BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian

advertisement
8
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teori
2.1.1
Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah terjemahan dari “Problem Solving”. Pemecahan masalah
adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan
memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang tepat dan cermat. (Oemar Hamalik, 1994: 152).
Dengan demikian, pendekatan pemecahan masalah adalah sebuah pendekatan
pembelajaran yang berupaya membahas permasalahan untuk mencari pemecahan
atau
jawabannya.
Dengan
pendekatan
pemecahan
masalah,
dapat
menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, karena
siswa diarahkan untuk belajar memecahkan suatu masalah menurut prosedur kerja
metode ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris,
sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu,
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan
fakta yang jelas. (Ambarjaya, 2012: 91)
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (dalam Ambarjaya, 2012: 107),
problem solving atau pemecahan masalah
bukan hanya sekedar pendekatan
mengajar, tapi juga merupakan metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat
9
mengunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada
menarik kesimpulan. Penggunaan problem solving mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan
b. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut
d. Menguji kebenaran jawaban tersebut
e. Menarik kesimpulan
Polya (dalam Mayasari, 2007: 10-11) mengemukakan bahwa di dalam
matematika terdapat dua macam masalah, yaitu masalah untuk menemukan dan
masalah untuk membuktikan. Selanjutnya Polya mengemukakan bahwa kegiatankegiatan yang diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah di dalam matematika
seperti :
1. Penyelesaian soal cerita dalam buku teks
2. Penyelesaian soal-soal non rutin atau memecahkan teka-teki
3. Penerapan matematika dalam dunia nyata
4. Menciptakan dan meguji konjegtur matematika.
Lebih lanjut Polya mengemukakan bahwa 4 langkah yang dapat ditempuh
dalam pemecahan masalah yaitu :
10
1. Memahami masalah
Langkah ini penting dilakukan sebagai tahap awal dari pemecahan
masalah agar siswa dengan mudah mencari penyelesaian suatu masalah yang
diajukan siswa diharapkan dapat memahami kondisi soal atau masalah
meliputi : mengenali soal, menganalisis soal dan menterjemahkan informasi
yang diketahui dan ditanyakan pada soal tersebut. Polya (dalam Didin, 2006 :
12-14) pada soal yang perlu diperhatikan siswa dalam memahami masalah
antara lain : Apakah yang tidak diketahui atau yang ditanyakan, data yang
diberikan, bagaimana kondisi soal dan buatlah gambar atau notasi yang
sesuai.
2. Membuat rencana pemecahan
Perencanaan ini penting dilakukan karena pada saat siswa mampu
membuat suatu hubungan dari data yang diketahui dan tidak diketahui maka
siswa dapat menyelesaikannya dari pengetahuan yang diperoleh sebelumnya,
pada tahap ini diharapkan dapat menggunakan persamaan atau aturan
membuat rencana penyelesaian diantaranya : Pernahkah anda menemukan
soal seperti ini sebelumnya, perhatikan apa yang ditanyakan, jika soal serupa,
dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah sekarang,
andaikan soal yang baru belum dapat diselesaikan, coba pikirkan soal serupa
untuk menyelesaikan soal baru.
11
3. Melakukan perhitungan
Langkah perhitungan ini siswa dapat terlihat paham atau tidak
pahamnya terhadap masalah, disamping itu dapat melihat apakah siswa dapat
menilai penyelesaian yang dibuatnya sudah benar atau belum, pada tahap ini
siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam yang
diperlukan termasuk rumus yang sesuai. Siswa harus dapat membentuk
sistematika yang lebih baku dalam arti rumus-rumus yang digunakan
merupakan rumus yang siap digunakan sesuai dengan apa yang ditanyakan
soal sehingga dapat sesuai dengan rencana pemecahannya. Hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan perhitungan diantaranya : Melaksanakan
rencana pemecahan, Periksalah setiap langkah, apakah perhitungannya sudah
benar, apakah siswa dapat membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah
benar .
4. Memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh
Meneliti atau menelaah kembali setiap tahap yang telah dilakukan,
dengan demikian kesalahan dan kekeliruan dalam penyelesaian soal dapat
dihindari dan ditemukan sebelumnya. Hal ini perlu diperhatikan dalam
memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh, diantaranya : apakah siswa
dapat memeriksa hasilnya, apakah siswa dapat memeriksa alasannya, apakah
siswa dapat memperoleh hasil yang berbeda, apakah siswa dapat
menggunakan hasil atau metode untuk masalah yang lainnya.
12
Perbedaan waktu yang diperlukan untuk memecahkan masalah bergantung
pada perbedaan individual yakni :
1. Banyaknya aturan-aturan yang dikuasai
2. Kecepatan untuk mengingat kembali aturan-aturan itu
3. Kecepatan atau kelancaran pelajar memikirkan hipotesis (kreativitas)
4. Ketajaman membedakan konsep-konsep,
5. Memandang masalah itu sebagai suatu hal dalam kategori yang lebih umum
dan dengan demikian membuktikan kebenaran jawabannya. (Nasution: 172).
2.1.2
Pembelajaran Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem
Solving)
Sebagai
seorang
guru
dibutuhkan
pengetahuan
tentang
pendekatan
pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Problem
solving sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang mengutamakan pada
pamahaman siswa dengan cara memperkaya, memperdalam dan memperluas
pemahaman siswa dalam pemecahan masalah, dapat dijadikan salah satu alternatif
pendekatan dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan pembelajaran
matematika identik dengan pemecahan masalah khususnya dalam menyelesaikan
soal-soal matematika.
Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tapi peran
13
guru dalam pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator artinya guru hanya memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada siswa untuk menemukan sendiri pemecahan dari
suatu masalah matematik. Soal atau persoalan bagi anak yang satu merupakan
pemecahan masalah sedangkan bagi yang lain tidak, sehingga menjadi tugas guru
untuk menyeleksi atau membuat soal-soal yang merupakan soal pemecahan masalah.
Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan inti dalam
pembelajaran matematika khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Mayer (dalam Edi, 2005)
“National Council of Teacher of mathematics” telah merekomendasikan bahwa
pemecahan masalah merupakan fokus dari pelajaran matematika di sekolah.
Sedangakan Muncarno (dalam Edi, 2005) menyatakan pembelajaran matematika
yang dilaksanakan dengan langkah-langakah pemecahan masalah kepada siswa
cenderung dapat memotivasi siswa dalam belajar, hal ini diperkuat oleh Russefendi
(1980: 222) yang menyatakan salah satu sebab siswa perlu dilatih menyelesaikan
persoalan yang berupa pemecahan masalah adalah agar dapat menimbulkan
keingintahuan dan adanya motivasi serta menumbuhkan sifat kreatif siswa.
Pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) akan menjadi salah satu
yang penentu keberhasilan pembelajaran matematika di sekolah, sehingga
pengintegrasian pemecahan masalah selama proses pembelajaran berlangsung
hendaknya menjadi suatu keharusan. Siswa tidak akan tertarik untuk belajar
memecahkan masalah jika ia tidak tertantang untuk mengerjakannya. Hal ini
14
menunjukkan pentingnya tantangan serta konteks yang ada pada suatu masalah untuk
memotivasi para siswa. Siswa akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk
memecahkan suatu masalah yang diberikan gurunya jika mereka menerima tantangan
yang ada pada masalah tersebut.
Pembelajaran pemecahan masalah atau belajar memecahkan masalah
dijelaskan Cooney et al (dalam Fadjar) sebagai berikut : “… the action by which a
teacher encourages students to accept a challenging question and guides them in
their resolution” artinya pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu tindakan
(action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima
tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para siswa dalam proses
pemecahannya.
Menggunakan pembelajaran pendekatan pemecahan masalah (problem
solving) dapat diberikan di awal kegiatan sebagai tantangan bagi para siswa. Dengan
masalah ini, para siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi atau menyelidiki
tentunya dengan pertanyaan-pertanyaan dari guru atau pertanyaan-pertanyaan yang
muncul dari para siswa sendiri dalam bentuk pemecahan masalah, sehingga teorema,
rumus, dalil, pengertian maupun konsep baru dapat dimunculkan dari masalah yang
dikemukakan pada awal kegiatan ini. Dengan cara ini, para siswa dilatih dan
dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran
berlangsung sehingga pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun
sendiri (dikontruksi) oleh siswa.
15
2.1.3
Penggunaan Multimedia Dalam Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran merupakan suatu pilihan bagi guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Media pembelajaran dapat memfasilitasi
proses belajar siswa dalam pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam meyelesaikan suatu masalah matematika. Pembelajaran
berbasis multimedia adalah Pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi atau disebut
dengan media pembelajaran berbasis multimedia
interaktif.
Penggunaan media pembelajaran dimaksudkan untuk membantu guru dalam
penyampaian materi dan juga membantu siswa dalam memahami materi yang
diajarkan. Selain itu muatan materi pelajaran dapat dimodifikasi menjadi lebih
menarik dan mudah dipahami, tujuan materi yang sulit akan menjadi mudah, suasana
belajar yang menegangkan menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan media
pembelajaran berbasis multimedia kita dapat memadukan media-media dalam proses
pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan berkembang dengan baik serta
dapat membantu guru menciptakan pola penyajian yang interaktif. Berdasarkan
definisi Hofstetter (2001) “Multimedia interaktif adalah pemanfaatan komputer untuk
menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak ( video dan animasi ) menjadi
satu kesatuan dengan link dan tool yang tepat sehingga memungkinkan pemakai
multimedia dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi”.
16
Keuntungan dan kelebihan menggunakan multimedia interaktif dalam
pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif
2. Pengajar/guru akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari
terobosan pembelajaran
3. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar
atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya
tujuan pembelajaran.
4. Menambah motivasi siswa selama proses belajar mengajar sehingga
didapatkan tujuan pembelajaran yang diinginkan
5. Mampu menvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan
hanya sekedar dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional
6. Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan
Darnawan (2012: 60) Lebih terperinci pengembangan pembelajaran multimedia dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
17
Analisis kebutuhan
pembelajaran dan
analisis Kurikulum
1. Identifikasi Program
Analisis kebutuhan
pembelajaran dan
analisis Kurikulum
Judul, Tujuan, Materi, Sasaran
tujuan
2. Membuat Flow Chart
6. Finishing
Uji coba program dan Revisi
Sesuai dengan model yang
digunakan
3. Membuat Story Board
Uraian dan Flowcart diperinci
setiap frame, slide
5. Pemgraman
Menggabungkan seluruh
bahan (Grafis, Animasi, Video,
Audio)
4. Mengumpulkan Bahan
Grafis, Animasi, Video, Audia
Gambar 2.1. Siklus Pengembangan Pembelajaran Multimedia
Menurut Sutopo sebagaimana dikutip oleh Juhaeri (2010), multimedia dapat
digunakan untuk bermacam-macam bidang pekerjaan, tergantung dari kreatifitas
untuk mengembangkannya. Setelah mengetahui defenisi dari multimedia serta
elemen-elemen multimedia yang ada, serta aplikasi-aplikasi yang saat ini digunakan
18
pada bidang kehidupan, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari penggunaan
multimedia adalah sebagai berikut :
1. Multimedia dalam penggunaannya dapat meningkatkan efektivitas dari
penyampaian suatu informasi
2. Penggunaan multimedia dalam lingkungan dapat mendorong partisipasi,
keterlibatan serta eksplorasi pengguna tersebut
3. Aplikasi multimedia dapat merangsang panca indera, karena dengan
penggunaannya multimedia akan merangsang beberapa indera penting
manusia, seperti : Penglihatan, pendengaran, aksi maupun suara. Dalam
pengaplikasiannya multimedia akan sangat membantu penggunanya.
4. Dalam implementasinya, instructional design dapat dipahami sebagai sebuah
proses, disiplin ilmu, sains dan realita. Hal ini seperti dikemukakan dalam
ARL (Applied Research Laboratory ) Penn State University (2007), yaitu :
a. Desain instruksional sebagai suatu proses. Desain instruksional adalah
pengembangan
sistematis
dari
spesifikasi
instruksional
yang
digunakan dalam pembelajaran serta teori instruksional untuk
menjamin kualitas pengajaran.
b. Desain instruksional adalah seluruh proses analisis kebutuhan dan
tujuannya serta pengembangan sistem pengiriman untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Desain ini termasuk pengembangan bahan ajar,
aktifitas pembelajaan, uji coba dan evaluasi dari seluruh kegiatan
belajar mengajar.
19
c. Desain instruksional sebagai sebuah disiplin. Desain pembelajaran
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
penelitian dan teori tentang strategi pembelajaran dan proses untuk
mengembangkan dan menerapkan strategi-strategi tersebut.
d. Desain instruksional sebagai ilmu pengetahuan. Desain instruksional
adalah ilmu tentang bagaimana menghasilkan spesifikasi rinci untuk
pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan situasi yang
dapat memfasilitasi pembelajaran dari unit baik besar dan kecil dari
semua tingkat yang kompleks.
e. Desain instruksional sebagai realitas desain instruksional dapat mulai
pada setiap titik dalam proses desain. Seringkali sebuah ide
dikembangkan
untuk
memberikan
inti
dari
sebuah
situasi
pembelajaran.
2.1.4
Pembelajaran Problem Solving Berbasis Multimedia
Pembelajaran problem solving berbasis multimedia yang dimaksud adalah
pembelajaran yang menggabungkan pendekatan pemecahan masalah (problem
solving) dengan penggunaan multimedia interaktif. Pendekatan pemecahan masalah
(problem solving) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa melainkan peran guru dalam pembelajaran ini
hanya sebagai fasilitator artinya guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan
kepada siswa, sehingga penggunaan multimedia dalam pendekatan problem solving
20
dirasa perlu karena dilihat dari tujuan pembelajaran multimedia yaitu untuk
membantu guru dalam penyampaian materi dan juga membantu siswa dalam
memahami materi yang diajarkan. Selain itu muatan materi pelajaran dapat
dimodifikasi menjadi lebih menarik dan mudah dipahami, tujuan materi yang sulit
akan menjadi mudah, suasana belajar yang menegangkan menjadi menyenangkan.
Penggunaan multimedia dalam pembelajaran dengan pendekatan problem
solving, akan memanfaatkan beberapa program seperti Photoshop, Sony Vegas,
Movie Maker, Macro Media untuk menggabungkan teks, grafik, audio, animasi
menjadi sebuah video pembelajaran yang nantinya digunakan pada saat pembelajaran
berlangsung.
Berikut
penjelasan
dari
desain
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan problem solving berbasis mulitimedia interaktif :
1. Memahami masalah
Pada tahap awal dari problem solving yaitu memahami masalah, penggunakan
multimedia memiliki peran yang sangat penting. Pemahaman awal yang benar dari
suatu masalah matematika akan mengantarkan siswa untuk dapat menterjemahkan
informasi yang diketahui dan ditanyakan dari suatu masalah matematika. Penggunaan
multimedia pada tahap ini bertujuan untuk menyajikan suatu masalah matematika
menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami oleh siswa. Masalah/soal matematika
yang akan diselesaikan oleh siswa akan ditampilkan dalam bentuk sebuah video
pembelajaran dimana pada video tersebut informasi yang harus siswa pahami seperti
21
hal yang diketahui dan ditanyakan akan diperjelas baik dari aspek audio, teks maupun
gambarnya.
2. Membuat rencana pemecahan masalah
Perencanaan pemecahan masalah akan mudah dilakukan apabila siswa sudah
melewati tahap 1 yaitu siswa dapat menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan
dari soal matematika. Selanjutnya melalui video pembelajaran siswa diarahkan untuk
menemukan sendiri pemecahan masalah/solusi yang akan digunakan untuk
menyelesaikan masalah/soal matematika tersebut, dengan mengajukan beberapa
pertanyaan yaitu:
1) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya ?
2) Perhatikan apa yang ditanyakan, dengan materi yang telah dipelajari
sebelumnya, dapatkah digunakan untuk menyelesaikan soal ini ?
3) Selain cara
yang disebutkan tadi, adakah
cara lain
untuk
menyelesaikan soal ini ?
Setelah masing-masing siswa telah menuliskan rencana pemecahan masalah
dari soal matematika yang diberikan, selanjutnya siswa akan dibimbing pada tahap
yang ketiga yaitu melakukan perhitungan/menyelesaikan soal matematika sesuai
dengan rencana pemecahan masalah yang telah dituliskan.
3. Melakukan perhitungan
Pada tahap ini siswa telah siap melakukan perhitungan sesuai dengan rencana
pemecahan masalah yang sebelumnya dituliskan pada tahap 2. Dibantu dengan video
pembelajaran siswa kembali dibimbing untuk dapat menyelesaikan soal matematika
22
dengan baik sesuai dengan sistematika pemecahan masalah, termasuk kesesuaian
rumus yang digunakan.
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh dan membuat kesimpulan
Melalui video pembelajaran, siswa bersama dengan guru akan memeriksa
keseluruhan proses penyelesaian masalah/soal matematika yang telah dikerjakan
dengan cara mencocokkan penyelesaian masalah/soal matematika yang terdapat
dalam video pembelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk membuat kesimpulan
akhir dengan menjawab apa yang ditanyakan dari masalah/soal matematika tersebut.
Keseluruhan proses pembelajaran pendekatan problem solving berbasis
multimedia telah diuraikan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
terdapat pada lampiran.
2.1.5
Pembelajaran Konvensional
Suherman (dalam Mahmud, 2011: 20), menyatakan bahwa pembelajaran
konvensional adalah model pembelajaran yang biasa kita lihat sehari-hari. Pada
model ini guru lebih mendominasi dalam menentukan suatu kegiatan pembelajaran.
Banyaknya materi yang diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar
dan lain-lain sepenuhnya ada ditangan guru.
Suparman (dalam
Mahmud,
2011:
20), menyatakan
bahwa dalam
pembelajaran konvensional hal-hal yang dilakukan guru adalah sebagai berikut:
23
1. Memulai pelajaran dengan meninjau kembali pelajaran yang telah
lewat.
2. Dilanjutkan dengan menerangkan tujuan pembelajaran secara
singkat.
3. Mengajarkan materi tahap demi setahap dimana diberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih pada setiap tahap tersebut,
selanjutnya tahap-tahap tersebut digabungkan sehingga siswa
dapat melihat keseluruhan proses.
4. Memberi intruksi dan keterangan dengan jelas dan rinci
5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan
pengetahuan yang dipelajari.
6. Memberikan pertanyaan dan mengecek pemahaman siswa lewat
respon mereka terhadap berbagai pertanyaan.
7. Memberikan umpan balik.
Kelemahan dari pembelajaran konvensional ini menurut Kadir (dalam
Mahmud, 2011: 21), yaitu:
1. Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara
kreativitas, sikap kritis dan kemndirian siswa.
2. Cenderung menumbuhkan sikap pasif siswa karena biasa menerima.
3. Kurang menumbuhkan rasa solidaritas diantara siswa.
4. Sehingga pada akhirnya dapat menurunkan motivasi siswa dalam
belajar matematika.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional
adalah proses pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dengan pola guru
menjelaskan materi yang diselingi tanya jawab, memberikan contoh soal serta cara
menyelesaikannya. Dalam hal ini guru aktif memberikan informasi sedangkan siswa
hanya mencatat informasi yang diberikan guru, menjawab pertanyaan yang diberikan
guru dan mengerjakan soal yang diberikan.
24
2.1.6
Tinjauan Materi
Dua konsep yang dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk memahami konsep
persamaan linear satu variabel adalah pernyataan dan kalimat terbuka. Sukahar (1995:
20) pernyataan adalah kalimat yang bernilai salah satu di antara benar atau salah. Jika
menggunakan definisi ini maka tidak ada pernyataan yang bernilai benar sekaligus
salah. Contoh dari pernyataan adalah “sepuluh habis dibagi dua” (bernilai benar) dan
“5 + 3 = 2” (bernilai salah).
Selanjutnya Sukahar (1995: 22) mendefinisikan kalimat terbuka sebagai
kalimat yang memuat variabel dan akan berubah menjadi pernyataan jika variabelnya
diganti dengan suatu konstanta dari semestanya. Contoh kalimat terbuka misalnya
adalah “x + 5 = 12” dengan x adalah bilangan asli. Kalimat terbuka x + 5 = 12
menjadi benar hanya apabila x diganti oleh 7. Dua pengertian yang diajukan Sukahar
tersebut merupakan dasar dalam penulisan perangkat pembelajaran dalam penelitian
ini. Dua pengertian tersebut mempunyai kesesuaian dengan materi pembelajaran
pokok bahasan PLSV di SLTP selama ini.
Mengacu pada pengertian pernyataan dan kalimat terbuka di atas selanjutnya
dapat dikembangkan pengertian persamaan dan persamaan linear satu variabel.
Sukahar (1995: 48) mendefinisikan persamaan sebagai kalimat terbuka yang
menyatakan hubungan sama dengan (dinotasikan oleh “=”). Dengan mengacu pada
pengertian kalimat terbuka yang diajukan Sukahar sebelumnya maka persamaan
dapat dipandang sebagai kalimat yang memuat variabel dan menyatakan hubungan
25
sama dengan (dinotasikan oleh tanda “=”) yang akan berubah menjadi pernyataan jika
variabelnya diganti dengan suatu konstanta dari semestanya. Berdasar pengertian
persamaan ini maka dari tiga contoh di atas yang merupakan persamaan hanya x + 2
= 8. Sedangkan 7 + 2 = 9 maupun –3 + 7 = 10 bukan contoh persamaan. Pengertian
persamaan yang diajukan Sukahar inilah yang menjadi dasar penulisan perangkat
pembelajaran pokok bahasan PLSV dalam penelitian ini.
Selanjutnya Novak (1987: 364) mendefinisikan persamaan linear satu variabel
sebagai berikut:
A linear equation (or first-degree equation) in one variable is an equation that
involves only one variable, and the exponent on the variable must be a positive
1.
Novak mengemukakan bahwa persamaan linear (atau persamaan berderajat
satu)
dengan satu variabel adalah sebuah persamaan yang hanya memuat satu
variabel dan pangkat variabel tersebut haruslah bilangan positif 1. Berikut ini adalah
beberapa contoh dari persamaan linear dengan satu variabel:
1. x + 3 = 45
2. 5 (a – 7) = 2a + 3
3. –2 (t – 3) + t = 2 – 4t
Selanjutnya sebuah persamaan linear satu variabel dapat ditentukan nilai
kebenarannya apabila telah ditentukan bilangan pengganti variabelnya. Tentang
bilangan ini Novak (1987: 365) mengungkapkannya dalam definisi berikut:
26
A solution (root) of a linear equation in one variable is any number that gives
us a true statement when it is substituted for the variable in the equation.
Menurut Novak sebuah solusi atau akar sebuah persamaan linear satu variabel
adalah bilangan yang jika digantikan pada variabel persamaan tersebut akan
menghasilkan sebuah pernyataan yang bernilai benar. Sebagai contoh –2 adalah
solusi untuk persamaan 2x + 4 = 0, karena jika x = -2 maka akan diperoleh 2 x + 4 =
2 (-2) + 4 = 0 yang merupakan sebuah pernyataan bernilai benar.
Konsep lain yang cukup penting dalam pembahasan persamaan linear satu
variabel adalah persamaan-persamaan yang ekuivalen. Novak (1987: 366)
mendefinisikannya sebagai berikut; Equivalent equations are equations that have
exactly the same solution(s). Menurut Novak beberapa persamaan disebut ekuivalen
jika persamaan-persamaan itu mempunyai solusi atau akar yang sama.
Berikut ini adalah beberapa persamaan linear satu variabel yang ekuivalen,
yatiu x + 3 = 0; 4x – 2 = -14; 2x = -6 dan x = -3, karena persamaan-persamaan itu
mempunyai solusi yang sama yaitu –3. Karena x + 3 = 5 mempunyai solusi 2 dan x2
= 4 mempunyai solusi 2 dan –2 maka kedua persamaan itu tidak ekuivalen. Hampir
sama dengan Novak, Djumant (1999: 73) mendefinisikan dua persamaan atau lebih
dikatakan ekuivalen jika himpunan penyelesaian dari persamaan-persamaan itu sama.
Terkait dengan pemerolehan persamaan yang ekuivalen dalam usaha menentukan
solusi sebuah persamaan, Novak (1987: 367-368) menyebutkan adanya dua prinsip
yang sangat membantu, yaitu prinsip penjumlahan dan prinsip perkalian. Kedua
prinsip itu dijelaskan oleh Novak sebagai berikut:
27
Addition principle. If we add the same quantity ( a number or a variable or
both) to both side of an equation , we obtain an equivalent equation.
Multiplication principle. If we multiply both side of an equation by the same
nonzero quantity, we obtain an equivalent equation.
Prinsip pertama menjelaskan bahwa, jika kita menambahkan kuantitas/ nilai
yang sama (bisa berupa sebuah bilangan atau sebuah variabel atau keduanya) pada
kedua ruas persamaan maka akan diperoleh persamaan yang ekuivalen dengan
persamaan sebelumnya. Sedangkan prinsip kedua menjelaskan bahwa, jika kita
mengalikan sebuah kuantitas yang bukan nol pada kedua ruas persamaan maka akan
diperoleh persamaan yang ekuivalen dengan persamaan sebelumnya.
Sementara itu Djumanta (1999: 74) menyebutkan suatu cara yang lebih efisien
untuk menentukan penyelesaian persamaan linear satu variabel adalah dengan aturan
persamaan ekuivalen. Lebih lanjut dikatakannya bahwa persamaan tetap ekuivalen
jika kedua ruas persamaan ditambah, dikurangi, dikali atau dibagi dengan bilangan
yang sama. Apa yang dikemukakan Djumanta ini sejalan dengan rumusan salah satu
indikator hasil belajar pokok bahasan PLSV dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
(Depdiknas, 2002: 27), yang menetapkan bahwa “siswa dapat menentukan bentuk
ekuivalen dari persamaan linear satu variabel dengan cara kedua ruas ditambah,
dikurangi, dikalikan dan dibagi dengan bilangan yang sama.”
Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan dua persamaan yang ekuivalen
adalah dua persamaan yang mempunyai penyelesaian yang sama. Untuk memperoleh
sebuah persamaan yang ekuivalen dengan persamaan yang diketahui dilakukan
28
dengan cara menambah, mengurangi, mengalikan atau membagi kedua ruas
persamaan yang diketahui tersebut dengan bilangan yang sama. Namun oleh karena
perkalian kedua ruas persamaan dengan nol (0) akan menghasilkan kesamaan 0 = 0
dan pembagian kedua ruas dengan nol (0) tidak terdefinisikan, maka dalam tulisan ini
ditekankan bahwa nol (0) adalah bilangan yang dikecualikan sebagai pengali dan
pembagi.
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
Anis (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Pendekatan Problem Solving
Dan Kemampuan Awal Terhadap Hasil Belajar Matematika Di SMA Negeri 1
Gorontalo”. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa : Hasil belajar matematika
antara peserta didik yang diberikan pendekatan problem solving secara kelompok
lebih tinggi dari pada peserta didik yang diberikan pendekatan problem solving
secara individual, dimana hasil belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran
pendekatan problem solving secara kelompok tergolong dalam klasifikasi baik,
sedangkan yang mengikuti pendekatan problem solving secara individual tergolong
klasifikasi sedang.
Sulistiani (2012) dengan judul penelitian “Penerapan metode problem solving
pada materi dimensi tiga terhadap hasil belajar siswa” . Dari penelitian tersebut
ditemukan bahwa : Metode problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
membuat siswa lebih terbiasa untuk menyelesaikan soal yang memerlukan
29
pemecahan masalah dan metode problem solving menciptakan ketertarikan siswa dan
tidak merasa bosan pada materi dimensi tiga.
Perbedaan antara penelitian Anis dengan penelitian ini adalah aspek yang
diukur yanitu hasil berlajar siswa sedangkan penelitiana ini adalah kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa selain itu lokasi penelitiannya juga berbeda.
Perbedaan penelitian ini dengan Sulistiani adalah aspek yang diukur serta
penggunaan problem soving sebagi metode pembelajaran dan sebagi pendekatan
pembelajaran.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan
meminimalkan keterlibatan siswa. Dominasi guru (teacher oriented) dalam proses
pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif sehingga
mereka lebih banyak menunggu sajian guru dari pada mencari dan menemukan
sendiri pengetahuan, keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan. Dengan
penggunaan pendekatan problem solving yang dibarengi dengan penggunaan
multimedia sebagai sarana pembelaran maka kondisi pembelajaran yang disebutkan
diatas dapat berubah menjadi kondisi belajar yang tidak lagi didominasi guru (teacher
oriented) yang dapat menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif.
Proses pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah (problem
solving) di dalam kelas harus mengutamakan pada pamahaman siswa dengan cara
30
memperkaya, memperdalam, dan memperluas pemahaman siswa dalam pemecahan
masalah. Karena pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dalam
menyelesaikan soal-soal matematika dapat melatih kemampuan pemecahan masalah
siswa. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Peran
guru dalam pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator artinya guru hanya memberikan
pengarahan dan bimbingan kepada siswa.
Selama ini proses pembelajaran matematika yang ditemui di sekolah masih
secara konvensional, dimana proses pembelajaran tersebut berlangsung dengan urutan
sajian pelajaran sebagai berikut: diajarkan teori/definisi/teorema, diberikan contohcontoh,
dan
diberikan
latihan
soal.
Kondisi
seperti
ini
tidak
akan
menumbuhkembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang
diharapkan. Akibatnya berdampak pada kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang rendah sehingga nilai-nilai yang didapat tidak seperti yang diharapkan.
Untuk itu perlu diupayakan alternatif pendekatan pembelajaran matematika
supaya lebih bervariasi dan mengena pada sasaran. Pembelajaran matematika yang
dimaksud salah satunya adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan problem
solving yang dibarengi dengan penggunaan multimedia sebagai sarana pembelajaran.
Pendekatan problem solving
menekankan pada kemampuan siswa untuk
memecahkan sendiri masalah berdasarkan informasi yang diberikan oleh guru dan
menyelesaikannya, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dapat
31
meningkat seperti yang diharapkan guru. Pendekatan ini dimaksudkan untuk lebih
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif belajar, atau mengupayakan agar
pembelajaran yang terpusat pada guru berubah menjadi terpusat pada siswa.
Sedangkan penggunaan multimedia dalam problem solving agar dapat memudahkan
siswa dalam memahami suatu masalah matematika yang diberikan oleh guru,
khususnya masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini penulis dapat
merumuskan hipotesis sebagai berikut: ”Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Problem Solving Berbasis
Multimedia Lebih Tinggi dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Konvensional”.
Download