BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Prodi Fisika, Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi Fisika, dan Laboratorium Terpadu Gedung C Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Periode penelitian tugas akhir dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Mei 2016. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat yang digunakan dalam penelitian 3.2.1.1 Peralatan Isolasi Spirullina sp. a. Proses Ekstraksi 1) Tabung Erlenmeyer PYREX 250 mL digunakan sebagai wadah untuk mencampur bahan. 2) Neraca digital merk METTLER TOLEDO digunakan untuk menimbang serbuk Spirullina sp. 3) Magnetic stirrer dengan Hot plate sebagai pengaduk larutan dalam gelas beker 4) Gelas ukur 50 mL merk HERMA. 5) Corong kaca untuk mempermudah menungkan larutan. 6) Pipet tetes untuk mengambil larutan sampel. 7) Ultrasonic cleaner merk KA DA CHENG. b. Proses Evaporasi 1) Evaporator molekular untuk proses evaporasi. 2) Labu ukur 50 mL untuk menampung hasil evaporasi. 11 12 c. Proses Kromatografi 1) Kolom kromatografi sebagai alat untuk memisahkan larutan Spirullina sp. 2) Botol kaca untuk menampung hasil kromatografi. 3) Gelas beker merk HERMA 250 mL untuk mencairkan gel silika. 4) Pompa vakum untuk mempercepat proses pemisahan. 5) Multimeter digunakan untuk mengukur hambatan larutan hasil kromatografi. 3.2.1.2 Penumbuhan Lapisan Tipis Spirulina sp. 1) Spin coater merk CHEMAT Tech. KW-4A, sebagai alat penumbuh lapisan tipis. 2) Pipet tetes untuk meneteskan larutan diatas substrat. 3) Pinset untuk mengambil sampel. 4) Hot plate merk IKA® C. MAG sebagai alat hidrolisis. 5) Print Circuit Board (PCB) berlapis Cu sebagai substrat. 3.2.1.3 Karakterisasi 1) ELKAHFI I-V meter two point probe, digunakan untuk mengukur arus yang mengalir melalui lapisan tipis Spirulina sp. 2) Kabel penghubung 3) PC dan Monitor 4) Tesla meter 5) Spektrometer UV VIS 6) Sumber medan magnet (selenoida) 3.2.2 Bahan Penelitian 3.2.2.1 Isolasi Spirullina Sp Bahan untuk satu kali isolasi Spirullina sp. 1) Serbuk Spirulina sp merk Neoalgae Spirulina sebagai bahan ekstraksi 2) Aseton p.a. sebagai pelarut pigmen klorofil 3) Kertas Saring (Whattman no 42) untuk menyaring larutan 13 4) Tisu sebagai pembersih 5) Silica gel sebagai bahan untuk memisahkan larutan 6) Aluminium foil sebagai pelindung larutan agar tidak terjadi kontak secara langsung dengan audara luar dan sinar matahari 7) N-Heksan p.a. sebagai pelarut dalam proses kromatografi 8) Print Circuit Board (PCB) 3.3 Diagram Penelitian Persiapan Isolasi Dye Spirulinna sp: Ekstraksi, Evaporasi I, dan Kromatografi Larutan Spirullina sp. hasil isolasi Karakterisasi Spektrometer UV Vis Evaporasi II Larutan + kloroform Penumbuhan lapisan tipis dengan metode spin coating Karakterisasi mobilitas pembawa muatan dan magnetoconductance (I-V Meter) Arus Terukur ? Tidak Ya Y a Analisa dan Kesimpulan Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 14 3.3.1 Persiapan Pada tahap persiapan penelitian ini secara umum meliputi persiapan dan pembersihan alat. 3.3.2 Ekstraksi Larutan Sprulina Sp Pada tahap ini meliputi pembuatan larutan Spirulina sp. dengan metode ekstraksi. Tahap pertama disiapkan serbuk Spirulina dengan berat 25 gr. Kemudian serbuk Spirulina dilarutkan dengan aseton p.a. sebanyak 125 mL dalam tabung Erlenmeyer. Lalu larutan ekstrak Spirulina sp diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 500 rpm selama 60 menit hingga serbuk Spirulina terlarut secara homogen. Gambar 3.2. Proses homogenisasi larutan Spirulina sp Tahap terakhir pada bagian ini adalah larutan Spirulina sp disaring menggunakan kertas saring dengan ukuran maksimum 2 μm agar ukuran molekul klorofil terlarut lebih seragam Setelah itu, larutan hasil ekstraksi disimpan dalam tabung Erlenmeyer dan dibungkus dengan aluminium foil. 3.3.3 Evaporasi Larutan yang diperoleh dari hasil ekstraksi kemudian dievaporasi dengan evaporator. Proses evaporasi bertujuan agar diperoleh larutan Spirulina sp murni. 15 Proses evaporasi dilakukan dengan mengatur tekanan sebesar 375 mmHg dan suhu sebesar 45˚ C selama kurang lebih 10 menit yang berfungsi untuk menghilangkan sebagian pelarut aseton. Sementara untuk evaporasi lanjutan dilakukan pada tekanan 375 mmHg dengan suhu 60 C selama kurang lebih 10 jam. Proses evaporasi lanjutan ini berfungsi untuk menghilangkan keseluruhan pelarut pada larutan. Gambar 3.3. Proses evaporasi larutan Spirulina sp 3.3.4 Kromatografi Setelah proses evaporasi selesai, dilanjutkan dengan proses kromatografi. Proses ini digunakan untuk pemurnian lebih lanjut partikel terlarut dalam larutan Spirulina sp. Secara umum tahapan ini merupakan proses pemisahan komponenkomponen pada larutan dengan cara mengalirkan larutan pada suatu kolom kromatografi. Di dalam kolom kromatografi tersebut terdapat bahan yang berfungsi sebagai fase diam dan fase gerak. Yang berfungsi sebagai fase diam adalah silica gel (maksimum ukuran butiran ) sebanyak 30 gr, dengan pelarutnya adalah N-heksan sebanyak 100 mL. Sedangkan larutan Spirulina sp sebagai fase gerak. 16 Sebelum proses kromatografi dilakukan, kolom kromatografi disiapkan dalam kondisi bersih, kran/valve berada dalam posisi tertutup. Kemudian kolom kromatografi dipasang menggunakan statif. Kolom kromatografi diisi dengan silica gel yang telah dilarutkan dengan N-heksan. Gelembung udara sebagai indikasi keberadaan rongga udara harus dipastikan sudah tidak ada. Selanjutnya, larutan Spirulina sp dimasukkan ke dalam kolom tersebut. Larutan Spirulina sp akan bergerak turun melewati silica gel. Proses keluarnya larutan Spirulina sp dari kolom kromatografi dapat dipercepat menggunakan pompa vakum. Larutan Spirulina sp dalam kolom kromatografi selama bergerak turun melewati silica gel akan mengalami proses pemisahan komponen-komponen fase gerak, sehingga setelah keluar didapatkan larutan yang lebih murni. Akhirnya, larutan Spirulina sp hasil kromatografi siap untuk di evaporasi untuk yang kedua kali, dan hasil terakhir siap untuk ditumbuhkan di atas substrat PCB. 3.3.5 Karakterisasi Absorbansi dengan UV VIS Spektrometer Pengujian absorbansi larutan Spirulina sp sebelum evaporasi kedua (sampel A) dan setelah evaporasi kedua (sampel B) dilakukan dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis merk Perkin Elmer Lambda 25. Gambar 3.4. UV-Vis Spectrophotometer Perkin Elmer Lambda 25 17 Larutan blank acetone yang berfungsi sebagai larutan pembanding dari sampel larutan Spirulina sp terlebih dahulu dimasukkan ke spektrometer UV VIS. Dilanjutkan dengan memasukkan larutan sampel hingga grafik pada komputer. Dari uji UV-Vis dapat di plotkan grafik hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi. 3.3.5 Penumbuhan Lapisan Tipis Penumbuhan lapisan tipis Spirulina sp dilakukan dengan metode spin coating menggunakan spin coater merk Chemat Technology KW-4A. Pada tahap ini, larutan Spirulina sp akan ditumbuhkan pada PCB yang telah dibersihkan. Alat yang digunakan dalam tahap ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. Gambar 3.5. Spin coater merk Chemat Technology KW-4A Terdapat beberapa tahap dalam melakukan penumbuhan lapisan tipis Spirulina sp dengan menggunakan spin coater. Tahap pertama adalah menyalakan vacuum dan spinner dengan cara menyalakan tombol ON yang terdapat pada spin coater. Lalu diatur kecepatan putar dan waktu dalam proses coating. Kecepatan putar diatur sebesar 3500 rpm, sedangkan lamanya proses coating 40 detik. Substrat PCB yang akan dilapisi diletakkan ke atas holder spin coater. Kemudian larutan Spirulina sp diteteskan menggunakan pipet tetes pada PCB. Selanjutnya spin coater ditutup dengan penutupnya, ditekan tombol control, 18 vacuum, dan start secara berurutan. Tombol vacuum berfungsi untuk menahan PCB atau agar tetap menempel pada holder spin coater, sehingga selama proses coating berlangsung PCB yang dilapisi tersebut tidak akan lepas dari holder. Setelah proses coating selesai, maka dilakukan drying dengan menggunakan hot plate. Proses drying dilakukan dengan suhu 70°C selama 90 detik. Setelah proses drying selesai maka lapisan tipis Spirulina sp dapat dikarakterisasi. 3.3.6 Karakterisasi Mobilitas Pembawa Muatan Lapisan tipis Spirulina sp hasil deposisi metode spin coating kemudian dilakukan karakterisasi mobilitas pembawa muatan dengan metode I-V meter. Lapisan tipis Spirulina sp yang akan dikarakterisasi, diletakkan pada probe yang telah tersedia. Kemudian probe tersebut disambungkan pada I-V meter. Pada sampel yang dikarakterisasi tersebut diberikan sumber tegangan, sehingga akan muncul arus. Selain diberikan tegangan, pada sampel yang dikarakterisasi juga diberikan pengaruh medan magnet. Hasil pengukuran I-V meter tersebut dapat digunakan untuk menentukan mobilitas pembawa muatan pada lapisan tipis Spirulina sp. yaitu: J = e. n. . (3.1) Dimana, J= E= Sehingga, Persamaan 3.1 menjadi : I = e.n. I = e.n. . (3.2) Berdasarkan Persamaan 3.2, dapat diperoleh mobilitas pembawa muatan melalui metode persamaan regresi linear yaitu y = mx. Sehingga akan diperoleh gradien dari masing-masing lapisan tipis Spirulina sp. Dari persamaan (3.2), variabel y adalah nilai dari besarnya arus, sedangkan x adalah besarnya tegangan 19 yang diberikan, dan m adalah gradient grafik. Dimana besarnya gradient grafik adalah m = e.n. . (3.3) (3.4) Dari Persamaan 3.4 dapat diketahui besarnya mobilitas pembawa muatan dari lapisan tipis Spirulina sp. Keterangan : J = Rapat arus E = Medan listrik (V/m) e = Muatan elektron (Coulomb) n = Rapat pembawa muatan listrik (partikel/m3) = Mobilitas pembawa muatan (m2/V.s) I = Arus (A) V = Tegangan potensial (V) A = Luas penampang (m2) d = Jarak elektroda (m) 3.3.7 Karakterisasi Magnetoconductance Pengukuran fenomena magnetoconductance (MC) dilakukan dengan I-V meter sistem two point probe yang dipasang sejajar medan magnet eksternal H. Kumparan dihubungkan dengan sumber tegangan sehingga menghasilkan medan magnet H yang dapat dilihat nilainya pada teslameter. Besar medan magnet ini dapat dinaikkan dan diturunkan dengan cara mengatur tegangan pada sumber. Besar medan yang diberikan pada saat pengukuran sampel pada rentang 0 20mT . Ketika medan magnet yang diberikan telah mencapai maksimum (20 mT), arah polarisasi medan magnet dibalik. Perulangan karakterisasi dilakukan untuk sampel yang telah dibuat. Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat diplotkan grafik arus terhadap fungsi medan magnet. 20 Gambar 3.6. Skema karakterisasi Magnetoconductance