PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E LEARNING CYCLE PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN REAKSI REDOKS The Development Of Electronic Module Based On Learning Cyle 5E On The Electrolyte Solution And Redox Reaction Elcha Bagus Narendra Putra1, Subandi2, dan Endang Budiasih2 Mahasiswa Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang No. 5 Sumbersari, Kota Malang, (0341) 551314 2 Staff Pengajar di Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang e-mail korespondensi: [email protected] 1 ABSTRAK Pembelajaran kimia pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks menuntut pemahaman siswa dalam tiga ranah representasi yang saling berkaitan, yakni makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Namun pada implementasinya selama ini, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami mengaitkan antar ketiganya utamanya pada representasi submikroskopis, karena representasi ini bersifat abstrak. Salah satu alternativ untuk dapat memahami representasi submikroskopis dan keterkaitannya dengan kedua representasi lainnya adalah dengan menggunakan multimedia elektronik, sehingga konsep dan fenomena yang abstrak dapat dimodelkan dalam bentuk gambar dan animasi. Di samping itu urutan penyajian bahan ajar harus berjenjang sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipahami. Untuk itu dapat digunakan metode 5e learning cycle yang juga telah memfasilitasi kegiatan inquiry dan membantu siswa dalam memahami proses sains. Kajian ini bertujuan untuk mengembangkan multimedia kimia dalam bentuk modul elektronik berbasis 5e learning cycle pada materi Larutan Elektrolit dan Reaksi Redoks. Kata Kunci: modul elektronik berbasis learning cycle, ABSTRACT Learning chemistry, espescialy on the topic of electrolyt solution and redox reaction, requires an understanding in the three interlocking domains of representation, namely the macroscopic, submikroskopic, and symbolic. But in its implementation over the years, there are still many students who have difficulty in understanding between the three representation espessially in submikroskopic representation, since this representation is abstract. One alternative solution is to use an electronic multimedia, so that the abstract concepts and phenomena can be modeled in the form of pictures and animations. In addition, the order of the presentation of teaching material should be tiered such that it is easy to understand. For that purposed, method of 5E learning cycle can be used . This methode also facilitated the activities of inquiry and assist students in understanding the process of science. The aims of this studyis to develop chemical multimedia in the form of an electronic module base on 5E learning cycle on the topic of Electrolytes and Redox Reactions. Keywords: electonic module based 5e learning cycle Salah satu topikdalam ilmu kimia yang dipelajari di tingkat Sekolah Menengah Atas adalah larutan elektrolit dan reaksi redoks. Topik larutan elektrolit membahas tentangsifat elektrolit beberapa larutan, jenis larutan berdasarkan daya hantar listrik, jenis larutan elektrolit berdasarkan ikatan, dan fungsi larutan elektrolit dalam tubuh. Topik reaksi redoks membahas tentangperkembangan konsep reaksi oksidasi – reduksi, penentuan bilangan oksidasi unsur dalam senyawa atau ion, dan hubungan reaksi oksidasi dengan tata namasenyawa (Kemendikbud, 2016). Konsep – konsep yang tercakup dalam materi larutan elektrolit dan reaksi redoks merupakan konsep terdefinisi.Konsep terdefinisi pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks terdiri dari: (1) konsep terdefinisiyang diturunkan dari obyek abstrak seperti ikatan kimia, kepolaran molekul, ionisasi, disosiasisenyawa pembentuk larutan elektrolit, reaksi oksidasi, reaksi reduksi, reaksi oksidasi – reduksi, dan reaksi autoredoks; dan (2) konsep terdefinisi yang tidak diturunkan dari obyek abstrak, seperti derajat disosiasi, bilangan oksidasi, dan tata nama senyawa. Berdasarkan konsep yang dijabarkan dapat ditarik kesimpulan, bahwa karakteristik konsep pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks sebagian besar bersifat abstrak, karena tidak dapat diamati. Konsep abstrak untuk memahaminya dibutuhkan suatu fenomena baik dari kehidupan sehari – hari maupun dari percobaan di laboratorium yang dapat diamati atau diobservasi oleh panca indera, baik secara langsung maupun tidak langsung kemudian merepresentasikannya (Gilbert & Treagust, 2009).Terdapat tiga representasi yang harus dipahami oleh siswa, yaiturepresentasi makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Ketiga representasi sangat diperlukan dalam memahami secara mendalam konsep abstrak dalam kimia, khususnya materi larutan elektrolit dan reaksi redoks. Banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi, rendahnya nilai siswa, miskonsepsi pada siswa merupakan salah satu akibat dari ketidakmampuan siswa dalam memahami dan mengubungkan ketiga representasi tersebut. Bila siswa dapat memahami dan Putra et al, Pengembangan Electronic Modul available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 231 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 menghubungkan ketiga representasi, maka pemahaman siswa terhadap konsep menjadi lebih mendalam (Chandrasegaran, Treagust, & Mocerino, 2007). Sebagai contoh untuk menjelaskan mengapa lampu dapat menyala ketika larutan natrium klorida diuji daya hantarnya (makroskopis), maka siswa perlu memahami pergerakan ion – ion, elektron, dan molekul air di dalam larutan maupun di kabel penghantar (submikroskopis) dan menuliskannya ke dalam bentuk persamaan reaksi (simbolik). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pengetahuan kimia, khususnya pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks dibangun dari ketiga level representasi (Sirhan, 2007). Namun, pembelajaran materi larutan elektrolit dan reaksi redoks di sekolah masih menonjolkan representasi makroskopis dan simbolik dibandingkan dengan representasi submikroskopis. Sebagai contoh mengamati nyala lampu, terbentuknya gelembung gas,perhitungan kimia, dan penentuan bilangan oksidasi.Selain itu, ketersediaan sumber belajar seperti buku teks, dan lembar kerja siswatidak memberikan penjelasan pada representasisubmikroskopis dan tidak menghubungkan dengan dua representasi lainnya Dampaknya adalah pemahaman siswa terhadap representasi submikroskopis menjadi terbatas dan siswa kesulitan dalam menghubungkan ketiga representasi(Langitasari, 2014). Sejalan dengan hasil penelitian Deventak dkk (2007) yang menunjukkan bahwa siswa memperoleh nilai rendah pada soal yang berkaitan dengan representasi submikroskopis dalam larutan ion. Penggunaan multimedia dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami representasi submikrokopis. Multimedia berbasis komputer dapat disisipi visual statik (gambar) maupun animasi yang membantu siswa memvisualisasi obyek yang tidak dapat diamati dan merubahnya menjadi fenomena yang dapat diamati (Gilbert & Treagust, 2009). Selama proses pembelajaran, tidak cukup hanya dengan menggunakan media untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, diperlukan model pembelajaran untuk dapat mencapai kompetensi secara sistematis dan terarah. Dalam proses pembelajaran, media atau bahan ajar memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber menuju penerima (siswa), sedangkan model pembelajaran adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, selain membutuhkan media sebagai pembawa pesan, dibutuhkan model pembelajaran untuk dapat mengkonstruksi sebuah pemahaman dari suatu media yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan kreatif. Salah satu strategi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi suatu fenomena secara aktif melalui proses ilmiah adalah dengan menggunakan strategi learning cycle, karena memfasilitasi kegiatan inquiry dan membantu siswa dalam memahami proses sainsguna mengembangkan dan memperdalam pemahaman terhadap suatu konsep, khususnya pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks (Qarareh, 2012).Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Gazali dkk (2015) yang menunjukkan bahwa 5e learning cycle dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, mengintegrasikan kelebihan multimedia dan sistematika pembelajaran dari metode learning cycle diharapkan dihasilkan media pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Media yang dikembangkan dikemas dalam bentuk modul elektronik (electronic module) dengan tahapan penyampaian materi menggunakan sintaks dari 5e learning cycle yang terdiri dari fasa engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu adanya kajian tentang pengembangan multimedia yang terintegrasi dengan strategi 5e learning cycledi tingkat SMA pada pokok bahasan larutan elektrolit dan reaksi redoks. KAJIAN PUSTAKA Problematika Pembelajaran pada Materi Larutan Elektrolit dan Reaksi Redoks Materi larutan elektrolit dan reaksi redoks merupakan materi prasyarat untuk materi pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu materi elektrokimia. Materi larutan elektrolit dan reaksi redoks berpotensi dianggap sulit oleh siswa karena mendiskusikan sesuatu yang tidak dapat ditangkap secara inderawi, sedangkan siswa sangat bergantung pada sesuatu yang dapat ditangkap secara inderawi. Ketidakmampuan siswa dalam memvisualisasi obyek abstrak dapat menyebabkan siswa mengalami kesalahan konsep atau kesulitan dalam belajar (Akram dkk, 2014). Kesulitan tersebut dapat bersumber dari proses pembelajaran di sekolah yang kurang tepat seperti pembelajaran yang hanya menekankan pada deskripsi konsep, pembelajaran yang fokus pada kesuksesan siswa dalam mengerjakan soal ujian yang umumnya lebih dominanperhitungan matematis dan hafalan (recall), dan pembelajaran yang prosesnya tidak menghubungkan ketiga representasi (Sirhan, 2007). Sebagian besar pembelajaran materi larutan elektrolit dan reaksi redoks di SMAkurang melibatkanrepresentasi pada submikroskopis, sebagai contohsiswa hanya mengamati perubahan pada nyala lampu dan timbulnya gelembung gas pada materi larutan elektrolit dan perhitungan bilangan oksidasi pada materi reaksi redoks. Konsekuensi dari pembelajaran yang tidak mengkaitkan ketiga representasi tampak pada rendahnya pemahaman konseptual siswa. Seperti hasil penelitian Deventak (2009) yang menunjukkan sebagian besar siswa memperoleh nilai yang rendah pada soal yang membahas representasi mikroskopis. Faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan dalam menghubungkan ketiga representasi antara lain (1) siswa mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu Putra et al, Pengembangan Electronic Modul available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 232 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 yang tidak dapat diamati (mikroskopis); (2) pembelajaran di kelas tidak memfasilitasi siswa dengan kegiatan menghubungkan level makroskopis, simbolik, dan mikroskopis; (3) ketersediaan sumber belajar, seperti buku teks, lembar kerja siswa, sebagai acuan pembelajaran tidak memberikan penjelasan pada level mikroskopis dan tidak menghubungkan dengan dua level representasi lainnya; dan (4) kurangnya soal – soal yang mengevaluasi pemahaman siswa pada level mikroskopis, umumnya soal – soal yang diberikan kepada siswa hanya melibatkan aspek perhitungan dan makroskopis (Langitasari, 2014). Multiple Representation dalam Kimia Istilah multiple representation atau dikenal sebagai tiga tipe representasiyang terdiri dari representasi makroskopis, submikroskopis, dan simbolik yang digunakan untuk memahami dengan jelas inti dari ilmu kimia. (Gilbert & Treagust, 2009).Representasi makroskopis adalah fakta / fenomena yang dapat diamati atau diobservasi oleh panca indera, seperti timbulnya nyala lampu, terbentuknya gelembung gas, pengendapan, perubahan warna, dan sebagainya. Representasi submikroskopis berupa teori untuk menggambarkan atau memodelkan apa yang terjadi pada tingkat molekuler/partikel (atom, molekul, ion). Sebagai contoh proses penguraian molekul natrium klorida (garam) oleh molekul air, proses mengalirnya elektron dari elektroda melewati larutan elektrolit hingga sampai di bola lampu. Representasi simbolik merepresentasikan objek yang abstrak ke dalam gambar, simbol, persamaan reaksi, persamaan matematis, atau analogi (Chittleborough, 2014). Ketiga representasi saling berhubungan satu sama lain yang hubungannya digambarkan sebagai sebuah segitiga seperti pada gambar 1. MAKRO SUB - MIKRO diamati, yakni lampu yang menyala dan timbul gelembung gas, sedangkan pada larutan sukrosa lampu tidak menyala dan tidak adanya gelembung gas. Nyala lampu dan gelembung gas merupakan fakta yang dapat diamati, sehingga termasuk dalam representasi makroskopis. Fenomena tersebut dapat direpresentasikan secara simbolik ke dalam bentuk persamaan reaksi disosiasi dan redoks yang ditulis sebagai berikut. (1) Reaksi pada larutan natrium klorida Reaksi pelarutan: NaCl(s) NaCl(aq) Reaksi disosiasi NaCl: NaCl(aq) Na+(aq) + Cl-(aq) Reaksi reduksi di katode: 2H2O(l) + 2e- 2OH-(aq) + H2(g) Reaksi oksidasi di anode: 2Cl-(aq) Cl2(g) + 2e(2) Reaksi pada larutan sukrosa Reaksi pelarutan : C12H22O11(s) C12H22O11(aq) Reaksi di katode: C12H22O11(aq) ↛ Reaksi di anoda: C12H22O11(aq) ↛ Pada contoh reaksi tersebut, simbol NaCl, C12H22O11, Cl2, H2O, H2, Na+, Cl-, OH-,dan e-merupakan simbol yang mewakili spesi kimia yang bereaksi. Simbol (s), (aq), (g), dan (l) mewakili wujud zat kimia, sedangkan simbol “” menunjukkan arah reaksi dan simbol “↛” menunjukkan tidak ada reaksi kimia. Representasi makroskopis dan simbolik tersebut tidak memberikan representasi perubahan yang terjadi pada tingkatan atom, ion, atau molekul. Oleh karena itu, agar pemahaman siswa menjadi lebih jelas, maka diperlukan representasi submikroskopis untuk memvisualisasi perubahan kimia pada tingkatan partikulat. Visualisasi dapat berupa gambar atau animasi yang diibaratkan sebagai molekul, ion, atau partikel lain. Sebagai contoh elektron merupakan partikel yang berperan dalam daya hantar listrik larutan elektrolit yang bentuknya diilustrasikan sebagai sebuah bola. Tentu saja bentuk elektron bukanlah bola. Bentuk bola digunakan untuk membantu menerangkan proses yang terjadi, seperti pada Gambar 2. SIMBOLIK Gambar 1. Tiga representasi yang dibutuhkan pembelajaran kimia(Sumber: Taber, 2013). dalam Ketiga representasi dapat membantu siswa dalam membangun konsep secara jelas dan mendalam. Sebagai contoh pada materi larutan elektrolit, larutan natrium klorida (NaCl) dan larutan sukrosa(C12H22O11) menunjukkan fenomena yang berbeda ketika kedua jenis air diuji menggunakan alat uji daya hantar listrik yang terdiri dari lampu, baterai, elektroda dan kabel. Larutan NaCl yang diuji menunjukkan dua fenomena yang dapat Gambar 2. Rrepresentasi makroskopis dan mikroskopis daya hantar larutan natrium klorida Putra et al, Pengembangan Electronic Modul available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 233 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 Dengan demikian ketiga representasi dibutuhkan dalam mempelajari larutan elektrolit dan reaksi redoks agar siswa dapat memahami pada tingkat makroskopis, suubmikroskopis, dan simbolik. Modul Kimia Larutan elektrolit dan reaksi redoks memiliki konsep yang bersifat abstrak dan memungkinkan terjadinya miskonsepsi pada siswa jika tidak diberikan secara benar dan terarah. Oleh sebab itu, seorang pengajar dituntut untuk mampu menyajikan konsep abstrak dengan menarik dan jelas. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan modul yang merupakan jenis bahan ajar cetak. Bahan ajar cetak menurut dapat berupa handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart. Perbedaan antara modul, buku, lembar kerja siswa (LKS) dan handout disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Perbandingan modul, buku, handout, dan LKS Modul Modul berisi: Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru) Kompetensi yang akan dicapai Content atau isi materi Informasi pendukung Latihan-latihan / tugas Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK) Evaluasi Balikan atau feedback terhadap hasil evaluasi (Sumber: Depdiknas, 2008) Buku Buku berisi : Isi materi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis. disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya. Tabel 1 menunjukkan bahwa bahan ajar modul lebih diunggulkan karena memiliki kelengkapan dari segi isi, selain itu modul dapat memberikan kemudahan dan alur berpikir logis dalam memahami suatu materi karena didalamnya terkandung tujuan, metoda, materi, kegiatan belajar, motivasi, latihan, dan feedback (umpan balik). PEMBAHASAN Salah satu karakteristik dari pembelajaran modul adalah bersifat individu, artinya modul yang dikembangkan harus memfasilitasi siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar yang dimiliki. Oleh karena itu untuk memfasilitasi dan mengarahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara mandiri, maka modul diintegrasikan dengan suatu model pembelajaran. Modul berfungsi sebagai pembawa informasi dari guru ke siswa, sedangkan model pembelajaran berfungsi sebagai prosedur, langkah, atau strategi penyampaian informasi kepada siswa. Tahapan model Learning Cycle 5Eversi BSCS (2006) adalah sebagai berikut: (1) Fasa Engagement, pada tahap ini siswa diberikan suatu objek, masalah, situasi, atau suatu kejadian yang dimaksudkan untuk mengakses pengetahuan awal siswa, menarik perhatian dan minat siswa, memunculkan rasa ingin tahu siswa, dan kesiapan siswa. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menghubungkan antara pengalaman yang telah diterima dengan kegiatan yang akan dilakukan. Misalnya siswa mengamati video penangkapan ikan menggunakan listrik, foto mobil berkarat, video penyepuhan perhiasan emas di masyarakat. Kemudian siswa diinstruksikan untuk HandOut Handout berisi: rangkuman materi pernyataan yang telah disiapkan oleh pembicara. LKS LKS berisi: tugas – tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan berupa langkah-langkah untuk menyelesai-kan suatu tugas. menjelaskan fenomena atau objek tersebut. (2) Fasa Exploration bertujuan untuk menyiapkan siswa dengan aktivitas dasar dan bermakna yang relevan dengan materi pembelajaran, proses dan berguna untuk membangun konsep, proses, atau keterampilan. Selama kegiatan berlangsung siswa dapat menyelesaikan aktifitas laboratorium untuk mencari solusi dan melakukan investigasi. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Misalnya melakukan percobaan daya hantar listrik,pembakaran pita magnesium. (3) Fase explanation merupakan fase saat siswa mengkomunikasikan ide yang diperoleh. Fasa ini memberikan kesempatan bagi guru untuk mengenalkan konsep, proses, atau keterampilan baru dan siswa menjelaskan pemahamannya terhadap konsep yang diberikan oleh guru. Misalnya siswa memperoleh data daya hantar listrik beberapa larutan, yakni uji larutan natrium klorida menunjukkan gejala lampu menyala dan timbul gelembung gas, uji larutan gula menunjukkan gejala lampu tidak menyala dan tidak timbul gelembang gas, dan uji larutan asam asetat menunjukkan gejala lampu menyala redup dan timbul sedikit gelembung gas. Kemudian guru memberikan pernyataan “Bila larutan natrium klorida termasuk larutan elektrolit kuat, larutan gula termasuk larutan non elektrolit, dan larutan asam asetat termasuk larutan elektrolit lemah, maka apakah yang dimaksud dengan larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit?”(4) Fasa Elaborationmenantang pemahaman dan keterampilan siswa yang telah diperoleh ke dalam situasi baru dengan menjawab persoalan-persoalan yang ada. Misalnya guru memberikan pertanyaan kepada siswa, “sebutkan gejala yang mungkin bila air sungai, air Putra et al, Pengembangan Electronic Modul available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 234 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 perasan jeruk, air sumur diuji daya hantar listriknya!”dan (5) Fasa Evaluation memberikan kesempatan kepada guru untuk mengetahui dan mengukur kemampuan dan pengetahuan siswa setelah mempelajari konsep yang diberikan. Siswa mengerjakan tes/ujian untuk mengetahui kemajuan siswa dalam memahami materi larutan elektrolit dan reaksi redoks. Jika siswa telah menunjukkan 1) a) b) c) d) 2) a) b) c) d) 3) a) 4) a) b) 5) - adanya peningkatan yang ditunjukkan dari skor hasil penilaian yang melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), maka siswa dapat melanjutkan ke modul berikutnya. Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa modul multimedia interaktif (e-module) dengan sintak pembelajaran mengikuti model 5e learning cycle. Tabel 2. Syntax pembelajaran materi elektrolit dan reaksi redoks menggunakan e-Module berbasis learning cycle 5E Syntax Pembelajaran Menggunakan e- Module Berbasis Learning Cycle 5e Engagement Menyajikan informasi berupa rumusan masalah kepada siswa tentang gambar campuran pasir – air dan garam – air. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif dan menghimbau untuk membuka file program e-module yang telah dibagikan sebelumnya. Setiap kelompok terdiri dari 3–4 siswa. Siswa merumuskan hipotesis dari rumusan masalah yang telah diberikan dan meminta siswa jujur mengatakan bila belum dapat merumuskan hipotesis. Menunjuk siswa untuk menyumbangkan ide dan meminta siswa lain menjadi pendengar yang baik saat temannya menyampaikan idenya. Exploration Membimbing kelompok melaksanakan eksperimen virtual tentang daya hantar beberapa larutan dan mencatat gejala yang diamati menggunakan program e-module sesuai prosedur yang tercantum dalam e-module. Membimbing siswa memilih jenis larutan dan mengecek daya hantar larutan tersebut dengan teliti. Membimbing kelompok melakukan analisis dengan mengacu pada e-module. Ditekankan perlunya mendengarkan ide teman dalam tugas analisis ini. Meminta masing-masing siswa dalam setiap kelompok agar bertanggung jawab atas terselesaikannya tugas itu. Explanation Melakukan penilaian formatif dengan asesmen kinerja psikomotor dengan cara meminta siswa menunjukkan hasil diskusi kelompok dengan bantuan program e-module. Elaboration Siswa berdiskusi mengerjakan soal yang ditampilkan di e-module (fase elaboration). Berikut merupakan soal-soal fasa elaborasi. Bila terdapat larutan air jeruk, susu, larutan isotonik, alcohol. Prediksikan gejala-gejala kelistrikan yang mungkin bila tiap larutan diuji daya hantar listriknya? Dari larutan-larutan di atas klasifikasikan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit! Diberikan larutan A, B, C, dan D beserta gejala-gejala yang ditunjukkan ketika diuji daya hantarnya, klasifikasikan larutan tersebut ke dalam larutan elektrolit kuat, lemah dan non elektrolit! Meminta tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan membahas bersama-sama dalam kelas. Evaluation Siswa mengerjakan soal yang tertera pada e-module pada tahap evaluasi. Siswa dapat mengecek langsung umpan balik. PENUTUP Kesimpulan Pembelajaran materi larutan elektrolit dan reaksi redoks dapat didesain dalam bentuk modul elektronik dengan tahapan penyampaian materi mengikuti tahapan/sintaks metode pembelajaran 5e learning cycle. Media yang dikembangkan dikemas dalam bentuk modul elektronik (electronic module) dengan tahapan penyampaian materi menggunakan sintaks dari learning cycle 5E yang terdiri dari fasa engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation. Modul elektronik berisi fenomena yang ada di kehidupan sehari – hari terkait materi larutan elektrolit dan reaksi redoks, percobaan virtual yang dapat juga dilakukan secara nyata di laboratorium, penjelasan mikroskopis yang disesuaikan dengan percobaan baik secara virtual, maupun secara nyata di laboratorium, soal – soal pengarah ke konsep, dan quiz. Dengan demikian, dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa. Kedepannya multimedia yang dikembangkan perlu dilakukan uji efektifitas untuk mengetahui pengaruhnya dalam meningkatkan pemahaman ketiga representasi. DAFTAR RUJUKAN Akram, M., Surif, J. B., & Ali, M. (2014). Conceptual difficulties of secondary school students in electrochemistry. Asian Social Science, 10(19), 276-281. Chandrasegaran, A. L., Treagust, D. F., & Mocerino, M. (2007). The development of a two-tier multiplechoice diagnostic instrument for evaluating secondary school students’ ability to describe and explain chemical reactions using multiple levels of representation. Chemistry Education Research and Practice, 8(3), 293-307. Chittleborough, G. (2014). The development of theoretical frameworks for understanding the Putra et al, Pengembangan Electronic Modul available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 235 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 learning of chemistry. In: Devetak, I., Glazar, S. A. (Eds.) Learning With Understanding in the Chemistry Classroom, pp.25-40. Springer. Deventak, I., Vogrinc, J., & Glazar, S. A. (2007). Assesing 16-year-old-student’s understanding of aqueous solution at submicroscopic level. Research in Science Education. 39, 157-179. Gazali, A., Hidayat, A., & Yuliati, L. (2015). Efektifitas model siklus belajar 5e terhadap keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa. Jurnal Pendidikan Sains, 3(1), 10-16. Gilbert, J. K. & Treagust, D. F. (2009). Introduction: Macro, submicro and symbolic representations and the relationship between them: Key models in chemical education. In: Gilbert, J. K., Treagust, D. F. (Eds.) Models and modeling in science education: Multiple representations in chemical education, pp.1-8. Springer. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Silabus mata pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Langitasari, I. (2014). Pengaruh model dinamik dan statik pada pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap pemahaman mikroskopik, simbolik dan mikroskopik materi larutan elektrolit dan reaksi redoks siswa kelas X SMA Laboratorium UM. Program Pascasarjana UM, Malang. Qarareh, A. O. (2012). The Effect of Using the Learning Cycle Method in Teaching Science on the Educational Achievement of the Sixth Graders. International Journal of Education Science, 4(2), 123-132. Sirhan, G. (2007). Learning Difficulties in Chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science Education, 4(2), 2-20. Taber, K. S. (2013. Revisiting the chemistry triplet: Drawing upon the nature of chemical knowledge and the psychology of learning to inform chemistry education. Chemistry Education Research and Practice, 14, 156–168. Putra et al, Pengembangan Electronic Modul available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 236