PENDAHULUAN Latar Belakang Hadirnya energi listrik ke dalam kehidupan manusia merupakan salah satu hal penting yang mendukung pesatnya perkembangan kemajuan kehidupan di dunia sekarang ini. Hampir setiap aktivitas yang dilakukan setiap hari membutuhkan energi listrik. Penggunaan energi listrik merupakan unsur penting yang menunjang berbagai kegiatan dalam kehidupan masyarakat, baik itu untuk industri, rumahtangga, pendidikan, transportasi, penerangan, dan komunikasi. Energi listrik merupakan energi yang sangat fleksibel, karena energi listrik dengan mudah diubah menjadi energi lain, misalnya energi listrik dapat diubah menjadi energi panas, dingin, gerak, dan cahaya. Tanpa energi listrik, sebuah kota akan gelap gulita dan kehilangan keindahannya pada malam hari, seorang ibu akan kerepotan mencuci dan mengolah makanan serta menyimpannya, anak kesulitan tidur karena AC atau kipas angin tidak berfungsi. Efek yang ditimbulkan oleh energi listrik menjadikan ketergantungan pada masyarakat (Handoko 2010). Energi listrik sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan merupakan parameter penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi di Indonesia mendorong peningkatan konsumsi listrik dari waktu ke waktu. Konsumsi listrik saat ini didominasi di wilayah Jawa-Bali yakni sekitar 80 persen dari konsumsi listrik nasional. Peningkatan konsumsi listrik nasional di tengah melambungnya harga minyak dunia sangat berpengaruh pada biaya produksi listrik sehingga sulit sekali diimbangi oleh peningkatan kapasitas produksi listrik. Hal ini menyebabkan terjadinya krisis pasokan listrik, yang dalam jangka panjang akan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pola penggunaan listrik masyarakat Indonesia masih tidak efisien, sementara tarif listrik yang dikenakan masih sangat murah. Permintaan (demand) tinggi tetapi kebutuhan (suplai) lemah jadi demand dan suplai tidak seimbang oleh karenanya dimana-mana ada keluhan listrik (Mochtar 2009). Permasalahan kelangkaan listrik semakin nyata dengan adanya kebijakan pergiliran yang tidak resmi yang dilaksanakan oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurut Kuncoro (2008) krisis kelistrikan terjadi akibat beberapa hal, pertama, menyangkut terbatasnya kapasitas pembangkit dan menyangkut keterbatasan kemampuan membeli energi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dalam tujuh 2 kuartal terakhir tumbuh di atas 6 persen ternyata tidak dibarengi ketersediaan daya listrik sebagai infrastruktur pendukung. Kedua, sejak terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), banyak industri yang mengalihkan konsumsi listrik ke PLN. Pengalihan itu dikarenakan biaya pengoperasian pembangkit listrik secara swadaya dengan solar menjadi mahal. Berbagai upaya dilakukan oleh PLN untuk mengatasi masalah kekurangan pasokan listrik dan penghematan listrik. Sejumlah strategi yang dilakukan PLN, pertama mengelola pasokan (supply side management) diimplementasikan dalam bentuk program percepatan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara sebesar 10.000 MW. Kedua, mengelola permintaan dengan mengajak masyarakat untuk menghemat listrik. Demi memastikan gerakan penghematan listrik berjalan sesuai sasaran, PLN membagikan 51 juta lampu hemat energi (LHE) berkekuatan 8 Watt kepada 34 juta pelanggan rumahtangga. Pembagian secara gratis itu bertujuan mendorong masyarakat mengganti lampu pijar dengan LHE. Lampu hemat energi dari sisi konsumsi daya, jauh lebih hemat ketimbang lampu pijar. Dengan memakai lampu LHE berkekuatan 8 Watt, pengguna bisa mendapatkan pencahayaan yang terangnya setara dengan lampu pijar berkekuatan 40 Watt (Noy 2008). Program LHE juga mendatangkan klaim CDM (Clean Development Mechanism) dimana program ini menghasilkan CO2 reduction, setiap 1 kWh yang dihemat dihindari 0,9 kilo CO2, setiap ton CO2 yang direduksi mendapat klaim 15 Euro (Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 2008a). Himbauan kepada seluruh pelanggan PLN agar ikut berpartisipasi dalam Gerakan Hemat Listrik, yang terkenal dengan “1722” yaitu menggunakan listrik cukup antara pukul 17.00 sampai 22.00 (waktu malam untuk pelanggan rumahtangga), melakukan inovasi-inovasi seperti meluncurkan produk teknologi listrik prabayar dalam bentuk voucher yang diharapkan membantu masyarakat mengendalikan konsumsi listrik (Praptono 2006). Pada sektor industri pemerintah dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara disebutkan, setiap perusahaan industri diwajibkan mengalihkan satu atau dua hari kerja dalam sebulan, bukan dua hari kerja setiap pekan, ke hari Sabtu atau Minggu (Kuncoro 2008). Kalangan industri diharapkan bisa melakukan libur 3 secara bergiliran, tidak semuanya pada Sabtu atau Minggu karena idle capacity listrik pada hari tersebut cukup besar sekitar 3.000 MW. Hemat energi merupakan bagian dari efisiensi, dengan hemat energi listrik berarti membantu mengefisiensikan subsidi listrik yang diberikan pemerintah. Menggunakan listrik secara sia-sia, maka sama halnya telah menyianyiakan subsidi listrik yang diberikan oleh pemerintah. Pemberian subsidi oleh pemerintah menjadi lebih efektif jika masyarakat dapat menghemat pemakaian listrik. Sebaliknya, menyianyiakan pemakaian listrik, tentunya subsidi tersebut akan terbuang percuma. Bagi masyarakat, hemat energi akan menghemat pengeluaran dan dapat mengalihkannya untuk keperluan yang lebih penting. Penghematan energi listrik yang terus meningkat, maka pada gilirannya kebutuhan terhadap pembangunan pembangkit-pembangkit baru dapat ditekan. Jika 10 juta pelanggan listrik dapat menghemat 50 W setiap hari selama 5 jam beban puncak, maka 10 juta x 50 W X 5 jam = 2500 juta Watt jam atau 2500 MWh dapat dihemat setiap hari (Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 2006). Untuk menghindari biaya rekening listrik yang tinggi, maka diperlukan perilaku penggunaan listrik yang efisien. Perilaku hemat energi listrik dimulai dengan menyambung daya listrik dari PLN sesuai dengan kebutuhan, memilih peralatan listrik yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan, membentuk perilaku anggota keluarga yang hemat listrik, seperti menggunakan listrik sesuai dengan keperluan, menggunakan energi listrik secara bergantian, menggunakan listrik untuk menambah pendapatan keluarga, memilih produk rumahtangga yang hemat energi listrik (Rasidi 2005) Program hemat energi harus di tingkatkan karena saat ini sebagian besar pembangkit yang digunakan untuk memproduksi listrik di Indonesia digerakan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan batubara. Hanya beberapa pembangkit listrik saja yang menggunakan sumber energi terbarukan seperti air. Pemerintah memperkirakan penggunaan batubara untuk listrik pada 2015 meningkat tajam menjadi 90 juta ton. Konsumsi ini berarti nyaris tiga kali lipat dari penggunaan batubara untuk listrik pada tahun 2006 yang sebanyak 31,1 juta ton. Konsumsi batubara untuk listrik terus meningkat menjadi 200 juta ton tahun 2025. Indonesia memiliki cadangan batubara terbesar se Asia yaitu sebanyak 5,3 miliar ton. Andai saja tingkat produksi batubara nasional mencapai 200 juta ton 4 per tahun, batubara sebanyak 5,3 miliar ton akan habis dalam kurun 26,5 tahun (Bhaskoro 2008). Perlu diketahui bahwa pertambangan batubara menimbulkan sejumlah tantangan lingkungan yang diantaranya meliputi erosi tanah, debu, kebisingan, pencemaran air, serta gangguan terhadap keanekaragaman hayati yang ada disekitar area penambangan. Pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global) (Bhaskoro 2008). Pemerintah melalui SK Menteri ESDM No 2 th 2004: tentang kewajiban hemat energi dengan menggunakan teknologi efisien dan ramah lingkungan, INPRES No 10 tahun 2005 tentang penghematan energi pada sektor pemerintahan, INPRES No 2 tahun 2008: tentang penghematan energi di semua sektor. Pencanangan gerakan hemat listrik nasional pun dilakukan oleh pemerintah pada tanggal 27 April 2008, pemerintah berharap masyarakat memiliki kesadaran dan membudayakan perilaku hemat dalam mengkonsumsis listrik. Menggunakan maskot hemat listrik yang berbentuk lampu pijar bernama kak bili (bijak listrik) pemerintah berharap kepedulian akan penghematan listrik juga di tanamkan pada anak-anak sehingga akan tercipta Genematik (Generasi Hemat Listrik) (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2008b). Rumusan Masalah Kehadiran listrik mengubah pola dan gaya hidup masyarakat. Penggunaan listrik terus berkembang pesat, tidak sebatas untuk mengaliri lampu pijar penerang ruangan seperti pada awal penggunaan tetapi penggunaannya listrik di rumahtangga sekarang adalah untuk menyalakan barang-barang elektronik yang beragam, semakin modern dan semuanya memerlukan listrik. Barang-barang elektronik terus diciptakan dan manusia terus mengkonsumsinya (Arif et al 2009). Pengguna listrik di Indonesia hanya sekitar 125 juta dari 225 juta penduduk Indonesia, tetapi fenomena pemadaman bergilir yang secara umum karena kurangnya pasokan energi primer untuk pembangkitan energi listrik sampai sekarang masih menjadi persoalan yang tiada habisnya. Sehingga kelangkaan listrik menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. PLN menyatakan ada kemungkinan pemadaman listrik untuk malam 5 hari, PLN meminta agar pelanggan listrik Jawa dan Bali untuk mengurangi pemakaian listrik pada pukul 17.00-22.00 WIB (waktu beban puncak) (Yanuwirawan et al 2006). Kelangkaan listrik di Indonesia juga terjadi karena gaya hidup konsumtif masyarakat. Pembelian barang elektronik yang lebih mengedepankan nilai prestige dari pada fungsi merupakan indikator yang juga cukup penting, disamping penggunaannya yang tidak sesuai. Semakin banyak barang elektronik yang dipakai dalam waktu yang tidak lama, tidak ada bedanya dengan menggunakan sedikit barang elektronik dengan durasi yang lama, karena samasama menggunakan daya listrik yang besar (Manurung 2008). Pelanggan listrik rumahtangga dan bisnis besar sejumlah 22.007 pelanggan atau 43,4 persen dari 46.460 pelanggan di wilayah distribusi Jawa Barat dan Banten masih melakukan pemborosan. Sejak awal tahun 2009, konsumsi untuk listrik di wilayah tersebut mencapai 101.479.334 kWh. Jika di konversikan jumlah tersebut sama dengan penambahan daya di bawah 4.400 VA bagi 115.000 pelanggan. Hal ini bertolak belakang dengan 5 juta warga Jawa Barat dan Banten yang belum menikmati listrik (Sapta 2009). Pelanggan PLN Area Pelayanan Jaringan (APJ) Bogor sekitar 800.000 lebih, dengan rincian sekitar 500.000 pelanggan di Kabupaten Bogor dan 300.000 pelanggan PLN di Kota Bogor. PLN APJ Bogor memiliki delapan Unit Pelayanan Jaringan (UPJ), empat UPJ berada di Kabupaten Bogor dan empat UPJ berada di Kota Bogor. UPJ Bogor Kota memiliki 160.869 pelanggan, terdiri dari 2.891 rumahtangga pelanggan dan kelompok 7.836 sosial, pelanggan 150.142 kelompok pelanggan bisnis. Pada kelompok kelompok rumahtangga terbagi atas tipe R1 dengan daya 450 VA sebanyak 65.072 pelanggan, 900 VA sebanyak 60.594 pelanggan, 1300 VA sebanyak 15.477 pelanggan, 2200 VA sebanyak 6.740 pelanggan. Tipe R2 dengan daya 2201 VA sampai dengan 6600 VA sebanyak 2.094 pelanggan dan tipe R3 dengan daya >6601 VA sebanyak 164 pelanggan (PT. PLN). Perilaku masyarakat dalam melakukan hemat energi listrik ditentukan oleh karakteristik dari masyarakat itu sendiri. Perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang ada pada masyarakat. Kesadaran seseorang dalam proses berpikir akan membentuk pola berpikir yang positif, serta dapat bertanggung jawab akan keadaan lingkungannya yang dapat dilakukan dengan tindakan merawat, melindungi, menjaga, dan melestarikan 6 alam. Kesadaran dan tanggung jawab masyarakat yang beragam dikarenakan karakteristik seseorang dan akses informasi yang didapat berbeda-beda. Perilaku juga di tentukan oleh norma personal seseorang dalam kehidupannya yang terbentuk karena kepribadian dan lingkungan sosial yang ada di sekitarnya. Terciptanya kesadaran, tanggungjawab, dan norma personal dalam masyarakat dapat membentuk keinginan dari masyarakat untuk melakukan suatu tindakan yang positif yaitu untuk menghemat energi listrik. Tindakan yang positif tersebut akan membentuk perilaku hemat listrik mengurangi yang diharapkan dapat keluhan dari masyarakat tentang pemadaman, pembayaran tarif listrik yang mahal, menggunakan listrik dengan rasa aman, dan membantu mencegah kerusakan alam dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu : 1. Bagaimana perbedaan karakteristik pelanggan listrik rumahtangga pada kelompok daya yang berbeda? 2. Bagaimana hubungan antara variabel kesadaran, tanggungjawab, norma personal, maksud perilaku (intend to), dan perilaku hemat listrik pelanggan listrik rumahtangga? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi norm activation model pada pelanggan listrik rumahtangga? 4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku hemat listrik, pengeluaran rekening listrik, dan penggunaan peralatan listrik pada pelanggan listrik rumahtangga? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku hemat energi listrik pada pelanggan rumahtangga di PLN wilayah UPJ Bogor Kota di kota Bogor. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis perbedaan karakteristik pelanggan listrik rumahtangga pada kelompok daya yang berbeda. 2. Menganalisis hubungan antara variabel kesadaran, tanggungjawab, norma personal, maksud perilaku (intend to), dan perilaku hemat listrik pelanggan listrik rumahtangga. 7 3. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi norm activation model pada pelanggan listrik rumahtangga. 4. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku hemat listrik, pengeluaran rekening listrik dan penggunaan peralatan listrik pada pelanggan listrik rumahtangga. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pelanggan rumahtangga dalam penggunaan listrik yang hemat karena penghematan listrik tidak ditujukan untuk mengurangi kenyamanan, melainkan untuk merubah perilaku buruk (boros) menjadi lebih bijaksana dalam menggunakan peralatan listrik secara keseluruhan dan sebagai upaya untuk menghambat pemanasan global (global warming). Penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi pemerintah dalam hal ini PT. PLN, agar kebijakan tentang sosialisasi hemat listrik kepada masyarakat yang telah di lakukan oleh PLN tidak sia-sia sehingga dapat menentukan kebijakan yang lebih baik dalam gerakan hemat listrik agar dapat meningkatkan kesadaran, tanggung jawab, norma personal dan maksud perilaku masyarakat dalam berperilaku hemat listrik. Penelitian ini juga di harapkan bermanfaat bagi bidang ilmu konsumen khususnya tentang ilmu perilaku konsumen melalui pembentukan kesadaran, tanggung jawab, norma personal dan maksud perilaku pelanggan PLN akan hemat listrik di tinjau dari teori norm activation model, sehingga dapat mewujudkan perilaku pelanggan yang dapat menghemat listrik sebaik dan seefisien mungkin sehingga bumi akan semakin hijau.