BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Patient Safety
1. Definisi Patient Safety
Patient safetyadalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya resiko. (DepKes,2006).
Menurut panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (2006), Keselamatan
(safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu
penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : a)
Keselamatan pasien (patientt safety), b) Keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, c) Keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa
berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, d) Keselamatan lingkungan
(green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan e)
Keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah
sakit.
2. Tujuan Patient Safety
Tujuan sistem patient safety rumah sakit: a) terciptanya budaya patient safety di
rumah sakit. b) meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat. c) menurunnya kejadian tidak diinginkan (KTD) di rumah sakit. d)
terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD. (Depkes R.I. 2006)
8
9
Tujuan penanganan Patient safety Menurut Joint Commission International dalam
Standar Akreditasi Rumah Sakit (2011), untuk mengidentifikasi pasien dengan
benar, meningkatkan komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari
high-alert medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar
pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan,
mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien.
3. Langkah-langkah Patient Safety
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008), langkah menuju
keselamaan pasien bagi staf rumah sakit dilakukan dengan tujuh cara meliputi :
a. Membangun
kesadaran
akan
nilai
keselamatan
pasien,
menciptakan
kepemimpinan dan budaya yg terbuka dengan adil.
b. Memimpin dan mendukung staf, membangun komitmen dan fokus yang kuat
& jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit.
c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko, mengembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal yang
potensial bermasalah.
d. Mengembangkan sistem pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian / insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS).
e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, mengembangkan cara-cara
komunikasi yg terbuka dengan pasien.
f. Melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan
pasien, mendorong staf anda utuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
g. Mencegah
cedera
melalui
implementasi
sistem
keselamatan
pasien,
menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.
10
4. Standar Patient Safety
Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional Patient safety
Rumah Sakit (Patient safety) edisi kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari 7
standar, yakni: (1)Hak pasien, (2)Mendididik pasien dan keluarga, (3)Patient
safety dan kesinambungan pelayanan, (4)Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan patient safety.
(5)Peran kepemimpinan dalam meningkatkan patient safety, (6)Mendidik staf
tentang patient safety, (7)Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
patient safety. Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:
a. Hak Pasien
Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Kriteria: Harus ada dokter penanggung
jawab pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
b. Mendidik Pasien dan Keluarga.
Standar: rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria: Keselamatan dalam
pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus
ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui
11
kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaanpertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan menerima
konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah
sakit , memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dan memenuhi
kewajiban finansial yang disepakati.
c. Patient Safety dan Kesinambungan Pelayanan.
Standar: Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria: Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit, terdapat
koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
d. Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan
Evaluasi dan Program Peningkatan Patient Safety.
Standar: rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta patient safety.
Kriteria: Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,
dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh
Langkah Menuju Patient safety rumah sakit ", setiap rumah sakit harus
melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan:
pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
12
keuangan, setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi
satu proses kasus risiko tinggi, setiap rumah sakit harus menggunakan semua
data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan patient safety terjamin.
e. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Patient Safety
Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program patient
safety secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah
Menuju Patient safety Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya
program proaktif untuk identifikasi risiko patient safety dan program menekan
atau mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan
menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan
dengan
pengambilan
keputusan
tentang
patient
safety,
pimpinan
mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sait serta meningkatkan patient safety dan
pimpinan
mengukur
dan
mengkaji
efektifitas
kontribusinya
dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan patient safety.
Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program patient safety,
tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (KNC) near miss sampai dengan
“Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)” adverse event, tersedia mekanisme kerja
untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan
berpatisipasi dalam program patient safety, tersedia prosedur “cepat tanggap”
terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah,
membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
f. Mencakup Keterkaitan Jabatan Dengan Patient Safety Secara Jelas
13
Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. Kriteria: Setiap
rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik patient safety sesuai dengan tugasnya masingmasing.
Setiap rumah sakit harus mengintregasikan topik patient safety dalam setiap
kegiatan in-servicetraining dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
g. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Patient Safety
Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal
dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan patient safety, tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya
penyakit dan cedera, memperpendek lama tindakan dan/atau hospitalisasi,
meningkatkan atau mempertahankan status fungsi klien, dan meningkatkan
kesejahteraan klien. Lingkungan yang aman juga akan memberikan
perlindungan kepada stafnya, dan memungkinkan mereka untuk berfungsi pada
tingkat yang optimal.
5. Sasaran Patient Safety
14
Menurut Permenkes No. 1691 tahun 2011, pelayanan kesehatan yang aman dan
bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusisolusi yang menyeluruh. Ada enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya
hal-hal sebagaiberikut :
a. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien. Adapun elemen penilaian sasaran I yaitu :
1) Pasien
diidentifikasi
menggunakan
dua
identitas
pasien,
tidak
bolehmenggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untukpemeriksaan klinis.
4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
b. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Adapun elemen penilaian sasaran II
yaitu:
1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakankembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
atauyang menyampaikan hasil pemeriksaan.
4) Kebijakan
dan
prosedur
mengarahkan
pelaksanaan
keakuratankomunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
verifikasi
15
c. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Standar SKP III
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Adapun elemen penilaian sasaran III yaitu :
1) Kebijakan
dan/atau
prosedur
dikembangkan
agar
memuat
proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
2) Implementasi kebijakan dan prosedur.
3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
d. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memastikan tepatlokasi,
tepat-prosedur, dan tepat pasien. Adapun elemen sasaran IV yaitu :
1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan.
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out”
tepat
sebelum
dimulainya
suatu
prosedur/tindakan
pembedahan.
4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
16
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar
operasi.
e.
Sasaran V : Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Standar SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Adapun elemen sasaran V yaitu :
1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patientt
Safety).
2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3) Kebijakan
dan/atau
prosedur
dikembangkan
untuk
mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan.
f.
Sasaran VI : Pengurangan Resiko Pasien Jatuh
Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cedera karena jatuh. Adapun elemen sasaran VI yaitu :
1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4) Kebijakan
dan/atau
prosedur
dikembangkan
untuk
mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
17
6. Solusi Patient Safety
Laporan oleh Institute of Medicine (IOM) ditahun 1999 membawa perhatian
nasional terhadap kesalahan medis di rumah sakit yang serius (Koh, Corrigan, dan
Donaldson, 1999). Laporan Health Grades mengindikasikan bahwa kematian
sekitar 195.000 pasien yang dirawat dirumah sakit Amerika pada tahun 2000,
2001, 2002 diakibatkan oleh kesalahan medis yang dapat dicegah (Health Grades,
2005).
WHO Collaborating Center For Patient safety (2007), menetapkan 9 (sembilan)
solusi life saving patient safety rumah sakit yang disusun oleh lebih dari 100
Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah patient safety.
Komite Patient safety Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh rumah sakit seIndonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit baik
secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi patient safety tersebut
adalah:
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.
Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan
potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik
serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
18
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses
ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu
sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan
potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.rekomendasi ditujukan
untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol
untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk terima.
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus
dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang
salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya
informasi atau informasinya tidak benar.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam
ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang
tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian
tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan
prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum
memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi
yang akan dibedah.
19
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis,
unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang
cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi
pasien. Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga
disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar
saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana
menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada
petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).
Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan (KTD)
yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan
spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang
keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung
alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang
benar).
20
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran Human Immuno
Deficiency (HIV) yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas
layaanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi,
edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi
melalui darah; dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan
yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan
masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan
cairan, seperti alkohol77, hand-rubs, dan sebagainya. Yang disediakan pada
titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendididkan staf
mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan
tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan
tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
7. Standar Operasional (SOP) Patient Safety
Di bawah ini adalah format laporan insiden ke Tempat Kejadian Perkara Rumah
Sakit ( TKPRS ), ada dua jenis format formulir laporan insiden berdasarkan
Permenkes NO.1691, Tahun 2011, yaitu :
21
a. Formulir 1
FORMAT LAPORAN INSIDEN KE TKPRS
Rumah Sakit………………….
RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAXIMAL 2x24 JAM
LAPORAN INSIDEN KNC, KTC, KTD DAN KEJADIAN SENTINEL
I .DATA PASIEN
Nama
:.........................................................................
No MR
:............................
Ruangan : ......................................
Umur *
: �0-1 bulan
�> 1 bulan – 1 tahun
�> 1 tahun – 5 tahun
�> 5 tahun – 15 tahun
�> 15 tahun – 30 tahun
�> 30 tahun – 65 tahun
�> 65 tahun
Jenis kelamin :
�Laki-laki �Perempuan
Penanggung biaya pasien :
�Pribadi
�Asuransi Swasta
�ASKES Pemerintah
�JAMKESMAS
Tanggal Masuk RS:…… …............
�Perusahaan*
�Jaminan Kesehatan Daerah
Jam ….........………….....
II. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : ……………............. Jam……................…………......
2. Insiden : ..........................................................................
3. Kronologis Insiden :
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
�Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)
�Kejadian Tidak Cedera/KTC (No Harm)
� Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel
(Sentinel Event)
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
22
�Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya
�Pasien
�Keluarga / Pendamping pasien
�Pengunjung
�Lain-lain .........................................................
(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* :
�Pasien
�Lain-lain..........................................................
(sebutkan)
Mis : karyawan/Pengunjung/Pendamping/Keluarga pasien, lapor ke K3 RS.
7. Insiden menyangkut pasien :
�Pasien rawat inap
�Pasien rawat jalan
�Pasien UGD
�Lain - lain...........................................................
(sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian .............................................. .....
(sebutkan)
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
�Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
�Anak dan Subspesialisasinya
�Bedah dan Subspesialisasinya
�Obstetri Ginekologi dan Subspesialisasinya
�THT dan Subspesialisasinya
�Mata dan Subspesialisasinya
�Saraf dan Subspesialisasinya
�Anastesi dan Subspesialisasinya
�Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
�Jantung dan Subspesialisasinya
�Paru dan Subspesialisasinya
�Jiwa dan Subspesialisasinya
Lokasi kejadian .....................................................
(sebutkan)
23
10.Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab................................................
(sebutkan)
11.Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
�Kematian
�Cedera Irreversibel / Cedera Berat
�Cedera Reversibel / Cedera Sedang
�Cedera Ringan
�Tidak ada cedera
12.Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
....................................................................................................................................
13.Tindakan dilakukan oleh* :
�Tim : terdiri dari : .....................................................................................
�Dokter
�Perawat
�Petugas lainnya ........................................................................................
14.Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*
�Ya �Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja tersebut
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama?
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
Pembuat
Penerima
Laporan
Laporan
Paraf
Paraf
Tgl Terima
Tgl Terima
Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) :
�BIRU
�HIJAU
NB. * = pilih satu jawaban.
�KUNING
�MERAH
24
b. Formulir 2
LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
1. Laporan ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien.
Laporan bersifat anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan
rincian kejadian, analisa penyebab dan rekomendasi.
2. Untuk mengisi laporan ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai dengan
pemahaman yang ada.
3. Isilah semua data pada Laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan
lengkap. Jangan dikosongkan agar data dapat dianalisa.
4. Segera kirimkan laporan ini langsung ke Komite Nasional Keselamatan
Pasien (KNKP).
KODE RUMAH SAKIT : ...................................
I . DATA RUMAH SAKIT:
Kepemilikan Rumah Sakit :
�Pemerintah
�Pemerintah Daerah (Provinsi / Kab / Kota)
�TNI /POLRI
�Privat
�BUMN / BUMD
Jenis Rumah Sakit :
�RS Umum
�RS Khusus:
�RS Ibu dan Anak
�RS Paru
�RS Mata
�RS Orthopedi
�RS Jantung
�RS Jiwa
�RS Kusta
25
�RS Khusus lainnya .....................................................
Kelas Rumah Sakit Umum
Kelas Rumah Sakit Khusus
�A
�A
�B
�B
�C
�C
�D
Kapasitas tempat tidur : ..................................................................tempat tidur
Propinsi (lokasi RS):............................................................................................
Tanggal Laporan Insiden di kirim ke KNKP : ....................................................
II. DATA PASIEN
Umur * :
�0-1 bulan
�> 1 bulan – 1 tahun
�> 1 tahun – 5 tahun �> 5 tahun – 15 tahun
�> 15 tahun – 30 tahun
�> 30 tahun – 65 tahun
�> 65 tahun
Jenis kelamin :
�Laki-laki
�Perempuan
Penanggung biaya pasien :
�Pribadi
�Asuransi Swasta
�ASKES Pemerintah
�Perusahaan*
JAMKESMAS
Jaminan Kesehatan Daerah
Tanggal Masuk RS : .................................................. Jam ...............................
III. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : .................................................. Jam ..................................
2. Insiden : .............................................................................................
3. Kronologis Insiden
.....................................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
�Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)
�Kejadian Tidak Cedera/KTC (No Harm Incident)
26
�Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel
(Sentinel Event)
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
�Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya
�Pasien
�Keluarga / Pendamping pasien
�Pengunjung
�Lain-lain...................................................................................(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* :
�Pasien
�Lain-lain ..................................................................................(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3
RS.
7. Insiden menyangkut pasien :
�Pasien rawat inap
�Pasien rawat jalan
�Pasien UGD
�Lain-lain ..................................................................................(sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian ............................................................................(sebutkan)
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
�Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
�Anak dan Subspesialisasinya
�Bedah dan Subspesialisasinya
�Obstetri Ginekologi dan Subspesialisasinya
�THT dan Subspesialisasinya
�Mata dan Subspesialisasinya
�Saraf dan Subspesialisasinya
�Anastesi dan Subspesialisasinya
27
�Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
�Jantung dan Subspesialisasinya
�Paru dan Subspesialisasinya
�Jiwa dan Subspesialisasinya
�Lain-lain ..................................................................................(sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab .....................................................................(sebutkan)
11.Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
�Kematian
�Cedera Irreversibel / Cedera Berat
�Cedera Reversibel / Cedera Sedang
�Cedera Ringan
�Tidak ada cedera
12.Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
.....................................................................................................................
13.Tindakan dilakukan oleh* :
�Tim : terdiri dari : ...................................................................................
�Dokter
�Perawat
�Petugas lainnya : ....................................................................................
14.Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*
�Ya
�Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada Unit kerja tersebut
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama?
.....................................................................................................................
IV. TIPE INSIDEN
Tipe Insiden : .....................................................................................................
Sub Tipe Insiden : ..............................................................................................
V. ANALISA PENYEBAB INSIDEN
28
Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat
menggunakan Faktor kontributor (bisa pilih lebih dari 1)
a. Faktor Eksternal / di luar RS
b. Faktor Organisasi dan Manajemen
c. Faktor Lingkungan kerja
d. Faktor Tim
e. Faktor Petugas & Kinerja
f. Faktor Tugas
g. Faktor Pasien
h. Faktor Komunikasi
1. Penyebab langsung (Direct / Proximate/ Immediate Cause)
...........................................................................................................................
2. Akar penyebab masalah (underlying �root cause)
...........................................................................................................................
3. Rekomendasi / Solusi
NO
AKAR MASALAH
REKOMENDASI / SOLUSI
NB. * = pilih satu jawaban, kecuali bila berpendapat lain.
8. Jenis-jenis Insiden Patient Safety
Berdasarkan permenkes No. 1691 Tahun 2011, tentang keselamatan pasien rumah
sakit, insiden keselamatan rumah sakit terdiri dari :
a. Kejadian tidak diharapkan ( KTD)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cidera pada pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
29
b. Kejadian tidak cidera (KTC)
Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan
cidera.
c. Kejadian nyaris cidera ( KNC)
Kejadian nyaris cidera adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
kepasien. Misalnya suatu obat yang overdosis yang akan diberikan tetapi
petugas lain menyadarinya dan membatalkan pemberian obat sebelum
diberikan.
d. Kejadian potensial cidera (KPC)
Kejadian potensial cidera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden.
e. Kejadian sentinel
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang meyebabkan kematian atau cidera
serius seperti tindakan operasi yang salah.
9. Indikator Patient Safety
Menurut Nursalam (2011), Indikator Keselamatan Pasien (IPS) bermanfaat untuk
mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan
perbaikan lebih lajut, misalnya untuk menunjukkan:
a. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu kewaktu
b. Bahwa suatu pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan.
c. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antara pemberi pelayanan.
d. Ketidaksepadanan antara unit pelayanan kesehatan (Misalnya pemerintahan
dengan swasta atau urban dengan rural).
30
10. Kondisi Yang Memudahkan Terjadinya Kesalahan
Menurut Vincent (2003), faktor yang berpengaruh terhadap kejadian nyaris cidera
dan kejadian tidak diharapkan antara lain :
a. Organisasi dan managemen (struktur organisasi, kultur organisasi, kebijakan,
kepemimpinan dan komitmen, sumber daya manusia, financial, peralatan dan
teknologi.
b. Lingkungan kerja (fisik, lingkungan yang bising, banyak interupsi, beban kerja,
tekanan waktu dan psikologis, desain bangunan).
c. Team work (komunikasi, kerjasama, supervise, pembagian tugas).
d. Individu ( pengetahuan, skill, sikap dan prilaku, kondisi pisik dan mental,
kepribadian staf).
e. Task ( ketersedian SOP, ketersedian pedoman, desain tugas).
f. Pasien ( kondisi pasien, kepribadian, kemampuan, gangguan mental).
11. Hambatan Penerapan Patient Safety
Keberhasilan patient safety juga sangat tergantung pada individu staf medis yang
terkait dengan pelayanan pasien. Akibatnya banyak muncul hambatan internal
dalam pelaksanaan. Ada lima karakteristik hambatan personal yang sering muncul
dalam patient safety, yaitu : 1) Visi institusi mengenai keselamatan pasien tidak
jelas. 2) Takut dihukum. 3) Sistem untuk menganalisis kesalahan tidak memadai.
4) Tugas masing-masing staf yang terlalu kompleks. 5) Teamwork yang tidak
adekuat.
B. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
31
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan
panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepecayaan (beliefs), takhayul
(superstitions), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Tidak
semua pengetahuan merupakan suatu ilmu. Hanya pengetahuan yang tersusun
secara sistematis saja yang merupakan ilmu pengetahuan (Soekanto, 2007).
Meliono, dkk (2007) mengatakan bahwa pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Selain itu pengetahuan
adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal
budinya untuk mengenal benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat
atau dirasakan sebelumnya. Selanjutnya pengetahuan merupakan hasil kerja fikir
(penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan
terhadap suatu perkara.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2007), bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal, yaitu :
a. Faktor Internal
1) Umur
Umur adalah lamanya hidup seseorang dari sejak lahir yang dinyatakan
dengan tahun. Telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh
terhadap reproduksi.
2) Paritas
Paritas merupakan jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan
jumlah janin yang dilahirkan.
32
3) Motivasi
Motivasi adalah dorongan bertindak memuaskan suatu kebutuhan, dorongan
ini dapat mewujudkan dalam bentuk tindakan dan perilaku,
4) Persepsi
Pengetahuan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran
serta penciuman serta pengalaman masa lalu.
5) IQ (Iintelligence Qutient)
Semakin tinggi IQ seseorang akan semakin cerdas pula secara potensial
seseorang yang IQ nya kurang akan mengalami kesulitan belajar. Dengan
demikian seseorang yang memiliki IQ rendah akan terhambat proses
belajarnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya juga terlambat.
b. Faktor Eksternal
1) Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi
sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang
kehidupan dan kehidupan keluarganya.
3) Media massa
Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam media
massa yang dapat mempengaruhi masyarakat tentang inovasi baru.
4) Sosial Budaya
Kebiasaan dari tradisi yang dilakukan orang tanpa melalui penalaran,
apakah yang dilakukan baik atau buru dengan demikian seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
5) Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan atau prilaku orang
atau kelompok.
33
3. Tingkat Pengetahuan
Notoadmodjo (2010), berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
a. Mengetahui (know), artinya mengingat suatu materi yang telahdipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (comprehension) artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang di ketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
c. Menggunakan (aplication) artinya kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata.
d. Menguraikan (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Menyimpulkan (synthesis), maksudnya suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Mengevaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
di ukur dari subyek penelitian atau responden.
Salah satu cara meningkatkan pengetahuan yang berguna untuk memperbaiki
efektifitas pegawai dalam mencapai hasil kerja yang ditetapkan demi keselamatan
dan kepuasan pasien dengan melakukan sosialisasi. Pelatihan merupakan salah
satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan pengetahuan. Pelatihan bersifat
spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang
pekerjaan yang dilakukan, praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat
dipraktikkan. Umutu pelatihan berupaya menyiapkan para karyawan untuk
melakukan pekerjaan yang dihadapi. (Ariyani, 2008)
34
Manusia belajar dari pengalamannya, dan berasumsi bahwa alam mengikuti
hukum-hukum dan aturan-aturannya. Ilmu merupakan salah satu hasil budaya
manusia,
dimana
lebih
mengutamakan
kuantitas
yang
obyektif,
dan
mengesampingkan kualitas subyektif yang berhubungan dengan keinginan
pribadi. Sehingga dengan ilmu, manusia tidak akanmementingkan dirinya sendiri
(Salam, 2009).
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai ia
benar-benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi,
maka jenis dan jumlah obat juga semakin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini,
maka perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru
tentang obat-obatan.
Di dalam sistem tersebut meliputi penilaian risiko seperti risiko jatuh atau infeksi
silang, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden atau kejadian tidak diharapkan, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko (DepKes RI, 2006).
Di samping itu perawat harus mampu mengidentifikasi pasien, identifikasi dalam
arti pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari
seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan keterangan
tersebut dengan individu seseorang, dengan kata lain bahwa dengan identifikasi
kita dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan identitas tersebut kita dapat
mengenal seseorang dengan membedakan dari orang lain.
Untuk mengadakan identifikasi ada 3 hal yang diperlukan:
a. Mengenali secara fisik yaitu Melihat wajah/fisik seseorang secara umum dan
Membandingkan seseorang dengan gambar/foto
b. Memperoleh keterangan pribadi antara lain : nama, alamat, agama,
tempat/tanggal lahir, tanda tangan dan nama orang tua/suami/istri dsb.
35
c. Mengadakan penggabungan antara pengenalan fisik dengan keterangan pribadi,
dari penggabungan tersebut biasanya yang paling dapat dipercaya berupa KTP,
Pasport, SIM dan sebagainya.
Masalah-masalah
yang
timbul
akibat
dari
kesalahan
identifikasi
akan
menyebabkan kerugian bagi rumah sakit karena akan terjadi pemborosan waktu,
tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan
merugikan pasien itu sendiri, misalnya kesalahan pemberian obat/tindakan dan
sebagainya.
Pengetahuan merupakan faktor penting dalam seseorang mengambil keputusan
namun tidak selamanya pengetahuan seseorang bisa menghindarkan dirinya dari
kejadian
yang
tidak
diinginkannya,
misalnya
perawat
yang
tingkat
pengetahuannya baik tidak selamanya melaksanakan keselamatan pasien dengan
baik karean segala tindakan yang akan dilakukan beresiko untuk terjadi kesalahan.
(Cintya, 2013)
Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Menurut
Abraham Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan.
c. Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki
d. Kebutuhan harga diri
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuhan
keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses dengan kiat-kiat keperawatan
yang dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki
ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.
36
C. Konsep Sikap
1. Definisi Sikap
Sikap seseorang adalah suatu predisposisi (keadaan mudah dipengaruhi)untuk
memberikan tanggapan terhadap rangsang lingkungan yang dapatmembimbing
atau memulai tingkah laku orang tersebut. Secara difinitif sikapberarti suatu
keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang dipersiapkan untukmemberi
tanggapan
terhadap
sertamempengaruhi
objek
secara
yang
diorganisir
langsung
atau
melalui
tidak
pengalaman
langsung
pada
perilaku(Notoatmodjo, 2002).
Sikap merupakan materi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
penyesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. (Iing, 2007)
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial, mengatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku
yang terbuka. Sikap merupakan kesiaapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. ( Lastriani Fitri,
2010).
Sikap merupakan materi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
37
2. Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok yaitu : (a)Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap
suatu objek, (b)Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek,
(c)Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).Ketiga komponen ini secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Penentuan sikap yang
utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
3. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatdmojo (2003), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek)
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apakah ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan.
c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah sikap yang paling tinggi.
4. Perbedaan Sikap
Menurut Ahmadi (1990), yang dikutip oleh Notoadmojo (2010) sikap dibedakan
menjadi :
a. Sikap positif, yaitu yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima atau
mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu
berada.
b. Sikap negatif, yaitu menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap
norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.
38
5. Karakteristik Sikap
Menurut Notoadmojo (2010), dalam Perilaku Organisasional karakteristik sikap
antara lain:
a. Ada obyek artinya ada sesuatu yang disikapi.
b. Mengarah artinya banyak obyek, tetapi belum tentu menjadi arahan sikap atau
disikapi. Jadi sikap mengarah pada obyek yang disikapi.
c. Berintensitas atau berderajat karena dalam sikap ditanyakan sejauh mana atau
seberapa tinggi-rendah sikapnya.
d. Berstruktur artinya dalam sikap itu ada komponen-komponen yang secara
intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu komponen kognitif, afektif, dan
konatif yang saling menjalin.
Perawat sebagai tenaga kesehatan, tidak sekedar memberikan pil, untuk diminum
atau injeksi melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien
terhadap pemberian obat tersebut. Perawat juga memiliki peran yang utama dalam
meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan.
Perawat di rumah sakit tidak hanya memberikan pelayanan kepada pasien, tetapi
mereka juga tentunya mengharapkan mendapatkan ”pelayanan” dari pihak
manajemen rumah sakit agar apa yang menjadi haknya dapat diterima dengan
baik. Perawat yang puas dengan apa yang diperolehnya dari manajemen akan
memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha
memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya perawat yang kepuasan kerjanya rendah,
cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan,
sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan.
Kerja sama tim sangat dibutuhkan dalam peningkatan keselamatan pasien. Prinsip
komunikasi terbuka antar tenaga kesehatan dalam praktik professional. Adanya
mekanisme monitor dan evaluasi terhadap implementasi pelayanan yang diberikan
kepada pasien. Prinsip komunikasi terbuka tenaga kesehatan juga dengan pasien
39
dan keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien
berhak mendapat dukungan dan perlindungan bila terjadi kejadian tidak
diharapkan. Rumah sakit harus memastikan ada program konseling kepada pasien
dan juga keluarganya setelah terjadi kejadian tidak diharapkan. (Notoadmojo,
2010)
D. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Patient Safety.
Di dalam dunia asuhan keperawatan, masih banyak perawat yang belum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan tehnik-tehnik maupun
ketentuan yang berlaku. Dikarenakan pengetahuan yang dimiliki seorang perawat
sangat rendah. Mereka malas dalam mencari tahu dengan berbagai alasan yang
berbeda. Sehingga sikap yang di terapkan perawat dalam menjalankan asuhan
tindakan keperawatan dapat menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan.
Skema di bawah ini menunjukkan komponen-komponen atau faktor yang perlu
dipahami tentang dasar terjadinya insiden keselamatan pasien. Skema tersebut
menunjukkan bagaimana setiap faktor berinteraksi satu sama lain. Namun, apabila
terdapat kekurangan atau ketidak sesuaian pada komponen-komponen tersebut dan
satu sama lain bergerak terpisah maka hal itulah yang menjadi kekurangan sistem
sehingga insiden dapat terjadi. (Henriksen et al,2008. Dalam Mulyana 2013)
Skema dibawah ini juga menunjukkan akar permasalahan sampai penyebab langsung
terjadinya insiden pasien. Meski tersusun secara bertingkat, setiap faktor tersebut
tetap memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien,
seperti terlihat pada skema dibawah ini.
40
Skema 2.1.
Faktor yang Berkontribusi pada Insiden Patient safety
di pelayanan Kesehatan.
Struktur/managemen
1. Kebijakan
2. Fasilitas
3. Persediaan
LINGKUNGAN
1. Pencahayaan
2. Orgonomik
dan
fungsional
3. Kebisingan
4. Temperatur
PERALATAN
DAN
TEKNOLOGI
1. Keamanan
alat
2. Fungsional
PROSES
1. Waktu
2. Desain kerja
3. Karakteristik
resiko tinggi
4. Efisiensi
KARAKTERISTIK INDIVIDU/PERAWAT
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kesehatan fisik, mental dan emosional
4. Faktor interaksi dan kognitif
TINDAKAN YANG
DAPAT DITERIMA
ATAU TIDAK
Perawat harus mempunyai pengetahuan, ketermpilan yang memadai tentang
bagaimana obat-obat disiapkan dan diberikan kepada pasien juga harus mampu
mengkaji efektivitas obat yang diberikan serta mendeteksi efek samping obat yang
mungkin terjadi (Priharjo, 1993).
41
Menurut penelitian Idayanti (2008), yang berjudul hubungan pengetahuan dan sikap
perawat terhadap penerapan standar operasional (SOP) tekhnik menyutik dalam
upaya pencegahan infeksi memperlihatkan responden dengan pengetahuan tinggi
dengan kategori baik sebanyak 41 orang (97,6%). Dengan demikian bahwa semakin
tinggi pengetahuan responden maka semakin besar kemungkinan dapat menerapkan
standar operasional (SOP) tekhnik menyuntik. Meskipun demikian dalam penelitian
ini masih ditemukan responden yang memiliki pengetahuan rendah.
Menurut Idayanti (2008), untuk mengetahui sikap responden terhadap standar
operasional (SOP) tekhnik menyuntik, maka diberikan 16 pertanyaan, yang meliputi
persiapan alat dan pelaksanaan menyuntik. Berdasarkan hasil analisa bivariat
memperlihatkan tidak ada hubungan antara sikap responden dengan standar
operasional (SOP) tekhik menyuntik.
Menurut Setiana (2011) mengatakan Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan
bahwa adanya hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara pengetahuan terhadap
sikap mahasiswa fakultas kedokteran terhadap pencegahan infeksi. Hasil ini
diperkuat oleh suatu penelitian yang dilakukan Hudoyo Tri Nugroho yang meneliti
hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap perawat dalam mencegah infeksi
nosokomial RSUD Tugurejo Semarang. Dari penelitian tersebut didapatkan adanya
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap. Penelitian lain yang
dilakukan Yunnita Sugianto juga menunjukan bahwa tingkat pengetahuan dengan
sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial didapatkan
hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Berdasarkan kedua penelitian
tersebut tampak bahwa pengetahuan adanya hubungan secara bermakna dengan sikap
seseorang.
Responden dengan kategori sikap sangat baik yang menerapkan standar operasional
(SOP) dengan baik sebanyak 41 orang (93,2%). Dengan pengertian bahwa sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun
42
tidk mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Dengan kata lain
responden yang memiliki pengetahua baik seharusnya dapat bersikap baik dan
cendrung mendukung penerapan standar operasional (SOP) praktik keperawatan
yang diberlakukan pihak rumah sakit.
Seorang perawat yang tidak mau menerapkan keselamatan pasien disebabkan karena
orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat dari program patientt safety
bagi dirinya (predisposing factors). Tetapi barangkali juga karena fasilitas yang
disediakan tidak ada dan peralatan yang tidak lengkap (enabling factors). Sebab lain
mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya
tidak pernah memberikan contoh / penyuluhan tentang program patientt safety
(reinforcing factors).
E. Kerangka Konsep
Skema 2.2
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Dependen
-
Variabel Independen
Penerapan Pasien
Safety
Pengetahuan dan sikap
perawat
Variabel Counfounding
Organisasi kerja
Lingkungan kerja
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap perawat dengan
penerapan Patient safety Di RSU Datu Beru Takengon.
Download