Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 231

advertisement
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E LEARNING CYCLE PADA
MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN REAKSI REDOKS
The Development Of Electronic Module Based On Learning Cyle 5E On The Electrolyte Solution And Redox
Reaction
Elcha Bagus Narendra Putra1, Subandi2, dan Endang Budiasih2
Mahasiswa Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang,
Jalan Semarang No. 5 Sumbersari, Kota Malang, (0341) 551314
2
Staff Pengajar di Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang
e-mail korespondensi: [email protected]
1
ABSTRAK
Pembelajaran kimia pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks menuntut pemahaman siswa dalam tiga ranah
representasi yang saling berkaitan, yakni makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Namun pada implementasinya
selama ini, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami mengaitkan antar ketiganya utamanya
pada representasi submikroskopis, karena representasi ini bersifat abstrak. Salah satu alternativ untuk dapat
memahami representasi submikroskopis dan keterkaitannya dengan kedua representasi lainnya adalah dengan
menggunakan multimedia elektronik, sehingga konsep dan fenomena yang abstrak dapat dimodelkan dalam bentuk
gambar dan animasi. Di samping itu urutan penyajian bahan ajar harus berjenjang sedemikian rupa sehingga mudah
untuk dipahami. Untuk itu dapat digunakan metode 5e learning cycle yang juga telah memfasilitasi kegiatan inquiry
dan membantu siswa dalam memahami proses sains. Kajian ini bertujuan untuk mengembangkan multimedia kimia
dalam bentuk modul elektronik berbasis 5e learning cycle pada materi Larutan Elektrolit dan Reaksi Redoks.
Kata Kunci: modul elektronik berbasis learning cycle,
ABSTRACT
Learning chemistry, espescialy on the topic of electrolyt solution and redox reaction, requires an understanding in
the three interlocking domains of representation, namely the macroscopic, submikroskopic, and symbolic. But in its
implementation over the years, there are still many students who have difficulty in understanding between the three
representation espessially in submikroskopic representation, since this representation is abstract. One alternative
solution is to use an electronic multimedia, so that the abstract concepts and phenomena can be modeled in the form
of pictures and animations. In addition, the order of the presentation of teaching material should be tiered such that
it is easy to understand. For that purposed, method of 5E learning cycle can be used . This methode also facilitated
the activities of inquiry and assist students in understanding the process of science. The aims of this studyis to
develop chemical multimedia in the form of an electronic module base on 5E learning cycle on the topic of
Electrolytes and Redox Reactions.
Keywords: electonic module based 5e learning cycle
Salah satu topikdalam ilmu kimia yang dipelajari
di tingkat Sekolah Menengah Atas
adalah larutan elektrolit dan reaksi redoks. Topik
larutan elektrolit membahas tentangsifat elektrolit
beberapa larutan, jenis larutan berdasarkan daya hantar
listrik, jenis larutan elektrolit berdasarkan ikatan, dan
fungsi larutan elektrolit dalam tubuh. Topik reaksi redoks
membahas tentangperkembangan konsep reaksi oksidasi –
reduksi, penentuan bilangan oksidasi unsur dalam
senyawa atau ion, dan hubungan reaksi oksidasi dengan
tata namasenyawa (Kemendikbud, 2016).
Konsep – konsep yang tercakup dalam materi
larutan elektrolit dan reaksi redoks merupakan konsep
terdefinisi.Konsep terdefinisi pada materi larutan
elektrolit dan reaksi redoks terdiri dari: (1) konsep
terdefinisiyang diturunkan dari obyek abstrak seperti
ikatan
kimia,
kepolaran
molekul,
ionisasi,
disosiasisenyawa pembentuk larutan elektrolit, reaksi
oksidasi, reaksi reduksi, reaksi oksidasi – reduksi, dan
reaksi autoredoks; dan (2) konsep terdefinisi yang tidak
diturunkan dari obyek abstrak, seperti derajat disosiasi,
bilangan oksidasi, dan tata nama senyawa. Berdasarkan
konsep yang dijabarkan dapat ditarik kesimpulan, bahwa
karakteristik konsep pada materi larutan elektrolit dan
reaksi redoks sebagian besar bersifat abstrak, karena tidak
dapat diamati.
Konsep abstrak untuk memahaminya dibutuhkan
suatu fenomena baik dari kehidupan sehari – hari maupun
dari percobaan di laboratorium yang dapat diamati atau
diobservasi oleh panca indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung kemudian merepresentasikannya
(Gilbert & Treagust, 2009).Terdapat tiga representasi
yang harus dipahami oleh siswa, yaiturepresentasi
makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Ketiga
representasi sangat diperlukan dalam memahami secara
mendalam konsep abstrak dalam kimia, khususnya materi
larutan elektrolit dan reaksi redoks. Banyaknya siswa
yang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi,
rendahnya nilai siswa, miskonsepsi pada siswa
merupakan salah satu akibat dari ketidakmampuan siswa
dalam memahami dan mengubungkan ketiga representasi
tersebut.
Bila
siswa
dapat
memahami
dan
Putra et al, Pengembangan Electronic Modul
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
231
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
menghubungkan ketiga representasi, maka pemahaman
siswa terhadap konsep menjadi lebih mendalam
(Chandrasegaran, Treagust, & Mocerino, 2007). Sebagai
contoh untuk menjelaskan mengapa lampu dapat menyala
ketika larutan natrium klorida diuji daya hantarnya
(makroskopis), maka siswa perlu memahami pergerakan
ion – ion, elektron, dan molekul air di dalam larutan
maupun di kabel penghantar (submikroskopis) dan
menuliskannya ke dalam bentuk persamaan reaksi
(simbolik). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
pengetahuan kimia, khususnya pada materi larutan
elektrolit dan reaksi redoks dibangun dari ketiga level
representasi (Sirhan, 2007).
Namun, pembelajaran materi larutan elektrolit dan
reaksi redoks di sekolah masih menonjolkan representasi
makroskopis dan simbolik dibandingkan dengan
representasi submikroskopis. Sebagai contoh mengamati
nyala lampu, terbentuknya gelembung gas,perhitungan
kimia, dan penentuan bilangan oksidasi.Selain itu,
ketersediaan sumber belajar seperti buku teks, dan lembar
kerja
siswatidak
memberikan penjelasan
pada
representasisubmikroskopis dan tidak menghubungkan
dengan dua representasi lainnya Dampaknya adalah
pemahaman siswa terhadap representasi submikroskopis
menjadi terbatas dan siswa kesulitan dalam
menghubungkan ketiga representasi(Langitasari, 2014).
Sejalan dengan hasil penelitian Deventak dkk (2007) yang
menunjukkan bahwa siswa memperoleh nilai rendah pada
soal yang berkaitan dengan representasi submikroskopis
dalam larutan ion.
Penggunaan multimedia dapat mengatasi kesulitan
siswa dalam memahami representasi submikrokopis.
Multimedia berbasis komputer dapat disisipi visual statik
(gambar) maupun animasi yang membantu siswa
memvisualisasi obyek yang tidak dapat diamati dan
merubahnya menjadi fenomena yang dapat diamati
(Gilbert & Treagust, 2009).
Selama proses pembelajaran, tidak cukup hanya
dengan menggunakan media untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan, diperlukan model pembelajaran untuk
dapat mencapai kompetensi secara sistematis dan terarah.
Dalam proses pembelajaran, media atau bahan ajar
memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber
menuju penerima (siswa), sedangkan model pembelajaran
adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima
dan mengolah informasi guna mencapai tujuan
pembelajaran. Jadi, selain membutuhkan media sebagai
pembawa pesan, dibutuhkan model pembelajaran untuk
dapat mengkonstruksi sebuah pemahaman dari suatu
media yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan
kreatif.
Salah satu strategi pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi suatu
fenomena secara aktif melalui proses ilmiah adalah
dengan menggunakan strategi learning cycle, karena
memfasilitasi kegiatan inquiry dan membantu siswa
dalam memahami proses sainsguna mengembangkan dan
memperdalam pemahaman terhadap suatu konsep,
khususnya pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks
(Qarareh, 2012).Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Gazali dkk (2015) yang menunjukkan bahwa
5e learning cycle dapat meningkatkan keterampilan
proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Oleh karena itu, mengintegrasikan kelebihan
multimedia dan sistematika pembelajaran dari metode
learning cycle diharapkan dihasilkan media pembelajaran
yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
Media yang dikembangkan dikemas dalam bentuk modul
elektronik (electronic module) dengan tahapan
penyampaian materi menggunakan sintaks dari 5e
learning cycle
yang terdiri dari fasa engagement,
exploration, explanation, elaboration, dan evaluation.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu
adanya kajian tentang pengembangan multimedia yang
terintegrasi dengan strategi 5e learning cycledi tingkat
SMA pada pokok bahasan larutan elektrolit dan reaksi
redoks.
KAJIAN PUSTAKA
Problematika Pembelajaran pada Materi Larutan
Elektrolit dan Reaksi Redoks
Materi larutan elektrolit dan reaksi redoks
merupakan materi prasyarat untuk materi pada tingkatan
yang lebih tinggi, yaitu materi elektrokimia. Materi
larutan elektrolit dan reaksi redoks berpotensi dianggap
sulit oleh siswa karena mendiskusikan sesuatu yang tidak
dapat ditangkap secara inderawi, sedangkan siswa sangat
bergantung pada sesuatu yang dapat ditangkap secara
inderawi.
Ketidakmampuan siswa dalam memvisualisasi
obyek abstrak dapat menyebabkan siswa mengalami
kesalahan konsep atau kesulitan dalam belajar (Akram
dkk, 2014). Kesulitan tersebut dapat bersumber dari
proses pembelajaran di sekolah yang kurang tepat seperti
pembelajaran yang hanya menekankan pada deskripsi
konsep, pembelajaran yang fokus pada kesuksesan siswa
dalam mengerjakan soal ujian yang umumnya lebih
dominanperhitungan matematis dan hafalan (recall), dan
pembelajaran yang prosesnya tidak menghubungkan
ketiga representasi (Sirhan, 2007).
Sebagian besar pembelajaran materi larutan
elektrolit
dan
reaksi
redoks
di SMAkurang
melibatkanrepresentasi pada submikroskopis, sebagai
contohsiswa hanya mengamati perubahan pada nyala
lampu dan timbulnya gelembung gas pada materi larutan
elektrolit dan perhitungan bilangan oksidasi pada materi
reaksi redoks. Konsekuensi dari pembelajaran yang tidak
mengkaitkan ketiga representasi tampak pada rendahnya
pemahaman konseptual siswa. Seperti hasil penelitian
Deventak (2009) yang menunjukkan sebagian besar
siswa memperoleh nilai yang rendah pada soal yang
membahas representasi mikroskopis.
Faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan
dalam menghubungkan ketiga representasi antara lain (1)
siswa mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu
Putra et al, Pengembangan Electronic Modul
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
232
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
yang tidak dapat diamati (mikroskopis); (2) pembelajaran
di kelas tidak memfasilitasi siswa dengan kegiatan
menghubungkan level makroskopis, simbolik, dan
mikroskopis; (3) ketersediaan sumber belajar, seperti
buku teks, lembar kerja siswa, sebagai acuan
pembelajaran tidak memberikan penjelasan pada level
mikroskopis dan tidak menghubungkan dengan dua level
representasi lainnya; dan (4) kurangnya soal – soal yang
mengevaluasi pemahaman siswa pada level mikroskopis,
umumnya soal – soal yang diberikan kepada siswa hanya
melibatkan aspek perhitungan dan makroskopis
(Langitasari, 2014).
Multiple Representation dalam Kimia
Istilah multiple representation atau dikenal sebagai
tiga tipe representasiyang terdiri dari representasi
makroskopis, submikroskopis, dan simbolik yang
digunakan untuk memahami dengan jelas inti dari ilmu
kimia. (Gilbert & Treagust, 2009).Representasi
makroskopis adalah fakta / fenomena yang dapat diamati
atau diobservasi oleh panca indera, seperti timbulnya
nyala lampu, terbentuknya gelembung gas, pengendapan,
perubahan warna, dan sebagainya. Representasi
submikroskopis berupa teori untuk menggambarkan atau
memodelkan
apa
yang
terjadi
pada
tingkat
molekuler/partikel (atom, molekul, ion). Sebagai contoh
proses penguraian molekul natrium klorida (garam) oleh
molekul air, proses mengalirnya elektron dari elektroda
melewati larutan elektrolit hingga sampai di bola lampu.
Representasi simbolik merepresentasikan objek yang
abstrak ke dalam gambar, simbol, persamaan reaksi,
persamaan matematis, atau analogi (Chittleborough,
2014).
Ketiga representasi saling berhubungan satu sama
lain yang hubungannya digambarkan sebagai sebuah
segitiga seperti pada gambar 1.
MAKRO
SUB - MIKRO
diamati, yakni lampu yang menyala dan timbul
gelembung gas, sedangkan pada larutan sukrosa lampu
tidak menyala dan tidak adanya gelembung gas. Nyala
lampu dan gelembung gas merupakan fakta yang dapat
diamati, sehingga termasuk dalam representasi
makroskopis. Fenomena tersebut dapat direpresentasikan
secara simbolik ke dalam bentuk persamaan reaksi
disosiasi dan redoks yang ditulis sebagai berikut.
(1) Reaksi pada larutan natrium klorida
Reaksi pelarutan:
NaCl(s)  NaCl(aq)
Reaksi disosiasi NaCl:
NaCl(aq)  Na+(aq) + Cl-(aq)
Reaksi reduksi di katode:
2H2O(l) + 2e-  2OH-(aq) + H2(g)
Reaksi oksidasi di anode:
2Cl-(aq)  Cl2(g) + 2e(2) Reaksi pada larutan sukrosa
Reaksi pelarutan :
C12H22O11(s) C12H22O11(aq)
Reaksi di katode:
C12H22O11(aq) ↛
Reaksi di anoda:
C12H22O11(aq) ↛
Pada contoh reaksi tersebut, simbol NaCl,
C12H22O11, Cl2, H2O, H2, Na+, Cl-, OH-,dan e-merupakan
simbol yang mewakili spesi kimia yang bereaksi. Simbol
(s), (aq), (g), dan (l) mewakili wujud zat kimia, sedangkan
simbol “” menunjukkan arah reaksi dan simbol “↛”
menunjukkan tidak ada reaksi kimia.
Representasi makroskopis dan simbolik tersebut
tidak memberikan representasi perubahan yang terjadi
pada tingkatan atom, ion, atau molekul. Oleh karena itu,
agar pemahaman siswa menjadi lebih jelas, maka
diperlukan
representasi
submikroskopis
untuk
memvisualisasi perubahan kimia pada tingkatan
partikulat. Visualisasi dapat berupa gambar atau animasi
yang diibaratkan sebagai molekul, ion, atau partikel lain.
Sebagai contoh elektron merupakan partikel yang
berperan dalam daya hantar listrik larutan elektrolit yang
bentuknya diilustrasikan sebagai sebuah bola. Tentu saja
bentuk elektron bukanlah bola. Bentuk bola digunakan
untuk membantu menerangkan proses yang terjadi, seperti
pada Gambar 2.
SIMBOLIK
Gambar 1. Tiga representasi yang dibutuhkan
pembelajaran kimia(Sumber: Taber, 2013).
dalam
Ketiga representasi dapat membantu siswa dalam
membangun konsep secara jelas dan mendalam. Sebagai
contoh pada materi larutan elektrolit, larutan natrium
klorida (NaCl) dan larutan sukrosa(C12H22O11)
menunjukkan fenomena yang berbeda ketika kedua jenis
air diuji menggunakan alat uji daya hantar listrik yang
terdiri dari lampu, baterai, elektroda dan kabel. Larutan
NaCl yang diuji menunjukkan dua fenomena yang dapat
Gambar 2. Rrepresentasi makroskopis dan mikroskopis daya
hantar larutan natrium klorida
Putra et al, Pengembangan Electronic Modul
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
233
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Dengan demikian ketiga representasi dibutuhkan
dalam mempelajari larutan elektrolit dan reaksi redoks
agar siswa dapat memahami pada tingkat makroskopis,
suubmikroskopis, dan simbolik.
Modul Kimia
Larutan elektrolit dan reaksi redoks memiliki
konsep yang bersifat abstrak dan memungkinkan
terjadinya miskonsepsi pada siswa jika tidak diberikan
secara benar dan terarah. Oleh sebab itu, seorang pengajar
dituntut untuk mampu menyajikan konsep abstrak dengan
menarik dan jelas. Salah satu cara yang dapat digunakan
adalah dengan menggunakan modul yang merupakan
jenis bahan ajar cetak. Bahan ajar cetak menurut dapat
berupa handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur,
leaflet, wallchart. Perbedaan antara modul, buku, lembar
kerja siswa (LKS) dan handout disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan modul, buku, handout, dan LKS
Modul
Modul berisi:
 Petunjuk belajar (Petunjuk
siswa/guru)
 Kompetensi yang akan dicapai
 Content atau isi materi
 Informasi pendukung
 Latihan-latihan / tugas
 Petunjuk kerja, dapat berupa
Lembar Kerja (LK)
 Evaluasi
 Balikan atau feedback terhadap
hasil evaluasi
(Sumber: Depdiknas, 2008)
Buku
Buku berisi :
 Isi materi
 suatu ilmu pengetahuan hasil
analisis terhadap kurikulum
dalam bentuk tertulis.
 disajikan secara menarik
dilengkapi dengan gambar dan
keterangan-keterangannya.
Tabel 1 menunjukkan bahwa bahan ajar modul
lebih diunggulkan karena memiliki kelengkapan dari segi
isi, selain itu modul dapat memberikan kemudahan dan
alur berpikir logis dalam memahami suatu materi karena
didalamnya terkandung tujuan, metoda, materi, kegiatan
belajar, motivasi, latihan, dan feedback (umpan balik).
PEMBAHASAN
Salah satu karakteristik dari pembelajaran modul
adalah bersifat individu, artinya modul yang
dikembangkan harus memfasilitasi siswa untuk belajar
mandiri sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar
yang dimiliki. Oleh karena itu untuk memfasilitasi dan
mengarahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara
mandiri, maka modul diintegrasikan dengan suatu model
pembelajaran. Modul berfungsi sebagai pembawa
informasi dari guru ke siswa, sedangkan model
pembelajaran berfungsi sebagai prosedur, langkah, atau
strategi penyampaian informasi kepada siswa.
Tahapan model Learning Cycle 5Eversi BSCS
(2006) adalah sebagai berikut: (1) Fasa Engagement, pada
tahap ini siswa diberikan suatu objek, masalah, situasi,
atau suatu kejadian yang dimaksudkan untuk mengakses
pengetahuan awal siswa, menarik perhatian dan minat
siswa, memunculkan rasa ingin tahu siswa, dan kesiapan
siswa. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
menghubungkan antara pengalaman yang telah diterima
dengan kegiatan yang akan dilakukan. Misalnya siswa
mengamati video penangkapan ikan menggunakan listrik,
foto mobil berkarat, video penyepuhan perhiasan emas di
masyarakat. Kemudian siswa diinstruksikan untuk
HandOut
Handout berisi:
 rangkuman materi
 pernyataan yang telah
disiapkan oleh
pembicara.
LKS
LKS berisi:
 tugas – tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta
didik.
 Lembar kegiatan berupa
langkah-langkah untuk
menyelesai-kan suatu
tugas.
menjelaskan fenomena atau objek tersebut. (2) Fasa
Exploration bertujuan untuk menyiapkan siswa dengan
aktivitas dasar dan bermakna yang relevan dengan materi
pembelajaran, proses dan berguna untuk membangun
konsep, proses, atau keterampilan. Selama kegiatan
berlangsung siswa dapat menyelesaikan aktifitas
laboratorium untuk mencari solusi dan melakukan
investigasi. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator.
Misalnya
melakukan
percobaan
daya
hantar
listrik,pembakaran pita magnesium. (3) Fase explanation
merupakan fase saat siswa mengkomunikasikan ide yang
diperoleh. Fasa ini memberikan kesempatan bagi guru
untuk mengenalkan konsep, proses, atau keterampilan
baru dan siswa menjelaskan pemahamannya terhadap
konsep yang diberikan oleh guru. Misalnya siswa
memperoleh data daya hantar listrik beberapa larutan,
yakni uji larutan natrium klorida menunjukkan gejala
lampu menyala dan timbul gelembung gas, uji larutan
gula menunjukkan gejala lampu tidak menyala dan tidak
timbul gelembang gas, dan uji larutan asam asetat
menunjukkan gejala lampu menyala redup dan timbul
sedikit gelembung gas. Kemudian guru memberikan
pernyataan “Bila larutan natrium klorida termasuk larutan
elektrolit kuat, larutan gula termasuk larutan non
elektrolit, dan larutan asam asetat termasuk larutan
elektrolit lemah, maka apakah yang dimaksud dengan
larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non
elektrolit?”(4) Fasa Elaborationmenantang pemahaman
dan keterampilan siswa yang telah diperoleh ke dalam
situasi baru dengan menjawab persoalan-persoalan yang
ada. Misalnya guru memberikan pertanyaan kepada siswa,
“sebutkan gejala yang mungkin bila air sungai, air
Putra et al, Pengembangan Electronic Modul
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
234
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
perasan jeruk, air sumur diuji daya hantar listriknya!”dan
(5) Fasa Evaluation memberikan kesempatan kepada guru
untuk mengetahui dan mengukur kemampuan dan
pengetahuan siswa setelah mempelajari konsep yang
diberikan. Siswa mengerjakan tes/ujian untuk mengetahui
kemajuan siswa dalam memahami materi larutan
elektrolit dan reaksi redoks. Jika siswa telah menunjukkan
1)
a)
b)
c)
d)
2)
a)
b)
c)
d)
3)
a)
4)
a)
b)
5)
-
adanya peningkatan yang ditunjukkan dari skor hasil
penilaian yang melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal), maka siswa dapat melanjutkan ke modul
berikutnya.
Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini
berupa modul multimedia interaktif (e-module) dengan
sintak pembelajaran mengikuti model 5e learning cycle.
Tabel 2. Syntax pembelajaran materi elektrolit dan reaksi redoks menggunakan e-Module berbasis learning cycle 5E
Syntax Pembelajaran Menggunakan e- Module Berbasis Learning Cycle 5e
Engagement
Menyajikan informasi berupa rumusan masalah kepada siswa tentang gambar campuran pasir – air dan garam – air.
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif dan menghimbau untuk membuka file program e-module
yang telah dibagikan sebelumnya. Setiap kelompok terdiri dari 3–4 siswa.
Siswa merumuskan hipotesis dari rumusan masalah yang telah diberikan dan meminta siswa jujur mengatakan bila belum
dapat merumuskan hipotesis.
Menunjuk siswa untuk menyumbangkan ide dan meminta siswa lain menjadi pendengar yang baik saat temannya
menyampaikan idenya.
Exploration
Membimbing kelompok melaksanakan eksperimen virtual tentang daya hantar beberapa larutan dan mencatat gejala yang
diamati menggunakan program e-module sesuai prosedur yang tercantum dalam e-module.
Membimbing siswa memilih jenis larutan dan mengecek daya hantar larutan tersebut dengan teliti.
Membimbing kelompok melakukan analisis dengan mengacu pada e-module. Ditekankan perlunya mendengarkan ide teman
dalam tugas analisis ini.
Meminta masing-masing siswa dalam setiap kelompok agar bertanggung jawab atas terselesaikannya tugas itu.
Explanation
Melakukan penilaian formatif dengan asesmen kinerja psikomotor dengan cara meminta siswa menunjukkan hasil diskusi
kelompok dengan bantuan program e-module.
Elaboration
Siswa berdiskusi mengerjakan soal yang ditampilkan di e-module (fase elaboration). Berikut merupakan soal-soal fasa
elaborasi.

Bila terdapat larutan air jeruk, susu, larutan isotonik, alcohol. Prediksikan gejala-gejala kelistrikan yang mungkin bila
tiap larutan diuji daya hantar listriknya?

Dari larutan-larutan di atas klasifikasikan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit!

Diberikan larutan A, B, C, dan D beserta gejala-gejala yang ditunjukkan ketika diuji daya hantarnya, klasifikasikan
larutan tersebut ke dalam larutan elektrolit kuat, lemah dan non elektrolit!
Meminta tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan membahas bersama-sama dalam kelas.
Evaluation
Siswa mengerjakan soal yang tertera pada e-module pada tahap evaluasi.
Siswa dapat mengecek langsung umpan balik.
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran materi larutan elektrolit dan reaksi
redoks dapat didesain dalam bentuk modul elektronik
dengan tahapan penyampaian materi mengikuti
tahapan/sintaks metode pembelajaran 5e learning cycle.
Media yang dikembangkan dikemas dalam bentuk modul
elektronik (electronic module) dengan tahapan
penyampaian materi menggunakan sintaks dari learning
cycle 5E yang terdiri dari fasa engagement, exploration,
explanation, elaboration, dan evaluation. Modul
elektronik berisi fenomena yang ada di kehidupan sehari –
hari terkait materi larutan elektrolit dan reaksi redoks,
percobaan virtual yang dapat juga dilakukan secara nyata
di laboratorium, penjelasan mikroskopis yang disesuaikan
dengan percobaan baik secara virtual, maupun secara
nyata di laboratorium, soal – soal pengarah ke konsep,
dan quiz. Dengan demikian, dapat meningkatkan
pencapaian hasil belajar siswa.
Kedepannya multimedia yang dikembangkan perlu
dilakukan uji efektifitas untuk mengetahui pengaruhnya
dalam meningkatkan pemahaman ketiga representasi.
DAFTAR RUJUKAN
Akram, M., Surif, J. B., & Ali, M. (2014). Conceptual
difficulties of secondary school students in
electrochemistry. Asian Social Science, 10(19),
276-281.
Chandrasegaran, A. L., Treagust, D. F., & Mocerino, M.
(2007). The development of a two-tier multiplechoice diagnostic instrument for evaluating
secondary school students’ ability to describe and
explain chemical reactions using multiple levels of
representation. Chemistry Education Research and
Practice, 8(3), 293-307.
Chittleborough, G. (2014). The development of
theoretical frameworks for understanding the
Putra et al, Pengembangan Electronic Modul
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
235
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017
“Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan
Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
learning of chemistry. In: Devetak, I., Glazar, S. A.
(Eds.) Learning With Understanding in the
Chemistry Classroom, pp.25-40. Springer.
Deventak, I., Vogrinc, J., & Glazar, S. A. (2007).
Assesing 16-year-old-student’s understanding of
aqueous solution at submicroscopic level.
Research in Science Education. 39, 157-179.
Gazali, A., Hidayat, A., & Yuliati, L. (2015). Efektifitas
model siklus belajar 5e terhadap keterampilan
proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Jurnal Pendidikan Sains, 3(1), 10-16.
Gilbert, J. K. & Treagust, D. F. (2009). Introduction:
Macro, submicro and symbolic representations and
the relationship between them: Key models in
chemical education. In: Gilbert, J. K., Treagust, D.
F. (Eds.) Models and modeling in science
education: Multiple representations in chemical
education, pp.1-8. Springer.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016).
Silabus mata pelajaran Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Langitasari, I. (2014). Pengaruh model dinamik dan statik
pada pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap
pemahaman
mikroskopik,
simbolik
dan
mikroskopik materi larutan elektrolit dan reaksi
redoks siswa kelas X SMA Laboratorium UM.
Program Pascasarjana UM, Malang.
Qarareh, A. O. (2012). The Effect of Using the Learning
Cycle Method in Teaching Science on the
Educational Achievement of the Sixth Graders.
International Journal of Education Science, 4(2),
123-132.
Sirhan, G. (2007). Learning Difficulties in Chemistry: An
Overview. Journal of Turkish Science Education,
4(2), 2-20.
Taber, K. S. (2013. Revisiting the chemistry triplet:
Drawing upon the nature of chemical knowledge
and the psychology of learning to inform
chemistry education. Chemistry Education
Research and Practice, 14, 156–168.
Putra et al, Pengembangan Electronic Modul
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
236
Download