8 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah terjemahan dari “Problem Solving”. Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. (Oemar Hamalik, 1994: 152). Dengan demikian, pendekatan pemecahan masalah adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berupaya membahas permasalahan untuk mencari pemecahan atau jawabannya. Dengan pendekatan pemecahan masalah, dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, karena siswa diarahkan untuk belajar memecahkan suatu masalah menurut prosedur kerja metode ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. (Ambarjaya, 2012: 91) Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (dalam Ambarjaya, 2012: 107), problem solving atau pemecahan masalah bukan hanya sekedar pendekatan mengajar, tapi juga merupakan metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat 9 mengunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Penggunaan problem solving mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan b. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut d. Menguji kebenaran jawaban tersebut e. Menarik kesimpulan Polya (dalam Mayasari, 2007: 10-11) mengemukakan bahwa di dalam matematika terdapat dua macam masalah, yaitu masalah untuk menemukan dan masalah untuk membuktikan. Selanjutnya Polya mengemukakan bahwa kegiatankegiatan yang diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah di dalam matematika seperti : 1. Penyelesaian soal cerita dalam buku teks 2. Penyelesaian soal-soal non rutin atau memecahkan teka-teki 3. Penerapan matematika dalam dunia nyata 4. Menciptakan dan meguji konjegtur matematika. Lebih lanjut Polya mengemukakan bahwa 4 langkah yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah yaitu : 10 1. Memahami masalah Langkah ini penting dilakukan sebagai tahap awal dari pemecahan masalah agar siswa dengan mudah mencari penyelesaian suatu masalah yang diajukan siswa diharapkan dapat memahami kondisi soal atau masalah meliputi : mengenali soal, menganalisis soal dan menterjemahkan informasi yang diketahui dan ditanyakan pada soal tersebut. Polya (dalam Didin, 2006 : 12-14) pada soal yang perlu diperhatikan siswa dalam memahami masalah antara lain : Apakah yang tidak diketahui atau yang ditanyakan, data yang diberikan, bagaimana kondisi soal dan buatlah gambar atau notasi yang sesuai. 2. Membuat rencana pemecahan Perencanaan ini penting dilakukan karena pada saat siswa mampu membuat suatu hubungan dari data yang diketahui dan tidak diketahui maka siswa dapat menyelesaikannya dari pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, pada tahap ini diharapkan dapat menggunakan persamaan atau aturan membuat rencana penyelesaian diantaranya : Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, perhatikan apa yang ditanyakan, jika soal serupa, dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah sekarang, andaikan soal yang baru belum dapat diselesaikan, coba pikirkan soal serupa untuk menyelesaikan soal baru. 11 3. Melakukan perhitungan Langkah perhitungan ini siswa dapat terlihat paham atau tidak pahamnya terhadap masalah, disamping itu dapat melihat apakah siswa dapat menilai penyelesaian yang dibuatnya sudah benar atau belum, pada tahap ini siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam yang diperlukan termasuk rumus yang sesuai. Siswa harus dapat membentuk sistematika yang lebih baku dalam arti rumus-rumus yang digunakan merupakan rumus yang siap digunakan sesuai dengan apa yang ditanyakan soal sehingga dapat sesuai dengan rencana pemecahannya. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perhitungan diantaranya : Melaksanakan rencana pemecahan, Periksalah setiap langkah, apakah perhitungannya sudah benar, apakah siswa dapat membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar . 4. Memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh Meneliti atau menelaah kembali setiap tahap yang telah dilakukan, dengan demikian kesalahan dan kekeliruan dalam penyelesaian soal dapat dihindari dan ditemukan sebelumnya. Hal ini perlu diperhatikan dalam memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh, diantaranya : apakah siswa dapat memeriksa hasilnya, apakah siswa dapat memeriksa alasannya, apakah siswa dapat memperoleh hasil yang berbeda, apakah siswa dapat menggunakan hasil atau metode untuk masalah yang lainnya. 12 Perbedaan waktu yang diperlukan untuk memecahkan masalah bergantung pada perbedaan individual yakni : 1. Banyaknya aturan-aturan yang dikuasai 2. Kecepatan untuk mengingat kembali aturan-aturan itu 3. Kecepatan atau kelancaran pelajar memikirkan hipotesis (kreativitas) 4. Ketajaman membedakan konsep-konsep, 5. Memandang masalah itu sebagai suatu hal dalam kategori yang lebih umum dan dengan demikian membuktikan kebenaran jawabannya. (Nasution: 172). 2.1.2 Pembelajaran Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Sebagai seorang guru dibutuhkan pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Problem solving sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang mengutamakan pada pamahaman siswa dengan cara memperkaya, memperdalam dan memperluas pemahaman siswa dalam pemecahan masalah, dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika identik dengan pemecahan masalah khususnya dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tapi peran 13 guru dalam pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator artinya guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa untuk menemukan sendiri pemecahan dari suatu masalah matematik. Soal atau persoalan bagi anak yang satu merupakan pemecahan masalah sedangkan bagi yang lain tidak, sehingga menjadi tugas guru untuk menyeleksi atau membuat soal-soal yang merupakan soal pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan inti dalam pembelajaran matematika khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Mayer (dalam Edi, 2005) “National Council of Teacher of mathematics” telah merekomendasikan bahwa pemecahan masalah merupakan fokus dari pelajaran matematika di sekolah. Sedangakan Muncarno (dalam Edi, 2005) menyatakan pembelajaran matematika yang dilaksanakan dengan langkah-langakah pemecahan masalah kepada siswa cenderung dapat memotivasi siswa dalam belajar, hal ini diperkuat oleh Russefendi (1980: 222) yang menyatakan salah satu sebab siswa perlu dilatih menyelesaikan persoalan yang berupa pemecahan masalah adalah agar dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi serta menumbuhkan sifat kreatif siswa. Pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) akan menjadi salah satu yang penentu keberhasilan pembelajaran matematika di sekolah, sehingga pengintegrasian pemecahan masalah selama proses pembelajaran berlangsung hendaknya menjadi suatu keharusan. Siswa tidak akan tertarik untuk belajar memecahkan masalah jika ia tidak tertantang untuk mengerjakannya. Hal ini 14 menunjukkan pentingnya tantangan serta konteks yang ada pada suatu masalah untuk memotivasi para siswa. Siswa akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memecahkan suatu masalah yang diberikan gurunya jika mereka menerima tantangan yang ada pada masalah tersebut. Pembelajaran pemecahan masalah atau belajar memecahkan masalah dijelaskan Cooney et al (dalam Fadjar) sebagai berikut : “… the action by which a teacher encourages students to accept a challenging question and guides them in their resolution” artinya pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para siswa dalam proses pemecahannya. Menggunakan pembelajaran pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dapat diberikan di awal kegiatan sebagai tantangan bagi para siswa. Dengan masalah ini, para siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi atau menyelidiki tentunya dengan pertanyaan-pertanyaan dari guru atau pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari para siswa sendiri dalam bentuk pemecahan masalah, sehingga teorema, rumus, dalil, pengertian maupun konsep baru dapat dimunculkan dari masalah yang dikemukakan pada awal kegiatan ini. Dengan cara ini, para siswa dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran berlangsung sehingga pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun sendiri (dikontruksi) oleh siswa. 15 2.1.3 Penggunaan Multimedia Dalam Pembelajaran Penggunaan media pembelajaran merupakan suatu pilihan bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Media pembelajaran dapat memfasilitasi proses belajar siswa dalam pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam meyelesaikan suatu masalah matematika. Pembelajaran berbasis multimedia adalah Pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi atau disebut dengan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif. Penggunaan media pembelajaran dimaksudkan untuk membantu guru dalam penyampaian materi dan juga membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Selain itu muatan materi pelajaran dapat dimodifikasi menjadi lebih menarik dan mudah dipahami, tujuan materi yang sulit akan menjadi mudah, suasana belajar yang menegangkan menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan media pembelajaran berbasis multimedia kita dapat memadukan media-media dalam proses pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan berkembang dengan baik serta dapat membantu guru menciptakan pola penyajian yang interaktif. Berdasarkan definisi Hofstetter (2001) “Multimedia interaktif adalah pemanfaatan komputer untuk menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak ( video dan animasi ) menjadi satu kesatuan dengan link dan tool yang tepat sehingga memungkinkan pemakai multimedia dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi”. 16 Keuntungan dan kelebihan menggunakan multimedia interaktif dalam pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif 2. Pengajar/guru akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran 3. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran. 4. Menambah motivasi siswa selama proses belajar mengajar sehingga didapatkan tujuan pembelajaran yang diinginkan 5. Mampu menvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional 6. Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan Darnawan (2012: 60) Lebih terperinci pengembangan pembelajaran multimedia dapat dilihat pada gambar berikut ini. 17 Analisis kebutuhan pembelajaran dan analisis Kurikulum 1. Identifikasi Program Analisis kebutuhan pembelajaran dan analisis Kurikulum Judul, Tujuan, Materi, Sasaran tujuan 2. Membuat Flow Chart 6. Finishing Uji coba program dan Revisi Sesuai dengan model yang digunakan 3. Membuat Story Board Uraian dan Flowcart diperinci setiap frame, slide 5. Pemgraman Menggabungkan seluruh bahan (Grafis, Animasi, Video, Audio) 4. Mengumpulkan Bahan Grafis, Animasi, Video, Audia Gambar 2.1. Siklus Pengembangan Pembelajaran Multimedia Menurut Sutopo sebagaimana dikutip oleh Juhaeri (2010), multimedia dapat digunakan untuk bermacam-macam bidang pekerjaan, tergantung dari kreatifitas untuk mengembangkannya. Setelah mengetahui defenisi dari multimedia serta elemen-elemen multimedia yang ada, serta aplikasi-aplikasi yang saat ini digunakan 18 pada bidang kehidupan, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari penggunaan multimedia adalah sebagai berikut : 1. Multimedia dalam penggunaannya dapat meningkatkan efektivitas dari penyampaian suatu informasi 2. Penggunaan multimedia dalam lingkungan dapat mendorong partisipasi, keterlibatan serta eksplorasi pengguna tersebut 3. Aplikasi multimedia dapat merangsang panca indera, karena dengan penggunaannya multimedia akan merangsang beberapa indera penting manusia, seperti : Penglihatan, pendengaran, aksi maupun suara. Dalam pengaplikasiannya multimedia akan sangat membantu penggunanya. 4. Dalam implementasinya, instructional design dapat dipahami sebagai sebuah proses, disiplin ilmu, sains dan realita. Hal ini seperti dikemukakan dalam ARL (Applied Research Laboratory ) Penn State University (2007), yaitu : a. Desain instruksional sebagai suatu proses. Desain instruksional adalah pengembangan sistematis dari spesifikasi instruksional yang digunakan dalam pembelajaran serta teori instruksional untuk menjamin kualitas pengajaran. b. Desain instruksional adalah seluruh proses analisis kebutuhan dan tujuannya serta pengembangan sistem pengiriman untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Desain ini termasuk pengembangan bahan ajar, aktifitas pembelajaan, uji coba dan evaluasi dari seluruh kegiatan belajar mengajar. 19 c. Desain instruksional sebagai sebuah disiplin. Desain pembelajaran merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian dan teori tentang strategi pembelajaran dan proses untuk mengembangkan dan menerapkan strategi-strategi tersebut. d. Desain instruksional sebagai ilmu pengetahuan. Desain instruksional adalah ilmu tentang bagaimana menghasilkan spesifikasi rinci untuk pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan situasi yang dapat memfasilitasi pembelajaran dari unit baik besar dan kecil dari semua tingkat yang kompleks. e. Desain instruksional sebagai realitas desain instruksional dapat mulai pada setiap titik dalam proses desain. Seringkali sebuah ide dikembangkan untuk memberikan inti dari sebuah situasi pembelajaran. 2.1.4 Pembelajaran Problem Solving Berbasis Multimedia Pembelajaran problem solving berbasis multimedia yang dimaksud adalah pembelajaran yang menggabungkan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dengan penggunaan multimedia interaktif. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa melainkan peran guru dalam pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator artinya guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa, sehingga penggunaan multimedia dalam pendekatan problem solving 20 dirasa perlu karena dilihat dari tujuan pembelajaran multimedia yaitu untuk membantu guru dalam penyampaian materi dan juga membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Selain itu muatan materi pelajaran dapat dimodifikasi menjadi lebih menarik dan mudah dipahami, tujuan materi yang sulit akan menjadi mudah, suasana belajar yang menegangkan menjadi menyenangkan. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran dengan pendekatan problem solving, akan memanfaatkan beberapa program seperti Photoshop, Sony Vegas, Movie Maker, Macro Media untuk menggabungkan teks, grafik, audio, animasi menjadi sebuah video pembelajaran yang nantinya digunakan pada saat pembelajaran berlangsung. Berikut penjelasan dari desain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving berbasis mulitimedia interaktif : 1. Memahami masalah Pada tahap awal dari problem solving yaitu memahami masalah, penggunakan multimedia memiliki peran yang sangat penting. Pemahaman awal yang benar dari suatu masalah matematika akan mengantarkan siswa untuk dapat menterjemahkan informasi yang diketahui dan ditanyakan dari suatu masalah matematika. Penggunaan multimedia pada tahap ini bertujuan untuk menyajikan suatu masalah matematika menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami oleh siswa. Masalah/soal matematika yang akan diselesaikan oleh siswa akan ditampilkan dalam bentuk sebuah video pembelajaran dimana pada video tersebut informasi yang harus siswa pahami seperti 21 hal yang diketahui dan ditanyakan akan diperjelas baik dari aspek audio, teks maupun gambarnya. 2. Membuat rencana pemecahan masalah Perencanaan pemecahan masalah akan mudah dilakukan apabila siswa sudah melewati tahap 1 yaitu siswa dapat menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal matematika. Selanjutnya melalui video pembelajaran siswa diarahkan untuk menemukan sendiri pemecahan masalah/solusi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah/soal matematika tersebut, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yaitu: 1) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya ? 2) Perhatikan apa yang ditanyakan, dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya, dapatkah digunakan untuk menyelesaikan soal ini ? 3) Selain cara yang disebutkan tadi, adakah cara lain untuk menyelesaikan soal ini ? Setelah masing-masing siswa telah menuliskan rencana pemecahan masalah dari soal matematika yang diberikan, selanjutnya siswa akan dibimbing pada tahap yang ketiga yaitu melakukan perhitungan/menyelesaikan soal matematika sesuai dengan rencana pemecahan masalah yang telah dituliskan. 3. Melakukan perhitungan Pada tahap ini siswa telah siap melakukan perhitungan sesuai dengan rencana pemecahan masalah yang sebelumnya dituliskan pada tahap 2. Dibantu dengan video pembelajaran siswa kembali dibimbing untuk dapat menyelesaikan soal matematika 22 dengan baik sesuai dengan sistematika pemecahan masalah, termasuk kesesuaian rumus yang digunakan. 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh dan membuat kesimpulan Melalui video pembelajaran, siswa bersama dengan guru akan memeriksa keseluruhan proses penyelesaian masalah/soal matematika yang telah dikerjakan dengan cara mencocokkan penyelesaian masalah/soal matematika yang terdapat dalam video pembelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk membuat kesimpulan akhir dengan menjawab apa yang ditanyakan dari masalah/soal matematika tersebut. Keseluruhan proses pembelajaran pendekatan problem solving berbasis multimedia telah diuraikan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terdapat pada lampiran. 2.1.5 Pembelajaran Konvensional Suherman (dalam Mahmud, 2011: 20), menyatakan bahwa pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa kita lihat sehari-hari. Pada model ini guru lebih mendominasi dalam menentukan suatu kegiatan pembelajaran. Banyaknya materi yang diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar dan lain-lain sepenuhnya ada ditangan guru. Suparman (dalam Mahmud, 2011: 20), menyatakan bahwa dalam pembelajaran konvensional hal-hal yang dilakukan guru adalah sebagai berikut: 23 1. Memulai pelajaran dengan meninjau kembali pelajaran yang telah lewat. 2. Dilanjutkan dengan menerangkan tujuan pembelajaran secara singkat. 3. Mengajarkan materi tahap demi setahap dimana diberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih pada setiap tahap tersebut, selanjutnya tahap-tahap tersebut digabungkan sehingga siswa dapat melihat keseluruhan proses. 4. Memberi intruksi dan keterangan dengan jelas dan rinci 5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan pengetahuan yang dipelajari. 6. Memberikan pertanyaan dan mengecek pemahaman siswa lewat respon mereka terhadap berbagai pertanyaan. 7. Memberikan umpan balik. Kelemahan dari pembelajaran konvensional ini menurut Kadir (dalam Mahmud, 2011: 21), yaitu: 1. Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kreativitas, sikap kritis dan kemndirian siswa. 2. Cenderung menumbuhkan sikap pasif siswa karena biasa menerima. 3. Kurang menumbuhkan rasa solidaritas diantara siswa. 4. Sehingga pada akhirnya dapat menurunkan motivasi siswa dalam belajar matematika. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah proses pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dengan pola guru menjelaskan materi yang diselingi tanya jawab, memberikan contoh soal serta cara menyelesaikannya. Dalam hal ini guru aktif memberikan informasi sedangkan siswa hanya mencatat informasi yang diberikan guru, menjawab pertanyaan yang diberikan guru dan mengerjakan soal yang diberikan. 24 2.1.6 Tinjauan Materi Dua konsep yang dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk memahami konsep persamaan linear satu variabel adalah pernyataan dan kalimat terbuka. Sukahar (1995: 20) pernyataan adalah kalimat yang bernilai salah satu di antara benar atau salah. Jika menggunakan definisi ini maka tidak ada pernyataan yang bernilai benar sekaligus salah. Contoh dari pernyataan adalah “sepuluh habis dibagi dua” (bernilai benar) dan “5 + 3 = 2” (bernilai salah). Selanjutnya Sukahar (1995: 22) mendefinisikan kalimat terbuka sebagai kalimat yang memuat variabel dan akan berubah menjadi pernyataan jika variabelnya diganti dengan suatu konstanta dari semestanya. Contoh kalimat terbuka misalnya adalah “x + 5 = 12” dengan x adalah bilangan asli. Kalimat terbuka x + 5 = 12 menjadi benar hanya apabila x diganti oleh 7. Dua pengertian yang diajukan Sukahar tersebut merupakan dasar dalam penulisan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini. Dua pengertian tersebut mempunyai kesesuaian dengan materi pembelajaran pokok bahasan PLSV di SLTP selama ini. Mengacu pada pengertian pernyataan dan kalimat terbuka di atas selanjutnya dapat dikembangkan pengertian persamaan dan persamaan linear satu variabel. Sukahar (1995: 48) mendefinisikan persamaan sebagai kalimat terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan (dinotasikan oleh “=”). Dengan mengacu pada pengertian kalimat terbuka yang diajukan Sukahar sebelumnya maka persamaan dapat dipandang sebagai kalimat yang memuat variabel dan menyatakan hubungan 25 sama dengan (dinotasikan oleh tanda “=”) yang akan berubah menjadi pernyataan jika variabelnya diganti dengan suatu konstanta dari semestanya. Berdasar pengertian persamaan ini maka dari tiga contoh di atas yang merupakan persamaan hanya x + 2 = 8. Sedangkan 7 + 2 = 9 maupun –3 + 7 = 10 bukan contoh persamaan. Pengertian persamaan yang diajukan Sukahar inilah yang menjadi dasar penulisan perangkat pembelajaran pokok bahasan PLSV dalam penelitian ini. Selanjutnya Novak (1987: 364) mendefinisikan persamaan linear satu variabel sebagai berikut: A linear equation (or first-degree equation) in one variable is an equation that involves only one variable, and the exponent on the variable must be a positive 1. Novak mengemukakan bahwa persamaan linear (atau persamaan berderajat satu) dengan satu variabel adalah sebuah persamaan yang hanya memuat satu variabel dan pangkat variabel tersebut haruslah bilangan positif 1. Berikut ini adalah beberapa contoh dari persamaan linear dengan satu variabel: 1. x + 3 = 45 2. 5 (a – 7) = 2a + 3 3. –2 (t – 3) + t = 2 – 4t Selanjutnya sebuah persamaan linear satu variabel dapat ditentukan nilai kebenarannya apabila telah ditentukan bilangan pengganti variabelnya. Tentang bilangan ini Novak (1987: 365) mengungkapkannya dalam definisi berikut: 26 A solution (root) of a linear equation in one variable is any number that gives us a true statement when it is substituted for the variable in the equation. Menurut Novak sebuah solusi atau akar sebuah persamaan linear satu variabel adalah bilangan yang jika digantikan pada variabel persamaan tersebut akan menghasilkan sebuah pernyataan yang bernilai benar. Sebagai contoh –2 adalah solusi untuk persamaan 2x + 4 = 0, karena jika x = -2 maka akan diperoleh 2 x + 4 = 2 (-2) + 4 = 0 yang merupakan sebuah pernyataan bernilai benar. Konsep lain yang cukup penting dalam pembahasan persamaan linear satu variabel adalah persamaan-persamaan yang ekuivalen. Novak (1987: 366) mendefinisikannya sebagai berikut; Equivalent equations are equations that have exactly the same solution(s). Menurut Novak beberapa persamaan disebut ekuivalen jika persamaan-persamaan itu mempunyai solusi atau akar yang sama. Berikut ini adalah beberapa persamaan linear satu variabel yang ekuivalen, yatiu x + 3 = 0; 4x – 2 = -14; 2x = -6 dan x = -3, karena persamaan-persamaan itu mempunyai solusi yang sama yaitu –3. Karena x + 3 = 5 mempunyai solusi 2 dan x2 = 4 mempunyai solusi 2 dan –2 maka kedua persamaan itu tidak ekuivalen. Hampir sama dengan Novak, Djumant (1999: 73) mendefinisikan dua persamaan atau lebih dikatakan ekuivalen jika himpunan penyelesaian dari persamaan-persamaan itu sama. Terkait dengan pemerolehan persamaan yang ekuivalen dalam usaha menentukan solusi sebuah persamaan, Novak (1987: 367-368) menyebutkan adanya dua prinsip yang sangat membantu, yaitu prinsip penjumlahan dan prinsip perkalian. Kedua prinsip itu dijelaskan oleh Novak sebagai berikut: 27 Addition principle. If we add the same quantity ( a number or a variable or both) to both side of an equation , we obtain an equivalent equation. Multiplication principle. If we multiply both side of an equation by the same nonzero quantity, we obtain an equivalent equation. Prinsip pertama menjelaskan bahwa, jika kita menambahkan kuantitas/ nilai yang sama (bisa berupa sebuah bilangan atau sebuah variabel atau keduanya) pada kedua ruas persamaan maka akan diperoleh persamaan yang ekuivalen dengan persamaan sebelumnya. Sedangkan prinsip kedua menjelaskan bahwa, jika kita mengalikan sebuah kuantitas yang bukan nol pada kedua ruas persamaan maka akan diperoleh persamaan yang ekuivalen dengan persamaan sebelumnya. Sementara itu Djumanta (1999: 74) menyebutkan suatu cara yang lebih efisien untuk menentukan penyelesaian persamaan linear satu variabel adalah dengan aturan persamaan ekuivalen. Lebih lanjut dikatakannya bahwa persamaan tetap ekuivalen jika kedua ruas persamaan ditambah, dikurangi, dikali atau dibagi dengan bilangan yang sama. Apa yang dikemukakan Djumanta ini sejalan dengan rumusan salah satu indikator hasil belajar pokok bahasan PLSV dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdiknas, 2002: 27), yang menetapkan bahwa “siswa dapat menentukan bentuk ekuivalen dari persamaan linear satu variabel dengan cara kedua ruas ditambah, dikurangi, dikalikan dan dibagi dengan bilangan yang sama.” Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan dua persamaan yang ekuivalen adalah dua persamaan yang mempunyai penyelesaian yang sama. Untuk memperoleh sebuah persamaan yang ekuivalen dengan persamaan yang diketahui dilakukan 28 dengan cara menambah, mengurangi, mengalikan atau membagi kedua ruas persamaan yang diketahui tersebut dengan bilangan yang sama. Namun oleh karena perkalian kedua ruas persamaan dengan nol (0) akan menghasilkan kesamaan 0 = 0 dan pembagian kedua ruas dengan nol (0) tidak terdefinisikan, maka dalam tulisan ini ditekankan bahwa nol (0) adalah bilangan yang dikecualikan sebagai pengali dan pembagi. 2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan Anis (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Pendekatan Problem Solving Dan Kemampuan Awal Terhadap Hasil Belajar Matematika Di SMA Negeri 1 Gorontalo”. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa : Hasil belajar matematika antara peserta didik yang diberikan pendekatan problem solving secara kelompok lebih tinggi dari pada peserta didik yang diberikan pendekatan problem solving secara individual, dimana hasil belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran pendekatan problem solving secara kelompok tergolong dalam klasifikasi baik, sedangkan yang mengikuti pendekatan problem solving secara individual tergolong klasifikasi sedang. Sulistiani (2012) dengan judul penelitian “Penerapan metode problem solving pada materi dimensi tiga terhadap hasil belajar siswa” . Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa : Metode problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa, membuat siswa lebih terbiasa untuk menyelesaikan soal yang memerlukan 29 pemecahan masalah dan metode problem solving menciptakan ketertarikan siswa dan tidak merasa bosan pada materi dimensi tiga. Perbedaan antara penelitian Anis dengan penelitian ini adalah aspek yang diukur yanitu hasil berlajar siswa sedangkan penelitiana ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa selain itu lokasi penelitiannya juga berbeda. Perbedaan penelitian ini dengan Sulistiani adalah aspek yang diukur serta penggunaan problem soving sebagi metode pembelajaran dan sebagi pendekatan pembelajaran. 2.3 Kerangka Berpikir Dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan siswa. Dominasi guru (teacher oriented) dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan. Dengan penggunaan pendekatan problem solving yang dibarengi dengan penggunaan multimedia sebagai sarana pembelaran maka kondisi pembelajaran yang disebutkan diatas dapat berubah menjadi kondisi belajar yang tidak lagi didominasi guru (teacher oriented) yang dapat menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif. Proses pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah (problem solving) di dalam kelas harus mengutamakan pada pamahaman siswa dengan cara 30 memperkaya, memperdalam, dan memperluas pemahaman siswa dalam pemecahan masalah. Karena pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dalam menyelesaikan soal-soal matematika dapat melatih kemampuan pemecahan masalah siswa. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Peran guru dalam pembelajaran ini hanya sebagai fasilitator artinya guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa. Selama ini proses pembelajaran matematika yang ditemui di sekolah masih secara konvensional, dimana proses pembelajaran tersebut berlangsung dengan urutan sajian pelajaran sebagai berikut: diajarkan teori/definisi/teorema, diberikan contohcontoh, dan diberikan latihan soal. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuhkembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan. Akibatnya berdampak pada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang rendah sehingga nilai-nilai yang didapat tidak seperti yang diharapkan. Untuk itu perlu diupayakan alternatif pendekatan pembelajaran matematika supaya lebih bervariasi dan mengena pada sasaran. Pembelajaran matematika yang dimaksud salah satunya adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan problem solving yang dibarengi dengan penggunaan multimedia sebagai sarana pembelajaran. Pendekatan problem solving menekankan pada kemampuan siswa untuk memecahkan sendiri masalah berdasarkan informasi yang diberikan oleh guru dan menyelesaikannya, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dapat 31 meningkat seperti yang diharapkan guru. Pendekatan ini dimaksudkan untuk lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif belajar, atau mengupayakan agar pembelajaran yang terpusat pada guru berubah menjadi terpusat pada siswa. Sedangkan penggunaan multimedia dalam problem solving agar dapat memudahkan siswa dalam memahami suatu masalah matematika yang diberikan oleh guru, khususnya masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari. 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini penulis dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut: ”Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Problem Solving Berbasis Multimedia Lebih Tinggi dari Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Konvensional”.