PENGARUH TAYANGAN IKLAN MEROKOK VERSI “BERHENTILAH MEROKOK SEBELUM ROKOK MENIKMATIMU” Rosmaja Prodi Ilmu Komunikasi STIKOM ITKP Abstract Public service announcements issued by the Ministry of Health of the Republic of Indonesia, titled "Quit Smoking Before Smoking Enjoy Watching You" deliver the message about the dangers of smoking that has become an everyday phenomenon to the audience. Public service ads was originally shown in cinemas in big cities, and later aired on various television stations. Such as public service announcements before, conveying the message of the theme of anti-smoking campaigns represented the adverse effects of cigarette smoking with various signs of audio and visual using the approach of fear appeals in which audiences are intimidated by drawing creepy or messages that are threatening to cause effects afraid and deterrent, so expect the target audience who are active smokers can weigh a considerable negative effect smoking habits and gain what they could from the cigarette (if indeed there and not made-up), so the decision to quit smoking comes from within audiences. For this case study researchers used a method semiotic analysis to identify and deconstruct the structure of signs and meanings according to their knowledge and personal experience of the researcher. The study was conducted by taking the unit of analysis from parts of a scene from a video public service announcements as a whole. Analysis was done by semiotics Charles Peirce with trichotomy of icon, index and symbol, researchers can understand the meaning and signs contained in the dialogue in the ad, selecting backgrounds, wardrobe color selection, and selection of camera angle is used to emphasize the message. The whole range of elements contained in the public service announcements supporting the main message delivered by the advertiser, ie actively persuade smokers to quit smoking are encapsulated with the tagline 'Stop Smoking Before Smoking Enjoy Watching You. " Key words: semiotics, campaigns, cigarette 1. Pendahuluan Masyarakat bertujuan untuk memberikan informasi dan penerangan serta pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dan bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan. (Liliweri, Alo 1992 : 31) Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), ILM adalah 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Iklan Layanan Masyarakat (ILM) menurut Liliweri adalah jenis iklan yang bersifat non-profit, jadi iklan ini tidak mencari keuntungan dari paparannya kepada khalayak, kecuali perubahan perilaku yang sesuai dari pesan Iklan Layanan Masyarakat tersebut. Umumnya Iklan Layanan 77 pesan komunikasi pemasaran untuk kepentingan publik tentang gagasan atau wacana untuk mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan sikap atau perilaku mereka. (www.bitebrands.co/2013/11/peran-fungsiiklan-layanan-masyarakat.html) Umumnya, isu yang diangkat pada ILM diantaranya adalah lingkungan hidup, lingkungan, bahkan bidang kesehatan seperti pencegahan wabah demam berdarah, keluarga berencana, HIV, dan kampanye anti rokok. Selain itu masalah sosial juga menjadi tema yang seringkali diangkat, seperti pemeberantasan narkoba dan pembatasan minuman beralkohol, sampai isu perdagangan manusia. Jumlah perokok di Indonesia merupakan salah satu dari negara dengan jumlah perokok terbesar berdasarkan statistik jumlah perokok di Indonesia yang mencapai 66 juta jiwa. Terlebih lagi sebagian besar perokok tersebut merupakan anak-anak muda dan sisanya didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah seperti golongan buruh, petani, dan nelayan. Ditambah lagi dengan 97 juta jiwa yang menjadi perokok pasif dan 43 juta jiwa anak-anak yang memiliki resiko kesehatan akibat terpapar asap rokok. (www.republika.co.id/berita/Koran/kesra/14/06 /24/n7ny8720-perokok-ri-terbanyak-di-dunia Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa perokok usia di atas 15 tahun sebanyak 36,3%. Sebagian besar dari mereka adalah perokok laki-laki dengan prevalensi 64,9% dan jumlah ini merupakan yang terbesar di dunia. Di samping itu prevalensi pada perempuan mengalami peningkatan dari 5,2% pada tahun 2007 menjadi 6,9% pada tahun 2013. Besarnya angka perokok di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh maraknya iklan rokok di berbagai media nasional. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (2009), 89,3% remaja Indonesia melihat iklan rokok di billboard, 76,6% di media cetak dan 7,7% pernah menerima rokok gratis. Sementara studi Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka (UHAMKA) dan studi Komnas Anak (2007) menunjukkan bahwa 70% remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan, 77% mengaku iklan menyebabkan mereka untuk terus merokok, dan 57% mengatakan iklan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah mereka berhenti. (http://promkes.depkes.go.id/?p=2632) Untuk mengntisipasi memburuknya permasalahan rokok di Indonesia, 0pada Oktober 2014 lalu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia meluncurkan ILM yang berisi ajakan untuk berhenti rokok yang disampaikan melalui testimoni seorang penderita kanker. ILM tersebut merupakan bagian dari kampanye “Berhenti Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu” yang ditayangkan di bioskop-bioskop seluruh Indonesia serta tujuh stasiun televisi swasta. Menteri kesehatan RI kala itu, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH mengatakan, penayangan ILM di bioskop ini merupakan bentuk respon dari gencarnya kegiatan iklan dan promosi industri rokok sehingga memaksa Kemenkes untuk memanfaatkan berbagai celah untuk mengkampanyekan bahaya merokok. Bioskop dipilih sebagai salah satu tempat menayangkan ILM karena menjadi salah satu tempat aktivitas favorit anak muda. Kampanye anti rokok yang digelar Kemenkes bersama World Lung Foundation ini bertujuan agar mereka yang belum merokok, tidak mencoba merokok. Kemudian, mereka yang terlanjur menjadi perokok menghentikan kebiasaan merokoknya, sehingga akhirnya dapat mengurangi angka perokok pasif. Sejumlah tindakan telah dilakukan Kemenkes demi mengurangi prevalensi perokok, dimulai dari kampanye “Komitmen Tidak Merokok” yang meraih penghargaan MURI atas keberhasilannya dalam mengumpulkan 700 ribu cap tangan lima jari dari masyarakat berbagai daerah di Indonesia, peraturan pemerintah, sampai pemasangan peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok yang secara eksplisit menampilkan dampak kesehatan negatif yang ditimbulkan oleh rokok. Masalah kesehatan yang ditimbulkan rokok amat beragam, mulai dari meningkatkan resiko serangan jantung, kanker saluran pernapasan, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, terlebih lagi dampak kesehatan akibat rokok yang jarang dipublikasikan, 78 “Berhentilah Menikmati Rokok Menikmatimu.” seperti rambut rontok, katarak, kulit keriput, kanker kulit, hilangnya pendengaran, osteoporosis, karies, emphysema, disklori jarijari, tukak lambung, kanker uterus, psoriasis, dan penyakit Beurger. (http://promkes.depkes.go.id/?p=1573) Apakah respon masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan akan bahaya tersebut berpikir demikian karena adanya kesalahpahaman antara pesan yang dibawakan pada ILM dengan interpretasi khalayak? Untuk menjawab pertanyaan itu peneliti memfokuskan penelitian kepada semiotika yang terkandung dalam tanda-tanda yang digunakan dalam ILM. Peneliti menggunakan kajian telaah tanda dengan menggunakan metode penelitian semiotika dengan tujuan untuk memperoleh suatu interpretasi atas makna dari tanda-tanda yang terkandung dalam Iklan layanan masyarakat “Berhenti Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu”, yaitu tanda-tanda semiotika dalam pesan periklanan kampanye anti rokok. Berdasarkan rekomendasi dan pertimbangan panjang atas kajian-kajian semiotika yang dikemukakan oleh berbagai ahli, peneliti memilih kajian semiotika Charles Sander Pierce yang membagi tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol dalam menginterpretasikan tanda-tanda yang terkandung dan akan dianalisa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh peneliti. Karena sesuai dengan pandangan filosofi konstruktivisme, yang mengemukakan bahwa realita yang kita miliki adalah hasil dari pengalaman intelektual dan emosional yang pernah kita lewati, cocok dengan kajian semiotika Charles Peirce yang menempatkan si penerjemah tanda ke dalam proses pemaknaan tanda, sehingga peneliti dapat melihat keselarasan antara tanda yang digunakan dalam ILM tersebut dengan interpretasi yang mungkin dimiliki khalayak pada umumnya. Rokok Sebelum 1.2.1 Rumusan Masalah Masalah yang dirumuskan peneliti adalah berikut : Bagaimana representasi efek buruk merokok dalam TVC Iklan Layanan Masyarakat “Berhenti Merokok Sebelum Rokok menikmatimu” dengan menggunakan analisa semiotika. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian dan penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan makna yang terkandung dalam semiotika pesan layanan masyarakat untuk mengatasi masalah kebiasaan merokok sesuai dengan perkembangan pola pemikiran khalayak. 1.4 Manfaat Penelitian Melalui tulisan ini, peneliti berharap dapat memberikan manfaat: a. Akademis/Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memperdalam kajian akan peramuan pesan dan pemahaman dari suatu khalayak yang akan memudahkan penyampaian pesan dari suatu Iklan Layanan Masyarakat, dan menambah kajian ilmu dan pembahasan penelitian pada bidang ilmu komunikasi periklanan khususnya semiotika dalam Iklan Layanan masyarakat. b. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembentukan pesan dan komponen-komponen pendukung pesan suatu iklan layanan masyarakat bagi para praktisi dan pemangku kepentingan lain, juga sebagai pemerluas sudut pandang dalam menghadapi isu social dan perkembangan masyarakat melalui komunikasi Iklan Layanan Masyarakat. 2. Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komunikasi Massa Arti dari kata komunikasi massa diadopsi dari istilah dalam bahasa Inggris, mass communication, sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi 1.2 Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pembahasan masalah berkaitan dengan gambaran pemaknaan dan tanda pada iklan layanan masyarakat 79 media massa). Artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass meditated. Istilah mass communication diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa sebagai kependekan dari media of mass communication. (Wiryanto 2004 : 69) Komunikasi massa adalah proses sebuah institusi/media mengumpulkan, menyaring, memproduksi, dan menyebarkan pesan kepada khalayak secara luas. Pesan yang dikirimkan dilakukan secara serentak dan terpadu untuk dapat mempengaruhi khalayak, atau dapat dikatakan pesan dikirimkan dengan maksud atau tujuan tertentu. Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat umum dan efektif untuk bisa merangkul khalayak secara luas, heterogen dan anonim. Semua pesan yang disampaikan dikembalikan lagi kepada khalayak yang menerimanya, tentunya respon yang diberikan pun akan berbeda satu sama lain. Definisi komunikasi massa yang lebih sederhana menurut Bittner dikutp oleh Jalaludin Rakhmat di buku Psikologi komunikasi ialah “Jenis komunikasi yang ditunjukkan pada khalayak yang tersebar dan melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang diterima serentak dan bersama. (Jalaludin, Rakhmat 2004 : 284) Kemudian menurut Astrid S. Susanto, dilihat dari sudut pandang sosiologi, komunikasi massa adalah sesuatu kegiatan komunikasi yang ditujukan kepada banyak orang yang baik yang tidak dikenal dalam latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan. (Astrid S., Susanto 2000 : 18) Fungsi komunikasi massa masih menurut Astrid S. Susanto dalam bukunya “Komunikasi Sosial di Indonesia” adalah sebagai berikut: 1. Pengawasan atau pencarian informasi. 2. Mengembangkan konsep diri. 3. Fasilitasi dalam hubungan sosial. 4. Substitusi dalam hubungan sosial. 5. Membantu melegakan emosi. 6. Sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan 7. Sebagai bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi. (1Astrid S., Susanto 2000 : 172) Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia tercantum yang disebut periklanan ialah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, penyampaian dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran. (Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia 2005 : 16) Pengertian ini mencakup penjualan atau pemasaran langsung (direct selling/marketing), publisitas, promosi penjualan, advertorial/infotorial/inspitorial dan sebagainya, huwara (adlib), sisipan media (media insert), teks berjalan (running text), logo/merk beranimasi, serta semua bentuk baru komunikasi pemasaran, termasuk yang menggunakan teknologi informasi. (Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia 2005 : 58) Periklanan menurut George E. Belch dan Michael A. Belch yang dikutip dari buku Prinsip-prinsip periklanan oleh Prof. Dr. Rudy Harjanto M.M. adalah segala bentuk komunikasi non personal yang dibayar, mengenai organisasi, produk, jasa atau gagasan. Maksud non personal di sini adalah media massa seperti televisi, radio atau surat kabar yang menyampaikan pesan kepada sekelompok besar khalayak pada saat bersamaan. (Rudy, Harjanto 2009 : 64) Sementara itu, Phillip Kottler mengemukakan tujuan periklanan dalam bukunya, yaitu: 1. Iklan digunakan untuk menyampaikan informasi (To inform). 2. Digunakan untuk memberikan informasi kepada konsumen mengenai produk baru atau keistimewaan produk 3. Iklan untuk membujuk (persuasive) 4. Digunakan untuk membangun permintaan selektif untuk suatu merk, dan membujuk konsumen dengan mengatakan bahwa produknya memiliki kualitas terbaik. 5. Iklan untuk mengingatkan (reminder) 6. Digunakan untuk mengingatkan konsumen tentang produk tersebut dan meyakinkan pembeli bahwa mereka telah melakukan pilihan yang tepat. Setelah keinginan akan sesuatu kategori produk tercipta, pemasar harus bersaing 80 2.1.4 Representasi Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dan representasi adalah perbuatan mewakili, dengan begitu, dapat diartikan bahwa representasi adalah suatu simbolik tanda yang mewakili sebuah penanda. Penanda yang dicitrakan dapat berupa kata, gambar, sekuen, cerita dan elemen penanda lain yang mewakili ide, emosi, fakta dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara cultural dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau system tekstual secara timbal balik. Hal ini berfungsi melalui tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas yang kita rasakan. (John, Hartley 2010 : 265) Marcel Denasi mendefinisikan arti representasi sebagai “proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik, disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan, atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik dapat dikarakterisasikan sebagai proses konstruksi bentuk X untuk menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau konseptual, yaitu Y atau dalam bentuk spesifik Y, di mana X = Y.” Konsep representasi digunakan untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks iklan (media) dengan realitas. Representasi merupakan proses di mana para anggota sebuah budaya menggunakan bahasa untuk memproduksi makna. Bahasa dalam hal ini didefinisikan secara lebih luas, yaitu sebagai sistem apapun yang menggunakan tanda-tanda. Tanda disini dapat berbentukverbal maupun non verbal. (Rina, Winarmi 2009 : 10) John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi dalam representasi melalui table 2.1 sebagai berikut: dengan merk-merk dari kelas kategori produknya, oleh karena itu perlu mengarahkan pemasaran mereka pada penciptaan akan kesadaran merk. Frank Jefkins dalam bukunya periklanan yang telah diterjemahkan, menjelaskan iklan terdiri dari beberapa bentuk, yaitu: 1. Iklan tertulis seperti surat kabar, majalah, billboard, pamphlet dan lain sebagainya 2. Iklan audio seperti iklan radio 3. Iklan audio visual seperti iklan televise 4. Iklan interaktif jaringan maya (cyber network) seperti iklan di internet. (Frank, Jefkins 2009 : 37) 2.1.3 Komunikasi Sebagai Pemberi Makna Melalui Tanda Istilah komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin communicatus, yang bersumber pada kata communis yang memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’, yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau keseragaman makna. Sedangkan secara terminologis komunikasi merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Tanda (Sign) adalah sesuatu yang bersifat fisik, dapat diterima oleh indra. Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri dan bergantung pada pengenalan oleh penggunaknaya sehingga dapat disebut sebagai ‘tanda’. Tanda menurut pandangan Charles Sanders Pierce memiliki keterkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebabakibat dengan tanda-tanda atau ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda menjadi 3 tipe yaitu ikon, indeks, dan simbol. Lain halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, di mana beliau berpendapat bahwa tanda terbentuk dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi dan sebuah konsep di mana citra berbunti disandarkan. Tanda merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasikan dengan citra bunyi sebagai penanda. Pertama Realitas Dalam bahasa tulis, seperti dokumen wawancara transkrip dan sebagainya. Dalam televisi 81 seperti perilaku, pakaian, ucapan, dan sebagainya. Kedua Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Max Weber melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial terdiri dari tiga macam, yaitu: Realitas Objektif, merupakan realitas yang terbentuk dari pengalaman dunia objektif yang berada di luar diri individu itu dianggap sebagai suatu kenyataan. Realitas Simbolik, merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Realitas Subjektif, merupakan realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. (Bosrowi dan Sudikin 2002 : 201-203) Berger & Luckmann berpandangan bahwa realitas itu dibangun secara sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat. Maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya. Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui tiga momen dialektis yang simultan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Objektivikasi, adalah hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Internalisasi, merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Tiga momen dialektis ini berjalan secara simultan yang artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal tersebut berada di luar (objektif) dan kemudian ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang make up, gerak-gerik, Representasi Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya. Dalam televisiseperti kamera, music, tata cahaya dan lain sebagainya. Ketiga Ideologi Semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode-kode ideologi, seperti individualism, liberalism, sosialisme, patriarki, ras, kelas, materialism dan sebagainya. 2.1.5 Perspektif Konstruktivisme dalam Komunikasi Teori konstruksi realitas atau social construction of reality merupakan teori sosiologi kontemporer yang berpijak pada sosiologi pengetahuan yang muncul setelah dikemukakan oleh Peter Ludwig Berger dan Thomas Luckmann dalam buku mereka yang berjudul “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge”. Dalam bukunya, Berger dan Luckmann memberikan gambaran mengenai proses sosial berdasarkan tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan secara terusmenerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosial di mana individu melalui respon terhadap stimulus dalam dunia kognitif-nya. 82 berada di luar itu seakan-akan merupakan sesuatu yang berada di dalam diri individu. Dengan memandang masyarakat sebagai proses yang berlangsung dalam tiga momen dialektis yang simultan serta masalah yang berdimensi kognitif dan normatif, maka yang dinamakan kenyataan sosial itu adalah suatu konstruksi sosial produk masyarakat sendiri (social constructions of realit)) dalam perjalanan sejarahnya di masa lampau, ke masa kini dan menuju masa depan. (Berger, Peter L. and Thomas, Luckmann 1990 : 41) individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. George Keely menegaskan cara pemahaman pribadi seseorang dilakukan dengan pengelompokkan peristiwa menurut persamaan dan perbedaannya. Perbedaan ini menjadi dasar penilaian ihwal sistem kognitif individual yang bersifat pribadi dan karenanya berbeda dengan konstruksi sosial. Konstruktivisme meyakini bahwa sistem kognitif individu berkembang kompleks. Individu yang cerdas secara kognitif dapat membuat banyak perbedaan dalam suatu situasi dibanding orang yang secara kognitif lemah. Inilah yang disebut diferensiasi kognitif. Diferensiasi ini memengaruhi bagaimana pesan menjadi kompleks. 2.1.6 Teori Konstruksi Realitas Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahakn subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat dalam sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor yang berperan sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubunganhubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami, diatur, dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Robyn Penmann merangkum kaitan konstruktivisme dalam hubungannya dengan ilmu komunikasi : Tindakan komunikatif sifatnya sukarela. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bersifat kontekstual, maksudnya pengetahuan merupakan produk yang dipengaruhi ruang dan waktu dan dapat berubah sesuai dengan pergeseran waktu. Teori-teori menciptakan dunia. Pengetahuan bersifat sarat nilai. (Ardianto, Elvinaro and Bambang, Q-Aness 2007 : 158) Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dan pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri 2.1.7 Daya Tarik Pesan Periklanan Menurut Sutisna, daya tarik iklan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu daya tarik rasional dan daya tarik emosional. 2.1.7.1 Daya Tarik Pesan Iklan Rasional Daya tarik pesan rasional atau rational appeals memfokuskan pada kegunaan suatu produk untuk memenuhi kebutusan konsumen. Daya tarik ini berusaha memperlihatkan fitur atau produk jasa, kegunaan dan alasan memiliki atau memakai suatu produk. Terdapat beberapa jenis penampilan iklan yang dapat menimbulkan daya tarik rasional. 1. Faktual 2. Potongan kehidupan (slice of life) 3. Demonstrasi 4. Iklan Perbandingan (comparative advertising) 2.1.7.2 Daya Tarik Iklan Berdasarkan Pada Perasaan dan Emosi Daya tarik iklan berdasarkan pada emosi atau emotional appeals mencoba membangkitkan emosi positif atau negatif yang akan memotivasi pembelian. Terdapat beberapa cara untuk menampilkan pesan iklan dengan daya tarik emosi antara lain : 1. Rasa Takut (fear) 2. Humor 3. Animasi 4. Seks 83 2.1.8.1 Semiotika Ferdinand de Saussure Ferdinand de Saussure merupakan ahli linguistik asal Perancis yang mengambil peranan besar dalam pencetusan Strukturalisme, juga memperkenalkan konsep semiologi. Ia bertolak dari pendapat tentang bahasa (langue) yang merupakan sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Saussure berpendapat bahwa bahasa merupakan sistem yang terpenting. Saussure pertama kali memperkenalkan semiotika melalui dikotomi sistem tanda : signified dan signifier yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah ‘bunyi yang bermakna’ atau ‘coretan yang bermakna’. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa. (K. Bertens, 2001 : 180) 5. Musik 6. Fantasi Dalam kasus iklan layanan masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum rokok menikmatimu”, daya tarik pesan iklan yang digunakan adalah daya tarik emosional rasa takut, dengan menampilkan testimoni seorang penderita kanker yang memiliki deformitas fisik hasil dari prosedur medis yang harus Ia jalankan akibat kebiasaan merokok. Pemilihan pendekatan rasa takut dipertimbangkan dan dipilih untuk menggugah sisi emosional khalayak. ILM tersebut memperkuat aspek negatif dari kebiasaan merokok yang sudah seringkali ditunjukkan dalam kampanye-kampanye anti rokok sebelumnya. 2.1.8 Semiotika Sebagai Konsep Dari sisi etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani, yaitu Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu –yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya- dapat dianggap sebagai suatu hal yang dapat mewakili suatu hal lain. Tanda awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang merujuk pada adanya hal lain. Contohnya cahaya bulan menandakan malam hari. Menurut buku Analisis Teks Mediakarya karya Alex Sobur, M.si dijelaskan bahwa semiotika adalah suatu kajian yang menitikberatkan penelitiannya pada tanda yang pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang merujuk pada benda lain. Sebagaimana bila kita melihat rambu lalulintas berupa plang dengan tanda ‘P’ yang dicoret berarti kendaraan dilarang parkir di area tersebut. Lain halnya dengan pendapat Umberto Eco dalam bukunya yang bertajuk A Theory of Semantics, hingga saat ini kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika signifikasi tidak mempersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Teori semiotika dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat dunia seperti berikut : 2.1.8.2 Semiotika Roland Barthes Roland Barthes adalah tokoh strukturalis terkemuka dan termasuk salah satu tokoh yang mengembangkan konsep utama semiologi dari Saussure. Barthes menggunakan konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk menjelaskan gejala budaya, seperti sistem busana, menu makan, arsitektur, lukisan, film, iklan, dan karya sastra. Ia memandang semua itu sebagai suatu bahasa yang memiliki sistem relasi oposisi. Barthes mengembangkan semiotika dengan mengembangkan penandaan bertingkat, yaitu : 1. Konsep konotasi yang merupakan kunci semiotik dalam menganalisis budaya, 2. Konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari. 84 Barthes menyebut makna konotasi sebagai mitos, yaitu makna yang didapat seseorang berdasarkan referensi kultural yang dimilikinya. (Fiske, John 2007 : 236) Makna konotasi juga disebut makna ideologis. Pendekatan yang digagaskan oleh Barthes sebagai penandaan bertingkat tertuju pada mitos. Barthes menempatkan ideologi dengan mitos, karena baik di dalam mitos maupun ideologi hubungan antara penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. (Alex, Sobur 2009 : 128). Barthes memahamai ideologi sebagai kesadaran palsu yang membuat orang hidup di dalam dunia yang imajiner dan ideal, meski realitas hidupnya yang sesungguhnya tidaklah demikian. Barthes mengemukakan bahwa konotasi merupakan suatu ekspresi budaya. Kebudayaan mewujudkan dirinya di dalam teks. Ideologi pun mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang masuk ke dalam teks dalam bentuk penandapenanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang dan lainnya. Berdasarkan klasifikasi tersebut, Peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis : 1. Qualisign, yaitu kualitas sejauh yang dimiliki tanda. 2. Inconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. 3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. 4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. 5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum, Misalnya rambu lalulintas. 6. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu pada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. 7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. 8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. 9. Dicent Symbol atau Proposition (Proposisi) adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. 10. Argument, yakni tanda yang merupakan iferens (kesimpulan awal) seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seperti yang telah disebutkan di atas, tanda mempunyai tiga elemen yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga elemen tersebut dan ciri-cirinya dapat digambarkan sebagai berikut: 2.1.8.3 Semiotika Charles Peirce Bagi Peirce, tanda adalah sesuatu yang mewakili seseorang atau sesuatu hal dalam sisi dan kapasitas tertentu atau “something which stands to somebody or something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisgn, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya, kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalulintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Jenis Proses Ditandai Dengan Contoh Tanda Kerja Persamaan Gambar, Foto, Ikon (kesamaan/kemirip Dilihat dan Patung an) Indeks 85 Hubungan sebab Asap – Api Diperkir akibat/keterkaitan Gejala – akan teknik pengambilan gambar. Setelah ada kesepakatan antara tim produksi dan klien, barulah masuk ke tahap shooting. Selain beberapa hal di atas perlu juga dikenali beberapa elemen serta istilah yang mendukung dalam suatu pembuatan iklan televisi, diantaranya: 1. SFX (Sound Effects) 2. MVO (Male Voice Over) 3. FVO (Female Voice Over) 4. ANNCR (Announcer) 5. Adegan (Scene) 6. Frame 7. Opticals 8. Musik (Music) Penyakit Konvensi atau Kata – Kata Dipelaja kesepakatan sosial Isyarat ri Simbol 2.1.9 Konsep Iklan Televisi Sebagai medium penyimpan pesan Media Audio Visual, seperti televisi merupakan medium yang paling efektif karena pesan dari sebuah iklan televisi dapat dikomunikasikan sekaligus pada 2 alat/indera penerimaan komunikasi manusia yaitu: mata (penglihatan/visual) dan telinga (pendengaran/audio). Elemen lainnya yang harus dipersiapkan dalam pembuatan suatu iklan televisi adalah: 1. Naskah Iklan Merupakan teks yang mencakup jalan cerita, dialog, urutan adegan serta hal lainnya yang menjadi pedoman untuk melaksanakan eksekusi pembuatan iklan televisi. 2. Storyboard Setelah mempersiapkan naskah iklan tahap selanjutnya tim kreatif mengembangkan sebuah storyboard yang merupakan gambaran/sketsa visualisasi dari naskah iklan yang telah ada. 3. Director’s Board Setelah naskah iklan dan storyboard telah siap, sesuai dengan tahapan umum yang saat ini diterapkan dalam industri periklanan Indonesia yaitu pihak agensi harus memberikan taklimat kepada rumah produksi/Production House, pada umumnya pihak klien dan agensi akan memberikan taklimat kepada beberapa rumah produksi untuk melakukan pitching. Dari rumah produksi pemenang tersebut barulah storyboard yang sudah final dibuat oleh agensi dilakukan pengembangan detail eksekusi oleh sutradara dari rumah produksi terpilih pada tahap pre production meeting. Director’s board merupakan perincian elemen dan 2.1.10 Manfaat Warna dan Cahaya Sebagai Elemen Penanda Warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suatu suasana kejiwaan pelukisnya dalam berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa haru, sedih, gembira, mood atau semangat, dan lain-lain. (Adi, Kusrianto 2009 : 46) Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya “Creating Color Scheme” membuat daftar mengenai kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respon secara psikologis kepada pemirsanya sebagai berikut : (Adi, Kusrianto 2009 : 47) Warna Respon Psikologis yang Mampu Ditimbulkan Kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, Merah cinta, agresifitas, bahaya Kepercayaan, konservatif, keamanan, Biru teknologi, kebersihan, perintah Alami, Kesehatan, pandangan yang enak, Hijau kecemburuan, pembaharuan Optimis, harapan, filosofi, Kuning ketidakjujuran/kecurangan, pengecut, pengkhianatan Ungu 86 Spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk, galak, arogan Oranye Energi, keseimbangan, kehangatan Coklat Bumi, dapat dipercaya, nyaman, bertahan Abu-abu Intelek, futuristik, modis, kesenduan, merusak Representasi dampak buruk merokok dalam ILM KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati Rokok sebelum Rokok Menikmatimu.” Kemurnian atau suci, bersih, kecermatan, Putih Proses interpretasi dan pemaknaan dampak buruk merokok dengan analisa semiotika terhadap ILM KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu” innocent (tanpa dosa), steril, kematian Kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan, Hitam 3. Metode Penelitian 3.1. Tipe Penelitian Pada penulisan penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati. (William, Lawrence Neuman 2003 : 75) keanggunan, kekukuhan, keamanan emosional Konsentrasi, kooperatif cerdas perasa, Biru Tua integratif Bertahan, protektif, tidak berubah pikiran, Biru Muda komunikasi, kebijakan, tenang Pencahayaan merupakan unsure terpenting dalam proses pembuatan gambar, setidaknya mempunyai tiga fungsi utama yang tidak boleh diabaikan sebagai berikut: 1. Fungsi Exposure Sinar atau cahaya berfungsi untuk memungkinkan kita menghasilkan gambar atau ter-expose dengan baik. 2. Dramatisasi Cahaya bisa dipergunakan untuk mendramatisasi shot-shot tertentu sesuai dengan tuntuan ceritanya. 3. Penunjuk waktu Fungsi cahaya lainnya adalah sebagai penunjuk waktu, artinya jika kita menginginkan adegan yang mengesankan malam hari ketika melakukan pengambilan gambar pada siang hari, maka dalam layar harus terekam lampu-lampu yang menyala. 2.2 3.2. Paradigma Penelitian Paradgima penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis mengambil asumsi bahwa realitas tidak dibentuk secara ilmiah maupun turun karena campur tangan tuhan, tapi realitas dibentuk dan dikonstruksi. Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivisme, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi ini menyarankan agar setiap cara yang diambil oleh individu dalam memandang dunia adalah valid dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut. (Michael, Quin Patton 2002 : 96-97) Karakteristik paradigma konstruktivis yang dapat membedakan dengan paradigma lainnya yaitu : 1. Ontologi 2. Epistimologi 3. Metodologi Kerangka Pemikiran Periklanan Layanan Masyarakat melalui media massa Meneliti Tanda, Simbol maupun pesan yang terdapat dalam ILM KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati Rokok sebelum Rokok Menikmatimu.” 87 3.3. Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu peneliti melakukan penelitian dan setelah itu melakukan penggambaran atas apa yang diamati. Tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan sikap suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebabsebab dari suatu gejala tersebut. (Consuelo G., Sevilla 2006 : 7) 3.6. Unit Analisis Penelitian Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Menurut Naresh Malhotra, unit analisa merupakan individu, perusahaan serta pihakpihak lain yang memberikan respon terhadap perlakuan ataupun tindakan yang dilakukan peneliti dalam penelitiannya. (Naresh K., Malhotra 2007 : 215) 3.7. Metode Analisis Penelitian Metode penelitian merupakan teknik yang bertujuan untuk memberikan peluang bagi penemuan kebenaran yang objektif dan menjaga agar pengetahuan serta pengembangannya bernilai ilmiah. (Nawawi, Hadari 1983 : 26) Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan untuk mengkaji iklan layanan masyarakat KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu” menggunakan teori semiotika dari Charles S. Peirce dengan penjabaran segitiga makna yang dikemukakannya. 3.4. Teknik Pengumpulan Data 1. Analisis Teks Alat utama yang menjadi objek penelitian adalah Iklan layanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia “Berhenti Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu”. ILM tersebut dilihat sebagai teks dengan metode semiotika Peirce yang digunakan dalam penelitian ini. 2. Studi Pustaka dan Dokumen Studi pustaka dan dokumen digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik. 3.8. Reliabilitas dan Validitas Secara umum, validitas riset kualitatif terletak pada proses sewaktu analisis-interpretatif data. Penilaian keabsahan riset kualitatif biasanya terjadi sewaktu proses pengumpulan data dan analisis interpretasi data. Jenisjenisnya menurut Kriyantono (Nawawi, Hadari 1983 : 70) adalah: 3.8.1. Kompetensi Subjek Riset Artinya subjek riset harus kredibel, caranya dengan menguji jawaban pertanyaan berkait dengan pengalaman subjek. Bagi yang tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan mengenai masalah riset, data dari subjek tersebut tidak kredibel. 3.8.2. Trustworthiness Yaitu menguji kebenaran dan kejujuran subjek dalam mengungkap realitas menurut apa yang dialami, dirasakan atau dibayangkan. 3.5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data semiotika, yaitu ilmu yang mengkaji tanda sebagai bagian dari kehidupan sosialdan bagaimana sistem tanda tersebut bekerja. Metode semiotika akan digunakan untuk menganalisis teksnya (narasi dan tampilan visual dalam Iklan Layanan Masyarakat). Analisis semiotika berfungsi untuk membaca tanda-tanda dan simbol yang dianggap signifikan dalam merepresentasikan dampak buruk kebiasaan merokok. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan pendekatan semiotika Charles Peirce. Penelitian ini melakukan analisis data dengan cara : 1. Membagi setiap scene 2. Menganalisia Potongan-Potongan Gambar 3. Membuat Kesimpulan 88 4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Kementerian Kesehatan Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (disingkat Kemenkes RI) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan (Menkes) yang sejak 27 Oktober 2014 dijabat oleh Nila Moeloek. dan bukan public figure, sehingga pesan yang dibawakan terkesan lebih nyata. 4.3.1 Pembahasan Hasil Analisa Tanda Sosok Manat Hiras Panjaitan pun yang bukan merupakan artis terkenal, membuat iklan ini menjadi semakin terasa realistis dalam arti khalayak yang menyaksikan tidak merasa tertipu dengan pesan yang sekedar disampaikan oleh seseorang endorser yang belum tentu mengerti apa yang membuat para perokok aktif berat untuk meninggalkan kebiasaan yang merugikan kesehatan tersebut. Manat Hiras Panjaitan berhasil memberikan gambaran menakutkan dari konsekuensi kebiasaan merokok. 4.1.2 Iklan Layanan Masyarakat “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu.” Pada Oktober 2014 Kementerian Kesehatan RI, meluncurkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) berisi testimoni mantan perokok yang mengidap kanker tenggorokan, Manat Hiras Panjaitan. Menurutnya, 73 persen penyampaian pesan paling efektif adalah via layar televisi, bioskop, atau radio karena penglihatan akan merekamnya di otak dan akan terus diingat. 4.2 Analisa Tanda 4.2.1 Identifikasi dan Klasifikasi Tanda ILM KEMENKES Versi “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu.” Identifikasi dan klasifikasi tanda pada penelitian ini dilakukan dengan mengadaptasi jenis-jenis tanda berdasarkan hubungan dengan objek sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Charles Peirce. Sedangkan proses interpretasi tanda dilakukan dengan menggunakan trikotomi tanda sebagai acuan. 4.3.2 Representasi dan Interpretasi Dampak Buruk Merokok Dalam ILM KEMENKES Versi “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu” Salah satu konsekuensi utama yang bisa Anda dapatkan dari rokok adalah menderita penyakit jantung. Diperkirakan, sebanyak 20% kematian akibat penyakit jantung terkait langsung dengan kebiasaan merokok. Hal ini disebabkan oleh kandungan yang terdapat pada sebatang rokok. Lebih dari 4000 bahan kimia terdapat di dalamnya. Ratusan di antaranya zat beracun dan sekitar 70 bahan di dalamnya bersifat kanker. Selain penyakit pada fisik, perokok juga mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak merokok. Selama ini mungkin para perokok mengira merokok bisa membuat lebih rileks. Anda menganggap kandungan nikotin bisa menenangkan pikiran, tapi ternyata itu salah. Yang membuat perokok gelisah dan cemas adalah gejala putus obat terhadap nikotin. Dengan merokok, kecanduan terhadap nikotin akan terpenuhi dan perokok merasa seperti rokok tersebut menurunkan stres. (www.alodokter.com/segudang-bahayamerokok-terhadap-tubuh) 4.3 Interpretasi Makna Tanda ILM KEMENKES Versi “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu.” Pada tanda tipe ikon dalam ILM KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu” tersebut, Manat Hiras Panjaitan berperan sebagai seorang tokoh yang berbagi pengalaman dengan khalayak mengenai dampak buruk dari kebiasaan merokok. Panjaitan di sini bukanlah tokoh terkemuka 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Iklan berperan penting sebagai ujung tombak komunikasi pemasaran yang memiliki 89 peran yang sangat penting dan strategis. Iklan layanan masyarakat memiliki peran penting dalam mengkomunikasikan pesan yang berfungsi untuk memperbaiki perilaku masyarakat. Iklan layanan masyarakat berperan sebagai pengantar pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan kepada khalayak. Dalam mengimbangi gencarnya penayangan iklan rokok yang berisiko besar meningkatkan jumlah perokok aktif dan secara tidak langsung memperbesar angka perokok pasif yang terpapar asap rokok, pemerintah melalui kementerian kesehatan melakukan ‘perlawanan’ dengan menciptakan kampanye kesehatan yang menghimbau khalayak untuk berhenti merokok. Usaha yang dilakukan pun menggunakan berbagai macam pendekatan, mulai dari pendekatan informatif, persuasif, hingga pendekatan menggunakan rasa takut. Berdasarkan hasil analisis dengan pendekatan semiotika terhadap tanda-tanda yang terdapat pada ILM KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu”, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa: Masalah kesehatan yang menimpa tokoh Manat Hiras Panjaitan juga bisa terjadi kepada siapa saja yang masih memiliki kebiasaan merokok. Tanda-tanda yang terkandung dalam iklan layanan masyarakat ini dirancang oleh pembuat iklan agar dimaknai oleh khalayak sebagai pengingat yang menyadarkan bahwa kebiasaan merokok yang masih mereka lakukan memiliki konsekuensi kesehatan yang dapat berakibat fatal. Seluruh gabungan dari Representament, Object, dan Interpretant dipadukan untuk memperkuat pesan tersebut dengan menciptakan pola pikir bahwa apa yang dialami oleh model dalam iklan layanan masyarakat ini juga dapat terjadi oleh khalayak yang masih meneruskan kebiasaan merokok. Dalam iklan layanan masyarakat ini, diperlihatkan bekas luka hasil dari operasi pengangkatan kanker di pita suara, yang menyebabkan adanya lubang di tenggorokan model dan mengakibatkan suaranya yang serak. Penggambaran tadi seharusnya dapat membuat khalayak untuk berhenti merokok, atau setidaknya untuk mempertimbangkan manfaat dan kerugian apa yang mereka dapatkan dari kebiasaan merokok. Dengan menggunakan pendekatan rasa takut, khalayak diharapkan dapat menimbang baik buruk dari kebiasaan merokok dari segi kesehatan, sehingga perubahan atau keputusan dapat timbul dari dalam diri khalayak. 5.2 Saran Untuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia diharapkan dapat membuat iklan layanan masyarakat, terutama mengenai permasalahan fenomena perokok di Indonesia, agar menciptakan pesan yang memicu perubahan dari dalam diri khalayak, dan tidak sekedar membuat larangan-larangan dan himbauan, tanpa membahas realita yang ada di kehidupan sehari-hari dan agar tidak menutupi fenomena yang sebenarnya atas alasan norma budaya atau kesopanan.yang berlaku. Karena pada hakikatnya iklan layanan masyarakat diciptakan karena perlu adanya perubahan sikap dan perilaku dari khalayak, dan untuk tujuan itu khalayak harus ditunjukkan pada realita bahwa perilaku atau sikap yang mereka lakukan sekarang dapat merugikan diri mereka sendiri dan orang lain dalam jangka panjang. Selain itu, diharapkan agar berpikiran terbuka dalam menerima ideide yang diajukan oleh agensi periklanan dan mempertimbangkan tidak hanya sisi kesopanan, namun juga dampak dan manfaat dari suatu konsep kreatif yang diciptakan sebagai alat untuk membawakan pesan. Kepada pembuat iklan layanan masyarakat, agar memperlakukan klien pemerintahan seperti memperlakukan klien komersial lainnya, dalam artian berikan kepedulian dan waktu yang sama untuk mengolah pesan agar tidak hanya mendapat persetujuan dari klien, namun benar-benar bermanfaat dalam membahas permasalahan sosial yang ada, dan baiknya dapat dieksekusi dengann keseriusan yang sama dengan 90 konsep-konsep kreatif yang dapat menunjang pembawaan pesan pada setiap komunikasi. Kepada mahasiswa lain yang sedang mengerjakan tugas akhir dengan tema semiotika, pelajari dengan baik aliran semiotika baik itu aliran yang dipopulerkan oleh Ferdinand du Saussure, Roland Barthez, atau Charles Sanders Peirce sebelum memutuskan akan menggunakan semiotika apa untuk analisa kasusnya. Berhubung pengetahuan dan pengalaman peneliti mengambil andil terbesar dalam analisa semiotika, disarankan agar peneliti memahami betul teori yang Ia pilih dan bagaimana aplikasinya dalam fenomena yang terjadi sehari-hari atau kasus yang dipilih sebagai topik pembahasan dalam tugas akhir. Dedy N. Hidayat, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003). Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara Indonesia, Jakarta: Dewan Periklanan Indonesia, 2005. Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies : Sebuah pengantar paling komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra. Frank Jefkins, Periklanan-Bisnis E+R (terjemahan) Edisi ke-3, Jakarta: Erlangga, 2009. Hall, Stuart. 1997. Representation. Cultural Representation and Signifying Practices. London : SAGE Publications. DAFTAR PUSTAKA Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000. Adi Kusrianto, Pengantar Desain Komunikasi Visual, Yogyakarta: ANDI, 2009. Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. Filsafat Komunikasi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007. Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011. Astrid S. Susanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 2000 . Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Basrowi dan Sudikin. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia. 2002. John Hartley, Communication, Cultural and Media Studies: Konsep Kunci, Alih bahasa oleh Kartika Wijayanti, Yogyakarta: Jalan Sutra, 2010. Berger. Peter L. and Thomas Luckmann, 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan, terj. K. Bertens, 2001, Filsafat Barat Kontemporer, Jakarta : Gramedia. Hasan Basari dari Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge. Jakarta: LP3S. Kleppner’s, Advertising Procedure – Sixteenth Edition, New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005. Consuelo G, Sevilla, dkk. 2006. Pengantar Metode Penelitian. UI Press: Cetakan kesatu. Liliweri, Alo (1992) “Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan”, PT Citra Aditya Bakti. 91 Michael Quin Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd Edition. (Thousand Oaks, California : Sage Publications, ilnc, 2002). William Lawrence Neuman, Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches, (Pearson Education, 2003). Mulyana, Deddy, dan Jalaludin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990. Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : Grasindo, 2004. Naresh K. Malhotra. 2007. Marketing Research. Emerald Group Publishing Limited. Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Situs : http://www.alodokter.com/segudang-bahayamerokok-terhadap-tubuh.html , diakses pada 28 Oktober 2015 pkl 19:35 Phillip Kottler & Grey Armstrong, Principles of Marketing, New Jersey: Prentice Hall, 2001. http://www.bitebrands.co/2013/11/peranfungsi-iklan-layanan-masyarakat.html diakses pada Sabtu, 9 Mei 2015 pkl 18.38 WIB Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Cetakan ke-1. Jakarta : Rineka Cipta. 2001. Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Rina http://www.depkes.go.id/article/view/13010100 002/kemkes-struktur-organisasi-2014.html diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 pkl 19:03 Winarmi, Representasi Kecantikan Perempuan Dalam Iklan, Jakarta: Jurnal Deiksis Program Studi Komunikasi Visual Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, 2009. http://promkes.depkes.go.id/?p=2632 diakses pada Sabtu, 9 Mei 2015 pkl 19.02 http://promkes.depkes.go.id/?p=1573 diakses pada Senin, 18 Mei 2015 pkl 15:01 Rudy Harjanto, Prinsip-Prinsip Periklanan, Jakarta: PT. Gramedia, 2009. http://www.republika.co.id/berita/Koran/kesra/ 14/06/24/n7ny8720-perokok-ri-terbanyak-didunia diakses pada Senin, 18 Mei 2015 pkl 13:45 Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung, Remaja Rosdakarya. Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Jalan Sutra, Yogyakarta, 2008. Sutisna, 2001, Perilaku Konsumen : Teori dan Aplikasi, Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung : Angkasa. 1985. 92 93