BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang menyerang serangga hama menjadikan sakit. Cendawan entomopatogen dapat diisolasi dari tanah, jaringan tanaman dan serangga yang terinfeksi oleh cendawan. Prayogo et al., (2005) menyatakan bahwa cendawan entomopatogen merupakan organisme yang digunakan untuk pengendalian hama sudah tersedia di alam, mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, siklus hidup pendek, mudah dibiakkan dan diproduksi secara massal, dapat membentuk spora yang tahan di alam meskipun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, dan relatif aman. Pengaruh infeksi cendawan entomopatogen dapat bersifat mematikan, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga, menurunkan reproduksi serangga, menurunkan ketahanan serangga terhadap serangan predator, parasitoid, patogen dan insektisida kimia (Dwiastuti et al., 2007). Herlinda et al., (2008) gejala yang ditimbulkan oleh cendawan entomopatogen terhadap hama yaitu tidak mau makan, pergerakan lambat, kejang, lalu mati kaku, setelah mati tubuh dipenuhi oleh hifa cendawan. Eksplorasi cendawan entomopatogen dari rizosfer beberapa lokasi pertanaman kacang tanah di Sumatra Barat telah dilakukan oleh Reflinaldon et al., (2014) didapatkan lima genus cendawan entomopatogen yaitu Trichoderma, Aspergillus, Metarhizium, Fusarium dan Paecilomyces. Cendawan entomopatogen yang telah digunakan untuk pengendalian serangga hama adalah Beauveria bassiana (Balsamo) (Trizelia, 2005), Metarhizium anisopliae (Metch) (Prayogo et al., 2005), Aspergillus (Tenrirawe dan Pebbage 2013). Berdasarkan hasil penelitian Roza (2015) ditemukan cendawan entomopatogen endofit yang diperoleh dari batang tanaman kacang tanah yaitu A. flavus dan efektif menginfeksi larva Tenebrio molitor hingga 87,50%. Cendawan Aspergillus termasuk ke dalam cendawan entomopatogen, karena Aspergillus telah berhasil menginfeksi larva Heliothis armigera Hubner (Nur, 2005). Hamdani et al., (2011) melaporkan bahwa Aspergillus (AsS3) yang berasal dari rizosfer tanaman kakao di Kabupaten Solok merupakan cendawan 2 yang memiliki patogenisitas paling tinggi dan menyebabkan mortalitas Conopomorpha cramerella 100%. Hal ini membuktikan bahwa cendawan Aspergillus sp patogen terhadap serangga, termasuk E. zinckenella. E. zinckenella merupakan salah satu hama penting pada tanaman kacangkacangan seperti kacang tanah dan kacang kedelai. E. zinckenella dapat menyerang tanaman hingga menyebabkan gagal panen. Menurut Apriyanto et al., (2008) di Bengkulu kehilangan hasil akibat serangan penggerek polong dapat mencapai 100%. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Reflinaldon et al., (2013) di Kecamatan Pasaman, Talamao dan Ujung Gading Kabupaten Pasaman Barat di Sumatra Barat diketahui tingkat serangan penggerek polong pada kacang tanah mencapai 70-80%. Sampai saat ini pengendalian E. zinckenella di lapangan masih belum diperhatikan dan masih menggunakan pestisida sintetik. Pemanfaatan cendawan entomopatogen sebagai pengendalian hayati, cendawan perlu diperbanyak pada media substrat. Beberapa jenis substrat telah digunakan untuk perbanyakan cendawan entomopatogen yaitu beras, jagung dan ampas tebu. Akan tetapi untuk skala yang besar, penggunaan beras dan jagung sebagai media perbanyakan membutuhkan biaya yang tinggi. Oleh karena itu perlu dicari media tumbuh pengganti beras dengan sumber nutrisi yang sesuai. Pemanfaatan limbah organik yang berasal dari tanaman perlu diperhatikan karena jumlah limbah yang tersedia sangat melimpah seperti ampas tebu, tongkol jagung, dan ampas kulit kopi. Ampas tebu merupakan limbah organik yang banyak tersedia di Indonesia. Ampas tebu merupakan suatu media perbanyakan yang relatif memberikan hasil yang baik dalam kecepatan tumbuh, jumlah konidia cendawan sehingga substrat ampas tebu dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk perbanyakan cendawan. Berdasarkan penelitian Junaidi (2012) tentang pemanfaatan ampas tebu, ampas tebu + jerami, dan kulit kentang menyimpulkan bahwa substrat yang terbaik bagi pertumbuhan jamur Metarhizium sp adalah ampas tebu dengan kerapatan konidia 11,20 x 108 konidia/ml. Amelia (2015) melaporkan Metarhizium sp yang diperbanyak pada substrat bungkil sawit + dedak, bungkil sawit + ampas tebu, bungkil inti sawit, dan beras menunjukkan bahwa substrat bungkil sawit + ampas tebu merupakan substrat terbaik. Kandungan nutrisi yang 3 terkandung dalam ampas tebu yaitu selulosa (32-48%), lignin (19-24%), pentosan (27-29%), silica (0,70-3,50%), dan abu (1,50-5%) (Arsyad, 2009). Selain ampas tebu limbah tongkol jagung dalam pemanfaatannya sebagai substrat perbanyakan agen hayati belum banyak dilaporkan. Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang sangat berlimpah keberadaanya, mudah didapatkan, dan tidak mengeluarkan biaya yang mahal. Oleh sebagian orang tongkol jagung dibiarkan bertumpuk begitu saja bahkan dibakar. Kandungan nutrisi yang terkandung dalam 100 gram jagung yaitu karbohidrat 72,90 %, protein 9,50 gram dan lemak 4,30 gram. Kandungan nutrisi yang terdapat pada satu buah tongkol jagung yaitu hemiselulosa 16%, selulosa 33,80%, lignin 9,10%, dan kadar air 1,17%. Selain tongkol jagung limbah ampas kulit kopi juga banyak tersedia dan pemanfaatannya belum maksimal untuk media perbanyakan bioinsektisida. Proses pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi menghasilkan limbah berupa limbah kulit kopi. Berdasarkan di lapangan, limbah kulit kopi belum dimanfaatkan secara baik dan optimal. Hal ini terlihat dari menumpuknya limbah kulit kopi di sekitar perkebunan rakyat dan tempat usaha penggilingan biji kopi. Komposisi biji kopi yaitu karbohidrat 60%, protein 13%, minyak 13%, asamasam non volatil 8% dan abu 4% (Rahadian 2009 cit Simanjuntak 2011). Jumlah limbah organik yang berlimpah serta kandungan nutrisi yang potensial, maka perlu dipertimbangkan untuk digunakan sebagai substrat perbanyakan cendawan. Pemanfaatan substrat ampas tebu, tongkol jagung dan ampas kulit kopi sebagai bahan perbanyakan Aspergillus sp belum pernah dilaporkan, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mencari substrat yang baik dan tingkat patogenisitas tertinggi terhadap E. zinckenella. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendapatkan substrat yang terbaik untuk perbanyakan cendawan A. flavus dengan patogenisitas tertinggi terhadap hama E. zinckenella.