BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. rumah sakit merupakan salah satu bagian dari tempat sarana pelayanan kesehatan. Menurut UU Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Sekarang ini sistem pelayanan kesehatan melibatkan berbagai macam praktisi, fasilitas, dan organisasi yang bekerja sama untuk menyediakan palayanan asuhan kesehatan yang luas untuk yang membutuhkannya. Rumah sakit adalah institusi yang menyediakan tempat tidur rawat inap, pelayanan medis, dan pelayanan perawatan terus menerus untuk diagnosa dan pengobatan oleh staf medis yang terorganisir (Huffman, 2004). Pelayanan kesehatan rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang tidak dirawat sebagai pasien rawat inap di rumah sakit atau institusi perawatan kesehatan yang menjadi tempat ‘encounter’. Menurut Huffman (2004), catatan medis merupakan komplikasi (ringkasan) fakta-fakta sejarah kehidupan dan kesehatan pasien, termasuk penyakit lama dan penyakit sekarang serta pengobatannya, ditulis oleh profesional kesehatan yang ikut mengasuh pasien tersebut. Catatan medis harus diselesaikan pada waktunya dan mengandung data yang cukup untuk mengidentifikasi pasien, menyokong diagnosa atau alasan ‘encounter’ pelayanan kesehatan, membenarkan pengobatan, dan dengan akurat mendokumentasikan hasilnya. Rekam medis adalah suatu catatan medis tertulis tentang identitas, anamnesa, hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium sangat membantu 1 2 untuk menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi ini dapat digunakan sebagai bahan laporan, baik secara intern maupun ekstern rumah sakit. Rekam medis juga sangat penting manfaatnya bagi perlindungan terhadap pasien, dokter dan rumah sakit (Hatta, 2008). Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Informasi yang baik, adekuat dan berguna dapat sangat penting dalam menolong seseorang dalam kondisi tertentu, informasi yang komprehensif sebelum melakukan intervensi klinis dapat memperbaiki outcome pelayanan kesehatan. Akan tetapi untuk beberapa klinisi menyiapkan informasi sering dianggap sebagai suatu dilema, dalam hal keterbatasan waktu sering menjadi alasan utama. Semua kesulitan tersebut dapat diatasi dengan diperlukan suatu sistem informasi yang dapat menampung data yang dibutuhkan dengan sistematis dan efisien. Rumah Sakit Khusus Bedah Islam Cawas mulai tanggal 11 Januari 2016 sudah mulai memberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat dibawah naungan BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Undangundang Nomor 24 Tahun 2011). Menurut PMK Nomor 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi, dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. 3 Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan barcode, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Di dalam UU Nomor 44 Tahun Rumah Sakit Pasal 40 menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Salah satu sasaran dari standar keselamatan pasien yaitu mengenai ketepatan identifikasi pasien. Proses identifikasi pasien dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan identitas tersebut maka dapat membedakan dengan identitas orang lain. Sehingga ketepatan identifikasi pasien ikut andil dalam rangkaian keamanan pelayanan di rumah sakit. Menurut Australian Commision on Safety and Quality in Health Care (2010) memastikan bahwa perawatan yang benar disediakan untuk pasien yang benar merupakan bagian penting dalam menyediakan dan menerima keselamatan perawatan. Sayangnya, hal ini tidak selalu terjadi. Kegagalan dari mengidentifikasi pasien secara benar dan mencocokkan informasi untuk pengobatan yang dimaksudkan atau intervensi lanjutan untuk menghasilkan prosedur yang dilakukan untuk orang yang salah, salah tempat atau salah sisi; kesalahan pengobatan; kesalahan transfusi darah; dan kesalahan dalam tes diagnostik. Peneliti tertarik meneliti tentang sistem identifikasi pasien karena berdasarkan penelitian dari Wahyuningrum (2015) diperoleh hasil penelitian yaitu identifikasi pasien dimulai dari bagian pendaftaran ketika pasien akan mendaftar sampai pasien dinyatakan boleh pulang atau 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Identifikasi pasien meliputi input data pada bagian pendaftaran, identifikasi pada berkas rekam medis rawat inap dan penggunaan gelang identitas selama rawat inap adalah sebanyak 86% pasien menggunakan gelang identitas dengan data yang lengkap, 4% pasien menggunakan gelang identitas dengan data yang tidak lengkap dan 10% pasien tidak menggunakan gelang identitas. Sedangkan berdasarkan hasil analisis identitas pasien pada lembar RMK diketahui bahwa persentase ketepatan terendah terdapat pada item nama pasien sebesar 43% dan item penanggungjawab 48%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang pernah dilakukan, pernah ditemukannya kesalahan pengambilan berkas kembali (retrieval) dikarenakan petugas salah mengidentifikasi pasien rawat jalan. Kesalahan tersebut terjadi karena nama pasien di SIMRS sama. Salah berkas dapat menyebabkan ketidaksinambungan riwayat penyakit pasien sehingga dapat menimbulkan salah diagnosa dan tindakan medis. Penelitian ini merupakan salah satu langkah antisipasi agar kasus kesalahan identifikasi pasien tidak terulang kembali. Rumah Sakit Khusus Bedah Islam Cawas telah terjadi perubahan SIMRS dari SIMRS lama menjadi SIMRS baru. Perbedaan SIMRS lama dan SIMRS baru terletak pada item SIMRS. Sebelumnya belum ada item mengenai asuransi yang digunakan oleh pasien. Sedangkan untuk SIMRS baru sudah terdapat item tentang informasi asuransi yang digunakan pasien. Perubahan tersebut telah berlangsung selama 3-4 bulan yang lalu atau sejak bulan Januari 2016. Alasan terjadi perubahan tersebut karena SIMRS baru melengkapi kekurangan dari SIMRS lama agar lebih lengkap dan terintegrasi dengan semua unit. Unit yang sudah terintegrasi yaitu pendaftaran, klinik, unit gawat darurat, kasir, billing rawat inap, laboratorium dan radiography. Rumah Sakit Khusus Bedah Islam Cawas belum pernah melakukan evaluasi terhadap SIMRS. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan sistem identifikasi pasien berdasarkan SIMRS baru dengan mengambil judul “Tinjauan Pelaksanaan Sistem Identifikasi Pasien Rawat Jalan Berdasarkan SIMRS di Rumah Sakit Khusus Bedah Islam Cawas”. 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu “Bagaimana pelaksanaan sistem identifikasi pasien rawat jalan menggunakan SIMRS di Rumah Sakit Khusus Bedah Islam Cawas?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pelaksanaan sistem identifikasi pasien menggunakan SIMRS di Rumah Sakit Khusus Bedah Islam Cawas. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan penggunaan SIMRS untuk kegiatan identifikasi pasien. b. Mengidentifikasi kendala terkait proses identifikasi pasien. c. Mengetahui upaya yang telah dilakukan dalam penyelesaian masalah akibat kesalahan dalam mengidentifikasi pasien. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Bagi rumah sakit Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam pelaksanaan sistem identifikasi pasien dengan prosedur rumah sakit yang ada sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. b. Bagi peneliti 1) Dapat menerapkan teori yang telah diajarkan selama diperkuliahan. 2) Dapat menambah pengetahuan dan pengembangan wawasan mengenai obyek yang diteliti. 3) Mendapatkan pengalaman kerja dalam menunjang ilmu rekam medis di masa depan. 4) Dapat mengetahui dengan jelas tentang sistem identifikasi pasien. 6 2. Manfaat teoritis a. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan pembelajaran ilmu rekam medis yang berguna untuk pengembangan pendidikan dan sebagai bahan referensi dalam pengembangan ilmu rekam medis khususnya berkaitan dengan identifikasi pasien. b. Bagi peneliti lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pembuatan penelitian dan dapat melanjutkan penelitian yang sudah ada berkaitan dengan identifikasi pasien. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang “Tinjauan Pelaksanaan Sistem Identifikasi Pasien Rawat Jalan Berdasarkan SIMRS di Rumah Sakit Khusus Bedah Islam Cawas” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun penelitian yang hampir sama pernah dilakukan antara lain: Tabel 1. Keaslian Penelitian No 1. Judul Penelitian Tinjauan Pelaksanaan Identifikasi Pasien Terkait Keselamatan Pasien di RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta (Wahyuningrum, 2015) Persamaan Pelaksanaan sistem identifikasi pasien dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. 2. Kesiapan Kelengkapan Dokumen Terkait Rekam Medis pada Sasaran Penelitian berfokus pada identifikasi pasien dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan Perbedaan Tujuan berfokus untuk mengetahui sistem identifikasi pasien yang digunakan serta mengetahui prosentase ketepatan identifikasi pasien dan mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan ketidaktepatan identifikasi pasien di rawat inap sedangkan pada penelitian ini berfokus pada penggunaan SIMRS untuk pelaksanaan identifikasi pasien. Tujuan penelitian berfokus untuk mengetahui sejauh mana kesiapan kelengkapan dokumen terkait rekam medis sesuai 7 3. Keselamatan Pasien Yang Berfokus Pada Identifikasi Pasien Dalam Standar Akreditasi 2012 di Rumah Sakit Bethesda Lempuyangwan gi Yogyakarta (Zega, 2015). Tinjauan Penerapan Identifikasi Pasien Dengan Benar di Unit Rekam Medis Rawat Inap Terkait Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta (Meiliawati, 2012). pendekatan kualitatif. Penelitian berfokus pada identifikasi pasien dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif. pelaksanaan elemen penilaian pada sasaran keselamatan pasien yang berfokus pada identifikasi pasien di Rumah Sakit dalam standar akreditasi 2012 sedangkan penelitian ini berfokus pada penggunaan SIMRS untuk pelaksanaan identifikasi pasien. Tujuan penelitian berfokus untuk mengetahui sistem identifikasi pasien terkait dengan keselamatan pasien, mengidentifikasi masalah penerapan sistem identifikasi pasien, dan mengidentifikasi masalah penerapan sistem identifikasi pasien sedangkan penelitian ini berfokus pada penggunaan SIMRS untuk pelaksanaan identifikasi pasien.