PERANCANGAN INTERIOR PERANCANGAN

advertisement
PERANCANGAN INTERIOR
PERANCANGAN INTERIOR PADA GEDUNG KESENIAN JAKARTA
PROPOSAL PROYEK
TUGAS AKHIR
Michelle Gabriella Gunawan
1501161660
School of Design
Interior Design Department
Universitas Bina Nusantara
Jakarta 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gedung Kesenian Jakarta merupakan bangunan tua peninggalan bersejarah
pemerintah Belanda yang hingga sekarang masih berdiri kokoh di Jakarta. Terletak di Jalan
Gedung Kesenian No. 1 Jakarta Pusat.
Gedung tersebut merupakan tempat para seniman dari seluruh Nusantara
mempertunjukkan hasil kreasi seninya, seperti drama, teater, film, sastra, dan lain
sebagainya.
Gedung ini memiliki bangunan bergaya neo-renaisance yang dibangun tahun 1821 di
Weltevreden yang saat itu dikenal dengan nama Theater Schouwburg Weltevreden, juga
disebut dengan Gedung Komedi.
Ide munculnya gedung ini berasal dari Gubernur Jenderal Belanda, Daendels.
Kemudian direalisasikan oleh Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles pada
tahun 1814. Gedung yang bersejarah ini dibentuk dengan gaya empire oleh arsitek Arsitek
Para perwira Jeni VOC, Mayor Schultze.
Gedung yang berpenampilan mewah ini pernah digunakan untuk Kongres Pemoeda
yang pertama (1926). Dan, di gedung ini pula pada 29 Agustus 1945, Presiden RI pertama Ir.
Soekarno meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kemudian beberapa kali
bersidang di gedung ini Kemudian dipakai oleh Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi &
Hukum (1951), dan sekitar tahun 1957-1961 dipakai sebagai Akademi Teater Nasional
Indonesia (ATNI).
Selanjutnya tahun 1968 dipakai menjadi bioskop “Diana” dan tahun 1969 Bioskop
“City Theater”. Baru pada akhirnya pada tahun 1984 dikembalikan fungsinya sebagai
Gedung Kesenian (Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 24
tahun 1984). Gedung ini direnovasi pada tahun 1987 dan mulai menggunakan nama resmi
Gedung Kesenian Jakarta. Sebelumnya gedung ini dikenal juga sebagai Gedung Kesenian
Pasar Baru dan Gedung Komidi. Untuk penerangan digunakan lilin dan minyak tanah dan
kemudian pada tahun 1864 digunakan lampu gas. Pada tahun 1882 lampu listrik mulai
digunakan untuk penerangan dalam gedung.
Pengertian Teater - Teater berasal dari kata Yunani, “theatron” (bahasa Inggris,
Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya,
dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di
depan orang banyak. Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah
pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda,
dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi
dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai ayah dan ibu, bermain
perang-perangan, dan lain sebagainya.
Selain itu, Definisi teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial
kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun
upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis.
Berdasarkan paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi
batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada teater
tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun
pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas
fiktif”, (Harymawan, 1993).
Dengan demikian Arti teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas
dan disaksikan oleh penonton. Namun, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang
berasal dari kata Yunani Kuno “draomai” yang berarti bertindak atau berbuat dan “drame”
yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk
menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang
lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi
tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata “drama” juga dianggap telah ada sejak era
Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata
“teater” dan “drama” bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap
teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau
karya sastra (Bakdi Soemanto, 2001).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah “teater” berkaitan langsung
dengan pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang
akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di
ataspanggung dan disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater”
adalah pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari “teater”.
Jika digambarkan maka peta kedudukan teater dan drama adalah sebagai berikut.
Gambar Peta kedudukan Teater dan drama
Dengan kata lain, secara khusus teater mengacu kepada aktivitas melakukan
kegiatan dalam seni pertunjukan (to act) sehingga tindak- tanduk pemain di atas pentas
disebut acting. Istilah acting diambil dari kata Yunani “dran” yang berarti, berbuat,
berlaku, atau beraksi. Karena aktivitas beraksi ini maka para pemain pria dalam teater
disebut actor dan pemain wanita disebut actress (Harymawan, 1993).
Meskipun istilah teater sekarang lebih umum digunakan tetapi sebelum itu istilah
drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di atas panggung disebut sebagai pentas
drama. Hal ini menandakan digunakannya naskah lakon yang biasa disebut sebagai karya
sastra drama dalam pertujukan teater. Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul
istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel).
Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta.
Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara” atau
“warah” yang berarti, “pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara” berarti
“pengajaran yang dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993). Rombongan teater
pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan
drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara
masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman
Kemerdekaan (Kasim Achmad, 2006).
Keterikatan antara teater dan drama sangat kuat. Teater tidak mungkin dipentaskan
tanpa lakon (drama). Oleh karena itu pula dramaturgi menjadi bagian penting dari seni
teater. Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau tekhnik
penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini, maka
dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga
pementasannya. Harymawan (1993) menyebutkan tahapan dasar untuk mempelajari
dramaturgi yang disebut dengan formula dramaturgi.
Sampai saat ini, seni teater semakin berkembang dari berbagai macam segi, misalnya
dari tema, tempat pertunjukan, property yang digunakan, dan tampilan tokoh yang
melakoninya. Karena tema yang semakin maju, maka property dan tampilan tokoh pun
juga berkembang mengikutinya. Saat ini sudah banyak pertunjukkan teater yang
memanfaatkan kecanggihan teknologi. Tempat pertunjukan pun ikut berkembang,
dibuktikan dengan pertunjukan teater yang saat ini sering digelar di gedung-gedung
pertunjukan modern.
Definisi teater dilihat dari sudut pandang keluasannya terbagi menjadi dua yaitu
pengertian teater secara luas merupakan bentuk tontonan yang dipertunjukan kepada
khalalyak ramai. Contohnya wayang golek, lenong sulap, reog, dan sebagainya. Sedangkan
pengertian teater dalam arti sempit, adalah sebuh pementasan kehidupan manusia yang
disaksikan oleh orang banyak, lewat media. Proses komunikasi (percakapan), gerak dan
laku, berdasarkan naskah yang telah ditulis dengan diiringi music, nyanyian perkusi dan
sebagainya.
Teater memiliki banyak unsure yang harus diperhatikan. Dikaitkan dengan interior
teater, yang perlu diperhatikan ialah material finishing interior ataupun furniture,
pencahayaan, ketinggian dan bentuk bangunan, desain bangunan menyangkut pemantulan
suara, dan akustik ruangan.
1.2
Perumusan Masalah
1. Bagaimana merancang interior teater secara keseluruhan yang dapat menjadi icon
seni pada daerah tersebut?
2. Bagaimana merancang interior teater yang tidak konvensional?
3. Bagaimana merancang desain interior area – area teater yang memadai dengan
kebutuhan fungsi dan estetis ruang?
4. Bagaimana merancang interior teater mampu bersaing dengan teater di manca
negara?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Merancang interior teater menjadi sesuatu yang iconic.
2. Merancang interior teater yang bisa menarik minat masyarakat banyak untuk mau
berkunjung.
3. Merancang interior teater yang nyaman bagi pengunjung dan pihak-pihak
bersangkutan.
4. Merancang interior teater yang layak bahkan mampu bersaing sebagai tujuan wisata
internasional.
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Kawasan Penelitian
Adalah bentuk pengumpulan data yang bersumber dari buku maupun media
internet, guna mencari informasi yang berkaitan dengan fungsi, jenis, dan
kebutuhan dan permasalahan sebuah teater pada umumnya sehingga dapat
membantu dalam proses perancangan. Sebagai studi banding, teater yang dipilih
ialah Gedung Kesenian Jakarta dan Gedung Teater Taman Ismail Marzuki. Studi
literatur melalui buku Material Akustik - Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan
oleh Christina E. Mediastika.
2. Batasan Penelitian
Penelitian meliputi sistem pembagian ruang, akustik, manajemen, kegiatan
aktifitas, sarana dan prasarana, budaya dan tradisi. Setelah semua data dan
informasi telah didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa masalah
atau kendala- kendala yang ditemukan dari teater. Dari semua masalah- masalah
yang ditemukan tersebut akan menjadi panduan dalam perancangan interior teater
nantinya.
Perencanaan dan perancangan meliputi area publik, semi publik, dan private
seperti lobi utama, koridor, area pertunjukkan, dan ruang persiapan.
Penyusunan konsep harus dibuat secara mendalam karena konsep ini akan menjadi
panduan dalam mendesain ruang di tahap selanjutnya. Bila konsep sudah
didapatkan, maka proses pembuatan layout sudah dapat dikerjakan. Pengerjaan
layout disesuaikan dengan data dari program aktifitas- fasilitas yang telah dibuat
sebelumnya. Gambar kerja lain dapat dikerjakan setelah layout sudah disetujui.
1.5
Kontribusi Penelitian
1. Diharapkan perancangan ini dapat berguna bagi mahasiswa interior Binus University
dalam menambah informasi yang terkait dengan perancangan teater.
2. Diharapkan perancangan ini dapat berguna bagi seluruh mahasiswa non- interior
Binus University yang mengerjakan tugas berkaitan dengan teater.
1.6
Sistematika Penulisan
1. BAB 1 – PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang mengenai pemilihan proyek, rumusan masalah, tujuan
perancangan, kontribusi perancangan, ruang lingkup penelitian, metode penilitian,
kerangka pikir, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, dan rencana jadwal kerja.
Latar belakang menjelaskan mengenai pusat pelatihan bahasa Inggris secara umum
dan khusus.
2. BAB 2 – TINJAUAN UMUM
Berisi tentang definisi mengenai teori yang digunakan dan keterkaitannya dengan
penelitian yang dilakukan. Serta menjelaskan mengenai pusat pendidikan secara
umum mulai dari definisi, fungsi, jenis- jenis, sarana dan prasarana serta hal- hal
umum lainya yang berkaitan.
3. BAB 2 – TINJAUAN KHUSUS
Berisi data- data proyek pusat pendidikan bahasa yang diambil dengan lebih spesifik.
Data- data tersebut berkaitan dengan sejarah, visi- misi, aktifitas- fasilitas, kebutuhan
ruang sesuai fungsi dan kegunaannya, dan jumlah murid serta pengajar yang ada.
4. BAB 4 – ANALISIS
Berisi mengenai analisi dari masalah- masalah yang ditemukan dari proyek pusat
pendidikan bahasa Inggris dan bagaimana penyelesaian atau solusi dari masalahmasalah yang ditemukan tersebut. Data- data yang telah didapatkan dari bab II dan
III sangat membatu dalam penyelesaian bab IV.
5. BAB 5 – KONSEP
Berisi penjelasaan mengenai konsep desain yang digunakan dalam perancangan, dan
disertai dengan konsep lain yang mendukung.
6. BAB 6 – KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan. Semua hal yang
telah dijelaskan dari bab- bab sebelumnya akan diringkas dan kemudian dituliskan
kembali di bab VI dalam bentuk kesimpulan dan saran.
1.7
Daftar Pustaka
Dilihatya.
(2014),
Pengertian
Teater
Menurut
Para
Ahli
(tersedia
di
http://dilihatya.com/1195/pengertian-teater-menurut-para-ahli, diakses 29 Januari
2015)
Dilihatya. (2014), Pengertian Teater (tersedia di http://pengertianadalahdefinisi.
blogspot.com/2013/09/pengertian-teater-definisi-menurut-para.html, diakses 29
Januari 2015)
Wikipedia (2015), (tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/teater, diakses 29 Januari 2015)
Download