2011 66 Karakterisasi Kapulasan (Nephelium Mutabile) Berbasis

advertisement
Jur. Embrio (4) (1) (66 -73) 2011
Karakterisasi Kapulasan (Nephelium Mutabile) Berbasis PCR_RAPD
di Sumatera Barat
Characterization Kapulasan (Nephelium mutabile) based on PCR_RAPD
in West Sumatra
Ediwirman
1)
oleh:
dan Ellina Mansya2)
1)
Jurusan Agrotegnologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang
2)
Balitbu Sukarami Sumatera Barat
ABSTRACT
Research on the characterization Kapulasan (Nephelium mutabile) based on PCRRAPD in West Sumatra have been made in the form of surveys and laboratory. The study
aims to get kapulasan diversity of molecular markers based on PCR-RAPD. Conducted in
the field Bonjol Pasaman, West Pasaman Kinali, and bottom scrapings district 50 City of
West Sumatra province, while the laboratory experiments on the Random Amplified
Polymorphism DNA (RAPD) is done at the Laboratory of Biotechnology and Plant
Breeding of Andalas University Padang. The resulting data is translated into binary data
and analyzed with the NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System)
using NTSYS PC Version 2:01. Based on the results of research that has been done can be
concluded, that there are 3 primary are used as markers (OPN-15, OPS-18 and OPW-02)
produced levels of similarity ranged from 0.88 to 1.0 (88-100%). Similarity level of 0.94
(94%) resulted in six main groups, and at 100% similarity, the kapulasan genome from
Bonjol (KPBJ-06) with from Kinali kapulasan KPKNL-06 has 100% similarity, as well as
kapulasan genome from Kinali (KPKNL-04) and Guguk (KPGGK-01 with KPGGK-02).
Key word : Diversity, PCR-RAPD, Kapulasan, molecular markers.
PENDAHULUAN
Kapulasan
merupakan
buah
tropik yang potensial untuk dikembangkan. Indonesia merupakan daerah tropik
yang kaya sumberdaya genetik yang
belum sepenuhnya dieksplorasi secara
optimal. Kapulasan menjadi salah satu
kekayaan flora dan tidak ditemukan pada
semua wilayah. Menurut Sudarmadi
(2003) kapulasan ditemukan di Jawa
Barat dan Sumatera Barat. Berkurangnya
populasi kapulasan terjadi akibat kerusak
an lingkungan dan secara habitusnya
tidak banyak wilayah yang cocok untuk
kapulasan.Konservasi merupakan salah
Karakterisasi Kapulasan.....
satu upaya untuk menjaga kelestarian dan
keragaman kapulasan di Indonesia.
Keanekaragaman kapulasan mam
-pu menjelaskan hubungan kekerabatan
secara umum, tetapi belum tentu memberikan informasi karakternya secara
spesifik. Untuk mendapatkan informasi
tersebut diperlukan suatu program
karakterisasi dari plasma nutfah pada
tingkat morfologi dan molekuler.
Karakterisasi
morfologi
sering
dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
sehingga penggunaan marka molekuler
diharapkan dapat memberikan gambaran
66
Jur. Embrio (4) (1) (66 -73) 2011
karakterisasi dengan akurasi yang cukup
tinggi dalam melihat keragaman genetik
individu, baik pada tingkat spesies
maupun kerabat jauhnya. Salah satu
penanda molekuler adalah melalui
hibridisasi fragmen DNA dengan marka
DNA dengan mengamplifikasi fragmen
DNA dengan mesin PCR.
Prinsip kerja markah RAPD
adalah berdasarkan perbedaan amplifikasi PCR pada sampel DNA dari
sekuen oligonukleotida pendek yang
secara genetik merupakan kelompok
penanda dominan (Williams, et al. 1990;
Welsh dan McClelland 1990). Primer
RAPD bersifat random dengan ukuran
panjang biasanya 10 nukleotida. Jumlah produk amplifikasi PCR berhubungan
langsung dengan jumlah dan orientasi
sekuen yang komplementer terhadap
primer di dalam genom tanaman. Teknik
RAPD dapat dilakukan setiap saat
dengan sederhana, tanpa radioaktif, tidak
perlu mencari urutan DNA pelacak,
contoh DNA sedikit (McPerson et al.,
1992); Yu et al., 1993), dan tidak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(Marn et al., 1996).
Berdasarkan survei yang telah
dilakukan dalam penelitian ini, penyebarannya di Sumatera Barat tidak pada
semua daerah. Daerah utamanya antara
lain : Pasaman dan 50 Kota. Hal ini dapat dilihat dari populasi yang ada, namun
tidak tertutup kemungkinan di daerah
lainnya, mengingat kapulasan itu belum
dikenal luas oleh masyarakat. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui
tingkat keragaman kapulasan berdasarkan penanda RAPD berbasis PCR.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mengenai
karakterisasi kapulasan dengan penanda
molekuler RAPD.
Bahan yang
digunakan untuk karakterisasi adalah
Karakterisasi Kapulasan.....
daun segar yang digunakan untuk
karakterisasi secara molekuler dengan
analisis RAPD.
Isolasi DNA dilakukan dengan
menggunakan metoda Shangai-Maroof
(1983) dengan menggunakan nitrogen
cair, dan Doyley and Doyley (1991)
melalui penyimpanan kering, dan metoda
ekstraksi CTAB (Gillies et al, 1997)
yang telah dimodifikasi untuk meningkatkan kualitas DNA yang akan dihasilkan.
Analisis kualitas DNA dilakukan
berdasarkan
kemampuannya
untuk
dipotong menggunakan enzim restriksi
EcoRI. Pemotongan DNA menggunakan
20 µl volume reaksi yang terdiri dari : 1
µl enzim restriksi EcoRI (Promega); 2 µl
bufer H, dan 5 µg DNA dan
diinkubasikan pada suhu 37˚C selama 3
jam. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 µl EDTA 0.5 M, kemudian ditambah 4 µl loading bufer.
Hasil
restriksi
dari
DNA
dielektroforesis pada gel agarose (1.5
b/v) menggunakan bufer 0,5 x TBE yang
telah ditambahkan larutan etidium
bromida (0.5 mg/l). Eleketrooforesis
dilakukan pada voltase konstan sebesar
135 volt selama 2 jam, selanjutnya divisualisasikan di atas UV transiluminator,
dan dipotret mengguna-kan unit gel
dokumentasi.
Dari tahapan ini akan
diperoleh preperasi DNA yang smear
akibat terdegredasi, dan DNA utuh pada
DNA yang tidak direstriksi.
Rekasi
amplifikasi
DNA
dilakukan menggunakan kit RTG PCR
(promega) dengan volume reaksi 15 µl
yang terdiri dari : 9 µl ddH2O; 3 µl DNA
template, dan 3 µl praimer RAPD (20
ρmol). PCR dilakukan dengan menggunakan DNA thermal cycler Biometra.
Kondisi PCR yang digunakan disajikan
pada Tabel 1.
67
Jur. Embrio (4) (1) (66 -73) 2011
Tabel 1. Amplifikasi DNA kapulasan pada berbagai kondisi suhu annealing PCR
Program PCR
Pra PCR (°C)
waktu (menit)
Denaturasi (°C)
waktu (menit)
Annealing(°C)
waktu (menit)
Ekstensi(°C)
waktu (menit)
Final Ekstensi (°C)
waktu (menit)
I
94
(0,30)
94
(0,30)
36
(0,30)
72
(0,80)
70
(10)
45 siklus
Hasil amplifikasi dengan PCR
dianalisis dengan menggunakan elektroforesis gel agarose dan didokumentasikan dengan menggunakan polaroid
instan film. Data marka RAPD dianalisis
menggunakan program aplikasi (NTSYS)
untuk mengetahui pola kekera-batan
pada setiap spesies (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System)
versi 2.0 (Rohlf, 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Kapulasan
Isolasi DNA genom kapulasan
dilakukan dengan menggunakan metode
antara lain; yaitu Sanghai-Maroof (1987),
Doyle and Doyle (1991), dan Gillies et
al, (1997). Hasil isolasi dari genom
kapulasan disajikan pada Gambar 1.
penggunaan metode isolasi yang tepat
mampu menghasilkan pita DNA yang
lebih baik. Isolasi yang menggunakan
metode Doyle and Doyle (1987) mampu
memberikan hasil isolasi yang lebih baik
terhadap sampel yang telah dikeringkan
menggunakan silika gel selama 1 minggu, dibandingkan dengan daun segar.
Namun ditemukan pola pita yang ganda
seperti pada Gambar 1 di bawah
disebabkan oleh adanya RNA, RNA yang
Karakterisasi Kapulasan.....
Kondisi PCR
II
94
(5)
94
(1)
35 siklus
36
(3)
72
(2)
III
93
(2)
92
(0,45)
35
(2,45)
72
(1,45)
72
(10)
45 siklus
dikandung oleh larutan DNA belum
sepenuhnya hilang, sehingga penambahan RNase mampu menghilangkan
aktifitas RNA. Tingginya polisakarida
dan protein merupakan salah satu faktor
yang dapat menghambat amplifikasi pada
berbagai genom tanaman kapulasan.
Keberadaan polisakarida dan senyawa
metabolit sekunder dalam sel tanaman
sering menyulitkan dalam isolasi asam
nukleat. Untuk itu diperlukan untuk
meningkat-kan kemurnian DNA dengan
men-ghilangkan senyawa-senyawa tersebut dengan menambahkan senyawa purifikasi seperti RNase.
Selain kandungan polisakarida
dan senyawa metabolit sekunder, kondisi
daun juga menentukan kualitas DNA,
untuk mempermudah proses isolasi,
penggunaan daun yang berasal dari
lapangan dengan jarak yang jauh, dapat
dioptimalkan dengan menggunakan daun
kering disimpan silika gel.
Penggunaan daun kering mampu
menghasilkan DNA yang lebih baik dibandingkan daun segar. Hal ini disebabkan kapulasan merupakan salah satu jenis
tanaman yang memiliki kan-dungan
fenol dan polisakarida yang tinggi,seperti
halnya dengan rambutan yang merupakan kerabat dekat kepulasan.
68
Jur. Embrio (4) (1) (67 -73) 2011
A
B
Gambar 1. Hasil isolasi DNA genom dari tanaman kapulasan dengan menggunakan metodDoyle and
Doyle (1987). Hasil isolasi yang belum diberikan RNase (A) dan yang diberi RNase (B)
Menurut Chew, Clyde, Normah,
dan Salma (2005) sulitnya mengektraksi
DNA disebabkan oleh tingginya kandungan polisakarida dan protein.
Senyawa fenol dan polisakarida merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi efisiansi amplifikasi. Menurut
Fang et al, tahun 1992 dalam Porebski et
al. (1997), metabolit sekunder dan
polisakarida dapat menghambat kerja
enzim. Adanya polisakarida dalam tanaman ditandai dengan kekentalan pada
hasil isolasi DNA yang menyebabkan
kesulitan dalam pekerjaan pemipetan
M
1
2
3
DNA, dan DNA tidak dapat diamplifikasi dalam reaksi PCR akibat penghambatan aktivitas Taq polymerase.
Screening PCR dan Seleksi Individu
Screening
PCR
merupakan
langkah penting dalam mendapatkan pola
pita yang dapat menjelaskan polimorfisme. Pengaturan suhu anealing menjadi salah satu faktor penting dalam
mendapatkan pola pita yang jelas. Berdasarkan Gambar 2, penggunaan suhu
anealing 36°C mampu memberikan pola
pita yang jelas dibandingkan dengan
4
Gambar 2.Pola pita hasil amplifikasi DNA genom kapulasan pada perbagai kondisi suhu anealing selama
45 siklus (suhu anealing 34°C, 36°C, 48°C, dan 42°C) pada gel elektroforesis 1% pada voltase
90 menit selama 120 menit.
Karakterisasi Kapulasan.....
69
Jur. Embrio (4) (1) (66 -73) 2011
Seleksi primer yang dilakukan
terhadap genom tanaman kapulasan yang
dilakukan
menghasilkan
tingkat
polimorfisme yang berbeda diantara
primer. Primer yang digunakan tidak
semuanya mampu menghasilkan pola
pita, namun pita DNA yang dihasilkan
dari hasil amplifikasi berkisar antara 2
hingga 12 pita dengan ukuran berkisar
antara 225 hingga 750 bp.
Hasil
amplifikasi DNA pool yang dilakukan
dapat dilihat pada Gambar 3.
penggunaan suhu anealing 34°C, 48°C,
dan 42°C. Penggunaan konsentrasi 5
ng/µL bisa memberikan pita yang jelas.
Menurut Prana dan Hartati (2003),
Keberhasilan amplifikasi DNA genom
menggunakan teknik RAPD selain
ditentukan oleh urutan basa primer yang
digunakan serta kuantitasnya (kandungan
primer dalam setiap reaksi), ditentukan
pula oleh kesesuaian kondisi PCR yang
meliputi suhu annealing primer dan
ekstensi.
M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12
Gambar 3. Perbandingan pola pita DNA 12 primer yang terseleksi hasil amplifikasi dari 20 primer dengan
menggunakan gabungan dari 3 genom kapulasan (M)1 kb ladder, (1) OPE-14, (2) OPY-09, (3)
OPN-15, (4) OPS-03, (5) OPS-18, (6) OPK-15, (7) OPW-01, (8) OPW-02, (9) OPW-03, (10)
OPW-14, (11) OPA-02, (12) OPW-04 (pada gel elektroforesis 1% pada voltase 90 menit
selama 120 menit.
Hasil seleksi primer menunjukkan
bahwa, tidak semua primer yang dapat
digunakan sebagai penanda. Primer yang
mampu menghasilkan produk amplifikasi
yang lebih banyak diharapkan merupakan salah satu penanda yang dapat digunakan untuk seleksi individu pada
tanaman kapulasan. Berdasarkan hasil
seleksi primer tersebut ada 8 primer yang
dapat digunakan untuk seleksi individu.
Tiga primer diantaranya dapat dilihat
Gambar 3, antara lain OPN-15, OPS-18,
dan OPW-02. Salah satu hasil ampliKarakterisasi Kapulasan.....
fikasi primer yang terseleksi yang dijadikan sebagai penanda adalah OPW-02
dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil amplifikasi dari setiap
individu genom kapulasan, menghasilkan
polimorfisme.
Pita yang dihasilkan
berkisar antara 7 hingga 9 pita, secara
umum terdapat 2 pola pita yang berbeda
yang dihasilkan. Pola pita yang berbeda
itu diperlihatkan oleh genom kapulasan
KPBJ-04 (lajur 4), KPBJ-06 (lajur 6),
KPGGK-02 (lajur 10), KPGGK-04 (lajur
12), KPGGK-02 (lajur10). Untuk lebih
70
Jur. Embrio (4) (1) (67 -73)) 201
2011
jelasnya hasil seleksi individu menggu
menggunakan 3 primer terseleksi disajikan pada
Gambar 5. Berdasarkan hasil amplifikasi
dengan tiga primer (Operon 10 dekamer)
setelah dianalisis menggunakan NTSys
PC ver. 2.01 menghasilkan tingkat
tingk kemiripan yang berkisar antara 0,88 hingga
1,00 atau 88 hingga 100% pada tingkat
Gambar 4. Hasil amplifikasi 20 genom tanaman kapulasan menggunakan primer OPW--02 (1) KPBJ-01;
(2) KPBJ-01; (3) KPBJ
KPBJ-03; (4) KPBJ-04; (5) KPBJ-05; (6) KPBJ-06;
06; (7) KPBJ-07;
KPBJ
(8) KPBJ08; (9) KPKNL-01;
01; (10) KPKNL
KPKNL-02; (11) KPKNL-03; (12) KPKNL-04;
04; (13) KPKNL-05;
KPKNL
(14) KPGGK-06;
06; (15) KPGGK
KPGGK-07; (16) KPGGK-01; (17) KPGGK-02;
02; (18) KPGGK-03;
KPGGK
(19)
KPGGK-04;
04; (20) KPGGK
KPGGK-05. Elektroforesis pada gel agarose 1,5%.
Gambar 5. Dendrogram keragaman kapulasan di Sumatera Barat menggunakan
primer OPN-15,
15, OPS
OPS-18, dan OPW-02 (konsentrasi 20 ρmol).
Karakterisasi Kapulasan.....
71
Jur. Embrio (4) (1) (66 -73) 2011
kemiripan 94% menghasilkan 6 kelompok utama. Kelompok pertama adalah
genom kapulasan asal Kinali (KPKNL05), kelompok kedua asal Guguk
(KPGGK-06), kelompok ketiga asal
guguk (KPGGK-05), kelompok keempat
asal Kinali (KPKNL-03), kelompok
kelima asal Kinali dan Guguk (KPKNL01 dan KPGGK-07), dan kelompok
keenam adalah asal Bonjol (KPBJ-01,
KPBJ-02, KPBJ-03, KPBJ-04, KPBJ-05,
KPBJ-06, dan KPBJ-07), asal Kinali
(KPKNL-02, KPKNL-04), dan asal
Guguk (KPGGK-1, KPGGK-2, KPGGK3, KPGGK-4).
Dendrogram yang dihasilkan
menunjukkan bahwa, kapulasan yang
berasal dari Bonjol cenderung memisah
dari kelompok lain, dan cenderung
berada pada satu kelompok utama, dan
bergabung dengan beberapa genom yang
berasal dari Kinali dan Guguk. Hal ini
diduga, bahwa kelompok kapulasan yang
berasal dari Bonjol memiliki kekerabatan
yang dekat, dibandingkan dengan
kapulasan dari Kinali dan
Guguk.
Namun ada salah satu genom asal Bonjol
(KPBJ-06) dengan genom kapulasan asal
Kinali KPKNL-06 memiliki tingkat
kemiripan yang sama (100%), begitu
juga antara genom kapulasan asal Kinali
(KPKNL-04) dan asal Guguk (KPGGK01 dan KPGGK-02).
Berdasarkan pengelompokkan itu,
bila dilihat dari sifat morfologi yang ada,
tidak memberikan pengelompokkan yang
nyata. Dari pengamatan di lapangan,
salah satu faktor pembeda utama dapat
dilihat dari bentuk cabang. Secara umum
kapulasan memiliki bentuk cabang utama
yang mendatar dan mengarah ke atas.
Bentuk percabangan tanaman kapulasan
secara umum ada dua, dari kedua sistem
percabangan itu, percabangan mendatar
memiliki cabang sekunder lebih sedikit,
sedangkan pada tipe percabangan yang
mengarah ke atas menghasilkan cabangKarakterisasi Kapulasan.....
cabang sekunder yang lebih banyak
dengan pertumbuhan daun yang lebih
rimbun.
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan,
bahwa ada 3 primer yang dijadikan
sebagai penanda (OPN-15, OPS-18, dan
OPW-02)
menghasilkan
tingkat
kemiripan berkisar 0,88 – 1,0 (88 –
100%). Tingkat kemiripan 0,94 (94%)
menghasilkan enam kelompok utama,
dan pada tingkat kemiripan 100%,
genom asal Bonjol (KPBJ-06) dengan
genom kapulasan asal Kinali KPKNL-06
memiliki tingkat kemiripan yang sama
(100%), begitu juga antara genom
kapulasan asal Kinali (KPKNL-04) dan
asal Guguk (KPGGK-01 dan KPGGK02). Pengelompokkan yang dihasilkan
belum bisa menjelaskan secara morfologi, namun secara umum karakteristik
morfologi, percabangan utama pada
kapulasan ada dua, yaitu percabangan
utama mendatar dan mengarah ke atas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima
kasih
kepada
Direkturat
Jendel
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (DP2M) dengan nomor
kontrak 0306/SP2H/DP2M/III/2008 yang
telah memberikan dukungan dana dalam
kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Doyle JJ and Doyle JL, 1987. A rapid
isolation proce dure for small
quantities of fresh leaf tissue.
Phytochem Bull 19:11–15.
Marn,
M.V., F. Stampar, and B.
Javornik. 1996. Screening for
each scab resistance by RAPD
markers in cultivar of apple.
72
Jur. Embrio (4) (1) (67 -73) 2011
(Malus spp.). Plant Breeding 115:
488−493
McPherson, M.J., R.J. Oliver, and S.J.
Gurr. 1992. The polymerase
chain reaction. In: Gurr, S.J., M.J.
McPherson, and D.J. Bowles
(eds.). Molecular Plant Pathology, A
Practical Approach, vol. 1.
Oxford University Press, New
York: 123−144.
Porebski, S., Bailey, L.G. & Baum, B.R.
1997. Modification of CTAB
DNA extraction protocol for
plants
containing
high
polysacharide and polyphenol
components. Plant Molec Biol
reporter 15: p. 8-15.
Porebski, S., Bailey, L.G. & Baum, B.R.
1997. Modification of CTAB
DNA extraction protocol for
plants
containing
high
polysacharide and polyphenol
components. Plant Molec Biol
reporter 15: p. 8-15.
Prana. T.K, dan N. S. Hartati. 2003.
Identifikasi sidik jari DNA talas
(Colocasia esculenta L. Schott)
Indonesia dengan Teknik RAPD
(Random Amplified Polymorphic
DNA): Skrining Primer dan
Optimalisasi
Kondisi
PCR.
Jurnal Natur Indonesia 5(2): hal.
107-112.
Software, Applied Biostatistics
Inc, New York. Lamoureux and
Wulijarni-Soetjipto, eds.). N.
Bogor genetik populasi. Inovasi.
Vol.4/XVII.
Hal. 33 – 35.
Nucleic Acids Research, 1990,
18:7218–7228
Sudarmono.
2005.
Konservasi
tumbuhan dengan pendekatan
Sastrapradja, S. 1975. Tropical fruit
germplasm in Southeast Asia. in
South East Asian Plant Genetic
Resources. (J.T. Williams, C.H.
Welsh, J., and M. McClelland. 1990.
Finger printing genomes using
PCR with arbitrary primers
Williams, J.G.K., A.R. Kubelik, K.J.
Livak, J.A. Rafalski and S.V.
Tingey.
1990.
DNA
polymorfisms
amplified
by
arbitrary primers are useful as
genetic markers. Nucleic Acids
res. 18 (22): p. 6531 – 6535.
Yu, K.F., A.D. Deynze, and K.P. Pauls.
1993.
Random
amplified
polymorphic DNA analysis. In:
Polick, B.R. and J.E. Thomson
(Ed.).
Methods
in
Plant
Molecular
Biology
and
Biotechnology. CRC
Rohlf, F.J. 1993. NTSYS-pc Numerical
Taxonomy and Multivariate
Analysis System.
Exeter
..
Karakterisasi Kapulasan.....
73
Download