1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang bayi. Manfaat ASI sudah sangat umum diketahui oleh masayarakat luas. ASI merupakan makanan terlengkap bagi bayi. ASI memiliki nutrisi yang memiliki kandungan lemak dan kalori yang sangat tinggi serta sejumlah micronutrient yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Kandungan lengkap dalam ASI dapat mencegah penyakit, membantu proses penyembuhan serta dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi (Khayati et al, 2013). Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) tahun 2001 telah merekomendasikan pemberian ASI esklusif selama 6 bulan. ASI esklusif pada bayi diberikan selama 6 bulan tanpa tambahan asupan makanan lainnya. ASI esklusif sangat bermanfaat bagi bayi dari resiko kematian dan berbagai penyakit. Penelitian di Belanda menunjukkan bahwa ASI esklusif secara signifikan berhubungan dengan penurunan resiko kematian bayi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan dan gangguan gastrointestinal (Duijts et al, 2010). Penelitian lain yang berkaitan dengan pemberian ASI yaitu penelitian yang dilakukan oleh Edmond tahun 2006. Penelitian ini menerangkan bahwa pemberian ASI sejak hari pertama kelahiran bayi dapat menurunkan 16% kematian neonatal dan menurunkan 22% kematian neonatal jika bayi disusui dalam satu jam pertama kelahiran. 1 2 Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia, persentase pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah bayi lahir adalah 34,5%. Walaupun persentase ini telah meningkat dari tahun 2010 sebesar 29,3% tetapi angka ini belum membahagiakan. Hasil yang diperoleh negara kita masih jauh dibandingkan negara serumpun di Asia Tenggara menurut International Baby Food Action Network. Melalui laporan World Breastfeeding Trends Initiative (WBTi), Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Indonesia masih kalah tertinggal dari Bangladesh, Vietnam, Philipina (IBFAN, 2010). Undang–undang di Indonesia telah banyak mengatur mengenai pemberian ASI yang digunakan untuk mendukung program penurunan angka kematian bayi. Diantaranya adalah UU no. 36 Tahun 2009 pasal 128 ayat 2 dan 3. Ayat tersebut menyebutkan selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan menyediakan waktu dan fasilitas khusus. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 33 tahun 2012 juga menerangkan bahwa setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Esklusif kepada bayi yang dilahirkannya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2012). Kebijakan 10 langkah keberhasilan menyusu yang ada di rumah sakit salah satunya berisi membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan. Dalam hal ini perbedaan utama penerapannya terjadi karena persalinan dapat dilakukan per vaginam dan perabdominal (Sectio Caesarea/SC). Kebijakan ini menjadi penting karena persalinan melalui SC hanya dapat 3 dilakukan di rumah sakit sehingga Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di rumah sakit harus dapat dilakukan baik pada persalinan pervaginam maupun pada SC. Jumlah persalinan SC di Indonesia meningkat dari tahun ketahun. Hal ini dapat terlihat dari hasil Riskesdas tahun 2013 yang menyebutkan, persalinan SC mengalami peningkatan dari 6,8% pada tahun 2007 dan 9,8% pada tahun 2013 (Riskesdes, 2013). Persalinan SC sekarang cenderung dilakukan tanpa indikasi medis, tetapi hanya berdasarkan faktor sosial dan pemahaman pasien yang salah (Desmawati, 2013). Pemahaman pasien mengenai persalinan SC yang dianggap sebagai salah satu cara untuk mewujudkan well baby well health mother, tidak terlepas dari resiko komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pada bayi maupun pada ibu. Resiko komplikasi pada persalinan SC bisa terjadi pada ibu seperti resiko infeksi, nyeri daerah insisi, resiko terjadi trombosis, perdarahan dan gannguan laktasi (Manuaba, 2008). Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai dampak dari metode persalinan SC terhadap ASI adalah penelitian Desmawati tahun 2010. Penelitian ini menyatakan bahwa pengeluaran ASI pada ibu post partum normal lebih cepat dibanding dengan ibu post SC. Nilai rata-rata waktu pengeluaran ASI post partum normal adalah 3,9 dan post partum SC adalah 5,9 sehingga terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut. Penelitian yang ada di Jepang juga memperkuat data bahwa SC berkorelasi dengan menyusui, bahwa SC merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ibu untuk tidak melakukan IMD, sehingga ibu post SC banyak mengalami kesulitan dalam awal-awal menyusui (Nakao et al, 2008). Penelitian serupa juga 4 dilakukan di Puerto Rico yang menemukan bahwa SC berkorelasi negatif dengan IMD (Pérez-Ríos et al, 2008). Penelitian mengenai dampak pada SC terhadap rencana menyusui pada ibu juga pernah dilakukan oleh Pillegi et al tahun 2008. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan obat anastesi dan SC mempengaruhi IMD namun bukan merupakan kontra indikasi IMD, sehingga ibu post SC layak mendapatkan simulasi awal untuk merangsang keluarnya ASI sebelum dilakukan beberapa tindakan penunjang lainnya. Penelitian yang berhubungan dengan prosedur SC dengan produksi ASI adalah penelitian yang dilakukan oleh Afifah tahun 2007. Penelitian tersebut menemukan bahwa nyeri setelah SC menghambat produksi dan ejeksi ASI. Kegagalan ibu untuk menyusukan segera setelah lahir akan berpengaruh pada produksi ASI ibu. Karena menyusukan pertama kali sesudah lahir akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan oksitosin. Oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang akan dikeluarkan melalui putting susu. Keadaan ini memaksa hormon prolaktin untuk terus memproduksi ASI. Sehingga semakin sering bayi menghisap putting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga akan semakin lancar (Nugroho 2011 cit Hayatiningsih & Ambarwati, 2012). Beberapa faktor disebutkan dalam literatur akan mempengaruhi pengeluaran ASI pada ibu setelah persalinan. Faktor tersebut adalah stres setelah persalinan, nyeri setelah persalinan, anastesi, melihat, mencium, mendengar suara tangisan bayi. Maternal stress mengganggu pengeluaran oksitosin yaitu hormon 5 yang bertanggungjawab terhadap reflek pengeluaran ASI. Jika refleks pengeluaran ASI sering terganggu, maka pengeluaran ASI yang tidak lengkap secara bertahap akan menimbulkan down regulation dari sistesis produksi ASI. Apabila ibu dalam kondisi stres, kebingungan, takut atau cemas akan mempengaruhi pelepasan oksitosin dari neurohipofise sehingga terjadi menghambat let down refleks. Kondisi emosional distres yang dialami seorang ibu akan mempengaruhi pelepasan hormon adrenalin (epineprin) yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin tidak dapat mencapai miopitelum (Ueda, 1994 cit Maulidiyah & Maghfirah, 2010). Faktor nyeri yang dialami oleh ibu post SC akan menghambat proses menyusui, bayi yang kurang responsif dan ibu masih harus dibantu setelah persalinan (Desmawati, 2013) Pengeluaran ASI pada ibu post partum normal terjadi antara 24-72 jam pasca persalinan (Lowdermilk et al, 2014). Teori tersebut sejalan dengan penelitian Desmawati tahun 2010, namun terdapat perbedaan waktu pada persalinan normal dan persalinan SC. Pengeluaran ASI juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, stres, anastesi, rangsangan puting susu, melihat bayi, mencium bayi, membayangkan sedang menyusui bayi, mendengarkan suara bayi (Sukami & Margaret, 2013). Pada penelitian Desmawati yang lain tahun 2013, yang juga masih berfokus pada persalinan SC dan permasalahan laktasi pada ibu post SC dididapatkan hasil bahwa ibu post operasi SC masih memerlukan banyak tindakan keperawatan penunjang untuk mempercepat pengeluaran ASI. Tindakan tersebut seperti rooming in, pijat oksitosin, mobilisasi aktif ibu serta rolling massage 12 6 jam post persalinan SC (Desmawati, 2013). Pada penelitian tersebut belum dibahas mengenai pelaksaan IMD yang juga menjadi faktor pengeluaran ASI ibu post partum. Dari fenomena diatas, masih terdapat masalah menyusui pada ibu post persalinan SC dengan ibu post persalinan normal, sehingga peneliti berkeinginan untuk meneliti perbedaan metode persalinan normal dan SC yang telah dilakukan IMD dengan waktu pengeluaran ASI. Berdasarkan studi pendahuluan bulan Februari tahun 2015 di RSUD Dr. Soeroto Kabupaten Ngawi, pelaksanaan IMD telah dilaksanakan sejak tahun 2011 berdasarkan SK Dinas kesehatan Kabupaten Ngawi melalui program Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan sebagai rumah sakit sayang ibu dan anak. Sehingga, IMD telah dilaksanakan pada persalinan normal dan SC di RS dr. Soeroto Ngawi. Jumlah persalinan yang terjadi pada bulan Februari adalah 166, dengan perincian persalinan normal ada 86 dengan persentase IMD sebesar 83% sedangkan jumlah persalinan SC mencapai 80 dengan jumlah persentase IMD post SC sebesar 68%. Dengan adanya data tersebut, maka peneliti berkeinginan melaksanakan penelitian pada rumah sakit tersebut. B. Perumusan Masalah ASI adalah nutrisi terbaik untuk bayi. Undang-undang di Indonesia telah mengatur pemberian ASI esklusif, dan mewajibkan ibu setelah melahirkan memberikan ASI kepada bayinya. Jumlah persalinan SC yang semakin meningkat walaupun dampak ganguan laktasi juga menyertai ibu post SC. Waktu 7 pengeluaran ASI pada kedua metode persalinan masih memiliki perbedaan. Nyeri yang dialami oleh ibu post SC relatif menghambat proses menyusui serta harus diberikan bantuan dalam beberapa tindakan setelah persalinan. Pelaksanaan IMD yang dilakukan tidak hanya untuk post partum persalinan normal saja namun juga pada persalinan SC. Pelaksanaan IMD diawal pemberian ASI diharapkan dapat mempercepat waktu pengeluaran ASI pada ibu setelah persalinan normal dan persalinan SC, sehingga bayi lahir dengan persalinan normal dan SC akan samasama mendapatkan ASI dengan segera. Dari uraian diatas, maka peneliti berkeinginan untuk meneliti adakah perbedaan waktu pengeluaran ASI pada post partum persalinan normal dan SC dengan anestesi regional? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perbedaan waktu pengeluaran ASI pada persalinan normal dan SC dengan anestesi regional yang ditelah di IMD 2. Mengetahui pengaruh nyeri dan stres setelah persalinan dengan waktu keluar ASI pada kedua metode persalinan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian lanjutan yang mengambil topik mengenai pengaruh IMD post SC dengan pemberian ASI esklusif pada bayi. 8 2. Bagi Ibu Penelitian ini dapat dijadikan arahan pemilihan metode persalinan dengan memikirkan konsekuensi yang akan didapatkan oleh ibu dan bayi serta dapat memberikan ketenangan bahwa ibu dapat memberikan ASI kepada bayinya segera setelah persalinan. 3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Dapat memberikan data penelitian untuk memberikan pendampingan kepada ibu hamil dalam menentukan metode persalinan yang akan dilakukan dan dapat memberikan pendidikan kesehatan yang sesuai mengenai IMD, ASI dan menyusui. 4. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perkuliahan mengenai metode persalinan serta pemberian nutrisi bayi segera setelah persalinan, sehingga magister keperawatan peminatan maternitas dapat memberikan edukasi kepada masyarakat sesuai hasil penelitian. 5. Bagi Profesi Keperawatan Penelitian ini dapat menjadi bagian dari pengembangan profesi keperawatan khususnya keperawatan maternitas dalam memberikan asuhan keperawatan kepada ibu hamil, bersalin dan menyusui dalam pelayanan maupun pendidikan keperawatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan pendalaman lebih lanjut mengenai metode persalinan dengan waktu pengeluaran ASI pada ibu post operasi SC dan 9 membandingkan dengan persalinan normal. Penelitian terdahulu yang dikembangkan dari penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Desmawati (2010), Lestari, W., Dian, F.S., Gina Muthia (2013), dan Pillegi et al (2008). Penelitian ini memperinci penelitian Desmawati tahun 2010 dan mengikuti ibu bersalin sampai dengan keluarnya ASI pertama kali. Penelitian ini juga akan memberikan tambahan pada penelitian lestari tahun 2013, bahwa tidak hanya IMD yang dapat mempengaruhi pengeluaran ASI. Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbedaan metode persalinan yang telah di IMD dengan waktu pengeluaran ASI. Rincian mengenai ketiga penelitian yang menjadi dasar utama dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut. 10 Tabel 1. Penelitian Mengenai SC, IMD dan pengaruhnya pada waktu pengeluaran ASI No Judul/Peneliti Tujuan Metode Hasil 1 Breastfeeding in the first hour of life and modern technology : prevalence and limiting factors. Maria Cristina Pillegi et al (2008) Mengidentifikasi prevalensi dan hambatan pemberian ASI dalam 1 jam pertama kelahiran (IMD) pada rumah sakit berbasis teknologi modern. Studi retrospektif dengan analisis kuantitatf. Data diperoleh dari catatan rekam medis 12.350 kelahiran bulan Januari 2004 hingga Desember 2007 pada Maternity Center of Hospital Israelita Albert Einstein, Brazil. 2 Hubungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dengan waktu keluarnya ASI pada ibu post partum. Lestari, W., Dian, F.S., Gina Muthia. 2013 Mengetahui hubungan inisiasi menyusu dini dengan waktu pengeluaran ASI pada ibu post partum normal. Penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional. Sampel 33 ibu di kamar bersalin puskesmas Lubuk Buaya Padang tahun 2013. Penelitian ini terdapat 8.893 catatan yang masuk dalam kriteria inklusi. Ada 18,7% kasus tidak dilakukan IMD karena jumlah persalinan tinggi, penolakan pasien, penolakan tim medis, lelah akibat prsalinan yang lama, data yang hilang. Sectio caesarea dan penggunaan anatesi bukan kontra indikasi IMD Pelaksanaan IMD dengan tepat 54,5% dan waktu pengeluaran ASI normal 66,7%. Ada hubungan pelaksanaan IMD dengan waktu keluarnya ASI. 3 Perbedaan waktu pengeluaran ASI pada ibu pos SC dengan post partum normal. Desmawati (2010) Mengetahui perbedaan waktu pengeluaran ASI pada ibu post SC dengan post partum nomral. Penelitian ini menggunakan penelitian cross sectional pada 40 ibu post partum normal dan post partum SC. Waktu pengeluaran ASI ibu dengan post partum normal lebih cepat dibandingkan dengan persalinan SC Persamaan & Perbedaan Persamaan dalam variabel yang diteliti yaitu pelaksanaan IMD dan perbedaan terdapat pada tujuan dan metode penelitian. Persamaan dalam variabel yang diteliti yaitu IMD dengan waktu pengeluaran ASI. Perbedaan adalah perbandingan dengan ibu post operasi SC Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel waktu pengeluaran ASI. Perbedaan dari penelitian ini adalah pemberian IMD terhadap waktu pengeluaran ASI. 11