BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan dan elektrolit sangat penting mempertahankan keseimbangan atau homeostosis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat memengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi (FKUI, 2008). Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa. Pada fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008). Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan. Cairan tubuh ini sangat penting perannya dalam menjaga keseimbangan (hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut dikarenakan air memiliki karakteristik fisiologis (FKUI, 2008). Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik yang terdapat dalam tubuh sendiri. Pada bayi dan anak sering terjadi gangguan keseimbangan tersebut yang biasanya disertai perubahan Ph cairan tubuh (Irwan, 2013). 1 Cairan merupakan komposisi terbesar dalam tubuh manusia. Cairan berperan dalam menjaga proses metabolisme dalam tubuh. Untuk menjaga kelangsungan proses tersebut adalah keseimbangan cairan. Cairan dalam tubuh manusia normalnya adalah seimbang antara asupan (input) dan haluaran (output). Jumlah asupan cairan harus sama dengan jumlah cairan yang dikeluarkan dari tubuh. Perubahan sedikit pada keseimbangan cairan dan elektrolit tidak akan memberikan dampak bagi tubuh. Akan tetapi, jika terjadi ketidak seimbangan antara asupan dan haluaran, tentunya akan menimbulkan dampak bagi tubuh manusia. Pengaturan keseimbangan cairan tubuh, proses difusi melalui membran sel, dan tekanan osmotik yang dihasilkan oleh elektrolit pada kedua kompartemen (Mubarak, 2007). Pentingnya cairan bagi tubuh membuat sel-sel tubuh hanya dapat hidup dan berfungsi jika berada /terendam dalam cairan ekstrasel yang sesuai. Sehingga, homeostasis cairan harus ekstrasel yang sesuai. Meskipun tubuh mempunyai respon fisiologis untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi, peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume darah dan tekanan darah serta sebaliknya. Sehingga, dari hukum tersebut dapat diasumsikan bahwa yang mengatur tekana darah adalah volume cairan ekstrasel (Mubarak, 2007). Asupan cairan merupakan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh manusia. Secara fisiologis, manusia sudah dibekali dengan respon untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh. Respon harus merupakan refleks yang secaara otomatis menjadi perintah kepada tubuh memasukkan cairan. Pusat pengendalian rasa haus berada di dalam hipotalamus otak (Pranata, 2013). 2 Rasa haus akan muncul jika volume dalam tubuh menurun. Kondisi tersebut akan memberikan stimulasi pada terhadap pusat rasa haus bahwa terjadi peningkatan konsentrasi plasma dan penurunan volume darah. Sehingga pusat rasa haus di hipotalamus akan memerintahkan motorik untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh. Selain itu, untuk memantau osmolalitas diatur oleh sel-sel reseptor yang disebut dengan osmoresepor akan berespon dan mengaktifkan pusat rasa haus dan pada akhirnya orang tersebut akan minum (Pranata, 2013). Selain penurunan volume cairan dalam plasma, pusat rasa haus juga dipengaruhi oleh keringnya membran mukosa faring dan mulut, Angiotensi II, Kehilangan kalsium, Faktor psikologis (Perry & Potter, 2006). Anak mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi. Ada banyak alasan untuk hal ini. Anak-anak mempunyai insiden yang meningkat untuk penyakit gastrointestinal, terutama gastroenteritis, gejala-gejala gastrointestinal terjadi pada banyak penyakit yang nongastrointestinal. Anak-anak mengalami kehilangan melaluin gastrointestinal yang relatif lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Bayi tidak dapat berespons terhadap rasa haus secar bebas. Semua anak sakit, tidak hanya yang sakit gastroenteritis saja, harus dinilai status hidrasinya (Pediatri, 2002). Diare sendiri umumnya disebabkan asupan makanan yang terkontaminasi bibit penyakit ataupun racun. Diare akibat makanan yang terkena kuman biasanya menimbulkan gejala bayi sering pup kemudian muntah. Sebaliknya, diare karena keracunan gejala utamanya muntah baru diikuti diare. 3 B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Bayi dengan gangguan kebutuhan dasar cairan dan elektrolit. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengkajian asuhan keperawatan pasien pada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. b. Untuk mengetahui analisa data asuhan keperawatan pasien pada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. c. Untuk mengetahui rumusan masalah asuhan keperawatan pasien pada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. d. Untuk mengetahui perencanaan asuhan keperawatan pasien pada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. e. Untuk mengetahui implementasi asuhan keperawatan pasien pada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. f. Untuk mengetahui kriteria hasil asuhan keperawatan pasien pada gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. C. Manfaat 1. Bagi Ibu Untuk menambah pengetahuan ibu tentang perawatan pada Anak dengan gangguan cairan dan elektrolit. 2. Bagi Penulis Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan cairan dan elektrolit. 4