persepsi remaja tentang pola komunikasi keluarga dengan

advertisement
PERSEPSI REMAJA TENTANG POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN
KECERDASAN EMOSIONAL DI BANDA ACEH
PERCEPTION OF ADOLESCENTS ON FAMILY COMMUNICATION
PATTERNS AND EMOTIONAL INTELLIGENCE
IN BANDA ACEH
Meilisa Andriani¹; Husna Hidayati²
¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
²Dosen Bagian Keilmuan Keperawatan Keluarga Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
email: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa dimana terjadi berbagai perubahan termasuk perubahan emosional yang
dianggap sulit bagi remaja dan lingkungannya. Keluarga merupakan pihak yang dapat membantu remaja
pada masa ini, diantaranya dengan menerapkan pola komunikasi yang baik sehingga remaja dapat terhindar
dari masalah-masalah emosional seperti depresi dan kenakalan remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan persepsi remaja tentang pola komunikasi keluarga dengan kecerdasan emosional di
Gampong Lambhuk Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh. Jenis penelitian ini adalah descriptive correlative
dengan desain penelitian cross sectional study. Teknik pengambilan sampel yaitu teknik accidential random
sampling dengan jumlah populasi sebanyak 400 remaja. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 80 remaja
yang berusia 16-19 tahun. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21-25 Juni 2016 dengan menggunakan
alat pengumpulan data berupa kuesioner dalam bentuk skala Likert. Dari hasil pengolahan data diperoleh
nilai p-value (0,015) < α (0,05) sehingga H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara persepsi remaja tentang
pola komunikasi keluarga dengan kecerdasan emosional remaja di Gampong Lambhuk Kecamatan Ulee
Kareng Banda Aceh. Disarankan kepada keluarga untuk dapat meluangkan waktu agar dapat berkomunikasi
langsung dengan anak remaja sehingga akan terbentuk kecerdasan emosional yang baik dan remaja dapat
terhindar dari perilaku-perilaku menyimpang.
Kata Kunci : Pola Komunikasi Keluarga, Kecerdasan Emosional, Remaja
ABSTRACT
Adolescence is a period where various changes happen, including emotional changes that are considered
difficult for teenagers and their environment. Family is the party that can help the adolescents at this period,
such as by implementing a good communication so that the adolescents can be protected from emotional
problems such as depression and delinquency. The purpose of this study was to determine the relationship
between perception of adolescents on the family communication patterns and emotional intelligence in the
Gampong Lambhuk of Ulee Kareng in Banda Aceh. This research used descriptive correlative method with
cross sectional study design. Population of this research was 400 adolescents. Samples were chosen by using
accidental random sampling technique with total samples of 80 adolescents aged 16 19 years old. Data
collection took place on June 21-25, 2016 by using questionnaire in the form of Likert scale. From the data
processing it was obtained p-value (0.015) < α (0.05) thus H0 was rejected, meaning that there was a
relationship between the perception of adolescent on the family communication patterns and emotional
intelligence of adolescents in the Gampong Lambhuk of Ulee Kareng in Banda Aceh. It is suggested that the
family be able to take the time to communicate directly with children in order to form a good emotional
intelligence that adolescents can avoid deviant behaviors.
Keywords : Communication Patterns of Family, Emotional Intelligence, Adolescent
1
PENDAHULUAN
Remaja atau disebut juga dengan
adolescence yang memiliki arti tumbuh atau
tumbuh mencapai kematangan merupakan
populasi yang besar dari penduduk dunia,
dimana World Health Organization (WHO)
pada tahun 2014 mengelompokkan usia remaja
(10-19 tahun) berjumlah 1,2 milyar jiwa atau
18% dari jumlah penduduk dunia. Populasi
remaja
yang
semakin
meningkat
membutuhkan perhatian dari berbagai pihak,
mengingat masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa. Pada masa peralihan ini, remaja sudah
tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi
belum juga dapat diterima secara penuh untuk
masuk ke golongan orang dewasa. Masa
peralihan ini juga menjadikan remaja memiliki
emosi yang labil, sedangkan pengendalian diri
belum sempurna. Masa peralihan ini disebut
juga masa pencarian jati diri, dimana pada
masa ini terjadi berbagai perubahan pada
remaja termasuk perubahan emosional yang
dianggap sulit baik bagi remaja sendiri
maupun keluarga dan lingkungan. Umumnya,
masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun
sampai umur 18 tahun (Ali & Asrori, 2011).
Setiap remaja akan melalui masa
dimana perubahan emosional menjadi aspek
yang normal apabila mereka berhasil melalui
perubahan tersebut dan menjadi orang dewasa
yang kompeten. Namun, ketika remaja tidak
berhasil melalui perubahan tersebut serta tidak
mampu mengontrol emosinya maka akan
menyebabkan masalah yang serius. Emosi
yang belum stabil kerap menjadi pemicu
remaja melakukan perilaku yang dapat
menimbulkan masalah-masalah emosional
seperti depresi, kenakalan remaja, dan bunuh
diri (Santrock, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian WHO,
didapatkan bahwa 1 dari 5 anak yang berusia
kurang dari 16 tahun mengalami masalah
emosional. Anak yang berusia 4-15 tahun
mengalami masalah emosional sebanyak 104
orang dari 1000 anak. Di Indonesia,
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Rikesdas) pada tahun 2013, masalah
emosional pada usia remaja mencapai 5,6
persen dari populasi 42 juta jiwa. Persentase
tersebut menunjukkan sebanyak 2 juta jiwa
remaja mengalami gangguan emosional.
Sedangkan di Aceh, terdapat 51 ribu remaja
mengalami gangguan emosional.
Masalah-masalah emosional yang
kerap terjadi pada remaja berkaitan dengan
kemampuan remaja dalam mengenali emosi
diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain dan
membina hubungan dengan orang lain.
Kemampuan tersebut merupakan aspek dari
kecerdasan emosional pada seorang remaja.
Dimana kecerdasan emosi (EQ) pada remaja
harus diperkuat dalam diri seorang remaja
karena ini sangat erat kaitannya dengan
kecerdasan yang lainnya, seperti kecerdasan
moral, sosial, interpersonal, dan spiritual.
Namun kenyataannya, kecerdasan emosional
sering terabaikan oleh orangtua. Hal ini
dikarenakan masih banyak orangtua yang
sangat memprioritaskan kecerdasan intelektual
(IQ) semata (Setyowati, 2005).
Orang tua memiliki peran penting
dalam membantu remaja memiliki kecerdasan
emosional yang baik. Peran ini dapat
dilakukan
dengan
menerapkan
pola
komunikasi yang baik pada remaja.
Komunikasi antara orang tua dan anak dalam
keluarga merupakan tugas perkembangan yang
harus dipenuhi oleh keluarga pada tahap
keluarga dengan anak remaja (families with
teenagers). Komunikasi yang baik antara
orang tua dan remaja menjadikan remaja
cenderung lebih patuh dan terhindar dari
perilaku
yang
cenderung
emosional.
Komunikasi yang baik juga dapat menjadikan
orang tua dan remaja saling memiliki rasa
percaya dan jujur satu sama lain. Melalui
komunikasi, orang tua dapat melakukan
pengontrolan, pemantauan dan
memberi
dukungan pada anak remaja (Lestari, 2012).
Oleh karena itu, berdasarkan uraian
diatas penulis tertarik untuk meneliti dan
menggali fenomena tersebut yang dituangkan
dengan judul “Persepsi remaja tentang pola
2
komunikasi keluarga dengan
emosional di Banda Aceh”.
kecerdasan
Lambhuk Kecamatan Ulee Kareng Banda
Aceh.
METODE
PEMBAHASAN
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah descriptive
correlative, dengan desain penelitian cross
sectional study. Populasi dalam penelitian ini
adalah remaja di Gampong Lambhuk
Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh yang
berusia 16-19 tahun sebanyak 400 orang.
Sampel dalam penelitian ini yaitu remaja di
Gampong Lambhuk Kecamatan Ulee Kareng
Banda Aceh yang berusia 16-19 tahun dengan
jumlah 80 responden. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah accidential
random sampling.
Berdasarkan hasil uji statistik yang
telah dilakukan untuk mengetahui hubungan
persepsi remaja tentang pola komunikasi
keluarga dengan kecerdasan emosional di
Gampong Lambhuk Kecamatan Ulee Kareng
Banda Aceh, diperoleh nilai p-value = 0,015
dan nilai α = 0,05. Jadi p-value = 0,015 < nilai
α = 0,05 maka hipotesa (H0) ditolak yang
artinya terdapat hubungan antara persepsi
remaja tentang pola komunikasi keluarga
dengan kecerdasan emosional di Gampong
Lambhuk Kecamatan Ulee Kareng Banda
Aceh.
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati
(2011) yang memperoleh hasil bahwa adanya
hubungan antara pola komunikasi keluarga
dengan kecerdasan emosional remaja di Desa
Tridaya Sakti Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten
Bekasi.
Pola
komunikasi
fungsional dapat mencegah remaja melakukan
tindakan yang dapat menimbulkan masalahmasalah
emosional
sebanyak
32,1%.
Sedangkan pola komunikasi disfungsional
beresiko
tinggi
menyebabkan
remaja
melakukan tindakan yang dapat menimbulkan
masalah-masalah emosional sebanyak 67,9%.
Hal ini juga berkaitan dengan
penelitian Laily (2004) yang mengatakan
bahwa penerapan pola komunikasi fungsional
dalam keluarga dapat menghindari remaja dari
perilaku yang dapat menimbulkan masalahmasalah emosional dikarenakan akan terjalin
hubungan atau komunikasi intensif sehingga
adanya penyelesaian masalah. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Amrillah
(2007) juga memperoleh hasil adanya
hubungan yang signifikan antara pola
komunikasi keluarga dengan kecerdasan
emosional pada siswa/i kelas XII SMK
Surakarta.
Pola komunikasi dalam sistem
keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap
anggota keluarga. Dari komunikasi ini
HASIL
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Hubungan
Persepsi Remaja Tentang Pola Komunikasi
Keluarga Dengan Kecerdasan Emosional
(n=80)
Kecerdasan emosional
Pola
Komunikasi
Keluarga
Fungsional
Disfungsional
Total
Baik
Total
Kurang
f
%
f
%
f
%
29
36,3
15
18,8
44
55,0
13
16,3
23
28,8
36
45,0
42
52,5
38
47,5
80
100
pvalue
α
0,05
0,015
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2016)
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat
diketahui bahwa 29 responden memiliki
keluarga dengan komunikasi fungsional
dengan kecerdasan emosional yang baik
sebanyak 36,3%. Kemudian 23 responden
memiliki keluarga dengan komunikasi
disfungsional dengan kecerdasan emosional
kurang baik sebanyak 28,8%. Berdasarkan uji
statistic nilai p-value = 0,015 maka hipotesa
(H0) ditolak yang artinya terdapat hubungan
antara pola komunikasi keluarga dengan
kecerdasan emosional remaja di Gampong
3
individu belajar tentang orang lain,
perkembangan dan mempertahankan harga diri
serta mampu membuat pilihan (Andarmoyo,
2012).
Selain itu, komunikasi keluarga yang
memadai
penting
agar
anak
dapat
bersosialisasi dan berhubungan dengan orang.
Kemampuan anak dalam bersosialisasi dan
berhubungan dengan orang lain merupakan
salah satu aspek kecerdasan emosional selain
kemampuan anak dalam mengenal emosi diri
(Friedman, 2010).
Pada dasarnya, kecerdasan emosional
dapat terbentuk sejak dini. Namun seiring
bertambahnya usia, remaja membutuhkan
peran keluarga dalam hal ini. Artinya, emosi
yang merupakan suatu proses ini dapat
berkembang tergantung dari proses belajar
anak remaja yang awalnya berlangsung dalam
keluarga. Sehingga keluarga menjadi faktor
penentu bagi kecerdasan emosional anak
remaja (Setyowati, 2005).
Kecerdasan emosional terbentuk sejak
awal kehidupan yang berlanjut sepanjang
masa-masa kehidupan manusia yang semuanya
berawal dari lingkungan keluarga. Keluarga
khususnya orangtua yang terampil secara
emosional dapat membantu remaja dengan
memberi dasar keterampilan emosional seperti
belajar bagaimana mengenali, mengelola dan
memanfaatkan perasaan-perasaan. Remaja
yang terampil secara emosional dapat
menunjukkan kasih sayang pada keluarga,
mampu menangani emosi seperti ketika marah,
mudah bergaul, dan terhindar dari masalahmasalah emosional (Artha, 2013).
Gunarsa (2004) juga mengemukakan
bahwa komunikasi fungsional membentuk
pola dasar kepribadian remaja secara normal
dan perkembangan psikologis yang sehat bagi
remaja, karena merupakan hakikat remaja
membutuhkan peran keluarga dalam hal
pertumbuhan dan perkembangannya.
Dari uraian di atas, peneliti
menganalisa bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional pada
remaja adalah penerapan pola komunikasi
dalam keluarga. Penerapan pola komunikasi
keluarga sebagai bentuk interaksi antara orang
tua dengan anak maupun antar anggota
keluarga memiliki implikasi terhadap proses
perkembangan emosi anak remaja. Dalam
proses komunikasi tersebut, remaja akan
belajar mengenal dirinya maupun orang lain,
serta memahami perasaannya sendiri maupun
orang lain
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan maka secara umum dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
pola komunikasi keluarga dengan kecerdasan
emosional remaja di Gampong Lambhuk
Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh. Dari uji
statistik diperoleh nilai p-value = 0,015 < nilai
α = 0,05 maka hipotesa (H0) ditolak yang
artinya terdapat hubungan antara pola
komunikasi keluarga dengan kecerdasan
emosional di Gampong Lambhuk Kecamatan
Ulee Kareng Banda Aceh.
Berdasarkan
hasil
yang
telah
disimpulkan
di
atas,
maka
dalam
meningkatkan pola komunikasi keluarga
dengan kecerdasan emosional pada remaja di
Gampong Lambhuk Kecamatan Ulee Kareng
Banda Aceh, peneliti memberikan saran
kepada keluarga agar tetap mempertahankan
komunikasi yang baik dengan anak remaja.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti
meluangkan
waktu
untuk
berkomunikasi serta mendengarkan masalah
yang mungkin dimiliki oleh remaja sehingga
dapat membantu remaja berada dalam
lingkungan yang dapat menghindarkan dirinya
dari perilaku yang dapat menimbulkan
masalah-masalah emosional seperti depresi
dan kenakalan remaja.
REFERENSI
Ali, M,. & Asrori, M. (2011). Psikologi
Remaja;
Perkembangan
Peserta
Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Amrillah. (2007). Hubungan Pengetahuan
Seksualitas dan Kualitas Komunikasi
Anak-Orangtua
Degan
Perilaku
4
Seksual Pranikah. Surakarta: Fakultas
Psikologi Muhammadiyah
Andarmoyo,
S.
(2012).
Keperawatan
Keluarga; Konsep, Teori, Proses, dan
Praktik
Keperawatan,
(ed.1).
Yogyakarta: Graha Ilmu
Artha,
Setyowati, Y. (2005). Penerapan Komunikasi
Keluarga dan Pengaruh Terhadap
Perkembangan
Emosi
Anak.
Yogyakarta: PSIK STPMD.
N.M. (2013). Hubungan Antara
Kecerdasan Emosi dan Self Efficacy
Dalam
Pemecahan
Masalah
Penyesuaian Diri Remaja Awal. Jurnal
Psikologi Udayana, 2013, Vol. 1,
No.1, 190-202. ISSN: 2354-5607
Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Keluarga; Riset, Teori,
dan Praktik, (ed.5). Jakarta: EGC
Goleman,
D.
(2005).
Emotional
Inteligence:Kecerdasan
emosional,
mengapa EQ lebih penting daripada
IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Gunarsa. (2006). Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia
Laily, M. (2004). Pola Komunikasi Masalah
Seksual Antara Orangtua dan Anak.
Anima Indonesian Psychological
Journal, Vo. 19. (No.2), 194-205
Lestari,
S. (2012). Psikologi Keluarga:
Penanaman Nilai dan Penanganan
Konflik dalam Keluarga. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Nurhayati.
(2011).
Hubungan
Pola
Komunikasi dan Kekuatan Keluarga
Dengan Perilaku Seksual Berisiko
Pada Remaja Di Desa Tridaya Sakti
Kecamatan
Tambun
Selatan
Kabupaten Bekasi. Jakarta: FIK UI
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013).
Pedoman Pewawancara Petugas
Pengumpul Data. Jakarta: Badan
Litbangkes, Depkes RI.
Santrock, J. W. (2009). Perkembangan Anak,
(ed. 7). Jakarta: Penerbit Erlangga
5
Download