisida, sehingga tanah menjadi sangat padat. Keberadaan biopori yang banyak, akan mempertinggi daya serap tanah terhadap air, karena air akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh (profil) tanah. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 21 Lubang biopori yang dibuat sedalam 1 meter dengan diameter lubang sekitar 0,10 meter maka dapat menampung air sebanyak 0,03 m3 (30 liter). Bila jarak antar biopori tersebut 2 x 2 meter maka akan terdapat sebanyak 2.500 lubang biopori per hektar yang berarti dapat menampung tambahan air sebanyak 75 m3 atau setara dengan 75.000 liter air per hektar. Ini belum termasuk banyaknya air yang dijerap oleh serasah organik yang dimasukkan ke dalam biopori tersebut yang dapat menyerap air 2 kali lebih besar dari bobot bahan organiknya. Serasah organik yang dapat ditampung oleh lubang biopori sedalam 1 meter dengan diameter 0,10 meter tersebut sebanyak 2,0 – 3,2 kg bahan segar. Dalam waktu sekitar 21 hari, bahan organik segar dalam lubang biopori ini dapat menjadi kompos. Kompos ini dapat pula dipanen untuk pupuk (yang kemudian disebut dengan ”Kombipor” atau kompos biopori). Teknik kombipor ini efektif pula dalam penanggulangan sampah organik (sampah basah) pada skala (penanggulangan) sampah rumah tangga. Selain itu, air yang masuk ke dalam lubang biopori tersebut dapat dengan mudah bergerak di dalam profil tanah (perkolasi) masuk ke dalam air bawah tanah (ground water). Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi yang berpotensi meningkatkan daya dukung lingkungan. Menurut Brata dan Nelistya (2008), lubang resapan biopori merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan air tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 22 yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah (Gambar 3). Gambar 3. Prinsip Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LRB) Pembuatan LRB pada setiap jenis penggunaan tanah dapat mempermudah pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya ke dalam tanah. Dengan demikian, setiap pengguna lahan dapat memfungsikan tanahnya masing-masing sebagai penyimpan karbon (carbon sink) untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah berbentuk humus dan biomassa dalam tubuh aneka ragam biota tanah, selain tidak diemisikan juga juga sangat penting untuk memelihara kesuburan tanah yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon di atmosfir (Brata dan Nelistya, 2008). Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 23 Penambahan sampah organik pada LRB bertujuan untuk merangsang terbentuknya biopori. Biopori yang terbentuk akan membantu meningkatkan laju peresapan air. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia /Nomor : P. 32/MENHUT-II/2009/Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS), disebutkan bahwa untuk setiap 100 m2 lahan idealnya Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antara 0,5 – 1,0 meter. Dengan kedalaman 1 meter dan diameter 0,10 meter setiap lubang bisa menampung 7,8 liter sampah (Gambar 4). Sampah dapur dapat menjadi kompos dalam jangka waktu 15 – 30 hari, sementara sampah kebun berupa daun dan ranting bisa menjadi kompos dalam waktu 2 – 3 bulan. Namun, secara spesifik jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai pada suatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula, dihitung dengan persamaan : n I *L v Keterangan : n : Jumlah Lubang Resapan Biopori I : Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun (mm/detik) L : Luas bidang kedap air (m2) v : Laju rembesan air rata-rata per lubang (m3/detik) Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 24 Sebagai contoh, untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air per lubang 3 liter/menit (180 liter /jam) pada 100 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100)/180 = 28 lubang 3.2. Implikasi Aplikasi Lubang Resapan Biopori Pembuatan lubang resapan biopori akan meningkatkan kemampuan lingkungan dalam menopang kehidupan di atasnya. Menurut Brata dan Purwakusuma (2008), bahwa teknologi lubang resapan biopori (LRB), dikembangkan berdasarkan prinsip menjaga kesehatan ekosistem tanah untuk mendukung adanya keanekaragaman hayati dalam tanah oleh tersedianya cukup air, udara, dan sumber makanan (bahan organik). Sistem peresapan berbasis biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang dapat memberikan banyak manfaat, antara lain : (1) meningkatkan laju peresapan air dan cadangan air tanah, (2) memudahkan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos, (3) meningkatkan peranan aktivitas biodiversitas tanah dan akar tanaman, (4) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 25 Gambar 4. Penampang Lubang Resapan Biopori Adapun manfaat utama dari LRB adalah kemampuannya meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah. Kemampuan LRB dalam meresapkan air dipengaruhi oleh diameter lubang yang dibuat. Hubungan diameter lubang dengan beban resapan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hubungan Diameter Lubang dengan Beban Resapan dan Pertambahan Luas Permukaan Resapan Diameter Mulut Luas lubang Lubang Dinding (cm) (cm2) (m2) 10 79 0.3143 40 1257 1,2571 60 2829 1.8857 80 5029 2.5143 100 7857 3,1429 Sumber : Brata dan Nelistya, 2008. Pertambahan luas (kali) Volume (liter) 40 11 7 5 4 7,857 125.714 282.857 502.857 785.714 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam Beban Resapan (liter/m2) 25 100 150 200 250 26 Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa LRB berdiameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm hanya menggunakan permukaan horizontal 79 cm2 menghasilkan permukaan vertikal seluas dinding lubang 0,314 m2, berarti memperluas 40 kali yang dapat meresapkan air. Volume air yang masuk tertampung maksimum 7,9 liter akan dapat meresap ke segala arah melalui dinding lubang, akan menimbulkan beban resapan maksimal 25 liter/m2. Perluasan permukaan resapan akan menurun dan beban resapan akan meningkat dengan peningkatan diameter lubang. Sebagai contoh, bila diameter lubang 100 cm mendekati diameter sumur, perluasan permukaan yang diperoleh hanya 4 kali dengan beban resapan mengakibatkan penurunan laju peresapan air karena terlalu lebarnya zona jenuh air di sekeliling dinding lubang, apalagi bila sebagian permukaan resapan dikedapkan sebagai penguat dinding (Brata dan Nelistya, 2008). Selain mampu meresapkan air LRB juga dapat mengomposkan sampah organik. Menurut Putra (2010), bahwa jumlah sampah organik yang dibutuhkan untuk mengisi LRB dengan kedalaman 100 cm dan diameter 10 cm adalah 7,2– 7,9 kg selama kurun waktu 8 minggu. Artinya dalam sehari setiap LRB mampu menampung 0,13 kg sampah. Dengan asumsi produksi sampah per kapita sebesar 0,8 kg dan 60 % nya adalah sampah organik setiap individu akan menghasilkan 0,48 kg dan LRB yang dibutuhkan adalah 3,7 LRB. Agar LRB dapat berfungsi secara optimum diperlukan jumlah yang ideal. Menurut Brata dan Nelistya (2008), bahwa jumlah LRB ideal ditentukan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 27 dengan mengalikan luas bidang kedap dengan intensitas hujan dan dibagi laju peresapan air per lubang. Bidang kedap dengan luas 100 m2 dengan intensitas hujan 50 mm/jam dan laju peresapan air per lubang 3 liter/menit membutuhkan 28 LRB. Dengan asumsi bahwa bidang kedap tersebut adalah rumah dan ditempati 10 orang dan dibuat LRB sesuai dengan jumlah ideal, tentu 75,67 % sampah organik dapat tertampung kedalam LRB. 3.3. Fungsi Biopori a. Mengatasi banjir karena meningkatkan daya resapan air. Air hujan tidak harus dari talang atau saluran air yang masih bersih, akan tetapi air yang bercampur tanahpun dapat di masukkan. b. Mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik menjadi kompos. Sampah rumah tangga (yang organik) dapat dimasukkan ke dalam lubang biopori, sehingga mengurangi penumpukan sampah rumah tangga. c. Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah organik. Sampah organik yang telah dimasukkan ke dalam lubang resapan ini, dapat diambil setelah 1 – 2 bulan, dapat dijadikan pupuk hijau (kompos). Kemudian kompos yang telah diambil, lubang dapat digunakan lagi untuk membuang sampah organik. d. Menyuburkan tanah . Sampah dedaunan, dari pada dibakar, akan lebih bagus dimasukkan dalam lubang ini, sehingga sampah daun akan busuk dan dapat Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 28 menyuburkan tanah. Lubang akan lebih baik lagi bila dibuat di sekitar pohon buah, pohon peneduh, akan membantu menyuburkan tanaman. e. Mengatasi masalah timbulnya genangan air penyebab demam berdarah dan malaria. Biasanya di tanah lapang, seperti halaman rumah, lapangan bola atau fasilitas olahraga yang masih belum di semen, ada bebarapa tempat yang air sulit meresap. Biopori dapat dibuat di tempat tersebut dan membantu meresapkan air ke dalam tanah. Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom atau dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3.140 cm 2 atau hampir 1/3 m 2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78,5 cm 2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm2. f. Terhindar berbagai jenis penyakit. Tumpukan sampah yang dibuang terbuka dan telah membusuk, akan mengundang berbagai penyakit dan penyebarnya seperti lalat. Bila sampah rumah tangga seperti sisa makan, sayuran atau dedaunan lain dimasukkan ke dalam lubang yang tertutup, akan mengurangi atau mencegah penyakit (Gambar 5). Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 29 Gambar 5. Skema Fungsi Lubang Resapan Biopori (LRB) 3.4. Lubang Barokah Lubang barokah yaitu lubang dengan kedalaman 1 meter serta luas 1 x 1 meter, yang dibuat disebuah petak perkebunan atau tanah tegalan seluas satu hektar dengan jumlah minimal 20 lubang. Ini teknologi lama yaitu rorak yang kemudian dikembangkan. Pembuatan lubang barokah dapat memberikan banyak manfaat. Manfaat itu diantaranya untuk menampung bahan organik yang ada di sekitar kebun atau tegal, seperti daun kering dan limbah pertanian lainnya. Hal ini berarti memberi ruang hidup untuk mikroba dalam tanah dan jika terjadi proses dekomposisi pada bahan organik yang ada nantinya juga dapat berguna bagi usaha pertanian. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 30 Teknologi lubang barokah memiliki keunggulan, yaitu dapat menampung resapan air hujan dalam jumlah yang cukup besar. Sebagaimana diketahui, aliran air tanah yang tidak terserap dapat mengakibatkan erosi termasuk pengangkutan tanah yang menyebabkan longsor. Tentunya dilihat dari sisi konservasi lahan juga bisa mengendalikan agar tidak terjadi banjir. Pembuatan lubang barokah yang merupakan upaya konservasi air adalah untuk menampung air dan meresapkannya ke dalam tanah serta dimaksudkan untuk mengurangi aliran air permukaan dan menampung sedimen akibat proses erosi. Lokasi pembuatan lubang barokah adalah : a. Daerah/lokasi yang aliran air permukaan dan tingkat sedimentasinya tinggi b. Lahan pertanian, pekarangan, perkebunan, hutan dan tepi jalan. Tujuan pembuatan lubang barokah adalah : a. Mengurangi aliran air permukaan b. Meningkatkan proses pengendapan sedimen agar tidak terbawa aliran air permukaan c. Dapat digunakan sebagai rumah kompos d. Meningkatnya air tanah Pemeliharaan lubang barokah : a. Memindahkan endapan pada lubang barokah ke bidang olah atau tanaman disekitar sebagai pupuk. b. Memindahkan lubang barokah pada sisi yang lain atau bagian sisi tanaman. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 31 c. Sebagai cadangan pupuk organik. Cara pembuatan lubang barokah : a. Lubang barokah dibuat di antara tanaman pokok (tanaman semusim/tanaman tahunan/ tanaman keras). b. Lubang barokah dapat berupa lubang biasa (dangkal/dalam) atau berupa saluran buntu. Saluran memanjang yang tidak dihubungkan dengan saluran lain atau saluran pembuangan air. c. Ukuran lubang barokah disesuaikan dengan, antara lain curah hujan, jenis tanah dan keperluannya. Misal : 100 x 100 x 100 cm ; 100 x 60 x 40 cm ; atau 80 x 40 x 40 cm. d. Lubang barokah dibuat dalam 1 ha ± 20 titik. Juga berfungsi sebagai area resapan. 3.5. Kadar Air Tanah Sebagian air yang diperlukan oleh tumbuhan berasal dari tanah (disebut air tanah). Air ini harus tersedia pada saat tumbuhan memerlukannya. Air merupakan bagian penyusunan tubuh tumbuhan. Air tanah berfungsi sebagai pelarut unsur hara dalam tanah. Reaksi-reaksi kimia dalam tanah hanya berlangsung bila terdapat air. Pelepasan unsur-unsur hara dari mineral primer terutama juga karena pengaruh air, sebaliknya kemampuan air menghanyutkan unsur-unsur dapat pula dimanfaatkan untuk mencuci garam-garam beracun yang berlebihan dalam tanah. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 32 Dengan adanya vegetasi atau tanaman pada suatu lahan akan dapat meningkatkan kadar air kapasitas lapang dan kadar air maksimum, hal ini disebabkan oleh pemberian mulsa hasil pangkasan yang menjadi bahan organik, yang diketahui bahwa bahan organik dapat mengikat air sampai enam kali beratnya sendiri sehingga kemampuan infiltrasi pun tinggi. Cara biasa menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam persen terhadap tanah kering. Kadar air juga dapat dinyatakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tanah tertentu (Hakim, ddk, 1986). 3.6. Infiltrasi Infiltrasi adalah aliran masuknya air kedalam tanah sebagai akbiat gaya kapiler (gerakan air kearah vertikal). Setelah tanah lapisan atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tempat yang lebih dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi yang dikenal sebagai proses perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Ketika air hujan jatuh pada permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah (Asdak, 2002). Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 33 Kemampuan sistem lahan dalam meretensi air hujan sangat tergantung kepada karakteristik sistem tajuk dan perakaran tipe vegetasi penutupnya. Sistem tata guna lahan dengan vegetasi penutup bertipe pohon yang disertai dengan adanya tumbuhan penutup tanah adalah sistem lahan yang mempunyai kemampuan meretensi air hujan lebih baik dari pada sistem lahan tingkat semai/semak. Dengan demikian vegetasi tingkat pohon mempunyai fungsi yang lebih baik untuk meningkatkan kapasitas infiltrasi dan menyimpan air (Suharto, 2006) Pukulan menghancurkan butir-butir dan hujan pada mendisfersikan permukaan tanah agregat tanah yang yang terbuka menyebabkan penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan laju infiltrasi. Penurunan infiltrasi dapat juga terjadi karena pengalihan lahan, salah olah, dan pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat. Laju infiltrasi yang tinggi tidak hanya meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengurangi banjir dan erosi yang diaktifkan oleh run off. Menurut Suryatmojo (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi antara lain : a) Karakteristik permukaan lahan Karakteristik permukaan lahan yang mempengaruhi proses infiltrasi adalah kepadatan tanah (curah hujan, debu dan liat yang terbawa aliran vertikal, kandungan liat, lalu lintas hewan). Sifat dan jenis tanaman penutup tanah Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 34 mengurangi efek curah hujan, akar tumbuhan akan menyebabkan struktur tanah gembur, dan diatas permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran. b) Transmisi lapisan tanah Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah. Lapisan tanah dibedakan menjadi empat horizon, yaitu : Horizon A, yang teratas sebagai bahan organic tanah Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas sangat meneguhkan laju infiltrasi Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk Horizon D, merupakan bahan in duk (beb rock) Laju infiltrasi umumnya tergantung dari horizon A dan B, karena kapasitas infiltrasi C tidak akan terpenuhi oleh laju infiltrasi, sedangkan D tidak tertembus air, sehingga sifat transmisi lapisan tanah dikelompokkan menjadi dua fenomena, yaitu : Jika kapasitas perkolasi lebih besar dari pada kapasitas infiltrasi, maka lapisan di bawah lapisan permukaan tidak akan jenuh dan laju infiltrasi ditentukan oleh infiltrasi Jika kapasitas perkolasi lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka lapisan bawah akan jenuh air dan laju infiltrasi ditentukan oleh infiltrasi ditentukan oleh laju perkolasi Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 35 c) Pengatusan dari kapasitas penampungan Pengatusan kapasitas penampungan porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan untuk air infiltrasi, juga menahan aliran permukaan. semakin besar porositas maka kapasitas menampung air infiltrasi semakin besar. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. 3.7. Bobot Isi Tanah Tanah adalah campuran butir-butir dari berbagai ukuran dan bahwa ada hubungan yang erat antara penyebaran besar butir dan sifat tanah. Para ahli menyatakan berat tanah dalam istilah kerapatan butir-butir yang menyusun tanah. Biasanya ditetapkan sebagai massa atau berat satuan solum tanah padat dan disebut kerapatan butir. Dalam sistem metrik kerapatan butir biasanya dinyatakan dengan istilah gram per sentimeter kubik. Jadi, satu sentimeter kubik tanah padat beratnya 2,6 gram kerapatan butir ialah 2,6 gram per sentimeter kubik. Meskipun terdapat kisaran besar dalam kisaran kerapatan mineral tanah, gambaran untuk kebanyakan tanah mineral biasanya bervariasi antara batas yang sempit yaitu antara 2,60 sampai 2,75 gram per sentimeter kubik. (Anonim, 2010b) Nilai berat suatu tanah digunakan secara luas. Ini diperlukan untuk konversi prosentase air dalam berat ke kandungan air volume untuk menghitung porositas jika berat jenis partikelnya diketahui dan untuk memperkirakan berat Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 36 dari volume tanah yang sangat besar. Nilai berat suatu tanah berbeda-beda tergantung kondisi struktur tanahnya, terutama dikaitkan dengan pemadatan. Oleh karena itu, berat isi sering digunakan sebagai ukuran struktur tanah. Berat jenis partikel dari suatu tanah memperlihatkan kerapatan dari partikel secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan sebagai perbandingan massa total dari partikel padatan dengan total volume dan tidak termasuk ruang pori diantara partikel (termasuk berat air dan udara). Besarnya berat jenis partikel bahan organik umumnya berkisar antara 1,3 sampai 1,5 gram persentimeter kubik. Berat tanah dapat diukur dengan metode silinder, clod, boring, dan radioaktif (sinar gamma). Metode silinder sangat mudah dan sederhana seta praktis untuk tanah- tanah yang tidak bersifat mengembang mengerut. Tetapi sebaliknya pada tanah yang bersifat mengembang mengerut digunakan metode clod. Sedangkan metode boring dan radioaktif biasanya digunakan secara langsung dilapangan. Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah adalah berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah, dinyatakandalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah,jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Agus et al. 2006 dalam Anonim, 2010b). Bobot isi tanah (bulk density) adalah ukuran pengepakan atau kompresi partikel-partikel tanah (pasir, debu, dan liat). Bobot isi tanah bervariasi Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 37 bergantung pada kerekatan partikel-partikel tanah itu. Bobot isi tanah dapat digunakan untuk menunjukkan nilai batas tanah dalam membatasi kemampuan akar untuk menembus (penetrasi) tanah, dan untuk pertumbuhan akar tersebut (Pearson et al., 1995 dalam Anonim, 2010b). Berat isi merupakan suatu sifat tanah yang menggambarkan taraf kemampatan tanah. Tanah dengan kemampatan tinggi dapat mempersulit perkembangan perakaran tanaman, pori makro terbatas dan penetrasi air terhambat (Darmawijaya, 1997). Berat isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya, seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linier extensibility (COLE), dan kadar air tanah. Data sifat-sifat fisik tanah tersebut diperlukan dalam perhitungan penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur, dan pembenah tanah pada satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu. Berat isi tanah juga erat kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman menembus tanah. 3.8. Permeabilitas Tanah Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiranbutiran tanah. Tekanan pori diukur relatif terhadap tekanan atmosfer dan permukaan lapisan tanah yang tekanannya sama dengan tekanan atmosfer Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 38 dinamakan muka air tanah atau permukaan freasik, di bawah muka air tanah. Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara. Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan laju air larian. Tinggi muka air tanah berubah-ubah sesuai dengan keadaan iklim tetapi dapat juga berubah karena pengaruh dari adanya kegiatan konstruksi. Di tempat itu dapat juga terjadi muka air tanah dangkal, di atas muka air tanah biasa, sedangkan kondisi dapat terjadi bila tanah dengan permeabilitas tinggi di permukaan atasnya dibatasi oleh lapisan muka air tanah setempat, tetapi berdasarkan tinggi muka air tanah pada suatu tempat lain yang lapisan atasnya tidak dibatasi oleh lapisan rapat air. Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori. Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 39 dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured). Permeabilitas ini merupakan suatu ukuran kemudahan aliran melalui suatu media poreus. Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan koefisien permeabilitas. Permeabilitas intrinsik suatu akifer bergantung pada porositas efektif batuan dan bahan tak terkonsolidasi, dan ruang bebas yang diciptakan oleh patahan dan larutan. Porositas efektif ditentukan oleh distribusi ukuran butiran, bentuk dan kekasaran masing-masing partikel dan susunan gabungannya, tetapi karena sifat-sifat ini jarang seragam, konduktivitas hidrolik suatu akifer yang berkembang dibatasi oleh permeabilitas lapisan-lapisan atau masing-maisng zone, dan mungkin bervariasi cukup besar tergantung pada arah gerakan air. Permeabilitas tanah memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas berkisar antara lambat sampai agak cepat (0,20 – 9,46 cm jam-1), sedangkan di lapisan bawah tergolong agak lambat sampai sedang (1,10 – 3,62 cm jam-1) (N.Suharta dan B. H Prasetyo, 2008) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas, adalah : a) Tekstur tanah. Tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 40 b) Struktur tanah. Semakin banyak ruang antar struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas dalam tanah tersebut. Misalnya tanah yang berstruktur lempeng akan sulit di tembus oleh air daru pada berstruktur remah c) Porositas Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut d) Viskositas Viskositas sama juga dengan kekentalan air, semakin kental air tersebut, maka semakin sulit juga air untuk menembuas tanah tersebut e) Gravitasi Gaya gravitasi atau gaya tarik bumi juga sangat menentukan permeabilitas tanah, karena permeabilitas adalah gaya yang masuk ke tanah menrut gaya gravitasi f) Drainase Apabila permeabilitas tanah baik, maka waktu dalam pergerakan air akan semakin cepat, begitu pula sebaliknya. Penyerapan yang dilakukan tanah akan semakin cepat apabila drainase tanah itu baik Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 41 g) Erosi Pengikisan juga dipengaruhi oleh permeabilitas, semakin baik permeabilitas dalam tanah, maka erosi akan minimum h) Evaporasi Evaporasi akan semakin maksimal jika permeabilitas tanah tersebut baik 3.9. Nitrogen Tanah Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas terbanyak dibandingkan dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah (Krisna 2002). Atmosfer mengandung nitrogen dalam jumlah yang besar, kira-kira 80% dari udara terdiri atas nitrogen. Pembentukan nitrogen di alam dalam bentuk terikat, yang disebut fiksasi nitrogen. Hal ini terjadi di dalam tanah, terutama oleh bakteri. Jenis bakteri pengikat nitrogen yang paling efisien bersifat simbiotik (Nasoetion 1996). Fraksi nitrogen yang terdapat dalam tanah yang umum adalah N-organik. Sub-fraksi dari N-organik terdiri atas asam amino dan humin N. Persen konsentrasi dan distribusi dari sub-fraksi dari N-organik selalu bervariasi, bergantung pada faktor tanah, komponen yang ditambahkan, proses pengairan, intensitas pengolahan dan komponen mikrobiologi tanah. Fraksi N-tanah yang lain adalah fraksi N-anorganik yang disusun atas N-NH4+, N-NO3-, N-NO2- dan N2 (Krisna 2002). Kehilangan nitrogen pada tanah pertanian dapat terjadi melalui Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 42 denitrifikasi, volatilisasi amonia, dan pencucian (kehilangan NO3 -). Pencucian nitrat merupakan masalah pencemaran yang potensial terjadi pada air permukaan dan air bawah tanah yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Bohn et al. 1979). 3.10. Bahan Organik Tanah Tanah tersusun dari : (a) bahan padatan, (b) air, dan (c) udara. Bahan padatan tersebut dapat berupa: (a) bahan mineral, dan (b) bahan organik. Bahan mineral terdiri dari partikel pasir, debu dan liat. Ketiga partikel ini menyusun tekstur tanah. Bahan organik dari tanah mineral berkisar 5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan bahan organik tanah mineral sedikit (+5%) tetapi memegang peranan penting dalam menentukan Kesuburan Tanah. Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya (Abdul Madjid, 2007). Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan organik tanah juga merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang sehat memiliki kandungan bahan organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Kesehatan tanah penting untuk menyamin produktivitas pertanian. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 43 Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: a) Fungsi biologi : menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah menyediakan energi untuk proses-proses biologi tanahmemberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tana b) Fungsi kimia : merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K c) Fungsi fisika : mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air perubahahan moderate terhadap suhu tanah Fungsi-fungsi bahan organik tanah ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah. 3.11. Laju Resapan Air ke dalam Tanah Secara umum peresapan air merupakan proses masuknya air hujan ke dalam tanah sebagai akibat adanya gaya kapiler dan gaya gravitasi dengan cara infiltrasi maupun perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam. Infiltrasi merupakan cara air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 44 tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Dengan pengaruh gaya gravitasi air hujan akan masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah dan gaya kapiler akan mengalirkan air tersebut ke atas ke bawah dan ke arah horizontal. Sedangkan laju peresapan air adalah kecepatan masuknya air hujan ke dalam tanah selama hujan berlangsung karena faktor alam maupun berkat adanya campur tangan manusia. Laju peresapan air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : tekstur tanah, bahan organik tanah, kepadatan tanah, jenis dan jumlah vegetasi (Asdak, 2004). Tekstur tanah adalah perbandingan antara fraksi pasir, debu dan liat dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, maka akan semakin besar ruang pori yang terdapat di antara partikel-partikel tanah tersebut, sehingga akan memperlancar pergerakan air di dalam tanah (Hakim et al, 1986). Menurut Hanafiah (2005) tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir, debu dan liat. Hakim et.al., (1986) mengemukakan bahwa kepadatan tanah yang dimanifestasikan dengan bobot isi tanah adalah perbandingan antara berat persatuan volume penyusun tanah dalam keadaan kering oven dengan volume tanah (dinyatakan dalam gram/cm3 ). Hanafiah (2005) juga menyatakan bahwa bobot isi tanah adalah berat tanah yang dikering ovenkan per satuan volume. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 45 Tanah liat yang bertekstur halus umumnya memiliki kerapatan isi antara 1,0 – 1,3 g/cm3 , sedangkan yang bertekstur kasar antara 1,3 – 1,8 g/cm3 . Nilai bobot isi tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel tanah, tanah liat yang bertekstur halus mempunyai kerapatan isi lebih kecil dibanding tanah yang tanah bertekstur kasar dan semakin tinggi nilai kerapatan isi tanah maka laju resapan air juga akan semakin besar. Upaya meningkatkan peresapan air ke dalam tanah dewasa ini sudah sangat mendesak untuk dilakukan, terutama di daerah perkotaan di mana kebutuhan dan pemanfaatan air bersih yang bersumber dari air bawah tanah sangat tinggi karena selain kualitasnya lebih baik biayanya juga relatif lebih murah. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 46 BAB IV METODOLOGI 4.1. Metode Pengambilan Sampel Kajian teknis Kelayakan dan Pembuatan Implikasi dari Aplikasi Lubang Resapan Biopori dan Sumur Resapan akan dilakukan di Kecamatan Wonosalam. Wilayah ini memiliki topografi bergunung-gunung dengan kemiringan rata-rata lebih dari 40% sehingga berpotensi mengalami banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, jika tanahnya tidak memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menyimpan air. Kecamatan Wonosalam, merupakan salah satu diantara 7 kecamatan yang rawan banjir, dan juga berpotensi terjadinya tanah longsor. Sebab, hutan yang ada di kawasan tersebut mulai gundul, sehingga ketika hujan cukup deras maka tanah di perbukitan tak mampu lagi menahan air Kecamatan Wonosalam terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 12.163 ha (Gambar 6). Struktur litologi daerah ini tersusun atas batuan volkanik, berupa breksi volkanik dan di beberapa tempat dijumpai andesit dengan warna segar abuabu cerah, warna lapuk agak kehitaman. Dari 9 desa diambil tiga (3) desa sebagai desa percontohan pemanfaatan Lubang Resapan Biopori (LRB), yaitu Desa Wonosalam, Desa Panglungan, dan desa Carangwulung. Tiap-tiap desa diambil sampel 10 KK, dan setiap KK terdiri dari sepuluh (10) titik LRB disekitar rumah dan dua (2) titik Lubang Barokah disekitar kebun rumah. Lokasi yang diambil adalah dengan tetap memperhatikan perbedaan kemiringan lahan yang cukup signifikan. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 47 Gambar 6. Peta Kecamatan Wonosalam 4.2. Perancangan Lokasi Dalam perancangan pembuatan biopori, agar kinetik kerja biopori lebih maksimal perlu tempat-tempat yang khusus dan tepat. Jika menempatkan biopori ditempat yang tepat, maka biopori tersebut akan lebih leluasa dalam segi kinerjanya dan hasilnya pun akan lebih maksimal. Oleh karena itu, perlu perhatikan secara cermat untuk memilih lokasi pemasangan biopori. Tempat yang dapat dibuat /dipasang lubang biopori resapan air adalah : a. Pada alas saluran air hujan di sekitar rumah (pekarangan). b. Di sekeliling pohon. c. Pada tanah kosong antar tanaman / batas tanaman. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 48 4.3. Teknis Pembuatan Lubang Resapan Biopori a. Gali lubang bentuk silinder (misalnya dengan bor tanah/linggis/bambu), diameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm ; Gambar 7. Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori b. Jarak antara lubang yang satu dengan yang lain 50-100 cm . Mulut lubang diperkuat dengan paralon dengan diameter 10 cm dengan panjang 20 cm; c. Lubang diisi dengan sampah organik seperti daun, sampah dapur, ranting pohon, sampah makanan dapur non kimia, dan sebagainya. Sampah dalam lubang akan menyusut sehingga perlu diisi kembali dan di akhir musim kemarau dapat dikuras sebagai pupuk kompos alami (Gambar 7 dan 8). Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 49 Gambar 8. Cara Pembuatan LRB d. Mulut lubang ditutup dengan kawat kasa (Gambar 9). Gambar 9. Contoh Lubang Biopori di Daerah Penelitian 4.3 . Teknis Pembuatan Lubang Barokah a. Lubang barokah dibuat di antara tanaman pokok (tanaman semusim/tahunan/tanaman keras) Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 50 b. Lubang barokah berupa lubang biasa (dangkal/dalam) atau berupa saluran buntu, yaitu saluran memanjang yang tidak dihubungkan dengan saluran lain atau saluran pembuangan air. c. Ukuran lubang barokah disesuaikan dengan, antara lain curah hujan, jenis tanah dan keperluannya. Misal : 100 x 100 x 100 cm ; 100 x 60 x 40 cm ; atau 80 x 40 x 40 cm . Gambar 10. Contoh Lubang Barokah di Daerah Penelitian d. Lubang diisi dengan sampah organik seperti daun, sampah dapur, ranting pohon, sampah makanan dapur non kimia, dan sebagainya. Sampah dalam lubang akan menyusut sehingga perlu diisi kembali dan di akhir musim kemarau dapat dikuras sebagai pupuk kompos alami (Gambar 10.) Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 51 4.5. Variabel Pengamatan Pengamatan dan pengambilan data dilakukan untuk mengkaji apakah pembuatan Lubang Resapan Biopori memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi lingkungan, khususnya dalam perbaikan kemampuan tanah menyimpan air. Dalam penelitian ini variabel yang diamati, sebagai berikut : 1) Pengukuran debit run off dan kecepatan infiltrasi air tanah pada wilayah dengan penerapan LRB/Lubang Barokah dan tanpa LRB/ Lubang Barokah. 2) Pengukuran BI (Bobot Isi) tanah pada kedalaman 0 – 80 cm 3) Pengukuran KA (kadar air) tanah sebelum dan sesudah penerapan LRB/ Lubang Barokah. 4) Mengambil sampel tanah untuk mengetahui koefisien permeabilitas tanah tersebut. Tabel 3. Variabel Pengamatan No Variabel Metode 1. Kadar Air (KA) Tanah Gravimetri 2. Infiltrasi Tanah 3. Ring Waktu Pengamatan Tiap dua minggu Awal, Tengah, dan Akhir Infiltrometer Penelitian Bobot Isi (BI) Tanah Ring sample Awal dan Akhir Penelitian 4. Permeabilitas Tanah pF Awal dan Akhir Penelitian 5. Nitrogen Tanah Kjedahl Awal dan Akhir Penelitian 6. Bahan Organik (BO) Walkley & Black Awal dan Akhir Penelitian Tanah Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 52 4.6. Pengukuran a) Kadar Air Tanah Kering Udara Tanah dimasukkan kedalam cawan sebanya 10 gram, kemudian di oven pada suhu 1050C selama 24 jam. Tanah tersebut ditimbang beratnya. Dihitung kadar airnya dengan rumus : Keterangan : KK = Kadar Air (%) BB = Berat tanah sebelum di oven (gr) BK = Berat tanah sesudah di oven (gr) b) Infiltrasi Tanah Diletakkan salah satu cincin dan pastikan penampang cincin pada level datar. Dipasang piringan tutup di atas cincin dan pastikan tepat di pusat cincin. Pukul tutup cincin dengan martil sampai kedalaman tertentu sehingga dapat mencegah kebocoran air ke luar cincin. Diletakkan cincin silinder lainnya secara tepat pada pusat yang sama dengan cincin pertama. Dipasang jarum berujung runcing sebagai penanda muka air yang dapat dilihat. Dilakukan pengukuran perubahan tinggi muka air, pasang mistar di dinding dalam cincin. Dituangkan air ke dalam cincin sampai muka air persis di ujung mistar. Dijaga tinggi muka air pada kedua cincin agar tetap sama untuk menghindari aliran antar cincin. Penghitungan laju infiltrasi berdasarkan tinggi muka air mengikuti langkahlangkah berikut : Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 53 Catat posisi waktu pada saat mulai pengukuran pada t = 0 Ukur perubahan tinggi muka air pada ruang antar cincin tiap selang waktu. Setelah perubahan tinggi muka air dicatat, tambahkan air sampai mencapai penanda tinggi muka air. Selang waktu ditentukan, yaitu tiap 1 menit pada 10 menit pertama, tiap 2 menit pada menit ke 10 sampai dengan menit ke 20, tiap 5 menit sampai menit ke 60, selanjutnya tiap 10 menit sampai diperoleh laju yang relative konstan. Dihitung besarnya laju infiltrasi (f) dari data perubahan tinggi muka air tiap selang waktu pengukuran dengan rumus : Keterangan : f hc t = laju infiltrasi (cm/jam) = perubahan tinggi muka air tiap selang waktu (cm) = selang waktu pengukuran (menit) c) Bobot Isi (BI) Tanah Dipilih lokasi yang akan diambil sampel tanahnya kemudian dibersihkan. Untuk mengambil sampel tanah yang tidak terganggu digunakan dua buah ring sample. Ring Sample yang pertama diletakkan diatas permukaan tanah kemudian ditekan masuk kedalam tanah, kemudian ditekan sampai batas permukaan tanah. Tanah sekitar ring dikorek dengan menggunakan parang sampai kedalaman ± 15 cm. Diusahakan tidak terlalu dekat dengan ring agar tanah utuh terambil. Ring diangkat secara perlahan, kemudian persambungan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 54 ring atas dengan ring bawah dipotong dengan menggunakan parang. Ring yang paling bawah diberi label sesuai dengan lokasi penelitian kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diikat. Untuk mengetahui bobot isi tanah dapat digunakan rumus : Contoh pengambilan sampel tanah tidak terganggu disajikan pada Gambar 11 dengan menggunakan ring sample dan parang untuk meratakan sampel tanah yang diambil Gambar 11. Contoh Pengambilan Sampel untuk Pengukuran Bobot Isi Tanah d) Permeabilitas Tanah Pengukuran permeabilitas adalah menentukan konduktifitas air maupun udara yang ada di dalam tanah. Langkah yang pertama kali dilakukan adalah menyediakan tanah yang sudah ada di dalam ring yang sudah dijenuhkan. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 55 Kemudian ring yang sudah ada tanahnya itu disambung dengan pipa paralon yang disediakan. Sebelumnya di ukur terlebih dahulu panjang pipa paralon dan diameter ring. Lalu pipa tersebut yang telah disambung dengan ring di masukkan ke dalam alat permeabilitas dan dimasukkan air secukupnya kedalam atas pipa paralon sampai air tersebut tumpah ke corong alat permeabilitas. Kemudain air mengalir Lalu air itu di kumpulkan di tabung selama 1 menit. Lalu di hitung volume air terkumpul, dan KHJ (Konduktivitas hidrolik jenuh) yang telah diamati. e) Nitrogen Tanah Timbang 0,5 gr contoh tanah ukuran < 0,5 mm, masukan ke dalam tabung digest. Tambahkan 1 gr campuran selen dan 3 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 350oC (3 – 4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen, biarkan semalam agar partikel mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N dengan cara destilasi Cara pengukuran N : Pindahkan secara kualitatif seluruh ekstrak contoh ke dalam labu didih (gunakan air bebas ion dan labu semprot). Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga setengah volume labu. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 56 Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah 3 tetes indikator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga volume penampung mencapai 50 – 75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb). Perhitungan : Kadar nitrogen (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100 mg contoh-1 x fk = (Vc - Vb) x N x 14 x 100 500-1 x fk = (Vc - Vb) x N x 2,8 x fk Keterangan : Vc, Vb N 14 100 fk = ml titar contoh dan blanko = normalitas larutan baku H2SO4 = bobot setara nitrogen = konversi ke % = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air) f) Bahan Organik (BO) Tanah Ditimbang 0,5 gr tanah dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 5 ml K2 CrO7 1 N (dengan menggunakan pipet tetes) lalu digoncang dengan tangan. Ditambahkan 10 ml H2 SO4 pekat dan digoncang 3 – 4 menit, selanjutnya didiamkan selama 30 menit. Ditambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85% dan 2,5 ml NaF 4%. Kemudian ditambahkan 5 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 57 tetes diphenylamine, diguncang, maka akan timbul larutan bewarna biru tua kehijauan kotor. Dititrasi dengan Fe(NH4)2 0,5 N dari buret hingga warna menjadi hijau terang. Dilakukan prosedur seperti diatas tetapi sampel tanpa tanah, untuk mendapatkan volume titrasi Fe(NH4)2 (SO4) 20,5 N untuk mendapatkan blanko. Dihitung C-organik dengan menggunakan rumus : C-organik = 5 (1- t/s).0,78 Keterangan : t = titrasi s = blanko Dihitung bahan organik dengan menggunakan rumus : BO = C-organik x 1,724 Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 58 BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pengamatan 5.1. 1. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Daerah Penelitian Berikut ini disajikan data karakteristik kimia tanah di 3 desa wilayah penelitian, Wonosalam, Carang Wulung, dan Panglungan. Data diambil pada 2 lokasi yang berbeda yaitu, di pekarangan untuk teknik LRB (Lubang Resapan Biopori) dan di kebun untuk teknik LB (Lubang Barokah). Tabel 4. Karakteristik Sifat Kimia Daerah Penelitian C-org (%) N-total(%) C/N BO (%) Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Wonosalam 1,02 1,14 0,11 0,12 9,37 9,50 1,77 1,97 Carang 1,22 0,72 0,12 0,10 10,17 7,20 2,11 1,14 Wulung Panglungan 1,07 1,27 0,12 0,12 8,92 9,40 1,86 2,14 Wonosalam 1,42 1,32 0,15 0,15 9,47 10,58 2,45 2,30 Carang 1,17 0,67 0,14 0,07 8,36 9,57 2,02 0,83 Wulung Panglungan 1,72 1,50 0,18 0,18 9,56 8,33 2,97 2,97 Desa LRB LB Hasil pengamatan awal sebelum penerapan teknologi LRB pada Tabel 4 menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki karakteristik kimia yang kurang baik, yang ditunjukkan oleh nilai C-organik dan N-total yang tergolong rendah. Tingkat kesuburan atau ketersediaan hara juga kurang baik yang berarti ada kendala penyediaan hara. Hal ini ditunjukkan oleh nilai C/N rasio yang cukup rendah ( < 12). Nilai C/N pada kisaran tersebut di atas berarti bahwa dekomposisi Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 59 bahan organik berlangsung sedang karena bahan organik sebagai sumber energi mikroorganisme cukup tersedia. Gambar 12. Karakteristik Kimia Tanah di Awal Sebelum Penerapan Teknik Biopori dan di Akhir Penerapan Teknik Biopori Pada saat akhir penerapan teknik lubang biopori dan lubang barokah (Gambar 12) di musim kemarau, karakteristik kimia tanah justru menunjukkan penurunan nilai di hampir semua variabel. Hal ini terjadi karena proses dekomposisi yang berlangsung cepat akibat perubahan musim. Meskipun demikian, penurunan tersebut tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata di antara kedua musim tersebut (taraf siginifikansi 5%). Hal ini berarti bahwa karakteristik kimia tanah relatif stabil baik di musim penghujan maupun di musim kemarau, dan memperlihatkan bahwa penerapan teknologi biopori memberikan dampak positif bagi perbaikan karakteristik kimia tanah. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 60 Perbedaan yang nyata terlihat adalah adanya perbedaan yang signifikan diantara jenis teknik lubang biopori yang diterapkan. Teknik lubang barokah (LB) memberikan karakteristik kimia yang lebih baik dibandingkan teknik lubang resapan biopori (LRB). Hal ini dihubungkan dengan meningkatnya ketersediaan bahan organik akibat pemberian bahan organik melalui lubang biopori. 5.1.2. Karakteristik Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah dapat dilihat dari berbagai macam variabel, antara lain bobot isi tanah, infiltrasi, dan kadar air tanah. Data pengamatan bobot isi tanah dan kadar air tanah dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7. Tabel 5. Nilai Bobot Isi Tanah ( g.cm-3) pada 3 Desa Wilayah Penelitian Metode Lubang Barokah Lubang Resapan Biopori Bobot Isi Tanah ( g cm-3) Pengamatan Ke- Wonosalam Carangwulung Panglungan I 1,10 1,31 1,32 II 1,04 0,96 0,90 I 1,07 1,41 1,46 II 0,96 1,22 0,78 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal penelitian (minggu ke-1) nilai bobot isi tanah baik pada metode lubang barokah maupun lubang resapan biopori berkisar 1 (satu). Nilai ini menunjukkan bahwa tanah di daerah penelitian memiliki struktur yang baik. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 61 Gambar 13. Nilai Bobot Isi Tanah di Awal dan Akhir Penelitian dengan Teknik LRB (Lubang Resapan Biopori) dan LB (Lubang Barokah) Penerapan teknik biopori, baik lubang barokah maupun lubang resapan biopori ternyata mampu memperbaiki nilai bobot isi tanah. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya nilai bobot isi tanah, baik pada metode LB maupun LRB (Gambar 13). Penurunan nilai bobot isi tanah menunjukkan bahwa adanya pemasukan bahan organik melalui lubang biopori dapat memperbaiki struktur fisik tanah sehingga tanah menjadi lebih remah dan gembur. Menurunnya nilai bobot isi tanah selanjutnya akan memperbaiki porositas tanah tanah sehingga diharapkan kapasitas penyimpanan air di dalam tanah akan meningkat 5.1.3. Infiltrasi Tanah Infiltrasi tanah merupakan variabel yang sangat erat hubungannya dengan kemampuan tanah menyimpan air. Meningkatnya infiltrasi tanah diharapkan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 62 dapat menekan aliran permukaan sehingga kapasitas tanah menyimpan air juga meningkat. Infiltrasi tanah di wilayah penelitian tergolong sedang. Nilai infiltrasi tanah meningkat dengan waktu yang menunjukkan bahwa penerapan teknik biopori memberikan hasil yang cukup signifikan. Gambar 14. Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Barokah Infiltrasi tanah pada wilayah penelitian dengan kedua metode dapat dilihat pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Penerapan metode LB ternyata memberikan pengaruh positif pada peningkatan infiltrasi, yang ditunjukkan oleh peningkatan infiltrasi (Carangwulung) berkisar mulai 68,19% (Wonosalam), 117,01% hingga 168% (Panglungan) pada akhir pengamatan ke-3 (3 bulan setelah penerapan teknik biopori). Peningkatan infiltrasi yang cukup besar pada metode LB ini sesuai dengan menurunnya nilai bobot isi tanah. Semakin Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 63 rendah bobot isi tanah berarti porositas tanah meningkat, sehingga semakin banyak air yang mengalir melalui kolom tanah menuju akuifer tanah (Gambar 14). Gambar 15. Infiltrasi ( cm jam-1) pada Metode Lubang Resapan Biopori Hasil pengamatan pada metode LRB (Gambar 15) juga menunjukkan hasil yang sama, yakni adanya peningkatan infiltrasi pada pengamatan ke-3, berkisar mulai 59,10% (Wonosalam), 66,03% (Carangwulung), bahkan 208 % (Panglungan). Hal ini dimungkinkan karena walaupun ukuran LRB lebih kecil dibanding LB namun karena jumlahnya lebih banyak maka pengaruh yang diperoleh hampir sama dengan metode LB yang ukurannya lebih besar. Pembuatan lubang biopori menyebabkan luas permukaan tanah untuk melalukan air menjadi meningkat sehingga pergerakan air di dalam tanah meningkat. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 64 Gambar 16. Pengaruh Metode Teknik Biopori terhadap Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 Besar infiltrasi akibat penerapan metode biopori dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa metode biopori yang diterapkan tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap infiltrasi. Perbedaan nilai infiltrasi tersebut tidak berbeda nyata yang ditunjukkan oleh besarnya error bar. Nilai infiltrasi tertinggi dijumpai di desa Panglungan (40,52 dan 35,81 cm jam-1 masing-masing untuk metode LB dan LRB). Perbedaan yang signifikan justru dijumpai pada besarnya infiltrasi antar desa dengan metode yang sama. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh macam bahan organik yang dimasukkan kedalam lubang, baik lubang barokah maupun lubang biopori. Masing-masing bahan organik memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memiliki pengaruh yang juga tidak sama. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 65 Gambar 17. Besarnya Infiltrasi pada Akhir Pengamatan Ke-3 dengan Teknik LRB dan LB Pengaruh penerapan macam metode teknik biopori terhadap peningkatan infiltrasi dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua metode tersebut ( ditunjukkan oleh besarnya eror bar) pada semua desa wilayah penelitian. Hal ini berarti teknik biopori apapun yang diterapkan akan memberikan efek positif terhadap peningkatan infiltrasi. Meningkatnya infiltrasi akan meningkatkan serapan air tanah sehingga resiko limpasan permukaan menjadi lebih kecil. 5.1. 4. Simpanan Air Tanah Nilai simpanan air tanah dapat dilihat dari nilai kadar air tersedia di dalam tanah. Nilai kadar air tersedia dan kadar air aktual di awal pengamatan sebelum penerapan teknik lubang resapan biopori seperti terlihat pada Tabel 6, memperlihatkan bahwa kadar air tersedia tergolong rendah. Hal ini bisa terjadi Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 66 karena ketersediaan bahan organik yang rendah sehingga kemampuan tanah untuk menyimpan air juga rendah. Ketersediaan bahan organik akan membantu pembentukan pori tanah, khususnya pori pemegang air sehingga infiltrasi akan meningkat. Tabel 6. Kadar Air Tersedia dan KA Aktual Awal di Daerah Penelitian Metode Desa Lubang Barokah Wonosalam CarangWulung Panglungan Wonosalam CarangWulung Panglungan Lubang Resapan Biopori Kadar Air (KA) KA Tersedia KA Aktual pF 2,5 pF 4,2 % volume g g-1 Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir 0,43 0,32 0,30 0,19 13,00 13,44 0,42 0,41 0,41 0,45 0,31 0,35 10,00 10,32 0,43 0,49 0,42 0,40 0,32 0,30 10,00 10,19 0,45 0,45 0,37 0,37 0,31 0,30 6,00 6,52 0,32 0,36 0,28 0,44 0,21 0,38 6,50 6,35 0,41 0,42 0,41 0,41 0,34 0,34 7,50 7,24 0,41 0,43 Upaya peningkatan kadar bahan organik tanah dapat dilakukan melalui berbagai macam cara antara lain melalui masukan bahan organik pada lubang resapan biopori. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan kadar air di musim kemarau, dimana penerapan teknik biopori ternyata memberi efek positif bagi penyediaan air. Hasil pengamatan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa simpanan air tanah di musim kemarau ternyata tidak berbeda nyata dengan simpanan air tanah di musim hujan, bahkan lebih besar. Keadaan ini menunjukkan bahwa upaya perbaikan karakteristik tanah melalui penerapan teknik biopori, baik LRB maupun LB mampu meningkatkan simpanan air tanah sehingga di masa datang diharapkan tidak akan terjadi kekeringan. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 67 Gambar 18. Kemampuan Tanah Menyimpan Air dengan Teknik Lubang Barokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) Gambar 18 memperlihatkan bahwa penerapan teknik lubang resapan biopori dan lubang barokah menyebabkan kemampuan tanah untuk menyimpan air meningkat. Hal ini terlihat dari besarnya KA aktual di musim kemarau yang justru lebih besar dibanding musim penghujan. Hal ini menunjukkan meningkatnya simpanan air tanah di musim kemarau. Metode penerapan biopori ternyata memberikan hasil yang berbeda terhadap tingkat penyediaan air. Metode LRB menunjukkan ketersediaan air yang lebih rendah dibandingkan metode LB. Hal ini dihubungkan dengan jumlah bahan organik yang dimasukkan ke dalam lubang. Semakin banyak bahan organik, maka peluang pembentukan pori tanah semakin besar. Bahan organik merupakan sumber energi utama bagi cacing tanah, faktor pembentukan pori makro. Semakin banyak bahan organik, maka cacing tanah akan semakin aktif Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 68 sehingga pori makro yang terbentuk juga semakin banyak. Dengan demikian pada akhirnya kemampuan tanah menyimpan air juga meningkat lebih besar. 5.1.5. Kadar Air Aktual Hasil yang sama juga ditunjukkan dari hasil pengamatan kadar air aktual pada berbagai kedalaman, dimana metode LB menunjukkan nilai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan metode LRB. Selain itu kadar air aktual tanah pada berbagai kedalaman menunjukkan bahwa kadar air tanah meningkat dengan meningkatnya kedalaman tanah (Tabel 7). Hal ini dihubungkan dengan adanya evaporasi tanah yang lebih besar pada permukaan tanah. Tabel 7. Kadar Air Aktual pada Masing-masing Kedalaman di 3 Desa Wilayah Penelitian Kedalaman (cm) Metode Desa 0-20 Awal LB LRB Wonosalam Carangwulung Panglungan Wonosalam Carangwulung Panglungan 0,42 0,43 0,45 0,32 0,41 0,41 I 0,44 0,50 0,47 0,37 0,48 0,46 II 0,49 0,43 0,46 0,31 0,41 0,44 III 0,39 0,49 0,46 0,34 0,44 0,34 Kedalaman (cm) 20-40 Awal I II 0,48 0,40 0,37 0,47 0,49 0,51 0,42 0,47 0,55 0,36 0,42 0,38 0,43 0,46 0,46 0,45 0,45 0,43 III 0,34 0,51 0,30 0,38 0,41 0,34 Secara umum, kadar air tanah pada metode LB lebih besar dibanding LRB. Hal ini dijumpai di tiga (3) desa wilayah pengamatan (Tabel 8). Hal ini didukung oleh ketersediaan bahan organik yang lebih besar pada metode LB (Gambar 12). Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang berperan penting di dalam penyimpanan air tanah dikarenakan kemampuannya di dalam memegang Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 69 air. Namun demikian kemampuan bahan organik memegang air juga ditentukan oleh macam bahan organik yang ada. Tabel 8. Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Metode Lubang Barokah (LB) dan Lubang Resapan Biopori (LRB) di Beberapa Desa Kecamatan Wonosalam. Metode LB LRB Desa Wonosalam Carangwulung Panglungan Wonosalam Carangwulung Panglungan Awal 0,45 0,45 0,43 0,34 0,42 0,43 I 0,42 0,50 0,47 0,40 0,47 0,45 II 0,43 0,47 0,50 0,34 0,43 0,43 III 0,37 0,50 0,38 0,36 0,42 0,34 Gambar 19. Perbandingan Kadar Air Tanah Aktual dengan Teknik LB dan LRB di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) Penerapan teknik biopori memberikan pengaruh positif terhadap simpanan air tanah. Kapasitas penyimpanan air tanah ternyata tidak jauh berbeda antara musim hujan (awal pengamatan) dan musim kemarau ( akhir pengamatan), seperti Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 70 terlihat pada Gambar 19. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kemampuan perbaikan penyimpanan air tanah akibat penerapan metode biopori. Secara umum, teknik lubang barokah (LB) memiliki simpanan air tanah lebih besar dibandingkan metode LRB, meskipun perbedaannya tidak nyata (ditunjukkan oleh error bar, Gambar 20). Berarti teknik apapun yang diterapkan akan memiliki kontribusi yang sama di dalam meningkatkan simpanan air tanah. Gambar 20. Perbandingan Kadar Air Aktual Tanah di Awal Pengamatan (Musim Hujan) dan di Akhir Pengamatan (Musim Kemarau) pada Teknik LB dan LRB Pola penyimpanan air tanah (Gambar 21 dan 22) pada berbagai kedalaman memperlihatkan bahwa penerapan teknik biopori menyebabkan peningkatan simpanan air tanah (yang ditunjukkan oleh meningkatnya kadar air aktual tanah). Namun setelah beberapa saat kadar air tanah kembali menurun karena berkurangnya masukan air (curah hujan) pada musim kemarau. Meskipun demikian, penurunan kadar air tanah yang terjadi tidaklah besar melainkan mendekati kadar air aktual awal pada musim hujan. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 71 Gambar 21. Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Barokah Gambar 22. Pola Ketersediaan Air Tanah Aktual dari Musim Hujan Hingga Musim Kemarau dengan Teknik Lubang Resapan Biopori Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 72 5.2. Pembahasan Hasil pengamatan ternyata menunjukkan bahwa penerapan teknik biopori, baik teknik lubang resapan biopori maupun lubang barokah memberikan pengaruh positif bagi perbaikan karakteristik tanah, baik fisik maupun kimia tanah. Perbaikan sifat kimia tanah ditunjukkan oleh meningkatnya ketersediaan hara ( N dan BO) dalam tanah. Sedangkan perbaikan sifat fisik ditunjukkan oleh menurunnya bobot isi tanah. Perbaikan bobot isi tanah berperan penting dalam perbaikan porositas tanah sehingga dengan demikian diharapkan akan terjadi peningkatan simpanan air tanah terutama di musim kemarau. Hasil yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa kedua macam teknik biopori efeknya positif bagi peningkatan simpanan air tanah. Namun demikian di lapangan pemilihan teknik mana yang akan diterapkan tergantung kepada kondisi dan karakteristik lahan. Pada lahan datar tidak menjadi masalah teknik mana yang akan diterapkan. Faktor pembatas hanyalah kondisi lapangan. Pada lahan pekarangan teknik lubang resapan biopori lebih tepat untuk diterapkan, karena tidak memakan tempat. Sebaliknya pada lahan pertanian ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, terutama kemiringan lahan. Hal yang tersebut di atas sesuai dengan pendapat Harianja (2011) yang menyebutkan bahwa teknik biopori merupakan salah satu teknik pemanenan air yang tepat untuk diaplikasikan di lahan miring. Secara teknis sistem biopori dibuat dengan membuat saluran peresapan biopori (SPB) dan lubang resapan biopori (LRB). Saluran dan lubang dalam sistem peresapan biopori digunakan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 73 sebagai simpanan depresi untuk menampung dan meresapkan air melalui lubanglubang biopori alami yang dibuat dengan bantuan biodiversitas tanah. Di samping itu, saluran ini akan mengurangi air limpasan serta mencegah pencemaran sungai akibat pupuk yang terbawa air. Sistem peresapan biopori merupakan teknologi pemanenan air yang dikembangkan di daerah kering ( Brata, 2001). Di lapangan, penerapan teknik sistem peresapan dengan teknik biopori harus memperhatikan beberapa aspek penting, terutama kemiringan tanah. Pada lahan datar lubang resapan biopori dapat dibuat pada tempat-tempat yang merupakan lokasi dimana air tergenang. Pada lahan berlereng dengan kemiringan berkisar 15% penerapan teknik lubang resapan biopori dibuat sesuai dengan garis kontur. Selain itu sistem ini dapat juga dikombinasikan dengan sistem konservasi lainnya. Secara sederhana teknik ini diterapkan dengan membuat guludan (tanggul) melintang kontur tanah. Tanggul dibuat tiap dua meter. Di depan tanggul diletakkan serasah, bisa berupa jerami atau pun sisa panen lain. Air hujan yang jatuh ke lahan tersebut tertahan oleh tanggul dan terserap oleh tanah secara optimal. Air yang tertahan dalam tanah ini bisa dimanfaatkan oleh tanaman saat musim kering tiba. Sementara serasah berfungsi sebagai media bagi berkembangnya makhluk hidup dalam tanah, menambah bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik tanah. Jika lahan tersebut sudah tergolong kedap air sehingga sulit menyerap air lebih banyak lagi, maka untuk meningkatkan keefisienan penyimpanan air, pada saluran gulud Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 74 di bawah serasah tersebut dibuat lubang biopori dengan bor, dengan kedalaman satu meter dan diameter 10 cm. Secara sederhana penerapan teknik biopori di lahan miring (± 15%) adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan teras gulud dengan saluran menurut kontur lebar 20 cm x dalam 15 cm, interval 200 cm. 2. Pada lokasi yang lebih kedap, maka dilakukan modifikasi teras gulud dengan membuat lubang resapan biopori dengan diameter 8 cm sedalam 100 cm, interval 100 cm di dasar saluran, serta menambahkan bahan organik ke dalam saluran Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaplikasian teras gulud mampu menekan aliran permukaan dan erosi, walaupun masih terjadi aliran keluar (Hutasoit, 2005). Penambahan lubang resapan biopori dapat menekan aliran permukan dengan cara meningkatkan infiltrasi sampai beberapa musim tanam. Alur yang diberi lubang resapan biopori dapat meningkatkan infiltrasi yang lebih besar serta dapat menurunkan laju evaporasi dari sekitarnya.. Dengan cara yang sama, pada lokasi dengan kemiringan yang lebih curam, penerapan teknik biopori dapat dikombinasikan dengan penggunaan kombinasi antar mulsa dengan rorak (mulsa vertikal/slotch). Di dasar rorak dibuat lubang resapan biopori dengan jarak 1 m, sehingga penyimpanan air berlangsung lebih efektif. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 75 Ukuran rorak harus disesuaikan dengan keadaan lahan dengan lebar 0,40 – 0,60 m dan dalam 0,3 – 0,50 m. Jarak antar rorak ditentukan oleh kemiringan lahan atau berkisar antara 3 – 5 m. Rorak ini merupakan tempat meletakkan sisa hasil panen atau rumput hasil penyiangan dan sekaligus berfungsi untuk menampung air aliran permukaan. Menurut Noeralam (2002), bahwa rorak yang dikombinasikan dengan mulsa tersebut tergolong cara pemanenan air yang efektif, salah satunya dicerminkan oleh kemampuannya dalam mempertahankan lengas tanah. Menurut Fairbourn dan Gardner (1972) dalam Noeralam (2002), bahwa alur yang diberi mulsa vertikal meningkatkan infiltrasi lebih besar dari pada alur tanpa mulsa, mulsa vertikal juga bisa mengurangi laju evaporasi. Dilaporkan juga bahwa mulsa vertikal dapat menghemat air 41% lebih besar dibanding tanpa mulsa. Kombinasi mulsa vertikal dengan teras gulud juga sangat efektif menekan laju aliran permukaan (67 – 82%) (Brata, 1995a; Brata 1995b). Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 76 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Dari uraian hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan halhal sebagai berikut : a. Penerapan teknik biopori, baik teknik lubang resapan biopori (LRB) maupun lubang barokah (LB) memberikan pengaruh positif bagi perbaikan karakteristik tanah, baik fisik maupun kimia tanah. Perbaikan sifat kimia tanah ditunjukkan oleh meningkatnya ketersediaan hara (kadar N tanah dan bahan organik) dalam tanah. Sedangkan perbaikan sifat fisik ditunjukkan oleh menurunnya bobot isi tanah. Perbaikan bobot isi tanah berperan penting dalam perbaikan porositas tanah b. Teknik biopori baik teknik lubang resapan biopori (LRB) maupun teknik lubang barokah (LB) terbukti merupakan teknik yang tepat dalam meningkatkan resapan air (infiltrasi). Penerapan metode LB ternyata memberikan pengaruh positif pada peningkatan infiltrasi tanah, yang ditunjukkan oleh peningkatan infiltrasi hingga 168% pada pengamatan ke-3. Sedangkan pada metode LRB terjadi peningkatan infiltrasi sebesar 208 %. c. Penerapan teknik biopori ternyata memberi efek positif bagi penyediaan air (mampu meningkatkan simpanan air tanah). Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengamatan indikator kadar air tersedia dan kadar air aktual yang menunjukkan bahwa simpanan air tanah di musim kemarau ternyata tidak Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 77 berbeda nyata dengan simpanan air tanah di musim hujan, bahkan lebih besar. Hal ini mengindikasikan terjadinya perbaikan kemampuan penyimpanan air tanah akibat penerapan metode biopori. Secara umum, metode LB memiliki simpanan air tanah lebih besar dibandingkan metode LRB. 6.2. Rekomendasi Berdasarkan analisa terhadap uraian hasil pengamatan dan pembahasan kajian teknis pembuatan lubang barokah (biopori) pada lahan di Kecamatan Wonosalam secara umum dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik biopori, baik teknik lubang resapan biopori (LRB) maupun lubang barokah (LB) sangat bermanfaat bagi perbaikan lahan baik pada aspek karakteristik sifat fisik dan sifat kimia tanah, infiltrasi tanah maupun penyediaan dan simpanan air tanah. Untuk itu direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : a. Hendaknya Pemerintah Kabupaten Jombang melakukan upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan pembuatan lubang resapan biopori (LRB) maupun lubang barokah (LB) bagi perbaikan lahan baik pada aspek karakteristik sifat fisik dan sifat kimia tanah, infiltrasi tanah maupun penyediaan dan simpanan air tanah. Hal ini utamanya ditujukan pada kawasan yang secara historis merupakan wilayah banjir atau genangan yang ada di Kabupaten Jombang yakni 15 kecamatan dan meliputi 106 desa/kelurahan. b. Upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat pembuatan lubang resapan biopori (LRB) maupun lubang barokah (LB) juga penting dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di wilayah yang potensial Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 78 mengalami masalah kekeringan/kekurangan air bersih dan problem kerusakan kualitas tanah lahan pertanian, seperti pada masyarakat yang tinggal di wilayah utara Sungai Brantas. Hal ini terkait kemampuan metode LRB dan LB dalam memperbaiki karakteristik sifat fisik dan sifat kimia tanah serta meningkatkan kemampuan tanah untuk menyediakan dan menyimpan air. c. Pemilihan teknik biopori yang akan diterapkan sangat tergantung kepada kondisi dan karakteristik lahan. Pada lahan datar tidak menjadi masalah teknik mana yang akan dipilih (LRB atau LB) . Pada lahan pekarangan teknik lubang resapan biopori (LRB) lebih tepat untuk diterapkan, karena tidak memakan tempat begitu pula pada lahan datar lubang resapan biopori dapat dibuat pada tempat-tempat yang merupakan lokasi dimana air tergenang. d. Pada lahan miring, teknik biopori tergantung pada kemiringan lahan, dan sebaiknya dikombinasikan dengan penggunaan teknik konservasi lainnya, seperti gulud dan rorak. 1) Lahan dengan kemiringan ± 15% ; LRB dibuat sesuai garis kontur. Jika dikombinasikan dengan sistem konservasi lainnya, teknik ini (biopori) diterapkan dengan membuat guludan (tanggul) melintang kontur tanah. Tanggul dibuat tiap 2 meter. Di depan tanggul diletakkan serasah, bisa berupa jerami atau pun sisa panen lain. LRB diletakkan pada saluran gulud di bawah seresah. Secara teknis hal ini dilakukan dengan cara : a) Pembuatan teras gulud dengan saluran menurut kontur lebar 20 cm x dalam 15 cm, interval 200 cm Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 79 b) Pada lokasi yang lebih kedap, maka dilakukan modifikasi teras gulud dengan membuat lubang resapan biopori dengan diameter 8 cm sedalam 100 cm, interval 100 cm di dasar saluran, serta menambahkan bahan organik ke dalam saluran 2) Lahan dengan kemiringan yang lebih curam; teknik biopori dikombinasikan dengan penggunaan kombinasi antar mulsa dengan rorak (mulsa vertikal/slotch). LRB dibuat di dasar rorak dengan jarak 1 m. Ukuran rorak disesuaikan dengan keadaan lahan dengan lebar 0,40 – 0,60 m dan kedalaman 0,3 – 0,50 m. Jarak antar rorak ditentukan oleh kemiringan lahan atau berkisar antara 3 – 5 m. Rorak merupakan tempat meletakkan sisa hasil panen atau rumput hasil penyiangan dan sekaligus berfungsi untuk menampung air aliran permukaan. e. Di lahan pertanian yang miring, lubang barokah (LB) dapat dibuat di beberapa tempat dengan dikombinasikan secara bersama-sama dengan teknik LRB dan teknik konservasi lainnya. Lubang barokah bisa berfungsi sebagai tempat meletakkan sisa hasil panen atau rumput. f. Mengingat semakin meningkatnya potensi kerusakan lingkungan baik yang diakibatkan oleh dampak global warming maupun yang secara langsung disebabkan oleh perilaku oknum warga masyarakat Kabupaten Jombang yang diindikasikan oleh semakin bertambahnya wilayah rawan bencana dan intensitas kejadian bencana alam, maka sangat penting untuk segera dirumuskan peraturan daerah atau sejenisnya yang mengatur tentang Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 80 konservasi lingkungan dan kewajiban menjaga kelestarian bagi seluruh warga masyarakat Kabupaten Jombang. g. Guna mengantisipasi kerusakan lingkungan serta penyempurnaan perencanaan program pembangunan yang terkait dengan konservasi dan kelestarian lingkungan hidup, Pemerintah Kabupaten Jombang perlu segera melakukan kajian yang terkait dengan potensi penurunan kualitas lingkungan hidup, potensi bencana alam serta alternatif pencegahannya. Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 81 DAFTAR PUSTAKA Anonim 2010a. Berat Isi Tanah Dan Berat Jenis Tanah (http://Blognye Adekoer.wordpress.com, diakses 24 Oktober 2011). …………, 2010b. Kabupaten Jombang Dalam AngkaTahun 2010, Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, Jombang. …………, 2010c. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jombang Tahun 2009. BAPPEDA Jombang. Jombang Abdul Madjid. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, Univ. Sriwijaya (http://finalsense.com, diakses 24 Oktober 2011) Asdak C, 2002, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada Universty Press, Yogyakarta Biopori, TIM IPB. 2007. Biopori Teknologi Tepat Guna Ramah Lingkungan-Alat dan Pemesanan Alat. (Online). (http://biopori.com, diakses 31 Desember 2010). Brata, K. R. 1995a. Efektivitas Mulsa Vertikal sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering di Latosol Darmaga. J. Il. Pert. Indon. 5 (1) : 13 –19. Brata, K. R. 1995b. Peningkatan Efektivitas Mulsa Vertikal sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering dengan Pemanfaatan Bantuan Cacing Tanah. J. Il. Pert. Indon. 5 (2): 69 – 75. Brata, K.R. 2001. Teknik Mulsa Vertikal pada Teras Gulud. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian .IPB. Bogor. Brata RK. dan Nelistya A. 2008. Lubang Resapan Biopori. Jakarta: Penebar Swadaya. Brata. RK. dan Purwakusuma W. 2008. Teknologi peresapan air tepat guna untuk perbaikan kualitas lingkungan perkotaan. Bogor . Darmawijaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hakim, ddk, 1986, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung, Lampung Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 82 Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Harianja, A.H. 2011. Aplikasi Sistem Peresapan Biopori untuk Mencegah Aliran Permukaan dan Erosi serta Peningkatan Produksi Tanaman pada Tanah Latosol Darmaga. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan . IPB. Bogor. Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. PT Medyatama Sarana Persada. Jakarta Hutasoit, H.R. M. 2005. Efektifitas Sistem Microcatchment dalam Menekan Aliran Permukaan dan Erosi serta Peranannya Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Musim Kemarau. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan . IPB. Bogor Lembaga Penelitian Tanah. 1972. Penuntun Analisa Fisika Tanah. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor Noeralam, A. 2002. Teknik Pemanenan Air yang Efektif dalam Pengelolaan Tanah pada Usaha Tani Lahan Kering. Disertasi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan . IPB. Bogor Putra RS. 2010. Pengaruh Lubang Resapan Biopori Terhadap Kandungan Nitrat Air Suharto, E. 2006. Kapasitas Simpan Air Tanah pada Sistem Tata Guna Lahan LPP Tahura Raja Lelo, Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, Vol 8 No. 1. Hlm 44-49 ISSN 1441-0067, Bengkulu Suriadi, A dan Nazam M. 2005. Penilaian Kualitas Tanah Berdasarkan Kandungan Bahan Organik (Kasus di Kabupaten Bima). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. (www.ntb.litbang.deptan.go.id/ 2005/sp/penilaian.doc.diakses 14 Maret 2009) Laporan Akhir Kegiatan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 83 LAMPIRAN Lampiran 1. Klasifikasi Laju Infiltrasi Kriteria Laju Infiltrasi (cm.jam-1) Sangat Cepat > 25,4 Cepat 12,7 – 25,4 Agak Cepat 6,3 – 12,7 Sedang 2,0 – 6,3 Agak Lambat 0,5 – 2,0 Lambat 0,1 – 0,5 Sangat Lambat < 0,1 Sumber : Uhland and O’Neal (1951). Laporan Akhir Kegitan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 84 Lampiran 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Sifat Tanah Kriteria C-Organik (%) Nitrogen (%) C/N Sangat Rendah < 1,00 < 0,10 < 5,0 Rendah 1,00 – 2,00 0,10 – 0,20 5,0 – 7,9 Sedang 2,01 – 3,00 0,21 – 0,50 8,0 – 12,0 Tinggi 3,01 – 5,00 0,51 – 0,75 12,1 – 17,0 Sangat Tinggi > 5,00 > 0,75 > 17,0 Sumber : Hardjowigeno, S (1995). Laporan Akhir Kegitan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 85 Lampiran 3. Kriteria Kandungan Bahan Organik Tanah Kriteria Kandungan Bahan Organik (BO) Sangat Rendah <1% Rendah 1,0 – 2,0 % Sedang 2,0 – 3,0 % Tinggi 3,0 – 5,0 % Sangat Tinggi > 5,0 % Sumber : Suriadi dan Nazam (2005). Laporan Akhir Kegitan Kajian Teknis Pembuatan Lubang Barokah (Biopori) Pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam 86