TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri ) LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN Dr. GANEWATI WURYANDARI, MA, Prof. Dr. Ir. WIDYO NUGROHO SULASDI, MAYJEN TNI (Purn) SHM LERRICK, DAN Drs. RADJAB SEMENDAWAI, SH.,MH SELASA, 25 JANUARI 2011 -----------------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Sidang : 2010-2011 Masa Persidangan : III Rapat Ke : -Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Dengan : Dr. Ganewati Wuryandari, MA, Prof. Dr. Ir. Widyo Nugroho Sulasdi, Mayjen TNI (Purn) SHM. Lerrick, dan Drs. Radjab Semendawai, SH.,MH Hari/Tanggal : Selasa, 25 Januari 2011 Pukul : 14.00 WIB - selesai Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara/KK.III) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan Dalam Rangka Pembangunan dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Kehadiran : 31 dari 49 Anggota Komisi II DPR RI HADIR : H. Chairuman Harahap, SH.,MH Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Muslim, SH H. Abdul Wahab Dalimunte, SH Drs. H. Amrun Daulay, MM Drs. H. Djufri Dra. Gray Koes Moertiyah, M.Pd Rusminiati, SH Ir. Nanang Samodra KA, M.Sc Kasma Bouty, SE.,MM Drs. H. Abdul Gafar Patappe Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM Nurul Arifin S.IP.,M.Si Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus Drs. H. Murad U. Nasir, M.Si Agustina Basik-Basik, S.Sos.,MM.,M.Pd Drs. Soewarno H. Rahadi Zakaria, S.IP.,MH Arif Wibowo Drs. Almuzzamil Yusuf TB. Soemandjaja.SD Aus Hidayat Nur Drs. H. Fauzan Syai e H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH Drs. H. Nu man Abdul Hakim H. M. Izzul Islam Dr. AW. Thalib, M.Si Abdul Malik Haramain, M.Si Hj. Mastitah S.Ag.,M.Pd.I Dra. Hj. Ida Fauziyah Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI dengan Pakar/Ahli Bidang Geopolitik, Kelautan, dan Pesisie dibuka pukul 14.25 WIB oleh Ketua Komisi II DPR RI, Yth. H. Chairuman Harahap, SH.,MH/F-PG II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN Dr. GANEWATI WURYANDARI, MA.,Ph.D: 1. Persoalan pembangunan di daerah perbatasan sangat luas dan kompleks terdapat 10 (sepuluh) negara tetangga, panjang garis batas yang sangat panjang, dana untuk membangun dan menjaganya sangat besar), dan pengelolaannya tidak bisa dipersamakan antara satu wilayah dengan wilayah lain, karena karakteristik yang berbeda-beda. Permasalahan yang dihadapi antara lain kondisi sosial ekonomi memprihatinkan (tingkat kesejahteraan sosial ekonomi rendah, aksesbilitas masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi terbatas, keterisolasian daerah perbatasan, keterbatasan ketersediaan infrastruktur dasar jalan, transportasi, listrik) 2. Diera reformasi mengenai manajemen pengelolaan daerah perbatasan, sudah dilakukan banyak perubahan, dari segi perangkat aturan legal formal diperlukan aturan yang lebih progresif dan komprehensif. Terdapat 23 peraturan perundang-undangan (penentuan batas dan pengembangan kawasan perbatasan). Dan paradigma yang digunakan memandang daerah perbatasan sebagai daerah gerbang negara (foyer), bukan sebagai kebun kosong (backyard). Serta diasumsikan bahwa peningkatan kesejahteraan rakyat dapat menjamin mengurangi masalah keamanan. Dan telah dilembagakan melalui Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Namun dalam implementasinya, belum menunjukkan hasil yang optimal. 3. Sumber permasalahan yang dihadapi, yakni problematika kelembagaan perbatasan Indonesia, bahwa belum memiliki aturan baku dan grand design, serta model pengelolaan yang dikembangkan masih parsial. Persoalan yang muncul, komite-komite perbatasan diketuai oleh instansi berbeda, hubungan pemerintah-daerah belum memiliki mekanisme jelas, tidak adanya kontrol dan monitoring, seta lemahnya hubungan koordinatif. Politik anggaran, dimana alokasi anggaran kementerian, lembaga dan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun dalam mengembangkan infrastruktur kawasan perbatasan, jika anggaran digabungkan relatif besar, namun dalam realitanya belum menunjukkan hasil efektif karena pengelolaannya terpencar-pencar. Hal-hal yang patut diperhatikan, perangkat kebijakan dan kelembagaan (fungsi dan peran BNPP harus segera diimplementasikan) serta perubahan karakteristik persoalan perbatasan 4. Gagasan yang disampaikan terkait kebijakan, kelembagaan dan perubahan karakteristik persoalan perbatasan: keberadaan UU Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara sudah menjawab tuntutan publik terutama tentang kejelasan batas negara, kewenangan pemerintah pusat dan daerah, pembentukan institusi khusus yang bertanggungjawab atas pengelolaan perbatasan) segi kelembagaan (fungsi dan peran BNPP harus segera diimplementasikan). Liasion Officer (LO) BNPP dan fungsi anggaran BNPP. UU Nomor 43 tahun 2008 masih sangat umum/administratif, meski melalui Perpres 12 tahun 2010 memiliki kewenangan cukup luas, tapi kedua aturan hukum tersebut belm menyentuh secara spesifik manajemen pengelolaan keamanan di perbatasan. Manajemen pengelolaan keamanan harus dilakukan secara kompherensif, ketidakjelasan menyebabkan ketidakaman karena ketidakjelasan komando dalam mengelola perbatasan. Perlunya koordinasi antar instansi (Satgas pamtas, polri, TNI, Bea Cukai, badan karantina) Perlu dimengerti mengenai pintu perbatasan dan garis batas. Kewenangan TNI yang besar memunculkan persepsi kuatnya pendekatan keamanan, sehingga merugikan masyarakat secara sosial, ekonomi, budaya. Institusi pengelola kawasan perbatasan harus memperhatikan berbagai perubahan karakteristik tiap persoalan misal pengaruh globalisasi. Harus memaknai perbatasan secara dinamis dengan adanya pengaruh globaslisasi, tidak dimaknai secara statis dalam dimensi batas teritori. Interdependdi dan interpenetrasi menihilkan kapasitas negara mengisolasi wilayah dalam perbatasannya. Kontrol terhadap perbatasan harus tetap dilaksanakan, meski fungsi militer dan ekonomi tradisional diperbatasan semakin menurun. Prioritas kontrolnya bergeser tidak lagi pad aantisipasi serangan militer tetapi upaya penegakan hukum dan efektivitas liberalisasi ekonomi. Keberadaan Clandestine Transnational Actors (CTA) yang beroperasi dilintas negara dimanfaatkan untuk kepentingan yang tidak bertanggung jawab (misal migrasi legal, teroris, dll). Fenomena ini harus menjadi prioritas sekurisasi. Konsolidasi agendi yang mengelola perbatasan dan SMART Border dengan ujung tombak (Badan kepabeanan dan badan imigrasi). 5. Saran dan Rekomendasi : pola manejemen baru pengelolaan daerah perbatasan merupakan suatu kebutuhan yang dapat tidak ditunda dengan menimbang eksistensi permasalahan dalam pengelolaan perbatasan di masa lampau dan perubahan global. Keberadaan BNPP memberikan sebagian atas tuntutan publik bagi upaya penyelesaian masalah perbatasan, karenanya harus dipercepat implementasi peran, fungsi dan hubungan koordinatif BNPP. Dalam menajemen pengelolaan perbatasan harus juga mengikutsertakan kelengkapan unsur manajemen pengelolaan keamanan perbatasan yang masih belum jelas. Institusi pengelola harus juga memperhatikan berbagai perubahan karakteristik permasalahan perbatasan. Prof. Dr. Ir. WIDYO NUGROHO SULASDI: 1. Dalam mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan dan pengelolaan daerah perbatasan harus jelas penempatan perspektif, disesuaikan dengan Pasal 25 A UUD 1945, Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan teori pembangunan. Cara pandang yang digunakan terhadap negara kepulauan dari berbagai aspek, yakni aspek kedaulatan , aspek kebangsaan yang multikultural, aspek tata ruang geografik, aspek kepemerintahan, aspek tata ruang ekonomi. 2. Dalam mengartikan pembangunan, sebagai proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar (misal struktur sosial, sikap masyarakat, dll). Proses pembangunan harus memiliki Tiga tujuan utama, ketersediaan dan perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan pokok, peningkatan standar hidup misal perbaikan kualitas pendidikan, dll, serta perluasan pilihan-pilihan ekonomik dan sosial bagi tiap individu dan bangsa secara keseluruhan yang bebas dan kebergantungan. 3. Dalam pembangunan dan pengelolaan haruslah menganut azas manajemen batas spasial (sifat keruangan suatu obyek atau kejadian, yang menunjukkan posisi atau lokasi dari obyek atau kejadian) yang mencakup berbagai aspek. Yakni aspek informasi geospasial, Aspek geomorfologi pantai, Aspek rasio laut perikanan, Aspek Sistem koordinat global, Aspek penataan ruang, Aspek peningkatan standar hidup masyarakat pesisir, aspek pendidikanm ekonomi, sosial, budaya, aspek sistem pertahanan rakyat di kawasan perbatasan, aspek penetapan batas laut wilayah provinsi dan kabupaten. MAYJEN (PURN) SHM. LERRICK: 1. Bahwa belum adanya komitmen dan political will pemerintah untuk penyelesaian wilayah perbatasan sehingga menyebabkan berbagai masalah perbatasan seperti ketidakjelasan batas wilayah darat. 2. Model pembangunan wilayah perbatasan haruslah komphrensif, holistik, dan integral dengan mempertimbangkan berbagai aspek, karena perbatasan merupakan masalah yang multi dimensi. Kecenderungan model pembangunan mash bersifat generalisasi dan belum mengoptimalkan berbagai kepentingan potensi kekayaan masing-masing daerah. 3. Diperlukan kesepahaman dari pengambil kebijakan dalam mengartikan pembangunan di wilayah perbatasan, dalam mewujudkan pembangunan wilayah perbatasan di segala bidang. 4. Masalah utama di wilayah perbatasan yakni kemiskinan dan keterbelakangan. 5. Cara pandang dan pembangunan terhdap wilayah perbatasan masih cenderung bersifat inward looking , sementara peradaban dunia menuntut adanya paradigma outward looking , prosperity approach , security approach . 6. berbagai kebijakan yang ada untuk mengentaskan permasalahan perbatasan yang terjadi, tidak bisa mengoptimalkan pembangunan, karena berbagai kondisi misal ego sektoral kelembagaan, keterbatasan anggaran, dan lain-lain. 7. Saran dan Rekomendasi: Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan BNPP agar mengkaji ulang perkembangan wilayah perbatasandalam konteks regional dan global, mengingat telah terjadi dinamika perkembangan wilayah perbatasan misal borderless society . Bappenas, Kementerian Dalam Negeri (BNPP), agar segera menyusun grand design model pembangunan wilayah perbatasan dengan memperhatikan karakteristik wilayah perbatasan dan berbagai aspek yakni aspek sosial, aspek tata ruang, aspek reposisioning kebijakan, aspek reorientasi diplomasi, aspek investasi yang multidimensional. Dalam pengembangan model pembangunan wilayah perbatasan, pemerintah dan pemerintah daerah harus mengedepankan kearifan lokal sebagai simbol kebhinekaan masyarakat perbatasan, dengan berbagai prinsip dan aspek. Pemerintah dan DPR RI perlu meralisasikan berbagai keputusan politik bersama, untuk membangun wilayah perbatasan demi kepentingan keamanan dan kesejahteraan wakyat di wilayah perbatasan. Pemerintah bersama pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan kembali terhadap kawasan wilayah perbatasan ditinjau dari segi kepentingan ekonomi dan non-ekonomi, kearifan lokal, dan berbagai potensi kekayaan alam. Jangka pendek, pembangunan daerah perbatasan hendaknya diprioritaskan ke arah pembangunan infrastruktur (transportasi, komunikasi, dan lainnya) sebagai pengungkit kehidupan sosial ekonomi. Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal, Kementerian Luar Negeri, BNPP, dan Pemerintah Daerah segera mengambil langkahlangkah yang kongrit, kompherensif, integral holistik dari masing-masng aspek yakni aspek batas wilayah negara, aspek pertahanan, keamanan, penegakan hukum, aspek pembangunan daerah, aspek kelembagaan. Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan BNPP ditujukan untuk mempercepat pembangunan wilayah perbatasan, bukan untuk memperpanjang birokrasi. III. PENUTUP Komisi II DPR RI menyampaikan apresiasi kepada Para Pakar/Ahli Bidang Geopolitik, Kelautan, dan Pesisir atas penyampaian paparan dan masukannya, serta akan menjadikan bahan masukan dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri selaku Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Rapat ditutup pukul 17.25 WIB. Jakarta, 25 Januari 2011 PIMPINAN KOMISI II DPR RI KETUA, ttd H. CHAIRUMAN HARAHAP, SH, MH A-178