KOMPARATIF TENTANG PENDEKATAN KOMUNIKASI DAN

advertisement
Khairifa, Komparatif tentang Pendekatan....
KOMPARATIF TENTANG PENDEKATAN KOMUNIKASI
DAN PEMBANGUNAN
a) Indonesia, b) Kawasan Asia, c) Asia Tenggara
Fenni Khairifa
Abstract: Community and development in South East Asia region and Indonesia are
signs of a success in a development which show progess in all aspects, including
economy, social, and culture. This is where development communication becomes
important. Not only to tell people what the government has done, but also to influence
people to participate in the process of development. The appropriate development
communication can establish a non-centralized and communicative development.
Keywords: market authorities, passionate capitalism, libidonomics capitalism
PENDAHULUAN
Komunikasi pembangunan merupakan
istilah yang diambil dari development
communication, yang secara orisinal istilah
tersebut mengacu kepada jaringan komunikasi
berlandaskan teknologi (technology development
based communication network) yang tanpa
memperhatikan pesan dan isi, cenderung
menciptakan suasana yang cocok untuk
pembangunan disebabkan oleh ciri-cirinya yang
melekat pada sebuah konsep. Di mana
komunikasi pembangunan akan membangkitkan
suasana psikis suatu kegiatan ekonomi dan
produktivitas yang terjadi (Onong 1997: 9).
Selain itu ada istilah yang khusus
dirancang bagi terselenggaranya komunikasi
untuk mendukung suatu program pembangunan
tertentu yang dikenal dengan “komunikasi
Komunikasi Pembangunan
1. Pada umumnya diterapkan pada entitas
nasional atau makro.
2. Secara fungsional tidak terarah dan
samar-samar.
3. Terbuka dan persuasif.
4. Demi dampaknya ciri-ciri yang melekat
pada teknologi.
5. Terbatas pada media berlandaskan
teknologi, yakni media massa.
6. Jelas-jelas hierarki dari atas ke bawah.
7. Penelitian teramat problematik keragaman
variabel kesulitan akses dan kontrol,
akibatnya amat kekurangan penelitian.
8. Telah kehilangan kredibilitas bertahuntahun.
penunjang pembangunan” atau development
support communication. Dari kedua istilah
tersebut jelas bahwa komunikasi pembangunan
menunjukkan penjabaran yang lebih luas
dibandingkan dengan komunikasi penunjang
pembangunan.
Komunikasi pembangunan dapat berlangsung
walaupun
tanpa
komunikasi
penunjang
pembangunan. Demikian pula sebaliknya,
komunikasi penunjang pembangunan walaupun
pengertiannya lebih sempit tetapi dapat
berlangsung efektif dalam suasana yang terbatas
tanpa komunikasi pembangunan sekalipun.
Berikut ini tabel yang menunjukkan
perbedaan komunikasi pembangunan dan
komunikasi penunjang pembangunan dalam
kaitannya dengan komunikasi dan pembangunan
(Onong 1997: 84).
Komunikasi Penunjang Pembangunan
1. Pada umumnya diterapkan pada entitas makro atau
lokal.
2. Secara fungsional, terarah berkaitan dengan efek
dan terorientasi kepada tujuan.
3. Terikat pada waktu dan berbentuk kampanye.
4. Berorientasi pada pesan secara hati-hati
menciptakan isinya.
5. Menggunakan media berlandaskan seluruh
lapangan kebudayaan.
6. Selalu interaktif dan partisipatif.
7. Penelitian mudah, variabel-variabel dapat diisolasi,
dikontrol, diukur akibatnya volume besar penelitian.
8. telah memperoleh kredibilitas dilakukan secara luas
dengan sistem perserikatan bangsa-bangsa dan
lembaga-lembaga pembangunan taraf internasional
dan nasional.
Fenni Khairifa adalah Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Univ. Darma Agung Medan
51
Universitas Sumatera Utara
Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007, Volume I, No. 2
PEMBAHASAN
Komunikasi dan Pembangunan
Dalam mengkaji komunikasi dan
pembangunan ada pemikiran yang menarik dari
seorang ilmuwan Eropa, Jan Servaes. Ia
menyatakan padanya tiga model komunikasi dan
pembangunan, yaitu: difusi inovasi (konsep
Learner dan Schramm), determinism technology
(teknologi yang memecahkan masalah) dan
dependensi.
Selanjutnya Jan Sarvaes mencatat
perubahan-perubahan besar dalam pemikirannya
tentang pembangunan dan komunikasi yang
meliputi:
1. Dari pendekatan positivis–instrumentalis
yang terutama menggunakan indikatorindikator kuantiviabel, menuju kepada
pendirian yang lebih normatif, yang
membangun metode yang kualitatif dan
strukturalis.
2. Dari perspektif normal, di mana pembangunan didefinisikan dalam istilah-istilah tujuan
universal yang bisa dipadukan dengan model
prediktif, menuju kepada dimensi yang lebih
substansif di mana pembangunan mencakup
perubahan kemasyarakatan yang sifatnya
kurang dapat diramalkan.
3. Pergeseran pemahaman dari yang kebaratbaratan atau etnosentrisme kepada yang
kontekstual dan polisentris.
4. Perubahan dari endogenisme melalui
eksogenisme kepada globalisme.
5. Pergeseran dari kerangka atau acuan yang
amat nasional melalui perspektif internasional
kepada tingkatan analisis yang berbaur dan
terpadu.
6. Pergeseran dari pendekatan yang terutama
ekonomis kepada pendekatan yang lebih
universal dan interdisipliner.
7. Pendekatan-pendekatan dari yang terpilahpilah kepada yang menyeluruh dan lebih
berorientasi kepada masalah.
8. Dari strategi yang integrationistis–reformistis
melalui pilihan-pilihan yang revolusioner.
(Onong, 1997: 85)
Dengan pendapatnya ini ia memperkokoh apa yang dinyatakan oleh pakar bahwa
paradigma komunikasi dan pembangunan selama
tiga dekade terakhir mengalami pembaharuan. Di
mana komunikasi yang pada hakikatnya adalah
proses sosial dan proses psikis yang menyangkut
52
banyak manusia yang satu sama lain saling
berbeda kepentingan dan berbeda pula antara
masyarakat sebagai kumpulan manusia itu
dengan pihak penguasa. Sementara keinginan
penguasa dalam melaksanakan pembangunan
sering kali tidak ditunjang oleh masyarakat
dikarenakan dua kepentingan yang berbeda
tersebut.
Salah satu contoh adanya kepentingan
yang berbeda dan sering berdampak pada
perselisihan dikedua pihak adalah dalam soal
tanah yang terkena proyek jalan. Penguasa/
pemerintah dalam hal ini menginginkan ganti
rugi yang serendah-rendahnya, di lain pihak
masyarakat sendiri sebagai penjual, jangankan
memenuhi keinginannya akan harga yang semahalmahalnya, harga yang memadai yang berlaku
umum saja tidak pernah dikabulkan oleh
pemerintah. Dalam situasi ini apa daya rakyat
dalam menghadapi pemerintah sebagai penguasa
pembangunan memang berlangsung tetapi sikap
dalam bentuk perasaan prihatin dan menyesal
pada masyarakat yang menjadi korban mencekam
pada hatinya.
Jika hal ini terjadi, maka di satu pihak
pembangunan merupakan pemecahan masalah
melenyapkan
keterbelakangan,
memajukan
ekonomi, memperlancar industri dan sebagainya.
Tetapi di lain pihak menimbulkan masalah baru
yaitu frustasi pada sebagian rakyat. Jadi bukan
pemecahan masalah melainkan pemindahan
masalah, dan masalah baru ini, apabila tidak
terpantau secara seksama bisa meningkat menjadi
masalah yang fatal.
Dengan demikian maka dalam pelaksanaan
pembangunan atau komunikasi penunjang
pembangunan, atau apapun istilahnya yang
penting adalah tujuan komunikasi itu sendiri
harus selaras dan sesuai dalam arti yang sebenarbenarnya. Sebagaimana tujuan komunikasi
mengubah sikap opini dan perilaku, maka apabila
komunikasi
berlangsung
dalam
kegiatan
pembangunan akan terjadi perubahan yang tidak
sekedar perubahan sikap, pendapat atau perilaku
individu atau kelompok, melainkan terjadi
perubahan masyarakat atau perubahan sosial.
Pemikiran para ahli komunikasi untuk
merubah orientasi komunikasi yang tidak sesuai
dengan pembangunan sedang dilancarkan untuk
diselaraskan dengan strategi pembangunan. Ini
berarti bahwa strategi komunikasi harus seirama
dengan strategi pembangunan. Dalam hal ini
Voight dan Hanneman menyarankan agar
Universitas Sumatera Utara
Khairifa, Komparatif tentang Pendekatan...
orientasi pembangunan dan komunikasi diubah.
Orientasi
pembangunan
dan
komunikasi
pengawasan secara vertikal (dari atas ke bawah)
hendaknya
menjadi
pengawasan
secara
horizontal (menyamping dan dari bawah ke atas),
yang mengandalkan media massa (komunikasi
satu arah) menjadi mengandalkan pelayanan
antarpribadi (komunikasi dua dan banyak arah).
Orientasi
propaganda
menjadi
orientasi
pelayanan, pembangunan berdasarkan sosialisasi
palsu diubah menjadi pembangunan berdasarkan
partisipasi, orientasi teknis/ekonomis menjadi
orientasi kebutuhan dan hak manusia, tujuan
indentitas integritas dan kesatuan nasional
menjadi tujuan identitas dan solidaritas
subnasional (kepentingan etnis dan kelompok).
Kemudian pembangunan yang diberi ciri arahan
cultural dan artistc (kadang-kadang sensor)
hendaknya diubah menjadi pembangunan yang
diberi ciri kreativitas kultural dan artistc
(kadang-kadang oposisi) pembangunan yang
berorientasi jawaban menjadi pembangunan yang
berorientasikan permasalahan atau pertanyaan,
pembangunan yang berorientasikan produk
diubah menjadi pembangunan yang berorientasikan proses.
Saran dari Voight dan Hanneman itu
untuk menjadikan orientasi pembangunan dan
komunikasi dapat terealisasi pembangunan dan
komunikasi yang tidak tersentralisasi, linier
dengan proses yang terisolasi, tetapi merefleksikan
difusi partisipasi dan kebergantungan yang
menyeluruh (Onong, 1997: 25-27).
1. Situasi Demografi
Dewasa ini banyak bangsa yang
melakukan pembangunan pertanian tidak hanya
dengan memperluas areal pertanian juga
meningkatkan produksi, pupuk, benih unggul,
obat-obatan.
Teknologi
pertanian
telah
dipergunakan secara luas di dunia tahun 1960-an
telah didengungkan sebagai revolusi kajian
sekurang-kurangnya 27 negara dalam revolusi
tersebut. Di Indonesia telah dinyatakan sejak
tahun 1968-1969. Kemudian muncul pertanyaan
apakah kini relevansinya untuk memajukan
antara penduduk dan masalah program? Hal ini
dijawab dengan kenyataan bahwa setiap bangsa
dewasa ini tidak hanya berkehendak mencegah
terjadinya kelaparan massal, dan bahaya
kelaparan yang dahsyat melainkan juga berjuang
untuk penyediaan pangan yang memadai bagi
seluruh rakyat. Masalah itu lebih dirasakan oleh
negara-negara yang berencana untuk mencapai
tingkat hidup yang lebih tinggi daripada yang
dicapai sekarang.
Sebagai salah satu contoh masalah
kebutuhan pangan yang sangat krusial
diperdebatkan oleh kepentingan-kepentingan
kelompok tertentu dalam mempersiapkan dan
memenuhi kebutuhan pangan di suatu negara.
Pada dasarnya penyediaan pangan di setiap
negara dapat berasal dari produksi domestik,
namun akibat kurangnya peran aktif untuk
memajukan pembangunan di sektor pertanian
menyebabkan pengadaan pangan harus dilakukan
dengan cara mengimpor dari negara lain. Hal ini
disebabkan pertambahan penduduk dengan
pembangunan produksi pangan tidak seimbang.
Sebagai contoh lain yang dapat diambil
adalah situasi pangan yang tersedia di negara
Indonesia yang penyebaran penduduknya tidak
merata dan banyak daerahnya yang terpisahpisah, sehingga menimbulkan kekurangan di
suatu tempat dan berlebih di tempat lain. Dengan
upaya
komunikasi
pembangunan
dapat
terselenggara pemenuhan kebutuhan pangan
dengan mengalokasikan sebahagian kelebihan di
suatu daerah ke daerah yang lain.
2. Pengaruh Teknologi Elektronik terhadap
Komunikasi Pembangunan
Pengaruh
media
massa
terhadap
kehidupan masyarakat khususnya masyarakat
pedesaan sangatlah besar, dan yang paling
menonjol dampaknya terhadapnya penduduk
adalah media massa yang sifatnya elektronik
yang berkembang sangat pesat. Media elektronik
sebagai produk dari revolusi elektronika telah
memanipulasikan keinginan khalayak, tetapi
tidak menciptakan cara-cara untuk memperolehnya. Informasikan yang disebarkan dilancarkan
dari atas ke bawah, dari kaum elit kepada
khalayak, dari kota ke desa, dari yang sudah
berkembang kepada yang sedang berkembang.
Akibatnya menurut para ahli komunikasi
menimbulkan “Revolusi meningkatnya frustasi”
(Onong, 1997: 92).
Daya tarik elektronik sangatlah besar dari
radio sampai internet terus berkembang. Perilaku
komsutif tidak dapat dihindari, kesenjangan
sosial terasa sekali dan kejadian amoral terjadi di
sana sini, pergolakan politik lebih parah lagi,
karena media elektronik telah terpatri dalam
setiap diri, akibat negatif yang lain banyak lagi
yang tidak terdeteksi dengan hitungan jari.
53
Universitas Sumatera Utara
Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007, Volume I, No. 2
Sebaliknya dampak positif dari media elektronik
sangatlah banyak sekali tinggal bagaimana kita
mengantisipasi pemanfaatan media ini dari
pejalan kaki sampai bisa terbang tinggi sekali.
Berita terkini terdekteksi sejak dini, mulai
bangun pagi sampai tidur lagi. Keinginan
maupun obsesi tak masalah lagi semua dapat
terpenuhi dengan teknologi yang canggih hari ini.
Pengaruh
teknologi
elektronik
terhadap
komunikasi pembangunan memang hebat sekali.
3. Komunikasi Menurut Pendekatan Islam
Perspektif Islam dalam komunikasi
adalah penekanan terhadap nilai sosial, religius
dan budaya dengan penelitian partisipatoris. Asal
mula penelitian ini merupakan salah satu aspek
dari komunikasi antar personal yang merupakan
bagian yang paling terikat kondisi sosio-religiobudaya dalam teori komunikasi.
Dalam Al quran maupun Hadist telah
menempatkan prinsip-prinsip dasar dan metode
komunikasi sebagaimana yang terdapat pada
ayat-ayat tersebut:
1. “…dan berkatalah kamu kepada manusia
dengan cara yang baik…” (QS. 2: 83).
2. “Perkataan yang baik dan pemberian maaf
lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan perasaan” (QS. 2:
263).
3. “Allah tidak menyukai ucapan yang buruk
(yang diucapkan) terus terang kecuali oleh
orang yang dianiaya” (QS. 4: 159).
4. “Hai orang-orang yang beriman mengapa
kamu mengatakan apa yang kamu tidak
lakukan? Amat besar murka Allah apabila
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
uacapkan” (QS…).
5. “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada
orang-orang…yaitu mereka yang menjungkir
balikkan fakta dengan lidahnya seperti sekor
sapi yang mengunyah-ngunyah rumput
dengan lidahnya” (Al-hadist) (Jurnal
Komunikasi 1993: 17).
Manakala prinsip komunikasi seperti ini
dapat terwujud maka akan membantu memelihara
dan memperkuat perdamaian dan harmoni
terhadap bangunan sosial yang merupakan bagian
dari peradaban. Pembangunan segala bidang akan
sterilizer dalam memenuhi tujuan mengekspresikan
gagasan-gagasan dengan memberikan petunjuk
dan penyesuaian yang lengkap untuk memenuhi
kebutuhan situasi dan kondisi masyarakat.
54
Dengan demikian komunikasi berperan dalam
menghasilkan pembangunan seperti yang
diharapkan.
Komunikasi Pembangunan di Indonesia
Perbedaan dan pasti berbeda komunikasi
pembangunan di Indonesia dengan komunikasi
pembangunan di negara-negara lain, karena
subyek dan obyek yang terlibat dalam
komunikasi pembangunan itu memang berbeda.
Ini disebabkan oleh kekhasan dalam tujuan
negara, sistem pemerintahan, latar belakang
kebudayaan, pandangan hidup bangsa dan nilai
yang melekat pada rakyat, yakni rakyat Indonesia
yang Bhinneka Tunggal Ika.
Sebuah pertanyaan yang mengedepan,
komunikasi pembangunan yang bagaimanakah
yang harus dilancarkan di Indonesia? Dalam
menjawab pertanyaan ini tidak mudah, tetapi
harus ditemukan identitas yang membedakannya
dengan komunikasi pembangunan di negaranegara lain. Untuk menyatukan persepsi tentang
makna pembangunan ada baiknya jika mengacu
pada makna yang dirumuskan oleh wakil-wakil
rakyat yang tertuang dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang menegaskan
bahwa:
“Pembangunan nasional dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa
pembangunan ini tidak hanya mengejar
kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang,
perumahan, kesehatan, dan sebagainya, atau
kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa
aman, bebas mengeluarkan pendapat yang
bertanggung jawab, rasa keadilan dan
sebagainya, melainkan keselarasan, keserasian
dan keseimbangan antara keduanya; bahwa
pembangunan itu merata di seluruh tanah air;
bahwa bukan hanya untuk sesuatu golongan
atau sebahagian dari masyarakat, tetapi untuk
seluruh masyarakat dan harus benar-benar
dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai
perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan
sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita
kemerdekaan kita” (Onong, 1997: 89).
Untuk mempertegas makna istilah
komunikasi pembangunan terkhusus di Indonesia
sesuai dengan pengertian yang dirumuskan dalam
GBHN maka dapat dinyatakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Khairifa, Komparatif tentang Pendekatan...
Komunikasi pembangunan adalah proses
penyebarab pesan oleh seseorang atau
sekelompok orang kepada khalayak guna
mengubah sikap pendapat dan perilakunya dalam
rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan
kepuasan batiniah yang dalam keselarasannya
dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat
(Onong 1997).
Ciri khas pembangunan di Indonesia
adalah penekanannya pada keselarasan antara
aspek kemajuan lahiriah dan aspek kepuasan
batiniah yang tidak terdapat pada pengertian
pembangunan di negara-negara lain. Faktor
keselarasan tersebut secara implisit mengandung
makna keserasian dan keseimbangan. Penegasan
bahwa keselarasan antara keserasian dan
keseimbangan menjadi ciri khas pengertian
pembangunan di Indonesia karena aspek-aspek
lainnya bersifat universal dan berlaku di manamana.
Komunikasi Pembangunan di Kawasan Asia
Dewasa ini banyak orang asing banyak
mempelajari ilmu dan apa saja yang datangnya
dari negara yang satu ini. Salah satu super power
negara di Asia yaitu Jepang. Kita mau
mengambil satu perbandingan ini dalam ragka
melihat keberhasilan bangsa Jepang yang sejak
kalah perang tetap menang pada masa damai,
demikian ungkapan yang sering dilekatkan pada
bangsa Jepang.
Pada dasarnya bangsa Jepang memiliki
kepribadian yang mantap dan padu. Hal ini dapat
terbentuk berkat politik isolasi selama 250 tahun
Koshogunan, Tokugawa. Selama masa pengasingan
diri terebut bangsa Jepang relatif tertutup dari
berbagai pengaruh luar sehingga kontak antara
budaya yang terjadi terbatas di antara suku-suku
yang berdiam di kepulauan Jepang. Dalam
melakukan hubungan bisnis orang Jepang banyak
aspek budaya Jepang yang mesti diperhatikan.
Menurut Robert Christoper (1984) dalam The
Japanese Mind, para manajer yang hendak
ditempatkan atau berbisnis di Jepang harus
memahami aspek budaya Jepang mulai dari
bahasa, sistem nilai yang melatarbelakangi
perilaku mereka, tradisi, dan aspek-aspek budaya
lainnya. Lebih lanjut Christoper mengatakan
bahwa logika dan nilai bagi kebanyakan bangsa
lain.
Ada tujuh kerangka landasan untuk
memahami keberhasilan pembangunan dan
komunikasi:
1. Kompleksitas Bahasa
Bahasa Jepang dikenal begitu rumit sehingga
sering dinamakan bahasa Jin. Orang Jepang
tidak terbiasa berbicara dengan bahasa yang
terang dan langsung, kata yang digunakan
seringkali bermakna ganda.
2. Homogenitas Ras dan Budaya
Orang Jepang tergolong paling homogen di
dunia. Itulah sebabnya orang Jepang dapat
melakukan westernisasi tanpa mengubah
kepribadian yang menjadi jiwa Jepang yang
khas.
3. Menjunjung Harmoni
Orang mengagungkan konsensus sebagai
cara
terbaik
menyelesaikan
berbagai
masalah. Mereka cenderung menghindari
konfrontasi terbuka.
4. Sikap Ekslusif
Orang Jepang memiliki in-group feeling yang
sangat kuat sehingga cenderung ekslusif.
Satu-satunya cara untuk dapat diterima
secara penuh adalah dilahirkan dalam
masyarakat Jepang.
5. Kuatnya Ikatan Kelompok
Peran kelompok dalam masyarakat Jepang
begitu menonjol karena itu kebanggaan
keterikatan, loyalitas dan tanggung jawab
terhadap kelompok dari keluarga hingga
negara begitu besar.
6. Komitmen Kesejahteraan
Orientasi dan komitmen terbesar orang
Jepang adalah pada kesejahteraan masyarakat
ketimbang kepada ideologi atau agama.
7. Rasa Superioritas
Walaupun bersedia mengimpor gagasan,
institusi, pengetahuan dan teknologi asing
umumnya orang Jepang (khususnya generasi
tua) kurang berminat melakukan kontak
langsung dengan orang asing (Deddy 1996:
205).
Tanpa memperhatikan atau memahami
ketujuh karakteristik orang Jepang, maka akan
sulit bagi orang asing untuk bekerja atau
berbisnis dengan orang Jepang, di samping itu
masih terdapat sejumlah kekhasan Jepang lainnya
yang juga mesti diperhatikan dalam melakukan
komunikasi dengan mereka. Pembangunan
komunikasi di Jepang merupakan salah satu
wujud keberhasilan yang dapat dijadikan sebagai
perbandingan bagi negara-negara Asia dan dunia.
55
Universitas Sumatera Utara
Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007, Volume I, No. 2
Pembangunan Pertanian di Jepang
Bertambahnya tingkat produktivitas
sektor pertanian di Jepang terutama disebabkan
oleh semakin meluasnya penggunaan teknik yang
lebih sempurna oleh sebagian besar petani di
negara tersebut. Orang Jepang telah lama
menyadari bahwa tanah gunung berapi itu tidak
menguntungkan bila ditanami padi, akan tetapi
hasil padi di negara itu lebih tinggi daripada di
negara manapun yang makanan pokoknya beras.
Tanpa pertambahan luas tanah yang
berarti yang dapat diolah (bahkan dengan
penurunan jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian) pada tahun 1920 Jepang telah dapat
menghasilkan bahan makanan hampir 2 kali lipat
produksi yang dicapai pada tahun 1980.
Pembentukan modal terjadi karena naiknya
produktivitas pertanian dan tabungan paksa
(Komaruddin 1980: 86).
Penggunaan pupuk, perbaikan jenis padi
dan penyempurnaan teknologi seringkali disebut
sebagai 3 buah faktor yang menjadi penyebab
utama keberhasilan Jepang dalam pertanian.
Pupuk buatan dipergunakan sangat minimum
sebelum kenaikan produksi terjadi, pupuk baru
dimanfaatkan secara luas ketika muncul gejalagejala ketandusan tanah lama sesudah terjadi
kenaikan daya produksi tahap awal. Impor dan
produksi pupuk buatan masih belum terjadi
sebelum Perang Dunia Pertama. Pupuk alamlah
yang sangat banyak disebarkan di atas alam
tersebut. Dengan demikian hasil produksi
pertanian naik selama sebelum pertumbuhan
ekonomi modern yang didorong oleh penemuanpenemuan teknologi dan pertambahan luas tanah,
akan tetapi jumlah penduduk pun bertambah,
maka kenaikan produksi pertanian itu hendak
dihabiskannya, akan tetapi karena masa transisi
yang diperlukan negara Jepang itu lebih singkat
dari pada masa transisi negara-negara Eropa Barat
(yaitu masa transisi dari periode pendapatan
subsistem hingga awal pertumbuhan ekonomi
modern), maka perekonomian Jepang menunjukkan
kemajuan (Komaruddin 1985: 125).
Komunikasi dan Pembangunan di Kawasan
Asia Tenggara
Lompatan besar dalam bidang teknologi
komunikasi informasi dan transportasi membuat
intensitas dan frekuensi kontak antarnegara baik
secara langsung maupun menggunakan media
massa semakin tinggi. Ketinggalan dunia ketiga
yang hari ini yang diibaratkan sebagai negara-
56
negara yang satu perahu dengan negara-negara
maju tidak memikirkan ketinggalan itu akan
menjadikan negara-negara tersebut terisolir. Hal
ini dimungkinkan karena komunikasi hari ini
telah menjadi salah satu media yang dapat
mempersatukan seluruh bangsa dan negara.
Untuk memahami interaksi antarbangsa
kita harus memahami komunikasi manusia yang
berarti memahami apa yang terjadi selama
komunikasi berlangsung yang akhirnya apa yang
kita perbuat dapat mempengaruhi dan
memaksimalkan hasil-hasil kerja yang dimaksud.
Rasa saling bergantung di seluruh dunia
tidak lagi ada manfaatnya karena kita berbicara
satu sama lain dalam satu wadah yaitu dunia
yang menjadi jembatan esensial bagi
terselenggaranya satu pemerintahan negara. Rasa
ketakutan negara-negara dunia ketika akan dapat
dimaklumi karena hiburan murah dan iklan yang
berani yang dapat dicurahkan kepada bangsa
mereka oleh kapitalis besar pemilik satelit akan
sangat mempengaruhi pola pikir bangsa yang
akhirnya akan menimbulkan frustasi bangsa yang
berkembang tersebut. Konfrontasi tidak akan
mendatangkan manfaat kepada siapapun kecuali
secara emosional, tetapi konfrontasi ini telah
membayang-bayang pemikiran dan perencanaan
komunikasi interkultural. Untuk itulah negaranegara berkembang di dalam mengendalikan
komunikasi berarti mengendalikan apa yang
bakal terjadi pada budaya mereka.
Perekonomian di Asia Tenggara
Sebagaimana diketahui banyak cara
untuk melukiskan keadaan ekonomi suatu negara
atau benua tetapi pada pokoknya semua cara
bertujuan untuk memberi gambaran tentang
tingkat kebahagiaan, kesejahteraan penduduk
yang berdiam di daerah itu. Penduduk bisa
merasa bahagia, sejahtera, jika terhindar dari
bahaya kematian pada usia muda dan berusia
panjang. Sudah barang tentu umur panjang itu
berarti pula dalam keadaan kesehatan dan cukup
terdidik berbarengan dengan ini termasuk
anggapan bahwa penduduk tidak menderita
karena gejala pengangguran yang abnormal dan
hasil produksi terbagi merata antarpenduduk
secara menyeluruh sehingga dapat memenuhi
secara memadai segala kebutuhan akan pangan,
sandang, perumahan, wisata dan sebagainya.
Hal di atas untuk mencerminkan keadaan
ekonomi itu yang dalam hal ini diulas secara
sederhana. Pada umumnya dapat dikatakan
Universitas Sumatera Utara
Khairifa, Komparatif tentang Pendekatan...
bahwa dengan tingkat kemakmuran yang lebih
tinggi akan lebih mudah terpenuhi walaupun kita
sadari bahwa kemakmuran tidak identik dengan
kebahagiaan dan kesejahteraan, namun perlu
diingat bahwa pada umumnya seseorang akan
merasa lebih bahagia jika lebih banyak
kebutuhan yang dapat dipenuhi. Oleh karena itu
orang lebih cenderung untuk menampilkan segi
kemakmuran penduduk jika membahas keadaan
ekonomi suatu negara atau daerah. Bidang
ekonomi mencakup seluruh proses produksi,
distribusi dan konsumsi yang dilakukan
penduduk daerah itu, hasil produksi barang dan
jasa yang dilakukan pada kurun waktu tertentu
oleh penduduk suatu negara disebut hasil
produksi nasional dan jika dinyatakan dalam
satuan uang disebut juga pendapatan nasional
negara yang bersangkutan.
Walapun merupakan alat yang tidak
sempurna dan kurang memuaskan hingga
sekarang masih sering digunakan sebagai ukuran
tingkat kemakmuran suatu negara pendapatan
rata-rata negara itu yang diperoleh sebagai hasil
pendapatan nasional dengan jumlah penduduk di
negara itu, itu juga yang kita gunakan sebagai
ukuran keadaan ekonomi di negara-negara Asia
Tenggara (Said Rusli, dkk. 1981: 18).
Pada dewasa ini Asia Tengara sebagai
satuan geopolitik merupakan daerah yang rendah
pendapatan rata-ratanya.
Tingkat kemakmuran atau pendapatan
rata-rata yang rendah di Asia Tenggara
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dan
sosial, sebagaimana kita ketahui tingkat
kemakmuran berhubungan erat dengan hasil
produksi barang dan jasa di negara yang
bersangkutan. Hasil produksi ini merupakan
resultan dari keadaan dan sumber alam, angkatan
kerja, tingkat teknologi, dan besarnya modal
yang tersedia walaupun tidak semua negara Asia
Tenggara sama keadaan sumber-sumber alamnya
namun dapat dikatakan bahwa bukan faktor ini
yang menekan hasil produksi nasional di
kawasan itu. Biasanya kekurangan modal
dikemukakan sebagai salah satu faktor
penghalang
usaha
pembangunan
dengan
pendapatan yang rendah yang kita lihat tadi di
negara-negara Asia Tenggara. Negara-negara
Asia Tenggara mengahadapi kesulitan untuk
membentuk modal dalam jumlah yang berarti
untuk meningkatkan investasi demi kenaikan
hasil nasional dan tingkat kemakmuran. Sudah
menjadi suatu hukum ekonomi bahwa
pendapatan rendah hanya memungkinkan hasrat
untuk menabung dan jumlah tabungan rendah.
Oleh karena sebagian besar dari pendapatan
digunakan untuk tujuan konsumtif, dengan
demikian harus tabungan yang disalurkan melalui
lembaga-lembaga pembelanjaan hanya merupakan
arus yang lemah bagi investasi, sedang bagi
peningkatan hasil produksi diperlukan sejumlah
investasi yang berarti. Selain dari pada itu bagi
peningkatan hasil produksi yang memberikan
tambahan produksi yang seoptimal mungkin
dalam penggunaan suatu jenis teknologi tidak
hanya berhubungan dengan unsur modal atau
investasi melainkan juga dengan tingkat
pendidikan pengetahuan dan keterampilan
angkatan kerja yang tersedia.
Di kebanyakan negara di Asia Tenggara
hasrat untuk berkonsumsi diperkirakan 8/10
sehingga dari pendapatan yang diterima hanya
1/5 ditabung dan tersedia di investasi. Volume
investasi yang tersedia sedemikian kecilnya
sehingga tambahan hasil yang diperoleh hanya
sekedar untuk mengimbangi tambahan penduduk
dan penggantian alat produksi yang lusuh. Oleh
karena itu negara Asia Tenggara investasi yang
berasal dari modal luar negeri merupakan
pelengkap yang berguna bagi usaha peningkatan
kemakmuran.
Memang, kewaspadaan dalam pemakaian
modal asing itu harus tetap dipelihara agar
supaya unsur pelengkap itu jangan sampai
menjadi penghambat bagi pemupukan moral
nasional. Suatu hal yang berkaitan dengan
penggunaan modal asing dari segi angkatan kerja
yang tersedia di kebanyakan negara Asia
Tenggara, teknologi jenis demikian dapat
mengakibatkan segi-segi sosial ekonomi yang
negatif. Oleh karena tidak menciptakan
kesempatan yang luas dengan daya serap yang
besar bagi penampungan pekerja yang sedang
mencari kerja, oleh karena kekurangan pekerjaan
atau sedang menganggur atau untuk pertama kali
terjun ke gelanggang produksi.
Permasalahannya akan lebih pelik jika
diperhatikan bahwa kebanyakan angkatan kerja
di negara-negara Asia Tenggara ada di sektor
pertanian. Lebih dari 60% dari angkatan kerja di
Asia Tenggara mencari nafkah pada industri
primer yang meliputi pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, perburuhan yang sifatnya
padat karya dan sering dianggap tidak
memerlukan pendidikan sekolah tinggi sebagian
penduduknya bekerja secara marginal di bidang
57
Universitas Sumatera Utara
Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2007, Volume I, No. 2
ini secara turun temurun, maka tidaklah
mengherankan kalau usaha pembangunan
peningkatan kemakmuran dititikberatkan pada
penggunaan tenaga kerja dari sumber manusia
yang ada di bidang pertanian di daerah pedesaan,
dalam hal ini hampir 80% dari penduduk Asia
Tenggara hidup di pedesaan (Said Rusli, dkk.: 25).
Dengan penjelasan tersebut di atas dapat
dipahami bahwa untuk peningkatan produktivitas
tenaga kerja pendidikan sosial lainnya merupakan
suatu bidang yang luas usaha perbaikan dalam
bidang ini berkaitan dengan keterbatasan dana,
tenaga dan uang yang tersedia dan dengan
besarnya jumlah pertambahan penduduk yang
dihadapi sekarang ini di kawasan Asia Tenggara.
PENUTUP
merupakan salah satu wujud terselenggaranya
satu pembangunan yang ditandai dengan
keberhasilannya
menangani
permasalahan
perekonomian, sosial dan budaya. Kesemuanya
menunjukkan satu tanda peningkatan dari satu
kondisi kepada kondisi yang lain yang menurut
standar nilai menunjukkan peningkatan kualitas
maupun kuantitas.
Untuk melihat keberhasilan pembangunan yang dialami oleh suatu negara di kawasan
ini kita dapat melihat dari sarana dan prasarana
yang semakin hari semakin menunjukkan tandatanda perubahan kepada yang lebih baik.
Selanjutnya perlu adanya pendekatan-pendekatan
yang lebih komprehensif di dalam menilai suatu
keberhasilan negara-negara tersebut, karena
keberhasilan suatu negara belum tentu sama
dengan negara yang lainnya.
Komunitas dan pembangunan kawasan
Asia-Asia
Tenggara
maupun
Indonesia
58
Universitas Sumatera Utara
Khairifa, Komparatif tentang Pendekatan...
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 1997. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung, Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya.
----------. 1986. Komunikasi dan Modernisasi. Bandung, Penerbit Alumni.
Komaruddin. 1985. Pengantar untuk Memahami Pembangunan. Suatu Pengantar. Bandung, Penerbit
Angkasa.
----------. 1980. Persoalan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bandung, Penerbit Alumni.
Lerner, Daniel. 1958. The Passing of Traditional Society. Gieneoe III, The Free Press.
Muhaimin, Yahya. 1995. Masalah-masalah Pembangunan dan Politik. Cetakan ke-7. Yogyakarta,
Gajah Mada University Press.
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. 1996. Komunikasi Antar Budaya. Bandung, Penerbit PT.
Rosdakarya.
Quail, Dennis Mc. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta, Penerbit Erlangga.
Rahmat, Djalaludin. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung, Penerbit PT. Rosdakarya.
Rusli, Said dkk. 1981. Ilmu Kependudukan. Jakarta, Penerbit lembaga Study Pembangunan.
59
Universitas Sumatera Utara
Download