IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TEAM TEACHING METHOD (TTM) Studi Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Mengajar Guru Agama Hindu Tingkat SD Gugus Lebih, Kec. Gianyar, Kab. Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh: I Wayan Ratha Adhi Kesuma Kementrian Agama Kabupaten Gianyar Jln. Kepundung 8, Gianyar [email protected] Abstract The concept of learning with a model called Team Teaching Method (TTM) is considered representative to apply. TTM is a method of teaching in which some teachers are collaboratively participating together to provide the material aimed at changing the learning ambience expected to have implications in increasing the students’ motivation on the Hinduism subject. The result of the analysis towards the teachers’ activity in preparing a learning scenario and in managing the classroom based on the observation on the cycle I up to the cycle II indicates significant increase. In other words, the application of learning model of TTM has a positive impact on improving the competence of the teachers in preparing and presenting innovative learning. Abstrak Konsep pembelajaran dengan model Team Teaching Method (TTM) dirasa cukup representatif digunakan. TTM merupakan metode mengajar yang mengolaborasikan beberapa guru untuk ikut bersama-sama memberikan materi sehingga terjadi perubahan suasana belajar yang diharapkan berimplikasi pada meningkatnya motivasi belajar siswa untuk mata pelajaran Agama Hindu. Hasil analisa aktivitas guru dalam menyusun scenario pembelajaran dan dalam pengelolaan kelas yang bertumpu pada hasil observasi siklus satu sampai siklus II terjadi peningkatan yang signifikan. Dengan kata lain, penerapan model pembelajaran TTM berimplikasi positif terhadap peningkatan kompetensi guru dalam menyusun dan menyajikan pembelajaran yang inovatif. Kata kunci: Supervisi Non Direktif, Kemampuan Guru, Pembelajaran PAIKEM 128 DHARMASMRTI Vol. XV Nomor 28 Oktober 2016 : 1 - 138 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Hindu diupayakan agar terlaksana dengan baik berkesinambungan sehingga tercipta keharmonisan hidup di dalam individu umat itu sendiri, intern umat beragama, serta antar umat beragama dalam mewujudkan kedamaian hidup. Terkait dengan pelaksanaan pembelajaran agama Hindu di sekolah dasar, rupanya materi agama kurang begitu diminati pada jenjang pendidikan dasar, hal ini tidak terlepas dari materinya yang cendrung sulit untuk dipahami, terlebih lagi ketika cara guru dalam menyajikanya kurang menyenangkan. Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti yang juga merupakan pengawas agama Hindu ada beberapa hal yang mempengaruhi rendahnya motivasi belajar agama Hindu, antara lain: Pendekatan pembelajaran lebih banyak didominasi oleh peran guru, dan guru satu-satunya sumber belajar, selain buku paket. Pembelajaran yang dikembangkan di kelas-kelas kelihatannya lebih ditekankan pada pemikiran reproduktif, menekankan pada hafalan dan mencari satu jawaban benar terhadap soal-soal yang diberikan. Dalam kegiatan pembelajaran guru belum mampu menerapkan model, motode atau setrategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan sehingga kurang mengembangkan daya nalar siswa secara optimal, dan kurang menyenangkan. Cakupan materi yang begitu luas, serta komplek menyebabkan guru kesulitan dalam menguasai materi secara maksiman. Bayangkan saja seorang guru agama Hindu selain mengajar materi agama hindu, juga harus mampu mengajar dharmagita, nyastra dan uapakara. Dengan kondisi yang sedemikian rupa maka hal pertama yang diperhatikan adalah bagaimana guru yang mampu menyajikan pembelajaran yang mampu membangkitkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Beranjak dari hal tersebut di atas, maka peneliti selaku pengawas yang mewilayahi wilayah binaan kecamatan Gianyar bagian selatan khususnya pada gugus lebih, peneliti berupaya mengarahkan guru untuk mencari dan merumuskan model, serta strategi pembelajaran yang efektif guna meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran agama Hindu. Konsep pembelajaran dengan model Team Teaching Methode diarasa cukup refresentatif digunakan. Hal ini dilakukan mengingat TTM merupakan bentuk metode mengajar yang mengkolaborasikan beberapa guru untuk ikut bersama-sama memberikan materi, sehingga terjadi perubahan suasana belajar yang nantinya diharapkan berimplikasi pada meningkatnya motivasi belajar siswa untuk mapel agama Hindu. Sehingga dari uraian tersebut diatas peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan judul Implementasi Model Pengajaran Team Teaching Method (TTM) untuk meningkatkan kamampuan mengajar guru Agama Hindu Tingkat SD gugus Lebih, kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar. Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan suatu masalaah sebagai berikut: Apakah Implementasi Model Pengajaran Team Teaching Method (TTM) dapat meningkatkan kamampuan mengajar guru Agama Hindu Tingkat SD gugus Lebih, kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar. Tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, dapat ditentukan hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan sekolah ini: Implementasi Model Pengajaran Team Teaching Method (TTM) dapat meningkatkan kamampuan mengajar guru Agama Hindu Tingkat SD gugus Lebih, Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar, tahun Pelajaran 2013/2014. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari dilaksanakan penelitian tindakan sekolah ini adalah: untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan TTM sebagagai menyempurnakan metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah sehingga dapat meningkatkan kreativiats, motivasi dan hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran agama Hindu siswa tingkat sekolah dasar pada gugus lebih, kecamatan Gianyar, kabupaten Gianyar Tahun pelajaran 2013/2014. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran pendidikan Agama Hindu di tingkat pendidikan Sekolah Dasar, meningkatkan motivasi guru dan peserta didik di tingkat pendidikan sekolah dasar dan mengembangkan model pembelajaran Team Teaching Method yang sesuai dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu. IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TEAM TEACHING METHOD (TTM) Studi Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Mengajar Guru Agama Hindu Tingkat SD Gugus Lebih, Kec. Gianyar, Kab. Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 I Wayan Ratha Adhi Kesuma 129 1.2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) bertujuan meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran, melalui implementasi model pembelajaran beregu atau Team Teaching Method. Dengan kata lain, berdasarkan hasil observasi, refleksi diri, guru bersedia melakukan perubahan sehingga kinerja sebagai pendidik akan mengalami perubahan secara meningkat. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan model Kemmis, terdiri atas empat langkah, yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi (Wardhani, 2007: 45). Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dan langkah-langkah setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan repleksi. Penelitian dilakukan pada guru Agama Hindu tingkat Sekolah Dasar (SD) Gugus Lebih Kabupaten Gianyar Pemilihan lokasi penelitian, karena sekolah tersebut merupakan sekolah binaan peneliti. Di samping itu, dari hasil supervisi ditemukan kelemahan guru dalam mengelola pembelajaran inovatif, sehingga pembelajaran yang diberikan cendrung bersifat monoton. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan agustus sampai dengan Oktober 2013, mulai dari persiapan sampai dengan pelaporan. Subjek penelitian ini adalah guru-guru Agama Hindu tingkat Sekolah Dasar (SD) Gugus Pejeng, Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar yang berjumlah 15 orang, terdiri atas 12 orang guru tetap, dan 3 orang guru tidak tetap. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah peningkatan kemampuan mengajar guru Agama Hindu Tingkat SD Gugus Lebih, Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Dengan memperhatikan kondisi awal guruguru agama Hindu Tingkat Sekolah Dasar di Gugus Lebih Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, dari 10 orang guru agama Hindu senior bahwa sebagian besar belum mampu menyajikan pembelajaran inovatif sesuai tuntutan instrumen supervisi akademik. Beranjak dari hal tersebut maka indikator kinerja dalam penelitian ini: Sekurang-kurangnya 80% guru agama Hindu pada gugus Gugus Lebih Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar mampu mengimplementasikan model pembelajaran TTM (Team Teaching Method) serta memenuhi kriteria sesuai dengan instrumen supervisi akademik teru130 DHARMASMRTI Vol. XV Nomor 28 Oktober 2016 : 1 - 138 tama dalam menyajikan pembelajaran aktif, inovatif (nilai rata-rata 400-5,00) dalam skala 1-5) 1.3. Kerangka Berfikir Kompetensi merupakan spesifikasi dari kemampuan, ketrampilan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapanya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan Guru setiap hari berhadapan dengan siswa tentu akan menjumpai banyak masalah baik dengan siswa maupun lingkungan pendidikan yang notabene mempunyai banyak karakter, berbagai kemampuan dan motivasi, yang semuanya memerlukan strategi-strategi khusus yang harus dipersiapkan oleh guru. Guru perlu mempersiapkan diri, baik berkaitan dengan materi pembelajaran, sikap siswa, maupun strategi yang dapat memudahkan siswa dalam menerima pelajaran. Guna peningkatan pengajaran di mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu, maka metode mengajar beregu (Team Teaching Method) ini mempunyai efektifitas yang cukup signifikan bagi pengembangan pola mengajar guru Pendidikan Agama Hindu, agar siswa dapat meningkatkan hasil prestasi belajarnya terutama untuk meningkatkan mutu oengajaran Pendidikan Agama Hindu itu sendiri. 1.4. Hipotesis Tindakan Dari uraian tersebut di atas, maka hipotesi tiindakan dalam penelitian ini adalah: Implementasi Model Pengajaran Team Teaching Method (TTM) dapat meningkatkan kamampuan mengajar guru Agama Hindu Tingkat SD gugus Lebih, Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar. Tahun Pelajaran 2013/2014 II. PEMBAHASAN 2.1. Hakekat Belajar Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai pengalaman. Gagnie 1984 (Dahar 2001: 11). Belajar memiliki tiga pokok diantaranya: (1) Belajar merupakan proses mental emosional atau aktifitas perasaan, (2) Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik menyangkut kognitif, psikomotor, maupun afektif, (3) Belajar berkat pengalaman, baik pengalaman secara langsung maupun tidak langsung (melalui media), dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan (lingkungan fisik dan lingkungan sosial). Belajar akan terjadi secara efektif apabila memperhatikan motivasi untuk melakukan kegiatan belajar baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik, dan aktifitas itu sendiri bila perasaan dan fikiran siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar, untuk mengatasinya menggunakan metode dan media bervariasi yang dapat merangsang siswa lebih aktif, mengadakan umpan balik di dalam belajar dan mampu menyadarkan siswa pada kesalahan yang diperbuat juga meningkatkan pemahaman pembelajaran. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa belajar. Belajar dengan menggunakan alat peraga biasanya lebih merangsang siswa dalam belajar lebih giat. Metode mengajar sebagai suatu sistem dari konsep-konsep, prinsip­-prinsip dan prosesproses yang dapat dimengerti. Tes belajar harus mengungkapkan kemampuan intelektual guru dalam melihat antara minat dan kemampuan untuk menghadapi persoalan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pemahaman yang sempurna antara aspek teoritis maupun aspek praktiknya. Menurut Morgan (Soekanto, 1986: 8) “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi, sebagai hasil latihan atau pengalaman”. Bruner (Rus Effendi 2003: 177) menyebutkan, dalam teori-teori bahwa proses belajar siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga, siswa dapat melihat langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat pada benda yang sedang digunakan. Menurut Bruner (Rus Effendi, 2003: 178) mengemukakan dalam proses belajar siswa melewati tiga tahap, yaitu: seorang siswa dalam melakukan suatu kegiatan, mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakan akan melahirkan keputusan bagi diri, jika hubungan stimulus respon sering terjadi akibatnya hubungan akan semakin kuat. Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangan tidak membosankan dan kegiatan di sajikan dengan cara yang menarik. Maka dapat disimpulkan bahwa jika terdapat asosiasi kuat antara pemyataan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan siswa (Rus Effendi, 2003: 184). 2.2. Team Teaching Method bagi Pengajaran Pendidikan Agama Hindu Team Teaching merupakan strategi pembelajaran yang kegiatan proses pembelajarannya dilakukan oleh lebih dari satu orang guru dengan pembagian peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Definisi ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Martiningsih (2007) bahwa “Metode pembelajaran team teaching adalah suatu metode mengajar dimana pendidik lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Lebih lanjut Ahmadi dan Prasetya (2005) menyatakan bahwa team teaching (pengajaran beregu) adalah suatu pengajaran yang dilaksanakan bersama oleh beberapa orang. Tim pengajar atau guru yang menyajikan bahan pelajaran dengan metode mengajar beregu ini menyajikan bahan pengajaran sama dalam waktu dan tujuan sama pula. Para guru tersebut bersamasama mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Pelaksanaan belajar dapat dilakukan secara bergilir dengan metode ceramah atau bersama-sama dengan metode diskusi panel. Dengan demikian metode mengajar beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidik lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujian, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut. Untuk aplikasi guna peningkatan pengajaran di mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu, maka metode mengajar beregu (Team Teaching Method) ini mempunyai efektifitas cukup signifikan bagi pengembangan pola mengajar guru Pendidikan Agama Hindu, agar siswa dapat meningkatkan hasil prestasi belajarnya terutama untuk meningkatkan mutu pengajaran Pendidikan Agama Hindu itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti menggunakan instrument model pembelajaran Team Teaching Method sebagai model pembelajaran inovatif dan konstruktif bagi pengembangan ata pelajaran Pendidikan Agama Hindu. Dalam implementasinya ada beberapa jenis IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TEAM TEACHING METHOD (TTM) Studi Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Mengajar Guru Agama Hindu Tingkat SD Gugus Lebih, Kec. Gianyar, Kab. Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 I Wayan Ratha Adhi Kesuma 131 dari strategi Team Teaching, sesuai yang dijelaskan oleh Soewalni S (2007), yaitu: (1) Semi Team Teaching Semi team teachning dibedakan menjadi tiga tipe yaitu Tipe 1 = sejumlah guru mengajar mata pelajaran sama di kelas yang berbeda. Perencanaan materi dan metode disepakati bersamaTipe 2a = satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru secara bergantian dengan pembagian tugas, materi dan evaluasi oleh guru masing-masing. Tipe 2b = satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru dengan mendesain siswa secara berkelompok. Team Teaching Penuh Team teaching Penuh terdiri dari: Tipe 3 yaitu satu tim terdiri dari dua orang guru atau lebih, waktu kelas sama, pembelajaran mata pelajaran/materi tertentu. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara bersama dan sepakat. Namun, dari beberapa jenis team teaching yang dikemukakan oleh Soewalni S, penulis lebih condong ke jenis team teaching penuh, karena disana lebih terlihat nyata strategi Team Teaching-nya. Guru yang mengajar lebih dari satu orang, mereka mengajar di kelas yang sama dengan materi yang sama dan pada waktu yang sama, serta setiap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya pun dilakukan atas kesepakatan bersama. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip pembentukan team dalam sebuah pelaksanaan tugas, bahwa segala sesuatunya yang berkaitan dengan misi pencapaian tujuan dilakukan secara bersama-sama, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi terhadap apa yang telah dilaksanakan.. 2.3. Minat Belajar Minat berkaitan erat dengan perasaan individu, objek, dan aktivitas. Ada dua hal yang diperhatikan kaitannya dengan minat, yaitu: minat sebagai dorongan dan minat sebagai kebutuhan. Minat adalah kecenderungan dimana seseorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu dan disertai keinginan untuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih lanjut. Minat belajar adalah suatu dorongan atau keinginan individu dalam hal ini siswa, sebagai upaya untuk mencapai hasil belajar yang dilakukan. Membangkitkan minat belajar pada siswa sulit dilaksanakan bila proses belajar hanya menekankan pada satuan-satuan kurikulum, sistem kenaikan kelas, sistem ujian, yang mengutamakan kontinuitas dan pendalaman belajar (Sukmadinata, 2001). 132 DHARMASMRTI Vol. XV Nomor 28 Oktober 2016 : 1 - 138 Minat belajar pada siswa ada yang bersifat sementara (jangka pendek) dan bersifat menetap (jangka panjang). Beberapa hal yang dapat diusahakan untuk membangkitkan minat belajar siswa secara menetap (jangka panjang) yaitu, pemilihan bahan pengajaran yang berarti bagi anak, menciptakan kegiatan belajar yang dapat membangkitkan dorongan untuk menemukan, menterjemahkan materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, dan materi disampaikan dalam bentuk siswa aktif, anak banyak terlibat dalam proses belajar. Minat belajar selalu berkaitan erat dengan motivasi. Hal ini ditegaskan oleh Hamalik (2002) yang mengatakan bahwa memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Karena itu, prinsip-prinsip penggerakan motivasi belajar sangat erat hubungannya dengan minat belajar siswa itu sendiri. Berkaitan dengan minat belajar, dapat dikatakan apabila dalam kegiatan belajar mengajar tersebut terdapat kondisi yang menyenangkan, maka siswa akan lebih senang melanjutkan belajar jika kondisi pengajaran dengan demikian dapat dipastikan bahwa minat belajar meningkat pula. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk menyenangkan proses pengajaran, diantaranya: (1) hindari pengulangan hal-hal yang telah diketahui, (2) suasana fisik kelas jangan membosankan, (3) hindarkan terjadi frustasi yang dikarenakan situasi kelas, (4) hindarkan suasana kelas yang bersifat emosional sebagai akibat adanya kontak personal, (5) siapkan tugas menantang, (6) berilah pengetahuan tentang hasil yang dicapai siswa, dan (7) beri hadiah/pujian dari usaha yang dilakukan oleh siswa. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar siswa, ialah sebagai berikut: (a) memberi angka. Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjaannya, yakni berupa angka yang diberikan oleh guru. Murid yang mendapat angkanya baik, akan mendorong motivasi belajarnya menjadi besar, sebaliknya murid yang mendapat angka kurang, mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik; (b) Pujian. Pemberian pujian kepada murid atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil besar manfaatnya sebagai pendorong belajar. Pujian menimbulkan rasa puas dan senang; (c) Hadiah. Cara ini dapat juga dilakukan oleh guru dalam batasbatas tertentu, misalnya pemberian hadiah pada akhir tahun kepada para siswa yang mendapat atau menunjukkan hasil belajar yang baik, memberikan hadiah bagi para pemenang sayembara atau pertandingan olahraga; (d) Kerja kelompok. Dalam kerja kelompok di mana melakukan kerja sama dalam belajar, setiap anggota kelompok turutnya, kadang-kadang perasaan untuk mempertahankan nama baik kelompok menjadi pendorong yang kuat dalam perbuatan belajar; dan (e) Persaingan. Baik kerja kelompok maupun persaingan memberikan motif-motif sosial kepada murid. Hanya saja persaingan individual akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik, seperti: rusaknya hubungan persahabatan, perkelahian, pertentangan, persaingan antar kelompok belajar. 2.4. Kompetensi dan Profesionalitas Guru Kompetensi merupakan spesifikasi dari kemampuan, ketrampilan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapanya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan (Ditjen Dikdasmen, 2004 : 4). Berdasarkan pendapat tersebut seorang yang bekerja sebagai guru menurut Undang-Undang nomor: 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen merupakan pekerjaan profesional, guru harus memenuhi standar-standar minimal yang dibutuhkan. Guru setiap hari berhadapan dengan siswa tentu akan menjumpai banyak masalah baik dengan siswa maupun lingkungan pendidikan notabene mempunyai banyak karakter, berbagai kemampuan dan motivasi, semuanya memerlukan strategi-strategi kusus yang harus dipersiapkan oleh guru. Guru perlu mempersiapkan diri, baik berkaitan dengan materi pembelajaran, sikap siswa, maupun strategi yang dapat memudahkan siswa dalam menerima pelajaran. Berdasarkan hal tersebut Depdiknas menentukan bagian-bagian yang harus dikuasai oleh guru dalam rangka memenuhi standar kompetensi guru. Komponen standar komptensi guru antara lain: kompetensi pengelolaan pembelajaran dan wawasan kependidikan, kompetensi akademik/ vikasional sesuai materi pembelajaran, dan pengembangan profesi Selain ketiga komponen tersebut seorang guru harus memiliki sikap dan kepribadian yang positif, dimana sikap dan kepribadian tersebut senantiasa melekat pada komponen yang menunjang profesi guru. Seorang guru yang profesional sikap dan kenerjanya akan kelihatan dalam kehidupan sehari-hari. Semua hasil kerjanya harus dapat diukur oleh indikator. Indikator kompetensi masing-masing komponen tersebut adalah : Guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai tenaga profesional guru harus melakukan class reform (perubahan kelas) dan memahami dimensi-dimensi perubahan sebagai implikasi dari penerapan kurikulum. Profesionalitas (kinerja) guru dalam proses pembelajaran ditunjukan dengan kemampuan menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, menilai prestasi belajar peserta didik, menganalisis hasil ulangan harian dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik. Kompetensi menunjukan tingkat profesionalitas guru harus dapat diukur dan dievaluasi, untuk itu perlu indikator yang jelas (Dirjen Dikdasmen, 2004 : 10). 2.5. Hasil Penelitian Secara umum tahapan-tahapan pelaksanaan model pembelajaran TTM yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana. Hasil observasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan yang dilakukan tampak bahwa dari empat belas indikator yang digunakan sebagai acuan mengobservasi pelaksanaan supervisi pembelajaran non-direktif, tampak bahwa semuanya (sudah dijalankan dengan baik) Adapun data atau hasil yang diperoleh selama penelitian akan diuraikan pada pembahasan di bawah ini: IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TEAM TEACHING METHOD (TTM) Studi Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Mengajar Guru Agama Hindu Tingkat SD Gugus Lebih, Kec. Gianyar, Kab. Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 I Wayan Ratha Adhi Kesuma 133 Tabel 2.5 Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Guru dalam menyajikan pembelajaran Inovatif Melalui Model Pembelajaran Team Teaching Method (TTM) selama pelaksanaan Tindakan No Uraian Kondisi Awal Siklus I Siklus II Total Peningkatan 1 Rata-rata kemampuan guru terhadap 14 aspek penilain KBM 2,59 2,96 4,01 1,42 2 Rata-Rata Nilai Skenario Pembelajaran 63,60 71,7 83,00 19,4 3 Prosentase Kompotensi Guru yang mampu Menyajikan pembelajaran Inovatif 30 % 70 % 100 % 70% Grafik. I Grafik Histogram Rata-Rata Kemampuan Guru Agama Hindu Gugus Lebih Gianyar ,Terhadap 14 Aspek Penilain KBM dengan penerapan TTM, Selama Tindakan 4,01 Grafik. II Histogram Rata-Rata Nilai Skenario Pembelajaran dengan penerapan TTM 100 4 90 2,96 3 83,00 80 2,59 71,70 2 60 63,30 1 40 0 Keterangan Gambar: 20 : Sebelum Tindakan : Tindakan Siklus I : Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil analisa aktivitas guru dalam menyusun skenario pembelajaran dan pengelolaan kelas berdasarkan yang bertumpu pada hasil observasi siklus satu sampai siklus II terjadi peningkatan yang signifikan. Berdasrkan pada lampiran 4.7 nilai rata-rata kemampuan 134 DHARMASMRTI Vol. XV Nomor 28 Oktober 2016 : 1 - 138 0 Keterangan Gambar: : Sebelum Tindakan : Tindakan Siklus I : Tindakan Siklus II guru terhadap 14 aspek yang dinilai terjadi peningkatan dari pra siklus ke siklus II sebesar 1,42, yaitu pada pra siklus rata-rata 2,59 pada siklus I meningkat menjadi 2,96 dan pada siklus II Grafik. III. Histogram Persentase Peningkatan Kemampuan Menyajikan Pembelajaran Inovatif melalui penerapan Model TTM 100% 100 pai 100% atau dengan kata lain semua guru yang menjadi subjek penelitian telah mampu menerapkan TTM dan menyusun pembelajaran Inovatif. Sehingga dengan demikian penelitian ini dicukupkan pada siklus II sebab secara konseptual indicator kerja penelitian telah tercapai. III. PENUTUP 90 80 70% 60 40 30% 20 0 Keterangan Gambar: : Sebelum Tindakan : Tindakan Siklus I : Tindakan Siklus II menjadi 4,01 dalam penilaian sklaa 1-5. Selain itu terjadi pula peningkatan kompetensi guru dalam menyusun skario pembelajaran yakni yang semula pada pra siklus dengan rata-rata 63, 60 dalam kategori kurang, pada siklus I hasilnya 71, 70 termasuk kategori “cukup” dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 83, 00 atau dengan kategori amat Baik. Prosentase kemampuan guru dalam menyajikan pembelajaran inovatif juga mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu sebesar 70% yaitu pada prasiklus mencapai 30% atau hanya 3 guru yang ada dalam kategori baik, siklus I 70% yaitu ada 7 orang guru yang berada dalam kategori baik serta pada siklus II prosentase menca- Beranjak dari hasil pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Team Teaching Method Berimplikasi positif terhadap peningkatan kompotensi guru dalam menyusun dan menyajikan pembelajaran yang inovatif. Hasil analisa aktivitas guru dalam menyusun skenario pembelajaran dan dalam pengelolaan kelas yang bertumpu pada hasil observasi siklus satu sampai siklus II terjadi peningkatan yang signifikan. Berdasrkan pada lampiran 4.7 nilai rata-rata kemampuan guru terhadap 14 aspek yang dinilai terjadi peningkatan dari pra siklus ke siklus II sebesar 1,42, yaitu pada pra siklus rata-rata 2,59 pada siklus I meningkat menjadi 2,96 dan pada siklus II menjadi 4,01 dalam penilaian sklaa 1-5. Selain itu terjadi pula peningkatan kompetensi guru dalam menyusun skenario pembelajaran yakni yang semula pada pra siklus dengan rata-rata 63,60 dalam kategori kurang, pada siklus I hasilnya 71, 70 termasuk katagori “cukup” dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 83,00 atau dengan kategori amat Baik. Prosentase kemampuan guru dalam menyajikan pembelajaran inovatif juga mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu sebesar 70% yaitu pada prasiklus mencapai 30% atau hanya 3 guru yang ada dalam kategori baik, siklus I 70% yaitu ada 7 orang guru yang berada dalam kategori baik serta pada siklus II prosentase mencapai 100% dengan kata lain semua guru yang menjadi subjek penelitian telah mampu menerapkan TTM dan menyusun pembelajaran Inovatif. Dari simpulan tersebut di atas, disarankan kepada.guru-guru khususnya guru di Sekolah Dasar Gugus Lebih Kabupaten Gianyar, agar lebih aktif dalam menggali berbagai model dan strategi pembelajaran, guna meningkatkan profesionalisme dalam menyajikan pembelajaran yang inovatif dan menarik bagi siswa, sehingga berimplikasi pada terjadinya peningkatan aktivitas dan prestasi Hindu. • IMPLEMENTASI MODEL PENGAJARAN TEAM TEACHING METHOD (TTM) Studi Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Mengajar Guru Agama Hindu Tingkat SD Gugus Lebih, Kec. Gianyar, Kab. Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 I Wayan Ratha Adhi Kesuma 135 DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta, BSNP. Bulletin Kent Mathematics Project (1990). Depdikbud, 1992, Buku Pedoman Penyelenggaraan Musyawarah Guru Mata Pelajaran, Jakarta, Depdikbud. Depdikbud, 1993, Dengan Pemantapan Kerja Guru Kita Siapkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas Untuk Menyongsong Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, Jakarta, Depdikbud. Depdiknas, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta, Depdiknas. Depdiknas, 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta, Depdiknas. Depdiknas, 2007, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas, 2007, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 tahun 2007 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, Depdiknas. Dirjen Pendidikan Tinggi, 2007, Panduan Penyusunan Perangkat Portofolio Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, Jakarta, Depdiknas. Direktorat Dikmenum, 1999, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta, Depdiknas. 136 DHARMASMRTI Vol. XV Nomor 28 Oktober 2016 : 1 - 138