1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugrah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak adalah anugrah yang diberikan oleh Tuhan, yang harus dijaga, dirawat,
dan diberi bekal sebaik-baiknya bagaimanapun kondisi anak tersebut ketika
dilahirkan. Orang tua akan merasa senang dan bahagia apabila anak yang dilahirkan
memiliki kondisi fisik dan psikis yang sempurna. Sebaliknya, orang tua akan merasa
sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak sempurna atau
mengalami hambatan perkembangan. Salah satu hambatan perkembangan yang
dialami oleh seorang anak adalah retardasi mental (Maramis, 2009).
Menurut World Health Organization (WHO), retardasi mental merupakan
kemampuan mental yang tidak mencukupi dan suatu kondisi yang ditandai oleh
intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar
dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap
normal.
Anak yang menderita retardasi mental tersebut disebabkan oleh akibat infeksi
atau intoksikasi, akibat dari dalam kandungan, gangguan metabolisme, pertumbuhan
atau gizi kurang, akibat penyakit otak yang nyata, pengaruh pranatal yang tidak jelas
dan akibat prematuritas (Maramis, 2009).
Pada data pokok Sekolah Luar Biasa di seluruh Indonesia tahun 2009, dilihat
dari kelompok usia sekolah, jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang
1
2
keterbelakangan mental adalah 62.011 orang. Dengan perbandingan 60% diderita
anak laki-laki dan 40% diderita anak perempuan. Dari jumlah tersebut anak yang
terkena retardasi mental sangat berat disebut idiot sebanyak 2,5%, anak retardasi
mental berat sebanyak 2,8%, retardasi cukup berat disebut imbisil debil profound
sebanyak 2,6%, anak retardasi mental ringan atau lemah pikiran disebut pander debil
moyen sebanyak 3,5% dan sisanya disebut anak dungu (Siti Salmiah, 2010).
Gangguan genetik yang menjadi penyebab keterbelakangan atau retardasi
mental. Gangguan segmen kecil dari kode DNA yang hilang, juga malformasi, yaitu
kelainan bentuk atau struktur dari organ tubuh. Retardasi mental juga dapat
disebabkan oleh kesalahan jumlah kromosom (Sindrom Dwon), defek pada
kromosom (Sindrom X yang rapuh) dan translokasi kromosom. Kelainan genetik dan
metabolik yang diturunkan, seperti galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, fenilketonuria,
sindroma Hurler, juga dapat menjadi penyebab retardasi mental (Wilson, 2009).
Faktor prenatal dengan retardasi mental adalah infeksi dan penyalahgunaan obat
selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi rubella, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental,
seperti sifilis dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan
dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta, sebagian dapat menyebabkan cacat fisik
dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama
kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata
sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran seperti, kekurangan oksigen
atau cedera kepala, infeksi otak (encephalitis dan meningitis), terkena racun, seperti
3
cat yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental (Eaton
F, 2008).
Prematuritas sebagai faktor perinatal dalam retardasi mental mempengaruhi
fungsi intelektual umum bertaraf subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan
individu dan berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun daya
penyesuaian dan proses pendewasaan individu. Retardasi mental bukan merupakan
suatu penyakit, melainkan suatu kondisi yang memiliki penyebab berbeda-beda
(Crome L, 2008).
Penyebab retardasi mental dapat dikategorikan dalam tiga kategori yaitu yang
bersifat organobiologik, psikoedukatif dan sosio kultural. Penyebab organobiologik,
misalnya berat badan kurang dari 2500, usia kelahiran, posisi bayi dalam kandungan,
penyakit campak waktu bayi. Penyebab psikoedukatif berkaitan dengan kurangnya
stimulasi dini, lingkungan yang tidak memacu perkembangan otak, terutama pada
tiga tahun pertama. Penyebab sosio budaya berfokus pada perbedaan variabel sosio
ekonomi budaya, prevalensi penderita retardasi mental lebih besar pada keluarga
dengan tingkat sosio ekonomi rendah (Siti Salmiah, 2010).
Faktor predisposisi terjadinya retardasi mental dengan pasca natal, yaitu : faktor
cedera yang terjadi di dalam rahim, saat bayi tersebut masih berbentuk janin. Selain
itu dapat pula terjadi cedera saat kelahiran (persalinan). Adanya variasi somatik yang
disebabkan perubahan fungsi kelenjar internal dari sang ibu selama terjadinya
kehamilan (Maslim R, 2009).
4
Dalam faktor ekonomi seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu
yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang
tua dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi
mental. Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku
atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang
menstimulasi
secara
intelektual
akibatnya
mereka
gagal
mengembangkan
keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar
keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Bebanbeban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat
menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak,
mengobrol panjang lebar dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif.
Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari
generasi ke generasi (Nevid, 2010).
Retardasi mental dapat dimaklumi karena masih banyak hal yang belum
diketahui oleh sebagian besar masyarakat. Seperti penyebab terjadinya retardasi
mental akibat kerusakan jaringan otak yang hanya diketahui oleh dokter. Orang tua
yang memiliki anak retardasi mental membutuhkan perawatan khusus, butuh
pengetahuan, kesabaran dan bimbingan yang spesifik. Anak dengan retardasi mental
biasanya oleh masyarakat sering disamakan dengan idiot, pada hal belum tentu semua
anak retardasi mental adalah idiot. Idiot hanyalah istilah bagi anak retardasi mental
yang sudah dalam taraf sangat berat. Anak retardasi mental memiliki kemampuan
intelektual yang rendah yang membuat anak mengalami keterbatasan dalam bidang
5
keterampilan, komunikasi, perawatan diri, kegiatan sehari-hari, kesehatan dan
keselamatan, akademis dan occupational (Cahyaningrum, 2010).
Karakteristik retardasi mental melibatkan karakteristik fisik perilaku dan
intelektual. Tingkat keparahan berat retardasi mental dapat bervariasi dari orang
keorang. Istilah retardasi mental digunakan untuk merujuk kepada seseorang untuk
menunjukkan keterbatasan dalam fungsi mental, kognitif dan sosial. Kondisi ini
berarti bahwa anak-anak yang mengalami tidak mampu memenuhi tuntutan
komunikasi dalam sehari-hari, perawatan diri, belajar dan sebagainya, seperti anakanak lain tampa kondisi ini. Mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar
bagaimana cara berbicara, berjalan dan memenuhi kebutuhan mereka (Maramis,
2009).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Desa Paya Dapur
Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan menunjukkan bahwa terdapat 9
orang anak yang mengalami retardasi mental dan memilki karakteristik yang
beraneka ragam setiap anak. Anak yang mengalami retardasi mental berusia antara 512 tahun. Berdasarkan
latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang karakteristik retardasi mental pada anak 5-12 tahun di Desa Paya
Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Karakteristik retardasi mental pada
6
anak usia 5-12 tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh
Selatan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Karakteristik Retardasi Mental pada Anak Usia 5-12 tahun di Desa Paya
Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui keadaan wajah retardasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan
Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui keadaan rongga mulut retardasi mental di Desa Paya Dapur
Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
3. Untuk mengetahui keadaan jari-jari retardasi mental di Desa Paya Dapur
Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
4. Untuk mengetahui keadaan sikap dan tingkah laku retardasi mental di Desa Paya
Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
5. Untuk mengetahui keadaan mata retardasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan
Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
1.4. Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
peneliti tentang bagaimana karakteristik anak dengan retardasi mental.
7
1.4.1. Bagi Desa Payadapur Kluet Timur
Bagi masyarakat Paya Dapur
Kecamatan Kluet Timur dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang retardasi mental pada anak usia 5-12 tahun di
Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan.
1.4.2. Bagi Akademi Kebidanan Audi Husada
Bagi Akademi Kebidanan Audi Husada Medan untuk mengetahui dan lebih
memahami tentang karakteristik retardasi mental pada anak usia 5-12 tahun dan dapat
juga digunakan sebagai tambahan referensi di perpustakaan Akademi Kebidanan
Audi Husada Medan.
1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber data dasar dan juga
perbandingan bagi penelitian lainnya yang berkaitan dengan karakteristik retardasi
mental pada anak usia 5-12 tahun.
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Retardasi Mental
2.1.1. Pengertian Retardasi Mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya keterampilan (kecakapan,
skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensi, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Nevid, 2010).
Retardai mental merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual
yang berfungsi secara bermakna di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah)
yang bermula sebelum usia 18 tahun disertai defisit atau hendaya fungsi adaptif
(fungsi adaptif ialah kemampuan individu tersebut secara efektif menghadapi
kebutuhan untuk berdikari yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya)
(Lumbantobing, 2008).
2.1.2. Klasifikasi Retardasi Mental
Adapun klasifikasi retardasi mental berupa :
1. Idiot
Idiot adalah adalah mereka adalah defek mental yang sedemikian beratnya
sehingga tidak mampu menjaga dirinya terhadap bahaya fisik yang biasa dijumpai
sehari-sehari.
8
9
2. Imbesil
Imbesil adalah mereka dengan mental, yang walaupun tidak separah idiot, namun
tidak mampu mengurus dirinya sendiri dan jika mereka masih anak ia tidak dapat
belajar mengurus urusannya sendiri.
3. Pikiran lemah (feeble minded)
Pikiran lemah (feeble minded) adalah mereka yang defek mentalnya tidak seber
imbesil, namun membutuhkan perawatan, supervise dan kelola untuk melindungi
dirinya dan orang lain dan jika mereka masih anak, mereka tidak akan memperoleh
manfaat semestinya bila belajar di sekolah biasa.
4. Defek moral
Defek moral adalah mereka dengan defek mental yang disertai kecendrungan
bertindak kriminal dan kejahatan dan membutuhkan perawatan, supervise dan
kelola untuk melindungi orang lain.
Klasifikasi retardasi mental menurut DSM IV tahun 2008 yaitu :
1. Retardasi mental ringan (IQ 50-55 sampai sekitar 70)
Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi mental
yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar
85%) dari kelompok retardasi mental. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) mereka
dapat mengembangkan kecakapan social dan komunikatif, memiliki sedikit
hendaya dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dari anak
yang tanpa retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja
mereka dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat
10
enam (kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai
kecakapan sosial dan vokasional cukup sekedar untuk berdikari, namun mungkin
membutuhkan supervise, bimbingan dan pertolongan, terutama bila mengalami
tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan yang wajar, orang yang
penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses di dalam
masyarakat, baik secara berdikari atau dengan pengawasan. Bila digunakan tes IQ
yang baik maka rentang IQ 50-69 merupakan petunjuk adanya retardasi mental
ringan. Kedalam kategori ini termasuk apa yang disebut: moron, pikiran lemah
(minded), mental subnormal ringan dan oligofrenia ringan.
2. Retardasi mental sedang (IQ 35-4- sampai 50-55)
Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang biasa disebut
dapat dilatih (trainable). Kelompok ini membentuk sekitar 10% dari kelompok
retardasi mental. Kelompok individu dari tingkat retardasi ini memperoleh
kecakapan komunikasi selama massa anak dini. Mereka memperoleh manfaat dari
latihan vokasional, dan dengan pengawasan yang sedang dapat mengurus atau
merawat diri sendiri. Mereka dapat memperoleh manfaat dari latihan kecakapan
sosial dan okupasional namun mungkin tidak dapat melampaui pendidikan
akademik lebih dari tingkat 2 (kelas 2 SD). Mereka dapat bepergian dilingkungan
yang sudah dikenal. IQ mereka biasanya berkisar dari 35 sampai 49. Kedalam
kategori ini termasuk apa yang lazim disebut: imbesil, mental subnormal sedang
dan oligofrenia sedang.
11
3. Retardasi mental berat (IQ 20-25 sampai 35-40)
Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4 % dari kelompok retardasi mental.
Selama masa anak mereka sedikit saja atau tidak mampu berkomunikasi bahasa.
Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan dapat dilatih dalm
kecakapan mengurus diri yang sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat
melakukan kerrja yang sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat
menyesuaikan diri pada kehidupan di masyarakat, bersama keluarganya, jika tidak
didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan khusus. IQ
biasanya berada dalam rentang 20-34. Kedalam kelompok ini termasuk mental
subnormal berat, oligofrenia berat.
4. Retardasi mental sangat berat (IQ di bawah 20-25)
Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2 % dari kelompok
retardasi mental. Pada sebagian individu dengan diagnosis dapat diidentifikasi
kelainan neurologik, yang mengakibatkan retardasi mentalnya. Sewaktu masa
anak, mereka menunjukkan gangguan yang berat dalam bidang sensorimotor.
Perkembangan motorik dan mengurus diri, kemampuan komunikasi dapat di
tingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat. Beberapa di antaranya dapat
melakukan tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan dilindungi. IQ
kelompok ini ditaksir kurang dari 20, yaitu berarti individu penyandangnya sangat
terbatas dalam kemampuan memahami atau menurut permintaan atau suruhan.
Sebagian besar penyandangnya tidak mampu bergerak atau mobilitasnya sangat
terbatas (Lumbantobing 2008).
12
2.1.3. Inteligensi Retardasi Mental
Inteligensi merupakan kemampuan untuk memproses informasi secara efisien
dan memrogram perilaku yang akan memberikan hasil penyesuaian yang
menguntungkan. Kompetensi kognitif (inteligensi) dapat didefinisikan sebagai
kemampuan memproses banyak informasi secara efisien, dan memrogram perilaku
yang akan menghasilkan konsekuensi yang menguntungkan bukan saja untuk saat ini
namun juga di kemudian hari. Dalam arti sempit kemampuan kognitif dapat disebut
sebagai kemampuan untuk menyelesaikan problem baru berdasarkan prinsip yang
diketahui. Kemampuan kognitif berkembang sebagai hasil dari kerjasama dinamik
antara program genetik dari pada perkembangan otak dan keadaan lingkungan yang
dapat mempengaruhinya (Lumbantobing, 2010).
Kemampuan kognitif meningkat selama maturasi sebab stimulus dan
pengalaman yang diberikan oleh lingkungan menempa otak yang sedang
berkembang. Gangguan lingkungan seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan
efek yang langsung dan buruk bagi perkembangan otak. Anak dengan IQ dibawah 50
umumnya mempunyai kelainan patologik di otak yang cukup berat. Namun, anak
yang cerdas dengan IQ yang tinggi atau anak dengan IQ yang normal bukan berarti
menjamin bahwa ia tanpa kelainan struktural atau disfungsi otak yang berat.
Penelitian pada kembar identik (satu telur) menunjukkan bahwa faktor genetik
memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat inteligensi, namun penelitian
terhadap anak yang diadopsi dan survei epidemiologi terhadap banyak populasi
menunjukkan peranan penting dari pada stasus sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan
13
orang tua terhadap kompetensi intelektual anak. Secara popular dapat dikatakan
bahwa inteligensi ialah kemampuan untuk belajar, mengemukakan alasan,
memecahkan problem, menangani konsep, menyesuaikan diri terhadap situasi baru
dan lingkungan (Lumbantobing 2008).
2.2.
Penyebab Retardasi Mental
Adapun penyebab retardasi mental yaitu :
1. Asfiksia lahir dan trauma lahir
Di Negara sedang berkembang asfiksia lahir dan trauma lahir menduduki tempat
utama sebagai penyebab kerusakan otak dan retardasi mental. Kehamilan yang
tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak adekuat, misalnya yang
dilakukan oleh dukun beranak, dan fasilitas persalinan yang tidak memadai
banyak mengakibatkan jejas otak dan retardasi mental. Insiden asfiksia lahir di
rumah sakit berkisar antara 1,3% dan 6,6% dari jumlah kelahiran. Dari beberapa
survei di Negara maju didapatkan angka kejadian asfiksia lahir antara 0,4% dan
5% dari kelahiran hidup. Meningkatkan kemampuan membimbing persalinan
serta pengelolaan semasa hamil dapat mengurangi kemungkinan asfiksia lahir
serta trauma lahir dan retardasi mental.
2. Infeksi
Penyakit infeksi yang sering ditemukan pada bayi dan anak, seperti morbili
(tampak) dan pertusis (batuk rejan) dapat mengakibatkan ensepalopati yang
kemudian mengakibatkan retardasi mental. Kedua jenis penyakit ini dapat
14
dicegah. Meningitis tuberculosis dan meningitis purulenta sering dijumpai pada
kelompok masyarakat yang kurang mampu. Sekitar 30-50% dari mereka yang
hidup setelah infeksi ini menderita defisit neurologik dan retardasi mental.
3. Malnutrisi berat
Malnutrisi berat pada masa dini bayi memainkan peranan yang negatif terhadap
perkembangan sistem saraf. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa
malnutrisi semasa bayi atau anak usia muda mengganggu atau merusak
pertumbuhan dan fungsi susunan saraf. Malnutrisi protein merupakan masalah
gizi yang perlu dipecahkan pada kelompok ekonomi lemah.
4. Defesiensi yodium
Pada
daerah
endemik
defesiensi
yang
yodium
dapat
mempengaruhi
perkembangan mentel anak, kadang juga mengakibatkan retardasi mental yang
berat. Bila di samping itu terdapat pula malnutrisi protein, hal ini akan
memperbesar akibat malnutrisi yodium.
5. Defesiensi besi
Dari penelitian didapatkan bahwa anemia defisiensi besi, walaupun ringan, dapat
mengakibatkan terlambatnya perkembangan psikososial.
6. Ikterus neonatorum
Ikterus yang berat pada bayi baru lahir dapat mengakibatkan kerusakan otak dan
retardasi mental.
15
7. Jejas lahir
Dari penelitian terdahulu di dapatkan bahwa jejas lahir yang dapat diidentifikasi
merupakan penyebab dari sekitar 10% penderita retardasi mental.
8. Akibat infeksi atau intoksikasi. Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi
mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum,
obat atau zat toksin lainnya.
9. Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga
trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat
mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak
begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
10. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi. Semua retardasi mental
yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan
metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk
dalam kelompok ini.
11. Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4
tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan
retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum
umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan bergizi, intelegensi
yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
12. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini termasuk
retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena
rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi
16
yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini
dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif
(Lumbantobing 2008).
Penyebab retardasi mental mungkin faktor keturunan (retardasi mental
genetik) mungkin juga tidak diketahui (retardasi mental simplex), kedua-duanya
dinamakan retardasi mental primer. Retardasi mental sekunder disebabkan faktorfaktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak mungkin
pada waktu pranatal, perinatal, atau postnatal.
1. Faktor keturunan
Faktor ini terjadi pada peristiwa idiopathy, psikhosa, neurosa, idiocy dan psikhosa
siflitik (oleh penyakit sifilis). Pada peristiwa idiopathy, psikhosa (gangguan
kejiwaan), neurosa (gangguan saraf) dan idiocy pada umumnya dapat
mengakibatkan retardasi mental, karena apabila orang tua si bayi menderita
penyakit tersebut, maka akan memberi pengaruh buruk pada janin (fetus intra
uterin). Sedangkan pada peristiwa psikhosa sifilitik disebabkan karena terjadi
infeksi siphilitis yang mengakibatkan degenerasi yang progresif pada sel-sel otak.
2. Faktor sebelum lahir
Faktor ini antara lain :
a. Perawatan yang kurang baik sebelum lahir, ibu yang mengandung menderita
sakit atau mengalami kecelakaan (jatuh) dan ibu yang sudah menopause atau
berumur 40-an.
17
b. Kekurangan nutrisi, infeksi atau luka-luka serta keracunan sewaktu bayi
berada dalam kandungan.
c. Terjadi intoxication (intoksikasi atau keracunan) oleh janin, dikarenakan ibu
sedang mengandung muda, meminum obat-obat penenang yang beracun
antara lain obat malidomide dan obat kontraseptif anti-hamil yang sangat kuat
mengandung racun bagi janin (teratogenik).
d. Ketidaksesuaian dalam susunan darah Rh-nya antara ibu dan janinnya.
Namun, pencacaran, perawatan yang baik sebelum kelahiran dan transfusi
darah begitu bayi lahir dapat mencegah kecacatan.
3. Faktor ketika lahir
Banyak risikonya saat ibu melahirkan anaknya. Risiko tersebut dapat mengenai
ibu maupun bayinya sendiri. Terutama sekali pada kelahiran anak pertama yang
berlangsung lama dan sulit sekali (Primi Para) karena kepala sang bayi sering
terganggu oleh tekanan-tekanan yang mampat dari dinding rahim ibu. Tekanantekanan tersebut dapat menyebabkan pendarahan pada bagian dalam kepala si
bayi. Tekanan tersebut dapat disebabkan oleh :
a. Kelahiran dengan bantuan tang (Tangverlossing) yang sulit.
b. Bayi yang lahir dengan cara tersebut sebagian mengalami retardasi mental
c. Aspiksia yaitu lahir tanpa napas, bayi seolah-olah tercekik.
d. Disebabkan adanya lendir dalam alat pernapasan bayi atau ada cairan di dalam
paru-parunya dapat pula disebabkan oleh karena sang ibu mendapat Anastesi
(zat pembius terlalu banyak).
18
e. Prematur, bayi yang dilahirkan sebelum waktunya sering pertumbuhan
jasmani dan jiwanya mengalami retardasi (perlambatan).
f. Primogeniture yaitu kelahiran pertama yang memungkinkan bayi menderita
defek mental. Salah satu penyebab defek mental adalah sang ibu mendapat
sinar radium atau sinar-X terlalu banyak, sehingga bayi yang dikandung
menderita hiper-radiasi dan kelak bisa mengalami Amentia.
4. Faktor sesudah bayi lahir
Bayi yang lahir ada yang mengalami bermacam-macam gangguan, sehingga
mereka di kemudian hari menjadi anak atau orang yang cacat mental. Gangguangangguan dan kecelakaan-kecelakaan tersebut terutama sekali sering terjadi pada
tahun-tahun pertama.
Adapun sebab-sebabnya antara lain :
a. Pengalaman-pengalaman traumatik (luka-luka) yaitu luka pada kepala atau di
kepala bagian dalam, karena anak pernah jatuh, terpukul, terbentur benda
keras atau juga pernah pingsan lama.
b. Keracunan timah, karena anak mengunyah atau mengisap benda-benda bercat
yang catnya mengandung timah.
c. Kejang atau step, disebabkan karena anak menderita sakit dan panas badannya
tinggi sekali. Atau menderita epilepsi (penyakit ayan) terutama sekali bila
kejang ayan seringkali menyerang bayi atau anak.
19
d. Infeksi pada otak (Encephalitis) atau pada selaput otak (Meningitis) oleh
penyakit-penyakit cerebral meningitis, (mazelen, campak), dyptheri, radang
telinga yang mengandung nanah.
e. Faktor psikologis, yaitu kurangnya pemberian rangsangan atau dorongan
mental pada anak, pembedaan dalam pengasuhan, kurang mendapat perhatian,
perlakuan yang kejam dari orang sekitar.
2.2.1. Ciri-ciri Retardasi Mental
Adapun ciri-ciri retardasi mental adalah :
1. Wajah dan segala sesuatu yang terdapat padanya biasanya anak penyandang cacat
mental mempunyai bentuk muka yang bundar. Kalau dilihat dari samping,
mukanya cenderung mempunyai tampang yang pipih. Hal ini seperti dikenal
dengan Brachycephaly (kepala pendek dan lebar).
2. Mengenai mata, dari hampir semua anak maupun orang dewasa yang cacat mental
cenderung sipit atau miring ke atas. Selain itu, sering juga ada lipatan kecil dari
kulit (Epicanthic Fold) yang timbul tegak lurus antara bagian sudut dalam dari
mata dan jembatan hidung.
3. Rongga mulutnya sedikit lebih kecil dan lidahnya lebih besar dari yang biasa.
Inilah yang mendorong anak untuk mempunyai kebiasaan mengeluarkan lidahnya
pada waktu-waktu tertentu.
4. Anggota tubuh, tangan penderita cacat mental ini cenderung lebar dengan jari-jari
yang pendek. Sedangkan kaki cenderung pendek dan tebal serta mempunyai sela
yang lebar antara jempol kaki dan jari-jari di sebelahnya.
20
5. Koordinasi anggota tubuh, adakalanya koordinasi antara tangan dan kaki juga
kurang baik. Hal ini bisa terlihat pada anak yang ragu-ragu melangkah dan
menggerakkan tangannya.
6. Gaya duduk, biasanya kedua lututnya mengarah lebar ke depan, sedangkan bagian
lutut ke bawah sampai telapak kaki terlipat mengarah ke belakang masing-masing
di sebelah kanan dan kiri pinggang.
7. Sikap dan tingkah laku, ada yang terlalu apatis (diam) dan adapula yang terlalu
hiperaktif.
8. Perkembangan anak cacat mental selain yang berat cacat mentalnya, masingmasing akan dapat berkembang dan belajar sepanjang hidupnya. Dari seorang
bayi yang baru dilahirkan dan seluruhnya tergantung dari keluarganya, mereka
akan berkembang jasmani, daya pikir dan perasaannya. Perkembangan anak cacat
mental tidak hanya lebih lambat atau bahkan jauh tertinggal dari mereka yang
tanpa cacat, tetapi yang dicapai juga tidak lengkap. Dan dalam masa dewasanya,
mereka yang cacat mental akan lebih memerlukan bantuan dari rata-rata orang
dewasa pada umumnya.
2.2.2. Gejala yang Sering Terjadi pada Retardasi Mental
1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan dan selalu cepat lupa apa
yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
21
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental
berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan,
tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan
tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu dan mendongakan
kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi
mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendri seperti: berpakaian, makan
dan mengurus kebersihan diri sendiri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus
untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat
bermain bersama dengan anak regular, tetapi anak yang retardasi mental berta
tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak
retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retardasi mental
berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual,
miasalnya: memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang
membahayakan diri sendiri, membentur-benturkan kepala, mengigit diri sendiri
dan lain-lain (Brown, 2009).
2.2.3. Pencegahan Retardasi Mental
Dengan memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang potensial
dapat mengakibatkan retardasi mental, misalnya melalui imunisasi. Konseling
perkawinan, pemeriksaan kehamilan yang rutin, nutrisi yang baik selama kehamilan,
22
dan bersaling pada tenaga kesehatan yang berwenang maka dapat membantu
menurunkan angka kejadian retardasi mental. Demikian pula dengan mengentaskan
kemiskinan dengan membuka lapangan kerja, memberikan pendidikan yang baik,
memperbaiki senitasi lingkungan, meningkatkan gizi keluarga, akan meningkatkan
ketahanan terhadap penyakit. Dengan adanya program BKB (Bina Keluarga dan
Balita) yang merupakan stimulasi mental dini dan bisa dikembangkan dan juga
deteksi dini, maka dapat mengoptimalkan perkembangan anak.
Adapun pencegahan dan pengobatan retardasi mental terbagi tiga yaitu primer,
sekunder, tersier :
1. Pencegahan primer
Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan gangguan. Tindakan ini termasuk pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran massyarakat umum, usaha terus menerus dari
professional kesehatan, konseling keluarga dan genetik dapat membantu.
2. Pencegahan sekunder
Tujuannya untuk mempersingkat perjalanan penyakit.
3. Pencegahan tersier
Tujuannya untuk menekan kecacatan yang terjadi.
Dalam pelaksaannya adalah :
a. Pendidikan untuk anak mencakup latihan keterampilan adaptif, sosial dan
kejujuran.
b. Terapi pra luka agresif dan melukai diri.
23
c. Kognitif dan psikodinamika.
d. Pendidikan keluarga.
e. Intervensi farmakologis (Maramis, W. F. 2010).
2.2.4. Penanganan Retardasi Mental
1. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
2. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan
anak yang optimal.
3. Berikan perawatan yang konsisten.
4. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil.
5. Berikan intruksi berulang dan sederhana.
6. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak.
7. Dorong anak melakukan perawatan sendiri.
8. Manajemen perilaku anak yang sulit.
9. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok.
10. Ciptakan lingkungan yang aman.
2.3. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian Karakteristik Retardasi Mental
pada Anak Usia 5-12 tahun di Desa Paya Dapur Kluet Timur Tahun 2014 sebagai
berikut :
24
Karakteristik Retardasi Mental pada Anak 5-12 tahun :
1. Wajah
2. Rongga mulut
3. Anggota tubuh
4. Sikap dan tingkah laku
5. Keadaan mata
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskiptif yaitu untuk mengetahui
karakteristik retardasi mental pada anak usia 5-12 tahun di Desa Paya Dapur
Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur
Kabupaten Aceh Selatan. Adapun alasan penelitian dilakukan di Desa Paya Dapur
Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan karena masih banyak di temukan
kejadian retardasi mental di Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh
Selatan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April tahun 2014.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 5-12 tahun yang
mengalami reterdasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten
Aceh Selatan bulan januari samapai April 2014 berjumlah 9 orang anak.
25
26
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah total sampling. Yaitu jumlah seluruh populasi dijadikan
sampel. Yang menjadi sampel dipenelitian ini semua anak usia 5-12 tahun di Desa
Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan (Hidayat 2011).
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis data
a. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data yang ada di Desa Paya Dapur
Kec. Kluet Timur Kab. Aceh Selatan Januari sampai April 2014. Data tersebut berisi
hasil mengenai jumlah anak, untuk mengetahui penyebab terjadinya retardasi mental.
3.5. Defenisi Operasional
1. Wajah adalah suatu keadaan wajah anak yang mengalami retardasi mental.
Kategori wajah adalah :
0. Bundar
1. Tidak bundar
2. Rongga mulut adalah keadaan pada rongga mulut anak penyandang cacat mental.
Kategori rongga mulut adalah:
0. Lebih kecil dan lidah besar
1. Tidak lebih kecil
27
3. Jari-jari adalah keadaan anggota tubuh anak dengan retardasi mental. Kategori
jari-jari tangan adalah:
0. Jari-jari pendek dan tebal
1. Jari-jari normal
4. Sikap dan tingkah laku adalah sikap dan tingkah laku anak retardasi mental
sehari-hari.
Kategori sikap dan tingkah laku adalah:
1. Apatis
2. Hiperaktif
3. Tidak apatis dan hiperaktif
5. Keadaan mata adalah suatu keadaan hampir semua anak maupun orang dewasa
yang cacat mental cenderung sipit atau miring keatas.
Kategorikeadaan mata adalah:
0. Sipit dan miring keatas
1. Tidak sipit dan miring keatas
28
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
1.
Variabel
Wajah
Alat ukur
Daftar Checklist
Skala ukur
Ordinal
2.
Rongga mulut
Daftar Checklist
Ordinal
3.
Jari-jari
Daftar Checklist
Ordinal
4.
Sikap dan tingkah
laku
Daftar Checklist
Ordinal
5.
Keadaan mata
Daftar Checklist
Ordinal
Hasil ukur
0. Bundar
1. Tidak bundar
0. Lebih kecil dan
lidah besar
1. Tidak lebih kecil
dan lidah besar
0. Jari-jari
pendek
dan tebal
1. Jari-jari normal
0. Apatis
1. Hiperaktif
2. Tidak apatis dan
hiperaktif
0. Sipit dan miring
keatas
1. Tidak sipit dan
miring keatas
3.7. Pengolahan Data dan Analisa Data
3.7.1. Pengolahan Data
Setelah data berhasil dikumpulakan, selanjutnya data diolah, adapun cara
pengolahan data adalah sebagai berikut :
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner.
29
2. Coding
Merupakan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan. Miasalnya jenis kelamin : 1= laki-laki, 2= perempuan.
3. Tabulating
Kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau
data base computer, kemudian membuat distribusi sederhana atau dengan
membuat tabel contigensi.
4. Cleaning
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan
kode,
ketidaklengkapan
dan
sebagainya,
kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
3.7.2. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan cara univariat yaitu mencari distribusi
frekuensi karakteristik retardasi mental pada anak usia 5-12 tahun di Desa Paya
Dapur Kecamataan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan tahun 2014.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak dan Luas Wilayah
Di Desa Paya Dapur Kluet Timur merupakan salah satu desa yang berbeda
dengan luas wilayah. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Alai
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Buluh Didi Lawe Sawah
Selabelah Timur
: Berbatasan dengan Desa Tanah Munggu
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Dusun Beringin
Terdiri diri :
1. Jumlah Kepala Keluarga (KK
: 430 orang
2. Laki-laki
: 742 orang
3. Perempuan
: 806 orang
4.2. Karakteristik Retardasi Mental
Untuk mengetahui karakteristik wajah anak retardasi mental di Desa Paya
Dapur Kecamatan Kluet Timur tahun 2014 dapat di jabarkan pada tabel 4.1:
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Wajah Anak dengan Retardasi Mental Usia
5-12 Tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten
Aceh Selatan Tahun 2014
No
1
2
Wajah
Bundar
Tidak bundar
Jumlah
f
7
2
9
30
%
77,8
22,2
100
31
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa wajah responden lebih banyak
dengan wajah bundar sebanyak 7 orang (77,8%) dan lebih sedikit dengan wajah tidak
bundar sebanyak 2 orang (22,2%).
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Rongga Mulut pada Anak Usia 5-12 Tahun di
Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2014
No
1
2
Rongga Mulut
Lebih kecil dan lidah besar
Tidak lebih kecil
Jumlah
f
7
2
9
%
77,8
22,2
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rongga mulut responden lebih
banyak dengan rongga mulut lebih kecil dan lidah besar sebanyak 7 orang (77,8%)
dan lebih sedikit dengan rongga mulut responden
lebih kecil dan lidah kecil
sebanyak 2 orang (22,2%).
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Jari-jari pada Anak Usia 5-12 Tahun di Desa
Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2014
No
1
2
Jari-jari
Jari-jari pendek dan tebal
Jari-jari normal
Jumlah
f
6
3
9
%
66,6
33,4
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jari-jari responden lebih banyak
dengan jari-jari pendek dan tebal sebanyak 6 orang (66,6%) dan lebih sedikit dengan
jari-jari normal sebanyak 3 orang (33,4%).
32
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap dan Tingkah Laku pada Anak Usia 5 – 12
Tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten
Aceh Selatan Tahun 2014
No
1
2
3
Sikap dan Tingkah laku
Apatis
Hiperaktif
Tidak apatis dan hiperaktif
Jumlah
f
4
3
2
9
%
44,5
33,4
22,2
100
Berdasarkan tabel di atas dapat lihat bahwa sikap dan tingkah laku responden
lebih banyak dengan sikap dan tingkah laku apatis sebanyak 4 orang (44,5%) , sikap
dan tingkah laku hiperaktif sebanyak 3 orang (33,4%) dan lebih sedikit dengan sikap
dan tingkah laku tidak apatis dan hiperaktif sebanyak 2 orang (22,2%).
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Keadaan Mata pada Anak Usia 5 – 12 Tahun di
Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2014
No
1
2
Keadaan Mata
Sipit dan miring keatas
Tidak sipit dan miring keatas
Jumlah
f
6
3
9
%
66,6
33,4
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa keadaan mata responden lebih
banyak sipit dan miring keatas sebanyak 6 orang (66,6%) dan lebih sedikit dengan
tidak sipit dan miring keatas sebanyak 3 orang (33,4%).
33
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Distribusi Frekuensi Wajah Anak Usia 5-12 Tahun di Desa Paya Dapur
Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.1 anak umur 5-12 tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan
Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan, dapat dilihat bahwa wajah bundar responden
lebih banyak dengan wajah bundar sebanyak 7 orang (77,8%). Sedangkan dengan
wajah tidak bundar responden lebih sedikit sebanyak 2 orang (22,2%).
Berdasarkan hasil penelitian bahwa karakteristik berwajah bundar, dapat dilihat
pada umur 3 tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh
Selatan. Hal ini juga dapat disebabkan oleh kelainan genetik dan metabolik yang
diturunkan.
Hal ini sesuai dengan menurut Wilson (2009), bahwa karakteristik retardasi
mental adalah gangguan segmen kecil dari kode DNA yang hilang, juga malformasi
yaitu kelainan bentuk atau struktur dari organ tubuh.
Menurut Siti Salmiah (2010), bahwa semakin tinggi berat badan kurang dari
2500, postdeath, posisi bayi dalam kandungan, penyakit campak waktu bayi,
kurangnya stimulasi dini, lingkungan yang tidak memacu perkembangan otak, maka
semakin tinggi angka kejadian retardasi mental pada anak. Namun sebaliknya
responden yang tidak memilikki berwajah bundar, maka rendah angka kejadian
retardasi mental pada anak.
33
34
Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang berwajah bundar karena
semakin tinggi berat badan kurang dari 2500, postdeath, posisi bayi dalam
kandungan, penyakit campak waktu bayi, kurangnya stimulasi dini, lingkungan yang
tidak memacu perkembangan otak, maka semakin tinggi angka kejadian retardasi
mental pada anak. Namun sebaliknya responden yang tidak memilikki berwajah
bundar, maka rendah angka kejadian retardasi mental pada anak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Siti Salmiah (2010).
5.2. Distribusi Frekuensi Rongga Mulut pada Anak Usia 5-12 Tahun di Desa
Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.2 anak umur 5-12 tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan
Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan, dapat dilihat bahwa rongga mulut lebih kecil
dan lidah besar responden lebih banyak dengan rongga mulut lebih kecil dan lidah
besar sebanyak 7 orang (77,8%). Sedangkan dengan rongga mulut tidak lebih kecil
dan lidah besar responden lebih sedikit sebanyak 2 orang (22,2%).
Menurut Eaton F (2008), adapun yang menyebabkan tersebut di Desa Paya
Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan di sebabkan faktor dan
kondisi sebelum lahir berpengaruh terhadap reterdasi mental, hal ini bahwa saat
sebelum lahir terutama selama kehamilan ibu mengalami masalah gangguan
pertumbuhan otak semester 1, zat-zat teratogen (alkohol, radiasi), disfungsi plasenta,
kelainan kongenital pada otak, ibu mal nutrisi.
Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang memilikki rongga mulut lebih
kecil dan lidah besar saat sebelum lahir terutama selama kehamilan ibu mengalami
35
masalah gangguan pertumbuhan otak semester 1, zat-zat teratogen (alkohol, radiasi),
disfungsi plasenta, kelainan kongenital pada otak, ibu mal nutrisi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Eaton F (2008).
5.3. Distribusi Frekuensi Jari-jari pada Anak Retardasi Mental Usia 5-12 Tahun
Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.3 anak umur 5-12 tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan
Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan, dapat dilihat bahwa jari-jari pendek dan tebal
responden lebih banyak dengan jari-jari pendek dan tebal sebanyak 6 orang (66,6%).
Sedangkan dengan jari-jari normal responden lebih sedikit sebanyak 3 orang (33,4%).
Menurut Crome L (2008), adapun yang menyebabkan tersebut di Desa Paya
Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan di sebabkan faktor dan
kondisi ketika lahir berpengaruh terhadap reterdasi mental, hal ini bahwa saat ketika
lahir mengalami masalah misalnya bayi sangat prematur, mengalami asfiksia
neonatorum, terjadi trauma lahir, bayi dengan meningitis, kelainan metabolik dan
mengalami sianosis dapat mempengaruhi terjadinya reterdasi mental pada anak.
Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang jari-jari pendek dan tebal hal ini
bahwa saat ketika lahir mengalami masalah misalnya bayi sangat prematur,
mengalami asfiksia neonatorum, terjadi trauma lahir, bayi dengan meningitis,
kelainan metabolik dan mengalami sianosis dapat mempengaruhi terjadinya reterdasi
mental pada anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Crome L (2008).
36
5.4. Distribusi Frekuensi Sikap dan Tingkah Laku Anak Usia 5-12 Tahun
dengan Reterdasi Mental di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur
Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014
Berdasrkan tabel 4.4. anak umur 5-12 tahun di Desa Paya Dapur Kecamatan
Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan, dapat dilihat bahwa sikap dan tingkah laku
anak apatis dengan retardasi mental sebanyak 4 responden (44,5%), karakteristik
sikap dan tingkah laku hiperaktif dengan retardasi mental sebanyak 3 responden
(33,4%) dan karakteristik sikap dan tingkah laku tidak apatis dan hiperaktif dengan
retardasi mental sebanyak 2 responden (22,2%).
Menurut Maslim R (2009), adapun yang menyebabkan tersebut di Desa Paya
Dapur Kecamtan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan di sebabkan faktor dan
kondisi sesudah lahir berpengaruh terhadap reterdasi mental, hal ini bahwa saat
sesudah lahir dengan mengalami masalah misalnya cedera kepala, infeksi meningitis,
dan gangguan degeneratif.
Menurut asumsi peneliti bahwa responden sikap dan tingkah laku apatis,
hiperaktif di sebabkan faktor dan kondisi sesudah lahir berpengaruh terhadap
reterdasi mental, hal ini bahwa saat sesudah lahir dengan mengalami masalah
misalnya cedera kepala, infeksi meningitis, dan gangguan degeneratif. Hal ini sesuai
dengan pendapat Maslim R (2009).
5.5. Distribusi Frekuensi Keadaan Mata terhadap Reterdasi Mental di Desa
Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh selatan Tahun 2014
Berdasrkan tabel 4.2.5. anak umur 5-12 di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet
Timur Kabupaten Aceh Selatan, dapat dilihat bahwa mata sipit dan miring keatas
37
responden lebih banyak dengan mata sipit dan miring keatas sebanyak 6 responden
(66,6) dan lebih sedikit mata tidak sipit dan miring keatas dengan retardasi mental
sebanyak 3 responden (33,4%).
Menurut Lumbantobing (2008), adapun akibat kerusakan jaringan otak yang
hanya dapat diketahui oleh dokter.
Menurut asumsi peneliti bahwa responden dengan mata sipit dan miring keatas
di sebabkan akibat kerusakan jaringan otak yang hanya dapat diketahui oleh dokter.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lumbantobing (2008).
38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1.
Wajah anak retardasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur
Kabupaten Aceh Selatan lebih banyak dengan wajah bundar sebesar 7 (77,8%).
2.
Rongga mulut anak retardasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur
Kabupaten Aceh Selatan lebih banyak dengan rongga mulut lebih kecil dan lidah
besar sebesar 7 responden (77,8%).
3.
Jari-jari anak retardasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur
Kabupaten Aceh Selatan lebih banyak dengan jari-jari pendek dan tebal sebesar 6
responden (66,6%).
4.
Sikap dan tingkah laku anak retardasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan
Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan lebih banyak apatis sebesar 4 responden
(44,5).
5.
Keadaan mata anak retardasi mental di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur
Kabupaten Aceh Selatan lebih banyak sipit dan miring keatas sebesar
responden (66,6).
38
6
39
6.2. Saran
1.
Hendaknya ibu untuk mengajarkan anak berkomunikasi secara verbal dan
nonverbal agar anak berkomunikasi dengan lingkungan.
2.
Hendaknya orang tua untuk membantu anak dalam makan dan minum, mandi,
gosok gigi, bepakaian dan sesuai segala kebutuhan.
3.
Hendaknya orang tua dan keluarga untuk menjaga dan mengajari anak dalam
kehidupan sehari-hari.
40
DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningrum, 2010, Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. EGC,
Jakarta.
Crome L, Stern J. 2008, Pathology of mental retardation Churchill Livingstone,
London.
Dwi Arifin, S. Kep. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Retardasi Mental,
Jakarta.
Eaton F, Menolasano FJ. 2009, Psychiatric disorders in the mentally retarded; types,
problems, and challenges. American Journal of Psychiatry
Maramis. W.F. 2008, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. EGC, Jakarta.
Maslim R., 2009. Retardasi Mental.dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Jakarta.
Nettleship E. 2008. Cases of congenital word-blindness (inability to learn to read)
Ophthalmic rec, America.
Nevid. 2010, Buku Saku Psikiatri, edisi 6. EGC, Jakarta.
Penrose L. A clinical and genetic stady of 1280. 2009, cases of mental deficiency.
HMSO, London.
Prof. Dr. dr. S.M. Lumbantobing (2010) . buku Anak Dengan Mental Terbelakang.
Jakarta: EGC
Rantakallio P et al. 2008. Prognosis of perinatal brain damage. A prospective study of
a one year birth kohort 12000 children early human development. America.
Rose RJ, harris EL, Christian JC, Nance WE. 2008. Genetik variance in nonverbal
intelligence. Data from the kinships of identical twins Science. America.
Sadock BJ, Sadock VA. Lippincott & William. 2008. Mental Retardation in Kaplan
dan Synopsis of Psychiatry, London.
Science WHO., 2009. technical report series No. 613, (Child mental healt children
and psychososical development. Report of a WHO expert committee).
41
Siti salmiah Stuart. WG, 2011. Buku Saku Keperawatan, Edisi 3. EGC, Jakarta.
Wilson RS. 2009. Synchronies in mental development. An epigenetic perspective.
America.
Wong, L. Donna, 2005, Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.
42
Lampiran 1. Daftar Cheklist
KARAKTERISTIK RETARDASI MENTAL PADA ANAK USIA
5-12 TAHUN DI DESA PAYA DAPUR KECAMATAN
KLUET TIMUR KABUPATEN ACEH SELATAN
1. Data Umum
a. Nama
b. Alamat
c. Nomor Register
d. Tanggal masuk
:
:
:
:
2. Data khusus karakteistik retardasi mental pada anak usia 5-12 tahun di Desa Paya
Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan.
a. Wajah
0. Bundar
1. Tidak bundar
b. Jari-jari
0. lebih kecil dan lidah besar
1. Tidak lebih kecil dan lidah besar
c. Anggota tubuh
0. Jari-jari pendek dan tebal
1. Tidak jari-jari pendek dan tebal
d. Sikap dan tingkah laku
1. Apatis
2. Hiperaktif
3. Tidak apatis dan hiperaktif
e. Keadaan mata
0. Sipit dan miring keatas
1. Tidak sipit dan miring keatas
Download