plagiat merupakan tindakan tidak terpuji

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SPIRITUALITAS PELAYANAN IBU TERESA DARI KALKUTA
SEBAGAI TELADAN BAGI KATEKIS DALAM MEWUJUDKAN
SEMANGAT PELAYANAN BAGI KAUM MISKIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Marantika Br Tarigan
NIM: 071124030
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada kedua orangtuaku, kakak-kakak, adikku
dan kepada semua orang yang mencintai kaum miskin.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Bersukacitalah dalam pengharapan,
sabarlah dalam kesesakan
dan bertekunlah dalam doa.”
(Rm 12:12)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “SPIRITUALITAS PELAYANAN IBU TERESA
SEBAGAI TELADAN BAGI KATEKIS DALAM MEWUJUDKAN
SEMANGAT PELAYANAN BAGI KAUM MISKIN”. Judul ini dipilih
berdasarkan pada fakta yang ada bahwa masih banyak katekis yang kurang
memahami dan menghayati semangat pelayanannya bagi kaum miskin. Katekis
cenderung lebih menutup diri terhadap kaum miskin karena menurut mereka
melakukan pelayanan yang bersifat liturgis jauh lebih penting untuk dilaksanakan
dibandingkan dengan melayani kaum miskin.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana para katekis dapat
dibantu untuk semakin menyadari dan menghayati spiritualitas pelayanan bagi kaum
miskin dengan belajar dari pelayanan yang dilakukan oleh Ibu Teresa. Dengan begitu
katekis diharapkan semakin memahami dan menghayati makna panggilannya dalam
melayani kaum miskin.
Dalam menanggapi persoalan tersebut, penulis merasa perlu adanya proses
pengenalan lebih dekat akan sosok Ibu Teresa beserta karya-karyanya dalam melayani
kaum miskin. Dalam skripsi ini penulis akan memaparkan riwayat hidup Ibu Teresa
dan proses perjalanan karya pelayanannya, mulai dari panggilan pertamanya untuk
menjadi suster biara Loreto sampai saat dia menerima panggilan kedua yang sering
dia sebut sebagai “panggilan dalam panggilan”. Pengenalan lebih dekat terhadap
sosok Ibu Teresa diharapkan memberikan inspirasi bagi katekis untuk meneladan
karya-karya pelayanan Ibu Teresa. Selain itu juga penulis ingin memberikan
penyadaran kepada katekis untuk semakin memahami arti pelayanan bagi kaum
miskin, bahwa melayani kaum miskin itu bukanlah hanya kegitan sosial belaka yang
wajib dilakukan untuk membantu sesama kita yang miskin, tetapi menyadarkan
katekis untuk melihat Kristus yang hadir dalam diri kaum miskin, pelayanan yang
dilakukan bukan semata-mata pelayanan sosial kemanusiaan, tetapi pelayanan kepada
Kristus sendiri yang hadir bersama kaum miskin.
Pada bagian akhir penulis mengusulkan sebuah program katekese umat model
Shared Christian Praxsis yang berjudul “Spiritualitas pelayanan Ibu Teresa sebagai
teladan bagi katekis dalam mewujudkan semangat pelayananan bagi Tuhan melalui
sesama yang miskin” sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh agar para katekis
semakin memahami dan memaknai arti pelayanannya bagi kaum miskin dengan
melihat dan mendalami karya-karya pelayanan Ibu Teresa bagi kaum miskin.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The title of this small thesis is “THE SPIRITUALITY OF MOTHER
TERESA AS AN EXAMPLE FOR CATECHIST THEIR MAKING TO SERVE
THE POOR”. The title was chosen based on the fact that many catechists do not
understand and appreciate the spirit of their service to the poor. Catechist ten to be
more closed to the poor. For them to serve the poor is not an obligation that is needed
to be implemented. Chatechists ten to be more concerned with their own lives and
give prioritize services that are liturgical, thus set aside the service for the poor.
The main issue in small this thesis is how the catechist can be helped to
become more aware and appreciate the service to the poor by learning from the
service that had been performed by Mother Teresa. By doing so, catechist are
expected to increasingly understand and appreciate the meaning of their vocation,
which in turn catechists are also able to appreciate and do the service for the poor.
In response to these issues, the writer felt the need for a closer identification
process with the figure of Mother Teresa and all her works and service for the poor.
This writing firs describes the life history of Mother Teresa and the way she followed
the call. From the first time she entered the convent and became a Loreto’ sister until
she received a second call that is often referred to as a “call within a call” and gave
her whole life there. Introduction closer to the figure of Mother Teresa’s exsample
and her services toward the poor. In addition, the writer also wold like to provide an
awareness for catechists to further understand the meaning of the service to the poor:
that serving the poor is not merely social activities that must be done in order to help
the poor, but rather catechists realization that Chris loves the poor and is present and
struggle in the life of the poor. Therefore, the service to the poor does not just merely
humanitarian social service, but a Christian act and service to Christ himself who is
present in the life of the poor.
Finally , this writing proposes a model of human catehetical program Shared
Christian Praxsis, entitled “Spirituality of mother Teresa as an Exemplary Services
For Chatechist in Delivering Services for God through Their Services to The Poor,” as
one of the measures that can be taken so that the catechists increasingly understand
and develop their appreciation and services to the poor by looking and imitating the
works of Mother Teresa towards to the poor.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah yang maha berbelas kasih
dan kepada Bunda maria yang penuh cinta di mana atas berkat dan penyertaannya
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
“SPIRITUALITAS
PELAYANAN IBU TERESA DARI KALKUTA SEBAGAI TELADAN BAGI
KATEKIS DALAM MEWUJUDKAN SEMANGAT PELAYANAN BAGI
KAUM MISKIN”.
Dalam skripsi ini penulis mengangkat keprihatinan yang selama ini terjadi
di kalangan katekis di mana mereka masih sulit untuk melayani kaum miskin. Penulis
menyadari bahwa banyak orang yang dapat dijadikan teladan dalam melayani kaum
miskin tetapi penulis memilih Ibu Teresa karena Ibu Teresa merupakan sosok yang
teguh dalam panggilan dan begitu mencintai kaum miskin, dan dia selalu menegaskan
bahwa karya-karya yang dia lakukan bukan sekedar kegiatan sosial tetapi dia
melakukan itu semua karena Yesus, dia melihat Yesus dalam diri orang miskin. Oleh
karena itu penulis sebagai calon katekis merasa tergugah oleh sosok Ibu Teresa yang
begitu sederhana dan penuh cinta dalam melayani kaum miskin.
Banyak pelajaran hidup yang penulis dapat dalam menyelesaikan skripsi
ini dan penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini berkat bantuan dan
dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan perhatian, dorongan, motivasi
dan inspirasi bagi penulis. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen utama yang telah meluangkan
banyak waktu, perhatian dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis serta
mempermudah penulis untuk secepat mungkin menyelesaikan skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A., selaku dosen penguji kedua dan sebagai dosen
pembimbing akademik yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran
untuk membimbing penulis selama studi sampai pada pertanggungjawaban skripsi
ini.
3. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung., S.J., M.Ed., sebagai kaprodi IPPAK dan
dosen penguji ketiga yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada
penulis dalam menyelesaikan skrispsi ini serta kesediaanya membimbing
sekaligus memeriksa skripsi dan menguji penulis.
4. Bapak-Ibu dosen dan Segenap staf prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang
telah mendampingi dengan setia serta menjadi rekan selama penulis melaksanakan
studi di IPPAK-USD Yogyakarta.
5. Yakobus Naya Leoema yang dengan setia menemani, memperhatikan dan selalu
memberi dorongan serta semangat untuk secepatnya menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-temanku Tarmilla Br Tarigan, Paskarada Gerada, Hermi Marbun, Santri
Dor, Niken Pratiwi, Ade Mardiana, Rosita Dangin, Yuniarti Ninu, Karolina
Ohuiliun, Deslita Angelina Br Tarigan yang telah mendukung dan menyemangati
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Grup Labo Piga Bagi Kam Eina yang beranggotakan Imalia Br Sembiring,
Tarmilla Br Tarigan, Alan Dwinta Karo Sekali, Roy Yoseph Gomgom Sinambela,
Harry Dwi Saputra Ginting, Dedi Silva Sinulingga, Mahendra Barus, Jefry Pinem
yang
selalu
menyemangati
penulis
selama
proses
penulisan
sampai
terselesaikannya skripsi ini.
8. Semua rekan-rekan seangkatan 2007 yang telah memberikan perhatian dan
dukungan kepada penulis mulai dari awal masuk kuliah sampai pada saat ini.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DATAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................
iv
MOTTO. ....................................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................................
vii
ABSTRAK ................................................................................................................
viii
ABSTRACT ................................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
x
DAFTAR ISI .............................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
A. Latar Belakang ...........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................
5
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................
5
D. Manfaat Penulisan ......................................................................................
6
E. Metode Penulisan .......................................................................................
6
F. Sistematika Penulisan .................................................................................
6
BAB II. IBU TERESA DAN SPIRITUALITAS PELAYANANNYA ....................
8
A. Riwayat hidup Ibu Teresa ...........................................................................
8
B. Spiritualitas Pelayanan Ibu Teresa .............................................................
13
1. Pengertian Spiritualitas .........................................................................
13
2. Spiritualitas Pelayanan .........................................................................
14
3. Ciri-ciri Pelayanan ................................................................................
15
4. Spiritualitas Pelayanan Ibu Teresa .......................................................
16
C. Karya dan Pelayanan Ibu Teresa ................................................................
18
1. Mengajar anak-anak miskin di Motijhil ...............................................
18
2. Mendirikan Misionaris Cinta Kasih .....................................................
19
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Shisu Bhavan ........................................................................................
22
4. Sealdah Stasion .....................................................................................
23
5. Nirmal Hriday atau Wisma Hati nan Murni .........................................
23
6. Prem Daan ............................................................................................
24
7. Shantinagar/ Rumah bagi Orang-orang Berkusta .................................
25
8. Membangun Klinik Kesehatan .............................................................
25
9. Protima Sen School ..............................................................................
26
D. Hambatan yang dialami oleh Ibu Teresa pada Awal Karyanya ................
26
1. Perubahan Gaya Hidup .........................................................................
26
2. Tiadanya Bekal .....................................................................................
27
3. “Ladang” yang Amat Berbeda..............................................................
28
4. Memulai dengan Sendirian ...................................................................
28
E. Pandangan Ibu Teresa Terhadap Penderitaan.............................................
29
F. Cinta Kasih Ibu Teresa ..............................................................................
31
1. Mencintai Kristus dengan Melayani Sesama .......................................
31
2. Melayani dengan Berbagi Kehidupan ..................................................
33
G. Teladan Hidup Ibu Teresa ..........................................................................
34
1. Ibu Teresa Teladan dalam Keheningan ................................................
34
2. Ibu Teresa Teladan dalam Doa .............................................................
35
3. Ibu Teresa Teladan dalam Iman ..........................................................
36
4. Ibu Teresa Teladan dalam Cinta ...........................................................
36
5. Ibu Teresa Teladan dalam Melayani ....................................................
37
6. Ibu Teresa Teladan dalam Perdamaian.................................................
39
BAB III. SEMANGAT PELAYANAN KATEKIS BAGI KAUM MISKIN ...........
40
A. Pengertian Katekis ......................................................................................
41
B. Spiritualitas Katekis ……………………………………………………...
43
1. Keterbukaan terhadap Sabda ................................................................
43
2. Keutuhan dan Keaslian Hidup .............................................................
45
3. Semangat Misioner ...............................................................................
46
4. Devosi kepada Bunda Maria ………………………………………...
47
C. Kemampuan yang perlu dimiliki Katekis ..................................................
48
1. Kemampuan Berkomunikasi dan Berdialog .........................................
48
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Mampu Menjadi Teladan …………………………………………. ...
49
3. Mampu berefleksi dan Kehidupan Rohani yang Mendalam ……….. .
50
4. Mampu Menjadi Pemimpin .................................................................
51
D. Peran Katerkis dalam Tugas Perutusannya ................................................
52
1. Panggilan dan Perutusan Katekis ……………………………………
52
2. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya …………………………. ..
53
a. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya di Sekolah ....................
54
b. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya di Paroki........................
54
c. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya di dalam Struktur
Pemerintahan ...................................................................................
55
E. Pelayanan Katekis bagi Kaum Miskin ......................................................
56
1. Pengertian Kaum Miskin ......................................................................
56
2. Gereja dan Kaum Miskin......................................................................
57
3. Peran Katekis dalam Pelayanan bagi Kaum Miskin............................
60
F. Ibu Teresa sebagai Teladan bagi Katekis dalam Mewujudkan Semangat
Pelayanan bagi Kaum Miskin .....................................................................
62
BAB IV. USAHA MENINGKATKAN SEMANGAT PELAYANAN KATEKIS
BAGI KAUM MISKIN BERDASARKAN TELADAN PELAYANAN
IBU TERESA BAGI KAUM MELALUI KATEKESE UMAT ............
69
A. Arti Katekese Umat ....................................................................................
70
B. Tujuan Katekese Umat ...............................................................................
71
C. Shared Christian Praxis Sebagai Suatu Alternatif Model Katekese Umat
71
1. Pengertian Shared Christian Praxis ....................................................
72
a. Praxis .............................................................................................
73
b. Christian .........................................................................................
74
c. Shared ............................................................................................
75
2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis ..........................................
76
a. Langkah 0: Pemusatan Aktivitas ....................................................
76
b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Peserta
(Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta) ..............................
77
c. Langkah II: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup
peserta (Mendalami Pengalaman Hidup Peserta) ...........................
77
d. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lebih Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristian) .............
78
e. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi
Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman
Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret) .......................................
79
f. Langkah V : Keterlibatan Baru demi Terwujudnya Kerajaan Allah
di Dunia Ini (Mengusahakan Suatu Aksi Konkret) .......................
80
D. Usaha Meningkatkan Pelayanan Katekis bagi Kaum Miskin Berdasarkan
Teladan Pelayanan Ibu Teresa Melalui Katekese Umat .........................
81
1. Latar Belakang Program Katekese Umat ............................................
81
2. Alasan Pemilihan Tema ......................................................................
81
3. Rumusan Tema dan Tujuan Katekese Umat .......................................
82
4. Penjabaran Usulan Program Katekese Model SCP ............................
85
5. Petunjuk Pelaksanaan Program .........................................................
89
6. Contoh Persiapan Katekese Umat .......................................................
89
BAB V. PENUTUP ...................................................................................................
104
A. Kesimpulan ...............................................................................................
108
B. Saran ........................................................................................................
106
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
108
LAMPIRAN ..............................................................................................................
110
Lampiran 1: Lagu “Bahasa Cinta” dan “Kasih Pasti Lemah Lembut” .....................
(1)
Lampiran 2: Film “Mother Teresa” ...........................................................................
(2)
Lampiran 3: Matius 22:34-40 ....................................................................................
(3)
Lampiran 4: Cerita “Aku Haus” ................................................................................
(4)
Lampiran 5: Cerita “Pino Siapa Saudaramu?” ..........................................................
(5)
Lampiran 6: Cerita “Pino Ingin Bertemu Tuhan” .....................................................
(7)
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Daftar singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti
Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Indonesia oleh Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama
Republik Indonesia dalam Rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.
8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT
: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes
Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman,
tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
RN
: Rerum Novarum, Ensiklik Paus Leo XIII mengenai kondisi
kelas kerja dan nasib para buruh, Mei 1891.
C. Singkatan Lain
ASG
: Ajaran Sosial Gereja
Bdk
: Bandingkan
DokPen
: Dokumentasi dan Penerangan
FABC
: Faderation of Asian Bishop Conferences
Hal
: Halaman
IPPAK
: Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
KAS
: Keuskupan Agung Semarang
KomKat
: Komisi Kateketik
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KOPTARI
: Konferensi Tarekat Religius Indonesia
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
MASRI
: Majelis Antar Serikat Religius Indonesia
MAWI
: Majelis Waligereja Indonesia
PKKI
: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
SCP
: Shared Christian Praxsis
St
: Santa
USD
: Universitas Sanata Dharma
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibu Teresa merupakan sosok wanita yang tangguh dan tekun dalam
menjalankan setiap tugas pelayanannya meskipun banyak permasalahan yang
dihadapinya tetapi dia tetap tenang dan menyerahkan semuanya kepada Allah.
Dalam melaksanakan tugas pelayanan Ibu Teresa tidak hanya berbicara saja
melainkan dia mewartakan Kristus dengan perbuatan yaitu dengan menghadirkan
kasih Kristus dalam kehidupan orang miskin, menderita, tertindas dan cacat. Sosok
seperti Ibu Teresa sulit ditemukan pada saat ini karena memang tidak mudah
menemukan orang yang benar-benar mencintai kaum miskin. Hal ini sungguh
berbeda dengan Ibu Teresa karena Ibu Teresa melihat kemiskinan sebagai fakta
hidup untuk mempraktekkan kasih Allah.
Ibu Teresa hadir di Kalkuta bukan hanya sekedar untuk merealisasikan
tugasnya sebagai seorang biarawati tetapi di sana ia menemukan kehidupan sebagai
seorang yang percaya kepada Kristus yang sesungguhnya. Di Kalkuta ia melihat
dunia yang sesungguhnya, dunia yang majemuk bukan hanya dari segi agama, tetapi
juga persoalan. kondisi yang seperti itu membuat hati Ibu Teresa tidak tenang dan
selalu ingin melakukan sesuatu untuk mereka. Ibu Teresa merupakan pribadi yang
memiliki semangat dalam melayani dan juga mampu mengambil bagian dalam
sengsara dan penderitaan Kristus, yang tetap senasib dengan orang yang menderita
secara nyata. Seperti yang Yesus sendiri katakan bahwa “Aku berkata kepadamu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Ibu
Teresa mengatakan bahwa apa yang Ibu Teresa lakukan bersama para suster
Misionaris Cinta Kasih, mereka melakukannya demi Yesus, mereka berjumpa
dengan Yesus 24 jam sehari melalui kaum miskin, mereka merasa bahwa
perjumpaan mereka bersama Kristus melalui kaum miskin sangat mebahagiakan
karena bagi mereka kaum miskin begitu menarik hati. Kaum tidak membutuhkan
rasa simpati dan belas kasihan, tetapi mereka membutuhkan cinta kasih dan
perhatian yang tulus (Hartono, 1998: 12). Di sini dapat dilihat bahwa Ibu Teresa
sungguh-sungguh menyerahkan seluruh hidupnya untuk melayani kaum miskin, dia
begitu bahagia ketika dia bisa melayani mereka. Ibu Teresa melakukan semuanya itu
bukan karena rasa kasihan tetapi karena cinta kasihnya kepada Kristus dan dia
wujudkan melalui mereka yang miskin dan menderita.
Ibu
Teresa
memiliki
sepiritualitas
kerohanian
yang
sungguh
mengutamakan Allah. Ibu Teresa tidak pernah memandang perbedaan sosial, agama
dan budaya. Dia mencintai semua orang yang miskin dan menderita tanpa
memperhatikan orang itu dari kalangan apa, cara hidupnya juga sangat sederhana,
cintanya kepada Tuhan mengalahkan semuanya. Dia selalu percaya bahwa Tuhan
selalu meyertai dia, sehingga dia tidak pernah takut dalam menjalankan
pelayanannya, dia percaya bahwa Tuhan pasti akan selalu memberi jalan kepadanya
di saat dia mengalami kesusahan karena dia melakukan apa yang diajarkan oleh
Yesus sendiri. Sikap dan pandangan Ibu Teresa ini sungguh-sungguh dapat
memberikan inspirasi dan teladan bagi siapa saja yang ingin melayani kaum miskin
termasuk katekis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Ibu Teresa pernah mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh
Krispurwana Cahyadi (2010: 220) bahwa “Tuhan memanggil kita bukan untuk
sukses, dia memanggil kita untuk setia”. Ini menunjukkan bahwa kesuksesan itu
bukanlah hal yang utama dalam hidup ini tetapi kesetiaan pada jalan kita menapaki
kehidupan ini, bersama Dia yang memanggil kita yang paling penting. Menemukan
orang yang setia pada jalan Allah memang tidak mudah karena banyak adalah orang
yang ingin sukses dan terkenal tanpa harus bersusah payah mengikuti apa yang
sudah diminta oleh Allah kepadanya.
Menolong orang-orang yang miskin dan menderita merupakan sesuatu
yang wajib bagi Ibu Teresa karena ia melihat bahwa Tuhan ada di dalam diri
mereka, sehingga tidak ada kata menyerah dalam memberikan kasih bagi mereka
yang sudah mendekati ajalnya, mereka yang dianggap sampah oleh pemerintah dan
juga masyarakat, serta mereka yang sudah tak dianggab oleh orang yang ada di
sekitar mereka. Semuanya dibawa dan dirawat oleh Ibu Teresa sehingga mereka
yang tadinya merasa ditinggalkan dan tidak dianggab oleh orang lain benar-benar
dapat merasakan cinta kasih dan kedamaian yang diberikan oleh Ibu Teresa. Soal
pluralitas yang menjadi latar medan pelayanannya, Ibu Teresa berkata bahwa
agama, suku, ras dan budaya tidak menjadi penghalang baginya untuk mewujudkan
kasih Allah bagi kaum miskin karena Iman harus dikonkritkan dalam kebersamaan
hidup, kebersamaan dalam hal suka maupun duka. Hal yang utama dalam beragama
bukanlah (dokrin dan praktek) secara eksklusif, namun bagaimana keterbukaan
sikap dan pemikiran untuk melihat orang lain, sebagai bagian dari rencana usaha
penyelamatan Kristus. Ibu Teresa tidak berdialog dengan agama lain dalam tataran
teori atau wacana saja, namun dalam karya yang konkrit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Zaman sekarang ini pribadi seperti Ibu Teresa tidak mudah untuk
ditemukan karena pada kenyataannya banyak orang lebih mementingkan
kehidupannya sendiri. Hal yang sama juga berlaku bagi katekis di mana penulis
mendengar dan melihat bahwa banyak katekis yang begitu khawatir akan
kehidupannya sehingga banyak katekis yang menutup mata untuk melayani kaum
miskin. Banyak katekis yang merasa mereka tidak mampu melayani kaum miskin.
Selain itu banyak katekis yang begitu mengutamakan pelayanan-pelayanan yang
bersifat liturgis sehingga mengesampingkan pelayanan mereka bagi kaum miskin,
bagi mereka melayani kaum miskin bukan kewajiban yang harus mereka lakukan.
Penulis merasa tertarik dengan semangat pelayanan Ibu Teresa karena di
dalam melaksanakan pelayanannya dia selalu percaya dan berserah pada Tuhan. Ibu
Teresa tidak pernah merasakan bahwa Tuhan tidak menyayanginya atau Tuhan
meninggalkannya meskipun dia sedang mengalami banyak masalah dalam
hidupnya. Sumua masalah yang dialaminya dia jadikan sebagai jalan untuk
mendekatkan diri
kepada Tuhan. Semakin banyak masalah yang dialaminya
semakin dia dekat dengan Tuhan. Baginya masalah itu adalah anugrah yang harus
disyukuri karena semakin banyak masalah Allah semakin cinta dengan kita.
Semangat pelayanan Ibu Teresa ini dapat dijadikan sebagai inspirasi dan
teladan bagi siapa saja yang ingin melayani Tuhan melalui kaum miskin, tak
terkecuali bagi katekis. Katekis sebagai murid Kristus sudah seharusnya menyadari
hukum yang pertama dan utama yaitu kasih kepada Allah dan sesama terutama
sesama yang menderita. Katekis diajak untuk semakin menanggapi panggilan Allah
dengan berkarya melayani Allah melalui sesama yang miskin dan menderita. Oleh
karena
itu
penulis
menyumbangkan
gagasan
pemikiran
mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
“SPIRITUALITAS PELAYANAN IBU TERESA DARI KALKUTA SEBAGAI
TELADAN BAGI KATEKIS DALAM MEWUJUDKAN SEMANGAT
PELAYANAN BAGI KAUM MISKIN”. Harapan penulis, spiritualitas dan karya
Ibu Teresa dapat dijadikan teladan bagi katekis dalam melaksanakan tugas
pelayanannya bagi kaum miskin serta katekis semakin menyadari bahwa mencintai
dan melayani kaum miskin merupakan tugas yang penting dan tidak boleh dilupakan
atau diabaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan spiritualitas pelayanan Ibu Teresa?
2. Apa yang dimaksud dengan pelayanan Katekis?
3. Bagaimana spiritualitas Ibu Teresa dijadikan sebagai inspirasi dan teladan bagi
katekis dalam mewujudkan semangat pelayanan bagi kaum miskin?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami spiritualitas pelayanan Ibu Teresa bagi kaum miskin.
2. Untuk mengetahui tugas pelayanan katekis bagi kaum miskin.
3. Untuk mengetahui karya-karya dan jalan hidup Ibu Teresa katekis semakin
termotivasi untuk melayani kaum miskin.
4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi
Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
D. Manfaat Penulisan
1. Meningkatkan pemahaman spiritualitas Ibu Teresa bagi katekis dalam melayani
kaum miskin.
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi katekis untuk meningkatkan semangat
pelayanan dalam perkembangan zaman dewasa ini dan sebagai acuan untuk
menjadikan katekis lebih peka dengan situasi tersebut.
3. Katekis menghayati spiritualitas pelayanannya bagi kaum miskin dengan
meneladani pelayanan Ibu Teresa.
E. Metode Penulisan
Skripsi ini disusun dengan memakai metode deskriptif analisis yang
menggambarkan dan menganalisa permasalahan yang ada untuk menemukan jalan
pemecahan yang memadai atas sebuah studi pustaka dari berbagai buku refrensi
karangan ilmiah yang berkaitan dengan tema yang diangkat oleh penulis.
F. Sistematika Penulisan
Penulis memilih judul skripsi ”SPIRITUALITAS PELAYANAN IBU
TERESA DARI KALKUTA SEBAGAI TELADAN BAGI KATEKIS DALAM
MEWUJUDKAN SEMANGAT PELAYANAN BAGI KAUM MISKIN” yang
akan diuraikan dalam lima bab sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang penulisan
skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan.
Bab II menguraikan tentang spiritualitas dan karya-karya pelayanan Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Teresa yang terbagi dalam tujuh bagian pokok yakni riwayat hidup Ibu Teresa,
spiritualitas pelayanan Ibu Teresa, karya dan pelayanan Ibu Teresa, hambatan yang
dialami Ibu Teresa pada awal karyanya, pandangan Ibu Teresa terhadap penderitaan,
cinta kasih Ibu Teresa dan teladan hidup Ibu Teresa.
Bab III menjelaskan mengenai semangat pelayanan katekis bagi kaum
miskin berdasarkan teladan pelayanan Ibu yang terbagi dalam empat bagian pokok
yakni pengertian katekis, spiritualitas katekis, kemampuan katekis, peran katekis
dalam tugas perutusannya, pelayanan katekis bagi kaum miskin, Ibu Teresa sebagai
teladan bagi katekis dalam mewujudkan semangat pelayanan bagi kaum miskin.
Bab IV merupakan sumbangan pendampingan bagi katekis dalam usaha
meningkatkan pelayanan katekis bagi kaum miskin berdasarkan teladan pelayanan
Ibu Teresa melalui katekese umat, dengan menggunakan model Shared Christian
Praxsis.
Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan yang terdiri dari
kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
IBU TERESA DAN SPIRITUALITAS PELAYANANNYA
Tokoh seperti Ibu Teresa merupakan sosok yang sulit ditemukan pada
abad ini karena banyak karya-karya yang dia lakukan bagi kaum miskin. Karya
pelayanan yang ia berikan bagi kaum miskin di Kalkuta mampu membuka mata
dunia untuk mengenal lebih jauh sosok Ibu Teresa. Pribadi Ibu Teresa membuat hati
setiap orang yang mengenalnya luluh dan simpatik akan apa yang ia lakukan bagi
kaum miskin. Untuk lebih mengenal sosok dan spiritualitas pelayanan Ibu Teresa
maka dalam bab ini akan diuraikan tentang riwayat hidup Ibu Teresa, spiritualitas
pelayanan Ibu Teresa, karya dan pelayanan Ibu Teresa, hambatan yang dialami Ibu
Teresa dan teladan hidup Ibu Teresa.
A. Riwayat Hidup Ibu Teresa
Buku yang berjudul Ibu Teresa (Langford, 2010: 10-16) menjelaskan
mengenai sejarah singkat riwayat hidup Ibu Teresa.
Ibu Teresa lahir pada tanggal 26 Agustus 1910 di Skopje, (saat ini di
Macedonia) Yugoslavia dari suatu keluarga Albania sebagai yang bungsu dari tiga
bersaudara putra-putri Bapak Nicholas Bojaxhiu dan Ibu Drane Bojaxhiu. Ia
dibabtis dengan nama Agnes Gonxa Bojaxhiu yang berarti kuncup bunga. Di
sekolah dasar dia tumbuh dalam ketertarikan besar akan misi di luar negeri, dan
ketika berusia 12 tahun Ibu Teresa telah memutuskan untuk membaktikan hidup
untuk membantu sesama (Langford, 2010: 10). Pada usia 14 tahun Ibu Teresa sudah
tahu kemana ia akan mengabdikan hidupnya yakni ke India, empat tahun kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
pada umur 18 tahun, bulan September 1928, Agnes masuk Biara Suster-suster
Loreto di Irlandia. Ia memilih nama Suster Maria Teresa sebagai kenangan akan St.
Theresia Kecil dari Lisieux yang sering disebut sebagai “Bunga Kecil” (Beding,
1989: 94).
Pada bulan Desember, Sr. Teresa meninggalkan Irlandia dan berangkat
ke India dan tiba di Kalkuta pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan
Kaul Pertamanya pada tanggal 24 Mei 1931, Sr. Teresa ditugaskan untuk mengajar
di sekolah lanjut atas untuk gadis-gadis Bengali yang dijalankan oleh suster Loreto
di Entally sebelah timur Kalkuta. Selama kira-kira 20 tahun Sr. Teresa mengajar di
sekolah itu, dia mengajar ilmu bumi dan sejarah. Bahkan Sr. Teresa sempat diangkat
menjadi kepala sekolah. Suster Teresa juga mengajar di sekolah lain yang
lingkungan sekolahnya berdekatan dengan biara Loreto yaitu St. Maria (Beding,
1989: 94).
Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari
Kalkuta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunan, Ibu Teresa menerima
“inspirasi”, “panggilan dalam panggilan”-nya. Pada hari itu, dengan suatu cara yang
tidak pernah dapat dijelaskan, dahaga Yesus akan cinta dan akan jiwa-jiwa
memenuhi hatinya. “Mari, jadilah cahaya bagi-Ku”. Sejak itu, Ibu Teresa dipenuhi
hasrat “untuk memuaskan dahaga Yesus yang tersalib akan cinta dan akan jiwajiwa” dengan berkarya demi keselamatan dan kekudusan orang-orang termiskin dari
yang miskin (Langford, 2010: 11).
Pada bulan Februari 1948, Ibu Teresa menanggalkan pakaian biaranya
dan mengenakan sari India yang berwarna putih dengan pinggiran garis-garis warna
biru, pada bahu kirinya tertancap sebuah salib sederhana. Pada tanggal 16 Agustus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1948 Ibu Teresa keluar melewati gerbang Biara Loreto yang tenteram yang amat
dicintainya untuk memasuki dunia orang-orang miskin (Beding, 1989: 105).
Untuk pertama kalinya setelah keluar dari biara Loreto yang sangat
dicintainya Ibu Teresa memulai karya pelayanannya dengan mengajar anak-anak
miskin yang berada di kampung kumuh padat penduduk di Moti Jhil.
Kemampuannya sebagai guru digunakannya untuk mengajar anak-anak miskin
dengan menggunakan tanah sebagai papan tulis, dan sebatang pohon sebagai atap
dan tempat berteduh. Sebagai hadiah atas kehadiran anak-anak yang dia ajari Ibu
Teresa membagikan sabun kepada murid-muridnya (Langford, 2010: 12).
Pada bulan Februari 1949, keluarga Michael Gomes meminjaminya
sebuah ruangan di Creek Lane. Ibu Teresa pindah ke rumah itu hanya dengan
membawa tas kecil dan menata ruangan untuk tidur dan kerja, dengan sepasang
prabot untuk meja dan kursi. Setelah berita tentang Ibu Teresa tersebar orang-orang
yang mengenalnya mulai membantu karya perutusannya yang baru itu (Langford,
2010: 12).
Pada tanggal 7 Oktober 1950, kongregasi Misionaris Cinta Kasih
memperoleh pengakuan dari Gereja Katolik dengan persetujuan Paus Pius XII
(Krispurwana Cahyadi, 2003b: 177-178). Awal tahun 1960-an, Ibu Teresa mulai
mengutus para susternya ke bagian-bagian lain India. Dekrit Pujian yang
dianugerahkan kepada Kongregasi oleh Paus Paulus VI pada bulan Februari 1965
mendorong Ibu Teresa untuk membuka rumah penampungan. Sejak tahun 19701971 Ibu Teresa telah menambahkan rumah di India juga internasional yaitu
London, Australia, Venezuela, Yordan dan Amerika Serikat (Wellman, 2002: 204).
Langkah tersebut diikuti dengan langkah serupa di Roma, Tanzania dan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
akhirnya di setiap benua. Pada tahun 1980 hingga 1990, Ibu Teresa membuka
rumah-rumah penampungan di hampir di seluruh negara-negara komunis, termasuk
Uni Soviet, Albania dan Kuba. Agar dapat menanggapi kebutuhan kaum miskin,
baik jasmani maupun rohani, Ibu Teresa melangkah lebih lanjut dengan mendirikan
lima komunitas religius tersendiri bagi pelayanan pada kaum miskin. Bersama para
Suster, yang didirikan pada tahun 1950, dia mulai dengan cabang pria, Bruderbruder Misionaris Cinta Kasih, berdiri 1966, kemudian para Suster Kontemplatif
pada tahun 1976, pada tahun 1979 didirikan Bruder-bruder Kontemplatif, dan yang
terakhir pada tahun 1984 didirikan Imam Misionaris Cinta Kasih untuk melayani
luka batin dan kemiskinan rohani dari mereka yang dilayani oleh para suster serta
Bruder (Langford, 2010: 15).
Mata dunia mulai terbuka terhadap Ibu Teresa dan karyanya. Pada 6
Januari 1970 Paus Pius VI menganugrahinya dengan Penghargaan Perdamaian Paus
Yohanes XXIII. Penghargaan ini telah dipersiapkan oleh almarhum Paus Yohanes
XXIII untuk menghormati para pencipta perdamaian (Wellman, 2002: 204). Ia juga
membentuk Kerabat Kerja Ibu Teresa dan Kerabat Kerja Sick and Suffering, yaitu
orang-orang dari berbagai kalangan agama dan kebangsaan dengan siapa ia berbagi
semangat doa, kesederhanaan, kurban silih dan karya sebagai pelayan cinta kasih.
Semangat ini kemudian mengilhami terbentuknya Misionaris Cinta Kasih awam
(Krispurwana Cahyadi, 2003c: 217).
Atas permintaan banyak imam, pada tahun 1981 Ibu Teresa juga
memulai Gerakan Corpus Christi bagi para imam sebagai “jalan kecil kekudusan”
bagi mereka yang rindu untuk berbagi karisma dan semangat dengannya
(Krispurwana Cahyadi, 2003b: 185).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Pada tahun 1997, tarekat Misionaris Cinta Kasih hampir mencapai 4000
orang, tergabung dalam 610 cabang dan tersebar di 120 negara dari berbagai belahan
duniam (Wellman, 2002: 230). Pada bulan Maret 1997, Ibu Teresa memberikan
restu kepada Sr. Nirmala MC, penerusnya sebagai Superior Jenderal Misionaris
Cinta Kasih. Setelah bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II untuk terakhir kalinya,
ia kembali ke Kalkuta dan melewatkan minggu-minggu terakhir hidupnya dengan
menerima kunjungan para tamu dan memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada
para biarawatinya (Langford, 2010: 14).
Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, hidup Ibu Teresa di
dunia ini berakhir. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St.
Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya di
India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari berbagai kalangan dan
agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan untuk menyampaikan
penghormatan terakhir mereka (Langford, 2010: 15).
Ibu Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh
Pemerintah India pada tanggal 13 September sebelum akhirnya dimakamkan di
Rumah Induk Misionaris Cinta kasih. Segera saja makamnya menjadi tempat ziarah
dan tempat doa bagi banyak orang dari berbagai kalangan agama, kaya maupun
miskin (Wellman, 2002: 230).
Ibu Teresa mewariskan teladan iman yang kokoh, harapan yang tak
kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa. Jawaban atas panggilan Yesus,
“Mari, jadilah cahaya bagi-Ku,” menjadikannya seorang Misionaris Cinta Kasih,
seorang “ibu bagi kaum miskin”, sebagai simbol belas kasih terhadap dunia. 26
April 2002, kurang dari lima tahun sejak wafatnya, mengingat reputasi Ibu Teresa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
yang tersebar luas karena kekudusan dan karya-karyanya, Paus Yohanes Paulus II
memberikan persetujuan untuk dimulainya proses kanonisasi Ibu Teresa. Dengan
melewati proses panjang dan juga kerja keras pada tanggal 20 Desember 2002 Bapa
Suci Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan keputusan untuk mengesahkan
beatifikasi Ibu Teresa. Pada tanggal 19 Oktober 2003 dilaksanakan perayaan
beatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II di lapangan Basilika St. Petrus Vatikan.
(Krispurwana Cahyadi, 2004: 64).
B. Spiritualitas Pelayanan Ibu Teresa
1. Pengertian Spiritualitas
KOPTARI (1987: 4) menyatakan bahwa spiritualitas adalah “kenyataan
konkret hidup yang mencakup keyakinan iman, keutamaan beserta perwujudannya”.
Definisi ini memberikan penjelasan bahwa spiritualitas bukanlah sesuatu yang
abstrak, akan tetapi sesuatu yang nyata dapat dilihat realitasnya dalam sikap dan
tindakan hidup sehari-hari. Di mana seseorang yang memiliki iman yang teguh dan
kuat akan dapat terlihat dari perilaku dan tindakannya dalam hidup di tengah-tengah
masyarakat.
Banawiratma (1990: 57-58) menyatakan bahwa spiritualitas merupakan
“kekuatan atau Roh yang memberi daya tahan kepada seseorang atau kelompok
untuk mempertahankan, memperkembangkan, mewujudkan kehidupan”. Di mana
spiritualitas dapat memberikan semangat dan pengharapan dalam menjalani segala
rintangan untuk mencapai cita-cita seseorang atau kelompok. Semangat yang tak
kunjung padam meskipun begitu banyak hambatan yang dialami oleh seseorang
dalam mewujudkan keinginannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Dalam Ensiklopedia Gereja Katolik III, Heuken (1991: 106) mengatakan
bahwa spiritualitas berasal dari kata spirit yang berarti roh. Kata Spiritualitas berarti
kerohanian atau hidup rohani. Dengan begitu spiritualitas dapat dirumuskan sebagai
hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus sehingga orang dapat mengembangkan
iman, harapan dan cinta kasih atau sebagai usaha mengintegrasikan segala segi
kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar bertumpu pada iman akan Yesus
Kristus atau sebagai pengalaman iman kristiani dalam situasi konkret masingmasing orang. Hal tersebut selalu bertumpu pada iman akan Yesus melalui
perbuatan dan pengalaman iman dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa spiritualitas
merupakan semangat yang berasal dari Allah yang menyelimuti hidup seseorang
sehingga dalam segala prilakunya dapat terlihat bahwa Roh Allah yang berkarya dan
diwujudkan oleh manusia dalam tindakan yang nyata dengan mencintai Allah
melalui orang lain yang ada di sekitarnya terlebih mereka yang miskin dan kecil.
2. Spiritualitas Pelayanan
Spiritualitas pelayanan merupakan segala keyakinan iman, sikap dan
keutamaan maupun pilihan serta tindakan yang mendukung keterlibatan kita untuk
melayani kerajaan Allah yang hadir dalam kenyataan sosial masyarakat, kerajaan
Allah yang bergulat dan tumbuh dalam kenyataan sosial manusia (KOPTARI, 1987:
4-5). Spiritualitas pelayanan dapat dimengerti sebagai semangat yang berasal dari
Allah untuk melayani kerajaan Allah yang hadir dalam kenyataan hidup manusia.
Diletakkan di dalam konteks transendensi hidup manusia yang memberi makna dan
yang sekaligus mengarahkan serta menyatukan seluruh kegiatan hidupnya melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
cinta, pengetahuan dan tindakan. Berdasarkan rahmatnya manusia mengalami
kepenuhan hidup, kebahagiaan, dan damai sejahtera, seperti yang disabdakan Yesus
sendiri (Yoh 10:10).
5. Ciri-Ciri Pelayanan Kristiani
Pelayanan Kristiani memiliki empat ciri yakni ciri pelayanan yang
pertama ialah ciri Religius. Dimana pelayanan Kristiani tidak berdasarkan
berbelaskasihan atau ketaatan kepada pemerintah, penguasa dan orang kaya
melainkan hormat kepada Allah pencipta yang membuat manusia sesuai dengan
citra-Nya sendiri. Ciri yang kedua ialah kesetiaan kepada Kristus dan Tuhan sebagai
Guru, di mana Gereja menyatakan diri sebagai murid Kristus oleh karena itu
pelayanan yang dilakukan oleh umat Kristiani harus konkrit dan mampu menimba
kekuatan dari suri teladan Kristus. Ciri ketiga ialah mengambil bagian dalam
sengsara dan penderitaan Kristus yang tetap senasib dengan semua orang yang
menderita. Kristus itu saudara semua orang, khususnya mereka yang malang, miskin
dan menderita. Ciri keempat adalah kerendahan hati dimana orang Kristiani tidak
(boleh) membanggakan pelayanannya karena manusia harus mengakui segala
keterbatasannya termasuk dalam pelayanan. Pelayanan Kristiani ialah menerima
dunia dan manusia seadanya dan berusaha menghayati sikap Kristus dihadapan
sesama (KWI, 1996: 451-452). Ciri-ciri pelayanan Kristiani harus bersumber pada
Yesus Kristus, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Suci, itu berarti bahwa setiap
orang Kristiani dipanggil untuk mengajar kesempurnaan cinta kasih dalam
pelayanan kepada Kerajaan Allah menurut norma dan teladan Yesus Kristus
sebagaimana yang telah diwartakan dalam Kitab Suci (KOPTARI, 1987: 7-8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
4. Spiritualitas Pelayanan Ibu Teresa
Yesus adalah segala-galanya bagi Ibu Teresa sehingga dalam karya
pelyanannya Ibu Teresa selalu mengutamakan Yesus alasannya melayani orang
miskin adalah semata–mata karena Yesus sehingga Ibu Teresa sebagaimana yang
dikutip oleh Krispurwana Cahyadi (2003a: 58) senantiasa mengatakan:
Aku melakukannya karena Yesus, bersama Yesus, dalam Yesus, dan
untuk Yesus. Itu berarti mencintai sesama sebagaimana cara Yesus
sendiri mencintai kita semua sampai mengorbankan diri-Nya sendiri
demi cinta-Nya kepada kita. Oleh karena itu, tidaklah mungkin seseorang
terlibat dalam kerasulan aktif jika tidak memiliki semangat dan jiwa
pendoa. Kita harus menyadari kesatuan dengan Kristus, sebagaimana dia
satu dengan Bapa-Nya…dengannya kita belajar mencari Allah dan
kehendak-Nya. Relasi dengan mereka yang miskin merupakan sarana
yang efektif bagi penyucian diri kita dan sesama.
Hidup panggilan serta karya perutusan Ibu Teresa memang berakar dari
dalam diri Yesus sehingga Tuhan Yesus menjadi segalanya. Ibu Teresa begitu
memahami bahwa apapun yang dia lakukan dalam karyanya semata-mata karena
kasih Yesus yang begitu besar kepadanya. Bila Tuhan ditemukan, bahkan dibiarkan
berdiam dalam diri, seseorang semakin mampu mengerjakan perbuatan-perbuatan
kasih, Ibu Teresa sendiri sebagaimana yang dikutip oleh Krispurwana Cahyadi
(2003a: 60) mengatakan bahwa “pekerjaan yang kita lakukan tiada lain hanyalah
mencintai Yesus dalam tindakan saya melakukan ini karena saya percaya bahwa
saya melakukannya karena Yesus. Saya sangat yakin bahwa ini adalah pekerjaanNya. Saya sangat yakin bahwa dialah pelakunya bukan saya”. Ketika Ibu Teresa
menerima panggilannya yang kedua yang dia sebut “panggilan dalam panggilan”
membuat Ibu Teresa rela meninggalkan biara Loreto yang sangat ia cintai. Seruan
Tuhan Yesus di salib “Aku haus” (Yoh 19:28) menjadi dasar panggilan hidup Ibu
Teresa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Spiritualitas pelayanan Ibu Teresa berakar dari kata-kata Yesus “Aku
haus”. Dalam spiritualitas pelayanan Ibu Teresa, gambaran ketidak berdayaan Tuhan
yang menjadi pusat perhatiannya adalah saat peristiwa salib, terlebih ketika Tuhan
mengatakan “Aku haus” (Yoh 19:28). Bagi Ibu Teresa kata “Aku haus” bukan
hanya menunjukkan bahwa Yesus haus akan air tetapi menurut Ibu Teresa Yesus
senantiasa haus akan kasih dengan peristiwa salib Yesus ingin memperlihatkan
bahwa semua orang yang menderita senantiasa merasa haus. Yesus mengangkat
penderitaan umat manusia dan memperlihatkan betapa mereka yang menderita
senantiasa merasa haus dan dengan itu mengundang siapa saja untuk memberikan
rasa dahaga kepada mereka. Kehausan mereka adalah kehausan akan cinta kasih.
Persatuannya yang mendalam dengan Allah menghantarnya kepada banyak
keutamaan hidup rohani yang mengagumkan banyak orang. Pengalaman rohani Ibu
Teresa yang mendalam, menggerakkannya untuk melakukan pelayanan di tengahtengah orang miskin.
Dalam diri orang-orang miskin ini Ibu Teresa merasakan kasih Yesus,
oleh karena itu ia ingin untuk melayani Yesus yang nampak dalam diri orang-orang
miskin dan menderita (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 64). Ibu Teresa sangat
memahami bahwa Tuhan memanggil semua orang mencintai mereka yang miskin,
menderita dan hina. Karena Tuhan bersabda bahwa “sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu
telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Oleh karena itu Ibu Teresa memahami
bahwa Yesus hadir secara tersamar melalui mereka yang miskin, sakit, kesepian dan
menderita. Dengan alasan itulah Ibu Teresa tidak pernah lelah atau merasa jijik
dengan orang-orang yang dilayaninya meskipun beragam macam keadaan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
C. Karya dan Pelayanan Ibu Teresa
Sebelum memutuskan untuk keluar dari biara Loreto yang sangat
dicintainya Suster Teresa mengabdikan diri untuk biaranya dan patuh akan perintah
pimpinannya. Setelah suster pulang dari Darjeeling Suster Teresa diutus kembali
oleh pimpinannya sebagai pendidik di sekolah suster Teresa dan kembali
melanjutkan tugasnya mengajar di sekolah St. Maria dan sekolah Entally (Beding,
1989: 98).
Setelah kaul kekal Suster Teresa diangkat menjadi kepala sekolah di St.
Mary’s School dan juga mengajar di St. Teresa’s School sebuah sekolah yang
terletak di luar biara. Ketika suster Teresa merasakan bahwa Yesus memanggil dia
untuk kedua kalinya melayani orang miskin, melarat dan kelaparan suster Teresa
memilih untuk meninggalkan biara yang paling ia cintai supaya dengan leluasa dia
biasa melakukan karya pelayanannya bagi kaum miskin tanpa harus terikat dengan
aturan biara Loreto (Krispurwana Cahyadi, 2010: 27-28).
Setelah keluar dari biara Loreto banyak karya dan pelayan yang Ibu
Teresa berikan bagi kaum miskin yakni: mengajar anak-anak miskin di Motijhil,
mendirikan Misionaris Cinta Kasih, Shisu Bhavan, Sealdah Stasion, Nirmal Hriday
atau Wisma Hati Nan Murni, Prem Daan, Shantinagar/Rumah bagi Orang-Orang
Berkusta, Membangun Klinik Kesehatan, Protima Sen School.
1. Mengajar Anak-anak Miskin di Motijhil
Pekerjaan pertama Ibu Teresa setelah keluar dari Biara Loreto adalah
mengajar anak-anak miskin di kawasan kumuh Motijhil. Motijhil adalah sebuah
perkampungan pinggiran yang terletak di balik biara Loreto. Sekolah itu berada di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
halaman terbuka di antara gubuk-gubuk. Tak ada papan tulis, tak ada bangku, tak
ada kursi, tak ada apa-apa hanya satu lapangan terbuka. Ibu Teresa menulis di tanah,
di lumpur dengan sebatang tongkat kecil, lalu Ibu Teresa mengajari anak-anak itu
bahasa Bengali dan mengajari mereka bernyanyi (Krispurwana Cahyadi, 2010: 32).
Pada hari kedua Ibu Teresa sudah mendapat meja, kursi dan sebuah
lemari. Dengan semangat yang luar biasa Ibu Teresa mengajar anak-anak, bagi Ibu
Teresa apa saja yang bisa dia lakukan hari ini akan dia lakukan tanpa harus
menunggu yang lain (Beding, 1989: 67).
2. Mendirikan Misionaris Cinta Kasih
Pada awal karyanya Ibu Teresa memulainya dengan sendiri, namun pada
tanggal 19 Maret 1949 datanglah kepadanya muridnya dulu di Entally Subashini
Das yang ingin bergabung dengannya. Kemudian, pada tanggal 26 Maret 1949
datang pula Magdalena, semakin hari pengikut Ibu Teresa semakin banyak dan pada
akhirnya sampai pada 11 orang (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 183).
Ketika dalam kelompok barunya itu banyak yang datang untuk
bergabung maka Ibu Teresa merasa perlu untuk memberi nama untuk kelompoknya
ini, oleh karena itu ia memberi nama Misionaris Cinta Kasih. Ibu Teresa menyadari
bahwa menyatakan cinta kasih merupakan tugas yang harus diembannya, atau misi
yang harus disangganya (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 175).
Pada tahun 1950 Ibu Tersesa mendirikan tarekat Misionaris Cinta Kasih
(Misionary of Charity). Tarekat Misionaris Cinta Kasih tidak hanya terdiri dari
Suster tetapi ada Bruder bahkan Imam yang bergabung di dalamnya. Dan ada juga
kerabat kerja Ibu Teresa, kerabat kerja ini merupakan satu-satunya komunitas lintas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
agama yang disahkan dan didirikan dengan berkat Bapa Suci, Paus Paulus VI ini
sangat membuat Ibu Teresa bahagia dan bangga. Pada tahun 1980 hingga 1990, Ibu
Teresa membuka rumah-rumah penampungan di hampir di seluruh negara-negara
komunis, termasuk Uni Soviet, Albania dan Kuba. Agar dapat menanggapi
kebutuhan kaum miskin, baik jasmani maupun rohani, Ibu Teresa melangkah lebih
lanjut dengan mendirikan lima komunitas religius tersendiri bagi pelayanan pada
kaum miskin. Bersama para Suster, yang didirikan pada tahun 1950, dia mulai
dengan cabang pria, Bruder-bruder Misionaris Cinta Kasih, berdiri 1966, kemudian
para Suster Kontemplatif pada tahun 1976, pada tahun 1979 didirikan Bruder-bruder
Kontemplatif, dan yang terakhir pada tahun 1984 didirikan komunitas Imam
Misionaris Cinta Kasih untuk melayani luka batin dan kemiskinan rohani dari
mereka yang dilayani oleh para suster serta bruder (Langford, 2010: 15).
Cara hidup Misionris Cinta Kasih memiliki kekhasan tersendiri yaitu
adanya kaul keempat, selain kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Kaul
keempat mereka adalah kaul untuk memberikan pelayanan dengan sepenuh hati dan
tanpa pamrih kepada mereka yang termiskin dari yang miskin. Ibu Teresa, seperti
yang dikutip oleh Egan & Egan (2001: 26) mengatakan bahwa “dengan kaul
keempat kita menanggapi panggilan Kristus yaitu dengan memberikan pelayanan
sepenuh hati dan bebas kepada yang terpapa dari yang papa seturut kepatuhan.
Dengan demikian kita akan dapat memuaskan dahaga Yesus tanpa henti”.
Tiga kata dari kaul ini memiliki arti khusus bagi para biarawati dimana
sepenuh hati berarti hati berkobar oleh semangat dan cinta akan kehidupan. Bebas
berarti penuh kegembiraan tanpa rasa takut, tanpa mengharapkan imbalan apapun
dari orang lain dan siap melayani berarti bekerja tanpa henti dan sepenuh hati serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
menyediakan diri sepenuhnya untuk Yesus, oleh karena itu Dia akan hidup di dalam
kita dan melalui kita dalam kelembutan tanpa batas, dengan cinta kasih dan murah
hati bagi yang terpapa dari yang papa baik rohaniah maupun jasmaniah. Dewasa ini
mereka adalah para biarawan dan biarawati yang dapat pergi kemanapun, satusatunya syarat yang harus mereka patuhi yang diberikan oleh kongregasi ialah
pekerjaan yang mereka lakukan harus membumi mereka harus melayani “Terpapa
dari yang papa” (Egan & Egan, 2001: 26-27).
Untuk bergabung dengan tarekat Misionaris Cinta Kasih tentunya ada
syarat–syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat yang pertama usia paling tidak 18
tahun atau lebih, memiliki motivasi yang sungguh serta tulus, sehat jasmani dan
rohani, mampu menanggung dan menjalankan tugas berat, memiliki cukup
pengetahuan, juga memiliki kehendak kuat untuk mempelajari bahasa setempat,
memiliki kedewasaan dalam mengambil keputusan, memiliki kegembiraan dan rasa
humor yang sehat. Syarat ini dibuat oleh Ibu Teresa karena Ibu Teresa menyadari
bahwa karya pelayanan mereka bukanlah tugas yang mudah melainkan berat dan
penuh dengan perjuangan, tidak sembarang orang bisa melakukannya (Krispurwana
Cahyadi, 2003c: 188-189). Setelah terpenuhinya semua syarat yang telah ditentukan
maka dilakukan tahap pembinaan sebagai religious. Pertama mereka melalui tahap
aspiran selama enam bulan hingga satu tahun, pada tahap aspiran mereka belajar
bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dan mengikuti karya Tarekat untuk melihat
sejauh mana panggilannya sebagai anggota Misionaris Cinta Kasih. Setelah
melewati masa aspiran para calon anggota Misionaris Cinta Kasih menjalani masa
postulan selama enam bulan sampai satu tahun. Pada masa postulan mereka menguji
diri dan diuji untuk mempertimbangkan lebih dalam lagi apakah dirinya cocok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dengan panggilan hidup sebagai Misionaris Cinta Kasih. Setelah itu mereka
menjalani masa novisiat dimana mereka mempelajari Kitab Suci, dasar-dasar ajaran
Gereja serta sejarah Gereja (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 189-190).
Pada akhir masa Novis mereka mengucapkan kaul sementara, lalu
mereka disebut sebagai suster yunior. Masa yuniorat ini berlangsung selama lima
tahun. Setiap tahun mereka harus membaharui kaulnya. Pada tahun keenam anggota
Misionaris Cinta Kasih menjalani masa tersiat, sebelum mereka mengucapkan kaul
kekal (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 191).
3. Shisu Bhavan
Ibu Teresa menyewa rumah untuk anak-anak terlantar rumah itu
dinamakan Shisu Bhavan. Shisu Bhavan adalah bangunan bertingkat dua, dalam
Shisu Bhavan selalu ada kegiatan meskipun Shisu Bhavan merupakan rumah untuk
anak-anak terlantar tetapi rumah ini juga merupakan pusat kegiatan Misionaris Cinta
Kasih. Tempat ini cukup berbeda dari ketenagaan rumah induk karena disinilah
orang-orang kelaparan diberi makan, dan orang-orang sakit dirawat serta disini
tempat untuk menampung ibu-ibu yang menunggu kelahiran anaknya yang tidak
memiliki tempat (Beding, 1989: 43).
Di pintu masuk Shisu Bhavan terdapat beberapa klinik harian di mana
orang miskin dapat membawa anak-anak mereka, selain itu juga disini ada tempat
untuk mengadopsi anak dan juga klinik untuk rawat jalan. Di shisu bhavan juga ada
tempat memasak untuk memberi makan 1.000 orang lebih setiap harinya dan
mereka biasanya para pengemis dan gelandangan yang datang setiap hari untuk
meminta makan sekali sehari (Vardey, 1997: 91).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
4. Sealdah Station
Sealdah Station adalah stasiun kereta api dari Estern Railway. Di dalam
stasiun itu sepuluh ribu orang memasak, makan, tidur dan meninggal dunia
beralaskan lantai batu ruang-ruang tunggu, sementara kereta-kereta api datang dari
pagi kemudian melangkahkan kaki di sela-sela orang banyak itu. Setiap hari Ibu
Teresa dan Misionaris Cinta Kasih membagi-bagikan bahan pangan berupa
campuran bulgur dan kedelai kepada para wanita yang mempunyai kompor dan bagi
mereka yang tidak mempunyai kompor Ibu Teresa memasak di tong-tong besar dan
dibagikan kepada mereka (Beding, 1989: 166).
5. Nirmal Hriday atau Wisma Hati nan Murni
Nirmal Hriday atau Wisma Hati nan Murni adalah rumah yang didirikan
oleh Ibu Teresa untuk menampung orang-orang yang sekarat, melarat dan
menghadapi ajalnya. Rumah ini diberi nama Wisma Hati nan Murni karena rumah
ini dipersembahkan kepada Hati Tak Bernoda Maria. Ibu Teresa mendirikan Nirmal
Hriday karena banyak orang yang tidak peduli akan penderitaan orang yang sekarat
yang meninggal di jalanan dan dijilati oleh anjing. Ibu Teresa menginginkan di akhir
hidup orang-orang yang melarat dan sekarat itu mereka bisa merasakan cinta,
perhatian dan kebahagiaan sehingga ketika ajal menjemput mereka bisa tersenyum
dan mengatakan terima kasih. Setiap orang yang mengunjungi Nirmal Hriday akan
memiliki suatu gambaran umum tentang tempat itu, tentang keindahan terhadap
sikap pasrah maut yang tak dapat dielakkan (Beding, 1989: 152).
Ibu Teresa menyebut kematian itu sebagai pulang ke rumah, ia berkata
”Nirmal Hriday” sesungguhnya merupakan kekayaan kota Kalkuta. Orang-orang ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
berangkat langsung menuju Tuhan. Dan kalau mereka pergi, meraka akan bercerita
kepada-Nya tentang kita. Kami membantu mereka untuk mati dalam Tuhan. Kami
membantu mereka untuk minta maaf pada Tuhan, sesuai dengan iman-Nya masingmasing” itulah yang dikatakan oleh Ibu Teresa. Beliau sangat mencintai dan
memperhatikan semua orang yang menderita termasuk orang yang sudah mendekati
ajalnyapun berusaha Ibu perhatikan agar mereka merasakan kedekatan mereka
dengan Tuhan tanpa harus memaksakan orang yang dirawatnya untuk menjadi
Katolik seperti dirinya. Ibu Teresa memberikan kebebasan kepada mereka untuk
berdoa sesuai dengan kepercayaannya. Bagi Ibu Teresa perbedaan bukan menjadi
halangan untuk mengasihi Tuhan melalui sesama yang menderita (Beding, 1989:
160).
6. Prem Daan
Prem Daan adalah rumah untuk menampung orang-orang sakit yang
mempunyai harapan untuk sembuh dan hidup lebih lama. Semula Prem Daan adalah
gedung yang dibangun untuk dijadikan Labolatorium Kimia, tetapi pada bulan April
1973 pabrik itu diserahkan kepada Ibu Teresa. Bagi Ibu Teresa itu merupakan
contoh yang bagus tentang praktek cinta kasih maka Ibu Teresa menamakan tempat
itu Prem Daan yang berarti “Anugrah Cinta” (Beding, 1989: 214). Di Prem Daan,
Ibu Teresa dan suster-susternya merawat orang-orang sakit, baik jiwa maupun
badan, orang-orang yang mengidap penyakit parah. Di Prem Daan ada ruangan
khusus untuk merawat orang-orang yang sakit ingatan. Prem Daan merupakan
tempat yang tenteram dimana orang-orang sakit dapat merasakan damai dan tidak
takut untuk menghadapi penyakitnya mereka lebih mampu untuk bersikap pasrah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Prem Daan juga juga memiliki tempat untuk pusat rehabilitasi. Untuk orang-orang
miskin, mereka diajari untuk mengolah serabut kelapa menjadi barang-barang
kebutuhan rumah tangga seperti sikat, keset, tali dan kranjang. Sampah yang
sebelumnya menjadi masalah dalam masyarakat dapat Ibu Teresa olah menjadi
barang yang mempunyai nilai jual sehingga ini mampu menjadi biaya hidup bagi
orang miskin (Beding, 1989: 215-217).
7. Shantinagar
Shantinagar adalah salah satu rumah untuk penderita kusta, Shantinagar
yang berarti tempat ketentraman merupakan tempat yang dapat memberikan rasa
aman dan hidup secara layak dan bermartabat bagi penderita kusta. Selain sebagai
tempat perawatan orang-orang penderita kusta, Shantinagar juga memiliki pondokpondok kecil untuk orang-orang penderita kusta yang ingin tinggal bersama
keluarga mereka, pasien penderita kusta yang sudah menikah diijinkan untuk
membawa keluarganya dan tinggal bersama-sama. Di tempat ini penderita kusta
dapat hidup secara tenteram bersama keluarga mereka tanpa harus dijauhi oleh
orang-orang (Beding, 1989: 243).
8. Membangun Klinik Kesehatan
Berawal dari klinik keliling, Ibu Teresa menolong penyandang kusta ke
perkampungan-perkampungan. Melihat semakin hari penyandang kusta semakin
banyak berdatangan Ibu Teresa berusaha bekerja sama dengan pemerintah dan
dokter, mereka membangun sebuah lembaga perawatan yang baru jauh di luar kota
supaya semua penyandang kusta mendapat pertolongan (Beding, 1989: 22). Selain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
klinik untuk penyandang kusta ada juga klinik untuk anak-anak cacat fisik dan
mental, klinik untuk pasien AIDS dan TBC serta klinik untuk anak-anak yang
kekurangan gizi serta klinik mobil yang masih berkeliling setiap hari di daerah
Kalkuta (Vardey, 1997: 83).
9. Protima Sen School
Protima Sen School merupakan sekolah yang menolong anak-anak yang
di buang dan yang tidak bisa diatur dan dikendalikan oleh orang tua mereka lagi,
anak-anak yang berkeliaran di jalan-jalan, yang melakukan pencurian dan anak yang
sering berurusan dengan polisi. Di protima Sen School mereka dilatih untuk bekerja
untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan anak diajarkan untuk
mengembangkan bakat mereka (Beding, 1989: 80).
D. Hambatan yang Dialami Oleh Ibu Teresa pada Awal Karyanya
Buku Teresa dari Kalkuta, Krispurwana Cahyadi (2010: 29-32)
menyebutkan bahwa ada empat kendala yang dialami oleh Ibu Teresa pada awal
karyanya diantaranya adalah perubahan gaya hidup, tiadanya bekal, “ladang” yang
berbeda dan yang terakhir adalah semuanya dimulai dengan sendirian.
1. Perubahan Gaya Hidup
Ketika memutuskan untuk keluar dari biara Loreto tentunya hal pertama
yang langsung berubah dari kebiasaan-kebiasan yang sering Ibu Teresa lakukan
adalah perubahan gaya hidup. Kehidupan Ibu Teresa ketika menjadi suster Loreto
dan setelah keluar dari biara Loreto tentunya sangat berbeda dimana Ibu Teresa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
berangkat dari biara yang teratur, baik dari hidup dan karya semua teratur, dengan
pekerjaan sebagai pendidik dengan jadwal yang jelas, dan interaksi dengan orang
lain juga terbatas. Tentunya ini sangat jauh berbeda dengan karya pelayanan Ibu
bagi kaum miskin. Ketika Ibu Teresa berkarya di tengah-tengah orang miskin
tentunya tidak ada jadwal yang tertata dengan baik sehingga perubahan cara hidup
yang dia jalani begitu berbeda dengan sebelumnya. Hal ini membuat Ibu Teresa
sering merindukan biara Loreto dan membayangkan hidup teratur, terjamin, tentram
dan aman disana. Perubahan ini sangat tidak mudah untuk dia jalankan sehingga
perubahan ini menjadi pengalaman yang menyakitkan, pengalaman yang membawa
masuk ke dalam kekeringan dan kesepian rohani bagi Ibu Teresa (Krispurwana
Cahyadi, 2010: 30).
2. Tiadanya Bekal
Pada awal keluar biara Ibu Teresa tidak tahu apa yang akan dia lakukan
karena dia tidak punya uang dan juga pengalaman berkarya di kalangan kaum
miskin. Ibu Teresa hanya memiliki pengalaman sebagai guru yang bertugas untuk
mengajar anak-anak di sekolah. Ibu Teresa sadar bahwa kemampuannya mengajar
tidak bisa dia jadikan sebagai bekal untuk melayani kaum miskin karena kaum
miskin tidak hanya butuh pendidikan tapi banyak hal lain. Oleh karena itu Ibu
Teresa mulai belajar untuk merawat orang sakit dan membantu ibu yang melahirkan.
Dari situ Ibu Teresa belajar bahwa yang terpenting bukan bekal melainkan hati,
bukan uang, tetapi kasih. Tetapi untuk sampai kesitu tentunya mengalami proses
yang tidak mudah Ketika Ibu Teresa masih berada di dalam biara Loreto Ibu Teresa
tidak pernah berpikir tentang hidupnya (Krispurwana Cahyadi, 2010: 31).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
3. “Ladang” yang Amat Berbeda
Dunia sekolah dan dunia kampung kumuh sangat berbeda, maka pertama
kali masuk kecurigaan dan penolakan dialaminya apa lagi Ibu Teresa orang Barat
dan suster, mengingat waktu itu konflik Hindu-Islam memanas. Tidak mudah
membuktikan bahwa dia datang dengan tulus dan sungguh, dengan kasih dan hati.
Banyak orang-orang menentang kehadiran Ibu Teresa dan bahkan ingin
mencelakainya, hal ini membuat Ibu Teresa takut dan cemas tetapi dia tidak pernah
mau mundur karena semuanya baru dimulai.
Pada awalnya Ibu Teresa tidak kuat untuk melihat darah dan merawat
orang-orang yang sakit, tetapi seiring dengan berjalannya waktu Ibu Teresa bisa
mengatasi masalahnya itu. Satu hal yang Ibu Teresa katakan yang membuatnya bisa
kuat melayani dan mencintai kaum miskin adalah karena dia melihat Tuhan di
dalam diri mereka yang miskin dan menderita. Hal itulah yang memberikan
kekuatan untuk dia agar tetap bisa melayani, merawat dan mencintai orang yang
sedang menderita. Baginya dia mencintai dan mengasihi Allah melalui mereka.
Allahlah yang hadir secara tersamar melalui mereka yang menderita sehingga tidak
ada alasan utuk mengabaikan mereka (Krispurwana Cahyadi, 2010: 31).
6. Memulai dengan Sendirian
Orang pertama-tama melakukan sesuatu mencari teman tetapi apa yang
yang dilakukan oleh Ibu Teresa, dia melakukan semua dengan sendirian. Memang
ada pastor Jesuit yang membantu tetapi dapat dikatakan bahwa Ibu Teresa berjuang
sendiri, segalanya dia lakukan sendiri. Kemuian dan datang relawan dan kemudian
datang bekas muridnya sampai mereka terbentuk sebagai Tarekat religius. Bagi Ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Teresa tidak mudah panggilan itu diterimanya. Akan tetapi dia menyadari bahwa
tidak ada panggilan yang mudah. Bagi Ibu Teresa kesulitan, tragedi merupakan jalan
panggilan. Justru kemiskinan dan kesulitan, salib dan derita, kesepian dan
kekeringan, penolakan dan kecurigaan, yang dialaminya semakin masuk ke dalam
ajakan panggilan Allah, dan tidak menjadikannya malahan mundur. Di tengah salib,
berkat memancar, ditengah tragedi, rahmat menyertai, namun semuanya itu akan
didapat jika umat beriman memberikan diri kepada Allah untuk ikut serta dalam
gerakan Yesus, memanggul salib dan masuk dalam derita. Konsekuensinya terlibat
dalam kecemasan, duka, sakit, luka dan penderitaan umat manusia (Krispurwana
Cahyadi, 2010: 32).
E. Pandangan Ibu Teresa terhadap Penderitaan
Setiap orang pasti pernah mengalami masalah dalam hidup dan masalah
itu memberikan penderitaan bagi orang yang mengalaminya. Sering sekali masalah
yang begitu berat membuat orang tidak mampu untuk bangkit lagi, hanya bisa
meratapi tanpa berbuat apa-apa. Dan yang paling menyedihkan adalah di saat orang
mengalami masalah dan penderitaan yang berkepanjangan orang merasakan Tuhan
jauh darinya, merasa Tuhan tidak peduli terhadap penderitaannya. Sering orang
merasa kecewa pada Tuhan ketika apa yang diharapkannya tidak jadi kenyataan. Ibu
Teresa sebagaimana yang dikutip oleh Egan & Egan (2001: 130) pernah
mengatakan bahwa ubahlah kata “masalah” menjadi “karunia” maka ketika kita
menghadapai masalah kita tidak terpuruk hanya disitu tetapi mampu menikmati
masalah itu dan menjadikannya sebagai karunia yang harus disyukuri. Bagi Ibu
Teresa masalah yang dialami akan menjadi penderitaan jika kita tidak mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
melihat kearah yang berlainan yaitu apa yang diharapkan oleh Tuhan dari masalah
yang ada. Ibu Teresa pernah mengatakan bahwa janganlah kamu berkecil hati dan
kecewa ketika kamu sudah berusaha untuk mendapatkan sesuatu dan kamu tidak
bisa mendapatkannya.
Sebagai manusia biasa tentunya Ibu Teresa juga pernah mengalami
masalah, mengalami penderitaan, dan kesedihan, tetapi Ibu Teresa mampu
mengatasi semua karena dia percaya bahwa Allah selalu menyertainya. Ketika dia
harus meninggalkan keluarganya untuk melayani Tuhan dia tetap memiliki
kegembiraan, begitu juga ketika ia harus meninggalkan biara yang sangat
dicintainya yaitu Loreto, Ibu Teresa juga merasa terluka tetapi demi panggilannya
yang baru ia tetap mampu bertahan. Dalam buku hariannya seperti yang dikutip oleh
Egan & Egan (2001: 71) Ibu Teresa menulis:
Tuhan menghendaki diri saya untuk menjadi biarawati yang kesepian,
menanggung salib kemiskinan. Hari ini saya memetik pelajaran baik.
Kemiskinan yang ditanggung orang-orang itu sedemikian berat. Ketika
saya berjalan dan terus berjalan hingga kaki dan tangan terasa sakit, saya
berpikir betapa berat penderitaan orang-orang itu ketika mereka mencari
tempat berlindung.
Dapat di lihat bahwa Ibu Teresa juga merasa kesepian tetapi beliau masih
bisa bersyukur dengan merasakan betapa berat penderitaan yang dialami oleh orangorang miskin. Penderitaan yang dia alami tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan penderitaan orang yang sakit, miskin dan disingkirkan oleh orang lain. Bagi
Ibu Teresa penderitaan yang dialami akan terasa ringan jika kita mampu melihat
penderitaan orang lain yang jauh lebih besar dari pada kita. Tidak hanya sampai
disitu pada awal karyanya untuk melayani orang miskin beliau juga ditolak oleh
mereka tetapi itu tidak membuatnya mengeluh dan berhenti melayani mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
F.
Cinta Kasih Ibu Teresa
1.
Mencintai Kristus dengan Melayani Sesama
Ibu Teresa sangat memahami bahwa cinta-Nya kepada Kristus membuat
hidup-Nya berubah, baginya tidak ada artinya dia berkata bahwa dia mencintai
Kristus tetapi tidak ikut ambil bagian dalam melayani Yesus. Apabila kita tidak
dapat mencintai seseorang yang kelihatan, bagaimana mungkin kita bisa mencintai
Kristus yang tidak kelihatan. Bagi Ibu Teresa mencintai saudara kita yang hadir
secara nyata bersama kita merupakan perwujudan dari cinta kita kepada Kristus. Ibu
Teresa sangat memahami bahwa cinta itu butuh pengorbanan tidak hanya sekedar
kata-kata tetapi butuh tindakan nyata. Ibu Teresa sebagaimana yang dikutip oleh
Krispurwana Cahyadi (2003c: 57). mengatakan bahwa:
Cinta tidak bermakna jika tidak dibagikan. Cinta harus diletakkan dalam
perbuatan nyata. Kita harus mencintai tanpa mengharapkan imbalan,
semata-mata untuk cinta itu sendirian. Cinta yang dalam tidak
mengharapkan apapun, cinta hanya memberi. Kita tidak perlu melakukan
hal-hal yang besar kepada Tuhan dan sesama. Justru kemendalaman cinta
yang kita nyatakan dalam perbuatanlah yang membuat perbuatanperbuatan kita menjadi indah di mata Tuhan.
Cinta Ibu Teresa kepada Yesus membuatnya tidak pernah lelah dalam
melayani sesama karena baginya jika cinta itu tulus maka dia tidak akan pernah
menuntut dan tidak akan pernah mengeluh dengan apa yang dikerjakannya. Oleh
karena itu Ibu Teresa tidak pernah mengharapkan apapun dari orang yang dia layani
karena dia mengerti betul bahwa yang dia layani itu adalah Yesus sendiri. Bagi Ibu
Teresa Yesus adalah segala-galanya sehingga ketika dia melayani orang miskin dia
merasakan bahwa yang dilayaninya itu adalah Yesus sendiri sehingga dia selalu
berusaha melakukan yang terbaik bagi orang yang dia layani. Tentang karyakaryanya Ibu Teresa mengatakan sebagai berikut: “Aku melakukannya karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Yesus, bersama Yesus, dalam Yesus dan untuk Yesus. Itu berarti mencintai sesama,
sebagaimana Yesus sendiri mencintai kita semua, sampai mengorbankan diri-Nya
sendiri demi cinta-Nya kepada kita” (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 59).
Dahulu Yesus mengorbankan hidupNya demi kita dan sekarang apa yang
dapat kita berikan untuk dia. Dia rela menjadi manusia dan menyerahkan nyawaNya untuk menebus dosa manusia. Itulah pelayanan yang Yesus berikan pada
manusia dan itu bisa terjadi karena cinta-Nya kepada manusia. Pengorbanan Yesus
membuat Ibu Teresa memahami bahwa cinta itu butuh pengorbanan dan harus siap
untuk menderita, seperti Yesus yang rela menderita demi manusia itulah bukti cinta
kasih-Nya kepada manusia. Oleh karena Kristus telah mau merendahkan diri demi
manusia dan menyelamatkan seluruh umat manusia Ibu Teresa rela melakukan
segalanya bagi Dia. Ibu Teresa juga percaya bahwa Kristuslah yang memanggil dia
sehingga dia mampu melakukan semua karya pelayanannya, baginya Kristuslah
yang berkarya dalam setiap karya yang dia kerjakan. Menurutnya semua orang
dipanggil oleh Allah untuk meneruskan karya pelayanannya di dunia. Oleh karena
itu jika kamu ingin mendengarkan panggilan Allah, kamu harus siap untuk
mengosongkan diri supaya Allah yang mengisi (Krispurwana Cahyadi, 2003a: 59).
2. Melayani dengan Berbagi Kehidupan
Kehidupan merupakan sesuatu yang sangat berharga yang harus dijaga
dan dipelihara, tetapi zaman sekarang ini kehidupan sangat memperihatinkan karena
banyak orang yang tidak tahu bagaimana menghargai kehidupan. Kekerasan,
pembunuhan, pemerkosaan, memakai obat-obatan terlarang, bahkan sering orang
kalut dalam situasi yang salah yang membuat dirinya tidak segan-segan mengakhiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
nyawanya dan nyawa orang lain. Karena alasan ekonomi seorang ibu tega
membunuh anaknya sendiri, bahkan banyak anak yang di bawah umur melakukan
seks bebas, ini semua fenomena yang terjadi dalam kehidupan ini dan semua ini
seolah-olah gaya hidup dan suatu pembenaran oleh orang-orang pada saat ini. Hal
yang sangat membuat Ibu Teresa prihatin dalam kehidupan ini adalah kemiskinan
rohani yang dialami oleh orang-orang, bagi Ibu Teresa kemiskinan rohani jauh lebih
sulit diatasi dari pada kemiskinan jasmani. Kemiskinan jasmani bisa diatasi dengan
memberi makanan atau uang tetapi kemiskinan rohani lebih dari itu makanan dan
materi tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, hidup-Nya hampa, merasa
ditinggalkan, perasaan kesepian, tidak bermakna, ditolak, tidak diperhatikan
kemiskinan yang sulit untuk diatasi sehingga Ibu Teresa dalam pelayanan-Nya tidak
hanya memberi makanan jasmani tetapi dia juga memberikan makanan rohani. Ibu
Teresa ingin mengatakan kepada semua orang bahwa tidak perlu takut untuk
menjalani kehidupan ini karena Tuhan datang untuk memberikan kehidupan, ”Aku
dating, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala
kelimpahan” (Yoh 10:10). Ibu Teresa sangat meyakini hal itu sehingga di dalam
menjalani panggilan-Nya dia tidak pernah takut dan khawatir karena Tuhan pasti
akan memberi jalan (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 136-137).
Melayani tidak pernah lepas dari kata memberi, baik memberi diri,
memberi kasih, memberi materi bahkan memberikan kehidupan bagi orang yang
dilayani. Inilah yang dilakukan oleh Ibu Teresa dalam melakukan pelayanannya Ibu
Teresa memberikan diri secara penuh kepada Allah sehingga dalam setiap
pelayanannya dia benar-benar merasakan Yesus yang hadir secara tersamar di dalam
pribadi setiap orang yang menderita tak terkecuali bayi yang masih di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kandungan. Bagi Ibu Teresa Allah juga hadir bersama mereka oleh karena itu
meskipun dia belum lahir tidak ada orang yang berhak mengahiri kehidupannya
termasuk ibunya sendiri. Oleh karena itu perbuatan aborsi adalah perbuatan yang
paling fatal yang tidak boleh dilakukan oleh siapapun termasuk ibu yang
mengandungnya. Karena seorang ibu bertugas untuk menjaga dan memelihara
kehidupan anak yang dikandungnya dan seorang Ibu harus memahami bahwa anak
adalah milik Allah bukan miliknya jadi dengan begitu dia bisa menyadari bahwa dia
tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidup anak itu. Selain itu aborsi juga merusak
suara hati seorang ibu. Karena dengan melakukan pengguguran seorang ibu
mengajarkan pembunuhan ini jauh dari kodrat seorang perempuan yang merupakan
sosok yang pemberi kehidupan (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 140-141).
G. Teladan Hidup Ibu Teresa
Komitmen pada Kristus adalah inti dari segala karya yang dilakukan Ibu
Teresa, secara sederhana Ibu Teresa menunjukkan enam jalan sederhana yang
dilaluinya yang dapat kita jadikan teladan dalam melayani kaum miskin yaitu Ibu
Teresa teladan keheningan, Ibu Teresa teladan dalam doa, Ibu Teresa teladan dalam
iman, Ibu Teresa teladan dalam cinta, Ibu Teresa teladan dalam melayani, Ibu
Teresa teladan dalam perdamaian.
1. Ibu Teresa Teladan dalam Keheningan
Setiap hari Ibu Teresa selalu menyempatkan diri untuk meluangkan
waktu hening, sesibuk apapun dia dalam menjalankan karyanya Ibu Teresa selalu
menyempatkan diri untuk meninggalkan kebisingan dan hiruk pikuk pergi ke tempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
yang sepi untuk menciptakan keheningan. Menurut Ibu Teresa di dalam keheningan
ia dapat membuka hati yang bersih dan mendengarkan Allah. Ibu Teresa
sebagaimana yang dikutip oleh Beding (1989: 274) mengatakan bahwa:
Kita harus berusaha bertemu dengan Allah. Tetapi Ia tidak bisa di jumpai
dalam kebisingan dan hiruk pikuk. Allah itu sahabat keheningan. Lihat
bagaimana bunga-bungaan, rumput dan pohon-pohon, semuanya tumbuh
dalam keheningan. Allah kita bukan seorang yang mati melainkan yang
hidup, yang penuh cinta. Semakin banyak kita terima dalam keheningan
doa, maka semakin banyak juga yang dapat kita berikan dalam
kehidupan kita yang aktif. Semua kita membutuhkan keheningan supaya
dapat menyentuh jiwa-jiwa. Yang penting adalah bukanlah apa yang kita
katakan tetapi apa yang disabdakan Allah kepada kita dan melalui kita.
Tidak akan ada artinya kata-kata yang kita ucapkan jika tidak
menyinarkan cahaya Kristus.
Bagi Ibu Teresa keheningan mengantarkannya untuk lebih dekat dengan
Allah dan merasakan damainya hati. Melalui keheningan Ibu Teresa merasakan
Allah menyentuh jiwanya dan melalui keheningan dia bisa mendengarkan apa yang
disabdakan Allah kepadanya. Baginya yang terpenting bukanlah kata-kata yang kita
ucapkan tetapi bagaimana kedekatan kita dengan Allah akan mempengaruhi segala
yang kita lakukan dalam pelayanan kita. Dalam perjumpaan kita dengan Allah
melalui keheningan kita tidak perlu meminta karena Dia baik dan maha kasih.
2. Ibu Teresa Teladan dalam Doa
Ibu Teresa merupakan pribadi pendoa. Sebagai hamba Ibu Teresa
mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah, Ibu Teresa begitu meyakini bahwa
Allah akan selalu mendampinginya. Bagi Ibu Teresa doa merupakan hal terpenting
dalam karyanya karena baginya doa mampu memberikan kekuatan, menopang, dan
memberi suka cita dalam karyanya. Ibu Teresa selalu memberikan teladan doa
dengan hati dimana kita mampu menempatkan diri kita dalam keheningan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
hadapan Allah. Doa merupakan perkara hati di mana dengan berdoa dengan hati
memudahkan kita bertemu dengan Allah. Oleh karena itu Ibu Teresa selalu
memberikan teladan yang baik supaya kita mencintai doa. Ibu Teresa sebagaimana
yang dikutip oleh Beding (1989: 273) mengatakan “Hendaklah kita mencintai doa,
hendaknya kita sering merasakan kebutuhan untuk berdoa sepanjang hari dan
berusaha berdoa. Doa melapangkan hati hingga ia mampu menampung Allah yang
menyerahkan diri-Nya” Ibu Teresa merasakan, dengan berdoa dan melalui doa kita
dapat bersatu dalam cinta dengan Kristus. Melalui doa juga kita akan lebih bisa
terbuka kepada Allah. Berdoa kepada-Nya berarti bersama Dia duapuluh empat jam
sehari. Doa juga mampu memberikan kedamaian bagi kita dan doa mampu
memberikan kita kekuatan dalam menapaki jalan hidup ini. Begitulah pentingnya
doa bagi Ibu Teresa.
3. Ibu Teresa Teladan dalam Iman
Dalam karyanya Ibu Teresa tidak mengajarkan tentang iman, tetapi dari
cara berbuat dan melakukan suatu hal, Ibu Teresa sungguh menghayati imannya.
Hal itu terlihat dari perbuatannya terhadap orang miskin Ibu Teresa sebagaimana
yang dikutip oleh Beding (1989: 262) pernah juga mengatakan bahwa “di mana ada
Misteri di sana ada Iman”. Bagi Ibu Teresa iman adalah menanggapi kasih Allah,
menanggapi kasih Allah bukan berarti langsung mengasihi Allah, tetapi menanggapi
kasih Allah berarti berbuat melakukan sesuatu untuk mereka. “iman sejati adalah
iman yang terarah kepada manusia, bukan pada teks, iman yang menunjukkan Allah
yang menyapa dan menyelamatkan umat manusia” (Krispurwana Cahyadi, 2010:
211). Dengan begitu iman bukan hanya pada kata-kata tetapi bagaimana seseorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
itu mampu menunjukkan dengan perbuatan sesuai dengan iman yang dipercayainya.
Begitu banyak orang yang mengaku beriman tetapi sedikit sekali orang yang
menyatakan imannya dengan tindakan nyata. Ada begitu banyak agama dan masingmasing orang mempunyai jalan untuk mengikuti Allah dan saya mengikuti Yesus
dan beriman kepadanya karena itu Yesus merupakan segala-galanya bagiku. Karena
itu dia merasa tidak pernah takut dalam menghadapi segala ujian karena dia percaya
bahwa Yesus selalu ada bersama dia dan dia begitu percaya pada Kristus sehingga
dia selalu berkata bahwa semuanya yang dia lakukan karena Kristus dan untuk
Kristus (Vardey, 1997: 29).
4. Ibu Teresa Teladan dalam Cinta
Cinta membuat Ibu Teresa rela meninggalkan cita-cita masa kecilnya,
kebahagiaan masa depan yang menjaminnya demi orang-orang yang ditemuinya di
jalan-jalan yaitu mereka yang menderita, miskin, tersingkir dan kurang diperhatikan,
mereka yang kesepian, semua itu dilakukan oleh Ibu Teresa karena cintanya kepada
Kristus. Bagi Ibu Teresa percuma kita mencintai orang lain jika kita tidak mampu
menderita baginya, karena cinta sejati tidak pernah meminta tetapi selalu memberi
sampai merasakan sakit. Bukankah Yesus sendiri menderita karena cinta-Nya pada
manusia. Bagi Ibu Teresa panggilan mengikut Kristus merupakan pemberian diri.
Pemberian diri merupakan tanda cinta. Ibu Teresa sebagaimana yang dikutip oleh
Krispurwana Cahyadi (2003c: 57) mengungkapkan demikian:
Cinta tidak bermakna jika tidak dibagikan. Cinta harus diletakkan dalam
perbuatan nyata, kita harus mencintai tanpa mengharapkan imbalan,
semata-mata untuk cinta itu sendiri, jika kita mengharapkan imbalan itu
bukan cinta. Kita tidak perlu melakukan hal-hal yang luar bisa untuk
menyatakan cinta kita kepada Tuhan dan sesama. Justru kedalaman cinta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
yang kita nyatakan dalam perbuatanlah yang membuat perbuatanperbuatan kita indah di mata Tuhan.
Tidak ada artinya kita berkata jika kita mencintai Tuhan, jika tidak
melakukan apa-apa bagi sesama, karena cinta kepada Tuhan harus dinyatakan
dengan perbuatan baik kepada sesama yang membutuhkan karena sesungguhnya
lebih indah melakukan satu tindakan nyata yang menunjukkan cinta kita kepada
Tuhan dari pada mengucapkan seribu kata cinta tetapi tidak melakukan apa-apa
bagi-Nya.
5. Ibu Teresa Teladan dalam Melayani
Bagi Ibu Teresa melayani mereka yang miskin, menderita, cacat dan
kelaparan adalah hal yang paling penting karena mereka adalah orang-orang yang
butuh perhatian sehingga Ibu Teresa memberikan diri dengan tulus kepada mereka
yang membutuhkannya. Menurut Ibu Teresa setiap orang mampu memberikan
pelayanan pada orang lain dan itu tidak perlu sama seperti yang dia lakukan karena
baginya pelayanan yang orang lakukan belum tentu bisa dia lakukan dan pelayanan
yang dia lakukan belum tentu orang lain bisa lakukan, yang terpenting adalah
membuka hati untuk orang lain, kalau masalah uang atau yang lain itu pasti akan
ada jalannya yang terpenting adalah hati. Ibu Teresa sebagaimana yang dikutip oleh
Beding (1989: 89) pernah mengatakan bahwa “Tidak pernah saya memikirkan soal
uang. Uang selalu datang. Tuhan mengirimkanya. Soalnya kami melakukan karyaNya. Maka Ia menyediakan sarana, jika Tuhan tidak memberikan sarana itu sudah
merupakan satu petunjuk bahwa Ia tidak merestui pekerjaan tersebut. Nah mengapa
cemas?”. Ibu Teresa percaya bahwa dalam melakukan pelayanan jangan pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
takut tidak ada uang karena jika Allah memberikan pekerjaan maka Ia juga akan
menyediakan sarana. Tugas orang beriman hanyalah memberikan karya kasih agar
dengan karya kasih itu umat manusia semakin beriman dan bisa merasakan kasih
Allah dalam hidupnya sehingga dalam penderitaanpun dia mampu merasakan
kehadiran Allah melalui karya yang kita lakukan.
6. Ibu Teresa Teladan dalam Perdamaian
Ibu Teresa banyak melakukan karya perdamaian, karya damai yang Ibu
lakukan tidak hanya di sekitar kota India tetapi di luar India seperti Amerika,
Inggris, Ethopia dan masih banyak yang lainnya. Semua yang Ibu Teresa lakukan
untuk menciptakan kedamaian. Bagi Ibu Teresa dia akan merasakan damai jika dia
bisa berbuat bagi orang lain. Ibu Teresa sebagaimana yang dikutip oleh Beding
(1989: 283) pernah mengatakan bahwa “Hendaknya kita memancarkan kedamaian
Allah, memancarkan cahaya-Nya, dan mematikan segala kebencian dalam dunia ini,
dalam hati segala orang, mematikan cinta akan kekuasaan”. Karena dengan itu orang
akan merasakan damai. Bagi Ibu Teresa jika orang ingin merasakan kedamaian ia
terlebih dahulu harus berdamai dengan dirinya sendiri karena orang yang menaruh
dendam, benci dan amarah tidak akan bisa merasakan kedamaian apalagi membawa
kedamaian itu sangat tidak mungkin, begitu juga dengan orang yang mencari
kekuasaan sampai mengorbankan orang lain mereka tidak akan merasakan damai.
Jadi untuk mendapatkan kedamaian semuanya harus dimulai dari diri sendiri dan
pada akhirnya bisa memberikannya bagi orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
BAB III
SEMANGAT PELAYANAN KATEKIS BAGI KAUM MISKIN
BERDASARKAN TELADAN PELAYANAN IBU TERESA
Kehidupan katekis tidak pernah dapat dipisahkan dari kaum miskin
karena katekis hidup bersama dalam masyarakat. Oleh karena itu karya pelayanan
katekis juga tidak dapat dipisahkan dari kaum miskin, karena selain mereka berada
di satu tempat yang sama, mereka sebagai murid Kristus memiliki kewajiban untuk
ikut ambil bagian dalam menjalankan sabda-sabdaNya. Seperti yang kita ketahui
bahwa di dalam menjalankan karya-Nya Yesus sendiri selalu memberikan perhatian
kepada mereka yang miskin dan menyembuhkan yang sakit. Orang miskin memiliki
tempat yang istimewa di dalam karya pelayanan-Nya, itu terlihat di dalam sabdaNya “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya
Kerajaan Allah, berbahagialah hai sekarang ini lapar karena kamu akan dipuaskan.
Berbahagialah hai kamu yang sekarang ini menangis karena kamu akan tertawa”
(Luk 6:20-21). “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu
lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40).
Mewartakan Kerajaan Allah kepada kaum miskin bukanlah tugas yang
mudah, banyak godaan dan rintangan yang harus dihadapi, oleh karena itu katekis
harus memenuhi beberapa kriteria. Dimana kriteria tersebut bertujuan untuk
menjamin kwalitas hidup dan tugas perutusannya dengan baik dan penuh tanggung
jawab, serta diharapkan dapat tampil sebagai sosok pribadi yang bermutu, baik
menyangkut hidup rohani maupun pribadinya sehingga ia mampu membawa orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
lain sungguh mengenal dan mengimani Yesus Kristus serta mampu menghadirkan
Kerajaan Allah bagi kaum miskin. Mencintai dan melayani mereka yang miskin,
menderita, tertindas dan difabel merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah,
mereka adalah orang-orang yang dihindari bahkan dianggap “sampah” oleh
pemerintah.
Dari dulu sampai sekarang mereka tetap menjadi korban atas
ketidakberdayaan mereka melawan pemerintah, mereka seolah-oleh dianggap
sebagai masalah yang sulit untuk diselesaikan, oleh karena itu Yesus selalu
mengajak orang yang mengikuti Dia untuk memberikan perhatian dan cinta kasih
kepada mereka yang miskin. Oleh karena itu katekis sebagai pengikut Yesus sudah
sepantasnya memberikan perhatian yang khusus kepada kaum miskin sehingga
katekis mampu mewujudkan Kerajaan Allah bagi kaum miskin dan pada akhirnya
katekis mampu mewujudkan keadilan kepada orang yang lemah dan anak yatim;
membela orang miskin dan tertindas, meluputkan yang tidak berdaya dan
berkekurangan; dan membebaskan mereka dari tangan orang jahat (Mzm 82:3-4).
Berikut ini akan dibahas tentang siapa itu katekis, spiritualitasnya, kemampuan yang
perlu dimiliki, peran katekis dalam tugas perutusannya dan pelayanannya bagi kaum
miskin.
A. Pengertian Katekis
Katekis adalah “Orang beriman yang dipanggil secara khusus dan diutus
oleh Allah serta mendapat penugasan dari Gereja melalui missio kanonika dari
Gereja terutama dalam karya pewartaan Gereja untuk memperkenalkan,
menumbuhkan dan mengembangkan umat di sekolah dan dalam komunitas basis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
baik teritorial maupun kategorial” (Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese SeTanah Air, 2005: 133).
Marseen (1981: 12) menyatakankan bahwa katekis adalah “orang yang
pekerjaannya memperkenalkan Tuhan Allah”. Ini berarti bahwa katekis memiliki
tanggung jawab yang besar karena ia berbicara tentang Tuhan Allah. Tentunya
katekis harus memahami dan memiliki kedekatan dengan Allah sehingga dalam
pelayanannya ia mampu memperkenalkan Allah kepada semua orang tanpa pandang
bulu. Selain itu Marssen menambahkan bahwa katekis adalah ”seorang yang
mendapat panggilan dari Allah yang terus menerus mencintai dan memelihara
Gerejanya, yang menolong umat, yang jalannya sulit serta membawa umat kepada
Tuhan Allah”. Seorang katekis harus mencintai Gerejanya dan memberikan
pelayanan secara utuh demi kemuliaan Allah.
Menurut Indra Sanjaya (2011: 11) katekis adalah “mereka yang
sebenarnya berhadapan langsung dengan jemaat beriman dengan segala macam
problemanya”. Dimana katekis adalah orang yang paling mengerti dan mengenal
umat, dengan berbagai macam karakter orang, lengkap dengan berbagai macam
masalah yang mereka hadapi, katekis sebagai orang yang paling tahu keadaan umat
dibandingkan dengan yang lainnya.
Menurut Suhardo (1972: 10) katekis adalah “orang beriman yang secara
khusus mendapat tugas untuk memberikan kesaksiannya atas imannya sendiri dalam
masyarakat. Atau dapat dikatakan secara khusus membawa masyarakat kearah apa
yang diimaninya, yaitu Kristus yang telah menderita sengasara, wafat dan bangkit”
Dari beberapa pengertian mengenai katekis yang telah dipaparkan di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa katekis adalah orang yang dipanggil oleh Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
untuk mewartakan Kabar Gembira bagi semua orang teristimewa bagi mereka yang
miskin dan menderita.
B. Spiritualitas Katekis
Seorang katekis adalah pewarta Kabar Gembira Allah bagi semua orang,
teristimewa bagi kaum miskin, oleh karena itu seorang katekis harus mempunyai
aneka semangat hidup yang mewarnai isi pewartaannya. Di mana adanya keadaan
yang senantiasa mendorong, menyemangati, dan memotivasi katekis. Ada empat
macam ciri spiritualitas katekis (Komkat KWI, 1997: 23-30) yaitu keterbukaan
terhadap Sabda, keutuhan dan keaslian hidup, semangat misioner dan devosi kepada
Bunda Maria.
1. Keterbukaan terhadap Sabda
Seorang katekis memiliki tugas yang paling utama yaitu mewartakan
Kabar Gembira bagi semua orang, oleh karena itu sikap rohani yang paling
mendasar yang perlu dimiliki oleh katekis adalah keterbukaan terhadap sabda
Tuhan.
Keterbukaan
terhadap
sabda
Tuhan
berarti
terbuka
terhadap
peyelenggalaraan Allah dalam hidupnya sehingga dalam menjalani hidupnya seharihari di tengah-tengah Gereja, masyarakat dan dunia katekis mampu merasakan
kehadiran Bapa dalam hatinya. Sehingga dia mampu membiarkan dirinya untuk
mendengarkan apa yang di sabdakan oleh Allah dan menyimpanya di dalam hatinya
yang paling dalam dan dia wujudkan melalui sikap dan perbuatan di dalam
kehidupan sehari-hari (KomKat KWI, 1997: 23). Dengan demikian semangat
pelayanan katekis harus berakar pada sabda Tuhan dan pada akhirnya katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mampu mewujudkan apa yang diharapkan oleh Bapa yaitu membawa semua orang
pada kebenaran dan keselamatan. Katekis harus percaya pada penyertaan Bapa
dalam hidupnya sehingga dia bersedia untuk dituntun oleh Roh Kudus dan mampu
menjadi pewarta sabda yang cemerlang.
Apa yang menjadi tugas Gereja secara tidak langsung itu menjadi tugas
katekis, karena katekis adalah bagian yang tak terpisahkan dari Gereja dan katekis
memiliki peran penting dalam tugas pelayanan Gereja. Katekis sebagai anggota
Gereja memperoleh amanat untuk mewartakan Kabar Gembira Allah bagi semua
orang. Jadi pelayanan katekis merupakan pelayanan gerejawi oleh karena itu
kehadiran katekis harus menjadi tanda yang kelihatan dalam masyarakat. Para
katekis harus ikut serta bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi di
sekitarnya. Hendaklah katekis memperhatikan pewartaan misteri Kristus kepada
umat beriman, kepada mereka yang tidak percaya dan bukan Kristiani (KomKat
KWI, 1997: 23).
Katekis juga harus memiliki kesadaran akan misinya di tengah dunia
untuk mempersatukan seluruh umat manusia, katekis harus benar-benar menyadari
bahwa dia dipanggil untuk mewartakan Kabar Gembira Allah bagi dunia. Oleh
karena itu kehadiran katekis harus nampak dalam kehidupan sehari-hari di tengah
masyarakat yang memiliki berbagai macam keadaan dan kenyataan. Katekis harus
tetap teguh dan yakin pada penyelenggaraan Allah dalam hidupnya sehingga dia
tetap mampu berdiri tegak meskipun keadaanya tidak seperti yang diharapkan.
Berpegang teguh pada Allah merupakan alat utama untuk tetap maju dalam
pelayanan, sehingga pada akhirnya harapan katekis untuk menyampaikan kabar
keselamatan Allah bagi semua orang dapat terlaksana (KomKat KWI, 1997: 23).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
2. Keutuhan dan Keaslian Hidup
Sebagai seseorang yang mewartakan Kabar Gembira Allah bagi semua
orang katekis harus memiliki keutuhan dan keaslian hidup yang benar-benar
mengutamakan Allah dalam hidupnya. Setiap gerak langkahnya terlihat bahwa
Allah yang berkarya dalam hidupnya serta karya Allah itu benar-benar dia resapi
sehingga semua orang dapat melihatnya dari perilaku dan perbuatan katekis di
tengah-tengah masyarakat. Sebelum katekis mewartakan Sabda Alah terlebih dahulu
dia harus menanamkan Sabda itu dalam hidupnya sehingga pada saat dia
mewartakanya pada orang lain sabda itu bukan hanya sebagai bagian dari hidupnya
tetapi sungguh-sungguh menjadi miliknya. Sebagai seorang pewarta, katekis perlu
berkembang secara rohani dan memiliki sikap berani. Sehingga mampu membawa
orang-orang menjadi semakin beriman dan percaya akan penyertaan Allah dalam
hidup mereka (KomKat KWI, 1997: 26).
Sama seperti para kudus yang mewartakan hidup Yesus Kristus di dalam
hidup mereka, katekis juga mewartakan hidup Yesus Kristus di dalam hidupnya. Itu
berarti bahwa pewartaan katekis bukan hanya melalui ucapan kata saja, melainkan
juga melalui tindakanya dan seluruh aspek kehidupannya. Hendaknya apa yang
diajarkan oleh katekis sesuai dengan apa yang dipraktekkan dalam kehidupan yang
katekis jalani. Bukan sebaliknya, kesaksian hidup seorang katekis menjadi batu
sandungan bagi umat beriman atau bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Karena
itu, seorang katekis sebaiknya memiliki spiritualitas yang utuh dan dewasa sehingga
mampu menjadi seorang gembala yang dapat mengayomi umat ataupun orang-orang
yang ada di sekitarnya. Katekis juga harus memiliki daya keteladanan dan daya
juang yang tinggi, dimana seorang katekis tidak hanya berbicara saja tetapi apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dia ajarkan atau katakan dapat dia lakukan melalui tindakannya, sehingga semangat
hidupnya dapat menjadi inspirasi bagi umat dan masyarakat. Menjadi saksi Kristus
bukanlah tugas yang mudah karena katekis harus menyampaikan atau menunjukkan
apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain. Gereja juga
mewartakan Injil kepada dunia dengan kesaksian hidup yang setia pada Tuhan
Yesus. Menjadi saksi Kristus dapat menuai banyak resiko. Dengan demikian dalam
situasi apapun katekis harus tetap berpegang pada Kristus sehingga pada akhirnya
nanti ketika katekis mendapat banyak ujian yang sulit untuk mereka pahami mereka
tetap yakin bahwa berpegang pada Kristus adalah cara terbaik untuk mengatasi
semua masalah (KomKat KWI, 1997: 27).
3. Semangat Misioner
Katekis tidak bisa tidak harus memiliki semangat kerasulan yang tinggi,
dan hanya ingin mengetahui dan mewartakan kasih akan Kristus kepada semua
orang tanpa pandang bulu. Katekis harus benar-benar mewartakan Kabar Gembira
Allah kepada semua orang tak terkecuali mereka yang belum mengenal Kristus.
Katekis harus mengingat bahwa lambang kemurnian semangat misioner adalah
salib. Kristus yang diwartakan ketekis adalah Kristus yang tersalib. Maka katekis
harus menyiapkan diri untuk tetap mencintai tugasnya sebagai panggilan khusus,
memiliki kegembiraan di tengah kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan
panggilan dan perutusannya, mereka harus tetap mengikuti Yesus meskipun dijalan
yang sulit. Karena menjadi pengikut Kristus bukanlah hal yang mudah katekis harus
siap ikut ambil bagian dalam tugas Kristus dalam memikul salib. Semangat misioner
seorang katekis adalah mewartakan Kerajaan Allah kepada seluruh umat manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
baik kristiani maupun yang bukan kristiani, katekis harus menjadi hamba yang
sanggup melayani dunia demi terwujudnya Kerajaan Allah. Katekis sebagai seorang
awam lebih memiliki kebebasan mewartakan Kerajaan Allah di tengah-tengah
masyarakat dibandingkan dengan para imam karena katekis hidup bersama di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian harapan akan terwujudnya Kerajaan
Allah akan semakin nyata, karena Kerajaan Allah itu adalah Kerajaan cinta kasih,
keadilan dan keselamatan. Dimana di situ hanya ada kedamaian dan keteduhan hati,
inilah yang harus dihadirkan oleh katekis dalam melaksanakan tugas misionernya
(Komkat KWI, 1997: 27-29).
4. Devosi kepada Bunda Maria
Sikap menyerah pada penyelenggaraan Allah menuntunnya pada misteri
penyelamatan, ketulusan hati Bunda Maria menjadikannya Ibu dari seorang
penyelamat. Sikap pasrah Bunda Maria kepada penyelenggaraan yang Illahi
membuat Bunda Maria teguh dalam iman. Bunda Maria mampu mengosongkan diri
dan melepaskan keinginan pribadinya supaya Allah berkarya dalam dirinya. Dengan
rendah hati Bunda Maria menyatakan diri sebagai hamba yang siap melaksanakan
kehendak Allah. Bunda Maria begitu pasrah dan tetap berpegang teguh pada
kehendak Allah, sikap pasrahnya kepada rencana Allah inilah yang membuatnya
mampu tetap setia meskipun banyak rintangan yang dia hadapi bahkan dia
merelakan putranya untuk menderita sengsara demi keselamatan dan perdamain
umat manusia. Melalui Devosi kepada Bunda Maria diharapkan mampu membawa
katekis kepada sikap pasrah kepada rencana Allah dalam menjalani setiap tugas
pewartaannya (KomKat KWI, 1997: 29-30).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
C. Kemampuan yang Perlu dimiliki Katekis
Kemampuan merupakan suatu hal yang tidak bisa dikesampingkan oleh
katekis oleh karena itu dibutuhkan persiapan yang khusus untuk menjadikan katekis
yang memiliki kemampuan. Persiapan menjadi seorang katekis tidaklah mudah,
mengingat tugas yang dipercayakan kepada mereka sangat sukar. Oleh sebab itu,
para katekis perlu dipersiapkan sedemikian rupa melalui pembinaan dan pendidikan
yang tepat, sehingga menjadi pejuang-pejuang misi yang tangguh dan memiliki
kemampuan dalam menjalankan tugas dalam segala karyanya. Karena itu katekis
harus memiliki kemampuan dalam mendukung karyanya antara lain: Kemampuan
berkomunikasi dan berdialog, mampu menjadi teladan, kemampuan berefleksi,
mampu menjadi pemimpin.
1. Kemampuan Berkomunikasi dan Berdialog
Komunikasi dan dialog merupakan suatu hal yang penting dalam
meciptakan hubungan yang baik dengan orang lain, komunikasi dan dialog akan
melahirkan suatu kesepakatan antar manusia. Dengan menjalin komunikasi yang
baik dengan orang lain maka akan menghasilkan yang baik pula, oleh karena itu
sebagai katekis yang hidup dalam masyarakat dan yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat, seorang katekis harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan
berdialog yang baik sehingga di dalam melaksanakan karya pelayanannya katekis
benar-benar dapat menjadi pewarta yang baik serta katekis harus menjadi kawan
seperjuangan mereka yang dilayani, serta katekis harus mengetahui kebutuhankebutuhan dan harapan orang yang dia layani dan ikut berperanserta mengambil
keputusan yang menentukan hidup mereka. Bukankah Gereja juga selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
mengusahakan adanya dialog di dalam masyarakat sehingga apa yang ingin kita
capai dapat terwujud dengan baik, dialog akan menghasilkan satu kesepakatan yang
tidak merugikan orang lain, karena pada akhirnya dialog yang baik akan
menghasilkan sesuatu yang baik pula, oleh karena itu katekis harus memiliki
kemampuan berkomunikasi dan berdialog yang baik sehingga ketika ada masalah
yang terjadi di dalam masyarakat katekis mampu mengajak semua orang untuk
berdialog (Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese Se-Tanah Air, 2005: 135).
2. Mampu Menjadi Teladan
Seorang katekis harus benar-benar mengerti bahwa pada saat ini
kesaksian lebih disukai dari pada pengajaran karena orang lebih membutuhkan
contoh kongkrit dari pada teori yang diberikan, bagi banyak orang ceramah yang
terlalu panjang lebar hanya menimbulkan kebosananan, pada zaman sekarang ini
orang tidak lagi membutuhkan teori tetapi bagaimana teori itu dapat dilaksanakan.
Seorang katekis yang mengajarkan tentang cinta kasih, di dalam kehidupan bersama
di dalam masyarakat dia juga harus mampu memberikan contoh konkret bagaimana
sesungguhnya cinta kasih itu. Tugas sebagai katekis bukanlah hal yang mudah,
karena apa yang diungkapkan harus sesuai dengan apa yang dilakukan sehingga
pengajaran yang diberikan itu tidak kosong. Bagaimana mungkin seseorang
mengajarkan tentang cinta jika dia sendiri tidak memiliki cinta, jika dia mengajarkan
kepada orang-orang tentang cinta kasih kepada sesama, terlebih dahulu dia harus
menjalankan sendiri cinta kasih itu, karena segala perkataan dan perilakunya harus
sesuai. Seorang katekis juga harus memiliki perilaku yang baik sehingga di dalam
masyarakat dia mampu menjadi panutan bukan malah menjadi batu sandungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
karena perkataan dan perbuatannya tidak sesuai. Katekis yang baik akan selalu
diikuti oleh orang karena orang dapat merasakan kasih yang dia berikan bagaimana
dia bisa membawa perubahan bagi setiap orang yang mengenalnya. Menjadi teladan
bukanlah hal yang mudah karena banyak hal yang harus dilakukan supaya bisa
menjadi panutan bagi orang lain, tetapi jika katekis memiliki sikap rendah hati dan
pasra pada penyelenggaraan dalam hidupnya tentunya hal itu dengan sendirinya
akan didapat. Seorang teladan adalah seorang yang patut dicontoh dimana dia tidak
sombong, egois dan merasa diri paling bisa sehingga merendahkan orang lain.
Semoga dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki menjadikannya semakin
rendah hati (Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese Se-Tanah Air, 2005: 135).
3. Mampu Berefleksi dan Kehidupan Rohani yang Mendalam
Seorang katekis harus memiliki kehidupan rohani yang mendalam
sehingga dengan begitu dia mampu melihat segala sesuatu dalam terang iman.
Mengingat pentingnya keberadaan dan peranan katekis di dalam memberitakan
kabar Gembira Allah kepada semua orang maka kematangan hidup rohani katekis
sangat berpengaruh pada tugas pewartaannya, kehidupan rohani yang mendalam
akan melahirkan iman yang mendalam dengan demikian, dengan iman yang kuat
maka katekis akan semakin mampu memaknai kehadiran Kristus di dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, katekis diharapkan selalu memperkembangkan
hidup rohaninya supaya semakin mendalam dan mau memperkaya diri dengan
berbagai macam pengetahuan agama yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Seorang katekis juga sebaiknya memiliki kemampuan berefleksi karena itu sangat
membantu katekis dalam menghadapi setiap peristiwa yang dialaminya setiap hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
baik suka maupun duka, dengan kemampuan berefleksi ini maka katekis akan
semakin mampu menemukan nilai-nilai manusia dalam kehidupan sehari-hari dan
mampu menggumuli nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehingga kehadiran
katekis mampu membawa perubahan bagi dirinya dan juga orang yang dilayaninya
(Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se-Indonesia, 1993: 23).
4. Mampu menjadi Pemimpin
Seorang katekis harus memiliki kemampuan sebagai pemimpin, tetapi
pemimpin yang dimaksud disini adalah pemimpin yang melayani bukan sebagai
pemimpin yang pada umumnya yaitu pemimpin yang hanya mementingkan diri
sendiri dan kalangannya, pemimpin yang merasa diri paling bisa sehingga dia sulit
untuk menghargai orang lain dan pengetahuannya dia jadikan sebagai alat untuk
menjatuhkan orang lain, tidak mampu menghargai orang lain dan merasa diri paling
benar dan berkuasa.
Seorang katekis harus memiliki kepemimpinan kristiani dimana
kepemimpinan kristiani adalah selalu bersifat pelayanan. Sebagai pemimpin katekis
dipanggil menjadi pelayan, tugasnya adalah memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk saling mengasihi, mampu mengayomi dan mampu membawa perubahan
bagi orang lain atupun dirinya sendiri. Oleh karena itu seorang katekis harus mampu
menjadi pemimpin. Tetapi pemimpin yang dimaksud dalam konteks ini adalah
pemimpin yang melayani bukan sebagai pemimpin yang menjadi tuan atau pendikte
tetapi pemimpin yang mampu mengarahkan umat atau masyarakat yang
dipimpinnya. Seorang katekis harus memiliki wibawa kepemimpinan yang sesuai
dengan tugas pelayanannya dimana dia mampu mengayomi seluruh anggotanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
termasuk mereka yang miskin dan yang tidak dianggap oleh masyarakat. Dengan
kemampuannya ini diharapkan kehadiran katekis benar-benar dapat dirasakan oleh
masyarakat (Brian, 1992: 17).
D. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya
1. Panggilan dan Perutusan Katekis
Katekis adalah orang yang dipanggil secara khusus oleh Allah untuk
mewartakan kabar gembira kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian
diharapkan katekis mampu menyadari bahwa menjadi katekis adalah panggilan
khusus dari Allah “Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan mereka
pun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan
untuk diutus-Nya memberitakan Injil” (Mrk 3:13-14). Oleh karena itu sudah
sepantasnya katekis memahami panggilan hidupnya sebagai panggilan yang
istimewa dalam hidupnya sehingga di dalam menjalankan tugas perutusannya dia
tidak pernah kenal lelah dan terus semangat dan mempercayakan semuanya kepada
Allah karena tidak semua orang mendapatkan panggilan itu (Prasetya, 2007: 44).
Katekis harus memahami bahwa di dalam lingkungan mana saja katekis
bertugas di situ terlaksana fungsi perutusannya, baik di lingkungan orang beriman
katolik ataupun di lingkungan yang bukan beriman katolik. Tugas perutusan katekis
tetap dibutuhkan. Dan di dalam tugas perutusannya hendaknya katekis belajar dari
Yesus Kristus dimana Yesus pernah mengatakan bahwa “Apabila kamu telah
meninggikan Anak Manusia, baru kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku
tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi aku berbicara tentang hal-hal
sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku” (Yoh 8:28). Dengan demikian hendaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
katekis memahami betul bahwa apa yang dia lakukukan dalam perutusannya adalah
kehendak dari Allah, sehingga di dalam melaksanakan perutusannya katekis tetap
yakin akan penyertaan Allah dalam tugas perutusannya.
2. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya
Tugas pewartaan berasal atau bermula dari pemikiran Allah oleh karena
itu tugas ini berlaku untuk Gereja, perintah Allah adalah ”Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman” (Mat 28:19-20). "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil
kepada segala makhluk" (Mrk 16:15). Dengan demikian mewartakan Yesus Kristus
kepada dunia merupakan tugas pokok Gereja, oleh karena itu katekis sebagai bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari Gereja yang memiliki tugas istimewa diharapkan
mampu mewartakan Yesus Kristus bagi seluruh orang, baik orang yang belum
beriman ataupun orang yang sudah beriman kepada-Nya, baik orang kaya maupun
yang miskin.
Katekis dipanggil oleh Allah untuk menjadi saksi dan pembawa harapan
bagi semua orang dengan mewartakan Yesus Kristus yang mulia serta menjamin
terwujudnya karya keselamatan Allah di dunia ini. Mewartakan Yesus Kristus
berarti mewartakan kabar gembira dari Allah kepada semua orang. Di mana katekis
membantu meraka untuk mengenal, mencintai dan mengimani Yesus Kristus di
dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari di tengah-tengah masyarakat
(Prasetya, 2007: 32).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Di sini ada tiga peran katekis dalam tugas perutusannya yakni peran
katekis dalam tugas perutusannya di sekolah, peran katekis dalam tugas
perutusannya di paroki dan peran katekis dalam tugas perutusannya di dalam
struktur pemerintahan.
a. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya di Sekolah
Katekis sekolah merupakan seorang guru agama yang bekerja di bidang
pendidikan (PNS atau pegawai yayasan) yang bertugas untuk memberikan
pelajaran/pengetahuan tentang agama katolik bagi siswa-siswi yang katolik ataupun
yang bukan katolik. Di sini guru agama memiliki peran penting dalam tugas
pewartaannya dimana guru agama tidak hanya mengajarkan tentang apa yang
tertulis dalam kurikulum tetapi lebih dari itu guru agama memiliki tugas untuk
mewartaan sabda Allah kepada anak didiknya. Oleh karena itu guru agama memiliki
tugas penting untuk menanamkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Allah untuk
diterapkan dalam peroses pendidikan yang dijalankan (KomKat KWI, 2005: 26).
b. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya di Paroki
Katekis paroki mempunyai tugas yang begitu berat karena mewartakan
karya keselamatan Allah di antaranya yaitu pembinaan katekese umat, pembinaan
sakramen, pemandu dalam pendalaman iman dan Kitab Suci, mendampingi tim
katekese paroki dan membina iman anak. Tentunya tugas itu bukanlah hal yang
mudah karena semua itu dibutuhkan keterampilan dan kerja keras, tugas pewartaan
merupakan tugas pokok katekis melalui pengajaran agama (katekese). Katekis
membagi pengalaman hidup kristiani, dan penghayatan hidup beriman. Katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
bersama Pastor paroki yang juga gembala yang bertugas mengajar iman umat Allah
yang dipercayakan kepadanya. Tentunya tugas sebagai gembala tidak melihat dari
segi yang lain semuanya domba dituntun meskipun ada yang kecil, besar, tua dan
sebagainya. Begitu juga dengan tugas pastor paroki menuntun umatnya dia bukan
saja mengajar bagi para orang tua tetapi mulai dari anak-anak sampai dengan
kakek-nenek, semua usia, semua golongan, tanpa pandang bulu (Komkat KWI,
1997: 18).
c. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya di dalam Struktur Pemerintahan
Katekis dalam struktur pemerintahan ini bertugas untuk mengurus
seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan dan pendidikan. Katekis
yang bertugas dalam struktur pemerintahan ini tidak pernah dapat dipisahkan dari
hidup bermasyarakat, karena katekis berada di tengah-tengah masyarakat dan
menjadi bagian dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu katekis memiliki peran
penting dalam tugas pelayan kepada masyarakat. Di sini katekis diharapkan dapat
membawa dan menyampaikan kabar gembira dalam masyarakat dari Yesus Kristus,
di mana selama ini banyak masyarakat yang ingin lepas dari tekanan, ketidak
adilan, kemiskinan. Oleh karena itu sebagai orang yang dipandang memiliki
pengaruh dalam masyarakat katekis diharapkan mampu membawa perubahan dalam
masyarakat, katekis harus menjadi pembawa damai dalam masyarakat yang beragam
suku, ras dan budaya. Katekis harus selalu mampu menghadirkan kasih Yesus di
tengah-tengah hidup mereka melalui sikap dan perbuatan, di manapun katekis
berada dia harus memiliki semangat kerasulan yang selalu hidup (Suhardo, 1972:
10-11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
E. Pelayanan Katekis bagi Kaum Miskin
1. Pengertian Kaum Miskin
Jika berbicara tentang kemiskinan tentunya tidak mudah mendefinisikan
atau merumuskan kriteria kaum miskin itu seperti apa. Miskin dapat dalam bentuk
jasmani maupun rohani atau orang yang mengalami penderitaan yang disebabkan
oleh orang lain yang tidak peduli atau secara tidak langsung menindas mereka.
Kemiskinan sendiri sebenarnya tidak diharapkan dan disukai karena hidup dalam
kemiskinan identik dengan kehinaan dan penuh problema. Dalam dokumen Majelis
Antar Serikat Religius Indonesia (MASRI) tahun 1984 sebagaimana yang dikutip
oleh Banawiratma (1987: 98) melukiskan secara cukup luas apa yang dimaksud
orang miskin dan kecil yakni antara lain ”orang yang tak berdaya karena mengalami
aneka macam pemiskinan … yang membuat semakin banyak orang hidup semakin
tidak manusiawi dan tidak menggambarkan bahwa dia adalah citra Allah yang
bermartabat sebagai manusia ( no. 6). Pada umumnya mereka hidup di bawah taraf
kewajaran manusia (no. 7)”.
Dokpen KWI (1995: 339) menjelaskan bahwa miskin bukan dalam nilainilai, kualitas ataupun potensi-potensi manusiawi. Miskin berarti bahwa mereka
dilucuti dari kemungkinan mencapai harta dan sumber-sumber material yang
mereka perlukan untuk bisa hidup secara sungguh manusiawi. Dikatakan dilucuti,
karena mereka hidup di bawah penindasan, yakni, di bawah struktur-struktur sosial,
ekonomis dan politis yang dalam dirinya sudah mengandung ketidak-adilan. Miskin
di sini bukan hanya miskin secara materi tetapi miskin rohani dan mereka yang
tidak mendapatkan keadilan, mereka yang ditindas, mereka yang menderita dan
difabel. Mereka yang mendapatkan perlakuan tidak adil dari para penguasa. Oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
karena itu dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kaum miskin
yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah kaum miskin yang didefenisikan oleh Ibu
Teresa sebagaimana yang dikutip oleh Vardey (1997: 8-9) yaitu:
Yang lapar dan kesepian, tidak hanya saja akan makanan tetapi Sabda
Allah; yang haus dan yang bodoh, tidak hanya akan air tetapi juga akan
pengetahuan, damai, kebenaran, keadilan dan cinta; yang telanjang dan
yang tidak dicintai, tidak hanya soal pakaian tetapi akan martabat
manusia; yang tidak diinginkan, anak-anak yang belum lahir, penentang
diskriminasi rasialis, kaum tuna wisma dan orang-orang yang terbuang
mereka tidak hanya butuh rumah yang tersusun dari batu bata tetapi juga
akan sebuah hati yang memahami, yang melindungi, yang mencintai,
yang sakit, yang melarat, yang hamper mati, dan para tawanan- tidak
hanya secara jasmani tetapi juga pikiran dan jiwa; mereka semua yang
telah kehilangan harapan jiwa dan iman dalam hidup, dalam alkoholik
dan pecandu obat-obatan, dan mereka semua kehilangan Allah karena
bagi mereka Allah adalah masa lampau, padahal Allah sesunggunya
adalah saat ini dan di sini ini, dan yang kehilangan segala harapan akan
Kekuasaan Roh Kudus.
2. Gereja dan Kaum Miskin
Gereja adalah tubuh Kristus, Gereja bukan persekutuan yang hidup
sendiri dari persekutuan-persekutuan lainya. Gereja adalah persekutuan pelayanan.
Meskipun dalam Gereja terdapat beraneka macam fungsi dan pelayanan tetapi
masing-masing pelayanan mempunyai tujuan dan ciri khasnya masing-masing.
Gereja tidak pernah dapat dipisahkan dari kaum miskin karena Gereja dan
pelayanannya harus membawa kabar baik bagi semua orang teristimewa kaum
miskin, karena di mata Yesus kaum miskin memiliki tempat yang istimewa sehingga
di dalam pewartaannya, Yesus banyak berkumpul dengan mereka yang miskin,
menderita dan cacat. Oleh karena itu sebagai pengikut Kristus, Gereja juga memiliki
peran penting dalam mewartakan kabar baik bagi semua orang terlebih lagi bagi
mereka yang miskin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Dalam Dokumen “Keadilan di Dunia” hasil sinode para uskup tahun
1971 ditegaskan bahwa pewartaan Kabar Gembira bagi kaum miskin merupakan
misi Gereja. Di sini Gereja hadir sebagai penampung aspirasi masyarkat yang
tertindas dan mengalami ketidakadilan. Bertolak dari pengertian tentang pewartaan
Injil dalam konteks itulah Gereja harus mendekati misinya untuk berbagi kehidupan
kaum miskin di Indonesia. Gereja tidak melulu bekerja untuk kaum miskin seperti
suatu lembaga sosial melainkan Gereja ikut bekerja sama bersama kaum miskin ikut
mengalami kehidupan dan memahami harapan mereka berjalan menyertai mereka
dalam usaha mencari kemanusia yang otentik dalam Kristus Yesus (KWI, 1996:
242).
Kegiatan demi keadilan merupakan unsur hakiki pewartaan Injil, Gereja
harus ikut serta di dalam perjuangan kaum miskin dan bersatu dengan mereka demi
perjuangan mereka yang lebih manusiawi (FABC, I No 58). Di sini tampak bahwa
apabila kita dapat saling memperhatikan dan menolong, maka proses pemiskinan
akan semakin terkikis dan digantikan oleh proses saling mengasihi yang membawa
masyarakat menuju kedamaian dan kebahagiaan. Semoga Gereja mampu
mewujudkan wajah Gereja yang berpihak pada kaum miskin dalam setiap perbuatan
dan tingkah laku kita sehari-hari berlandaskan kasih akan Allah dan sesama.
Memang tidak mudah, banyak cobaan dan godaan namun dengan bantuan Roh
Kudus kita berharap mempunyai keprihatinan yang besar terhadap kaum miskin,
sehingga Gereja kaum miskin benar-benar terwujud dan diperlukan, bukan sekedar
slogan belaka tetapi dapat terwujud di dalam kehidupan bersama dalam masyarakat
(KWI, 1996: 455). Keprihatinan kepada mereka yang miskin juga ditunjukkan oleh
para Paus dengan mengeluarkan suatu ajaran Gereja yang memperjuangkan hak-hak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
kaum miskin, ASG sendiri muncul pertama kali pada 15 Mei 1891 yang ditulis oleh
Paus Leo XIII melalui Ensiklik Rerum Novarum. Ajaran sosial Gereja (ASG)
merupakan usaha Gereja untuk merumuskan maksud dan arah keterlibatan orang
Kristiani yang beraneka ragam suku, ras, agama dan budaya dalam memberikan
keprihatinan terhadap mereka yang tertidas dan miskin. Munculnya ASG karena
adanya keprihatinan dari Gereja terhadap mereka yang miskin dan tertindas,
keprihatinan itu membuat Gereja ikut bertindak mencari jalan keluar, Gereja
memahami bahwa Gereja hadir di dalam dunia bukan dari luar dunia sehingga
Gereja tidak mampu menutup mata atas keprihatinan yang terjadi. Allah yang
solider terhadap manusia memicu munculnya ASG, jika Allah sendiri solider
terhadap manusia mengapa manusia tidak solider terhadap sesamanya sendiri.
Bukankah Yesus sendiri mengajarkan kita untuk mencitai sesama seperti diri sendiri
(Mat 22:39).
Gereja melihat ada aneka macam keprihatinan yang dialami oleh umat
manusia di belahan dunia. Terhadap masalah-masalah tersebut, Gereja tidak berdiri
sendiri. Gereja bukanlah penonton yang diam dan tak bergerak. Gereja menyadari
sebagai bagian dari masyarakat dan dunia, keprihatinan yang terjadi di masyarakat
dan juga dunia merupakan tanggung jawab Gereja. Ajaran Sosial Gereja pada
umumnya tersebar dalam ajaran moral katolik yang menyangkut hubungan antar
manusia yang berbicara tentang hal yang menyangkut sosial-ekonomi, kemiskinan
dan pembagian kekayaan. Sejak tahun 1891 ada banyak ajaran sosial Gereja, baik
yang ditulis oleh para paus maupun dari konferensi para uskup di belahan dunia
mulai dari Rerum Novarum sampai Caritas in Veritate (KomKat KAS, 2012: 1216).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
3. Peran Katekis dalam Pelayanan bagi Kaum Miskin
Tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia tanah air kita yang tercinta
ini banyak sekali orang miskin atau lebih tepatnya mereka dimiskinkan oleh struktur
pemerintahan yang tidak adil. Di sini katekis sebagai bagian dari Gereja memiliki
peran penting dalam membawa perubahan dan mampu menghadirkan kerajaan
Allah di tengah-tengah masyarakat. Para katekis memiliki peran penting dalam hal
ini karena kehadiran katekis diharapkan mampu membawa perubahan bagi
perkembangan hidup manusia serta mampu menegakkan keadilan. Oleh karena
mereka hidup sebagai orang awam dalam masyarakat, dengan begitu mereka bisa
memahami dengan baik, menafsirkan, dan berusaha menemukan pemecahan bagi
masalah-masalah pribadi dan sosial dalam terang Injil (KomKat KWI, 1997: 34).
Dengan demikian katekis harus mampu membawa perubahan dan mewartakan kabar
Gembira Allah bagi semua orang yang mengalami kemiskinan. Yesus sendiri
bersabda bahwa "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku,
untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus
Aku (Luk 4:18). Di sini katekis sebagai bagian dari Gereja diharapkan mampu
membawa kabar baik bagi semua orang miskin dengan memberikan semangat iman
bagi mereka. Yesus juga bersabda “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Yesus ingin menegaskan
bahwa apa yang kita lakukan bagi kaum miskin kita melakukannya untuk Kristus,
Dia ingin mengatakan bahwa betapa berartinya kaum miskin bagi-Nya sehingga Dia
tidak ingin kaum miskin menjadi bahan perguncingan dan bahkan ditinggalkan.
Yesus ingin mengatakan bahwa jika kita berbuat baik terhadap sesama maka sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
saja artinya kita berbuat baik kepada Yesus, begitu juga sebaliknya jika kita berbuat
tidak baik terhadap sesama sama saja kita tidak berbuat baik terhadap Yesus. Jadi
dari situ dapat dilihat bahwa betapa berartinya kaum miskin bagi Yesus. Oleh
karena itu katekis harus mampu merasakan kehadiran Yesus dalam diri orang
miskin sehingga katekis mampu melayani Yesus yang hadir
dalam diri orang
miskin. Sebaiknya katekis tidak menutup mata akan penderitaan orang miskin.
Yesus sangat mencintai orang yang miskin, oleh karena itu sebagai pengikut Yesus
katekis harus memiliki cinta kasih karena jati diri pengikut Kristus adalah cinta
kasih “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah
kasih” (1 Yoh 4:8 ).
Sudah sepantasnya katekis memahami betul apa yang harus dia lakukan
bagi mereka yang miskin. Orang-orang yang menderita ini rindu akan cinta kasih.
Oleh karena itu katekis harus mampu membawa mereka pada perjumpaan kasih
yang mendalam, dengan jalan melakukan karya-karya kecil dengan cinta kasih yang
besar dan mendalam kepada mereka yang miskin. Semoga dengan kasih yang hadir
dalam diri masing-masing katekis mampu merubah wajah di sekitar kita menjadi
lebih manusiawi dan mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Karena para katekis
yang khususnya terlibat dalam kerasulan umum mempunyai kewajiban untuk
menjadikan keprihatinan ini sebagai keberpihakan Gereja. Ini tidak berarti bahwa
mereka hanya tertarik pada kaum miskin melainkan bahwa kaum miskin mendapat
perhatian yang utama (KomKat KWI, 1997: 34). Dan pada akhirnya sabda Yesus
dapat diwujudkan oleh katekis bagi kaum miskin “Sebab ketika Aku lapar, kamu
memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku
seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam
penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:35-36).
F. Ibu Teresa sebagai Teladan bagi Katekis dalam Mewujudkan Semangat
Pelayanan bagi Kaum Miskin
Ibu Teresa merupakan sosok yang mampu memberikan inspirasi dan
teladan bagi semua orang karena karyanya yang begitu besar, ketulusan hatinya
mencintai mereka yang kekurangan membuat dia dikenal oleh banyak orang bahkan
dunia pun mengenalnya. Karya Ibu Teresa dipuji oleh semua orang bahkan banyak
orang yang tergugah melihat karyanya dan meneladani dia dengan ikut melayani
kaum miskin. Beliau merupakan sosok yang mampu memberikan inspirasi dan
teladan bagi banyak orang di dunia tidak terkecuali Gereja, memang sosok seperti
beliau begitu mengundang banyak perhatian sehingga tidak heran jika dia
mendapatkan banyak penghargaan. Bahkan Paus Yohanes Paulus II mengatakan
bahwa Ibu Teresa sebagai Guru yang banyak mengajarinya tentang cinta kasih dan
pengorbanan kepada kaum miskin.
Ibu Teresa memang sosok yang mudah membuat hati orang tergugah jika
Paus Yohanes Paulus II saja mengaguminya dan mengatakan Ibu Teresa sebagai
teladannya dalam memberikan cinta bagi kaum miskin bagaimana dengan katekis
tentunya Ibu Teresa sangat pantas untuk dijadikan teladan oleh katekis dalam
melayani kaum miskin. Dalam melaksanakan karya pelayanannya bagi kaum miskin
Ibu Teresa tidak pernah mengenal lelah dan dia selalu mengutamakan Allah dalam
hidupnya, betapapun orang memujinya karena karya pelayanannya tetapi dia tetap
rendah hati bahkan baginya karya yang dia lakukan itu bukanlah karyanya tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
karya Allah. Allahlah yang berkarya dia hanya sebagai perpanjangan tangan Allah
untuk memberikan kasih kepada orang miskin (Krispurwana Cahyadi, 2003c: 6).
Banyak hal yang dapat katekis teladani dari hidup beliau, baik dari segi
iman, cinta, kesetiaan dan karya. Sebagai pendidik di sekolah katekis juga dapat
menjadikan Ibu Teresa sebagai teladan dalam karya pelayanannya di sekolah , sikap
rendah hati Ibu Teresa dapat katekis jadikan sebagai teladan. Ketika Ibu Teresa
diutus oleh biaranya untuk mengajar dia mampu mengajar dengan baik bahkan para
siswanya sangat menyayangi dia sehingga ketika dia memutuskan untuk keluar para
siswanya sangat merindukan dia, sebaiknya sebagai pendidik di sekolah katekis
mampu menjadi saluran kasih Allah sehingga kehadiran katekis sebagai pendidik
tidak semata-mata memberikan pengetahuan tapi bagaimana dia mampu menjadi
teman bagi siswanya. Bagi Ibu Teresa pendidikan juga suatu keharusan karena tanpa
pendidikan orang mudah untuk dibodohi, ketika dia masih remaja ibunya sudah
mengajarkan dia pentingnya arti pendidikan sehingga ketika ayahnya meninggal,
ibunya tidak mengijinkan dia untuk berhenti sekolah dan membantu ibunya
memenuhi kebutuhan hidup. Ibu Teresa mengingat selalu apa yang dikatakan oleh
ibunya bahwa “Dunia terlalu keras tanpa pendidikan” (Wellman, 2002: 26). Hal
inilah yang membuat Ibu Teresa tidak ada lelahnya untuk belajar. Ibu Teresa sangat
memahami bahwa di sekolah itu banyak hal yang dapat orang pelajari bukan hanya
sebatas untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui tetapi sekolah merupakan
tempat untuk belajar bagaimana menanamkan perilaku yang baik pada anak-anak.
Seharusnya katekis juga sebagai pendidik memahami betul bahwa tugasnya bukan
hanya mengajarkan tentang Yesus Kristus tapi bagaimana mereka bisa meyakini Dia
dan percaya kepada penyertaannya di dalam hidup sehari-hari mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Kecintaan Ibu Teresa terhadap pendidikan dapat dilihat dari karyanya di
Motijhil, ketika dia memutuskan untuk meninggalkan biara Loreto yang sangat
dicintainya itu, hal pertama yang dilakukan oleh Ibu Teresa adalah mengajar anakanak miskin di perkampungan kumuh di Motijhil. Banyak sekali karya Ibu Teresa
yang dapat katekis teladani bagi kaum miskin, tetapi yang tidak kalah penting
adalah kesetiaan dalam panggilan. Pada saat ini banyak katekis yang krisis dalam
panggilan apa lagi panggilan untuk melayani kaum miskin. Penulis sendiri
mendengar beberapa sharing dari katekis yang merasa bahwa mereka sering goyah
dalam melaksanakan tugas perutusannya. Mereka memiliki kekawatiran bahwa
tugas sebagai katekis itu tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, bagaimana
mungkin mereka bisa melayani kaum miskin jika mereka sendiri menghawatirkan
kehidupan mereka. Para katekis kurang memiliki sikap berserah pada kehadiran
Allah. Ini sangat jauh berbeda dengan Ibu Teresa. Beliau sangat percaya pada
penyelenggaraan Allah dalam hidupnya sehingga baginya uang bukanlah
penghalang dalam karyanya,
jika Allah sudah berkehendak maka apapun bisa
terjadi dan Ibu Teresa yakin akan hal itu.
Dalam melakukan karyanya bagi kaum miskin Ibu Teresa tidak pernah
memikirkan uang. Baginya uang tidak dapat menghentikan pelayanan kasih yang
dia berikan, karena Ibu Teresa percaya bahwa Allah memberikan pekerjaan maka Ia
juga akan menyediakan sarana. Tugas orang beriman hanyalah memberikan karya
kasih agar dengan karya kasih itu umat manusia semakin beriman dan bisa
merasakan kasih Allah dalam hidupnya sehingga dalam penderitaanpun dia mampu
merasakan kehadiran Allah melalui karya yang kita lakukan tanpa harus takut tidak
ada uang (Beding, 1989: 89). Oleh karena itu dalam keadaan apapun dia tetap setia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pada Allah bahkan dia sampai mengalami dua kali panggilan dalam hidupnya, hal
ini dapat katekis jadikan sebagai teladan serta motivasi untuk tetap semangat dan
selalu setia pada penyelenggaraan Allah dalam hidupnya.
Bagi Ibu Teresa jika kita selalu siap pada penyelenggaraan Allah dan
selalu berkata ya pada panggilannya maka Allah akan memberikan tugas yang lebih
besar lagi. Kita harus selalu setia padanya sehingga ketika Dia memanggil kita bisa
mendengarnya. Panggilan itu selalu bersifat khusus tergantung kita mendengarkan
dan menjalankannya atau tidak, semuanya terserah kita karena Allah tidak pernah
memaksa apa yang akan dipilih oleh umatnya. Kesetiaan Ibu Teresa kepada
penyertaan Allah dan sikap pasrahnya akan panggilan Allah membuatnya
mendapatkan tugas yang lebih besar lagi yaitu mendirikan konggregasi Misionaris
Cinta Kasih baik suster, maupun bruder. Melalui Misionaris Cinta Kasih, Ibu Teresa
melayani umat Allah dengan lebih banyak lagi. Semangat Ibu Teresa dalam
pelayanan Allah dapat dijadikan teladan bagi katekis dalam melayani umat Allah
meskipun karya pelayanannya tidak sebesar apa yang dilakukan oleh Ibu Teresa,
tetapi ini dapat dijadikan teladan agar di dalam melaksanakan tugas pelayanannya
bagi Allah, katekis tidak mengenal lelah dan selalu mengutamakan Allah dalam
hidupnya dan selalu percaya pada penyelenggaraan Allah. Memang tidak mudah
untuk meneladani karya Ibu Teresa karena begitu banyak yang sudah dia lakukan
bagi banyak orang.
Dalam karya pelayanannya Ibu Teresa tidak pernah memilih-milih orang
yang dia layani baik suku, budaya, ras dan agama. Bagi Ibu Teresa Yesus hadir
secara tersamar dalam penderitaan, kemiskinan, dan kerinduan hati banyak orang.
Tuhan Yesus hadir secara nyata dalam diri mereka yang menderita. Itulah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
penyamaran Tuhan yang paling nyata. Bukankah Yesus sendiri bersabda bahwa kita
harus mengasihi sesama kita manusia seperti diri kita sendiri, Sabda-Nya itu
tentunya memiliki arti yang dalam, jika Yesus sendiri meminta kita untuk mencintai
sesama kenapa kita harus membeda-bedakannya. Jadi di dalam karya pelayananya
katekis juga benar-benar mampu mencintai sesama, apa lagi mereka yang miskin
(Krispurwana Cahyadi, 2003c: 66).
Dalam karya pelayanannya Ibu Teresa tidak hanya melayani mereka
yang miskin secara materi tetapi Ibu Teresa juga melayani mereka yang miskin
secara rohani. Bahkan melayani yang miskin secara rohani jauh lebih sulit dari pada
miskin secara materi karena orang yang miskin secara materi memberi mereka
makan saja sudah cukup tetapi orang yang miskin secara rohani tidak hanya cukup
memberi mereka makan tetapi mereka membutuhkan bimbingan dan perhatian yang
khusus. Di dalam karya pelayanannya tentunya katekis pasti akan menemukan
mereka yang miskin secara rohani. Kadang orang yang miskin secara rohani ini
tidak terlihat bahkan dianggap dia tidak memiliki masalah sehingga dia sering
terabaikan. Bagaimana kehadiran katekis di tengah-tengah masyarakat mampu
membawa perubahan yang baik sehingga orang-orang merasa diperhatikan dan
merasa berarti, karena banyak orang pada saat ini bukan hanya miskin secara materi,
tetapi miskin secara rohani.
Kehadiran Ibu Teresa tidak hanya membawa perdamaian di Kalkuta
tetapi kehadirannya juga dapat membawa perdamaian bagi dunia, sehingga ketika
terjadi pertikaian di India dan di negara kelahirannya Ibu Teresa berhenti bekerja
dan berkonsentrasi menulis surat kepada pers, mengajak masyarakat untuk
berdamai, dan meminta semua pihak yang bertikai untuk tidak menggunakan nama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
agama sebagai alat pemecah belah. Sebagai orang yang tidak bisa dipisahkan dari
keluarga, lingkungan masyarakat kehadiran katekis juga diharapkan mampu
membawa perdamaian bagi keluarga dan lingkungannya, katekis dapat melihat dari
sosok Ibu Teresa yang terus menerus berusaha membawa perubahan sebaiknya
kehadiran katekis juga bisa membawa perdamaian baik dalam keluarga maupun
masyarakat (Egan & Egan, 2001: 110).
Cinta
kasih
Ibu
Teresa
terhadap
kaum
miskin
membuatnya
mengorbankan seluruh hidupnya bagi mereka. Menurut Ibu Teresa kaum miskin
tidak semata-mata hanya membutuhkan makanan jasmani saja tetapi mereka
sebenarnya lebih membutuhkan makan rohani. Oleh karena itu mereka sebenarnya
lebih membutuhkan kasih dibandingkan hanya materi. Katekis di dalam
melaksanakan pelayanannya sebaiknya mengutamakan cinta kasih seperti yang Ibu
Teresa lakukan bukankah dasar daripada mentalitas kerasulan yang sejati dalam
agama Katolik adalah “cinta kasih kepada sesama, perhatian yang dalam mengenai
Hidup manusia, keinginan untuk hidup demi kepentingan orang lain, dengan
demikian membuat hidup kita sendiri berarti” (Cooke, 1972: 21).
Semangat Ibu Teresa dalam melayani kaum miskin seharusnya dapat
dijadikan teladan oleh katekis dalam melaksanakan karyanya bagi kaum miskin.
Bukankah Yesus sendiri sangat mencintai mereka yang miskin, hina dan terbuang.
Ini dapat dilihat dari sabda-sabda-Nya “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah
mengurapi aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin” (Luk 4:18).
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk
salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini kamu telah melakukannya untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Aku” (Mat 25:40). Dari sabda-Nya itu dapat dilihat bahwa Yesus sangat mencintai
mereka yang miskin.
Melalui karya-karyanya Ibu Teresa mampu menghadirkan Kerajaan
Allah di tengah-tengah kaum miskin, bukankah seharusnya katekis juga mampu
menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah kaum miskin. Karya Ibu Teresa
dapat menjadi motivasi yang kuat bagi katekis dalam mewujudkan Kerajaan Allah
di tengah-tengah kaum miskin, karena di sekitar kita masih banyak sekali kaum
miskin yang belum merasakan kehadiran kerajaan Allah, di mana mereka masih
takut, lapar, haus, sakit, dijauhi dan tidak diperhatikan dan martabat mereka tidak
dihiraukan. Dengan begitu semoga kehadiran katekis dapat membawa perubahan
nasib bagi mereka yang miskin. “Kerajaan yang diwartakan oleh Yesus menyangkut
pembelaan terhadap martabat pribadi manusia yang diciptakan sebagai citra Allah
berkaitan dengan perjuangan mengatasi kemiskinan, perjuangan melawan keadilan
(Suratman Gitowiratmo, 1996: 47). Dengan menghadirkan Kerajaan Allah di
tengah-tengah kaum miskin, diharapkan kehidupan mereka lebih baik dan iman
mereka lebih berkembang dan mereka benar-benar dapat merasakan kehadiran
Kerajaan Allah di tengah kepahitan hidup yang mereka alami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
BAB IV
USAHA MENINGKATKAN PELAYANAN KATEKIS
BAGI KAUM MISKIN BERDASARKAN TELADAN PELAYANAN
IBU TERESA MELALUI KATEKESE UMAT
Mencintai dan melayani kaum miskin merupakan suatu keharusan bagi
Ibu Teresa. Baginya Allah memanggil semua orang untuk mencintai dan melayani
kaum miskin dan sekarang tergantung dari pribadi masing-masing orang bagaimana
tanggapannya terhadap panggilan Allah itu. Bagi Ibu Teresa mencintai dan melayani
kaum miskin sama dengan mencintai dan melayani Allah, sehingga tidak heran jika
seluruh hidupnya dia berikan untuk orang miskin. Bagi Ibu Teresa mencintai dan
melayani kaum miskin berarti mencintai dan melayani Allah yang hadir bersama
kaum miskin dan melalui diri kaum miskin, sehingga tidak heran jika tidak ada kata
menyerah untuk memberikan pelayanan kasih bagi kaum miskin. Baginya semua
yang dia lakukan untuk Kristus, karena cintanya pada Kristuslah yang
memampukannya melayani mereka yang miskin. Inilah yang memotivasinya
sehingga dia tetap teguh dalam pelayanannya. Baginya menghadirkan Kerajaan
Allah bagi kaum miskin merupakan keharusan yang harus selalu dijalani. Sikap Ibu
Teresa yang begitu mencintai Allah dan mewujudkannya melalui kaum miskin
sudah sepantasnya menjadi inspirasi dan teladan bagi katekis dalam melaksanakan
pelayanan kasih bagi kaum miskin sehingga dalam tugas pewartaannya, kaum
miskin mendapat tempat yang istimewa seperti dalam karya pewartaan Yesus di
mana kaum miskin memiliki tempat yang istimewa. Sebagai bahan guna membantu
para katekis dalam memaksimalkan pelayanan bagi kaum miskin, maka pada bab
empat ini akan disajikan program katekese umat yang yang akan dibahas dalam lima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
bagian yakni bagian pertama akan membahas tentang arti katekese umat, tujuan
katekese umat, Shared Christian Praxis sebagai suatu alternatif katekese umat
model pengalaman hidup, usulan program katekese, petunjuk pelaksanaan program,
contoh persiapan katekese umat.
A. Arti Katekese Umat
Katekese adalah pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar
seorang Kristiani semakin dewasa dan teguh dalam iman. Dengan kata lain katekese
adalah usaha-usaha dari pihak Gereja untuk menolong umat agar semakin
memahami, menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari di
dalam masyarakat (Telaumbanua, 1999: 5). Seperti yang sudah dijelaskan bahwa
katekese merupakan pengajaran sebagaimana yang dirumuskan dalam PKKI II
sebagai berikut:
Katekese umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman
iman (penghayatan iman) antar anggota jemaat/kelompok. Melalui
kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman
masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semaki sempurna. Dalam
katekese umat tekanan terutama diletakkan penghayatan iman. Meskipun
tidak dilupakan katekese umat mengandaikan adanya perencanaan
(Huber, 1980: 18).
Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulkan bahwa katekese umat
merupakan tukar pengalaman iman yang berasal dari umat, oleh umat dan untuk
umat. Dimana umat memiliki peran penting dalam mengambil bagian dalam
pendalaman yang dilakukan. Umat dituntut untuk aktif dalam menceritakan
pengalaman apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimna itu
dilihat dalam terang iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
B. Tujuan Katekese Umat
Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin
dicapai begitu juga dengan katekese umat. Menurut PKKI II tahun 1980 tujuan dari
katekese umat adalah:
Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman hidup
kita sehari-hari;
dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari
kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari;
dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap,
mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristiani kita;
kita makin bersatu dalam kristus, makin menjemaat, makin tegas
mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta;
sehingga kita sanggup memeri kesaksian tentang Kristus dalam hidup
di tengah masyarakat (Huber, 1980: 16)
Berdasarkan pengertian di atas tampaklah bahwa tujuan dari katekese
umat adalah menjawab kerinduan umat akan kehadiran Allah dalam hidup mereka
sehingga mereka merasakan kehadiran Allah dalam pergulatan hidup mereka seharihari. Umat mampu memperbaharui hidup secara terus menerus (metanoia) dan
semakin beriman kepada Yesus Kristus dengan mengamalkan kasih serta
menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia. Selain itu tujuan dari katekese umat
adalah menjawab kebutuhan hidup umat yang relevan dengan kehidupan zaman
sekarang. Jadi katekese umat merupakan suatu kegiatan gerejawi untuk membantu
umat (memahami), menghayati dan mewujudkan iman dalam hidup sehari-hari
dengan melayani orang yang membutuhkan.
C. Shared Christian Praxis sebagai Suatu Model Katekese Umat
Dalam rangka membantu katekis untuk semakin menghayati tugas
pelayanannya dengan meneladani spiritulitas pelayanan Ibu Teresa penulis memilih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
katekese umat karena menurut penulis ini sanggat cocok dengan katekis yang hidup
bersama dalam masyarakat. Seperti Ibu Teresa yang tergugah hatinya ketika melihat
apa yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang diharapkan katekis juga dapat
merasakan hal yang sama. Dengan mendengarkan sharing dari umat pemahaman
dan pengetahuan katekis tentang dunia sekitarnya akan semakin bertambah dan
berkembang. Bagaimanapun juga kehidupan katekis tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan bermasyarakat karena katekis merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari masyarakat karena katekis adalah bagian dari masyarakat itu.
Shared Christian Praxis (SCP) adalah suatu pendekatan berkatekese
yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bertujuan untuk mendorong peserta,
berdasarkan konfrontasi antara “tradisi” dan “visi” hidup mereka dengan tradisi dan
visi Kristiani. Orientasi utama dari model ini adalah praxsis yaitu perwujudan nilainilai Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan Gereja. Keterlibatan
kongkrit dalam mewujudkan Kerajaan Allah mengandaikan bahwa peserta baik
pribadi maupun bersama mengalami proses metanoia atau pertobatan yang terusmenerus. Pertobatan ini mengantar peserta pada integritas pribadi sebagai subjek
dan mendorong mereka untuk selalu penuh perhatian dan peka pada apa yang terjadi
dalam dirinya sendiri, Gereja dan masyarakat. Sehingga dengan tegas mengambil
keputusan yang tepat demi terwujudnya Kerajaan Allah bagi semua orang
(Sumarno, 2007: 14-15).
1. Pengertian Shared Christian Praxis
Buku Thomas H. Groome yang berjudul “Shared Christian Praxis” ada 3
komponen Shared Christian Praxis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
a. Praxis
Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu
praktek saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis sebagai
perbuatan atau tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia, segala
sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan sengaja.
Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan
hidup meliputi kesatuan antara praktek dan teori (yang membentuk suatu
kreatifitas), antara refleksi kritis dan kesadaran historis (yang mengarah pada
keterlibatan baru). Praxis ini mencakup ungkapan pribadi yang mengacu ungkapan
fisik, emosional, intelektual, spiritual dari hidup manusia. Tindakan ini meliputi
sesuatu yang dimiliki, dialami dan dirasakan oleh manusia. Praxis merupakan titik
temu antara peristiwa masa kini yang dipengaruhi oleh peristiwa di masa lampau
dan peristiwa yang akan terjadi di masa depan. Praxis mempunyai tiga unsur
pembentuk yang saling berkaitan: aktivitas, refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur
pembentuk itu berfungsi untuk membangkitkan perkembangan imaginasi,
meneguhkan
kehendak
dan
mendorong
praxis
baru
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan moral (Groome, 1997: 2).
1) Aktivitas
Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal
dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang semuanya merupakan medan
untuk perwujudan diri manusia sebagai subjek karena bersifat historis, maka
aktivitas hidup manusia perlu ditempatkan di dalam konteks waktu dan tempat
tertentu (Groome, 1997: 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
2) Refleksi
Penekanan pada bagian ini terlebih pada bagian refleksi secara kritis
mengenai tindakan historis personal dan sosial, praksis pribadi dan kehidupan
masyarakat, serta tradisi dan visi iman kristiani sepanjang sejarah. Dengan adanya
refleksi secara kritis ini, diharapkan peserta dapat menganalisa, memahami tempat
dan peran mereka, memahami keadaan masyarakat beserta permasalahannya, serta
menemukan kekayaan refleksi iman Kristiani sebagai sabda yang hidup (Groome,
1997: 2).
3) Kreativitas
Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang
yang menggarisbawahi “sifat transenden” manusia. Penekanan komponen ini adalah
dinamika praksis di masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan
praksis baru (Groome, 1997: 2).
b. Christian
Katekese model SCP mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani dan
visinya dapat terjangkau dan semakin relevan dalam kehidupan umat beriman pada
zaman sekarang. Kekayaan iman Kristiani mempunyai dua unsur pokok yaitu
pengalaman visi dan tradisi Kristiani menyangkut pengalaman iman jemaat yang
sungguh dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, tradisi dipahami
sebagai medan perjumpaan antara rahmat Allah yang nyata dalam diri Yesus Kristus
dan tanggapan manusia atas rahmat Allah tersebut. Tradisi Kristiani meliputi Kitab
Suci, refleksi teologis, sakramen dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Visi Kristiani menggarisbawahi adanya tanggung jawab dan perutusan
orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi sikap dan semangat kemuridan
Kristus. Visi Kristiani yang paling mendasar adalah tanggung jawab untuk
mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam praksis hidup konkrit. Visi kristiani
menunjuk pada proses sejarah kehidupan manusia yang berkesinambungan dan
dinamis, mengundang penilaian, penegasan, membuat pilihan dan keputusan yang
tepat.
Tradisi dan visi Kristiani tidak terpisahkan dalam sejarah hidup jemaat
Kristiani. Keduanya mengusahakan adanya penyingkapan nilai-nilai Kerjaan Allah
di tengah realitas hidup manusia. Oleh karena itu keduanya harus diinterprestasikan
berdasarkan kepentingan, nilai dan budaya umat setempat. Keduanya harus menjadi
sarana untuk berdialog, menumbuhkan rasa memiliki dan kesatuan sebagai jemaat
beriman, sekaligus meneguhkan identitas kristiani (Groome, 1997: 2-3).
c. Shared
Istilah shared menunjuk pada pengertian komunikasi timbal balik antara
peserta dan pendamping/fasilitator maupun antar peserta yang menunjuk pada
partisipasi aktif peserta, adanya sikap egalitarian dari peserta yaitu terbuka terhadap
diri sendiri, orang lain maupun terhadap rahmat Tuhan. Istilah ini juga menekankan
aspek dialog dalam proses katekese, persaudaraan, keterlibatan, dan solidaritas dari
setiap peserta. Selanjutnya dalam sharing semua peserta diharapkan dapat terbuka
mengungkapkan pengalaman imannya dan siap pula mendengarkan dengan empati
kesaksian iman peserta lain. Selanjutnya sharing juga terkandung hubungan dialektis
antar pengalaman hidup faktual peserta (Groome, 1997: 3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis
Shared Christian Praxsis merupakan salah satu model katekese yang
prosesnya menekankan penggalian pengalaman nyata dalam hidup peserta sendiri
yang diuraikan dalam 5 (lima) langkah pokok SCP, yang didahului dengan langkah
0 (Awal): pemusatan aktivitas, langkah I (Pertama): pengungkapan pengalaman
hidup faktual, langkah II (Kedua): refleksi kritis atas sharing pengalaman hidup
faktual, langkah III (Ketiga): mengusahakan supaya tradisi dan visi kristiani lebih
terjangkau, langkah IV (Keempat): Interpretasi/ tafsir dialektis antara tradisi dan visi
kristiani dengan tradisi dan visi peserta, langkah V (Lima): keterlibatan baru demi
terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini (Sumarno, 2007: 18-22).
a. Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas
Langkah nol dalam SCP bertujuan untuk mendorong peserta untuk
menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret peserta. Topiktopik yang ditemukan oleh peserta akan menjadi tema dasar pertemuan. Dengan
demikian tema tema besar yang ditemukan sungguh-sungguh mencerminkan pokokpokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka. Biasanya sarana
yang digunakan berupa simbol, cerita, bahasa foto, film atau sarana lain yang dapat
memicu peserta untuk menemukan salah satu aspek yang bisa menjadi topik dasar
pertemuan tersebut dan diharapkan tema dasar sungguh-sungguh dapat mendorong
peserta untuk dapat terlibat aktif dalam pertemuan. Disini pembimbing memiliki
peran untuk menciptakan suasana yang kondusif, memilih sarana dan merumuskan
prioritas tema yang tepat yang akan di dalami dalam pendalaman yang akan
dilaksanakan (Sumarno, 2007: 18-19).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Peserta (Mengungkapkan
Pengalaman Hidup Peserta)
Berdasarkan pada tema dasar pada langkah O, langkah ini mengajak
peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya secara nyata dan terbuka. Di
samping menyampaikan pengalaman hidupnya sendiri peserta dapat menceritakan
atau mengungkapkan kejadian yang pernah terjadi di dalam kehidupan
bermasyarakatnya atau gabungan dari keduanya. Disini peserta membagikan
pengalaman hidup yang sungguh-sungguh dialami dan peserta boleh diam, disini
tidak ada paksaan untuk membagikan pengalaman. Disini fasilitator bertugas untuk
menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk
mengungkapkan pengalaman hidupnya yang berkaitan dengan tema dasar,
merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang jelas dan terarah dan tidak menyinggung
atau menyindir seseorang. Bersifat terbuka dan obyektif sesuai dengan pengalaman
peserta supaya peserta semakin memahami tujuan dari pendalaman bisa digunakan
tarian, nyanyian yang dimengerti oleh peserta lain. Pembimbing juga diharapkan
memiliki sikap ramah, sabar, hormat dan peka pada latar belakang keadaan dan
permasalahan peserta. Dengan cara itu diharapkan peserta semakin terbuka dan peka
terhadap keadaan sekitarnya (Sumarno, 2007: 19).
c. Langkah II: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Faktual (Mendalami
Pengalaman Hidup Peserta)
Langkah kedua ini lebih mendalami langkah pertama. Dimana pada
langkah ini peserta diajak untuk memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta
kepada kesadaran kritis akan pengalaman-pengalaman hidup dan tindakan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
meliputi: pertama, pemahaman kritis dan sosial yang secara sistematis menganalisa
pengalaman hidup dalam masyarakat yang saling berhubungan. Kedua, kenangan
analitis dan sosial yang menekankan sejarah hidup peserta dan membentuk serta
mempengaruhi cara hidup peserta dan masyarakatnya. Ketiga, imajinasi kreatif dan
sosial yang bersifat pribadi dan membayangkan konsekuensi akibat dari tindakan
yang dilakukan dan bagaimana konsekuensi yang bersifat pribadi itu membuka
kesadaran dan keterlibatan serta solidaritas sosial. Disini pembimbing memiliki
peran penting untuk menghargai dan memahami situasi peserta serta menciptakan
suasana yang benar-benar nyaman untuk peserta (Sumarno, 2007: 20).
d. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih
Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)
Orientasi dari langkah ini adalah mengusahakan supaya Tradisi dan Visi
Kristiani menjadi lebih terjangkau, dekat dan relevan bagi peserta di zaman
sekarang. Tujuan Tradisi adalah pengungkapan pengalaman iman yang sungguh
dihidupi Gereja sepanjang sejarahnya. Hal-hal yang termasuk tradisi Gereja adalah
dogma, Kitab Suci, spiritualitas dan devosi, kebiasaan hidup beriman, aneka
kesenian Gereja, liturgi, kepemimpinan dan lain-lain. Visi merefeksikan harapan
dan janji, mandat dan tanggung jawab yang muncul dari tradisi suci yang bertujuan
untuk mendorong dan meneguhkan iman peserta dalam keterlibatannya untuk
mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Langkah ini mengusahakan tradisi dan visi
tersebut menjadi makin terjangkau dan relevan untuk kehidupan peserta. Maka,
tradisi dan visi kristiani perlu dijelaskan dan diinterprestasikan. Disini pembimbing
memiliki peran untuk menafsirkan oleh karena itu pembimbing harus menghormati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
visi dan Tradisi Kristiani, bersifat terbuka dan tidak mendikte sehingga mampu
membawa peserta kepada tingkat kesadaran, pembimbing tidak bersikap sebagai
orang yang paling mengerti tetapi pembimbing harus bersikap sebagai orang yang
sama-sama belajar serta memiliki kesiapan yang matang (Sumarno, 2007: 20-21).
e. Langkah IV: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani
dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani
dalam situasi Peserta konkret)
Langkah ini mendorong peserta untuk menemukan bagi dirinya sendiri
nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik yang hendak
dihilangkan dan nilai-nilai baru yang hendak diperkembangkan berdasarkan nilai
Tradisi dan Visi Kristiani sehingga menjadi bagian hidup peserta. Tradisi dan Visi
Kristiani meneguhkan, mengkritik dan mengundang peserta untuk melangkah pada
praksis yang lebih maju. Langkah ini mendorong peserta untuk mendialogkan hasil
pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok pada langkah
ketiga. Supaya peserta dapat hidup lebih beriman demi semakin terwujudnya nilainilai Kerajaan Allah di tengah kehidupan manusia. Di sini pendapat peserta
dianggap paling benar dan tafsiran pembimbing sebagai kebenaran satu-satunya. Di
sini pembimbing memiliki peran untuk menghormati kebebasan dan hasil penegasan
peserta, bahkan yang menolak tafsiran pembimbing. Pembimbing bertugas
memberikan keyakinan pada peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai
pengalaman hidup dengan nilai Tadisi dan visi Kristiani. Pembimbing juga bertugas
untuk mendengarkan pendapat peserta dengan hati yang tulus dan penuh perhatian
(Sumarno, 2007: 22).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
f. Langkah V: Keterlibatan Baru demi makin Terwujudnya Kerajaan Allah
di Dunia Ini (Mengusahakan Suatu Aksi Konkret)
Langkah ini mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang
dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus
berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia. Peserta diajak untuk menghidupi
iman Kristiani pada konteks hidup mereka. Peserta mengambil keputusan-keputusan
berdasarkan
tema-tema
dasar
yang
diolah
pada
pertemuan
katekese.
Kerpihatinannya adalah praktis, yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan
mengusahakan metanoia, pertobatan pribadi dan sosial yang kontinyu dalam
kehidupan peserta.
Karena dipengaruhi oleh topik dasar maka keputusan dapat beraneka
ragam bentuk baik penekanannya pada aspek kognitif, afektif atau tingkah laku.
Sifatnya bisa menyangkut personal atau interpersonal. Keputusan yang diambil
hendaknya praktis dan tidak muluk-mulu, tetapi mudah dilaksanakan. Subyeknya,
dapat bersifat aktivitas pribadi atau tindakan bersama. Memiliki arah untuk
kepentingan kelompok atau di luar kelompok (keterlibatan kepada sesama).
Pembimbing bertanggung jawab untuk menyadari hakikat praktis dan inovatif dari
langkah ini, merumuskan pertanyaan dan mengarahkan supaya peserta sampai
kepada keputusan pribadi dan bersama. Pembimbing juga bertanggung jawab untuk
merangkum hasil langkah pertama sampai keempat supaya lebih membantu peserta.
Untuk mengakhiri pertemuan peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk
mendoakan keputusan yang mereka ambil supaya semakin mengesankan,
mempertajam, mendalam dan menyemangati peserta dalam mengusahakan aksi baru
dalam kehidupan mereka (Sumarno, 2007: 22).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
D. Usulan Program Katekese Umat bagi Katekis dalam Mewujudkan
Semangat Pelayanan bagi Kaum Miskin Berdasarkan Teladan Pelayanan
Ibu Teresa
Program katekese ini merupakan satu usulan atau tawaran bagi pelaksana
katekese umat dalam upaya meningkatkan semangat katekis dalam melayani kaum
miskin berdasarkan teladan pelayanan Ibu Teresa. Diantaranya adalah latar belakang
program katekese umat dan alasan pemilihan tema dalam katekese umat.
1. Latar belakang Program Katekese Umat
Pada halaman berikut penulis membuat usulan program katekese umat
untuk pengembangan spiritualitas Ibu Teresa. Program ini penulis buat bertujuan
untuk memberi gambaran sebagai alternatif untuk melaksanakan suatu katekese
umat tentang kaum miskin berinspirasikan dari semangat pelayanan Ibu Teresa
dalam melayani kaum miskin. Diharapkan program ini dapat membantu katekis
untuk semakin menghayati tugas perutusannya bagi kaum miskin dan pada akhirnya
dia mampu menggugah hati umat dan masyarakat untuk melayani kaum miskin,
sehingga kaum miskin semakin merasakan kehadiran Allah dalam hidupnya.
2. Alasan Pemilihan Tema
Tema umum yang diangkat dalam usalan program ini adalah
“Spiritualitas pelayanan Ibu Teresa sebagai teladan bagi katekis dalam mewujudkan
semangat pelayanan bagi Tuhan melalui sesama yang miskin. Adapun tujuannya
adalah “Membantu para katekis untuk semakin memahami dan menghayati
spiritualitas pelayanan Ibu Teresa dan pada akhirnya memampukan peserta untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
mewujudkan semangat pelayanan bagi kaum miskin berdasarkan inspirasi dan
teladan dari karya pelayanan Ibu Teresa”. Tema umum ini penulis angkat mengingat
pada zaman sekarang ini sangat susah untuk menemukan orang yang peka dan
peduli terhadap kaum miskin dan tak terkecuali katekis, keegoisan merajai setiap
hati manusia, sebagian besar dari mereka menjadikan uang sebagai alasan untuk
tidak melakukan pelayanan bagi kaum miskin. Bagi mereka kebutuhan hidup
mereka saja sudah sulit untuk terpenuhi bagaimana mungkin mereka bisa membantu
orang miskin, banyak orang yang rela membuang waktu banyak untuk memenuhi
kesenangannya tetapi tidak mampu memberikan waktu untuk melayani kaum
miskin. Saat ini orang cendrung mementingkan kesenangan sendiri dan menjadikan
uang sebagai “Raja” yang mampu mengendalikan dan melakukan apapun. Sulit bagi
orang untuk melihat Tuhan dalam diri kaum miskin. Berdasarkan tema yang
dijabarkan dalam katekese umat ini diharapkan para katekis semakin mengenal dan
memahami sosok Ibu Teresa dan karya pelayanannya sehingga dengan begitu
katekis dapat meneladani semangat Ibu Teresa dalam mewujudkan pelayanan
kepada kaum miskin.
7. Rumusan Tema dan Tujuan Katekese Umat
Tema Umum
: Spiritualitas pelayanan Ibu Teresa sebagai teladan bagi
katekis dalam mewujudkan semangat pelayanan bagi
Tuhan melalui sesama yang miskin.
Tujuan umum
: Membantu para katekis untuk semakin memahami dan
menghayati spiritualitas pelayanan Ibu Teresa sehingga
peserta mampu mewujudkan semangat pelayanan bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
kaum miskin berdasarkan inspirasi dan teladan dari
karya pelayanan Ibu Teresa.
Tema 1
: Cinta kasih Ibu Teresa kepada Allah terwujud melalui
cinta kepada sesama yang miskin dan menderita.
Tujuan 1
: Bersama-sama pendamping, peserta dapat
mampu
memahami
dan
menghayati
semakin
pentingnya
mencintai Allah, yang terwujud dalam cinta kepada
sesama yang menderita, sehingga cinta kasih Ibu Teresa
dalam mencintai dapat menjadi teladan kita untuk
mencintai dengan tulus sesama yang miskindan
menderita di dalam hidup sehari-hari.
Tema 2
: Spiritualitas pelayanan Ibu Teresa
Tujuan 2
: Bersama pendamping peserta semakin memahami dan
menyadari spiritualitas pelayanan Ibu Teresa sehingga
peserta mampu meneladani semangat Ibu Teresa dalam
melayani kaum miskin dan menderita.
Tema 3
: Kegembiraan dalam berbagi
Tujuan 3
: Bersama pendamping, peserta semakin memahami arti
dan makna berbagi sehingga di dalam kehidupan
bersama di tengah-tengah masyarakat peserta merasa
bahagia dalam berbagi dengan saudara-saudari yang
kurang mampu.
Tema 4
: Teladan hidup Ibu Teresa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Tujuan 4
: Bersama pendamping katekis semakin mengenal karyakarya pelayanan Ibu Teresa dan teladan hidup Ibu
Teresa
sehingga
pada
akhirnya
peserta
mampu
meneladani karya hidup Ibu Teresa dalam melayani
Tuhan melalui sesama.
Tema 5
: Teresa Ibu Kaum miskin
Tujuan 5
: Bersama pendamping peserta semakin memahami dan
menyadari pelayanan Ibu Teresa dalam melayani kaum
miskin sehingga peserta mampu mewujudkan karyakarya Ibu Teresa dalam hidup bersama di masyarakat.
Tujuan 6
: Pelayanan kasih Ibu Teresa
Tujuan 6
: Bersama-sama pendamping peserta semakin menyadari
sikap melayani bagi sesama sehingga peserta mampu
memberikan
pelayanan
kasih
kepada
sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Teresa.
sesama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
E. Penjabaran Usulan Program Katekese model SCP
Tema Umum
: Spiritualitas pelayanan Ibu Teresa sebagai teladan bagi katekis dalam mewujudkan semangat pelayanan bagi Tuhan
melalui sesama yang miskin.
Tujuan umum
: Membantu para katekis untuk semakin memahami dan menghayati spiritualitas pelayanan Ibu Teresa sehingga peserta
mampu mewujudkan semangat pelayanan bagi kaum miskin berdasarkan inspirasi dan teladan dari karya pelayanan Ibu
Teresa.
No
Tema
Tujuan Tema
Uraian Materi
Metode
Sarana
Sumber bahan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Cinta kasih Ibu
Bersama-sama pendamping,
Cinta yang besar
Penyampaian
Teks Lagu
Teresa kepada
peserta dapat semakin
kepada Tuhan
informasi
“Bahasa Cinta”
Allah terwujud
mampu memahami dan
memampukan
Pengolahan
dan “Kasih
476.
melalui cinta
menghayati pentingnya
kita berkorban
Refleksi
Pasti Lemah
Komisi Komunikasi
kepada sesama
mencintai Allah, yang
bagi sesama
Pribadi
Lembut”
SVD Jawa, 2008
yang miskin dan
terwujud dalam cinta kepada
yang miskin
Diskusi
Teks Kitab
menderita.
sesama yang menderita,
Cinta yang tak
kelompok
Suci
sehingga cinta kasih Ibu
kunjung padam
Sharing
Perjanjian Baru
Pengalaman
Lilin dan Salib
1
Teresa dalam mencintai
Mat 22:34-40
Leks, 2003: 470-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dapat menjadi teladan kita
Tanya jawab
Laptop,
untuk mencintai dengan
Peneguhan
speaker dan
tulus sesama yang
LCD
miskindan menderita di
Film “Mother
dalam hidup sehari-hari.
Theresa”
86
Spiritualitas
Bersama pendamping
“Aku Haus”
Penyampaian
Buku Mada
Mrk 8:27-35
pelayanan Ibu
peserta semakin memahami
menjadi dasar
informasi
Bakti
Hani, 2003: 7.
Teresa
dan menyadari spiritualitas
semangat
Pengolahan
Cerita “ Aku
Martasudjita, 2012:
pelayanan Ibu Teresa
pelayanan Ibu
Refleksi
Haus”
96.
sehingga peserta mampu
Teresa
Pribadi
Teks Lagu
meneladani semangat Ibu
Mampu
Diskusi
“Andaikan
Teresa dalam melayani
merasakan
kelompok
Aku Lakukan “
kaum miskin dan menderita.
kehadiran Allah
Sharing
dan “ Hidup
Pengalaman
Rukun dan
Tanya jawab
Damai”
Peneguhan
Teks Kitab Suci
Laptop
Instrumen
3
Teladan hidup
Bersama pendamping,
Karya-karya
Penyampaian
Teks Cerita
Yoh 3:13-17
Ibu Teresa
peserta semakin memahami
pelayanan Ibu
informasi
“Dia
Arsuwendo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
arti dan makna berbagi
Teresa
Pengolahan
Memberiku
Atmowiloto, 2003:
11.
sehingga di dalam
Teladan hidup
Refleksi
Segalanya”
kehidupan bersama di
Ibu Teresa
Pribadi
Teks Kitab
Martasudjita, 2007:
tengah-tengah masyarakat
Ibu Teresa
Diskusi
Suci Perjanjian
556.
peserta merasa bahagia
teladan dalam
kelompok
Baru
Martasudjita, 2012:
dalam berbagi dengan
keheningan,
Sharing
Buku Mada
160.
saudara-saudari yang
Doa, Iman,
Pengalaman
Bakti
kurang mampu.
Cinta, melayani,
Peneguhan
perdamaian
4
Teresa Ibu kaum
Bersama pendamping
Mampu
Diskusi
Kisah”Pino
Mat 6:19-28
miskin
katekis semakin mengenal
merasakan
kelompok
Mencari
Komisi Komunikasi
karya-karya pelayanan Ibu
kehadiran
Refleksi
Tuhan”
SVD Jawa, 2011.
Teresa dan teladan hidup Ibu
saudara kita
Pribadi
Teks Kitab
Sudarman, 2011:
Teresa sehingga pada
yang miskin
Informasi
Suci Perjanjian
17.
akhirnya peserta mampu
Mampu
Tanya jawab
Baru
Leks, 2003: 176-
meneladani karya hidup Ibu
memberikan
Sharing
Buku Mada
178.
Teresa dalam melayani
cinta bagi kaum
kelompok
Bakti
Tuhan melalui sesama
miskin
Peneguhan
Lilin dan Salib
Laptop,
speaker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
5
6
Kegembiraan
Bersama pendamping
Menyadari
Diskusi
Slide lagu
Mat 15:21-28
dalam berbagi
peserta semakin memahami
makna dari
kelompok
Teks cerita
Martasudjita, 2007:
dan menyadari pelayanan
berbagi
Refleksi
”Pino Siapa
480.
Ibu Teresa dalam melayani
Menyadari arti
Pribadi
Saudaramu”
Martasudjita,
kaum miskin sehingga
kebahagian
Informasi
Slide bacaan
2012: 138.
peserta mampu mewujudkan
dalam berbagi
Tanya jawab
Kitab Suci
Sudarman, 2011:
karya-karya Ibu Teresa
Sharing
Perjanjian Baru
21.
dalam hidup bersama di
kelompok
Lilin dan Salib
Leks, 2003: 339-
masyarakat.
Peneguhan
Laptop
3347.
Pelayanan kasih
Bersama-sama pendamping
Mampu
Diskusi
Teks lagu
Mat 20:17-28
Ibu Teresa
peserta semakin menyadari
melayani
kelompok
“Jadilah Saksi
Martasudjita, 2007:
sikap melayani bagi sesama
mereka yang
Refleksi
Kristu”
450.
sehingga peserta mampu
membutuhkan
Pribadi
Teks cerita”Ibu
Arsuwendo
memberikan pelayanan kasih
Pelayanan yang
Informasi
Teresa
Atmowiloto, 2003:
kepada sesama sebagaimana
tak kunjung
Tanya jawab
Penampakan
11.
yang dilakukan oleh Ibu
padam
Sharing
yang
Teresa.
Cinta
kelompok
Sederhana”
memampukan
Peneguhan
Teks dari Kitab
orang untuk
Suci
melayani
Lilin dan Salib
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
F. Petunjuk Pelaksananan Program
Dalam skripsi ini penulis mengusulkan program katekese umat bagi para
katekis amartir maupun propesional yang ada di Paroki Santo Petrus Berastagi.
Direncanakan program ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dan pertemuan
dilakukan satu bulan sekali dan yang akan melaksanakannya adalah penulis sendiri.
Pendalaman ini akan menggunakan model Shared Christian Praxsis yang setiap
pertemuannya akan dilaksanakan dalam waktu 90 menit. Usulan program ini terdiri
dari enam tema. Masing-masing tema akan diuraikan secara berurutuan setiap kali
pertemuan dilakukan. Harapan dari penulis dengan mendalami spiritualitas Ibu
Teresa dan dengan melihat keberadaan kaum miskin di sekitar kita katekis semakin
memahami pentingnya mencintai kaum miskin.
G. Contoh persiapan Katekese Umat
1. Identitas
a. Tema
: Cinta kasih Ibu Teresa kepada Allah terwujud melalui cinta
kepada sesama yang miskin dan menderita.
b. Tujuan
: Bersama-sama pendamping, peserta dapat semakin mampu
memahami dan menghayati pentingnya mencintai Allah, yang
terwujud dalam cinta kepada sesama yang menderita, sehingga
cinta kasih Ibu Teresa dalam mencintai dapat menjadi teladan
kita untuk mencintai dengan tulus sesama yang miskin dan
menderita di dalam hidup sehari-hari.
c. Peserta
: Katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
d. Waktu
: 90 Menit
e. Metode
: Penyampaian informasi
: Pengolahan
: Refleksi pribadi
: Diskusi kelompok
: Sharing pengalaman
: Tanya jawab
: Peneguhan
f. Sarana
: Teks lagu “Bahasa cinta”
: Teks lagu “kasih pasti lemah lembut”
: Teks Kitab Suci
: Lilin dan Salib
: Laptop, speaker dan LCD
: Film “Mother Theresa”
: Shared Christian Praxsis
f. Sumber Bahan : Mat 22 : 34 – 40
: Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Matius. Yogyakarta: Kanisius.
Hal. 473-476.
: Komisi Komunikasi SVD Jawa. (2008). Berjalan Bersama
Sang Sabda: Refleksi harian Kitab Suci 2008. Surabaya:
Komisi Komunikasi SVD Jawa. Jumat 22 agustus dan Minggu
26 Oktober 2008.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
2. Pemikiran Dasar
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapat menjumpai orang-orang yang
hidupnya terlantar, berkekurangan, dianiyaya dan miskin. Baik kita lihat secara
langsung maupun melalui TV, Koran, radio,dll. Banyak kita jumpai berita yang
sangat memprihatinkan yang menunjukkan tidak adanya kasih kepada sesama.
Banyak orang sudah tidak peduli dengan sesamanya, ia lebih menikmati
kepentingannya sendiri, sehingga mengabaikan orang lain yang membutuhkan
dirinya, ia terlalu berpusat pada dirinya sendiri sehingga tertutup dengan orang lain
yang mederita, yang sangat membutuhkan belas kasihannya. Dalam kehidupan kita
setiap hari, sikap hidup kita terkadang masih kurang menunjukkan sikap kasih
kepada orang lain yang menderita.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Ibu Teresa,
melihat orang-orang yang terkapar di jalanan yang sakit, sekarat dan yang miskin
menggugah hati Ibu Teresa dan berusaha untuk melayani mereka dengan hati yang
tulus. Dalam melayani mereka yang miskin dan menderita Ibu Teresa tidak pernah
pandang bulu. Cintanya pada Allah dia wujudkan melalui sesama yang menderita
Hidup kita masih jauh dari perwujudan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama
sehingga hal ini membuat kita tidak mampu untuk mencintai dan melayani orang
yang membutuhkan bantuan kita. Saat kita hidup senang, kita seringkali lupa akan
Tuhan dan menutup mata akan penderitaan sesama, tetapi saat kita mengalami
kemalangan, penderitaan, kekecewaan, ketakutan yang menimpa kita, disitulah
mungkin kita baru teringat akan Tuhan dan berkaitan dengan aneka bentuk
penderitaan, tantangan dan kesulitan, kita cenderung menolak atau kurang setia.
Dalam situasi seperti itu kita memang belum secara total mengasihi Allah yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
kelihatan, apalagi sesama yang kelihatan dan dapat kita lihat dengan jelas yang
hidup bersama kita dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Matius 22:34–40 kita diajak untuk mengasihi Allah dengan
segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi. Disini untuk dapat
mencintai dan mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, kita harus
menyerahkan diri secara total kepada Allah dan mencintai sesama dengan total
meski harus berkorban, baik itu waktu, tenaga, pikiran. Mengasihi Tuhan juga
meliputi kesetiaan, keterlibatan dan keterikatan pribadi dengan Dia, mengimani Dia
dan dengan ketaatan yang sungguh-sungguh yang kita nyatakan dalam pengabdian
kita kepada Allah.
Dalam pertemuan ini diharapkan kita sebagai katekis yang berada di
dalam lingkungan Paroki Santo Petrus Berastagi ini diharapkan dapat semakin
mencintai Allah yang terwujud dalam mencintai sesama yang menderita, yang
membutuhkan uluran kasih kita. Memang mencintai itu tidak mudah namun bila kita
percaya kepada Allah maka kita akan mampu mencintai sesama kita. Kita pasti akan
memiliki sikap siap sedia dalam melayani mereka dengan kasih yang kita miliki.
Cinta kepada Allah harus mampu kita wujudkan melalui cinta kepada sesama yang
menderita yang hidup berdampingan dengan kita di dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan kita ini.
3. Pengembangan Langkah-Langkah
a. Pembukaan
1) Pengantar
Bapak-ibu yang terkasih dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus, malam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
ini kita berkumpul kembali untuk bersama-sama menggali kembali pengalamanpengalaman yang kita alami di dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti yang
sering kita lihat dan juga jumpai baik itu melalui Koran, TV atau pengalaman kita
sendiri. Banyak yang kita lihat bahwa banyak orang yang mengalami ketidak
adilan, pemerkosaan, tawuran, kelaparan, bencana, anak yang harus putus sekolah
karena keluarganya tidak mampu dan sebagainya. Tentunya kita sedih melihat
semua kejadian itu, banyak sekarang kita yang sudah tidak mampu mengasihi
sesama kita sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus supaya kita mengasihi Allah
dan kasih kepada Allah dapat kita wujudkan melalui kasih kepada sesama kita yang
miskin dan menderita. Untuk itu marilah dalam pertemuan kita ini kita awali
dengan doa pembukaan.
2) Lagu Pembukaan: Bahasa Cinta [Lampiran 1: (1)].
3) Doa Pembukaan:
Allah Bapa yang penuh kasih, kembali kami mengucap syukur atas
berkat yang Engkau limpahkan kepada kami hingga saat ini. Ya Bapa sebentar lagi
kami akan menggali pengalaman-pengalaman kami dalam mengasihi Engkau. Ya
Bapa kami menyadari bahwa kami sering menutup mata akan kejadian-kejadian
yang terjadi di sekitar kami, banyak saudara-saudara kami yang mengalami
penderitaan, kemiskinan, kelaparan dan yang sakit. Dan kami sering mengabaikan
mereka. Kami mohon ya Bapa semoga dengan pertemuan ini kami semakin
memahami apa arti mengasihi Engkau dan kami semakin mampu mengasihi
Engkau melalui sesama kami yang menderita. Semoga dengan melihat karya-karya
pelayanan Ibu Teresa kami semakin mampu untuk belajar melayani Engkau
melalui saudara kami yang membutuhkan bantuan kami. Ya Bapa bukalah hati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
kami agar kami mampu melihat semuanya ini. Doa ini kami serahkan melalui
perantaraan Puteramu terkasih Tuhan kami Yesus Kristus. Amin.
b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Peserta (Mengungkapkan
Pengalaman Hidup Peserta)
1) Pendamping mengajak peserta untuk menonton film “Mother Theresa”.
2) Pendamping meminta salah seorang peserta untuk menceritakan kembali Intisari
film “Mother Theresa” [Lampiran 2: (2)].
3) Inti sari film “Mother Theresa” :
Cerita tadi mengisahkan tentang Ibu Teresa yang memperjuangkan hidup
orang yang tersingkir, miskin dan menderita. Banyak hal yang telah dilakukan atau
dikorbankan oleh Ibu Teresa untuk mereka yang miskin, seperti yang sudah kita
lihat tadi bahwa Ibu Teresa keluar dari biara yang sangat dicintainya supaya dapat
hidup bersama dengan orang miskin, bahkan dia tetap bertahan meskipun banyak
orang yang menentang pelayanan yang Ibu Teresa berikan bagi mereka yang miskin
dan menderita. Pelayanan
Ibu Teresa dianggap
sebagai suatu kegiatan untuk
mengkatolikkan orang-orang yang dilayaninya sehingga dia ditolak dan diusir oleh
orang-orang. Pada awal mula karyanya banyak kesulitan yang dialami oleh Ibu
Teresa tetapi dia tetap teguh pada panggilan Allah dalam hidupnya. Penolakan yang
dialaminya
tidak
membuatnya
patah
semangat
untuk
melanjutkan
tugas
pelayanannya. Baginya mencintai Allah melalui mereka yang miskin dan menderita
itu hal yang lebih penting dari pada berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa.
Kasihnya kepada Allah dia tunjukkan melalui kasihnya kepada sesama dia sangat
mencintai Allah sehingga itu dia wujudkan dengan mengasihi sesama yang terlihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
yang selalu hadir bersama dia setia hari. Ibu Teresa benar-benar memahami perinta
Tuhan untuk mengasihi Dia dan juga sesama kita manusia. Kasihnya yang begitu
besar kepada Allah memampukanya untuk mengasihi sesama yang miskin,
menderita dan terbuang.
4) Pengungkapan pengalaman: peserta diajak untuk mendalami cerita tersebut
dengan tutunan beberapa pertanyaan:
a) Ceritakan kesan bapak-ibu setelah melihat bagaimana perjuangan Ibu Teresa
dalam mengasihi kaum miskin dan menderita yang baru kita saksikan?
b) Ceritakan pengalaman bapak dan ibu dalam hal mengasihi yang miskin dan
menderita yang ada di lingkungan kita ini?
5) Suatu Contoh Arah Rangkuman
Bapak ibu yang terkasih dalam cerita tadi kita sudah melihat bahwa
betapa Ibu Teresa sangat kuat dan tangguh dia juga begitu setia kepada Allah
sehingga dia melepaskan semuanya supaya Allah yang menuntun dan mebawanya
untuk mengasihi Allah melalui sesama yang miskin dan menderita. Dalam cerita
tadi dapat kita lihat betapa besar pengorbanan Ibu Teresa dalam mewujudkan
kasihnya kepada Allah. Dia rela melepaskan segalanya bahkan dia rela melepaskan
kebahagiaanya demi mewujudkan kasih kepada mereka yang miskin, terlantar, sakit
dan yang tidak dianggap oleh orang-orang di sekitarnya. Dia juga sabar dan
memiliki semangat juang yang tinggi sehingga meskipun dia mengalami masalah
tetapi dia tetap teguh pada apa yang diyakininya.
Dalam hidup bersama di dalam masyarakat kita kadang sulit untuk
mengasihi sesama kita apa lagi sesama kita yang miskin dan yang menderita. Kita
sering mengutamakan rasa ego kita daripada belas kasih kita. Padahal banyak hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
yang bisa kita lakukan bagi mereka. Kita bisa mulai dengan hal yang kecil misalnya
kita mengunjungi mereka. Hal ini sangatlah sederhana tetapi sangat berarti bagi
mereka. Memang tidak mudah untuk memberikan kasih bagi orang lain karena sifat
kita sebagai manusia yang sering ingin diperhatikan, dihargai. Kita juga cenderung
lebih suka menerima dari pada memberi. Bahkan jika kita cenderung memberi apa
yang sudah tidak berharga lagi bagi kita.
c. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Peserta
(Mendalami Pengalaman Hidup Peserta)
1) Peserta diajak untuk merefleksikan pngalaman berdasarkan cerita “Mother
Teresa” di atas dengan bantuan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
a) Apa yang mendorong bapak dan ibu untuk bersedia mengasihi orang lain
yang miskin dan menderita?
2) Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan
arahan rangkuman singkat, misalnya:
Mengasihi sesama kita yang miskin dan menderita memang bukanlah
sesuatu yang mudah karena kita sebagai manusia biasa cendurung egois dan
mementingkan diri sendiri. Tetapi ketika kita menyadari bahwa kita sangat
mengasihi Allah maka dari situ kita termotivasi untuk mewujudkanya melalui
sesama yang miskin dan menderita. Dalam kehidupan kita, dalam masyarakat sikap
untuk saling mengasihi dan memperhatikan sangat dibutuhkan sekali. Karena begitu
banyak penderitaan yang dialami oleh orang lain. Dalam hidup kita, kita dapat
mengasihi orang lain dengan memberikan bantuan, dukungan, mendoakan
merupakan karya Roh Allah yang bekerja dalam diri kita yang mengerakkan kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
untuk berbuat kasih kepada orang yang membutuhkan pertolongan kita walaupun
pertolongan itu sangat sederhana namun sangat berarti bagi mereka yang kita tolong.
Sekecil apapun pertolongan kita akan sangat berarti jika kita melakukamya dengan
hati yang tulus. Dengan membantu orang lain yang menderita kita sudah turut serta
dengan Allah dalam mengembangkan Kerajaan Allah lewat pelayanan kasih yang
kita berikan kepada mereka. Pelayanan kita yang kita berikan kepada orang lain itu
merupakan wujud cinta kita kepada Allah melalui sesama kita yang menderita.
d. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih
Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)
1) Salah seorang peserta dimohon untuk membacakan prikope dari teks Kitab Suci
Injil Matius 22:34–40.
2) Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak secara pribadi merenungkan
dan menanggapi bacaan Kitab Suci dengan bantuan beberapa pertanyaan sebagai
berikut :
a) Ayat-ayat mana saja yang menunjukkan sikap mengasihi yang diajarkan oleh
Yesus ?
b) Sikap-sikap mana yang hendak ditanamkan oleh Yesus untuk mengasihi?
3) Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti prikope
sehubungan dengan jawaban atas 2 (pertanyaan) diatas.
4) Pendamping memberikan interprestasi atau tafsir bacaan Kitab suci dari Injil
Matius 22:34–40 dan menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam
hubungan dengan tema dan tujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Ayat 38 “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu” Yesus menghendaki agar hal
ini terwujud dalam kehidupan umat manusia yang beriman kepada-Nya. Dalam
berkata-kata Yesus bukan hanya sebatas kata-kata saja tetapi ada wujud nyatanya.
Yesus dalam mengasihi Bapa-Nya dan juga manusia sungguh-sungguh tiada
batasnya, bahkan Yesus berani berkorban untuk kasih itu. Mengasihi dengan
tulus ikhlas akan mendatangkan kebahagiaan. Ayat 39 “Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri”. Kasih kepada sesama khususnya yang menderita
merupakan suatu ungkapan balas kasih Allah yang telah mengasihi kita lebih
dulu.
Mengasihi atau mencintai sesama dapat juga diwujudkan melalui
perhatian, sapaan. Mengasihi lewat sapaan dan perhatian kepada sesama yang
menderita akan lebih besar manfaatnya daripada kasih yang diberi kepada mereka
yang sudah biasa mendapat perhatian dan sapaan dari yang mengasihi/mencintai
mereka. Karena sesuatu akan semakin berarti bagi orang lain jika kita berikan apa
yang dia tidak miliki. Kita tidak perlu berpikir terlalu kerasa bagaimana untuk
mengasihi sesama apa yang harus kita lakukan. Kita tidak perlu kawatir akan hal
itu kita juga tidak perlu berfikir bahwa segalanya hanya bisa kita selesaikan
dengan uang, kadang kita tidak menyadari bahwa orang-orang miskin sekalipun
lebih
memilih
diperhatikan
dengan
menyapa
dan
mengunjungi
serta
mendengarkan keluhan mereka daripada kita hanya memberikan apa yang kita
punya dan yang sudah tidak berharga lagi bagi kita. Kita sering lupa bahwa
sapaan dan perhatian hal yang sesederhana itu yang terlihat mudah tetapi sulit
untuk dilakukan mungkin sangat berharga bagi mereka dari pada kita tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
lakukan apa-apa sama sekali. Untuk mengasihi Allah dan sesama dituntut suatu
sikap kerendahan hati dan pengorbanan yang sungguh-sungguh dan tanpa ada
harapan untuk imbalan atas kasih yang kita berikan.
e. Langkah IV: Interprestasi antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi
dan visi peserta (Menerapkan Pengalaman Iman Kristiani
Dalam Situasi Peserta Konkrit)
1) Pengantar
Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi, kita sudah menemukan sikapsikap mana yang diajarkan oleh Yesus untuk dihayati oleh kita sebagai para muridNya atau pengikut-Nya yang berimankan akan Kristus sang pencinta yang sejati,
agar kita memiliki kemampuan dan kemauan serta kesadaran yang kuat untuk
mampu mengasihi Allah yang terwujudkan melalui kasih kepada sesama kita yang
miskin dan menderita sehingga orang lain yang kita kasihi merasakan kebahagiaan
dan kedamaian. Namun dalam keseharian hidup kita, sikap kita masih jauh dari
perwujudan kasih kepada Allah melalui sesama. Dalam mengasihi dibutuhkan suatu
kesetiaan, kita mengasihi Allah bukan karena kita ada dalam kebahagiaan dan
mengalami kemanisan hidup tetapi daharapkan dari kita supaya di dalam
penderitaanpun kita mampu mengasihi Allah. Orang yang mengasihi Allah akan
selalu berusaha bagaimana cara untuk dapat mewujudkan kasih itu kepada sesama
meskipun sebagai orang yang lemah terkadang kita kurang mampu mewujudkan
kasih itu dalam kehidupan kita sehari-hari sesuai dengan yang dikehendaki oleh
Allah. Tetapi jika kita berusaha pasti kita mampu untuk mewujudkannya. Kita tidak
perlu melakukan sesuatu yang besar tetapi kita bisa memulainya dengan hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
kecil dan sederhana tetapi besar manfaatnya bagi orang yang kita layani. Kita
sebagai katekis di Paroki Santo Fransiskus Berastagi ini ini harus tetap semangat
dalam melayani saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan kita. Hal kecil
yang bisa kita lakukan di lingkungan kita ini adalah dengan memberikan perhatian
kepada tetangga kita yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya.
2) Sebagai bahan refleksi kita untuk semakin menghayati dan percaya akan Allah
satu-satunya pemberi rahmat dan kekuatan dalam diri kita untuk dapat senantiasa
mengasihi orang lain yang menderita dan miskin, meskipun banyak tantangan
dari orang lain yang kurang simpatik sengan cara hidup kita, dan untuk itu kita
akan merenungkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a) Sejauh mana bapak dan ibu sudah mewujudkan sikap mengasihi orang lain
terutama sesama yang miskin dan menderita?
3) Saat hening peserta diiringi dengan instrument yang mampu membantu peserta
untuk merenungkan secara pribadi pesan Injil dengan dua pertanyaan di atas.,
kemudian peserta diberi kesempatan untuk mensharingkan hasil renungannya.
4) Satu contoh arah rangkuman penerapan pada situasi peserta:
Dalam hidup ini kita sering sekali sulit mengasihi sesama kita yang
menderita padahal Yesus sendiri mengajarkan kita untuk mengasihi sesama kita.
Memang benar mengasihi sesama bukanlah hal yang mudah apa lagi mengasihi
mereka yang miskin dan menderita tetapi semoga kita sebagai katekis di paroki
Santo Fransiskus ini mampu meneladani kasih yang diberikan Tuhan kepada kita.
Semua itu bisa kita mulai dari hal-hal yang kecil misanya ketika tetangga kita
membutuhkan bantuan kita dapat membantunya. Ketika tetangga kita sakit kita
dapat meluangkan sedikit waktu kita untuk mengunjungi mereka dan ketika kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
memiliki sedikit rejeki kita bisa berbagi dengan saudara kita yang ada di paroki
Santo Fransiskus Berastagi ini.
f. Langkah V: Keterlibatan Baru demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah
di Dunia (Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit)
1) Pengantar
Bapak ibu yang terkasih dalam cerita tadi kita sudah melihat bahwa
betapa Ibu Teresa sangat kuat dan tangguh dia juga begitu setia kepada Allah
sehingga dia melepaskan semuanya supaya Allah yang menuntun dan mebawanya
untuk mengasihi Allah melalui sesama yang miskin dan menderita. Dalam cerita
tadi dapat kita lihat betapa besar pengorbanan Ibu Teresa dalam mewujudkan
kasihnya kepada Allah. Dia rela melepaskan segalanya bahkan dia rela melepaskan
kebahagiaanya demi mewujudkan kasih kepada mereka yang miskin, terlantar, sakit
dan yang tidak dianggab oleh orang-orang di sekitarnya. Dalam hidup bersama di
dalam masyarakat kita kadang sulit untuk mengasihi sesama kita apa lagi sesama
kita yang miskin dan yang menderita. Kita sering mengutamakan rasa ego kita
daripada belas kasih kita.
Yesus sendiri bersabda bahwa Kasihilah Tuhan Allahmu dan Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Kasih kepada Allah harus kita wujudkan
melalui Kasih kepada sesama khususnya sesama yang menderita. Sikap untuk saling
mengasihi dan memperhatikan merupakan suatu kewajiban bagi kita karena begitu
banyak penderitaan yang dialami oleh orang lain. Kita tidak perlu memikirkan
terlalu besar apa yang harus kita lakukan bagi sesama kita semuanya bisa kita mulai
dengan hal yang kecil misalnya dengan sapaan dan perhatiaan. Bagi orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
sudah biasa disapa dan diperhatikan memang itu tidak berarti baginya tetapi bagi
orang yang tidak pernah diperhatikan dan disapa tentunya itu merupakan sesuatu
yang sangat berharga bagi mereka. Sesuatu akan bermakna jika kita memberikan
apa yang berharga buat kita dan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2) Setelah kita bersama menggali pengalaman sebagai seorang yang dilimpahi
rahmat untuk mampu memberikan kasih kepada sesama yang menderita agar
sama-sama menikmati kebahagiaan bersama Allah dalam kasih-Nya. Sekarang
marilah kita memikirkan niat-niat bagaimana meningkatkan pelayanan kasih kita.
a) Niat-niat apa yang akan bapak dan ibu lakukan untuk menunjukkan bahwa
bapak dan ibu memperhatikan dan mengasihi sesama yang miskin dan
menderita?
b) Usaha apa yang dapat bapak dan ibu lakukan agar niat-niat itu dapat terwujud
dalam hidup harian bapak dan ibu?
3) Kemudian, niat-niat pribadi diungkapkan agar semakin menyadari sikap peduli
yang hadir dalam hidup ini dan dapat mewujudkannya dalam kehidupan seharihari.
4) Kemudian,
pendamping
mengajak
peserta
untuk
membicarakan
dan
mendiskusikan bersama guna menentukan niat bersama konkrit, yang dapat
segera diwujudkan agar mereka semakin menyadari akan pentingnya sikap
pengorbanan dalam pergaulan sehari-hari.
g. Penutup
1) Setelah itu salib dan lilin yang telah bernyala diletakkan di tengah-tengah
peserta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
2) Kesempatan Doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan
menghubungkan dengan kebutuhan dan situasi peserta. Setelah itu doa umat
disusul secara spontan oleh peserta yang lain. Akhir doa umat ditutup dengan
doa penutup dari pendamping yang merangkum keseluruhan SCP ini.
3) Doa penutup:
Tuhan Yesus Kristus kami mengucapkan syukur dan terima kasih atas
penyertaan-Mu dalam pertemuan kami malam ini. Kami telah banyak mendapatkan
wawasan baru dan mendapatkan semangat baru untuk dapat mencintai Allah melalui
sesame kami yang miskin dan menderita. Banyak kenyataan yang kami jumpai
dalam kehidupan ini bahwa masih banyak saudara kami yang belum bisa menikmati
kebebasan hidup. Ya Bapa dengan pertemuan ini kami merasa bahwa kami semakin
dikuatkan kami semakin menyadari bahwa mengasihimu adalah suatu hukum yang
pertama dan yang utama yang harus kami lakukan sebagaimana yang diajarkan oleh
Putramu. Kami mengerti bahwa mengasihi Engkau harus kami wujudkan dengan
mengasihi sesama sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Teresa. Dimana karena
kasihnya yang begitu besar Kepada-Mu memampukannya untuk melihat Engkau
melalui saudara kami yang miskin dan menderita. Semoga kami mampu meneladani
dia dan kami mampu mewujudkannya melalui saudara kami yang miskin dan
menderita. Engkau kami puji sekarang dan selamanya. Amin.
4. Sesudah doa penutup pertemuan diakhiri dengan menyayikan lagu penutup
Lagu Pembukaan: Kasih Pasti Lemah Lembut [Lampiran 1: (1)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibu Teresa merupakan sosok yang memberikan banyak inspirasi bagi
orang-orang dalam melayani kaum miskin. Sebagai seorang gadis muda, Ibu Teresa
merasa terpanggil untuk melayani sebagai biarawati oleh karena itu dia memutuskan
untuk masuk biara Loreto. Tetapi pada tahun 1946, sebagai wanita yang mengajar
dan tinggal di Kalkuta, Ibu Teresa merasakan panggilan lainnya, yang sering dia
sebut “panggilan dalam panggilan”. Ketika itu Ibu Teresa merasakan bahwa Dia
dipanggil oleh Allah untuk memuaskan rasa dahagaNya dengan melayani kaum
miskin, oleh karena itu Ibu Teresa memilih untuk keluar dari biara yang sangat ia
cintai yaitu Loreto. Setelah keluar dari biara Loreto Ibu Teresa memulai karya
pelayanannya dengan melayani kaum miskin, tujuannya adalah untuk memuaskan
rasa dahaga Yesus. Kata-kata Yesus di salib yang mengatakan “Aku Haus” (Yoh
19:28) menjadi dasar spiritualitas pelayanan Ibu Teresa. Bagi Ibu Teresa ini
merupakan undangan dari Allah untuk terlibat dan peduli terhadap kaum miskin. Ibu
Teresa merasa terpanggil untuk memuaskan dahaga Yesus melalui kaum miskin
yang haus akan cinta kasih, perhatian dan penghargaan. Hal ini membuat Ibu Teresa
memutuskan untuk keluar dari biara Loreto dan memilih untuk lebih dekat lagi
dengan orang-orang yang termiskin dari yang miskin.
Ibu Teresa merupakan pribadi yang memiliki semangat juang yang
mendalam dalam melayani kaum miskin. Beliau juga mampu mengambil bagian
dalam sengsara dan penderitaan Kristus, yang tetap senasib dengan orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
menderita secara nyata di dunia ini. Ketika Ibu Teresa memutuskan keluar dari biara
Loreto banyak karya-karya dan pelayanan yang senantiasa menemani perjalanan
hidup Ibu Teresa setiap hari mulai dari mengajar anak-anak miskin di Motijhil,
Mendirikan Misionaris Cinta Kasih, menyewa rumah untuk anak-anak terlantar,
membagi-bagikan bahan pangan berupa campuran bulgur dan kedelai di stasiun,
Sebuah rumah untuk orang sekarat, sebuah rumah untuk yatim piatu, sebuah
perawatan bagi para penderita kusta, berbagai pusat medis, dan tempat perlindungan
bagi tuna wisma yang tidak terhitung jumlahnya bermunculan di Kalkuta sebagai
hasil dari karya beliau sebagai utusan dari pembawa-pembawa kasih.
Ibu Teresa mewartakan Kristus bukan dengan kata-kata tetapi dengan
perbuatan dia telah menghadirkan kasih Kristus dalam kehidupan orang miskin,
menderita, tertindas dan cacat. Tidak banyak orang yang seperti dia. Kemiskinan
dilihatnya sebagai fakta hidup untuk mempraktekan kasih Yesus. Dia hadir di
Kalkuta bukan hanya sekedar untuk merealisasikan tugasnya sebagai seorang
biarawati. Di sana ia menemukan kehidupan sebagai seorang yang percaya kepada
Kristus yang sesungguhnya. Di sana ia juga melihat dunia yang sesungguhnya.
Dunia yang majemuk, bukan hanya dari segi agama, tetapi juga persoalan. Zaman
sekarang ini pribadi seperti Ibu Teresa tidak mudah untuk ditemukan karena pada
kenyataannya banyak orang lebih mementingkan kehidupannya sendiri tidak peduli
dengan kehidupan sesamanya yang mengalami penderitaan, kemelaratan.
Tentunya sosok Ibu Teresa ini dapat dijadikan sebagi inspirasi dan
teladan bagi siapa saja yang ingin melayani Tuhan melalui kaum miskin, tak
terkecuali katekis dalam melaksanakan tugas pelayanannya bagi Allah melalui kaum
miskin. Katekis diajak untuk semakin menanggapi panggilan Allah yaitu berkarya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
melayani Tuhan melalui sesama, dengan mencintai, melayani mereka yang miskin,
lemah dan tersingkir. Seorang katekis adalah pewarta Kabar Gembira Allah bagi
semua orang, teristimewa bagi kaum miskin, oleh karena itu seorang katekis harus
mempunyai aneka semangat hidup yang mewarnai isi pewartaannya. Katekis harus
semakin menyadari tugas perutusannya, katekis tidak boleh menutup mata terhadap
kaum miskin, katekis juga tidak boleh kawatir akan kehidupan yang mereka jalani.
Katekis harus semakin sadar bahwa uang bukan sebagai hambatan dalam melakukan
pelayanan bagi kaum miskin. Diharapkan dengan semakin mengenal sosok Ibu
Teresa katekis semakin memahami maksud dari sabda Yesus “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang
dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat
25:40).
B. Saran
Bertitik tolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan pada
setiap bab dalam skripsi ini akhirnya penulis mencoba menyampaikan saran yang
dapat digunakan untuk meningkatkan semangat pelayanan katekis bagi kaum miskin
berdasarkan teladan pelayanan Ibu Teresa. Berkaitan dengan skripsi ini penulis
memberikan beberapa saran yang bisa dibuat untuk dilaksanakan yaitu pertama
memperdalam pemahaman katekis tentang arti pelayanan bagi kaum miskin dengan
belajar dari karya-karya pelayanan Ibu Teresa. Kedua dengan melakukan
pendalaman iman bagi katekis dengan mengangkat tema-tema yang berkaitan
dengan karya-karya Ibu Teresa bagi kaum miskin. Ketiga katekis sebaiknya
melakukan kunjungan ke panti-pati asuhan atau tempat orang yang cacat supaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
semakin mampu menggugah hati katekis untuk semakin bersyukur dan
memampukan katekis untuk semakin teguh dalam mewujudkan pelayanan bagi
kaum miskin.
Diharapkan dengan bertambahnya pemahaman katekis tentang arti
pelayanan bagi kaum miskin, katekis semakin memiliki semangat yang tinggi dalam
melayani kaum miskin. Harapan penulis dalam skripsi ini yaitu: bahwa spiritualitas
Ibu Teresa dapat memberi sumbangan pemikiran atau gagasan pemikiran bagi
katekis untuk meningkatkan semangat pelayanan katekis bagi kaum miskin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
DAFTAR PUSTAKA
Arswendo Atmowiloto. (2003). Ibu Teresa Penampakan yang Sederhana. Utusan,
53, hal. 11.
Banawiratma, J.B. SJ. (1987). Kemiskinan dan Pembebasan. Yogyakarta: Kanisius.
________. (1990). Spiritualitas Transformatif. Yogyakarta: Kanisius.
Beding, Bosko. (1989). Ibu Teresa Karya dan Orang-orangnya. Ende: Nusa Indah.
Brian, P. Hall. (1992). Panggilan akan Pelayanan. Yogyakarta: Kanisius.
Cooke, Bernard S.J. (1972). Iman dan Katekis (Seri Puskat No. 110). Yogyakarta:
Bagian Publikasi Puskat.
Darminta, J. SJ. Pelayanan Kaum Religius. Yogyakarta: Kanisius.
DOKPEN KWI. (1995). Federation of Asian Bishops’ Conferences I (FABC). (R.
Hardawiryana, Penerjemah). Bogor: Mardi Yuana.
Dokumentasi dan Penerangan KWI. (1999). Ajaran Sosial Gereja. (R.
Hardawiryana, SJ. Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan KWI.
Egan, Eileen & Egan, Kathleen. (2001). Suffering Into Joy: Mengubah Penderitaan
Menjadi Kegembiraan (A. Rahartati Bambang Haryo, Penerjemah).
Batam: Santo Press.
Gray, Charlotte. (1994). Bunda Teresa. Jakarta: Gramedia.
Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese.
(F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga
Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan 1991).
Hani, A. S.J. (2003). Aku Haus. Utusan, 53, hal. 7.
Heuken, A. (1991). Ensiklopedi Gereja Katolik III. Jakarta: Yayasan Cipta Loka
Caraka.
Huber, Th. S.J. (1979). Arah Katekese di Indonesia??? Ende: Nusa Indah.
________. (1980). Katekese Umat: Hasil Pertemuan Kateketik antar Keuskupan II.
Yogyakarta: Kanisius.
Indra Sanjaya, V. Pr. (2011). Belajar dari Yesus “Sang Katekis”. Yogyakarta:
Kanisius.
Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.
(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas
Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA
IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985.
Komisi Kateketik KAS. (2012). Pembelajaran Ajaran Sosial Gereja. Manuskrip
disajikan dalam Seminar Pembelajaran Ajaran Sosial Gereja di Gereja
Kidul Loji, Yogyakarta, pada tanggal 7 dan 28 September 2012.
Komisi Kateketik KWI. (1997). Pedoman untuk Katekis. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kateketik KWI. (2005). Identitas Katekis Di Tengah Arus Perubahan
Zaman. Jakarta: Komisi Kateketik KWI.
Komisi Komunikasi SVD Jawa. (2008). Berjalan Bersama Sang Sabda: Refleksi
harian Kitab Suci 2008. Surabaya: Komisi Komunikasi SVD Jawa.
________. (2011). Berjalan Bersama Sang Sabda:Refleksi harian Kitab Suci 2011.
Surabaya: Komisi Komunikasi SVD Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia (KOPTARI). (1987). Spiritualitas
Pelayanan. Hasil Sidang Pleno KOPTARI di Jakarta, pada 24 Agustus
s/d 5 September 1989.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan
Refleksi. Yogyakarta: Kanisius.
Krispurwana Cahyadi, T. (2003a). Jalan Kemiskinan Ibu Teresa. Jakarta: Obor.
_________. (2003b). Jalan Kesucian Ibu Teresa. Jakarta: Obor.
_________. (2003c). Jalan Pelayanan Ibu Teresa. Jakarta: Obor.
_________. (2004). Beata Teresa: Proses dan Refleksi atas Beatifikasi. Jakarta:
Obor.
_________. (2010). Teresa dari Kalkuta. Yogyakarta: Kanisius.
Langford, Joseph. (2010). Ibu Teresa: Secret Fire. Jakarta: Gramedia.
Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Matius. Yogyakarta: Kanisius.
Martasudjita, E. Pr. (2007). Inspirasi Batin 2007: Renungan Sepanjang Tahun
Yogyakarta: Kanisius.
_________. (2012). Inspirasi Batin 2012: Renungan Sepanjang Tahun. Yogyakarta:
Kanisius.
Marssen, H. (1981) Buku Pegangan untuk Katekis-katekis (Seri Puskat No. 43).
Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese Se-Tanah Air. (2005). Pernyataan Akhir
dan Rekomendasi. Dalam KomKat KWI (Ed.). Identitas Katekis Di
Tengah Arus Perubahan Zaman (hal. 133-137). Jakarta: Komisi
Kateketik KWI.
Papo, Jakob. (1987). Memahami Katekese. Ende: Nusa Indah.
Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se-Indonesia. (1993). Katekese Umat.
Dalam KomKat KWI (Ed.). Arah Katekese Gereja Indonesia. (hal. 10).
Malang: Dioma.
Prasetya, L. (2007). Prodiakon Itu Awam, Lho! Yogyakarta: Kanisius.
Roger, Br. (1998). Maria: Bunda Pendamai. Yogyakarta: Kanisius.
Sales, de Frans. (2003). Dia Memberiku Segalanya. Utusan, 53, hal. 23-24.
Schultheis, Michael SJ. (1988). Pokok-Pokok Ajaran Sosial Gereja. Yogyakarta:
Kanisius.
Sudarman, Simon. (2001a). Pino Mencari Tuhan. Utusan, 51, hal. 17.
________. (2001b). Pino Siapa Saudaramu. Utusan, 51, hal. 21.
Sugiyana. (2012). Pembelajaran Ajaran Sosial Gereja. Sebuah modul untuk
memperkenalkan ASG kepada umat yang dibuat oleh Komisi Kateketik
Keuskupan Agung Semarang.
Suhardo, E. BA. (1972). Sukses Katekis dalam Kepemimpinan (Seri Puskat No.
108). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
Sumarno, M. (2007) Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik.
Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki untuk Mahasiswa Semester VI,
Prodi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik,
Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.
Suratman Gitowiratmo, Pr. (1996). Kamulah Sesamaku. Yogyakarta: Kanisius.
Telaumbanua, Marianus. (1999). Ilmu Kateketik: Hakekat, Metode dan Peran
Katekese Gerejawi. Jakarta: Obor.
Vardey, Lucinda. (1997). Ibu Teresa: A Simple Path. Jakarta: Gramedia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Wellman, Sam. (2002). Mother Teresa: Utusan Pembawa Kasih. Jakarta: Adonai.
Yohanes Paulus II, Paus. (2006). Catechesi Tradendae (R. Hardawiryana,
Penerjemah) Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun
1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1: Lagu ”Bahasa Cinta” dan “Kasih Pasti Lemah Lembut”
Bahasa Cinta
Andaikan aku lakukan yang luhurmulia
Jika tanpak asih Tuhan hampa tak berguna
Ajarilah kami Bahasa cintamu
Agar dekat padamu ya Tuhanku
Ajarilah kami Bahasa cintamu
Agar kami dekat pada-Mu
Kasih Pasti Lemah Lembut
Kasih pasti lemah lembut, kasih pasti memaafkan,
Kasih pasti murah hati, kasihMu kasihMu Tuhan,
Ajarilah kami ini, saling mengasihi
Ajarilah kami ini saling mengampuni ajarilah kami ini
KasihMu oh Tuhan kasihMu kasihMu Tuhan.
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2: Film “Mother Teresa”
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3: Teks Matius 22:34-40
(Hukum yang Terutama)
34 Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang
Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka. 35 dan seorang dari mereka, seorang ahli
Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: 36 "Guru, hukum manakah yang terutama
dalam hukum Taurat?" 37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu. 38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan hukum yang
kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri. 40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para
nabi." 41 Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada
mereka, kata-Nya.
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Download