1 POLA KOMUNIKASI GAY PELAKU ONE NIGHT STAND MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Pola Komunikasi Gay Pelaku One Night Stand Kalangan Mahasiswa di Kota Surakarta) Susila Hadi Prayitno Monika Sri Yuliarti Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract In Indonesia, the phenomenon about homosexuals is not really a new problem. Culturally this phenomenon is in the cultural history record in Indonesia. Not only among adults but the phenomenon thrives among students. In this research, the researcher emphasizes self-disclosure with interpersonal communication pattern which is done in the form of how the process of self-communication disclosure done by individual to other individual. In the sense of interpersonal communication disclosure aims to find a date. The purpose of this study is to find out how the pattern of gay communication that does one night stand from before meet, communicate through the media, to meet and ultimately do one night stand. In this study the authors used a type of qualitative research by using a case study approach. The technique of selecting informants using purposive sampling, and there are 5 informants involved in the research. The author uses interview techniques and documentation studies in collecting data of this research. Data analysis technique is done through interactive process. From the results of research, it can be seen that the pattern of gay communication perpetrators of one night stand is to use interpersonal communication, verbally or non verbal. They are balanced in verbal or non verbal communication. They use verbal communication when meeting early on dates including language and words, as follows Top, Bot, Vers, ML, ONS. Non-verbal communication they use when in the room will have sex include a soft touch, deep kiss, palpitations, erotic movements and positions. Communication between them also takes place using a communication medium or called secondary mechanistic communication, such as the use of mobile phones and special applications dating gay encounter called Hornet in finding his date. In communicating, gay actors one night stand also use certain codes and symbols that are only understood by the gay themselves in disguise activities and interactions when doing one night stand. Keywords: Communication Pattern, Gay, Hornet Application, One Night Stand, Verbal and Non Verbal. 1 2 Pendahuluan Di Indonesia, fenomena tentang homoseksual sebenarnya bukanlah masalah baru. Secara kultural fenomena ini ada dalam catatan sejarah kebudayaan di Indonesia, bahkan dalam kajian budaya pop, beberapa media seperti buku ataupun film pernah pula mengangkatnya sebagai suatu kajian sosial. Salah satunya adalah gay, hal ini sudah menjadi sesuatu yang tidak dianggap tabu bagi beberapa orang. Tidak hanya di kalangan dewasa saja tetapi sudah mulai terjadi di kalangan remaja. Data yang dilansir oleh portal Gaya Nusantara menyebutkan bahwa jumlah gay di Indonesia mencapai angka 20.000 orang. Jumlah ini akan mencapai dua kali lipatnya jika ditambahkan dengan mereka yang biseksual. Besarnya angka individu gay dan makin gencarnya kampanye tentang hak-hak kaum gay secara sosiologis tentunya dapat menggeser nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Itu artinya dengan keberadaan komunitas homoseksual yang tergolong tinggi membuat komunitas ini berusaha sedikit demi sedikit melakukan pengungkapan diri terhadap komunitas dan pasangan mereka. Hasil survei YPKN menunjukkan, ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Angkaangka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar. Dr. Dede Oetomo, adalah “presiden” gay Indonesia, yang telah 18 tahun mengarungi hidup bersama dengan pasangan homonya, beliau juga yang mengetuai Yayasan Gaya Nusantara. Dede memperkirakan, secara nasional jumlahnya mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia. (https://gayanusantara.or.id/, diakses pada 31 Agustus 2017, pukul 12:35). Data ini menunjukkan eksistensi keberadaan kaum gay di Indonesia. Gay hingga saat ini masih menjadi issue yang kontrakdiktif di masyarakat, tidak hanya kontradiktif dalam hal keturunannya, akan tetapi sampai pada perdebatan apakah kaum gay bisa diterima di masyarakat atau tidak. Jumlah gay yang berada di Kota Solo saat ini berhasil didata oleh Yayasan Gaya Mahardika mencapai 741 orang. Jumlah sesungguhnya diyakini jauh lebih banyak lagi. Jumlah 741 orang ini benar-benar gay yang sudah berhasil didata dan secara rutin hadir dalam acara perkumpulan di sejumlah lokasi khusus kalangan 3 LSM di Kota Solo. (wawancara dengan Dedi, Yayasan Gaya Mahardika pada 4 Agustus 2017 pukul 12:15). Pengertian dari pengungkapan diri itu sendiri dijelaskan sebagai satu bentuk terpenting dari komunikasi interpersonal di mana kita dapat melibatkan pembicaraan tentang diri kita sendiri, atau membuka diri. Pengungkapan diri mengacu kepada mengkomunikasikan informasi kita tentang diri kita kepada orang lain (DeVito,1999:77). Pengungkapan diri adalah jenis komunikasi. Istilah pengungkapan diri digunakan untuk mengacu pada pengungkapan informasi yang dilakukan secara sadar. Dimana segala sesuatu baik itu pikiran, perasaan dan perilaku yang diceritakan secara sadar dan terbuka kepada orang lain. Banyak hal yang diungkapkan tentang diri kita melalui ekspresi wajah, sikap, tubuh, pakaian, nada suara, dan melalui isyarat-isyarat non verbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya, meskipun banyak diantara perilaku tersebut tidak disengaja, namun penyingkapan diri yang sesungguhnya adalah perilaku yang disengaja. Proses pengungkapan diri pada lambang verbal dan non verbal terjadi ketika partisipan komunikasi menggunakan kata-kata, baik itu melalui bahasa lisan maupun tulisan. Komunikasi non verbal adalah ketika partisipan komunikasi menggunakan simbol selain kata-kata seperti nada bicara, ekspresi wajah dan sebagainya (Kuswarno, 2009:103). Dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan pengungkapan diri dengan pola komunikasi antarpribadi yang dilakukan dalam bentuk bagaimana proses terjadinya pengungkapan komunikasi diri yang dilakukan individu kepada individu yang lain. Dalam artian pengungkapan komunikasi antarpribadi bertujuan untuk mencari teman kencan, mereka mengungkapkan semua perasaan yang tertahan ketika kehidupan normal menuntut mereka untuk menutupi tingkah laku dan perilaku mereka dalam bermasyakat. Selain itu penelitian juga membahas mengenai penggunaan simbol dan bahasa yang digunakan dalam proses pengungkapan diri terbentuk sampai pada tahap terbentuknya hubungan sekejap saja antar sesama homoseksual itu. 4 Penyikapan diri tidak hanya merupakan bagian internal dari komunikasi dua orang. Penyikapan diri lebih sering muncul dalam konteks hubungan dua orang dibanding dengan konteks hubungan komunikasi lainnya. Pengungkapan diri merupakan suatu usaha yang disengaja untuk membiarkan keotentikan memasuki sosial seseorang, dan seseorang mengetahui bahwa hal tersebut berkaitan dengan kesehatan mental (Tubbs&Moss, 2006 :12-13). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi gay yang melakukan one night stand dari sebelum bertemu, berkomunikasi melalui media, hingga bertemu dan pada akhirnya melakukan one night stand serta simbol dan ciri-ciri yang digunakan kaum gay dalam pengungkapan diri, seperti bagaimana bahasa yang mereka gunakan. Di samping menariknya masalah ini untuk dilakukan penelitian, penulis juga mempunyai pertimbangan lain, yaitu alasan teoritis dan alasan praktis. Pertama, judul tersebut mempunyai keterkaitan dalam bidang ilmu yang dipelajari yaitu komunikasi. Dalam hal ini, penelitian akan difokuskan dalam suatu masalah sosial, yaitu gay pelaku one night stand. Di mana kegiatan seks bebas ini dilakukan oleh sebagian mahasiswa gay secara sembunyi-sembunyi dan bersifat nonkomersial. Kedua, penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu jika pernah diteliti, secara tegas dinyatakan perbedaannya. Ketiga, aktualitas, masalah seks bebas adalah masalah yang selalu aktual dikaji. Karena mengalami perkembangan tersendiri hingga saat ini dilihat dari perkembangannya seks bebas tidak hanya terjadi di kalangan eksekutif melainkan masuk menjalar sampai di kalangan mahasiswa yang identik dengan kaum intelektual. Keempat, praktis, sesuai dengan analisa kuat dengan melihat adanya kesempatan biaya, waktu serta alur dan tenaga yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini, diperkirakan dapat dijangkau oleh penulis, dikarenakan objek penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup mahasiswa. 5 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah yang ada dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana pola komunikasi gay pelaku one night stand Mahasiswa di Kota Surakarta ?”. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi yang digunakan oleh mahasiswa gay pelaku one night stand di Surakarta. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasai dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2005: 9). Dalam Jurnal International of Communication, (2016) oleh Tom Tiengs menyebutkan bahwa : Communication is the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbol) to modify the behavior of other individuals. Komunikasi adalah suatu proses seseorang (komunikator) menyampaikan stimuli (biasanya terdiri dari lambang kata-kata) untuk membentuk tingkah laku orang lain (Hovland, 2008: 3). Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku (Nurudin, 2005: 26). Jadi berdasarkan definisi tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan yang membentuk perilaku serta menimbulkan efek tertentu. Berdasarkan sifatnya, komunikasi dibagi menjadi dua yaitu : 1. Komunikasi tatap muka (face-to face communication) Komunikasi ini dipergunakan jika kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan. 6 Dikatakan komunikasi tatap muka karena ketika komunikasi berlangsung, komunikator dan komunikan saling berhadapan sambil saling melihat. Dalam situasi komunikasi seperti ini komunikator dapat melihat dan mengkaji si komunikan secara langsung, sehingga komunikasi ini sering disebut komunikasi langsung (direct communication). Komunikator dapat mengetahui efek komunikasinya pada saat itu juga. Arus balik atau umpan balik (feedback) terjadi secara langsung. 2. Komunikasi bermedia (mediated communication) Pada umumnya banyak digunakan untuk komunikasi informatif karena tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku. Komunikasi bermedia adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya dan banyak jumlahnya. Komunikasi bermedia disebut juga komunikasi tak langsung (indirect communication), dan arus balik tidak terjadi pada saat komunikasi dilancarkan (Effendy, 2005: 3). Dari beberapa definisi mengenai komunikasi, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian suatu pesan, dapat berupa ide, gagasan, lambang, oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat dan tingkah laku sehingga menimbulkan efek tertentu. 2. Komunikasi Interpersonal Secara umum komunikasi Antarpribadi dapat diartikan sebagai proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi (Komala, 2009: 36). Komunikasi Antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka seperti yang dinyatakan bahwa ”Interpersonal communication involving two or more people in a face to face setting” (Cangara, 2007:32). Komunikasi Antarpribadi memiliki karakteristik tersendiri. Adapun karakteristik komunikasi Antarpribadi (Komala, 2009: 38) diantaranya adalah: 7 a. Komunikasi Antarpribadi dimulai dengan diri pribadi yang dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaimana permasalahan kita. b. Komunikasi Antarpribadi bersifat transaksional mengacu kepada tindakan pihakpihak yang berkomunikasi dan secara serentak menyampaikan dan menerima pesan. c. Komunikasi Antarpribadi tidak hanya mencangkup aspek-aspek isi pesan dan hubungan Antarpribadi. Komunikasi Antarpribadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang diperlukan, tetapi juga melibatkan siapa perantara komunikasi kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner tersebut. d. Komunikasi Antarpribadi mengisyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. e. Komunikasi Antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan lainnya dalam proses komunikasi. f. Komunikasi Antarpribadi tidak bisa diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunitas kita, mungkin kita dapat meminta maaf dan diberi maaf, tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah diucapkan. Kita tidak dapat mengulang suatu pertanyaan dengan harapan untuk mendapatkan hasil yang sama karena respon partner komunitas kita. 3. Pola Komunikasi Pola komunikasi merupakan model dari proses komunikasi, sehingga dengan adanya berbagai macam model komunikasi dan bagian dari proses komunikasi akan dapat ditemukan pola yang cocok dan mudah digunakan dalam berkomunikasi. Pola komunikasi identik dengan proses komunikasi yang merupakan rangkaian dari aktivitas menyampaikan pesan sehingga diperoleh timbal balik dari penerima pesan. Sebagai suatu proses, pola komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang berkelanjutan tanpa titik awal dan titik akhir dan dilakukan secara berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu (Wiryanto, 2006 : 33). 8 Dalam pengertian lain mengenai pola komunikasi dikatakan bahwa pola itu merupakan suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksud komunikator. Definisi tersebut menyatakan pengiriman simbol-simbol yang dapat diartikan sebagai bentuk verbal maupun non verbal dan lisan maupun tulisan (Raymond S. Ross dalam Mulyana, 2008: 69). 4. Definisi Gay Pada dasarnya pembahasan mengenai homoseksualitas juga mencakup fenomena kaum gay. Atas dasar tersebut, maka setiap kajian mengenai homoseksualitas dapat mencakup kajian mengenai gay. Gay merupakan kata ganti untuk menyebut perilaku homoseksual. Homoseksual adalah ketertarikan seksual terhadap jenis kelamin yang sama (Feldmen, 2009 : 359). Gay adalah seorang pria atau laki-laki yang memiliki orientasi seksual sesama jenis atau ketertarikan seksual terhadap jenis kelamin yang sama. Dengan kata lain menyukai pria atau laki-laki secara emosional dan seksual. Gay bukan hanya menyangkut kontak seksual antara seorang laki-laki dengan laki-laki yang lain tetapi juga menyangkut individu yang memiliki kecenderungan psikologis, emosional dan sosial terhadap laki-laki yang lain. Gay tetap mengakui identitas jenis kelaminnya sebagai laki-laki, namun orientasi seksualnya ditujukan kepada laki-laki. Dalam jurnal international of Communication, (2016) oleh Syann Child menyebutkan bahwa : The term homosexual was first coined in 1869 by the field of psychiatry in Europe to refer to a psychosexual phenomenon with a clinical connotation (Oetomo, 2006: 5). The word homosexual itself comes from the Greek "homo" which means a human kind, not derived from the Latin "homo" which means man. These limits clearly emphasize the similarity of the two types of human beings involved in sexual intercourse (Hawkins, in Thadeus, 2007: 17) 9 Kata homoseksual berasal dari 2 kata, yang pertama adalah dari kata “homo” yang berarti sama, yang kedua “seksual” dan seksual berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual. Sehingga homoseksual adalah aktivitas seksual di mana dilakukan oleh pasangan yang sejenis (sama) kelaminnya. Homoseksualitas adalah ketertarikan seksual kepada orang lain yang berjenis kelamin sama dengan dirinya sendiri daripada kepada jenis kelamin yang berlawanan. Bagi perempuan disebut lesbian, dan bagi laki-laki disebut gay (Kartono, 2004 : 247). 5. Arti One Night Stand Membahas dan memaknai one night stand, terdapat beberapa definisi yang bisa di jadikan acuan dan batasan. Hubungan sekejap saja tanpa ada keinginan untuk menjalin hubungan dalam jangka panjang dan hanya sebatas mengikuti trend dan gaya hidup dsebut one night stand. Sebuah hubungan sex, yang dilakukan secara bebas, tanpa di batasi oleh aturan-aturan serta tujuan yang jelas, dan termasuk kategori menyimpang disebabkan perilaku tersebut cenderung lepas dari aturan, baik hukum positif maupun agama disebut dengan istilah one night stand. One night stand merupakan salah satu prilaku menyimpang yaitu suatu perilaku yang tidak disukai, disetujui, atau tidak dikehendaki oleh sebagian masyarakat. Artinya, perilaku menyimpang merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh norma-norma sosial yang berlaku didalam masyarakat (Agus, 2003 : 35). Penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat dapat dijelaskan melalui Queer Theory. Teori ini diciptakan oleh Judith Butler yang menyatakan bahwa konstruksi-konstruksi gender dan seksualitas mengalami fluktuasi di mana seseorang memenuhi kelayakannya dalam membentuk kategori identitas. Identitas ini mengacu pada sesuatu yang ganjil atau tidak biasa, ditujukan untuk karakteristik yang negatif di luar norma-norma sosial, 10 seperti dalam kalimat “that’s a bit queer or unsusual” yang digunakan baik secara menyanjung atau memaki ditujukan pada pelaku homoseksual (gay). 6. Definisi Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi (Siswoyo, 2007: 121). Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usiannya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup. Metodologi Di dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menekankan bahwa sifat penelitian ini penuh dengan nilai. Krik and Miler mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan istilahnya (Moleong, 2006: 3). Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Robert K. Yin, studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan (Yin, 2005: 18). Dengan kata lain, metode ini berorientasi pada sifat-sifat unik dari unit-unit yang 11 sedang diteliti berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus penelitian (Pawito, 2007: 141). Kasus memiliki batas lingkup dan pola pikiran tersendiri sehingga dapat mengungkap realitas sosial yang unik, spesifik, dan menantang dalam menjalankan penelitian dengan menggunakan studi kasus, peneliti dapat belajar tentang pengetahuan proporsional dan eksperimental (Salim, 2001: 100). Dalam teknik validitas data, peneliti menggunakan triangulasi. Secara sederhana triangulasi dapat dimaknai sebagai teknik pemeriksaan keabsahaan data penelitian dengan cara membanding-bandingkan antara sumber, teori, maupun metode/teknik penelitian. Karena itu, Moleong membagi teknik pemeriksaan keabsahaan data ini kepada triangulasi sumber, triangulasi metode/teknik, triangulasi teori (Moleong, 2006: 330-331). Sajian dan Analisis Data A. Pola komunikasi di antara para pelaku one night stand a. Komunikasi yang terjadi waktu bertemu teman kencan di tempat makan, mall, karaoke, kost, hotel atau tempat hiburan lainnya Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa memiliki pola komunikasi yang sama ketika bertemu dengan teman kencannya sewaktu di tempat makan, mall, kost, hotel. Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa menggunakan komunikasi antar pribadi dengan para pelaku one night stand yang lainnya. Komunikasi antar pribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga mahluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif (Rakhmat, 2007: 110). Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, lebih mengedepankan komunikasi secara verbal yaitu komunikasi yang melibatkan kata-kata secara eksplisit. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal 12 (Mulyana, 2008:260). Alasan mereka lebih mengedepankan komunikasi secara verbal ketika bertemu kencan pertama karena lebih mudah dipahami sesama mereka ketika berkomunikasi menggunakan bahasa yang berbeda dari orang umum lainnya. Dan mereka akan saling memahami dengan cepat ketika menggunakan komunikasi verbal. b. Komunikasi yang menggunakan kode-kode atau simbol-simbol tertentu dalam interaksi one night stand Top, Bot, Vers, Vers-Top, Vers-Bot, ML, Oral, Bareback, 3some, Wanna fun, Rimming, ONS adalah kode-kode yang digunakan Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa dalam berinteraksi akan melakukan one night stand. Kode-kode yang digunakan Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa adalah sebuah pesan verbal , karena Top, Bot, Vers, Vers-Top, Vers-Bot, ML, Oral, Bareback, 3some, Wanna fun, Rimming, ONS adalah kode yang berupa bahasa. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Mulyana, 2009: 260). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami kalangan tertentu. c. Komunikasi yang terjadi ketika memilih tempat untuk melakukan hubungan intim Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa memiliki kesamaan dalam komunikasi dibagian pemilihan tempat untuk melakukan hubungan intim, dengan alasan ada tempat yang bisa digunakan untuk berhubungan intim asalkan aman, nyaman bagi mereka. Pola komunikasi yang dilakukan Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa dengan para pelakunya menggunakan komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi sangat potensial sekali untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk memperkuat daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. 13 Komunikasi antarpribadi bebas mengubah topik pembicaraannya, kenyataannya komunikasi antarpribadi bisa saja didominasi oleh satu pihak (Mulyana, 2008: 81). B. Komunikasi yang terjadi ketika kencan a. Komunikasi yang terjadi diantara pelaku one night stand, sewaktu di dalam kamar Bima saat dengan lawan mainnya menggunakan komunikasi secara verbal yaitu simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Mulyana, 2009: 260). Mereka berkomunikasi secara diadik, untuk menghilangkan rasa canggung dengan lawan mainnya. Sedangkan Yudistira, Arjuna, Nakula dan Sadewa lebih suka menggunakan komunikasi non verbal sebelum hubungan intim, tatapan mata, senyuman, pegangan tangan, pelukan, rabaan, saling bercumbu itulah yang sering digunakan mereka untuk merangsang lawan, rangsangan yang seperti itulah merupakan pesan non verbal. Menurut Mulyana (2009: 379) sentuhan adalah perilaku non verbal multi makna, dapat menggantikan seribu kata. Kemyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan, rabaan, hingga sentuhan lembut sekilas. Menurut mereka sntuhan yang berupa rabaan dapat memberikan efek yang sangat tinggi untuk permulaan permainan sebelum melakukan hubungan seks. b. Komunikasi yang terjadi diantara para pelaku one night standdalam penganjuran pemakaian kondom (pengaman) sebelum melakukan hubungan intim Komunikasi yang terjadi ketika menganjurkan menggunakan kondom, antara Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa ternyata sama. Dengan himbauan kepada lawan main agar terhindar dari penyakit yang menular, juga memastikan kepada lawan main bahwa memakai kondom sama saja rasanya. Akan tetapi mereka semua sama apabila tidak ada 14 kondom tersedia mereka malas untuk membelinya. Jadi mereka tetap melanjutkan melakukan seks tanpa menggunakan kondom. Komunikasi antara Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa dengan lawan mainnya dalam anjuran pemakaian kondom merupakan komunikasi diadik yaitu komunikasi yang melibatkan hanya dua orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap dari mereka menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal, seperti suami isteri, dua sejawat dekat, seorang guru dengan muridnya, dan sebagainya. Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss (Mulyana, 2009: 81) mengatakan bahwa ciri-ciri komunikasi diadik adalah : peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat, peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara stimultan dan spontan, baik secara verbal ataupun non verbal. c. Komunikasi yang terjadi diantara para pelaku one night stand, untuk mengetahui keinginan lawan main dari servis seksual yang akan diberikan Komunikasi non verbal seperti, dengan sentuhan-sentuhan yang lembut, ciuman-ciuman yang sangat mendalam sehingga menimbulkan sensasi, disertai dengan gerakan-gerakan lidah yang liar, mencium disertai dengan gigitan manja pada area sensitif yang menggemaskan. Saling meraba di bagian-bagian yang sensitif. Gerakan-gerakan dan posisi yang erotis sewaktu hendak melakukan hubungan intim. Seperti itulah komunikasi yang terjadi pada Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Mereka lebih condong menggunakan komunikasi diadik non verbal ketika hendak melakukan hubungan intim dengan pasangannya. Pesan sentuhan dan bau-bauan. Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan : kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian (Rakhmat 2007: 293). 15 C. Komunikasi diantara para pelaku one night stand ketika menggunakan media komunikasi a. Komunikasi menggunakan media ponsel Komunikasi yang terjadi antara Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa ternyata memiliki kesamaan yaitu, di awal akan menyapa dan menanyakan kabar, selanjutnya menanyakan tempat tinggal apakah kos atau rumah, lalu menawarkan apakah sedang ingin melakukan seks bersama, yang paling penting adalah selalu menanyakan peran lawan ketika akan melakukan seks ntara bot, top, vers, verstop, dan versbot, lalu menanyakan apakah ada waktu luang untuk bisa melakukan seks bersama, dan yang terakhir kesepaktaan bersama untuk menentukan waktu bertemu dalam melakukan seks bersama. Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa ketika berkomunikasi dengan teman kencannya termasuk kedalam proses komunikasi dalam perspektif mekanistik sekunder, yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagaimana pada komunikasi primer. Media kedua ini diantaranya, surat, telepon, pengeras suara, surat kabar, radio, televisi dan internet (Effendy, 2009: 11). b. Komunikasi menggunakan jejaring sosial aplikasi khusus Komunikasi yang terjadi ketika menggunakan media situs penemuan teman kencan gay aplikasi hornet semuanya mereka sama antara Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa lebih suka menggunakan atau menuliskan status yang mengundang birahi sesama jenisnya. Selain itu mereka juga suka memasang foto-foto yang fulgar agar menarik perhatian para pengguna aplikasi hornet tersebut. Di samping itu mereka tetap menggunakan pesan untuk berinteraksi dalam memutuskan pertemuan mereka ketika akan melakukan hubungan one night stand. Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa sama-sama tergolong dalam proses komunikasi dalam perspektif mekanistis sekunder. Proses komunikasi sekunder, yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator 16 dengan komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambang bisa tulisan atau bahasa. Media kedua ini diantaranya, surat, telepon, pengeras suara, surat kabar, radio, televisi, dan internet (Effendy, 2009: 11). Kesimpulan 1. Komunikasi secara langsung (face to face), komunikasi yang digunakan para gay pelaku one night stand, biasanya menggunakan komunikasi antarpribadi secara diadik, yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi verbal dan non verbal seimbang digunakan mereka dalam kondisi tertentu. a. Mereka menggunakan komunikasi verbal ketika bertemu teman kencan pertama kali. Verbal disini bisa berupa bahasa dan perkataan. Karena mereka merasa lebih paham dan cepat menangkap maksud dari pesan yang disampaikan. b. Sedangkan komunikasi non verbal mereka gunakan ketika berada di dalam kamar akan melakukan hubungan seksual. Maksud non verbal adalah berupa mencakup seluruh perilaku yang tidak berbentuk verbal baik disengaja atau tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Kesimpulan pesan non verbal dalam pola komunikasi gay pelaku one night stand meliputi, dengan sentuhan-sentuhan yang lembut, ciuman-ciuman yang sangat mendalam sehingga menimbulkan sensasi, disertai dengan gerakan-gerakan lidah yang liar, mencium disertai dengan gigitan lembut pada area sensitif yang menggemaskan. Saling meraba di bagian-bagian yang sensitif. Gerakan-gerakan dan posisi yang erotis sewaktu hendak melakukan hubungan intim. 2. Komunikasi tidak langsung (menggunakan media). Mereka juga berinteraksi menggunakan media komunikasi. Media antar pribadi adalah media komunikasi yang digunakan dalam tataran antar pribadi. Dalam tataran komunikasi antar pribadi media komunikasi yang digunakan adalah media jejaring sosial berupa aplikasi khusus temu kencan gay yang bernama “Hornet”. Dalam berkomunikasi gay pelaku one night stand juga 17 menggunakan simbol-simbol. Simbol disini dapat dinyatakan dalam bentuk tulisan seperti Top, Bot, Vers, Vers-Top, Vers-Bot, ML, Oral, Bareback, 3some, Wanna fun, Rimming, ONS dalam menyamarkan kegiatan dan interaksi ketika melakukan one night stand. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Pada penelitian ini lebih terfokus pada pola komunikasi gay pelaku one night stand dari awal bertemu, chatting, dan melakukan hubungan seks. Dan ditemukan adanya aplikasi khusus untuk berkomunikasi diantara mereka. Seiring berkembangannya teknologi sangat dimungkinkan sekali akan adanya perkembangan dari aplikasi yang lainnya terkait dengan hal ini. Maka dari itu penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya lebih terfokus pada pola komunikasi menggunakan media aplikasi khusus gay yang semakin berkembang keberadaannya tersebut. 2. Penggunaan simbol atau ciri yang digunakan lebih diperjelas kemana arahnya. Sehingga pihak luar juga dapat memprediksikan dari dalam berinterkasi dengan gay. Dengan symbol atau ciri yang jelas, sesama gay juga dapat mengenal satu sama lain. 3. Penggunaan bahasa yang digunakan dalam pengungkapan diri sebaiknya memakai bahasa formal (Indonesia/daerah) agar konsep penggunaan bahasa waria tidak sama dengan bahasa gay karena banyak persepsi yang muncul di masyarakat bahasa waria hampir sama dengan gay. 4. Homoseksual merupakan perilaku menyimpang. Namun jangan mendeskriminasikan keberadaan mereka agar tidak mendapatkan pengucilan dari kehidupan sosial. 18 Daftar Pustaka Agus, M. Hardjana. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Cangara, Hafied. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Child, Shyann. (2016). Empirically Examining Prostitution, Through A Gay Perspective, Power in the Network Society, International Journal of Communication. Diakses pada tanggal 2 September 2017 pukul 16:16 dari http://ijoc.org/ojr/index.php/ijoc/article/view/46/426 Dedi, Yuwono. (2017). Direktur Utama Yayasan Gaya Mahardika. Surakarta. Wawancara dilakukan pada (4 Agustus 2017, pukul 12:15). Devito, Joseph A (1997). Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar. Edisi 5. Jakarta: Profesional Books. Effendy, Onong Uchjana. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Feldman, A. (2009). Making The Self Problematic : Data Analysis and Interpretation in self-study research. In C Lassonde, S Galman, and C Kosnick (Eds), Sense Publishing. Graham, Sharyn. (2017). https://gayanusantara.or.id/ , diakses pada 31 Agustus 2017, pukul 12:35. Kartono, Kartini. (2004). Bimbingan Anak dan Remaja Bermasalah. Jakarta : Rajawali. Komala, Lukiati. (2009). Ilmu Komunikasi Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran. Kuswarno, Engkus. (2009). Metodelogi Penelitian Komunikasi Fenomenologi Konsep, Pedoman dan contoh Penelitian. Jakarta: Widya Padjajaran. Moleong J, Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Rosdakarya. Mulyana, Deddy, (2008). Ilmu Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nuruddin. (2004). Komunikasi Massa. Malang : CESPUR. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara. Rakhmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Salim, Agus. (2003). Theory dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana. Siswoyo, Dwi. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press. Tiengs, Tom. (2016). The Name Is Dating Aristo, University of Florida from Mass to Networked Communications: Communiaction Models and the Informational Society. International Journal of Communication, 2, 603. Diakses pada tanggal 2 September 2017 pukul 16:30 dari http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/19/178 Tubbs, Stewart L dan Sylvia Moss. (2006). Human Communication : KonteksKonteks Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Yin, Robert. (2005). Studi Kasus : Desain dan Metode. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.