Quit Smoking B

advertisement
PENGARUH TAYANGAN IKLAN MEROKOK VERSI “BERHENTILAH MEROKOK SEBELUM
ROKOK MENIKMATIMU”
Rosmaja
Prodi Ilmu Komunikasi STIKOM ITKP
Abstract
Public service announcements issued by the Ministry of Health of the
Republic of Indonesia, titled "Quit Smoking Before Smoking Enjoy Watching You"
deliver the message about the dangers of smoking that has become an everyday
phenomenon to the audience. Public service ads was originally shown in cinemas in big
cities, and later aired on various television stations.
Such as public service announcements before, conveying the message of the
theme of anti-smoking campaigns represented the adverse effects of cigarette smoking
with various signs of audio and visual using the approach of fear appeals in which
audiences are intimidated by drawing creepy or messages that are threatening to cause
effects afraid and deterrent, so expect the target audience who are active smokers can
weigh a considerable negative effect smoking habits and gain what they could from the
cigarette (if indeed there and not made-up), so the decision to quit smoking comes from
within audiences.
For this case study researchers used a method semiotic analysis to identify
and deconstruct the structure of signs and meanings according to their knowledge and
personal experience of the researcher. The study was conducted by taking the unit of
analysis from parts of a scene from a video public service announcements as a whole.
Analysis was done by semiotics Charles Peirce with trichotomy of icon, index and
symbol, researchers can understand the meaning and signs contained in the dialogue in
the ad, selecting backgrounds, wardrobe color selection, and selection of camera angle
is used to emphasize the message.
The whole range of elements contained in the public service announcements
supporting the main message delivered by the advertiser, ie actively persuade smokers
to quit smoking are encapsulated with the tagline 'Stop Smoking Before Smoking Enjoy
Watching You. "
Key words: semiotics, campaigns, cigarette
1. Pendahuluan
Masyarakat bertujuan untuk memberikan
informasi dan penerangan serta pendidikan
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
dengan
mengajak
masyarakat
untuk
berpartisipasi dan bersikap positif terhadap
pesan yang disampaikan. (Liliweri, Alo 1992 :
31)
Menurut
Persatuan
Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI), ILM adalah
1.1 Latar Belakang Masalah
Definisi Iklan Layanan Masyarakat
(ILM) menurut Liliweri adalah jenis iklan yang
bersifat non-profit, jadi iklan ini tidak mencari
keuntungan
dari
paparannya
kepada
khalayak, kecuali perubahan perilaku yang
sesuai dari pesan Iklan Layanan Masyarakat
tersebut.
Umumnya
Iklan
Layanan
77
pesan
komunikasi
pemasaran
untuk
kepentingan publik tentang gagasan atau
wacana untuk mengubah, memperbaiki, atau
meningkatkan sikap atau perilaku mereka.
(www.bitebrands.co/2013/11/peran-fungsiiklan-layanan-masyarakat.html)
Umumnya, isu yang diangkat pada ILM
diantaranya
adalah
lingkungan
hidup,
lingkungan, bahkan bidang kesehatan seperti
pencegahan
wabah
demam
berdarah,
keluarga berencana, HIV, dan kampanye anti
rokok. Selain itu masalah sosial juga menjadi
tema yang seringkali diangkat, seperti
pemeberantasan narkoba dan pembatasan
minuman beralkohol, sampai isu perdagangan
manusia.
Jumlah perokok di Indonesia merupakan
salah satu dari negara dengan jumlah perokok
terbesar berdasarkan statistik jumlah perokok
di Indonesia yang mencapai 66 juta jiwa.
Terlebih lagi sebagian besar perokok tersebut
merupakan anak-anak muda dan sisanya
didominasi oleh masyarakat kelas menengah
ke bawah seperti golongan buruh, petani, dan
nelayan. Ditambah lagi dengan 97 juta jiwa
yang menjadi perokok pasif dan 43 juta jiwa
anak-anak yang memiliki resiko kesehatan
akibat
terpapar
asap
rokok.
(www.republika.co.id/berita/Koran/kesra/14/06
/24/n7ny8720-perokok-ri-terbanyak-di-dunia
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 menunjukkan bahwa perokok usia di
atas 15 tahun sebanyak 36,3%. Sebagian
besar dari mereka adalah perokok laki-laki
dengan prevalensi 64,9% dan jumlah ini
merupakan yang terbesar di dunia. Di
samping itu prevalensi pada perempuan
mengalami peningkatan dari 5,2% pada tahun
2007 menjadi 6,9% pada tahun 2013.
Besarnya angka perokok di Indonesia sedikit
banyak dipengaruhi oleh maraknya iklan rokok
di berbagai media nasional. Berdasarkan data
Global Youth Tobacco Survey (2009), 89,3%
remaja Indonesia melihat iklan rokok di
billboard, 76,6% di media cetak dan 7,7%
pernah menerima rokok gratis. Sementara
studi Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka
(UHAMKA) dan studi Komnas Anak (2007)
menunjukkan bahwa 70% remaja mengaku
mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan,
77% mengaku iklan menyebabkan mereka
untuk terus merokok, dan 57% mengatakan
iklan mendorong mereka untuk kembali
merokok
setelah
mereka
berhenti.
(http://promkes.depkes.go.id/?p=2632)
Untuk mengntisipasi memburuknya
permasalahan rokok di Indonesia, 0pada
Oktober 2014 lalu Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia meluncurkan ILM yang
berisi ajakan untuk berhenti rokok yang
disampaikan melalui testimoni seorang
penderita kanker. ILM tersebut merupakan
bagian dari kampanye “Berhenti Menikmati
Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu” yang
ditayangkan di bioskop-bioskop seluruh
Indonesia serta tujuh stasiun televisi swasta.
Menteri kesehatan RI kala itu, dr. Nafsiah
Mboi, Sp.A, MPH mengatakan, penayangan
ILM di bioskop ini merupakan bentuk respon
dari gencarnya kegiatan iklan dan promosi
industri rokok sehingga memaksa Kemenkes
untuk memanfaatkan berbagai celah untuk
mengkampanyekan bahaya merokok. Bioskop
dipilih
sebagai
salah
satu
tempat
menayangkan ILM karena menjadi salah satu
tempat aktivitas favorit anak muda.
Kampanye anti rokok yang digelar
Kemenkes bersama World Lung Foundation
ini bertujuan agar mereka yang belum
merokok, tidak mencoba merokok. Kemudian,
mereka yang terlanjur menjadi perokok
menghentikan
kebiasaan
merokoknya,
sehingga akhirnya dapat mengurangi angka
perokok pasif.
Sejumlah tindakan telah dilakukan
Kemenkes demi mengurangi prevalensi
perokok, dimulai dari kampanye “Komitmen
Tidak Merokok” yang meraih penghargaan
MURI
atas
keberhasilannya
dalam
mengumpulkan 700 ribu cap tangan lima jari
dari masyarakat berbagai daerah di Indonesia,
peraturan pemerintah, sampai pemasangan
peringatan bahaya merokok pada kemasan
rokok yang secara eksplisit menampilkan
dampak kesehatan negatif yang ditimbulkan
oleh rokok.
Masalah kesehatan yang ditimbulkan
rokok amat beragam, mulai dari meningkatkan
resiko serangan jantung, kanker saluran
pernapasan, impotensi, gangguan kehamilan
dan janin, terlebih lagi dampak kesehatan
akibat rokok yang jarang dipublikasikan,
78
“Berhentilah Menikmati
Rokok Menikmatimu.”
seperti rambut rontok, katarak, kulit keriput,
kanker
kulit,
hilangnya
pendengaran,
osteoporosis, karies, emphysema, disklori jarijari, tukak lambung, kanker uterus, psoriasis,
dan
penyakit
Beurger.
(http://promkes.depkes.go.id/?p=1573)
Apakah respon masyarakat yang tidak
mengindahkan peringatan akan bahaya
tersebut berpikir demikian karena adanya
kesalahpahaman
antara
pesan
yang
dibawakan pada ILM dengan interpretasi
khalayak? Untuk menjawab pertanyaan itu
peneliti memfokuskan penelitian kepada
semiotika yang terkandung dalam tanda-tanda
yang digunakan dalam ILM.
Peneliti menggunakan kajian telaah
tanda
dengan
menggunakan
metode
penelitian semiotika dengan tujuan untuk
memperoleh suatu interpretasi atas makna
dari tanda-tanda yang terkandung dalam Iklan
layanan masyarakat “Berhenti Menikmati
Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu”, yaitu
tanda-tanda
semiotika
dalam
pesan
periklanan kampanye anti rokok.
Berdasarkan
rekomendasi
dan
pertimbangan panjang atas kajian-kajian
semiotika yang dikemukakan oleh berbagai
ahli, peneliti memilih kajian semiotika Charles
Sander Pierce yang membagi tanda menjadi
ikon,
indeks,
dan
simbol
dalam
menginterpretasikan
tanda-tanda
yang
terkandung dan akan dianalisa berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang telah
diperoleh peneliti. Karena sesuai dengan
pandangan filosofi konstruktivisme, yang
mengemukakan bahwa realita yang kita miliki
adalah hasil dari pengalaman intelektual dan
emosional yang pernah kita lewati, cocok
dengan kajian semiotika Charles Peirce yang
menempatkan si penerjemah tanda ke dalam
proses pemaknaan tanda, sehingga peneliti
dapat melihat keselarasan antara tanda yang
digunakan dalam ILM tersebut dengan
interpretasi yang mungkin dimiliki khalayak
pada umumnya.
Rokok
Sebelum
1.2.1 Rumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan peneliti
adalah berikut : Bagaimana representasi efek
buruk merokok dalam TVC Iklan Layanan
Masyarakat “Berhenti Merokok Sebelum
Rokok menikmatimu” dengan menggunakan
analisa semiotika.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian dan penulisan ini bertujuan
untuk mengidentifikasikan makna yang
terkandung dalam semiotika pesan layanan
masyarakat
untuk
mengatasi
masalah
kebiasaan
merokok
sesuai
dengan
perkembangan pola pemikiran khalayak.
1.4 Manfaat Penelitian
Melalui tulisan ini, peneliti berharap
dapat memberikan manfaat:
a. Akademis/Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
dan memperdalam kajian akan peramuan
pesan dan pemahaman dari suatu khalayak
yang akan memudahkan penyampaian pesan
dari suatu Iklan
Layanan
Masyarakat,
dan menambah kajian ilmu dan pembahasan
penelitian pada bidang ilmu komunikasi
periklanan khususnya semiotika dalam Iklan
Layanan masyarakat.
b. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan dalam pembentukan
pesan
dan komponen-komponen pendukung pesan
suatu iklan layanan masyarakat bagi para
praktisi dan pemangku kepentingan lain, juga
sebagai pemerluas sudut pandang dalam
menghadapi isu social dan perkembangan
masyarakat melalui komunikasi Iklan Layanan
Masyarakat.
2. Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Komunikasi Massa
Arti dari kata komunikasi massa diadopsi
dari istilah dalam bahasa Inggris, mass
communication, sebagai kependekan dari
mass media communication (komunikasi
1.2 Batasan Masalah
Dalam
penelitian
ini
penulis
memfokuskan
pembahasan
masalah
berkaitan dengan gambaran pemaknaan dan
tanda pada iklan layanan masyarakat
79
media massa). Artinya komunikasi yang
menggunakan media massa atau komunikasi
yang
mass
meditated.
Istilah
mass
communication diartikan sebagai salurannya,
yaitu media massa sebagai kependekan dari
media of mass communication. (Wiryanto
2004 : 69)
Komunikasi massa adalah proses sebuah
institusi/media mengumpulkan, menyaring,
memproduksi, dan menyebarkan pesan
kepada khalayak secara luas. Pesan yang
dikirimkan dilakukan secara serentak dan
terpadu untuk dapat mempengaruhi khalayak,
atau dapat dikatakan pesan dikirimkan
dengan maksud atau tujuan tertentu.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang
sangat umum dan efektif untuk bisa
merangkul khalayak secara luas, heterogen
dan anonim. Semua pesan yang disampaikan
dikembalikan lagi kepada khalayak yang
menerimanya, tentunya respon yang diberikan
pun akan berbeda satu sama lain.
Definisi komunikasi massa yang lebih
sederhana menurut Bittner dikutp oleh
Jalaludin Rakhmat di buku Psikologi
komunikasi ialah “Jenis komunikasi yang
ditunjukkan pada khalayak yang tersebar dan
melalui media cetak atau elektronik sehingga
pesan yang diterima serentak dan bersama.
(Jalaludin, Rakhmat 2004 : 284)
Kemudian menurut Astrid S. Susanto, dilihat
dari sudut pandang sosiologi, komunikasi
massa adalah sesuatu kegiatan komunikasi
yang ditujukan kepada banyak orang yang
baik yang tidak dikenal dalam latar belakang
sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan.
(Astrid S., Susanto 2000 : 18)
Fungsi komunikasi massa masih menurut
Astrid S. Susanto dalam bukunya “Komunikasi
Sosial di Indonesia” adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan atau pencarian informasi.
2. Mengembangkan konsep diri.
3. Fasilitasi dalam hubungan sosial.
4. Substitusi dalam hubungan sosial.
5. Membantu melegakan emosi.
6. Sarana pelarian dari ketegangan dan
keterasingan
7. Sebagai bagian dari kehidupan rutin
atau ritualisasi. (1Astrid S., Susanto
2000 : 172)
Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia
tercantum yang disebut periklanan ialah
seluruh proses yang meliputi penyiapan,
perencanaan, pelaksanaan, penyampaian dan
umpan
balik
dari
pesan
komunikasi
pemasaran. (Dewan Periklanan Indonesia,
Etika Pariwara Indonesia
2005 : 16)
Pengertian ini mencakup penjualan atau
pemasaran
langsung
(direct
selling/marketing),
publisitas,
promosi
penjualan, advertorial/infotorial/inspitorial dan
sebagainya, huwara (adlib), sisipan media
(media insert), teks berjalan (running text),
logo/merk beranimasi, serta semua bentuk
baru komunikasi pemasaran, termasuk yang
menggunakan teknologi informasi. (Dewan
Periklanan
Indonesia,
Etika
Pariwara
Indonesia 2005 : 58)
Periklanan menurut George E. Belch
dan Michael A. Belch yang dikutip dari buku
Prinsip-prinsip periklanan oleh Prof. Dr. Rudy
Harjanto M.M. adalah segala bentuk
komunikasi non personal yang dibayar,
mengenai organisasi, produk, jasa atau
gagasan. Maksud non personal di sini adalah
media massa seperti televisi, radio atau surat
kabar yang menyampaikan pesan kepada
sekelompok besar khalayak pada saat
bersamaan. (Rudy, Harjanto 2009 : 64)
Sementara
itu,
Phillip
Kottler
mengemukakan tujuan periklanan dalam
bukunya, yaitu:
1. Iklan digunakan untuk menyampaikan
informasi (To inform).
2. Digunakan
untuk
memberikan
informasi kepada konsumen mengenai
produk baru atau keistimewaan produk
3. Iklan untuk membujuk (persuasive)
4. Digunakan
untuk
membangun
permintaan selektif untuk suatu merk,
dan membujuk konsumen dengan
mengatakan
bahwa
produknya
memiliki kualitas terbaik.
5. Iklan untuk mengingatkan (reminder)
6. Digunakan
untuk
mengingatkan
konsumen tentang produk tersebut
dan meyakinkan pembeli bahwa
mereka telah melakukan pilihan yang
tepat.
Setelah keinginan akan sesuatu kategori
produk tercipta, pemasar harus bersaing
80
2.1.4 Representasi
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia, definisi dan representasi adalah
perbuatan mewakili, dengan begitu, dapat
diartikan bahwa representasi adalah suatu
simbolik tanda yang mewakili sebuah
penanda. Penanda yang dicitrakan dapat
berupa kata, gambar, sekuen, cerita dan
elemen penanda lain yang mewakili ide,
emosi, fakta dan sebagainya. Representasi
bergantung pada tanda dan citra yang sudah
ada dan dipahami secara cultural dalam
pembelajaran bahasa dan penandaan yang
bermacam-macam atau system tekstual
secara timbal balik. Hal ini berfungsi melalui
tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan
mempelajari realitas yang kita rasakan. (John,
Hartley 2010 : 265)
Marcel Denasi mendefinisikan arti
representasi sebagai “proses merekam ide,
pengetahuan, atau pesan dalam beberapa
cara fisik, disebut representasi. Ini dapat
didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan
dari tanda yaitu untuk menyambungkan,
melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa,
dimengerti, diimajinasikan, atau dirasakan
dalam
beberapa
bentuk
fisik
dapat
dikarakterisasikan sebagai proses konstruksi
bentuk X untuk menimbulkan perhatian
kepada sesuatu yang ada secara material
atau konseptual, yaitu Y atau dalam bentuk
spesifik Y, di mana X = Y.”
Konsep representasi digunakan untuk
menggambarkan ekspresi hubungan antara
teks
iklan
(media)
dengan
realitas.
Representasi merupakan proses di mana para
anggota sebuah budaya menggunakan
bahasa untuk memproduksi makna. Bahasa
dalam hal ini didefinisikan secara lebih luas,
yaitu
sebagai
sistem
apapun
yang
menggunakan tanda-tanda. Tanda disini
dapat berbentukverbal maupun non verbal.
(Rina, Winarmi 2009 : 10) John Fiske
merumuskan tiga proses yang terjadi dalam
representasi melalui table 2.1 sebagai berikut:
dengan merk-merk dari kelas kategori
produknya,
oleh
karena
itu
perlu
mengarahkan pemasaran mereka pada
penciptaan akan kesadaran merk. Frank
Jefkins dalam bukunya periklanan yang telah
diterjemahkan, menjelaskan iklan terdiri dari
beberapa bentuk, yaitu:
1. Iklan tertulis seperti surat kabar,
majalah, billboard, pamphlet dan lain
sebagainya
2. Iklan audio seperti iklan radio
3. Iklan audio visual seperti iklan televise
4. Iklan interaktif jaringan maya (cyber
network) seperti iklan di internet.
(Frank, Jefkins 2009 : 37)
2.1.3 Komunikasi Sebagai Pemberi Makna
Melalui Tanda
Istilah komunikasi secara etimologis
berasal dari bahasa latin communicatus, yang
bersumber pada kata communis yang memiliki
makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’,
yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau keseragaman makna.
Sedangkan secara terminologis komunikasi
merujuk pada adanya proses penyampaian
suatu
pernyataan
dari
seseorang
(komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Tanda (Sign) adalah sesuatu yang
bersifat fisik, dapat diterima oleh indra. Tanda
mengacu pada sesuatu di luar tanda itu
sendiri dan bergantung pada pengenalan oleh
penggunaknaya sehingga dapat disebut
sebagai ‘tanda’. Tanda menurut pandangan
Charles Sanders Pierce memiliki keterkaitan
dengan objek-objek yang menyerupainya,
keberadaannya memiliki hubungan sebabakibat dengan tanda-tanda atau ikatan
konvensional dengan tanda-tanda tersebut.
Berdasarkan objeknya, Pierce membagi tanda
menjadi 3 tipe yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Lain
halnya
dengan
pendapat
yang
dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, di
mana beliau berpendapat bahwa tanda
terbentuk dari dua elemen, yaitu aspek citra
tentang bunyi dan sebuah konsep di mana
citra berbunti disandarkan. Tanda merupakan
manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering
diidentifikasikan dengan citra bunyi sebagai
penanda.
Pertama
Realitas
Dalam bahasa tulis, seperti
dokumen wawancara transkrip
dan sebagainya. Dalam televisi
81
seperti perilaku,
pakaian, ucapan,
dan sebagainya.
Kedua
Dalam proses sosial, individu manusia
dipandang sebagai pencipta realitas sosial
yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Realitas merupakan hasil ciptaan manusia
kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial
terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Max
Weber melihat realitas sosial sebagai perilaku
sosial terdiri dari tiga macam, yaitu:
 Realitas Objektif, merupakan realitas
yang terbentuk dari pengalaman dunia
objektif yang berada di luar diri individu
itu dianggap sebagai suatu kenyataan.
 Realitas
Simbolik,
merupakan
ekspresi simbolik dari realitas objektif
dalam berbagai bentuk.
 Realitas
Subjektif,
merupakan
realitas yang terbentuk sebagai proses
penyerapan kembali realitas objektif
dan simbolik ke dalam individu melalui
proses internalisasi. (Bosrowi dan
Sudikin 2002 : 201-203)
Berger & Luckmann berpandangan bahwa
realitas itu dibangun secara sosial, dalam
pengertian individu-individu dalam masyarakat
itulah yang membangun masyarakat. Maka
pengalaman individu tidak terpisahkan dengan
masyarakatnya. Berger memandang manusia
sebagai pencipta kenyataan sosial yang
objektif melalui tiga momen dialektis yang
simultan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan
internalisasi.
 Eksternalisasi,
yaitu
usaha
pencurahan atau ekspresi diri manusia
ke dalam dunia, baik dalam kegiatan
mental maupun fisik.
 Objektivikasi, adalah hasil yang telah
dicapai, baik mental maupun fisik dari
kegiatan eksternalisasi manusia
tersebut.
 Internalisasi, merupakan penyerapan
kembali dunia objektif ke dalam
kesadaran sedemikian rupa sehingga
subjektif individu dipengaruhi oleh
struktur dunia sosial.
Tiga momen dialektis ini berjalan secara
simultan yang artinya ada proses menarik
keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan
hal tersebut berada di luar (objektif) dan
kemudian ada proses penarikan kembali ke
dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang
make up,
gerak-gerik,
Representasi
Elemen tadi ditandakan secara
teknis. Dalam bahasa tulis
seperti kata, proposisi, kalimat,
foto,
caption,
grafik,
dan
sebagainya. Dalam televisiseperti
kamera, music, tata cahaya dan
lain sebagainya.
Ketiga
Ideologi
Semua elemen diorganisasikan
dalam koherensi dan kode-kode
ideologi, seperti individualism,
liberalism, sosialisme, patriarki,
ras, kelas, materialism dan
sebagainya.
2.1.5 Perspektif Konstruktivisme dalam
Komunikasi
Teori konstruksi realitas atau social
construction of reality merupakan teori
sosiologi kontemporer yang berpijak pada
sosiologi pengetahuan yang muncul setelah
dikemukakan oleh Peter Ludwig Berger dan
Thomas Luckmann dalam buku mereka yang
berjudul “The Social Construction of Reality: A
Treatise in the Sociology of Knowledge”.
Dalam bukunya, Berger dan Luckmann
memberikan gambaran mengenai proses
sosial berdasarkan tindakan dan interaksinya,
di mana individu menciptakan secara terusmenerus suatu realitas yang dimiliki dan
dialami bersama secara subjektif. Teori ini
berakar pada paradigma konstruktivis yang
melihat realitas sosial sebagai konstruksi
sosial yang diciptakan oleh individu yang
merupakan
manusia.
Individu
menjadi
penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi
berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam
banyak hal memiliki kebebasan untuk
bertindak berdasarkan kehendaknya. Manusia
dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk
bertindak di luar batas kontrol struktur dan
pranata sosial di mana individu melalui respon
terhadap stimulus dalam dunia kognitif-nya.
82
berada di luar itu seakan-akan merupakan
sesuatu yang berada di dalam diri individu.
Dengan memandang masyarakat sebagai
proses yang berlangsung dalam tiga momen
dialektis yang simultan serta masalah yang
berdimensi kognitif dan normatif, maka yang
dinamakan kenyataan sosial itu adalah suatu
konstruksi sosial produk masyarakat sendiri
(social constructions of realit)) dalam
perjalanan sejarahnya di masa lampau, ke
masa kini dan menuju masa depan. (Berger,
Peter L. and Thomas, Luckmann 1990 : 41)
individu namun harus disaring melalui cara
pandang orang terhadap realitas tersebut.
George Keely menegaskan cara pemahaman
pribadi
seseorang
dilakukan
dengan
pengelompokkan
peristiwa
menurut
persamaan dan perbedaannya. Perbedaan ini
menjadi dasar penilaian ihwal sistem kognitif
individual yang bersifat pribadi dan karenanya
berbeda
dengan
konstruksi
sosial.
Konstruktivisme meyakini bahwa sistem
kognitif individu berkembang kompleks.
Individu yang cerdas secara kognitif dapat
membuat banyak perbedaan dalam suatu
situasi dibanding orang yang secara kognitif
lemah. Inilah yang disebut diferensiasi
kognitif.
Diferensiasi
ini
memengaruhi
bagaimana pesan menjadi kompleks.
2.1.6
Teori Konstruksi Realitas
Konstruktivisme menolak pandangan
positivisme yang memisahakn subjek dan
objek
komunikasi.
Dalam
pandangan
konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya
dilihat dalam sebagai alat untuk memahami
realitas objektif belaka dan dipisahkan dari
subjek
sebagai
penyampai
pesan.
Konstruktivisme justru menganggap subjek
sebagai faktor yang berperan sentral dalam
kegiatan
komunikasi
serta
hubunganhubungan
sosialnya.
Subjek
memiliki
kemampuan melakukan kontrol terhadap
maksud-maksud tertentu
dalam setiap
wacana. Komunikasi dipahami, diatur, dan
dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang
bertujuan.
Robyn Penmann merangkum kaitan
konstruktivisme dalam hubungannya dengan
ilmu komunikasi :
 Tindakan
komunikatif
sifatnya
sukarela.
 Pengetahuan
adalah
sebuah
produk sosial.
 Pengetahuan bersifat kontekstual,
maksudnya
pengetahuan
merupakan
produk
yang
dipengaruhi ruang dan waktu dan
dapat berubah sesuai dengan
pergeseran waktu.
 Teori-teori menciptakan dunia.
 Pengetahuan bersifat sarat nilai.
(Ardianto, Elvinaro and Bambang,
Q-Aness 2007 : 158)
Teori konstruktivisme menyatakan
bahwa individu menginterpretasikan dan
beraksi menurut kategori konseptual dan
pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri
2.1.7
Daya Tarik Pesan Periklanan
Menurut Sutisna, daya tarik iklan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu daya tarik
rasional dan daya tarik emosional.
2.1.7.1 Daya Tarik Pesan Iklan Rasional
Daya tarik pesan rasional atau rational
appeals memfokuskan pada kegunaan suatu
produk
untuk
memenuhi
kebutusan
konsumen.
Daya
tarik
ini
berusaha
memperlihatkan fitur atau produk jasa,
kegunaan dan alasan memiliki atau memakai
suatu produk. Terdapat beberapa jenis
penampilan iklan yang dapat menimbulkan
daya tarik rasional.
1. Faktual
2. Potongan kehidupan (slice of life)
3. Demonstrasi
4. Iklan
Perbandingan
(comparative
advertising)
2.1.7.2 Daya Tarik Iklan Berdasarkan Pada
Perasaan dan Emosi
Daya tarik iklan berdasarkan pada
emosi atau emotional appeals mencoba
membangkitkan emosi positif atau negatif
yang akan memotivasi pembelian. Terdapat
beberapa cara untuk menampilkan pesan
iklan dengan daya tarik emosi antara lain :
1. Rasa Takut (fear)
2. Humor
3. Animasi
4. Seks
83
2.1.8.1 Semiotika Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure merupakan
ahli linguistik asal Perancis yang mengambil
peranan
besar
dalam
pencetusan
Strukturalisme, juga memperkenalkan
konsep semiologi. Ia bertolak dari pendapat
tentang
bahasa
(langue)
yang
merupakan
sistem
tanda
yang
mengungkapkan
gagasan.
Saussure
berpendapat bahwa bahasa merupakan
sistem yang terpenting.
Saussure
pertama
kali
memperkenalkan semiotika melalui dikotomi
sistem tanda : signified dan signifier yang
bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa
makna muncul ketika ada hubungan yang
bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang
ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’
(signifier) dengan sebuah ide atau petanda
(signified). Dengan kata lain, penanda adalah
‘bunyi yang bermakna’ atau ‘coretan yang
bermakna’. Jadi, penanda adalah aspek
material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan
atau didengar dan apa yang ditulis atau
dibaca. Petanda adalah gambaran mental,
pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah
aspek mental dari bahasa. (K. Bertens, 2001
: 180)
5. Musik
6. Fantasi
Dalam kasus iklan layanan masyarakat
“Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum rokok
menikmatimu”, daya tarik pesan iklan yang
digunakan adalah daya tarik emosional rasa
takut, dengan menampilkan testimoni seorang
penderita kanker yang memiliki deformitas
fisik hasil dari prosedur medis yang harus Ia
jalankan akibat kebiasaan merokok.
Pemilihan pendekatan rasa takut
dipertimbangkan dan dipilih untuk menggugah
sisi emosional khalayak. ILM tersebut
memperkuat aspek negatif dari kebiasaan
merokok yang sudah seringkali ditunjukkan
dalam kampanye-kampanye anti rokok
sebelumnya.
2.1.8
Semiotika Sebagai Konsep
Dari sisi etimologis, istilah semiotika
berasal dari kata yunani, yaitu Semeion yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan
sebagai sesuatu –yang atas dasar konvensi
sosial yang terbangun sebelumnya- dapat
dianggap sebagai suatu hal yang dapat
mewakili suatu hal lain. Tanda awalnya
dimaknai sebagai suatu hal yang merujuk
pada adanya hal lain. Contohnya cahaya
bulan menandakan malam hari.
Menurut
buku
Analisis
Teks
Mediakarya karya Alex Sobur, M.si dijelaskan
bahwa semiotika adalah suatu kajian yang
menitikberatkan penelitiannya pada tanda
yang pada awalnya dimaknai sebagai suatu
hal yang merujuk pada benda lain.
Sebagaimana bila kita melihat rambu lalulintas
berupa plang dengan tanda ‘P’ yang dicoret
berarti kendaraan dilarang parkir di area
tersebut.
Lain halnya dengan pendapat Umberto
Eco dalam bukunya yang bertajuk A Theory of
Semantics, hingga saat ini kajian semiotika
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semiotika
komunikasi
dan
semiotika
signifikasi.
Semiotika signifikasi tidak mempersoalkan
adanya tujuan berkomunikasi. Teori semiotika
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat
dunia seperti berikut :
2.1.8.2 Semiotika Roland Barthes
Roland
Barthes
adalah
tokoh
strukturalis
terkemuka
dan
termasuk
salah
satu
tokoh
yang
mengembangkan konsep utama semiologi
dari
Saussure.
Barthes
menggunakan
konsep
sintagmatik
dan
paradigmatik
untuk menjelaskan gejala budaya,
seperti sistem busana, menu makan,
arsitektur, lukisan, film, iklan, dan karya
sastra. Ia memandang semua itu sebagai
suatu bahasa yang memiliki sistem relasi
oposisi.
Barthes mengembangkan semiotika
dengan mengembangkan
penandaan
bertingkat, yaitu :
1. Konsep konotasi yang merupakan
kunci semiotik dalam menganalisis
budaya,
2. Konsep mitos yang merupakan hasil
penerapan konotasi dalam berbagai
bidang dalam kehidupan sehari-hari.
84
Barthes menyebut makna konotasi
sebagai mitos, yaitu makna yang
didapat
seseorang berdasarkan referensi kultural yang
dimilikinya. (Fiske, John 2007 : 236) Makna
konotasi juga disebut makna ideologis.
Pendekatan yang digagaskan oleh Barthes
sebagai penandaan bertingkat tertuju pada
mitos. Barthes
menempatkan
ideologi
dengan mitos, karena baik di dalam mitos
maupun ideologi hubungan antara
penanda konotatif dan petanda konotatif
terjadi secara termotivasi. (Alex, Sobur 2009 :
128). Barthes memahamai ideologi sebagai
kesadaran palsu yang membuat orang hidup
di dalam dunia yang imajiner dan ideal, meski
realitas hidupnya yang
sesungguhnya
tidaklah demikian. Barthes mengemukakan
bahwa konotasi merupakan suatu ekspresi
budaya. Kebudayaan mewujudkan dirinya di
dalam teks. Ideologi pun mewujudkan
dirinya melalui berbagai kode yang masuk
ke dalam teks dalam bentuk penandapenanda penting, seperti
tokoh,
latar,
sudut pandang dan lainnya.
Berdasarkan
klasifikasi
tersebut,
Peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis :
1. Qualisign, yaitu kualitas sejauh yang
dimiliki tanda.
2. Inconic Sinsign, yakni tanda yang
memperlihatkan kemiripan.
3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni
tanda
berdasarkan
pengalaman
langsung, yang secara langsung
menarik
perhatian
karena
kehadirannya
disebabkan
oleh
sesuatu.
4. Dicent Sinsign, yakni tanda yang
memberikan
informasi
tentang
sesuatu.
5. Iconic Legisign, yakni tanda yang
menginformasikan norma atau hukum,
Misalnya rambu lalulintas.
6. Rhematic Indexical Legisign, yakni
tanda yang mengacu pada objek
tertentu, misalnya kata ganti penunjuk.
7. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda
yang
bermakna
informasi
dan
menunjuk subjek informasi.
8. Rhematic Symbol atau Symbolic
Rheme, yakni tanda yang dihubungkan
dengan objeknya melalui asosiasi ide
umum.
9. Dicent Symbol atau Proposition
(Proposisi)
adalah
tanda
yang
langsung menghubungkan dengan
objek melalui asosiasi dalam otak.
10. Argument,
yakni
tanda
yang
merupakan iferens (kesimpulan awal)
seseorang
terhadap
sesuatu
berdasarkan alasan tertentu.
Seperti yang telah disebutkan di atas,
tanda mempunyai tiga elemen yaitu ikon,
indeks, dan simbol. Ketiga elemen tersebut
dan ciri-cirinya dapat digambarkan sebagai
berikut:
2.1.8.3 Semiotika Charles Peirce
Bagi Peirce, tanda adalah sesuatu
yang mewakili seseorang atau sesuatu hal
dalam sisi dan kapasitas tertentu atau
“something which stands to somebody or
something in some respect or capacity.”
Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa
berfungsi, oleh Peirce disebut ground.
Konsekuensinya,
tanda
(sign
atau
representamen)
selalu
terdapat
dalam
hubungan triadik, yakni ground, object dan
interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce
mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang
dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi
qualisgn, sinsign, dan legisign. Qualisign
adalah kualitas yang ada pada tanda,
misalnya kata-kata kasar, lemah, lembut,
merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda
atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya,
kata kabur atau keruh yang ada pada urutan
kata air sungai keruh yang menandakan
bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign
adalah norma yang dikandung oleh tanda,
misalnya
rambu-rambu
lalulintas
yang
menandakan hal-hal yang boleh atau tidak
boleh dilakukan manusia.
Jenis
Proses
Ditandai Dengan
Contoh
Tanda
Kerja
Persamaan
Gambar, Foto,
Ikon
(kesamaan/kemirip
Dilihat
dan Patung
an)
Indeks
85
Hubungan sebab
Asap – Api
Diperkir
akibat/keterkaitan
Gejala –
akan
teknik pengambilan gambar. Setelah
ada kesepakatan antara tim produksi
dan klien, barulah masuk ke tahap
shooting.
Selain beberapa hal di atas perlu juga
dikenali beberapa elemen serta istilah yang
mendukung dalam suatu pembuatan iklan
televisi, diantaranya:
1. SFX (Sound Effects)
2. MVO (Male Voice Over)
3. FVO (Female Voice Over)
4. ANNCR (Announcer)
5. Adegan (Scene)
6. Frame
7. Opticals
8. Musik (Music)
Penyakit
Konvensi atau
Kata – Kata
Dipelaja
kesepakatan sosial
Isyarat
ri
Simbol
2.1.9
Konsep Iklan Televisi
Sebagai medium penyimpan pesan
Media
Audio
Visual,
seperti
televisi
merupakan medium yang paling efektif karena
pesan dari sebuah iklan televisi dapat
dikomunikasikan sekaligus pada 2 alat/indera
penerimaan komunikasi manusia yaitu: mata
(penglihatan/visual)
dan
telinga
(pendengaran/audio).
Elemen lainnya yang harus
dipersiapkan dalam pembuatan suatu iklan
televisi adalah:
1. Naskah Iklan
Merupakan teks yang mencakup jalan
cerita, dialog, urutan adegan serta hal
lainnya yang menjadi pedoman untuk
melaksanakan eksekusi pembuatan
iklan televisi.
2. Storyboard
Setelah mempersiapkan naskah iklan
tahap
selanjutnya
tim
kreatif
mengembangkan sebuah storyboard
yang merupakan gambaran/sketsa
visualisasi dari naskah iklan yang telah
ada.
3. Director’s Board
Setelah naskah iklan dan storyboard
telah siap, sesuai dengan tahapan
umum yang saat ini diterapkan dalam
industri periklanan Indonesia yaitu
pihak agensi harus memberikan
taklimat
kepada
rumah
produksi/Production
House,
pada
umumnya pihak klien dan agensi akan
memberikan taklimat kepada beberapa
rumah produksi untuk melakukan
pitching.
Dari
rumah
produksi
pemenang tersebut barulah storyboard
yang sudah final dibuat oleh agensi
dilakukan
pengembangan
detail
eksekusi oleh sutradara dari rumah
produksi terpilih pada tahap pre
production meeting. Director’s board
merupakan perincian elemen dan
2.1.10 Manfaat Warna dan Cahaya Sebagai
Elemen Penanda
Warna merupakan pelengkap gambar
serta mewakili suatu suasana kejiwaan
pelukisnya dalam berkomunikasi. Warna juga
merupakan unsur yang sangat tajam untuk
menyentuh kepekaan penglihatan sehingga
mampu merangsang munculnya rasa haru,
sedih, gembira, mood atau semangat, dan
lain-lain. (Adi, Kusrianto 2009 : 46)
Molly E. Holzschlag, seorang pakar
tentang warna, dalam tulisannya “Creating
Color Scheme” membuat daftar mengenai
kemampuan masing-masing warna ketika
memberikan respon secara psikologis kepada
pemirsanya sebagai berikut : (Adi, Kusrianto
2009 : 47)
Warna
Respon Psikologis yang Mampu Ditimbulkan
Kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu,
Merah
cinta, agresifitas, bahaya
Kepercayaan, konservatif, keamanan,
Biru
teknologi, kebersihan, perintah
Alami, Kesehatan, pandangan yang enak,
Hijau
kecemburuan, pembaharuan
Optimis, harapan, filosofi,
Kuning
ketidakjujuran/kecurangan, pengecut,
pengkhianatan
Ungu
86
Spiritual, misteri, keagungan, perubahan
bentuk, galak, arogan
Oranye
Energi, keseimbangan, kehangatan
Coklat
Bumi, dapat dipercaya, nyaman, bertahan
Abu-abu
Intelek, futuristik, modis, kesenduan, merusak
Representasi dampak buruk merokok dalam ILM
KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati Rokok
sebelum Rokok Menikmatimu.”
Kemurnian atau suci, bersih, kecermatan,
Putih
Proses interpretasi dan pemaknaan dampak buruk merokok
dengan analisa semiotika terhadap ILM KEMENKES versi
“Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum Rokok
Menikmatimu”
innocent (tanpa dosa), steril, kematian
Kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian,
misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan,
Hitam
3. Metode Penelitian
3.1. Tipe Penelitian
Pada penulisan penelitian ini, peneliti
menggunakan metode kualitatif.
Menurut
Bogdan
dan
Taylor,
metodologi
kualitatif
adalah
prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati. (William,
Lawrence Neuman 2003 : 75)
keanggunan, kekukuhan, keamanan
emosional
Konsentrasi, kooperatif cerdas perasa,
Biru Tua
integratif
Bertahan, protektif, tidak berubah pikiran,
Biru Muda
komunikasi, kebijakan, tenang
Pencahayaan
merupakan
unsure
terpenting dalam proses pembuatan gambar,
setidaknya mempunyai tiga fungsi utama yang
tidak boleh diabaikan sebagai berikut:
1. Fungsi Exposure
Sinar atau cahaya berfungsi untuk
memungkinkan kita menghasilkan
gambar atau ter-expose dengan baik.
2. Dramatisasi
Cahaya bisa dipergunakan untuk
mendramatisasi shot-shot tertentu
sesuai dengan tuntuan ceritanya.
3. Penunjuk waktu
Fungsi cahaya lainnya adalah sebagai
penunjuk waktu, artinya jika kita
menginginkan
adegan
yang
mengesankan malam hari ketika
melakukan pengambilan gambar pada
siang hari, maka dalam layar harus
terekam lampu-lampu yang menyala.
2.2
3.2.
Paradigma Penelitian
Paradgima penilitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivis.
Paradigma
konstruktivis
mengambil asumsi bahwa realitas tidak
dibentuk secara ilmiah maupun turun karena
campur tangan tuhan, tapi realitas dibentuk
dan dikonstruksi.
Menurut
Patton,
para
peneliti
konstruktivis mempelajari beragam realita
yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi
dari konstruksi tersebut bagi kehidupan
mereka
dengan
yang
lain.
Dalam
konstruktivisme, setiap individu memiliki
pengalaman yang unik. Dengan demikian,
penelitian dengan strategi ini menyarankan
agar setiap cara yang diambil oleh individu
dalam memandang dunia adalah valid dan
perlu adanya rasa menghargai atas
pandangan tersebut. (Michael, Quin Patton
2002 : 96-97)
Karakteristik paradigma konstruktivis
yang dapat membedakan dengan paradigma
lainnya yaitu :
1. Ontologi
2. Epistimologi
3. Metodologi
Kerangka Pemikiran
Periklanan Layanan Masyarakat
melalui media massa
Meneliti Tanda, Simbol maupun pesan yang terdapat
dalam ILM KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati
Rokok sebelum Rokok Menikmatimu.”
87
3.3.
Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
yang bersifat deskriptif, yaitu peneliti
melakukan penelitian dan setelah itu
melakukan penggambaran atas apa yang
diamati. Tujuan utama penelitian deskriptif
adalah untuk menggambarkan sikap suatu
keadaan yang sementara berjalan pada saat
penelitian dilakukan, dan memeriksa sebabsebab dari suatu gejala tersebut. (Consuelo
G., Sevilla 2006 : 7)
3.6. Unit Analisis Penelitian
Unit analisis dalam penelitian adalah
satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai
subjek penelitian.
Menurut Naresh Malhotra, unit analisa
merupakan individu, perusahaan serta pihakpihak lain yang memberikan respon terhadap
perlakuan ataupun tindakan yang dilakukan
peneliti dalam penelitiannya. (Naresh K.,
Malhotra 2007 : 215)
3.7.
Metode Analisis Penelitian
Metode penelitian merupakan teknik
yang bertujuan untuk memberikan peluang
bagi penemuan kebenaran yang objektif dan
menjaga
agar
pengetahuan
serta
pengembangannya bernilai ilmiah. (Nawawi,
Hadari 1983 : 26)
Dalam penelitian ini, pendekatan yang
digunakan untuk mengkaji iklan layanan
masyarakat KEMENKES versi “Berhentilah
Menikmati
Rokok
Sebelum
Rokok
Menikmatimu” menggunakan teori semiotika
dari Charles S. Peirce dengan penjabaran
segitiga makna yang dikemukakannya.
3.4.
Teknik Pengumpulan Data
1. Analisis Teks
Alat utama yang menjadi objek
penelitian adalah Iklan layanan
Masyarakat Kementerian Kesehatan
Republik
Indonesia
“Berhenti
Menikmati Rokok Sebelum Rokok
Menikmatimu”. ILM tersebut dilihat
sebagai
teks
dengan
metode
semiotika Peirce yang digunakan
dalam penelitian ini.
2. Studi Pustaka dan Dokumen
Studi pustaka dan dokumen digunakan
dalam
penelitian
ini
untuk
mengumpulkan data yang bersumber
dari
dokumen
tertulis,
gambar,
maupun elektronik.
3.8. Reliabilitas dan Validitas
Secara umum, validitas riset kualitatif terletak
pada proses sewaktu analisis-interpretatif
data. Penilaian keabsahan riset kualitatif
biasanya terjadi sewaktu proses pengumpulan
data dan analisis interpretasi data. Jenisjenisnya menurut Kriyantono (Nawawi, Hadari
1983 : 70) adalah:
3.8.1. Kompetensi Subjek Riset
Artinya subjek riset harus kredibel,
caranya dengan menguji jawaban
pertanyaan
berkait
dengan
pengalaman subjek. Bagi yang tidak
mempunyai
pengalaman
dan
pengetahuan mengenai masalah riset,
data dari subjek tersebut tidak
kredibel.
3.8.2. Trustworthiness
Yaitu menguji kebenaran dan kejujuran
subjek dalam mengungkap realitas
menurut apa yang dialami, dirasakan
atau dibayangkan.
3.5.
Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik
analisis data semiotika, yaitu ilmu yang
mengkaji tanda sebagai bagian dari
kehidupan sosialdan bagaimana sistem tanda
tersebut bekerja. Metode semiotika akan
digunakan untuk menganalisis teksnya (narasi
dan tampilan visual dalam Iklan Layanan
Masyarakat). Analisis semiotika berfungsi
untuk membaca tanda-tanda dan simbol yang
dianggap signifikan dalam merepresentasikan
dampak buruk kebiasaan merokok. Dalam
menganalisis data, peneliti menggunakan
pendekatan semiotika Charles Peirce.
Penelitian ini melakukan analisis data
dengan cara :
1. Membagi setiap scene
2. Menganalisia Potongan-Potongan Gambar
3. Membuat Kesimpulan
88
4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1 Kementerian Kesehatan Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (disingkat Kemenkes RI) adalah
kementerian dalam Pemerintah Indonesia
yang
membidangi
urusan
kesehatan.
Kementerian Kesehatan berada di bawah dan
bertanggung
jawab
kepada
Presiden.
Kementerian
Kesehatan
dipimpin
oleh
seorang Menteri Kesehatan (Menkes) yang
sejak 27 Oktober 2014 dijabat oleh Nila
Moeloek.
dan bukan public figure, sehingga pesan yang
dibawakan terkesan lebih nyata.
4.3.1 Pembahasan Hasil Analisa Tanda
Sosok Manat Hiras Panjaitan pun yang
bukan merupakan artis terkenal, membuat
iklan ini menjadi semakin terasa realistis
dalam arti khalayak yang menyaksikan tidak
merasa tertipu dengan pesan yang sekedar
disampaikan oleh seseorang endorser yang
belum tentu mengerti apa yang membuat para
perokok aktif berat untuk meninggalkan
kebiasaan
yang
merugikan
kesehatan
tersebut. Manat Hiras Panjaitan berhasil
memberikan gambaran menakutkan dari
konsekuensi kebiasaan merokok.
4.1.2
Iklan
Layanan
Masyarakat
“Berhentilah
Menikmati
Rokok
Sebelum
Rokok Menikmatimu.”
Pada Oktober 2014 Kementerian
Kesehatan RI, meluncurkan Iklan Layanan
Masyarakat (ILM) berisi testimoni mantan
perokok yang mengidap kanker tenggorokan,
Manat Hiras Panjaitan.
Menurutnya, 73 persen penyampaian
pesan paling efektif adalah via layar televisi,
bioskop, atau radio karena penglihatan akan
merekamnya di otak dan akan terus diingat.
4.2 Analisa Tanda
4.2.1 Identifikasi dan Klasifikasi Tanda
ILM KEMENKES Versi “Berhentilah
Menikmati Rokok Sebelum Rokok
Menikmatimu.”
Identifikasi dan klasifikasi tanda pada
penelitian ini dilakukan dengan mengadaptasi
jenis-jenis tanda berdasarkan hubungan
dengan objek sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Charles Peirce. Sedangkan
proses interpretasi tanda dilakukan dengan
menggunakan trikotomi tanda sebagai acuan.
4.3.2
Representasi dan Interpretasi
Dampak Buruk Merokok Dalam ILM
KEMENKES
Versi
“Berhentilah
Menikmati Rokok Sebelum Rokok
Menikmatimu”
Salah satu konsekuensi utama yang
bisa Anda dapatkan dari rokok adalah
menderita penyakit jantung. Diperkirakan,
sebanyak 20% kematian akibat penyakit
jantung terkait langsung dengan kebiasaan
merokok. Hal ini disebabkan oleh kandungan
yang terdapat pada sebatang rokok. Lebih
dari 4000 bahan kimia terdapat di dalamnya.
Ratusan di antaranya zat beracun dan sekitar
70 bahan di dalamnya bersifat kanker.
Selain penyakit pada fisik, perokok
juga mengalami tingkat stres yang lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak merokok.
Selama ini mungkin para perokok mengira
merokok bisa membuat lebih rileks. Anda
menganggap
kandungan
nikotin
bisa
menenangkan pikiran, tapi ternyata itu salah.
Yang membuat perokok gelisah dan cemas
adalah gejala putus obat terhadap nikotin.
Dengan merokok, kecanduan terhadap nikotin
akan terpenuhi dan perokok merasa seperti
rokok
tersebut
menurunkan
stres.
(www.alodokter.com/segudang-bahayamerokok-terhadap-tubuh)
4.3
Interpretasi Makna Tanda ILM
KEMENKES Versi “Berhentilah Menikmati
Rokok Sebelum Rokok Menikmatimu.”
Pada tanda tipe ikon dalam ILM
KEMENKES versi “Berhentilah Menikmati
Rokok
Sebelum
Rokok
Menikmatimu”
tersebut, Manat Hiras Panjaitan berperan
sebagai seorang tokoh yang berbagi
pengalaman dengan khalayak mengenai
dampak buruk dari kebiasaan merokok.
Panjaitan di sini bukanlah tokoh terkemuka
5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Iklan berperan penting sebagai ujung
tombak komunikasi pemasaran yang memiliki
89
peran yang sangat penting dan strategis. Iklan
layanan masyarakat memiliki peran penting
dalam mengkomunikasikan pesan yang
berfungsi
untuk
memperbaiki
perilaku
masyarakat. Iklan layanan masyarakat
berperan sebagai pengantar pesan atau
informasi yang ingin disampaikan oleh
pembuat iklan kepada khalayak.
Dalam
mengimbangi
gencarnya
penayangan iklan rokok yang
berisiko
besar meningkatkan jumlah perokok aktif dan
secara tidak langsung memperbesar angka
perokok pasif yang terpapar asap rokok,
pemerintah melalui kementerian kesehatan
melakukan ‘perlawanan’ dengan menciptakan
kampanye kesehatan yang menghimbau
khalayak untuk berhenti merokok. Usaha yang
dilakukan pun menggunakan berbagai macam
pendekatan, mulai dari pendekatan informatif,
persuasif, hingga pendekatan menggunakan
rasa takut.
Berdasarkan hasil analisis dengan
pendekatan semiotika terhadap tanda-tanda
yang terdapat pada ILM KEMENKES versi
“Berhentilah Menikmati Rokok Sebelum
Rokok Menikmatimu”, peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa:
Masalah kesehatan yang menimpa
tokoh Manat Hiras Panjaitan juga bisa terjadi
kepada siapa saja yang masih memiliki
kebiasaan merokok.
Tanda-tanda yang terkandung dalam
iklan layanan masyarakat ini dirancang oleh
pembuat iklan agar dimaknai oleh khalayak
sebagai pengingat yang menyadarkan bahwa
kebiasaan merokok yang masih mereka
lakukan memiliki konsekuensi kesehatan yang
dapat berakibat fatal. Seluruh gabungan dari
Representament, Object, dan Interpretant
dipadukan untuk memperkuat pesan tersebut
dengan menciptakan pola pikir bahwa apa
yang dialami oleh model dalam iklan layanan
masyarakat ini juga dapat terjadi oleh
khalayak yang masih meneruskan kebiasaan
merokok. Dalam iklan layanan masyarakat ini,
diperlihatkan bekas luka hasil dari operasi
pengangkatan kanker di pita suara, yang
menyebabkan adanya lubang di tenggorokan
model dan mengakibatkan suaranya yang
serak. Penggambaran tadi seharusnya dapat
membuat khalayak untuk berhenti merokok,
atau setidaknya untuk mempertimbangkan
manfaat dan kerugian apa yang mereka
dapatkan dari kebiasaan merokok.
Dengan menggunakan pendekatan
rasa takut, khalayak diharapkan dapat
menimbang baik buruk dari kebiasaan
merokok dari segi kesehatan, sehingga
perubahan atau keputusan dapat timbul dari
dalam diri khalayak.
5.2 Saran
 Untuk Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia diharapkan dapat membuat
iklan layanan masyarakat, terutama
mengenai
permasalahan
fenomena
perokok di Indonesia, agar menciptakan
pesan yang memicu perubahan dari
dalam diri khalayak, dan tidak sekedar
membuat
larangan-larangan
dan
himbauan, tanpa membahas realita yang
ada di kehidupan sehari-hari dan agar
tidak
menutupi
fenomena
yang
sebenarnya atas alasan norma budaya
atau kesopanan.yang berlaku.
Karena pada hakikatnya iklan layanan
masyarakat diciptakan karena perlu
adanya perubahan sikap dan perilaku dari
khalayak, dan untuk tujuan itu khalayak
harus ditunjukkan pada realita bahwa
perilaku atau sikap yang mereka lakukan
sekarang dapat merugikan diri mereka
sendiri dan orang lain dalam jangka
panjang. Selain itu, diharapkan agar
berpikiran terbuka dalam menerima ideide yang diajukan oleh agensi periklanan
dan mempertimbangkan tidak hanya sisi
kesopanan, namun juga dampak dan
manfaat dari suatu konsep kreatif yang
diciptakan
sebagai
alat
untuk
membawakan pesan.
 Kepada
pembuat
iklan
layanan
masyarakat, agar memperlakukan klien
pemerintahan seperti memperlakukan
klien komersial lainnya, dalam artian
berikan kepedulian dan waktu yang sama
untuk mengolah pesan agar tidak hanya
mendapat persetujuan dari klien, namun
benar-benar
bermanfaat
dalam
membahas permasalahan sosial yang
ada, dan baiknya dapat dieksekusi
dengann keseriusan yang sama dengan
90

konsep-konsep kreatif yang
dapat
menunjang pembawaan pesan pada
setiap komunikasi.
Kepada mahasiswa lain yang sedang
mengerjakan tugas akhir dengan tema
semiotika, pelajari dengan baik aliran
semiotika
baik
itu
aliran
yang
dipopulerkan
oleh
Ferdinand
du
Saussure, Roland Barthez, atau Charles
Sanders Peirce sebelum memutuskan
akan menggunakan semiotika apa untuk
analisa
kasusnya.
Berhubung
pengetahuan dan pengalaman peneliti
mengambil andil terbesar dalam analisa
semiotika, disarankan agar
peneliti
memahami betul teori yang Ia pilih dan
bagaimana aplikasinya dalam fenomena
yang terjadi sehari-hari atau kasus yang
dipilih sebagai topik pembahasan dalam
tugas akhir.
Dedy
N. Hidayat, Metodologi Penelitian
Kualitatif. (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2003).
Dewan Periklanan Indonesia, Etika Pariwara
Indonesia, Jakarta: Dewan Periklanan
Indonesia, 2005.
Fiske,
John.
2007.
Cultural
and
Communication Studies : Sebuah
pengantar
paling
komprehensif.
Yogyakarta : Jalasutra.
Frank
Jefkins,
Periklanan-Bisnis
E+R
(terjemahan) Edisi ke-3, Jakarta:
Erlangga,
2009.
Hall, Stuart. 1997. Representation. Cultural
Representation
and
Signifying
Practices.
London
:
SAGE
Publications.
DAFTAR PUSTAKA
Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar,
Metode Penelitian Sosial, Jakarta : PT.
Bumi Aksara, 2000.
Adi Kusrianto, Pengantar Desain Komunikasi
Visual, Yogyakarta: ANDI, 2009.
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees.
Filsafat Komunikasi. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media, 2007.
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika
Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi
Penelitian dan Skripsi Komunikasi,
Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011.
Astrid S. Susanto, Komunikasi Sosial di
Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 2000
.
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004.
Basrowi dan Sudikin. Metode Penelitian
Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:
Insan Cendekia. 2002.
John Hartley, Communication, Cultural and
Media Studies: Konsep Kunci, Alih
bahasa
oleh
Kartika
Wijayanti,
Yogyakarta: Jalan Sutra, 2010.
Berger. Peter L. and Thomas Luckmann,
1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan,
terj.
K. Bertens, 2001, Filsafat Barat Kontemporer,
Jakarta : Gramedia.
Hasan Basari dari Social Construction of
Reality: A Treatise in the Sociology of
Knowledge. Jakarta: LP3S.
Kleppner’s, Advertising Procedure – Sixteenth
Edition, New Jersey: Pearson Prentice
Hall, 2005.
Consuelo G, Sevilla, dkk. 2006. Pengantar
Metode Penelitian. UI Press: Cetakan
kesatu.
Liliweri, Alo (1992) “Dasar-Dasar Komunikasi
Periklanan”, PT Citra Aditya Bakti.
91
Michael Quin Patton, Qualitative Research
and Evaluation Methods, 3rd Edition.
(Thousand Oaks, California : Sage
Publications, ilnc, 2002).
William Lawrence Neuman, Social Research
Methods : Qualitative and Quantitative
Approaches, (Pearson Education,
2003).
Mulyana, Deddy, dan Jalaludin Rakhmat.
Komunikasi Antarbudaya. Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1990.
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta
: Grasindo, 2004.
Naresh
K. Malhotra. 2007. Marketing
Research. Emerald Group Publishing
Limited.
Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian
Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah
Mada Press.
Situs :
http://www.alodokter.com/segudang-bahayamerokok-terhadap-tubuh.html ,
diakses
pada 28 Oktober 2015 pkl 19:35
Phillip Kottler & Grey Armstrong, Principles of
Marketing, New Jersey: Prentice Hall,
2001.
http://www.bitebrands.co/2013/11/peranfungsi-iklan-layanan-masyarakat.html diakses
pada Sabtu, 9 Mei 2015 pkl 18.38 WIB
Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Cetakan
ke-1. Jakarta : Rineka Cipta. 2001.
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset
Komunikasi,
Jakarta:
Kencana
Prenada Media Group, 2007.
Rina
http://www.depkes.go.id/article/view/13010100
002/kemkes-struktur-organisasi-2014.html
diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 pkl
19:03
Winarmi, Representasi Kecantikan
Perempuan Dalam Iklan, Jakarta:
Jurnal
Deiksis
Program
Studi
Komunikasi
Visual
Universitas
Indraprasta PGRI
Jakarta, 2009.
http://promkes.depkes.go.id/?p=2632 diakses
pada Sabtu, 9 Mei 2015 pkl 19.02
http://promkes.depkes.go.id/?p=1573 diakses
pada Senin, 18 Mei 2015 pkl 15:01
Rudy Harjanto, Prinsip-Prinsip Periklanan,
Jakarta: PT. Gramedia, 2009.
http://www.republika.co.id/berita/Koran/kesra/
14/06/24/n7ny8720-perokok-ri-terbanyak-didunia diakses pada Senin, 18 Mei 2015 pkl
13:45
Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi.
Bandung, Remaja Rosdakarya.
Sumbo
Tinarbuko, Semiotika Komunikasi
Visual, Jalan Sutra, Yogyakarta, 2008.
Sutisna, 2001, Perilaku Konsumen : Teori dan
Aplikasi, Jakarta : PT. Remaja
Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya
Bahasa. Bandung : Angkasa. 1985.
92
93
Download