PENGARUH STRESS DAY TERHADAP PRODUKSI PADI Ahmad

advertisement
PENGARUH STRESS DAY TERHADAP PRODUKSI PADI
Ahmad Farhan
Yopi Ilhamsyah
Abstrak
Kata Kunci: Padi, Pergiliran air, Irigasi, Krueng Jreu, Aceh Besar
Budidaya tanaman padi merupakan kegiatan stategis. Masa tanam MK
dilakukan pada saat sumber daya air tersedia yang terbatas. Efisiensi pemanfaatan
air masih rendah. Pendistribusian air irigasi tidak merata; kawasan hulu
menggunakan air irigasi melebihi kebutuhan konsumtif tanaman, sedangkan
kawasan hilir mengalami kekurangan air. Keadaan tersebut terjadi di DI Krueng
Jreu kabupaten Aceh Besar, sehingga tanaman padi di kecamatan Darussalam
(lokasi hilir DI Krueng Jreu) mengalami fuso. Kemerataan distribusi air irigasi
dapat dicapai melalui sistem pengairan berselang. Waktu selang pemberian air
harus ditentukan secara ilmiah dan spesifik lokasi. Berapa hari waktu selang
pemberiaan air yang mampu meningkatkan produktivitas air irigasi di lokasi hilir
DI krung Jreu ?, menjadi permasalahan kegiatan pengkajian ini. Tujuan penelitian
memperoleh jumlah hari selang pengirigasian yang optimal dan berlaku spesifik
di lokasi hilir DI Kreung Jreu pada tinjau laboratorium. Hasil penelitian ini
menjadi masukan untuk merancang penelitian tingkat lapangan, dalam usaha
menetapkan waktu optimal pergiliran air irigasi yang siap diapliksikan.
Penelitiaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan dilakukan
pada fase vegetatif reproduksi dan pematangan susu. Hasil analisis data
menggunakan ANOVA terhadap konsumsi air irigasi dan komponen agronomi
tanaman diperoleh, perlakuan sampai 3 stres day tidak mengurangi konsumsi air
irigasi dan meningkatkan produktivitas agronomi tanaman padi varietas IR-64.
Jadi, disimpulkan bahwa selang pemberian air sampai 6 hari dapat meningkatkan
produktifitas air. Disarankan untuk dilakukan penelitian serupa pada tingkat
lapangan, sehingga diperoleh waktu selang air optimum.
SUMMARY
Keywords: Rice, water rotation, irrigation, Krueng Jreu, Aceh Besar
Rice cultivation is a strategic activity. MK planting done when the
available water resources are limited. The efficiency of water utilization is still
low. Uneven distribution of irrigation water; upstream region using irrigation
water exceeds the consumptive needs of the plant, while the downstream areas
experiencing water shortages. That situation occurred in DI Krueng Jreu, Aceh
Besar district, so that the rice crop in the district Darussalam (location
downstream in Krueng Jreu) experienced Fuso. Equity of irrigation water
distribution can be achieved through intermittent irrigation system. Time lapse
provision of water must be determined scientifically and site-specific. How many
days a irrigation hose that can enhance the productivity of irrigation water at
downstream locations DI krung Jreu?, An issue this assessment activities. The
research objective to obtain the number of days pengirigasian optimal hose and
apply specific location downstream in Kreung Jreu to review the laboratory. This
research is the input to design research field level, in an effort to establish the
optimal time rotation irrigation water ready diapliksikan. Penelitiaan using a
completely randomized design (CRD). The treatment is done on vegetative
reproduction and maturation phase of the milk. The results of data analysis using
ANOVA on the consumption of irrigation water and crop agronomy component is
obtained, treatment up to 3 stressful day did not reduce irrigation water
consumption and increase the productivity of crop agronomy IR-64 rice varieties.
Thus, it was concluded that the water supply hose to 6 days can increase the
productivity of water. It is advisable to do similar research at the field level, in
order to obtain optimum time water hose.
I PENDAHULUAN
Budidaya tanaman padi merupakan sektor strategis dalam pembangunan
nasional. Budidaya padi sawah merupakan pengguna air terbesar, melebihi 90 %
dari total pemanfatan air (Budi dan Fagi, 2009). Pemanfaatan air dalam sistem
budidaya padi sawah belum efisien sehingga terjadi keterbatasan air dan
meluasnya areal kekeringan pada masa tanam Musim Kemarau (MK). Efisiensi
pemanfaatan air yang rendah akan bermasalah terhadap stabilitas produksi padi
dilahan sawah. Tata guna air sangat dibutuhkan pada periode tanam MK (Farhan,
Praja dan Prasadja, 2001).
Tata guna air pada masa tanam padi MK di lahan sawah beririgasi
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penyaluran air irigasi secara berkala
(irigasi berselang). Penerapan sistem irigasi berselang akan meningkatkan
efisiensi pemanfaatan air irigasi dan efisiensi produksivitas air (rasio total air yang
digunakan dengan produksi gabah). Selain itu mampu meningkatkan luas tanam
atau mempertahankan luas tanam MK dari resiko fuso dan bahkan membuka
peluang tanam ke III (IP padi 300) (Farhan dan Kartaatmadja, 2001). Selang
penyaliran air irigasi harus memenuhi kriteria, tidak menurunkan efisiensi
produktivitas air, yang diperoleh dari kajian spesifik lokasi dan aplikatif (Farhan,
2012).
Metode penentuan lamanya selang irigasi yang mudah diaplikasi pada
tingkat lapangan adalah berdasarkan variabel stress day; yaitu jumlah hari
cekaman air yang dialami tanaman. Khusus untuk padi sawah, stress days
dihitung berdasarkan hari tanpa genangan. Satu stress day dihitung 2 – 3 hari
setelah sawah dalam keadaan macak-macak (Budi dan Fagi, 2009); tergantung
dari spesifik kondisi fisik tanah.
Daerah Irigasi (DI) Krung Jreu, terletak di kabupaten Aceh Besar. Luasan
DI meliputi beberapa kecamatan mulai Indrapuri di lokasi hulu sampai kecamatan
Darussalam di lokasi hilir. Sumber air irigasi disadap dari bendungan Krueng
Jreu.
Areal sawah irigasi yg sumber airnya dari bendung, rawan terhadap
dampak kekeringan (Farhan, 2013).
Sistem pengirigasian di kawasan DI Krueng Jreu, masih tradisional; air
irigasi disalurkan sepanjang waktu ke semua lokasi, tergantung kondisi
ketersedian air di bendung; penyaluran air irigasi berselang belum dilaksanakan.
Akibatnya, pada kondidi air terbatas, areal lokasi hilir tidak mendapatkan air.
Areal tanam MK di lokasi hilir DI Krueng Jreu, rawan terkena kekeringan.
Pengamatan yang dilakukan dari MK tahun 2012 – 2014; areal tanam di lokasi
hilir mengalami dua kali kekeringan yaitu pada MK 2012 dan 2014. Dampak
kekeringan cukup berat; tanaman mengalami fuso. Kekeringan yang melanda DI
tersebut disebabkan oleh budaya sistem irigasi kontiu dan pengaruh rendahnya
curah hujan dalam periode tersebut akibat Monsun Barat daya Australia (Farhan,
2014)
Kekeringan di areal hilir DI dapat diatasi apabila kemerataan
pendistribusian air antara lokasi hulu, tengah dan hilir dapat dilakukan. Salah satu
cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui sistem irigasi berselang.
Penetapan lamanya jumlah hari penyelangan air secara ilmiah, berpedoman pada
jumlah hari cekaman air (stress day) yang diperoleh melalui pengkajian spesifik
(Budi dan Fagi, 2009). Kriteria utama penentuan waktu selang air adalah: (a) tidak
menurunkan produksi padi (gabah), (b) tidak meningkatkan konsumsif air
tanaman dan (c) tidak merusak agregat tanah dan fisik saluran saluran irigasi dan
pematang sawah.
Penentuan jumlah hari cekaman yg memenuhi kriteria tersebut belum
dilakukan di kawasan DI Krueng Jreu. Oleh sebab itu, kegiatan ini dilakukan
untuk pengkajian secara ilmiah di areal DI Kruen Jreu spesifik kawasan hilir.
Dengan demikian akan menjadi rintisan untuk kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya
dalam usaha memperoleh waktu optimum penyelengan air yang dapat
meningkatkan produktivitas air.
Penelitian dilakukan untuk menjawab permasalahan “Berapa lama waktu
pergiliran air yang optimal di areal persawahan lokasi hilir DI Krung Jreu
?”, sehingga dapat ditentukan lamanya hari penyelangan air secara ilmiah untuk
penerapan sistem pengairan berselang di DI Krueng Jreu yang tidak menurunkan
produksi padi dan mempertahan stabilitas produktivitas lahan.
II. KAJIAN PUSTAKA
1. Botani Padi
Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang menghasilkan pati yang
dibentuk dalam senyawa karbohidrat dan unsur kia lainnya. Tanaman ini termasuk
kelompok serealia yang dapat hidup optimal dalam kawasan iklim tropis - sub
tropis. Penyebaran mulai dari asia tenggara ke kawasan lainnya; saat ini, telah
dibudidayakan diseluruh Asia, Afrika, Eropa bahagian selatan dan Amerika Latin.
Di Indonesia, varietas-varietas unggul yang budidayakan adalah hasil
persilangan antara spesies indica dengan japonica. Varietas-varietas yang banyak
dibudidayakan antara lain varietas IR-64, Ciliwung, Cisadane, Pangrango dan
lainnya. Diantara varietas unggul, yang paling luas digunakan masyarakat tani
adalah IR-64 (Budi dan Fagi, 2009).
Fase vegetif dimulai dari pertumbuhan akar sampai stadia keluarnya
primordial; vegetatif aktif dari pertumbuhan bibit, batang, daun, peranakan,
(tunas) maksimum dan fase vegetative lambat, dari stadia anakan maksimum
sampai keluarnya primordia (Sulistyono, Suwarno, Lubis, dan Suhendar, 2012).
Fase reproduktif atau fase generatif, dimulai dari munculnya primordial sampai
munculnya malai. Pada fase ini pertambahan tinggi tanaman dan berat jerami
berlangsung secara lambat. Fase pematangan, yang meliputi tahap pengisian biji,
matang susu, matang penuh, matang kuning dan matang mati. Stadia matang mati
merupakan akhir dari satu siklus pertumbuhannya.
2. Kebutuhan Air pada Padi Budidaya Sawah dan Efisiensi Produksi
Air digunakan oleh tanaman padi untuk kegiatan Evapotraspirasi (ET),
perkolakasi dan rembesan. Kesediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
ini akan menentukan produksi padi. Selain untuk proses-proses tersebut air
berperan sebagai pelarut unsur hara yang dibutuhkan tanaman. 95 % dari air yang
tesedia digunakan untuk kegiatan ET, perkolasi dan rembesan. Hanya 5% dari air
yang diserap digunakan untuk pertumbuhan pembentukan pati dan pertumbuhan
tanaman. Kebutuhan air oleh tanaman padi berbeda pada setiap fase pertumbuhan,
varietas, jenis tanah dan topografi. Oleh sebab itu, penentuan kebutuhan air
konsumtif tanaman harus bersifat spesifik lokasi.
Air yang tersedia digunakan juga untuk kebutuhan penjenuhan dan
pengolahan tanah serta penggenangan. Penggenangan pada pertanaman padi
sawah, akan mempengaruhi karakteristik tanaman, status hara, sifat fisik tanah,
perkolasi, rembesan, pertumbuhan dan perkembangan gulma. Kedalaman
gengangan untuk padi sawah bervariasi antara 2-15 cm dan idealnya berkisar
antara 5-7 cm (Farhan dan Kartaadmadja, 2001). Tinggi genangan air
mempengaruhi pertumbuhan gulma, dan menekan stress suhu pada MK dan
perkembangan jumlah anakan.
Kebutuhan air dalam petak tanah (Field Water Requiqment, FWR) dapat
didekati dengan persamaan (Farhan, 2012, dan Astuti, Retno, 2011):
FWR = ET + P + St + G
Keterangan: P = perkolasi (mm)
St = penjenuhan (mm)
G = penggenangan (mm)
Kebutuhan air konsumtif tanaman dihitung hanya untuk kebutuhan ET
tanaman, sehingga perhitungannya dilakukan menggunakan (Farhan, 2012):
WD = E + T
Keterangan: WD = Water Demand (mm)
E = Evaporasi (mm)
T = Transpirasi (mm)
Hubungan antara konsumsi air oleh tanaman padi dengan produksi gabah
didekati efesiensi produksi (Ep). Ep dihitung dengan perbandingan antara
produksi (Y) dengan total air yang digunakan dalam satu masa tanam (FWR),
(Purwanto dan Ichsan, 2014 dan Budi dan Fagi, 2009):
Ep = Y / FWR
3. Stress Day
Stress Day adalah hari cekaman air yang dialami tanaman selama masa
pertumbuhan. Tingkat cekaman air untuk berbagai tanaman berbeda. Untuk
tanaman padi sawah, stress say didefinisikan sebagai keadaan tanpa genangan.
Penetapan stress day tanaman padi dilakukan pada 2-3 hari setelah sawah dalam
keadaan macak-macak; 2 hari untuk tanah bertekstur ringan dengan 3 hari untuk
tanah bertekstur berat (Budi dan Fagi, 2009). Satu stress day ditetapkan pada saat
hari ke 3 (sifat fisik tanah ringan) atau hari ke 4 (sifat fisik tanah berat) sawah
mencapai keadaan macak-macak, belum memperoleh air irigasi atau curah hujan
efektif > 2mm, dan seterusnya mengikuti deret hari cekaman air, yaitu 1, 2, 3 ....
n stress day.
Cekaman air yg dialami padi selama masa pertumbuhan terjadi akibat
selang pengirigasian yg relatif lama. Selang pengirigasian 8, 12 dan 16 hari
menyebabkan penurunan hasil gabah sebesar 32.44%, 41.52% dan 48.87%
(Sulistyono, Suwarno, Lubis, dan Suhendar, 2012). Pada padi gogo, respon
tanaman terhadap perlakukan stess days berbeda, tergantung dari varetas tanaman,
namun secara umum mengalami degradasi hasil (Sari, Purwanto dan mursito,
2013). Selang pengirigasian sampai 2 stess days terhadap padi sawah varietas IR64 di lahan kawasan hilir DI Macan Hulu tidak menyebabkan penurunan produksi
padi, namun pada jumlah stress day yang lebih lama terjadi penurunan hasil padi
secara linier dan berkorelasi positif (Farhan, 2012).
III. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di kawasan lokasi hilir DI Krueng Jreu, kecamatan
Darussalam Aceh Besar. Hal ini dimaksudkan agar lokasi percobaan mewakili
keadaan iklim setempat. Percobaan dilaksanakan di rumah kaca, untuk
mengontrol pengaruh lingkungan dan hama. Perlakuan pengirigasian yang
berkaitan dengan jumlah hari stess day dilaksanakan menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL). Data-data kuantitas air, agronomi dan produksi gabah yang
diperoleh dari penelitian dianalisis variansinya dengan ANAVA (Gambar 1).
Model linier yang memenuhi rancangan yang digunakan adalah (Mattjik dan
Sumertajaya, 2000):
Yij = µ + ӷ i + ɛij
Keterangan: Yij = Data pengamatan pada perlakuan ke i ulangan ke j
µ
= Nilai rata-rata dari data
ӷi
= Pengaruh perlakuan ke i
ɛij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke i ulangan ke j
Percobaan menggunakan rancangan satu faktor; parameter fisik ditetapkan
sebagai penyebab dan parameter agronomis sebagai akibat. Parameter fisik
difokuskan hanya untuk perlakuan stess days, sedangkan parameter fisik lainya
dikondisikan sama.
Untuk penelitian ini, stress day dihitung 3 hari setelah sawah dalam
keadaan macak-macak. Penetapan didasarkan pada kondisi tanah; fisik tanah liat
berdebu. Kondisi macak-macak ditetapkan pada saat tinggi air dalam piezometer
= ± 0; yang berarti, tinggi genangan dan muka air tanah mendekati nol. Genangan
air dipetak sawah diukur dengan menggunakan meter skala miring.
Perlakuan stress days dibuat sebesar 4 taraf yaitu: (a) kontrol, (b) satu
stess days, (c) dua stess days dan (d) tiga stess days. Jumlah ulangan untuk
masing-masing perlakuan sebanyak 18. Air awal diberikan kepada masing-masing
anggota perlakuan setinggi 5 cm.
Data
percobaan
tidak
Microsoft
Exel
Data
konversi
dalam ha
Beda
Segnifikan
ANOVA
(Minitab)
ya
Uji Duncan
Pengambilan keputusan
terhadap hipotesa
normal dan anomali
Gambar 1. Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Olah Tanah
Tanah diolah sempurna dengan masa perendaman selama 7 hari. Total air
yang diguna untuk masing-masing petak perlakuan sama, yaitu sebesar 207 liter.
Pengunaan air adalah untuk penjenuhan tanah dan pelumpuran selama masa olah
tanah berlangsung. Pembenihan padi varietas IR-64 dilakukan dalam periode
tersebut. Jumlah air yang digunakan setara dengan 200 mm per musim tanam.
Jumlah air yang digunakan sama dengan penggunaan air secara umum pada
sistem olah tanah sempurna (200 – 300) mm per musim tanah (Farhan, Praja, dan
Prasadja, 2001).
2. Kebutuhan Air konsumtif Tanaman
Bibit padi IR-64 umur 7 hari ditanam sebanyak 2 bibit perlubang. Pada
umur 3 Hari Setelah Tanam (HST), dilakukan penyulaman untuk menggantikan
bibit yang gagal tumbuh. Secara umum semua benih dapat tumbuh dengan baik.
Hanya beberapa lubang yang mebutuhkan penyulaman.
Tinggi genangan pada saat tanam dikondisikan macak-macak. Ini
dimaksudkan supaya tanaman tidak terendam dan air yang cukup untuk
pemulihan akar. Tinggi genangan secara perlahan ditingkatkan sesuai dengan
pertumbuhan tanaman . Pada saat tanaman sudah tumbuh dan memasuki fase
vegetatif awal, tinggi genangan dibuat 50 mm. Kondisi tersebut dipertahankan
konstan dengan cara menambah air (pengirigasian) setiap hari.
Perlakuan stess day terhadap tanaman dilakukan mulai pada 8 HST. Pada
hari ke 8, air untuk tanaman yg dilakukan perlakuan tidak diberikan, sedangkan
untuk kontrol pengirigasian tetap diteruskan. Secara perlahan tinggi genangan
berkurang. Kondisi macak-macak tercapai pada 11 HST. Padi mengalami 1, 2
dan 3 Stess day (Sd), secara berturut-turut pada 14, 15 dan 16 HST. Air diberikan
kembali setelah masing-masing perlakuan dialami tanaman tercapai. Tanaman
yang diperlakukan 1 Sd diairi pada 15 HST, 2 Sd diairi pada 16 HST dan 3 Sd
diairi pada 17 HST.
Keadaan stres day berikutnya terjadi pada 21 HST.
Dalam
periode
vegetatif awal, 1 - 34 HST, tanaman telah mengalami 3 kali siklus Stress Day.
Siklus ini akan bertambah dalam masa vegetatif aktif dan reproduktif. Pada fase
pematangan (matang kuning), pemberian air dihentikan.
Gambar 2. Keadaan petak percobaan pada saat kondisi perlakuaan stress
day pertama
Tanah sawah mengalami kekeringan selama periode perlakuan stress day
(Gambar 6.2). Lebar keretakan tanah terjadi bervariasi untuk semua perlakuan;
berturut-turut 0,5, 1 dan 2 cm untuk perlakuaan 1, 2 dan 3 stress day. Kedalaman
keretakan tanah 1, 2 dan 4 cm untuk perlakuaan 1, 2 dan 3 stress day.
Keadaan muka air tanah yang diukur dengan piezometer, mencapai - 28, 30 dan -320 mm untuk 1, 2, dan 3 stress day. Jadi, keadaan muka air tanah berada
di kedalam lebih jauh dari daerah perakaran. Sebab, pertumbuhan akar tanaman
yang pada saat tersebut berumur 14 – 16 HST, belum cukup panjang.
Total air konsumtif tanaman dari 1 - 34 HST, berturut-turut untuk
perlakuan kontrol, 1, 2 dan 3 Sd adalah 419, 320, 305 dan 284 liter. Penggunaan
air konsuntif tanaman untuk percobaan ini hanya untuk proses evapotranspirasi.
Sepage dan rembesan tidak terjadi, karena petak percobaan disekat dengan terpal
kedap air.
Hasil analis ANAVA, diperoleh nilai Fhit lebih besar dari nilai Ftab pada
level segnifikansi 1 %. Dengan demikian, besarnya konsumsi air tanaman padi
pada berbagai perlakuan berbeda secara nyata. Air konsumtif tanaman terbanyak
pada kontrol dan yang paling sedikit diberikan pada perlakuan 3 Sd.
Tabel 1. Hasil analisis ragam dari air konsumtif tanaman pada
fase vegetatif awal
Tabel ANOVA
SK
Db
Perlakuan
Galat
Total
JK
3 725,99
68 86,28
71
KT
Fhit
213,24 168,06**
1,27
Ftab
0,05 0,01
2,76 4,13
Total konsumsi air untuk perlakuan kontrol hampir dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan total konsumsi air pada perlakuan 3 Sd. Jadi, Perlakuan 3 Sd
dapat menghemat hampir setengah dari kebutuhan air tanaman kontrol. Kenyatan
yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan, sangat menarik. Hal ini
sangat bermanfaat untuk menghemat penggunaan air irigasi pada kondisi
keterbatasan air, seperti masa tanam musim kemarau (MT II). Penghematan iar
akan bersifat operasional apabila cekaman air yang dialami padi, tidak
mengurangi produksi padi atau perkembangan agronomi tanaman.
2. Perkembangan Agronomi Tanaman
Jumlah anakan per rumpun dan perkembangan tinggi tanaman pada 30
HST; tanaman telah mengalami 3 siklus perlakuan (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan dan tinggi tanaman pada
berbagai perlakuan pada umur 30 HST
Perlakuan
0 sd
1 sd
2 sd
3 sd
Jumlah Anakan
(per rumpun)
5
8
7
10
Tinggi Tanaman
( cm)
34
43,11
43,72
41,72
Analisis ragam terhadap data jumlah anakan per rumpun (Tabel 3),
diperoleh nilai Fhit lebih besar dari Ftab pada level segnifikansi 5 %. Dengan
demikian, perkembangan jumlah anakan berbeda nyata pada perlakuan stess day
yang dilakukan.
Tabel 3. Hasil analisis ragam dari jumlah anakan tanaman per rumpun
pada akhir fase vegetatif awal
Tabel ANOVA
SK
Db
Perlakuan
Galat
Total
3
68
71
JK
KT
784,88
667,83
Fhit
39,01 3,97*
9,82
Ftab
0,05
2,76
0,01
4,13
Jumlah anakan paling sedikit diperoleh pada kontrol dan terbanyak pada
perlakuan 3 Sd, sehingga tinggi genangan berpengaruh terhadap jumlah anakan.
Genangan air yang terus menurus menyebabkan pertumbuhan jumlah anakan
terhambat. Tunas tidak mampu tumbuh akibat suplai oksigen ke daerah perakaran
tanaman terhambat oleh genangan air. Pada perlakuan 1 – 3 Sd, tinggi genangan
berfluktuasi dari 5 – -32 cm, sesuai dengan pengirigasian. Akibatnya eraksi
oksigen ke daerah per akaran menjadi lebih baik. Selain itu, tinggi genangan yang
rendah menyebabkan tunas yang baru tumbuh tidak terendam oleh air.
Rata-rata jumlah anakan yang paling banyak diperoleh pada perlakuan 3
Sd. Hal ini menunjukkan bahwa muka air tanah di bawah daerah perakaran tidak
menyebabkan tanaman kekurangan air. Jadi, meskipun tinggi muka air tanah di
bawah permukaan tanah, air untuk tanaman tetap tersedia. Daerah perakaran
tanaman masih mendapatkan suplai air yang naik melalui pori-pori tanah
(kapileritas). Selain itu, tanah liat (jenis tanah di lokasi percobaan) mampu
menyimpan air dalam waktu reltif lama.
Hasil analis ragam untuk data agronomi tinggi tanaman diperlihatkan pada
Tabel 4. Nilai Fhit lebih besar dari Ftab pada level segnifikansi 1 %. Dengan
demikian, tinggi tanaman berbeda nyata antara kontrol dan perlakuan stess day.
Uji Duncan terhadap tinggi tanaman, memperlihatkan perbedaan nyata antara
kontrol dengan perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan
demikian, tinggi tanaman dari perlakuan terendah dibandingkan kelompok
perlakuan.
Tabel 4 Hasil analisis ragam dari jumlah anakan tanaman per rumpun
umur pada 30 HST
Tabel ANOVA
SK
Perlakuan
Galat
Total
Db
3
68
71
JK
16059,32
4651,06
KT
3802,75
68,40
Fhit
55,59**
Ftab
0,05
2,76
0,01
4,13
V. SIMPULAN DAN SARAN
Perlakuan irigasi 1 - 3 sress day di areal sawah kawasan hilir DI Krueng
Jreu berpengaruh terhadap produksi padi. Selang pengirigasian sampai 1 - 3 sress
day mengurangi air konsumtif tanaman dan perkembangan agronomi padi varietas
IR-64 meningkat, sehingga meningkatkan produktivitas air dan efisiensi produksi
meningkat. Jadi, selang pengirigasian 3 - 6 hari (perlakuan 1 - 3 sress day) dapat
dijadikan pedoman dalam kegiatan irigasi intermiten di areal sawah kawasan hilir
DI Krueng Jreu. Untuk implementasi, disarankan pengkajian serupa di tingkat
lapangan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Retno (2011). Efisiensi penggunaan air tanaman padi dengan irigasi
kontinyu
dan
berselang
di
Kecamatan
Mijen,
Semarang.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47431; diunduh pada 20
Januari 2015.
Budi S. B., dan Fagi A. M. (2009). Pengelolaan Padi Sawah Irigasi; antisipasi
kelangkaan air. Balai Besar Padi; Sukamandi
Farhan, A. dan Kartaatmadja 2001. Pengkajian Peluang Peningkatan Efisien Air
Irigasi Yang Bersumber Dari Waduk. j. Saint Teks edisi khusus Oktober
2001. Universitas Semarang. Pp. 641-652.
Farhan, A., S. Praja, dan I. Prasadja. 2001. Teknik Terapan Percepatan Tanam
Untuk Mengantisipasi Kekurangan Air Di Kawasan Irigasi Teknis. Bahan
seminar antisipasi El Nino; implementasi budaya hemat air di Indonesia
pada tanggal 21 – 22 Pepruari 2001di Hotel Salak – Bogor.
Farhan, A. 2012. Kinerja Pendistribusian Air Irigasi Pada Lokasi Hulu, Tengah
dan Hilir. Review (sedang dalam proses publikasi jurnal/prosiding) dan
dipublikasi di perpustakaan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Farhan, A. 2013. Analisis Peningkatan Kinerja Waduk Melalui Efisiensi
Distribusi Air Irigasi.
Review (sedang dalam proses publikasi
jurnal/prosiding) dan dipublikasi di perpustakaan Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh.
Farhan, A. 2014. Keterkaitan Hujan Di Nanggo Aceh Darussalam Dengan Suhu
Muka Lautan Pasifik; (bahagian dari upaya mitigasi dampak kekurangan
air pada budidaya padi). Laporan Penelitian Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Mattjik A. A dan Sumertajaya M. 2000. Rancangan Percobaan; dengan aplikasi
SAS dan Minitab Jilid 1. IPB Press.
Purwanto dan Ichsan. J (2014). Analisis Kebutuhan Air pada Bendung Mrican1.
J. Imiah Semesta Teknika, Vol. 9 No. 1, 206; 83 – 93.
Sulistyono E., Suwarno, Lubis I., dan Suhendar D. (2012). Pengaruh Frekuensi
Irigasi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Lima Galur Padi Sawah.
J.Agrivon Vol. 5 No. 1
Download