BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Patient Safety 1. Definisi Patient Safety Patient safetyadalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. (DepKes,2006). Menurut panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (2006), Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : a) Keselamatan pasien (patientt safety), b) Keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, c) Keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, d) Keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan e) Keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. 2. Tujuan Patient Safety Tujuan sistem patient safety rumah sakit: a) terciptanya budaya patient safety di rumah sakit. b) meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat. c) menurunnya kejadian tidak diinginkan (KTD) di rumah sakit. d) terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD. (Depkes R.I. 2006) 8 9 Tujuan penanganan Patient safety Menurut Joint Commission International dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit (2011), untuk mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien. 3. Langkah-langkah Patient Safety Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008), langkah menuju keselamaan pasien bagi staf rumah sakit dilakukan dengan tujuh cara meliputi : a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, menciptakan kepemimpinan dan budaya yg terbuka dengan adil. b. Memimpin dan mendukung staf, membangun komitmen dan fokus yang kuat & jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit. c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko, mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah. d. Mengembangkan sistem pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS). e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, mengembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka dengan pasien. f. Melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, mendorong staf anda utuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. 10 4. Standar Patient Safety Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional Patient safety Rumah Sakit (Patient safety) edisi kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari 7 standar, yakni: (1)Hak pasien, (2)Mendididik pasien dan keluarga, (3)Patient safety dan kesinambungan pelayanan, (4)Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan patient safety. (5)Peran kepemimpinan dalam meningkatkan patient safety, (6)Mendidik staf tentang patient safety, (7)Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai patient safety. Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut: a. Hak Pasien Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. b. Mendidik Pasien dan Keluarga. Standar: rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui 11 kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaanpertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit , memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dan memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. c. Patient Safety dan Kesinambungan Pelayanan. Standar: Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria: Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit, terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar. d. Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan Evaluasi dan Program Peningkatan Patient Safety. Standar: rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta patient safety. Kriteria: Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh Langkah Menuju Patient safety rumah sakit ", setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, 12 keuangan, setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi, setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan patient safety terjamin. e. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Patient Safety Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program patient safety secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Patient safety Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko patient safety dan program menekan atau mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang patient safety, pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sait serta meningkatkan patient safety dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan patient safety. Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program patient safety, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (KNC) near miss sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)” adverse event, tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program patient safety, tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. f. Mencakup Keterkaitan Jabatan Dengan Patient Safety Secara Jelas 13 Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik patient safety sesuai dengan tugasnya masingmasing. Setiap rumah sakit harus mengintregasikan topik patient safety dalam setiap kegiatan in-servicetraining dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. g. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Patient Safety Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan patient safety, tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cedera, memperpendek lama tindakan dan/atau hospitalisasi, meningkatkan atau mempertahankan status fungsi klien, dan meningkatkan kesejahteraan klien. Lingkungan yang aman juga akan memberikan perlindungan kepada stafnya, dan memungkinkan mereka untuk berfungsi pada tingkat yang optimal. 5. Sasaran Patient Safety 14 Menurut Permenkes No. 1691 tahun 2011, pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusisolusi yang menyeluruh. Ada enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagaiberikut : a. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien. Adapun elemen penilaian sasaran I yaitu : 1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak bolehmenggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. 2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah. 3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untukpemeriksaan klinis. 4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. 5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi. b. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan. Adapun elemen penilaian sasaran II yaitu: 1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah. 2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakankembali secara lengkap oleh penerima perintah. 3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atauyang menyampaikan hasil pemeriksaan. 4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan keakuratankomunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten. verifikasi 15 c. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert). Adapun elemen penilaian sasaran III yaitu : 1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat. 2) Implementasi kebijakan dan prosedur. 3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan. 4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted). d. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat Pasien Operasi Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat pasien. Adapun elemen sasaran IV yaitu : 1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan. 2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional. 3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan. 4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, 16 termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi. e. Sasaran V : Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Adapun elemen sasaran V yaitu : 1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patientt Safety). 2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif. 3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. f. Sasaran VI : Pengurangan Resiko Pasien Jatuh Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh. Adapun elemen sasaran VI yaitu : 1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain. 2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh. 3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan. 4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit. 17 6. Solusi Patient Safety Laporan oleh Institute of Medicine (IOM) ditahun 1999 membawa perhatian nasional terhadap kesalahan medis di rumah sakit yang serius (Koh, Corrigan, dan Donaldson, 1999). Laporan Health Grades mengindikasikan bahwa kematian sekitar 195.000 pasien yang dirawat dirumah sakit Amerika pada tahun 2000, 2001, 2002 diakibatkan oleh kesalahan medis yang dapat dicegah (Health Grades, 2005). WHO Collaborating Center For Patient safety (2007), menetapkan 9 (sembilan) solusi life saving patient safety rumah sakit yang disusun oleh lebih dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah patient safety. Komite Patient safety Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh rumah sakit seIndonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi patient safety tersebut adalah: a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names). Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit. b. Pastikan Identifikasi Pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk 18 verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama. c. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk terima. d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar. Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. 19 e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated) Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan. Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan. g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube). Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan (KTD) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar). 20 h. Gunakan alat injeksi sekali pakai. Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran Human Immuno Deficiency (HIV) yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layaanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman. i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial. Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol77, hand-rubs, dan sebagainya. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehnik-tehnik yang lain. 7. Standar Operasional (SOP) Patient Safety Di bawah ini adalah format laporan insiden ke Tempat Kejadian Perkara Rumah Sakit ( TKPRS ), ada dua jenis format formulir laporan insiden berdasarkan Permenkes NO.1691, Tahun 2011, yaitu : 21 a. Formulir 1 FORMAT LAPORAN INSIDEN KE TKPRS Rumah Sakit…………………. RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAXIMAL 2x24 JAM LAPORAN INSIDEN KNC, KTC, KTD DAN KEJADIAN SENTINEL I .DATA PASIEN Nama :......................................................................... No MR :............................ Ruangan : ...................................... Umur * : �0-1 bulan �> 1 bulan – 1 tahun �> 1 tahun – 5 tahun �> 5 tahun – 15 tahun �> 15 tahun – 30 tahun �> 30 tahun – 65 tahun �> 65 tahun Jenis kelamin : �Laki-laki �Perempuan Penanggung biaya pasien : �Pribadi �Asuransi Swasta �ASKES Pemerintah �JAMKESMAS Tanggal Masuk RS:…… …............ �Perusahaan* �Jaminan Kesehatan Daerah Jam ….........…………..... II. RINCIAN KEJADIAN 1. Tanggal dan Waktu Insiden Tanggal : ……………............. Jam……................…………...... 2. Insiden : .......................................................................... 3. Kronologis Insiden : .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 4. Jenis Insiden* : �Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss) �Kejadian Tidak Cedera/KTC (No Harm) � Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel (Sentinel Event) 5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden* 22 �Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya �Pasien �Keluarga / Pendamping pasien �Pengunjung �Lain-lain ......................................................... (sebutkan) 6. Insiden terjadi pada* : �Pasien �Lain-lain.......................................................... (sebutkan) Mis : karyawan/Pengunjung/Pendamping/Keluarga pasien, lapor ke K3 RS. 7. Insiden menyangkut pasien : �Pasien rawat inap �Pasien rawat jalan �Pasien UGD �Lain - lain........................................................... (sebutkan) 8. Tempat Insiden Lokasi kejadian .............................................. ..... (sebutkan) (Tempat pasien berada) 9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi) �Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya �Anak dan Subspesialisasinya �Bedah dan Subspesialisasinya �Obstetri Ginekologi dan Subspesialisasinya �THT dan Subspesialisasinya �Mata dan Subspesialisasinya �Saraf dan Subspesialisasinya �Anastesi dan Subspesialisasinya �Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya �Jantung dan Subspesialisasinya �Paru dan Subspesialisasinya �Jiwa dan Subspesialisasinya Lokasi kejadian ..................................................... (sebutkan) 23 10.Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden Unit kerja penyebab................................................ (sebutkan) 11.Akibat Insiden Terhadap Pasien* : �Kematian �Cedera Irreversibel / Cedera Berat �Cedera Reversibel / Cedera Sedang �Cedera Ringan �Tidak ada cedera 12.Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya : .................................................................................................................................... 13.Tindakan dilakukan oleh* : �Tim : terdiri dari : ..................................................................................... �Dokter �Perawat �Petugas lainnya ........................................................................................ 14.Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?* �Ya �Tidak Apabila ya, isi bagian dibawah ini. Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama? ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... Pembuat Penerima Laporan Laporan Paraf Paraf Tgl Terima Tgl Terima Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) : �BIRU �HIJAU NB. * = pilih satu jawaban. �KUNING �MERAH 24 b. Formulir 2 LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN 1. Laporan ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien. Laporan bersifat anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan rincian kejadian, analisa penyebab dan rekomendasi. 2. Untuk mengisi laporan ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai dengan pemahaman yang ada. 3. Isilah semua data pada Laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan lengkap. Jangan dikosongkan agar data dapat dianalisa. 4. Segera kirimkan laporan ini langsung ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP). KODE RUMAH SAKIT : ................................... I . DATA RUMAH SAKIT: Kepemilikan Rumah Sakit : �Pemerintah �Pemerintah Daerah (Provinsi / Kab / Kota) �TNI /POLRI �Privat �BUMN / BUMD Jenis Rumah Sakit : �RS Umum �RS Khusus: �RS Ibu dan Anak �RS Paru �RS Mata �RS Orthopedi �RS Jantung �RS Jiwa �RS Kusta 25 �RS Khusus lainnya ..................................................... Kelas Rumah Sakit Umum Kelas Rumah Sakit Khusus �A �A �B �B �C �C �D Kapasitas tempat tidur : ..................................................................tempat tidur Propinsi (lokasi RS):............................................................................................ Tanggal Laporan Insiden di kirim ke KNKP : .................................................... II. DATA PASIEN Umur * : �0-1 bulan �> 1 bulan – 1 tahun �> 1 tahun – 5 tahun �> 5 tahun – 15 tahun �> 15 tahun – 30 tahun �> 30 tahun – 65 tahun �> 65 tahun Jenis kelamin : �Laki-laki �Perempuan Penanggung biaya pasien : �Pribadi �Asuransi Swasta �ASKES Pemerintah �Perusahaan* JAMKESMAS Jaminan Kesehatan Daerah Tanggal Masuk RS : .................................................. Jam ............................... III. RINCIAN KEJADIAN 1. Tanggal dan Waktu Insiden Tanggal : .................................................. Jam .................................. 2. Insiden : ............................................................................................. 3. Kronologis Insiden ..................................................................................................................... 4. Jenis Insiden* : �Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss) �Kejadian Tidak Cedera/KTC (No Harm Incident) 26 �Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel (Sentinel Event) 5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden* �Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya �Pasien �Keluarga / Pendamping pasien �Pengunjung �Lain-lain...................................................................................(sebutkan) 6. Insiden terjadi pada* : �Pasien �Lain-lain ..................................................................................(sebutkan) Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3 RS. 7. Insiden menyangkut pasien : �Pasien rawat inap �Pasien rawat jalan �Pasien UGD �Lain-lain ..................................................................................(sebutkan) 8. Tempat Insiden Lokasi kejadian ............................................................................(sebutkan) (Tempat pasien berada) 9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi) �Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya �Anak dan Subspesialisasinya �Bedah dan Subspesialisasinya �Obstetri Ginekologi dan Subspesialisasinya �THT dan Subspesialisasinya �Mata dan Subspesialisasinya �Saraf dan Subspesialisasinya �Anastesi dan Subspesialisasinya 27 �Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya �Jantung dan Subspesialisasinya �Paru dan Subspesialisasinya �Jiwa dan Subspesialisasinya �Lain-lain ..................................................................................(sebutkan) 10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden Unit kerja penyebab .....................................................................(sebutkan) 11.Akibat Insiden Terhadap Pasien* : �Kematian �Cedera Irreversibel / Cedera Berat �Cedera Reversibel / Cedera Sedang �Cedera Ringan �Tidak ada cedera 12.Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya : ..................................................................................................................... 13.Tindakan dilakukan oleh* : �Tim : terdiri dari : ................................................................................... �Dokter �Perawat �Petugas lainnya : .................................................................................... 14.Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?* �Ya �Tidak Apabila ya, isi bagian dibawah ini. Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama? ..................................................................................................................... IV. TIPE INSIDEN Tipe Insiden : ..................................................................................................... Sub Tipe Insiden : .............................................................................................. V. ANALISA PENYEBAB INSIDEN 28 Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat menggunakan Faktor kontributor (bisa pilih lebih dari 1) a. Faktor Eksternal / di luar RS b. Faktor Organisasi dan Manajemen c. Faktor Lingkungan kerja d. Faktor Tim e. Faktor Petugas & Kinerja f. Faktor Tugas g. Faktor Pasien h. Faktor Komunikasi 1. Penyebab langsung (Direct / Proximate/ Immediate Cause) ........................................................................................................................... 2. Akar penyebab masalah (underlying �root cause) ........................................................................................................................... 3. Rekomendasi / Solusi NO AKAR MASALAH REKOMENDASI / SOLUSI NB. * = pilih satu jawaban, kecuali bila berpendapat lain. 8. Jenis-jenis Insiden Patient Safety Berdasarkan permenkes No. 1691 Tahun 2011, tentang keselamatan pasien rumah sakit, insiden keselamatan rumah sakit terdiri dari : a. Kejadian tidak diharapkan ( KTD) Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cidera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. 29 b. Kejadian tidak cidera (KTC) Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan cidera. c. Kejadian nyaris cidera ( KNC) Kejadian nyaris cidera adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar kepasien. Misalnya suatu obat yang overdosis yang akan diberikan tetapi petugas lain menyadarinya dan membatalkan pemberian obat sebelum diberikan. d. Kejadian potensial cidera (KPC) Kejadian potensial cidera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden. e. Kejadian sentinel Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang meyebabkan kematian atau cidera serius seperti tindakan operasi yang salah. 9. Indikator Patient Safety Menurut Nursalam (2011), Indikator Keselamatan Pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lajut, misalnya untuk menunjukkan: a. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu kewaktu b. Bahwa suatu pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan. c. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antara pemberi pelayanan. d. Ketidaksepadanan antara unit pelayanan kesehatan (Misalnya pemerintahan dengan swasta atau urban dengan rural). 30 10. Kondisi Yang Memudahkan Terjadinya Kesalahan Menurut Vincent (2003), faktor yang berpengaruh terhadap kejadian nyaris cidera dan kejadian tidak diharapkan antara lain : a. Organisasi dan managemen (struktur organisasi, kultur organisasi, kebijakan, kepemimpinan dan komitmen, sumber daya manusia, financial, peralatan dan teknologi. b. Lingkungan kerja (fisik, lingkungan yang bising, banyak interupsi, beban kerja, tekanan waktu dan psikologis, desain bangunan). c. Team work (komunikasi, kerjasama, supervise, pembagian tugas). d. Individu ( pengetahuan, skill, sikap dan prilaku, kondisi pisik dan mental, kepribadian staf). e. Task ( ketersedian SOP, ketersedian pedoman, desain tugas). f. Pasien ( kondisi pasien, kepribadian, kemampuan, gangguan mental). 11. Hambatan Penerapan Patient Safety Keberhasilan patient safety juga sangat tergantung pada individu staf medis yang terkait dengan pelayanan pasien. Akibatnya banyak muncul hambatan internal dalam pelaksanaan. Ada lima karakteristik hambatan personal yang sering muncul dalam patient safety, yaitu : 1) Visi institusi mengenai keselamatan pasien tidak jelas. 2) Takut dihukum. 3) Sistem untuk menganalisis kesalahan tidak memadai. 4) Tugas masing-masing staf yang terlalu kompleks. 5) Teamwork yang tidak adekuat. B. Konsep Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. 31 Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepecayaan (beliefs), takhayul (superstitions), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu. Hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang merupakan ilmu pengetahuan (Soekanto, 2007). Meliono, dkk (2007) mengatakan bahwa pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Selain itu pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenal benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Selanjutnya pengetahuan merupakan hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara. 2. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoadmojo (2007), bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, yaitu : a. Faktor Internal 1) Umur Umur adalah lamanya hidup seseorang dari sejak lahir yang dinyatakan dengan tahun. Telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh terhadap reproduksi. 2) Paritas Paritas merupakan jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan. 32 3) Motivasi Motivasi adalah dorongan bertindak memuaskan suatu kebutuhan, dorongan ini dapat mewujudkan dalam bentuk tindakan dan perilaku, 4) Persepsi Pengetahuan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran serta penciuman serta pengalaman masa lalu. 5) IQ (Iintelligence Qutient) Semakin tinggi IQ seseorang akan semakin cerdas pula secara potensial seseorang yang IQ nya kurang akan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian seseorang yang memiliki IQ rendah akan terhambat proses belajarnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya juga terlambat. b. Faktor Eksternal 1) Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. 2) Pekerjaan Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarganya. 3) Media massa Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi masyarakat tentang inovasi baru. 4) Sosial Budaya Kebiasaan dari tradisi yang dilakukan orang tanpa melalui penalaran, apakah yang dilakukan baik atau buru dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. 5) Lingkungan Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan atau prilaku orang atau kelompok. 33 3. Tingkat Pengetahuan Notoadmodjo (2010), berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni : a. Mengetahui (know), artinya mengingat suatu materi yang telahdipelajari sebelumnya. b. Memahami (comprehension) artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang di ketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Menggunakan (aplication) artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata. d. Menguraikan (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Menyimpulkan (synthesis), maksudnya suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Mengevaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek penelitian atau responden. Salah satu cara meningkatkan pengetahuan yang berguna untuk memperbaiki efektifitas pegawai dalam mencapai hasil kerja yang ditetapkan demi keselamatan dan kepuasan pasien dengan melakukan sosialisasi. Pelatihan merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan pengetahuan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan, praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikkan. Umutu pelatihan berupaya menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan yang dihadapi. (Ariyani, 2008) 34 Manusia belajar dari pengalamannya, dan berasumsi bahwa alam mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturannya. Ilmu merupakan salah satu hasil budaya manusia, dimana lebih mengutamakan kuantitas yang obyektif, dan mengesampingkan kualitas subyektif yang berhubungan dengan keinginan pribadi. Sehingga dengan ilmu, manusia tidak akanmementingkan dirinya sendiri (Salam, 2009). Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai ia benar-benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi, maka jenis dan jumlah obat juga semakin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru tentang obat-obatan. Di dalam sistem tersebut meliputi penilaian risiko seperti risiko jatuh atau infeksi silang, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden atau kejadian tidak diharapkan, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (DepKes RI, 2006). Di samping itu perawat harus mampu mengidentifikasi pasien, identifikasi dalam arti pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang, dengan kata lain bahwa dengan identifikasi kita dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan identitas tersebut kita dapat mengenal seseorang dengan membedakan dari orang lain. Untuk mengadakan identifikasi ada 3 hal yang diperlukan: a. Mengenali secara fisik yaitu Melihat wajah/fisik seseorang secara umum dan Membandingkan seseorang dengan gambar/foto b. Memperoleh keterangan pribadi antara lain : nama, alamat, agama, tempat/tanggal lahir, tanda tangan dan nama orang tua/suami/istri dsb. 35 c. Mengadakan penggabungan antara pengenalan fisik dengan keterangan pribadi, dari penggabungan tersebut biasanya yang paling dapat dipercaya berupa KTP, Pasport, SIM dan sebagainya. Masalah-masalah yang timbul akibat dari kesalahan identifikasi akan menyebabkan kerugian bagi rumah sakit karena akan terjadi pemborosan waktu, tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan merugikan pasien itu sendiri, misalnya kesalahan pemberian obat/tindakan dan sebagainya. Pengetahuan merupakan faktor penting dalam seseorang mengambil keputusan namun tidak selamanya pengetahuan seseorang bisa menghindarkan dirinya dari kejadian yang tidak diinginkannya, misalnya perawat yang tingkat pengetahuannya baik tidak selamanya melaksanakan keselamatan pasien dengan baik karean segala tindakan yang akan dilakukan beresiko untuk terjadi kesalahan. (Cintya, 2013) Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Menurut Abraham Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia, yaitu : a. Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi. b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan. c. Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki d. Kebutuhan harga diri e. Kebutuhan aktualisasi diri Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuhan keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses dengan kiat-kiat keperawatan yang dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal. 36 C. Konsep Sikap 1. Definisi Sikap Sikap seseorang adalah suatu predisposisi (keadaan mudah dipengaruhi)untuk memberikan tanggapan terhadap rangsang lingkungan yang dapatmembimbing atau memulai tingkah laku orang tersebut. Secara difinitif sikapberarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang dipersiapkan untukmemberi tanggapan terhadap sertamempengaruhi objek secara yang diorganisir langsung atau melalui tidak pengalaman langsung pada perilaku(Notoatmodjo, 2002). Sikap merupakan materi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya penyesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. (Iing, 2007) Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiaapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. ( Lastriani Fitri, 2010). Sikap merupakan materi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. 37 2. Komponen Pokok Sikap Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : (a)Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, (b)Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, (c)Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. 3. Tingkatan Sikap Menurut Notoatdmojo (2003), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apakah ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi. 4. Perbedaan Sikap Menurut Ahmadi (1990), yang dikutip oleh Notoadmojo (2010) sikap dibedakan menjadi : a. Sikap positif, yaitu yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima atau mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. b. Sikap negatif, yaitu menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada. 38 5. Karakteristik Sikap Menurut Notoadmojo (2010), dalam Perilaku Organisasional karakteristik sikap antara lain: a. Ada obyek artinya ada sesuatu yang disikapi. b. Mengarah artinya banyak obyek, tetapi belum tentu menjadi arahan sikap atau disikapi. Jadi sikap mengarah pada obyek yang disikapi. c. Berintensitas atau berderajat karena dalam sikap ditanyakan sejauh mana atau seberapa tinggi-rendah sikapnya. d. Berstruktur artinya dalam sikap itu ada komponen-komponen yang secara intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling menjalin. Perawat sebagai tenaga kesehatan, tidak sekedar memberikan pil, untuk diminum atau injeksi melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Perawat juga memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Perawat di rumah sakit tidak hanya memberikan pelayanan kepada pasien, tetapi mereka juga tentunya mengharapkan mendapatkan ”pelayanan” dari pihak manajemen rumah sakit agar apa yang menjadi haknya dapat diterima dengan baik. Perawat yang puas dengan apa yang diperolehnya dari manajemen akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya perawat yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Kerja sama tim sangat dibutuhkan dalam peningkatan keselamatan pasien. Prinsip komunikasi terbuka antar tenaga kesehatan dalam praktik professional. Adanya mekanisme monitor dan evaluasi terhadap implementasi pelayanan yang diberikan kepada pasien. Prinsip komunikasi terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien 39 dan keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien berhak mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kejadian tidak diharapkan. Rumah sakit harus memastikan ada program konseling kepada pasien dan juga keluarganya setelah terjadi kejadian tidak diharapkan. (Notoadmojo, 2010) D. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Patient Safety. Di dalam dunia asuhan keperawatan, masih banyak perawat yang belum melaksanakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan tehnik-tehnik maupun ketentuan yang berlaku. Dikarenakan pengetahuan yang dimiliki seorang perawat sangat rendah. Mereka malas dalam mencari tahu dengan berbagai alasan yang berbeda. Sehingga sikap yang di terapkan perawat dalam menjalankan asuhan tindakan keperawatan dapat menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan. Skema di bawah ini menunjukkan komponen-komponen atau faktor yang perlu dipahami tentang dasar terjadinya insiden keselamatan pasien. Skema tersebut menunjukkan bagaimana setiap faktor berinteraksi satu sama lain. Namun, apabila terdapat kekurangan atau ketidak sesuaian pada komponen-komponen tersebut dan satu sama lain bergerak terpisah maka hal itulah yang menjadi kekurangan sistem sehingga insiden dapat terjadi. (Henriksen et al,2008. Dalam Mulyana 2013) Skema dibawah ini juga menunjukkan akar permasalahan sampai penyebab langsung terjadinya insiden pasien. Meski tersusun secara bertingkat, setiap faktor tersebut tetap memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien, seperti terlihat pada skema dibawah ini. 40 Skema 2.1. Faktor yang Berkontribusi pada Insiden Patient safety di pelayanan Kesehatan. Struktur/managemen 1. Kebijakan 2. Fasilitas 3. Persediaan LINGKUNGAN 1. Pencahayaan 2. Orgonomik dan fungsional 3. Kebisingan 4. Temperatur PERALATAN DAN TEKNOLOGI 1. Keamanan alat 2. Fungsional PROSES 1. Waktu 2. Desain kerja 3. Karakteristik resiko tinggi 4. Efisiensi KARAKTERISTIK INDIVIDU/PERAWAT 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kesehatan fisik, mental dan emosional 4. Faktor interaksi dan kognitif TINDAKAN YANG DAPAT DITERIMA ATAU TIDAK Perawat harus mempunyai pengetahuan, ketermpilan yang memadai tentang bagaimana obat-obat disiapkan dan diberikan kepada pasien juga harus mampu mengkaji efektivitas obat yang diberikan serta mendeteksi efek samping obat yang mungkin terjadi (Priharjo, 1993). 41 Menurut penelitian Idayanti (2008), yang berjudul hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap penerapan standar operasional (SOP) tekhnik menyutik dalam upaya pencegahan infeksi memperlihatkan responden dengan pengetahuan tinggi dengan kategori baik sebanyak 41 orang (97,6%). Dengan demikian bahwa semakin tinggi pengetahuan responden maka semakin besar kemungkinan dapat menerapkan standar operasional (SOP) tekhnik menyuntik. Meskipun demikian dalam penelitian ini masih ditemukan responden yang memiliki pengetahuan rendah. Menurut Idayanti (2008), untuk mengetahui sikap responden terhadap standar operasional (SOP) tekhnik menyuntik, maka diberikan 16 pertanyaan, yang meliputi persiapan alat dan pelaksanaan menyuntik. Berdasarkan hasil analisa bivariat memperlihatkan tidak ada hubungan antara sikap responden dengan standar operasional (SOP) tekhik menyuntik. Menurut Setiana (2011) mengatakan Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara pengetahuan terhadap sikap mahasiswa fakultas kedokteran terhadap pencegahan infeksi. Hasil ini diperkuat oleh suatu penelitian yang dilakukan Hudoyo Tri Nugroho yang meneliti hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap perawat dalam mencegah infeksi nosokomial RSUD Tugurejo Semarang. Dari penelitian tersebut didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap. Penelitian lain yang dilakukan Yunnita Sugianto juga menunjukan bahwa tingkat pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial didapatkan hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Berdasarkan kedua penelitian tersebut tampak bahwa pengetahuan adanya hubungan secara bermakna dengan sikap seseorang. Responden dengan kategori sikap sangat baik yang menerapkan standar operasional (SOP) dengan baik sebanyak 41 orang (93,2%). Dengan pengertian bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun 42 tidk mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Dengan kata lain responden yang memiliki pengetahua baik seharusnya dapat bersikap baik dan cendrung mendukung penerapan standar operasional (SOP) praktik keperawatan yang diberlakukan pihak rumah sakit. Seorang perawat yang tidak mau menerapkan keselamatan pasien disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat dari program patientt safety bagi dirinya (predisposing factors). Tetapi barangkali juga karena fasilitas yang disediakan tidak ada dan peralatan yang tidak lengkap (enabling factors). Sebab lain mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak pernah memberikan contoh / penyuluhan tentang program patientt safety (reinforcing factors). E. Kerangka Konsep Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Dependen - Variabel Independen Penerapan Pasien Safety Pengetahuan dan sikap perawat Variabel Counfounding Organisasi kerja Lingkungan kerja F. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan Patient safety Di RSU Datu Beru Takengon.