PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

advertisement
PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
Iswati*
*Akademi Keperawatan Adi Husada, Jl. Kapasari No. 95 Surabaya
Email : [email protected]
Abstrak
Pendahuluan : Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab semua perawat, namun masih
didapatkan adanya insiden keselamatan pasien yang dilakukan oleh perawat pelaksana. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan penerapan sasaran keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Metode : Jenis penelitian ini deskriptif. Populasinya semua perawat
pelaksana di dua ruang rawat inap rumah sakit berjumlah 47 perawat. Menggunakan non probability:
total sampling, variabelnya penerapan sasaran keselamatan pasien. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Data dianalisis secara diskriptif. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan 95,7% perawat
sudah menerapkan sasaran keselamatan pasien dengan baik. Diskusi : Namun masih diperlukan
sosialisasi lebih intensif untuk mengidentifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas pasien
dan meningkatkan usaha untuk mencegah jatuh pada pasien.
Kata Kunci : Sasaran keselamatan pasien, perawat pelaksana, ruang rawat inap
didapatkan pasien meminta obat oral untuk
diletakkan dimeja sehingga ada kemungkinan
obat terlambat diminum dari waktu yang
ditentukan. Terkait dengan jumlah insiden
keselamatan pasien peneliti tidak mendapat ijin
menampilkan data tersebut.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang
sering terjadi pada pasien selama dirawat dapat
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :
Lingkungan kerja, hal-hal yang berhubungan
dengan kondisi pasien, alur komunikasi yang
kurang tepat, penggunaan sarana kurang tepat,
kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.
Semua faktor tersebut menimbulkan terjadinya
insiden keselamatan pasien yang beragam,
mulai dari yang ringan dan sifatnya reversible
hingga yang berat berupa kecacatan atau
bahkan kematian (KKP–RS 2008).
Berbagai upaya telah diusahakan untuk
mengurangi dampak insiden keselamatan
pasien. Salah satu cara dengan menerapkan
sistem keselamatan pasien di rumah sakit dan
pelatihan/sosialisasi
terkait
keselamatan
pasien. Di ruang rawat inap, perawat harus
menerapkan enam sasaran keselamatan
diantaranya memastikan identifikasi pasien;
mengkomunikasikan secara benar saat serah
terima pasien; memperhatikan nama obat, rupa
dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names); memastikan tindakan yang
benar pada sisi tubuh yang benar;
meningkatkan kebersihan tangan untuk
pencegahan infeksi; dan menurunkan risiko
cidera.
PENDAHULUAN
Keselamatan
pasien
merupakan
sistem yang bertujuan untuk memberikan
asuhan terhadap pasien secara aman sebagai
upaya mencegah kejadian yang tidak
diinginkan (Kemenkes, 2011). Banyaknya
jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur,
serta jumlah pasien dan staf rumah sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang berpotensi
terjadinya kesalahan dalam proses pemberian
pelayanan kesehatan berupa kesalahan
diagnosis, pengobatan, perawatan, serta
kesalahan sistem lainnya sehingga berbagai
kesalahan yang terjadi mengakibatkan insiden
keselamatan pasien.
Di Indonesia, menurut Depkes RI
(2006), data tentang KTD dan KNC masih
langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan
tuduhan mal-praktik yang belum tentu sesuai
dengan
pembuktian
akhir.
Insidensi
pelanggaran keselamatan pasien 28,3%
dilakukan oleh perawat. Oleh karena itu,
perawat sebagai salah satu pelaksana
berpotensi besar dalam melakukan suatu
kesalahan jika tidak mempunyai pengetahuan
dan kesadaran yang tinggi bahwa tindakan
yang dilakukan akan memberikan efek pada
pasien.
Hasil survey pendahuluan menurut
Ketua Komite Keselamatan Pasien di tempat
penelitian pada 4 Maret 2013, sudah dilakukan
program keselamatan pasien namun masih ada
keluhan terkait komunikasi perawat, masih ada
perawat yang belum mengidentifikasi pasien
menggunakan dua identitas pasien, masih
59
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
tertarik
untuk mendapatkan
gambaran
mengenai penerapan sasaran keselamatan
pasien oleh perawat pelaksana di ruang rawat
inap rumah sakit. Pertanyaan dalam penelitian
ini
“Bagaimana
penerapan
sasaran
keselamatan pasien Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit?.
3.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian deskriptif, dilakukan
pada Mei 2013. Populasinya semua perawat
pelaksana di dua ruang rawat inap Rumah
Sakit Adi Husada Undaan Surabaya sebanyak
47 orang. Menggunakan total sampling.
Analisis
data
menggunakan
distribusi
frekuensi dengan ukuran presentase masingmasing kelompok atau proporsi. Keterbatasan
dalam penelitian ini pengumpulan data dengan
kuesioner dan lembar observasi yang belum
diuji validitas dan reliabilitasnya.
4.
5.
6.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik perawat
Karakteristik perawat rata-rata berumur 32
tahun, masa kerja rata-rata 11 tahun, semua
berjenis
kelamin
perempuan.
Tingkat
pendidikan mayoritas DIII Keperawatan.
1.
2.
3.
Variabel
Baik
Cukup
Kurang
Total
Frekuensi
45
2
0
47
1.
2.
Sasaran
Keselamatan
Pasien
Identifikasi Pasien
Baik
Cukup
Kurang
Total
Komunikasi
Efektif
Frekuensi
Persentase
24
23
0
47
51.0
49.0
0
100
100
0
0
100
45
2
0
47
95.7
4.30
0
100
45
2
0
47
95.7
4.30
0
100
43
4
0
47
91.4
8.60
0
100
35
12
0
47
74.4
25.6
0
100
PEMBAHASAN
Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien
Identifikasi Pasien
Hasil penelitian terkait identifikasi
pasien menunjukkan lebih dari setengah
perawat telah menerapkan kebijakan atau
prosedur dalam mengidentifikasi pasien.
Namun masih didapatkan perawat yang belum
mengidentifikasi menggunakan dua identitas
pasien, misalnya menggunakan nama dan
nomor rekam medis seperti yang telah ditulis
digelang identitas pasien, perawat masih
menggunakan nomor kamar atau nomor
tempat tidur. Rumah Sakit telah berupaya
untuk memperbaiki pelaksanaan identifikasi
pasien sesuai prosedur. Proses identifikasi
pasien dilakukan sejak dari awal pasien masuk
rumah sakit dan akan selalu dikonfirmasi
dalam segala proses di rumah sakit. Semua
pasien baru yang masuk telah diberikan gelang
identitas dan ditanyakan namanya saat gelang
disematkan, pemberian gelang tersebut untuk
Persentase
(%)
95.7
4.20
0
100
Tabel 1 menunjukkan bahwa penerapan
sasaran keselamatan pasien yang dilakukan
oleh perawat mayoritas baik.
Subvariabel
penerapan
sasaran
keselamatan pasien
Tabel 2 Subvariabel Penerapan Keselamatan
Pasien
No.
47
0
0
47
Tabel 2 menunjukkan sebagian besar
subvariabel penerapan sasaran keselamatan
pasien telah dilakukan oleh perawat dengan
baik.
Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien
Tabel 1 Penerapan Sasaran Keselamatan
Pasien
No.
Baik
Cukup
Kurang
Total
Keamanan
Obat
dan Cairan
Baik
Cukup
Kurang
Total
Ketepatan Lokasi,
Prosedur, Pasien
Operasi
Baik
Cukup
Kurang
Total
Pencegahan Risiko
Infeksi
Baik
Cukup
Kurang
Total
Pengurangan
Risiko Jatuh
Baik
Cukup
Kurang
Total
60
memudahkan proses identifikasi pasien. Pada
saat pemasangan gelang identitas, pasien akan
diberi tahu mengenai manfaat gelang dan
perawat wajib menjelaskan risiko yang akan
timbul jika tidak dipasang gelang identitas.
Menggunakan “dua identitas pasien”
harus mendapat perhatian dan harus selalu
disosialisasikan oleh kepala ruang dan tim
keselamatan pasien. Penggunakan dua
identitas pasien jika akan melakukan prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama
pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan bar-code, dan
lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi
tidak boleh digunakan untuk identifikasi.
Proses identifikasi pasien dapat dilakukan
perawat dengan bertanya kepada pasien
sebelum melakukan tindakan misalnya ”nama
ibu siapa?”. Jika pasien menggunakan gelang
tangan harus tetap dikonfirmasi secara verbal,
seandainya pasien tidak dapat menyebut nama
maka perawat dapat menanyakan pada
penunggu atau keluarga. Pasien yang tidak
mampu menyebut nama, tidak memakai
gelang dan tidak ada keluarga atau penunggu
maka identitas dipastikan dengan melihat
rekam medik oleh dua orang petugas (Unit
pelayanan jaminan mutu, RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, 2011).
Komunikasi Efektif
Hasil penelitian menunjukkan semua
perawat telah melaksanakan verifikasi
keakuratan komunikasi secara lisan atau
melalui telepon dengan baik. Saat melakukan
komunikasi dengan dokter melalui telepon,
perawat sudah menyiapkan kertas untuk
mencatat semua instruksi dokter dan
mengkonfirmasi ulang apa yang sudah dicatat
oleh perawat. Begitu juga saat melakukan
komunikasi secara lisan atau visite dokter, jika
ada tulisan dokter yang kurang jelas, perawat
mengkonfirmasikan atau menanyakan kembali
instruksi yang diberikan oleh dokter.
Perawat juga sudah menjelaskan semua
prosedur pelayanan kesehatan mulai dari saat
pasien
masuk
ruangan,
pemeriksaan,
diagnosis, rujukan dan saat pasien keluar
rumah sakit. Setiap akan melakukan proses
tindakan
keperawatan
sudah
meminta
persetujuan atau informed concent baik secara
lisan atau pada tindakan tertentu secara
tertulis. Pasien pun mempunyai hak untuk
bertanya jika masih ada yang kurang jelas
dalam memutuskan menerima atau menolak
pelayanan kesehatan yang diberikan.
Menurut Kemenkes, (2011) komunikasi
yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat instruksi atau perintah
diberikan melalui telepon. Rumah sakit wajib
menerapkan standar keselamatan pasien dan
wajib mengupayakan pemenuhan keselamatan
pasien. Salah satunya adalah peningkatan
komunikasi yang efektif. Komunikasi adalah
penyebab pertama masalah keselamatan
pasien. Komunikasi yang tepat, akurat,
lengkap, jelas, dan dipahami oleh pasien akan
mengurangi kesalahan dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Jenis
komunikasi yang dapat dilakukan untuk
menunjang pelaksanaan keselataman pasien
menurut Sammer, Lykens, Singh, Mains, &
Lackan,
(2010) diantaranya: Structured
techniques (read-back, SBAR). Manojlovich,
(2007) menyatakan komunikasi dokter dan
perawat mempunyai peran penting dalam
menentukan derajat kesehatan pasien, dan
kualitas pelayanan yang diberikan. Semakin
baik komunikasi diantara perawat dan dokter
semakin baik hasil perawatan yang diberikan.
Keamanan Obat dan Cairan
Salah satu tindakan yang mengancam
keselamatan
pasien
adalah
kesalahan
pemberian obat yang dilakukan oleh perawat.
Sebagian besar perawat telah menerapkan
keamanan obat dan Cairan. Penerapan delapan
benar dalam menunjang keselamatan pasien
yaitu: benar pasien, benar obat, benar dosis,
benar waktu, benar cara atau route pemberian,
benar dokumentasi, benar informasi, dan benar
pengkajian juga sudah diterapkan.
Menurut Kemenkes (2011), obatobatan menjadi bagian dari rencana
pengobatan pasien, manajemen RS harus
berperan secara kritis untuk memastikan
keselamatan pasien. Nama Obat, rupa dan
ucapan
mirip
(NORUM),
yang
membingungkan staf pelaksana merupakan
salah satu penyebab yang paling sering dalam
kesalahan obat (medication error).
Oleh karena itu, kewaspadaan
terhadap obat-obat yang tingkat bahayanya
tinggi
harus
ditunjukkan
dengan
menyimpannya di tempat khusus dan tidak di
setiap ruangan. Obat-obatan lain harus
dibawah pengawasan apoteker, sehingga kalau
ada dosis yang berlebihan dapat disarankan ke
dokternya untuk meninjau kembali terapinya.
61
Menurut Cohen, (2007) terdapat enam obat
yang
berisiko
terjadinya
kesalahan,
diantaranya: Insulin, heparin, opioid, injeksi
kalium klorida atau konsentrat kalium fosfat.
blocking
agen
neuromuskuler,
obat
kemoterapi.
Penelitian
Clancy,
(2011)
menunjukkan bahwa di unit perawatan ratarata terjadi 3.7 insiden kesalahan obat setiap
enam bulan. Weant, Humpries, Hite &
Armitstead, (2010) menyatakan ribuan orang
Amerika meninggal setiap tahun akibat
kesalahan obat selama dirawat di rumah sakit,
diperkirakan 29 milyard dollar Amerika
dihabiskan tiap tahun akibat kesalahan obat.
Ketepatan Lokasi, Prosedur, Pasien
Operasi
Menurut Kemenkes (2011), Salah lokasi,
salah prosedur, salah pasien operasi
merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan
dan sering terjadi di Rumah Sakit. Kesalahan
ini akibat dari komunikasi yang tidak efektif
atau tim bedah yang kurang atau tidak
melibatkan pasien saat penandaan lokasi. Di
samping itu, ada beberapa faktor yang sering
terjadi, antara lain: pengkajian pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi antar anggota tim bedah.
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian
besar perawat telah melakukan upaya untuk
meningkatkan ketepatan lokasi, prosedur, dan
pasien operasi sebelum dilakukan operasi ke
pasien, antara lain melakukan pengecekan
terkait identitas pasien, mengecek ketepatan
prosedur dan lokasi operasi serta melakukan
beberapa prosedur rutin seperti enema sesuai
instruksi dokter, menganjurkan pasien untuk
puasa, sebelum memberi antibiotik melakukan
test alergi terlebih dahulu, menyiapkan dan
mengecek hasil foto-foto rontgen dan hasil
pemeriksaan lainnya. Hal ini bertujuan untuk
mencegah kekeliruan lokasi, prosedur, dan
pasien operasi.
Pengurangan Risiko Infeksi
Rumah sakit merupakan tempat yang
rentan terjadi infeksi nosokomial atau infeksi
baru selama perawatan. Meski dapat juga
terjadi pada pengunjung, infeksi ini paling
sering menjangkiti pasien dengan kondisi daya
tahan tubuhnya sedang menurun. Adanya
infeksi baru kadang-kadang juga dapat
memicu dampak yang lebih fatal saat dirawat
di rumah sakit terutama saat berada di ruang
bedah.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar perawat telah menerapkan tindakan
untuk mengurangi infeksi dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan keperawatan, mendisinfeksi bagian
tubuh yang akan dirawat luka, memakai alatalat yang sudah disterilkan, dan memakai
sarung tangan saat melakukan tindakan
apapun. Didepan tiap kamar pasien juga sudah
terdapat desinfektan. Hal ini menunjukkan
kepedulian yang tinggi untuk mencegah
infeksi yang ada di rumah sakit karena
tingginya angka infeksi ini akan memicu
terjadinya ketidakpuasan yang dirasakan oleh
pasien sebagai konsumen rumah sakit. WHO,
(2007)
merekomendasikan
implementasi
penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs
tersedia pada titik-titik pelayanan, tersedianya
sumber air pada semua kran, pendidikan staf
mengenai teknik kebersihan tangan yang
benar, mengingatkan penggunaan tangan
bersih di tempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan
melalui pemantauan/observasi dan teknikteknik yang lain.
Pengurangan Risiko Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna
sebagai penyebab cidera bagi pasien rawat
inap. Mengingat risiko pasien jatuh sangat
besar maka sebagai perawat perlu memikirkan
berbagai cara untuk mengurangi terjadinya hal
tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan
pasien tidak perlu di rawat di Rumah Sakit
lebih lama akibat komplikasi jatuh.
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari
setengah perawat telah menerapkan usaha
pencegahan
jatuh
dengan
menaikkan
pengaman atau pembatas tempat tidur.
Pemasangan pengaman tempat tidur sangat
penting disediakan terutama pada pasien
dengan kesadaran menurun dan gangguan
mobilitas. Perawat juga sudah meletakkan bel
di dekat pasien dan menganjurkan pasien
untuk menggunakan bel bila memerlukan
bantuan, supaya tidak terjadi hal-hal tidak
terduga yang mengakibatkan pasien jatuh atau
membuat cidera baru. Selain itu, perawat
memberikan tanda atau etiket atau label pada
tangan pasien dan tanda segitiga berwarna
kuning yang di letakkan di sisi tempat tidur
untuk pasien risiko jatuh.
62
Menurut Potter & Perry (2009) beberapa
intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk
mencegah terjadinya jatuh pada pasien antara
lain: Mengorientasikan pasien pada saat masuk
rumah sakit dan menjelaskan sistem
komunikasi yang ada, bersikap hati-hati saat
mengkaji pasien dengan keterbatasan gerak,
melakukan supervisi ketat pada awal pasien
dirawat terutama malam hari, menganjurkan
menggunakan bel bila membutuhkan bantuan,
memberikan alas kaki yang tidak licin,
memberikan pencahayaan yang adekuat,
memasang pengaman tempat tidur terutama
pada pasien dengan penurunan kesadaran dan
gangguan mobilitas, dan menjaga lantai kamar
mandi agar tidak licin.
Keselamatan Pasien. Jakarta: Depkes
RI.
KKP-RS. 2008. Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Jakarta: Depkes RI.
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 2011.
Buku Saku Quality & Safety. Jakarta:
Unit Pelayanan Jaminan Mutu RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo.
Sammer, C., Lykens, K., Singh, K., Mains,
D., & Lackan, N., (2010). What is
Patient Safety Culture? A Review of
the Literature. Journal of Nursing
Scholarship, 42:2, 156-165.
Clancy, C. (2011). New research
highlights the role of patient safety
culture & safer care. Journal of
nursing care quality/ Juli-September.
Cohen.2007. Protecting patients from
harm: Reduce the risks of high alert
drugs. http://www.nursing2007.com.
Manojlovich, M. et al. (2007). Healthy
work environment nurse-phycisian
communication & patient outcomes.
American journal of critical care. Vol.
16.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2010).
Fundamental of nursing: Concepts,
process & practice. St. Louis: Mosby
Year Book. Inc.
WHO. (2007). WHO collaborating center
for patient safety. Joint commission &
Joint
commission
international
solution. http://www.who.int.com.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penerapan sasaran keselamatan pasien
(identifikasi pasien, komunikasi secara efektif,
keamanan obat dan cairan, ketepatan lokasiprosedur-pasien operasi, pengurangan risiko
infeksi, dan pencegahan jatuh di dua Ruang
Inap Rumah Sakit Adi Husada Surabaya dalam
kategori baik.
Saran
Bagi
perawat
pelaksana
agar
mengidentifikasi
pasien
menggunakan
minimal dua identitas pasien, tidak
menggunakan nomor kamar/nomor tempat
tidur dan meningkatkan usaha untuk mencegah
agar pasien tidak jatuh. Kepala ruang atau tim
keselamatan pasien juga harus lebih
mensosialisasikan penerapan enam sasaran
keselamatan pasien kepada perawat.
KEPUSTAKAAN
Kemenkes RI. 2011. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Kemenkes RI. 2006. Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Patient
Safety):
Utamakan
Keselamatan Pasien. Jakarta: Depkes
RI.
Kemenkes RI. 2008. Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Patient
Safety):
Utamakan
63
Download