Menambah Pengetahuan Tentang Parasitologi Editor : Atika

advertisement
Menambah Pengetahuan Tentang Parasitologi
Editor :
Atika Rahmalia
PRODI D IV ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN
KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2015/2016
1
Menambah Pengetahuan Tentang
Parasitologi
1. Pengertian Parasitologi.
Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang semua
organisme parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini terbatas
mempelajari organisme parasit yang tergolong hewan parasit, meliputi: protozoa,
helminthes, arthropoda dan insekta parasit, baik yang zoonosis ataupun
anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi taksonomi, morfologi, siklus hidup
masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi penyakit yang
ditimbulkannya. Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat
parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya
(hospes). Predator adalah organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan
organisme lain (yang dimangsa). Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya jauh
lebih besar dari yang dimangsa, bersifat membunuh dan memakan sebagian besar
tubuh mangsanya. Sedangkan parasit, selain ukurannya jauh lebih kecil dari
hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, sebab kehidupan hospes
sangat essensial dibutuhkan bagi parasit yang bersangkutan.
2
2. Tujuan Pengajaran Parasitologi.
Menyadari akibat yang dapat ditimbulkan oleh gangguan parasit terhadap
kesejahteraan manusia, maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian
penyakitnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangat diperlukan suatu
pengetahuan
tentang
kehidupan
organisme
parasit
yang
bersangkutan
selengkapnya. Tujuan pengajaran parasitologi, dalam hal ini di antaranya adalah
mengajarkan tentang siklus hidup parasit serta aspek epidemiologi penyakit yang
ditimbulkannya. Dengan mempelajari siklus hidup parasit, kita akan dapat
mengetahui bilamana dan bagaimana kita dapat terinfeksi oleh parasit, serta
bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya. Selanjutnya
ditunjang oleh pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan
cara pencegahan dan pengendaliannya.
 Istilah dalam Parasitologi dan Pembagian Hewan Parasit :
1. Organisme (manusia atau hewan) yang ditempati oleh organisme lain (parasit)
di mana organisme tersebut merugikan hospes (inang) yang ditumpanginya karena
mengambil makanan disebut hospes.
2. Hospes yang dirugikan itu dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu hospes
definitif, hospes perantara, hospes predileksi dan hospes reservoir. Hospes
definitif
yaitu
hospes
yang
membantu
hidup
parasit
dalam
stadium
dewasa/stadium seksual.
3. Berdasar lama waktu hidupnya parasit dibagi menjadi dua yaitu parasit
temporer dan stasioner. Parasit temporer disebut juga parasit nonperiodis
(nonberkala) yang mengunjungi hospesnya pada waktu-waktu berselang atau
parasit tersebut tidak menetap pada tubuh hospesnya.
3
4. Pediculus humanus disebut sebagai ektoparasit karena hidup di kepala atau
hidup pada permukaan luar hospesnya.
 Hubungan antara Parasit dengan Inang.
Derajat preferensi inang adalah produk adaptasi biologis dari parasit yang
menyebabkan parasit tersebut secara alami mempunyai pilihan terhadap inang dan
juga jaringan tubuh inang. Semakin tinggi derajat preferensi suatu parasit terhadap
inang akan menyebabkan adanya spesifitas inang.
 Kekebalan terhadap parasit, Modus dan Sumber Penulurannya.
Di dalam tubuh terdapat suatu mekanisme yaitu mekanisme tanggap kebal
yang akan mengenali dan segera memusnahkan setiap sel yang berbeda/asing dari
sel normal tubuhnya sendiri. Seperti pada kekebalan terhadap bakteri, cendawan,
dan virus, kekebalan dalam parasitologi terdiri dari kekebalan bawaan yang
mungkin disebabkan spesifitas inang, karakteristik fisik inang, sifat biokimia yang
khas dan kebiasaan inang serta kekebalan didapat. Kekebalan didapat dibedakan
menjadi:
– Kekebalan secara pasif, contohnya ialah kekebalan anak yang didapat dari
kolostrum ibunya.
– Kekebalan didapat secara aktif.
Reaksi kekebalan didapat secara aktif timbul setelah adanya rangsangan oleh
antigen. Tergantung dari sifat antigen sehingga terjadi pembelahan limfositlimfosit menjadi sel-T atau sel B. Sel T mempunyai reseptor khusus terhadap
antigen tertentu, sedangkan sel B akan mengeluarkan antibodi yang dikenal
sebagai imunoglobulin yang akan berikatan secara khas pula dengan antigen.
Modus penularan ialah cara atau metode penularan penyakit yang biasanya terjadi.
Pada umumnya, cara penularan penyakit parasit adalah secara kontak langsung,
melalui mulut (food-borne parasitosis), melalui kulit, melalui plasenta, melalui
alat kelamin dan melalui air susu. Sumber penularan bagi penyakit parasit, seperti
halnya bagi penyakit menular lain terjadi dari inang yang satu ke inang yang lain.
4
Penularan dapat juga dari sumber penyakit kepada inang baru. Adapun yang dapat
berlaku sebagai sumber penularan penyakit parasit ialah organisme baik hewan
maupun tumbuhan dan benda mati seperti tanah, air, makanan dan minuman.
 Ekologi Parasit
Ekologi parasit adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara parasit dengan
lingkungan habitatnya, terutama mengenai distribusi parasit dengan sumber
makanannya dan interaksi jenis-jenis parasit dalam satu habitat. Parasit yang
terdapat di dalam tubuh inang, mungkin terdapat di dalam sistem pencernaan,
sistem sirkulasi, sistem respirasi atau alat-alat dalam tubuh seperti hati, ginjal,
otak dan limpa. Biometeorologi adalah ilmu tentang atmosfer dan segala
fenomena-fenomenanya/ilmu tentang cuaca yang berhubungan dengan data
kehidupan. Faktor meteorologi yang berpengaruh pada kelangsungan hidup
parasit adalah:
a. Data biometeorologi.
b. Penguapan air.
c. Kandungan air dalam tanah.
 Pengaruh Faktor Cuaca terhadap Siklus Hidup Parasit.
Pengaruh jumlah hujan dan temperatur terhadap kelangsungan hidup suatu
jenis parasit berbeda, sebagai contoh Nematoda parasit membutuhkan lebih
sedikit curah hujan dibandingkan dengan Trematoda. Trematoda membutuhkan
jumlah air yang lebih banyak dibandingkan dengan Nematoda sebab untuk
menetaskan miracidium diperlukan genangan air. Demikian juga pada telur cacing
nematoda umumnya lebih tahan terhadap temperatur yang lebih tinggi daripada
Trematoda dan Cestoda, tetapi sebagai larva infektif sebaliknya, yaitu larva
Nematoda lebih tahan dingin daripada larva Trematoda dan Cestoda. Diduga
bagian sinar matahari yang berpengaruh besar pada siklus hidup parasit adalah
sinar ultraviolet. Dalam bereaksi terhadap tantangan dari faktor-faktor cuaca
5
tersebut parasit bereaksi secara gabungan dan bukan bereaksi terhadap faktor itu
satu demi satu.
3. Ruang Lingkup Parasitisme.
Dalam mempelajari parasitologi diperlukan pengertian dan pendekatan ekologi
serta memahami ekologi parasit yang merupakan dasar pembahasan berbagai
masalah antara lain masuknya parasit ke dalam hospes, kepadatan parasit, inang
dan sebagainya. Demikian juga untuk memahami penyebarannya perlu dipelajari
mikro distribusi parasit. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan
parasit antara lain air, temperatur, sinar matahari, waktu, flora dan fauna. Semua
makhluk hidup itu bereaksi terhadap banyak faktor-faktor tersebut secara
bersama-sama, tidak terhadap faktor satu demi satu. Selanjutnya dalam mencegah
dan mengobati penyakit secara umum dengan tindakan praktis, khususnya dalam
pencegahan serta pemberantasannya.
 Penggolongan Zoonosis dan Aspek yang Mempengaruhinya.
Zoonosis adalah penyakit atau penularan-penularan yang secara alamiah terjadi
antara hewan dan manusia. Penggolongan zoonosis dapat didasarkan pada:
(1) tingkat derajat revervoirnya dalam sistem zoologi,
(2) siklus penularan dan prospek pengendaliannya,
(3) taksonomi parasit penyebabnya.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap kasus zoonosis parasiter pada manusia adalah:
1. aspek sosial budaya atau ekonomi; di antaranya adalah jenis pekerjaan. Sebagai
pemburu juga pekerja hutan, mereka lebih terbuka kemungkinannya untuk
memperoleh zoonosis parasiter dari hewan buruan dan hewan liar di hutan sebagai
reservoirnya. Berbeda dengan pekerja pengalengan susu, daging atau ikan yang
6
secara langsung lebih terbuka terhadap penularan zoonosis parasiter dari jenis
toksoplasmosis, hidatidosis dan larva migran.
2. Aspek ekologi; bertambahnya populasi atau dengan adanya transmigrasi, yang
akan mengubah keadaan lingkungan. Perubahan ekologi, seperti adanya 2
ekosistem yang semula terpisah, kemudian bersatu dan dapat menjadi fokus baru
bagi berbagai penyakit zoonosis; di antaranya schistosomiasis, trypanosomiasis,
paragonimiasis dan sebagainya.
3. Aspek iklim dan cuaca; sebagai contoh: negara Indonesia dengan iklim tropis,
panas, tetapi curah hujan cukup sehingga kelembabannya cukup pula. Hal tersebut
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis parasit selagi
berada di luar tubuh hospesnya. Contoh: sporulasi ookista Toxoplasma gondii,
pembentukan telur infektif berbagai cacing parasit usus, demikian pula bagi
kelangsungan hidup berbagai vektor dan hospes perantara yang sangat
dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Faktor-faktor yang mendukung siklus hidup
zoonosis parasiter di daerah endemis, di antaranya: faktor bangsa, ethnis, agama,
populasi geografis.
 Protozoa Parasit Usus.
Struktur tubuh protozoa tersusun dari unit-unit (komponen) fungsional yang
disebut sebagai organel-organel bukan organ-organ sebab Protozoa adalah hewan
bersel satu atau terdiri dari satu sel saja. Seluruh fungsi kehidupannya dilakukan
oleh satu sel tersebut. Sedangkan “organ” terdiri dari banyak sel dan “organelorganel” adalah bagian sel yang mengalami diferensiasi yang disesuaikan dengan
fungsinya. Pengelompokan Protozoa parasit dalam parasitologi dilakukan
berdasarkan patologi anatomi hospesnya dengan urutan yang disesuaikan dengan
taksonominya.
Alasan
pengelompokan
tersebut,
dimaksudkan
untuk
mempermudah dalam mempelajarinya.
 Protozoa Parasit Rongga Tubuh.
Protozoa atrial adalah protozoa yang berhabitat pada rongga tubuh seperti
mulut, hidung, vagina, urethera. Dalam kelompok protozoa atrial yaitu
7
Entomoeba gingivalis (Kelas Sarcodina) dan Trichomonas tenax dan T. vaginalis
(Kelas Flagellata), hanya T. vaginalis yang patogen. E. gingivalis hanya diketahui
bentuk trophozoit saja yang sangat mirip dengan E. histolytica. Spesies ini tinggal
di dalam gingiva manusia bersifat apatogen sama halnya dengan T. tenax. T.
vaginalis habitat pada vagina dan glandula prostata. Pada wanita menyebabkan
vaginistis yaitu dapat mengeluarkan banyak sekret keputihan yang menyebabkan
keputihan. Infeksi pada laki-laki dirasakan setelah adanya infeksi sekunder oleh
bakteri dan mungkin menyebabkan uretritis dan prostata.
 Protozoa Parasit pada Darah Manusia serta Vertebrata lainnya.
Protozoa yang hidup parasit di dalam darah dan jaringan manusia mencakup
berbagai jenis yaitu Trypanosoma spp, Leishmania spp, Plasmodium spp, dan
Toxoplasma gondii. Parasit Trypanosoma cukup luas penyebarannya, sebagian
tidak patogen, di dalam darah hewan mamalia, reptilia, amfibia, burung, ikan ada
ada 3 spesies patogen pada manusia yaitu Trypanosoma gambiense, T.
rhodesiense dan T. cruzi. Bentuk-bentuk perkembangan familia Trypanosomidae
ini adalah Trypomastigot, Epimastigot, Promastigot, dan Amastigot. Bentukbentuk perkembangan ini ada yang lengkap dan ada pula yang tidak lengkap.
Daur hidup Trypanosoma pada mamalia terjadi berganti-ganti di dalam inang
vertebrata dan invertebrata. Penularan Trypanosoma dan dapat secara langsung
dan dapat secara tidak langsung yaitu mengalami pertumbuhan siklik (mekanik) di
dalam serangga pengisap darah sebelum menjadi infektif. Vektor bagi
Trypanosoma gambiense dan T. rhodesiense adalah lalat tse-tse, sedangkan
Trypanosoma cruzi adalah serangga reduvidae. Klasifikasi Trypanosoma
didasarkan atas morfologi, cara penularan dan sifat patogen. Parasit Plasmodium
penyebab malaria yang tersebar sangat luas dan banyak menimbulkan kematian
pada manusia ada 4 spesies yaitu P. vivax, P. malariae, P. falciparum dan P. ovale,
sedangkan spesies lainnya dapat menginfeksi burung, monyet, rodentia dan
sebagainya. Pembasmiannya sangat tergantung pada penggunaan insektisida,
pengobatan dan faktor-faktor sosio ekonomi yang cukup komplex. Untuk
kelangsungan hidup
parasit tersebut mempunyai
8
fase schizogoni, fase
gametogami, dan fase sporogoni. Patologinya menyebabkan pecahnya eritrosit,
reaksi humoral kelemahan limpa, hati, ginjal dan gangguan peredaran darah.
Gejala klinis ialah serangan demam yang intermitten dan pembesaran limpa.
Pencegahan mencakup pengurangan sumber infeksi, pengendalian nyamuk
malaria. Pengobatan meliputi penghancuran parasit praeritrositik, obat represif,
obat penyembuh dan obat radikal untuk bentuk eksoeritrositik, gametositik dan
gametastatik.
 Protozoa Parasit Pada Jaringan.
Protozoa parasit jaringan merupakan protozoa parasit yang hidup berparasit di
dalam jaringan hospesnya. Protozoa parasit ini merupakan penyebab penyakit
bagi manusia dan hewan khususnya dan berperan penting dalam dunia kesehatan
pada umumnya. Protozoa yang bersifat parasit pada jaringan hospes ini meliputi 2
kelas yaitu kelas Flagellata dan Sporozoa. Pada kelas Flagellata berupa genus
Leishmania sedangkan pada kelas Sporozoa berupa genus Toxoplasma. Dari
genus Leishmania ini hanya terdapat 3 spesies penting terutama bagi kesehatan
manusia yaitu dapat menyebabkan penyakit leishmaniasis. Adapun ketiga spesies
tersebut
adalah
Leishmania
donovani
penyebab
leishmaniasis
visceral;
Leishmania tropica penyebab leishmaniasis kulit dan Leishmania brazilliennis
penyebab leishmaniasis muko kutis. Meskipun ketiga genus Leishmania ini
merupakan protozoa parasit pada jaringan, tetapi di dalam daur (siklus) hidupnya
masih tetap membutuhkan hospes perantara untuk kelangsungan hidupnya.
Adapun sebagai hospes perantaranya adalah lalat Phlebotomus dan darah
manusia. Di antara genus Toxoplasma hanya satu spesies saja yang mampu
menginfeksi berbagai macam hospes yaitu spesies Toxoplasma gondii. T. gondii
ini merupakan penyebab penyakit toxoplasmosis pada manusia. Di dalam daur
hidupnya mempunyai tiga bentuk perkembangan yaitu bentuk zoite, kista dan
ookista. Sebagai berikut infektifnya adalah sporozoit, kestozoit dan endozoit.
Sedangkan cara infeksinya adalah bukan dengan melalui vektor, tetapi dengan
berbagai cara yaitu per-os, transplantasi, transfusi ataupun dengan kista,
trophozoit atau ookista selama melakukan penelitian di laboratorium. Peristiwa ini
dapat mengakibatkan toxoplasmosis kongenital dan toxoplasmosis dapatan
9
(perolehan). Penularan dari manusia ke manusia terjadi dengan melalui plasenta
penyebab toxoplasmosis kongenital.
 Trematoda Usus.
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi
dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang
menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma).
Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di
bagian posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya
memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea ,
keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia
atau hewan Vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda
dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru,
dan darah. Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H.
heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma, Hypoderaeum dan Gastrodiscus.
Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain seperti mamalia
(anjing, kucing) dan burung dapat menjadi hospes reservoar. Siklus hidup selalu
memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hospes perantara II (keong :
Echinostoma, tumbuhan air F.buski; ikan H.heterophyes dan M.yokogawai).
Patologi penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus disebabkan oleh
perlekatan cacing pada mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar ukuran
cacing maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung
jumlah parasit dalam usus, pada infeksi ringan gejala tidak nyata, sedangkan pada
infeksi berat gejala yang timbul adalah sakit perut, diare, dan akibat terjadinya
malabsorpsi bisa timbul edema. Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur
dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir sama maka perlu menemukan
cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk trematoda usus
hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.
10
 Cestoda Usus.
Cestoda merupakan cacing berbentuk seperti pita memanjang. tubuh terdiri
dari kepala (skolek), dan proglottid (segmen tubuh) yang terdiri dari: proglottid
immature, mature, dan gravid. Proglottid gravid dapat digunakan untuk
identifikasi spesies berdasarkan bentuknya dan bentuk uterus di dalamnya.
Terdapat 2 golongan besar Cestoda, yaitu: 1. Pseudophyllidean yang mempunyai
skolek berbentuk seperti sendok dengan dilengkapi 2 buah alat isap yang
berbentuk
celah
memanjang
yang
disebut
bothria,
contoh
spesies:
Diphyllobothrium latum. 2. Cyclophyllidean yang mempunyai skolek dengan alat
isap berbentuk seperti mangkuk yang disebut asetabulum, jumlahnya 4 buah.
Diphyllobothrium latum merupakan pseudophyilidean. Cestoda yang hidup di
usus manusia sebagai hospes definitifnya. Hospes reservoarnya adalah
hewan/mamalia pemakan ikan. Memerlukan 2 buah hospes perantara dalam daur
hidupnya yaitu: (1) Cyclops atau Diaptomus di mana larva cacing disebut
proserkoid, dan (2) Ikan air tawar dengan larva cacing di dalamnya disebut
pleroserkoid. Fam.Taeniidae yang termasuk Cyclophyllidean Cestoda mempunyai
3 spesies penting bagi kesehatan manusia maupun hewan, yaitu T.saginata,
T.solium, dan E.granulossus. Bentuk telur antara ketiga cacing tersebut sukar
dibedakan satu sama lain. Ketiganya mempunyai skolek yang dilengkapi dengan
batil isap berbentuk mangkuk yang disebut asetabulum. Pada skolek T.solium dan
E.granulossus dilengkapi dengan rostellum dan kait-kait . Sedangkan skolek
T.saginata tidak ada rostrumnya. T.saginata dan T.solium merupakan cacing pita
yang panjang sampai bermeter-meter ukurannya, sedangkan E.granulossus
merupakan cacing pita yang terpendek, hanya mempunyai 3 buah proglottid saja.
Manusia dapat terinfeksi T.saginata bila makan daging sapi yang mengandung
kista yang disebut sistiserkus bovis, dan menderita taeniasis saginata (terdapat
cacing dewasa dalam ususnya). Infeksi T.solium pada manusia dapat terjadi
melalui 2 cara yaitu:
1. Bila menelan telurnya akan terjadi larva dalam jaringan tubuh manusia, disebut
menderita sistiserkosis.
11
2. Bila makan daging babi yang mengandung larva sistiserkus selulose, manusia
akan menderita taeniasis solium.
Diagnosis taeniasis saginata/solium dengan menemukan telur/proglottid gravid
pada tinja penderita. Sedangkan sistiserkosis dapat diketahui dengan pemeriksaan
serologis, CT-scan atau dengan pembedahan (tergantung letak kista dalam
jaringan tubuh manusia). Infeksi E.granulossus pada manusia dapat terjadi bila
menelan telurnya, manusia akan menderita hidatidosis (terjadinya kista hidatida
dalam jaringan tubuh manusia). Tempat yang sering terjadi kista adalah hati
(66%). Diagnosis dengan pemeriksaan serologis, sinar rontgen, dan pembedahan
bila letaknya memungkinkan. Cacing pita yang kecil H.nana hospes definitifnya
manusia, dan penularan dapat terjadi secara langsung bila manusia menelan telur
cacing tersebut. H.nana var.fraterna dan H.diminuta yang hospes definitifnya tikus
memerlukan hospes perantara, yaitu pinjal tikus, dan kumbang tepung. Hospes
perantara bila menelan telur cacing tersebut akan menetas menjadi larva
sistiserkoid. Bila manusia menelan hospes perantara yang mengandung
sistiserkoid akan menderita hymenolepsis.Cacing pita D.caninum merupakan
cacing pita anjing /carnivora lainnya. Habitat dalam hospes adalah dalam usus
halus. Manusia terinfeksi secara kebetulan/aksidental terutama terjadi pada anakanak yang menelan pinjal anjing/kucing yang mengandung larva sistiserkoid.
Akibat infeksi ini pada anak-anak tidak begitu nyata bila infeksinya ringan namun
bila infeksi berat dapat terjadi gangguan pencernaan, diare, dan reaksi alergi.
Pencegahan dengan meningkatkan kebersihan perorangan serta lingkungan
dengan mengobati anjing dari pinjal yang menempel pada tubuhnya. Pengobatan
dipylidiasis seperti pada infeksi cacing pita lainnya, yaitu dengan: niklosamid,
praziquantel, atau kuinakrin.
 Nematoda Usus.
Cacing tambang terdiri dari beberapa spesies, yang menginfeksi manusia
adalah N.americanus dan A.duodenale, yang menginfeksi hewan (anjing/kucing)
baik liar maupun domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan
12
dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan
creeping eruption, A.caninum dan A.braziliense yang tidak dapat menjadi dewasa
dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia.
Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada
tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. Akibat utama yang
ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik
hipokromik, karena cacing tambang menyebabkan perdarahan di usus akibat luka
yang ditimbulkan juga cacing tambang mengisap darah hospes. Penyakit cacing
tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi
lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides
stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia,
namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya
sulit dibedakan dengan telur cacing tambang. Manusia dapat terinfeksi melalui 3
cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan
penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk
strongyloidiasis adalah thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah
peradangan pada usus, disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian
kanan atas. Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum
penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi
manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang
bersama-sama dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering menginfeksi
manusia karena telur cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah
dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut
termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths. A.lumbricoides, T.trichiura
dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang mengandung
larva. Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paru-paru,
sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak. Gejala klinis penyakit cacing ini
bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadangkadang mual. Infeksi askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang gizi dan
sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi
anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal di sekitar
13
anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan
telunya di daerah perianal. Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan
menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat
ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis tidak dikeluarkan
bersama tinja penderita. Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik
daerah tropis maupun sub tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada
orang dewasa karena kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga
kebersihan sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan
meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang baik,
mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
dan mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat cacing,
seperti piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan
hasil yang cukup memuaskan.
 Trematoda dan Cstoda yang Hidup Parasit pada Darah/Jaringan Tubuh
Manusia dan Hewan.
Spesies trematoda hati yang dapat menginfeksi manusia adalah C. sinensis dan
O. viverini, sedangkan O. felineus, F. hepatica dan F. gigantica lebih banyak
menginfeksi hewan. Stadium infektil cacing hati adalah metaserkaria. Telur dari
C. sinensis dan Opistorchis pada waktu dikeluarkan sudah mengandung
mirasidium, ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan telur Fasciola yang besar
dan tidak berembrio pada waktu dikeluarkan bersama tinja. Habitat cacing-cacing
tersebut terutama adalah di saluran empedu, kecuali F. gigantica yang habitatnya
di hati. Hospes perantara I cacing-cacing tersebut adalah keong, namun hospes
perantara II C. sinensis dan Opistorchis adalah ikan air tawar dan hospes perantara
II Fasciola adalah tumbuh-tumbuhan air. Patologis dan gejala klinis terutama
karena peradangan yang disebabkan oleh hasil metabolisme cacing yang bersifat
toksin. Gejala utama dalah demam, sakit daerah perut, pembesaran hati yang
lunak, diare dan anemia. Diagnosis dengan menemukan telur dalam tinja
penderita. Pencegahan dengan memasak ikan dan tumbuhan air yang akan
dimakan. Pengobatan dengan bithionol. Paragonimus westermani merupakan
14
trematoda yang menginfeksi paru-paru manusia dan hewan (mamalia). Stadium
infektifnya adalah metasekaria yang mengkista dalam tubuh ketam atau udang
(HP perantar II). Keong merupakan hospes perantara I nya. Patologi dan gejala
klinis disebabkan oleh cacing dewasa dalam alveoli paru-paru dan mengeluarkan
telur yang menyebabkan gejala batuk dengan bercak seperti serbuk besi dan
sputum yang mengandung telur. Diagnosis dengan menemukan telur dalam
sputum atau tinja penderita. Pencegahan dengan memasak dengan baik ketam atau
udang yang akan dimakan. Trematoda darah pada manusia adalah Schistosoma
japonicum, S. haematobium dan S. mansoni. Infeksi terjadi dengan cara serkaria
menembus kulit hospes. hanya mempunyai 1 hospes perantara yaitu keong
Oncomelania (S. japonicum); Biomphalaria (S. mansoni) dan Bulinus (S.
mansoni). Berbagai hewan dapat terinfeksi oleh cacing ini dan menjadi hospes
reservoarnya. Habitat S. japonicum dan S. mansoni adalah pada vena meseterika
dan cabang-cabangnya, telur yang dikeluarkan oleh cacing dewasa dapat
ditemukan dalam tinja penderita (untuk diagnosis). Sedangkan habitat S.
haematobium adalah pada vena kandung kencing, sehingga untuk diagnosis
dengan menemukan telur dalam urin penderita. Pencegahan dengan perbaikan
irigasi, pemberantasan keong dan pengobatan dengan kalium ammoniumnitrat,
nitridazole dan astiban.
 Nematoda Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan.
Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan
penyakit kaki gajah atau elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies
cacing ini yang dikenal juga sebagai cacing filaria limfatik, sebab habitat cacing
dewasa adalah di dalam sistem limfe (saluran dan kelenjar limfe) manusia yang
menjadi hospes definitifnya, maupun dalam sistem limfe hewan yang menjadi
hospes reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies cacing filaria yang ada di
Indonesia adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing
filaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektomya. Filariasis
bancrofti mempunyai 2 tipe, yaitu: 1.Tipe urban, atau terdapat di daerah
perkotaan, vektornya nyamuk Culex quenquefasciatus/C. fatigans. 2.Tipe rural,
15
vektornya nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes tergantung pada daerahnya.
Periodisitasnya adalah periodik nokturna, di mana mikrofilaria banyak ditemukan
dalam darah tepi penderita pada waktu malam hari. Filariasis malayi lebih banyak
terjadi di daerah rural, vektornya adalah nyamuk Mansonia yang tempat
perindukannya di rawa-rawa dekat hutan dan beberapa jenis dari nyamuk
Anopheles dapat pula menjadi vektor penyakit ini. Perbedaan nyamuk yang
menjadi vektornya tergantung pada daerah geografis. Periodisitas filariasis malayi
adalah subperiodik nokturna, artinya mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah
tepi penderita pada waktu siang dan malam hari, meskipun jumlahnya lebih
banyak pada malam hari. Bila mikrofilaria dalam darah tepi penderita masuk ke
dalam tubuh nyamuk vektor pada waktu nyamuk rnengisap darah, maka akan
berubah menjadi larva stadium I-III (L1-L2-L3). L3 bila nyamuk mengisap darah
manusia akan terbawa masuk ke dalam tubuh dan menuju saluran limfe serta
menjadi dewasa dalam kelenjar limfe. Gejala utama filariasis adalah: limfangitis,
limfadenitis, limfedema, yang bisa terjadi berulang-ulang sampai akhimya bila
sudah kronis (bertahun-tahun) akan terjadi elefantiasis. Pada infeksi W. bancrofti
biasa menyerang ekstremitas bagian atas, alat genital, yang bisa menimbulkan
hidrokel dan juga buah dada, namun juga bisa menyerang kaki. Filariasis malayi
lebih banyak menyerang bagian kaki. Diagnosis dengan menemukan mikrofilaria
dalam darah tepi penderita, tergantung periodisitasnya maka biasanya
pemeriksaan dilakukan pada malam hari untuk menemukan mikrofilarianya. Lalu
sediaan darah dicat dengan Giemsa, sehingga dapat dilihat perbedaan bentuk mfnya untuk menentukan spesiesnya. Pengobatan filariasis sampai saat ini yang
efektif adalah pemberian DEC (dietil karbamasin). Pencegahan terutama menjaga
diri agar tidak digigit nyamuk, dengan memakai kelambu waktu tidur atau
menggunakan repelen. Membasmi tempat perindukan nyamuk vektor, namun
untuk yang habitatnya di rawa-rawa akan sulit dilakukan. Nematoda jaringan
adalah beberapa spesies cacing Nematoda yang hospes yang definitifnya hewan,
di mana cacing dewasa hidup dalam usus halus hewan tersebut. Bentuk larvanya
yang menginfeksi jaringan tubuh manusia dan menimbulkan masalah penyakit.
Tiga jenis cacing tersebut adalah: Trichinella spiralis yang hospes definitifnya
16
adalah babi dan hewan lain (tikus, beruang, anjing liar dll), juga manusia. Habitat
cacing dewasa dalam usus halus hospes. Manusia terinfeksi karena makan daging
babi yang mengandung sista yang berisi larva di dalamnya. Daging tersebut bila
dimakan tanpa dimasak dengan baik, maka larva akan menetas dalam usus dan
menjadi dewasa. Cacing betina yang bersifat vivipar, menghasilkan larva yang
akan menembus mukosa usus terbawa aliran darah sampai ke jaringan otot dan
menyebabkan trikhinosis.
Sumber
:
https://massofa.wordpress.com/2008/09/24/menambah-pengetahuan-
tentang-parasitologi/
BIODATA EDITOR
Nama
: Atika Rahmalia
Tempat,Tanggal Lahir: Semarang,09 November 1996
Alamat
: Ds. Sumbersari Rt 02/X Wonolopo,Mijen,Semarang
Pendidikkan
:
 SD
: SD Wonolopo 04,Mijen
Lulus tahun : 2008
 SMP : SMP Pondok Modern Selamat,Kendal
Lulus tahun : 2012
 SMK : SMK Farmasi “Teladan”,Mranggen
Lulus tahun : 2015
 Perguruan Tinggi : Universitas Muhammaddiyah Semarang,Semarang
Jurusan : D IV Analis Kesehatan
Hobi
: Berenang,Membaca.
Semarang, 3 Maret 2015
Atika Rahmalia
17
Download