Korelasi Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Produktivitas Tenaga Kerja MelaluiPengembangan Infrastruktur Dian V. Panjaitan, SE1, M.Si, Dr. Tanti Novianti, SP, M.Si 2, Sri Retno Wahyu Nugraheni, SE3, M.Si Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract Infrastructure such as sea port, communications networks, and education can influence and accelerate economic integration, especially in the field of trade and investment. In Indonesia, infrastructure development still must be improved in view of the condition of the infrastructure is still low compared to Malaysia and Singapore. Infrastructure development requires large funds both from the government and from the private sector. So that the necessary priority of each type of infrastructure that is based on the amount of influence on the economic development of ASEAN. For the purpose of this study was to determine the influence of the condition of the sea port infrastructure, communications networks, and investments in infrastructure and education to economic development and labor productivity in the ASEAN countries. This study uses panel data from six ASEAN countries, namely Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam and the Philippines during the period 2001-2013. The analysis showed that the country's economic growth and labor productivity is significantly affected by the amount of private investment for infrastructure and telecommunications sectors as well as the number of people who use the phone. Keywords: infrastructure, productivity, economic growth, employment Abstrak Infrastruktur seperti pelabuhan laut, jaringan komunikasi, dan pendidikan,dapat mempengaruhi dan mempercepatintegrasi ekonomikhususnya di bidangperdagangan dan investasi.Di Indonesia, pembangunan infrastruktur masih harus ditingkatkan mengingat kondisi infrastuktur yang masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura. Pembangunan infrastruktur memerlukan dana besar, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari swasta, sehingga diperlukan skala prioritas dari setiap jenis infrastruktur yang ada berdasarkan besarnya pengaruh terhadap pembangunan ekonomi ASEAN. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kondisi infrastruktur pelabuhan laut, jaringan komunikasi, dan investasi di bidang infrastruktur serta pendidikan terhadap pembangunan ekonomi dan produktivitas tenaga kerja di negara ASEAN. Penelitian ini menggunakan data panel dari enam negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Philipina selama periode 2001-2013. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara dan produktivitas tenaga kerja signifikan dipengaruhi oleh besarnya investasi swasta untuk sektor infrastruktur dan telekomunikasi serta banyaknya masyarakat yang menggunakan telepon. Kata kunci: infrastruktur, produktivitas, pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja 1 Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB 3 Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB 2 1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan mengandung makna alokasi sumber daya, regulasi, dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat tingkat pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Apabila pertumbuhan ekonomi positif menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi dan sebaliknya. (Maqin, 2011). Simon Kuznets menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh akumulasi modal (investasi pada tanah, peralatan, prasarana dan sarana), sumber daya alam, sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas, kemajuan teknologi, akses terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi dan mengembangkan diri, serta budaya kerja (Todaro 2010).Output agregat yang dihasilkan suatu negara bergantung dari input dan produktivitas dari input yang digunakan. Prescott (1998) menyatakan bahwa terdapat perbedaan teknologi yang digunakan di hampir seluruh negara di dunia. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan mendasar pada total faktor produktivitas pada masing-masing negara. Selain itu, kebijakan publik yang selama ini dilakukan, cenderung mengarah pada sektor yang lebih menghasilkan, akibatnya besarnya investasi akan berbeda untuk masingmasing sektor (Canning 1999). Infrastruktur baik ekonomi maupun sosialmerupakan salah satu faktor pendukung pembangunanekonomi suatu negara.Bhattacharyay (2008) telah mengidentifikasi peran penting infrastruktur dalam pembangunan sosial ekonomi dan integrasi ekonomi, yaitu sebagai faktor dasar yang mampu mendorong perubahan ekonomi di berbagai sektor baik lokal maupun internasional. Pembangunan infrastrukur selain dapat memberikan akses lebih besar terhadap input untuk pertumbuhan ekonomi seperti sumber daya alam, teknologi, dan pengetahuan,juga dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan melalui penyediaan kebutuhan, seperti jalan, air, sanitasi, rumah sakit, klinik, sekolah, dan jaringan 2 telepon.Pembangunan infrastruktur juga mampu meningkatkan konektivitas fisik baik secara domestik maupun antar negara sehingga dapat memfasilitasi pergerakan barang dan jasa. Hal tersebut diperkuat oleh Kessedes (1993) yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa manfaat infrastruktur terhadap perekonomian, diantaranya adalah: (1) mengurangi biaya produksi, (2) memperluas kesempatan kerja dan konsumsi karena terbukanya daerah-daerah yang terisolasi, dan (3) menjaga stabilitas ekonomi makro melalui investasi pada infrastruktur yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan daya beli konsumen. Kurangnya ketersediaan infrastruktur mencipatakan hambatan-hambatan dalam pembangunan ekonomi Indonesia, yaitu (1) dapat menciptakan hambatan dalam perbaikan iklim investasi di Indonesia, (2) ketersediaan jaringan infrastruktur sangatpenting untuk memperlancar aktifitas perdagangan dan investasi, serta (3) mengatasi kesenjangan pembangunanekonomi antar negara-negara di Asia dan juga mempercepat integrasiperekonomian Asia. ASEAN sebagai salah satu kawasan yang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar perlu meningkatan pembangunan infrastrukturnya.Hasil penelitian terdahulu yang meneliti tentang pengaruh pengeluaran publik terkait infrastruktur baik ekonomi maupun sosial terhadap pembangunan ekonomi menghasilkan dua pendapat yaitu: Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa pengeluaran publik dapat meningkatkan pembangunan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Highum (2006), Kotakorpi dan Laamanen (2007), Guisan dan Exposito (2010), Hessami (2010), Kim (2011), dan Kiya (2012). Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa pengeluaran publik belum efektif dan efisien dalam meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pendapat diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Scully (2001), Bjornskov (2005), Eiji (2009), dan Kim (2011). Pendapat pertama mengatakan bahwa sektor-sektor pengeluaran publik yang dinilai memiliki peran besar dalam pembangunan suatu bangsa karena kemampuannya mendorong kesejahteraan masyarakat adalah sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor 3 infrastrukturekonomi.Pengeluaran publik yang dialokasikan untuk ketiga sektor tersebut sebenarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan sasarannya. Pertama, pengeluaran yang secara langsung memberi kontribusi terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Sasaran ini dapat diwujudkan melalui pengeluaran sektor pendidikan dan sektor kesehatan karena kedua sektor ini menyangkut kebutuhan dasar manusia. Kedua, pengeluaran yang dapat meningkatkan kapasitas ekononomi dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Satu-satunya jalan untuk mewujudkan sasaran ini adalah dengan membenahi sektor infrastruktur transportasi, karena seluruh aktivitas ekonomi membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini sesuai dengan pendapat Kessedes (1993) yang menyebutkan bahwa infrastruktur memberi manfaat bagi perekonomian secara mikro dan makro. Peran pemerintah sangatlah penting dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, baik infrastruktur ekonomi seperti transportasi maupun infrastruktur sosial seperti pendidikan. Walaupun anggaran pembiayaan infrastruktur di Indonesia dari APBN terus mengalami peningkatan selama kurun waktu 2010-2013 seperti yang terlihat pada Gambar 1, namun anggaran APBN untuk infrastruktur hanya sebesar 1.54 persen pada tahun 2010 dan meningkat menjadi sebesar 2.3 persen pada tahun 2013. Hal ini tentunya masih sangat kurang mengingat wilayah Indonesia yang cukup besar dan terbagi menjadi pulau-pulau. Walaupun telah ditambah dengan sumber pendanaan lain yang berasal dari sumbangan APBD, BUMN dan swasta, nilai tersebut masih tetap saja kurang dimana nilai ideal minimum anggaran untuk infrastruktur sebesar 5 persen dari total GDP. 4 Anggaran Pembiayaan Infrastruktur melalui APBN (IDR Triliun) % Anggaran APBN terhadap GDP % Investasi Pembiayaan Infrastruktur (APBN, APBD, BUMN, Swasta) 210 IDR Triliun 190 4.1 4.51 4.23 4.72 4.5 203.9 170 3 130 70 2.5 128.7 110 90 4 3.5 174.9 150 5 99.4 2.05 1.54 Persen 230 2.3 2 1.5 1.73 50 1 2010 2011 2012 2013 Tahun Sumber : Kementerian Keuangan dalam Priyarsono (2014) Gambar 1. Perkembangan Pembiayaan Infrastruktur Indonesia Tahun 2010 – 2013 Dukungan dari pihak swasta sangat dibutuhkan, sehingga terjalin kerjasama yang baik untuk perbaikan kedepannya apabila dirasa anggaran pemerintah masih jauh dari angka yang mencukupi. Untuk meningkatkan perhatian pihak swasta, pemerintah dapat melakukan beberapa langkah yang mendukung, diantara adalahdengan melakukan bantuan pembebasan lahan, subsidi operasional dan modal, serta jaminan resiko usaha. Peningkatan pengeluaran pemerintah atas infrastrukturjuga harus diikuti dengan efektifitas dan efisiensi dari pengeluaran tersebut.Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur yangdibangun dan agar tercipta transparansi dalam proses pengadaan barangdan pembangunan. Salah satu variabel infrastruktur ekonomi yang diduga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kondisi pelabuhan laut. Hasil penelitian LPEM UI (2005) menunjukkan bahwa biaya transportasi laut di Indonesia sangat tidak efisien, padahal transportasi laut ini merupakan pendukung utama perdagangan internasional, mengingat lebih dari 95 persen perdagangan internasional dilakukan melalui moda transportasi laut. Rata-rata biaya 5 transportasi laut mencapai US$ 0.54 per kilometer. Tingginya biaya transportasi laut ini diantaranya disebabkan karena kondisi logistik yang juga kurang mendukung, termasuk kualitas infrastruktur transportasi. Biaya logistik di Indonesia dari kawasan industri ke pelabuhan lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Apabila dibandingkan dengan jarak tempuh yang hampir sama, biaya logistik di Indonesia mencapai US$ 750, sedangkan di Malaysia mencapai US$ 450 . Sementara terkait infrastruktur sosial khususnya pendidikan dalam rangka pengembangan SDM, teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang saat ini didasari kepadakapasitas produksi tenaga manusia didalam proses pembangunan atau disebutjuga investment in human capital. Hal ini berarti peningkatan kemampuanmasyarakat menjadi suatu tumpuan yang paling efisien dalam melakukanpembangunan disuatu wilayah.Asumsi yang digunakan dalam teori human capital adalah bahwapendidikan formal merupakan faktor yang dominan untuk menghasilkanmasyarakat berproduktivitas tinggi. Teori human capital dapat diaplikasikandengan syarat adanya sumber teknologi tinggi secara efisien dan adanyasumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada. Teori inipercaya bahwa investasi dalam hal pendidikan adalah investasi dalamrangka meningkatkan produktivitas masyarakat. Salah satu tujuan penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja lebih-lebih bagi negara berkembang terutama Indonesia dimana pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Pemanfaatan sumber daya manusia yang ada pada sektor industri, merupakan kunci keberhasilan pencapaian tujuan pada sektor industri tersebut. Berhasil tidaknya suatu organisasi kerja dalam mencapai tujuan akan tergantung pada unsur manusianya.Pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pertumbuhan produktivitas, yaitu produktivitas total yang seimbang antara pertumbuhan investasi modal dan pertumbuhan 6 SDM (human capital/ knowledge) akan menghindarkan dari pertumbuhan ekonomi yang semu. Alokasi anggaran pengeluaran pemerintah terhadap pendidikan merupakanwujud nyata dari investasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.Pengeluaran pembangunan pada sektor pembangunan dapat dialokasikanuntuk penyediaan infrastruktur pendidikan dan menyelenggarakan pelayananpendidikan kepada seluruh penduduk Indonesia secara merata. Anggaranpendidikan sebesar 20 persen merupakan wujud realisasi pemerintah untukmeningkatkan pendidikan. Menurut E.Setiawan (2006) implikasi dari pembangunan dalampendidikan adalah kehidupan manusia akan semakin berkualitas. Dalamkaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional) semakin tinggikualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dankesejahteraan bangsa tersebut. Semakin tinggi kualitas hidup / investasisumber daya manusia yang kualitas tinggi akan berimplikasi juga terhadaptingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Masih rendahnya kualitas infrastruktur Indonesia berkaitan dengan permasalahan ketersediaan dan pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh kelembagaan, sumberdaya manusia dan terbatasnya kemampuan pembiayaan pemerintah terutama sejak krisis ekonomi 1997/1998. Sebelum krisis 1997/1998 alokasi pembiayaan infrastruktur sudah mencapai lebih dari 8 persen PDB, namun sejak krisis 1997/1998 terus mengalami penurunan. Walaupun saat ini sudah mengalami peningkatan kembali, namun belum bisa mencapai angka sebelum krisis 1997/1998. Apabila tingginya biaya logistik, biaya transportasi perdagangan, dan biaya produksi akibat ketidakefisienan infrastruktur secara keseluruhan tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada defisitnya neraca perdagangan Indonesia bila dibandingkan dengan beberapa negara di dunia. Hal ini pada akhirnya akanmenyebabkan tingginya biaya perdagangan internasional terutama biaya ekspor dan biaya impor. 7 Selain itu, kesepakatan perdagangan bebas antara beberapa negara terutama antar negara-negara ASEAN baik dalam barang maupun jasa akan memberikan efek negatif jika masalah biaya logistik yang mahal tidak segera diatasi. Dengan disepakatinya Integrasi ASEAN Economic Community/AEC di tahun 2015, maka pintu perdagangan untuk masuk ke kawasan Indonesia akan dibuka bebas dan negara manapun di Asia Tenggara akan bebas mengirimkan barang dengan tarif nol rupiah, sehingga, dengan keadaan biaya logistik yang tinggi maka akan menyebabkan produk dari Indonesia akan kalah bersaing dengan produk negara-negara Asia Tenggara lainnya dan produk impor akan menguasai pasar domestik. Demikian halnya dengan sektor jasa khususnya jasa transportasi laut, tentunya persaingan penggunaan armada angkutan akan semakin kompetitif.Demikian pula dengan jasa tenaga kerja akan semakin mobile yang pada akhirnya akan meningkatkan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk mengkaji sejauh mana infrastruktur mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tenaga kerja. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan data 6 negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan Malaysia pada periode 2001-2013. Brunei Darussalam, Laos, Myanmar, dan Kamboja tidak dianalisis karena keterbatasan data yang ada. Adapun variabel yang digunakan untuk mengetahui pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada persamaan 1, yaitu: lngdpi,t = ai + bteleponi,t + cinv_infa i,t + dlsci i,t + einternet i,t + feducation i,t + gtelecom i,t + eror dimana: Lngdpi,t : Pertumbuhan ekonomi (persen) dan produktivitas tenaga kerja Teleponi,t : Jumlah penduduk yang berlangganan telepon termasuk pasca bayar dan prabayar (per 1000 orang) inv_infa i,t : Investasi swasta di sektor transportasi (US$) 8 lsci i,t : Kualitas konektivitas terhadap pelayaran internasional internet i,t : Jumlah pengguna internet (per 1000 orang) education i,t : Persentase Pengeluaran publik untuk pendidikan terhadap pengeluran pemerintah telecom i,t : Investasi swasta di sektor telekomunikasi (US$) Analisis dilakukan dengan metode panel data sesuai dengan model penelitian dan semua variabel dibuat dalam bentuk logaritma natural (log). Analisis dilakukan untuk menganalisissejauh mana pengaruh infrastruktur, tidak hanya terhadap pertmbuhan ekonomi tapi juga terhadap produktivitas negara-negara ASEAN. Hasil dan Pembahasan Menurut ekonom klasik Adam Smith,pertumbuhan ekonomi dipengaruhi olehdua faktor utama yakni pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhanekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sektor-sektor dalam menggunakan faktor- faktorproduksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui berbagai sarana pendidikan, pelatihandan manajemen yang lebih baik. Teori mengenai pertumbuhan ekonomi ini semakin berkembang sampai pada teori pertumbuhan endogen yang mengasumsikan bahwa teknologi bersifat endogen, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan sumber daya manusia. Berdasarkan teori yang ada maka terdapat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan produktivitas yang dibuktikan dari hasil analisis korelasi kedua variabel tersebut sebesar 85 persen. Hasil dari Granger Causality Test menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan tidak sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi baru dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja setelah lag ke-3. Hal ini dapat dipahami jika melihat bagaimana kondisi produktivitas tenaga kerja dari negara-negara ASEAN yang masih relatif rendah. 9 Tabel 1. Hasil Analisis Korelasi dan Granger Causality Test Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Produktivitas Tenaga Kerja Negara-negara ASEAN Pertumbuhan_ekonomi Produktivitas Nilai Korelasi Pertumbuhan_ekonomi 1 0.85 Produktivitas 0.85 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. 54 3.43902 0.0242 1.93554 0.1367 Pertumbuhan_ekonomi does not Granger Cause produktivitas produktivitas does not Granger Cause Pertumbuhan_ekonomi Keterangan: Hasil Granger causality test menunjukkan nilai prob. 0.0242 < taraf nyata 5% sehingga disimpulkan untuk tolak hiptesis (H0). Produktivitas tenaga kerja di Singapura sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yakni 20 kali dari produktivitas tenaga kerja di Indonesia, dan 15 kali dari produktivitas tenaga kerja di Thailand, serta 5 kali dari produktivitas tenaga kerja Malaysia. (Tabel 2). Tabel 2. Produktivitas Tenaga Kerja Negara-negara ASEAN (Output per Tenaga Kerja) Tahun Indonesia Philipina Singapura 2001 1.8 2.6 56.4 2002 2.1 2.7 58.4 2003 2.5 2.7 60.4 2004 2.6 2.9 70.0 2005 3.0 3.2 77.3 2006 3.7 3.7 82.3 2007 4.2 4.5 99.8 2008 4.9 5.1 103.8 2009 5.0 4.8 NA 2010 6.5 5.5 NA 2011 7.8 6.0 137.1 2012 7.8 6.7 140.6 2013 7.7 7.2 144.9 Sumber: ILO dan WDI (2014), diolah Thailand 3.5 3.7 4.1 4.5 4.9 5.7 6.7 7.2 NA NA 8.8 9.2 9.9 Vietnam 0.9 0.9 1.0 1.2 NA NA NA NA NA NA NA NA 3.3 Malaysia 9.9 10.6 11.2 12.5 14.3 15.8 18.4 21.7 18.6 21.0 23.5 24.0 23.7 Untuk menganalisis bagaimana pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, infrastruktur yang dianalisis adalah jumlah pengguna telepon, investasi swasta di sektor transportasi dan telekomunikasi, anggaran pendidikan, LSCI (menggambarkan kondisi 10 pelabuhan laut), dan jumlah pengguna internet. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan oleh pihak swasta di bidang transportasi dan telekomunikasi positif dan signifikan dalam meingkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Sedangkan investasi pemerintah dalam bidang pendidikan berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya, peningkatan anggaran untuk pendidikan ternyata malah menurunkan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh dampak dari pendidikan dapat dirasakan dalam jangka panjang dan tidak langsung.Pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan meningkatkan rasio output per tenaga kerja (produktivitas). Dengan adanya infrastruktur yang memadai secara kualitas dan kuantitas akan dapat membuat kegiatan perekonomian menjadi lebih efisien. Produksi barang dan pemasaran barang tersebut menjadi lebih mudah dilakukan, lebih berdaya saing karena biaya transportasi yang semakin rendah. Investasi swasta ternyata lebih mampu untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN karena jika hanya mengandalkan investasi pemerintah maka tidak cukup untuk membangun infrastruktur. Anggaran untuk pembangunan infrastruktur hanya berupa anggaran rutin dengan share yang relatif rendah terhadap GDP. Variabel lain yang signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah infrastruktur komunikasi yang dilihat dari banyaknya pengguna telepon di negara-negara ASEAN. Telepon merupakan sarana komunikasi yang mudah, murah dan dapat diakses semua orang. Kemudahan dalam komunikasi akan membuat perencanaan suatu pekerjaan, evaluasi, dan tindak lanjut dari suatu kegiatan menjadi lebih terorganisir. Berdasarkan variabel yang signifkan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maka dapat dilihat bahwa infrastruktur yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah jumlah investasi swasta di sektor telekomunikasi, jumlah pengguna telepon (pra dan pasca bayar), serta investasi swasta untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan 11 di sektor telekomunikasi menjadi penting terutama di daerah pedesaan untuk menyampaikan informasi komunitas pedesaan, memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan, serta mendukung pengembangan daerahpedesaan. Tabel 3. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Variabel dependent: Pertumbuhan Ekonomi Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INV_INFA 0.005059 0.001606 3.150682 0.0050* INTERNET 0.000299 0.002949 0.101445 0.9202 LSCI -0.000814 0.001397 -0.582902 0.5665 TELEPON 0.004513 0.000397 11.37893 0.0000* TELECOM 0.085676 0.029378 2.916334 0.0085* EDUCATION -0.004654 0.001522 -3.057877 0.0062* C 2.364799 0.264060 8.955541 0.0000* R-squared 0.992974 Variabel dependent: Produktivitas INV_INFA 0.003253 0.000939 3.463902 0.0028* INTERNET -0.001398 0.002688 -0.520118 0.6093 LSCI -0.001422 0.001757 -0.809507 0.4288 TELEPON 0.004565 0.000400 11.40053 0.0000* TELECOM 0.091970 0.017570 5.234415 0.0001* EDUCATION -0.005888 0.001019 -5.780049 0.0000* C 5.781206 0.197377 29.29010 0.0000* R-squared0.992674 Keterangan: *) Signifikan pada taraf nyata 1% **) Signifikan pada taraf nyata 5% Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman-pengalaman di negara lain. Contohnya, India telah melalui proses pengembangan inisiatif informasi dan komunikasi di daerah pedesaan. Berbagai macam model, didukung baik oleh sektor umum maupun swasta, telah diuji-coba dengan sukses. Misalnya adalah satu model dari ITC, perusahaan swasta besar, yaitu e-choupal initiative, adalah intervensi informasi teknologi terbesar yang dimiliki suatu perusahaan di daerah pedesaan India. Dengan menyampaikan informasi secara langsung dan pengetahuan yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan petani 12 dalam membuat keputusan, e-choupal membantu menyelaraskan antara hasil pertanian dan kebutuhan pasar, serta menuju tercapainya perbaikan kualitas, produktifitas, dan meningkatkan pendeteksian harga. Dimulai tahun 2000, e-choupal sekarang ini telah mencakup 6 negara bagian, 25.000 desa, dan melibatkan 2,5 juta petani. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangan telekomunikasi di India sama dengan di Indonesia, yaitu infrastruktur pedesaan yang lemah dan kapasitas sumber daya manusia yang rendah. Akan tetapi, inisiatif pengembangan telekomunikasi di daerah pedesaan telah melambung di India dalam kurun waktu 5-8 tahun terakhir ini. Kios di daerah pedesaan berfungsi sebagai pusat komunikasi, pusat pelatihan virtual, pusat bantuan untuk pengusaha di daerah pedesaan, tempat perdagangan, pusat layanan finansial dan asuransi, dan lain-lain. Proyek-proyek ini memberikan pengaruh penting untuk kawula muda, wanita dan anak-anak secara tidak langsung. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dipengaruhi besarnya investasi yang dilakukan untuk pengembangan infrastruktur seperti investasi swasta di bidang transportasi dan telekomunikasi. Penelitian ini tidak memasukkan unsur investasi/pengeluaran pemerintah untuk belanja infrastruktur karena adanya keterbatasan data. Data indikator pengeluaran pemerintah yang tersedia hanya untuk anggaran pendidikan yang ternyata berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Sedangkan variabel yang menunjukkan banyaknya pengguna internet di negara-negara ASEAN tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Indikasinya adalah masyarakat belum dapat memaksimalkan penggunaan internet untuk kepentingan usaha ataupun meningkatkan nilai tambah perekonomian.Begitu juga dengan variabel LSCI yang tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN.Variabel LSCI menggambarkan seberapa baik suatu negara terhubung ke jaringan pengiriman globalberdasarkan lima komponen sektor transportasi maritim yaitu jumlah kapal, kapasitas 13 kontainer pembawa mereka, ukuran kapal maksimal, sejumlah layanan, dan jumlah perusahaan yang menyebarkan kontainer kapal di pelabuhan suatu negara. Ternyata peningkatkan konektivitas dari jaringan global (LSCI) tidak serta merta meningkatkan Persen pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN yang dianalisis. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Nasional Asing T.2004 3.5 T.2005 5 T.2006 5.7 T.2007 5.9 T.2008 7.1 96.5 95.9 94.3 94.1 92.9 Sumber : Bappenas (2012) Gambar 2. Pangsa Pasar Angkutan Laut Luar Negeri Oleh Armada Nasional dan Asing Perbaikan konektivitas ini hanya bermanfaat bagi negara besar yang sudah memliki infrastruktur kapal yang sudah memadai. Variabel LSCI berpengaruh negatif terhadap kinerja neraca perdagangan sektor pertanian Indonesia. Dari negara yang dianalisis hanya Malaysia dan Singapura yang menunjukkan kondisi yang baik dari tiap Indikator variabel LSCI seperti jumlah dan muatan kapal yang besar. Untuk Indonesia, Perbaikan kualitas pelabuhan jika dilihat dari indikator LSCI berarti harus ada perbaikan dari sisi jumlah kapal, kapasitas kontainer, ukuran kapal dan jumlah perusahaan yang menyebarkan kontainer kapal di pelabuhan suatu negara. Di Indonesia, semua indikator LSCI tersebut sebagian besar masih dikuasai oleh pihak asing terutama untuk kegiatan logistik ekspor-impor. Hingga saat ini jumlah perusahaan perkapalan di Indonesia mencapai 240 perusahaan dengan dominasi kapal asing yang dikelola oleh shipping/operators Indonesia. Untuk pangsa pasar angkutan luar negeri, armada nasional hanya mampu menyerap pangsa pasar kurang dari 10 persen, dengan 14 kecenderungan yang meningkat walaupun relatif kecil (Gambar 2). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut 2012, pangsa muatan pelayaran nasional untuk angkutan luar negeri sebesar 9.86 persen dari total 532.5 juta ton atau pelayaran nasional hanya mampu mengangkut 52.5 juta ton. Rendahnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia secara garis besar disebabkan oleh pendidikan pekerja yang masih rendah yaitu SD atau SLTA dengan keterampilan yang masih minim. Hal ini berdampak pada rendahnya upah yang dterima oleh pekerja tersebut. Berdasarkan teori upah efisiensi maka upah yang rendah akan mengakibatkan produktivitas yang rendah. Bukan perkara mudah untuk meningkatkan upah tenaga kerja karena pihak perusahaan ingin minimisasi biaya produksi demi menjaga daya saing. Indonesia memiliki tidak kurang dari 55,5 juta pekerja yang hanya berpendidikan SD ataulebih rendah, hal yang mengakibatkan produktivitas buruh di Indonesia dinilairendah. Pemerintah harus serius mengatasi masalah ini agar kompetensi pekerjadapat memenuhi kebutuhan pasar kerja dan memperoleh upah layak. Disampingpersoalan produktivitas, lemahnya daya saing perusahaan di Indonesia juga disebabkanoleh inefiensi, biaya logistik, pungutan ilegal, birokrasi lambat, dan lainnya. Hasil penelitian untuk kasus ASEAN menunjukkan bahwa anggaran pemerintah untuk pendidikan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa kondisi ini juga terjadi di Indonesia dimana peningkatan anggaran untuk pendidikan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini, anggaran pendidikan yang dimaksud merupakan pengeluaran pemerintah pada lembaga pendidikan (baik negeri maupun swasta), administrasi pendidikan, dan subsidi untuk swasta (mahasiswa/ rumah tangga dan entitas swasta lainnya).Sehingga hasil analisis menunjukkan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pendidikan. Pengeluaran untuk pendidikan yang lebih berperan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah pengeluaran 15 pendidikan yang langsung untuk pelatihan, keterampilan, dan pembangunan sekolah. Akan tetapi, data tersebut tidak tersedia sehingga tidak dapat digunakan untuk analisis. Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pengeluaran untuk pendidikan belum tepat sasaran untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktifitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang produktif akan dapat menghasilkan output yang lebih banyak dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Sehingga perusahaan menjadi lebih efisien dari sisi biaya tenaga kerja (biaya produksi). Dengan keterampilan dan pengetahuan yang cukup (dapat dilihat dari tingkat pendidikan) maka rasio antara output per tenaga kerja menjadi lebih tinggi. Untuk kasus Indonesia, dalam upaya peningkatan produktivitaspekerja, diperlukan komitmen dan peran aktif pemerintah daerah untuk menyelenggarakan berbagai jenis programpelatihan yang dibutuhkan. Peningkatan produktivitaspekerja sangat penting untuk dilakukan sebagai upayaperbaikan efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi. Tingkat produktivitas pekerja dipengaruhi olehketerampilan sesuai dengan tingkat pendidikan yangdimilikinya. Faktanya, sebagian besar tenaga kerja diIndonesia merupakan lulusan SLTA yang masih minim dalamhal keterampilan dan keahlian yang dimiliki.Dinas tenaga kerja masih belum memprioritaskananggaran yang memadai bagi penyelenggaraanpendidikan dan pelatihan untuk para pencari kerja,sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut ini. Pelatihan tenaga kerja cukup penting untukmeningkatkan produktivitas tenaga kerja. Penyelenggarapelatihan ini dapat dari pemerintah daerah maupun swasta. Menurut KPPOD (2013) di beberapa daerah, pelatihan tenaga kerjaseringkali diadakan oleh perusahaan. Padahal penyediaanpelatihan tenaga kerja merupakan salah satu kewajiban pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Regulasi ketenagakerjaan yang mengatur tentang pelatihan tenaga kerja lebih menitikberatkan pada besarnya pungutan yang harus dibayarkan pengusahauntuk memperoleh izin penyelenggaraan pelatihan. 16 Kesimpulan Faktor yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN adalah investasi swasta di bidang infrastruktur dan telekomunikasi, serta banyaknya pengguna telepon. Sedangkan peningkatan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh anggaran pemerintah untuk pendidikan yang dimaksud merupakan bantuan untuk administrasi sekolah dan bantuan untuk mahasiswa. Faktor-faktor tersebut juga signifikan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di negara-negara ASEAN. Implikasi Kebijakan Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tenaga kerja dibutuhkan investasi baik pada sektor infrastruktur maupun komunikasi, sehingga kebijakan terkait dengan bagaimana menarik minat investor perlu dilakukan oleh pemerintah. Beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah seperti menstabilkan perekonomian dan kondisi politik di Indonesia. Perlunya evaluasi dalam pengalokasian anggaran pendidikan agar lebih tepat sasaran dan pada akhirnya mampu untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Daftar Pustaka APEC Secretariat. (2011).The Impact and Benefita of Structural reforms in The Transport, Energy and Telecommunications Sector in APEC Economies. Austria, M. (2003). Liberalization and Deregulation in The Domestic Shipping Industry : Effects on Competiton and Market Structure.Philippine Journal of Development Number 55, Vol XXX, No. 1 First Semester 2003. Bilkent University, Centre for International Economics. (2005). Impact of Liberalization of Trade in Services : Banking, Telecomunications and Martime Transport in Egypt, Marocco, Tunisia dan Turkey. Bjornskov, C., Dreher, A., Fischer, Justina A.V. (2005). The Bigger The Better? Evidence of the Effect of Government Size on Life Satisfaction Around The World.Economic Working Paper Series 05/44. 17 Burkovskis, R dan Ramunas, P.(2005).The Impact of Liberalization of Transportation Market on The Activities of Freight Railway Enterprises in Lithuania. Journal Transport and Telecommunication Vol 6 N. 1. 2005. Canning, D. (1999). Infrastructure’s Contibution to Agregate Output. Policy Research Working Paper. Dee, P and Findlay, C. (2008). Trade in Infrastructure services : A Conceptual Framework, In Handbook of International Trade in Services. Oxford University Press. Oxford 338555. Dollar, D., Aart K. (2001). Trade, Growth, and Poverty. The World Bank Policy Research Working paper No. 2615. Eiji, Y. (2009). The Influence of Government Size on Economic Growth and Life Satisfaction, A Case Study From Japan. Munich Personal RePEc Archive. (No. 17879). Firman, A. (2007). Dampak Sektor Transportasi terhadap Sektor Pertanian dan Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Guisan, M.C. dan Exposito, P. (2010). Health Expenditure, Education, Government Effectiveness and Quality of Life in Africa and Asia. Regional and Economic Studies. Vol.10 (No.1). Hessami, Z. (2010). The Size and Composition of Government Spending in Europe and Its Impact on Wellbeing.MPRA Paper (No.21195). Highum, E. (2006). Political Economy and ‘Quality of Life’ in the Early Twenty-First Century: Economic Versus Political Factors.Makalah disajikan dalam Annual Meeting of the International Studies Association, San Diego, California, USA, March 22 2006. Kessides, C. (1993). The Contribution of Infrastructure to Economic Development. A Review of Experience and Policy Implication. Second printing. Washington: The International Bank for Reconstruction and Development/ The world Bank Washington printing. Kim, J dan June, D.K. (2003). Liberalization of Trade in Services and Productivity Growth in Korea.NBER- East Asia Seminar on Economic (EASE) Volume 11. University of Chicago Press. Kim, S, dan Kim, D. (2011). Does Government Make People Happy? Exploring New Research Direction for Government’s Roles in Happiness.Journal of Happiness 18 Studies An Interdisciplinary Forum on Subjective Well-Being. Vol.7 (No.2): 13894978. Kiya, K. (2012). Life Satisfaction and Public Finance: Empirical Analysis Using U.S. Micro Data. Department of Economics University of Washington, Seatle WA 98195. Kotakorpi, K., dan Laamanen, J. P. (2010). Welfare State and Life Satisfaction: Evidence From Public Health Care. Economica, Vol. 33 (No.307): 565–583. Krugman, P. R dan Maurice, O. (2003). International Economics : Theory and Policy. Sixth Edition. Perason Education, Inc. Boston. Mangkoesoebroto, G. (1993). Ekonomi Publik Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE. Maqin, A. (2011). Pengaruh Kondisi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat. Jurnal Trikonomika. Volume 10, No. 1, Juni 2011. Priyarsono, D.S. (2014). Beberapa Masalah dan Kebijakan Publik tentanhg Infrastruktur : Tinjauan dari Perspektif Ilmu Ekonomi. Bahan Presentasi Orai Ilmiah Guru Besar IPB. Bogor. Scully, G. W. (2001). Government Expenditure and Quality of Life.Public Choice (No.108): 123-145. Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi 7. Terjemahan oleh Haris Munandar. 2000. Jakarta: Penerbit Erlangga. Wollny, I., Apps, J., Henricson, C. (2010). Can Government Measure Family Wellbeing?. London: Family and Parenting Institute printing Ltd. WorldBank. (2008). Anditya, M, Robert, M.S, Gianni, Z. A. Handbook of International Trade In Services. Oxford University Press. WTO. (2010). International Trade Statistik 2010. WTO Switzerland. Yonk, R. M. dan Reill, S. (2011). Applied Reserach Quality of Life, Citizen Involement & Quality of Life: Exit, Voice and Loyalty in a Time of Direct Democracy. DOI 10.1007/s11482-011-9142-x. 19