KANKER DAN KARSINOGENESIS Dr. Laela Hayu Nurani, M.Sc., Apt Dr. Nurkhasanah, M.Si., Apt KATA PENGANTAR Dalam menyelesaikan studinya, mahasiswa dituntut untuk mampu memahami dan mengerti mengenai mata kuliah pilihan yang ditempuhnya derajat kesarjanaan S1. Terutama untuk mahasiswa Farmasi S1, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai seluk beluk informasi karsinogenesis atau yang biasa dikenal dengan ilmu onkologi. Buku materi kuliah pilihan karsinogenesis ini diterbitkan untuk dapat dipakai oleh mahasiswa sebagai acuan dalam melaksanakan perkuliahan karsinogenesis. Buku ini berisikan materi untuk 14 kali tatap muka. Pertemuan pertama dengan materi pokok Materi genetic meliput pendahuluan, DNA sebagai materi genetika, Transkripsi dan Translasi. Pertemuan kedua dengan materi pokok proliferasi sel yang berisikan Definisi, Gen – gen yang berperan dalam proliferasi, Siklus sel , Mekanisme proliferasi. Pertemuan ke tiga dengan materi APOPTOSIS yang meliputi definisi, Gen- gen yang berperan dalam apoptosis, dan Mekanisme apoptosis. Pertemuan ke empat dengan materi Mutasi Genetik dan polimorfisme meliputi definisi, Mutasi yang menyebabkan terjadinya kanker dan, Mekanisme polimorfisme. Pertemuan lima dengan materi Karsinogen yaitu definisi dan Penyebab kanker: Fisik ( sinar / radiasi), Virus, dan Senyawa kimia. Pertemuan enam dengan materi Metabolisme senyawa – senyawa Karsinogen. Pendahuluan Metabolisme, Peran enzim dalam metabolism, Metabilisme senyawa-senyawa : senyawa Asetilaminoflurene. benzidine, dan Dimetilamin azobenzen. Pertemuan ke tujuh dengan materi Metabolisme karsinogen dan enzim – enzim yang berperan: Benzo (a)pyren, Benz (a) anrasen, Dialkilnitrosamin, Aflatoxin, Estragol, safrol. Setelah Ujian Tengan Semester pada pertemuan ke delapan dengan materi Karsinogenesis, meliputi definisi karsinogenesis, Karsinogenesis karena fisik. karsinogenesis karena virus, karsinogenesis karena senyawa kimia. Pertemuan ke sembilan dengan materi Obat anti Kanker dimana terdapat obat herbal ( Flavonoid) serta obat sintetis (doxorubicin), dan contoh lainya. Pada pertemuan ke sepuluh dengan materi Konsep dan teknis Imunohistokimia yang berisikan definisi, anti gen, antibody, ikatan antigen dan antibody, teknis imunohistokimia. Pertemuan sebelas dengan materi penulisan Konsep dan teknis Imunohistokimia meliputi Definisi, Pembuatan blok Parafin, deparafinasi, Teknik imunohistokimia. Pertemuan dua belas dengan materi Rancangan dan percobaan pencarian antikanker yang meliputi desain Percobaan Kompreventif serta desain percobaan kemoterapi. Pertemuan yang ketigabelas dengan materi Penelusuran mekanisme antikanker secara in vitro. Pertemuan empatbelas berisi materi Penelusuran mekanisme antikanker secara in vivo. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini. Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah RI melalui Kemenristek RI atas atas bantuan dana Hibah Penelitian Tim Hibah Pascarjana, tahun anggaran 2016/2017 sehingga buku ini dapat disusun dan dicetak. Buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan adanya saran atau kritik dari berbagai pihak yang akan kami terima dengan tangan terbuka. Yogyakarta, April 2016 Penyusun, Dr. Laela Hayu Nurani, M.Si., Apt Dr. Nurkhasanah, M.Si., Apt DAFTAR ISI KARSINOGENESIS ............................................................................................................................ 1 KATA PENGANTAR........................................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 4 PERTEMUAN 1................................................................................................................................. 5 PERTEMUAN 2............................................................................................................................... 15 PERTEMUAN 3............................................................................................................................... 32 PERTEMUAN 4............................................................................................................................... 39 PERTEMUAN 5............................................................................................................................... 49 PERTEMUAN 6............................................................................................................................... 56 PERTEMUAN 7............................................................................................................................... 61 PERTEMUAN 8............................................................................................................................... 68 PERTEMUAN 8............................................................................................................................... 68 PERTEMUAN 9............................................................................................................................... 74 PERTEMUAN 9............................................................................................................................... 74 PERTEMUAN 10............................................................................................................................. 96 PERTEMUAN 11........................................................................................................................... 108 PERTEMUAN 12........................................................................................................................... 111 PERTEMUAN 1 MATERI POKOK: Materi genetik 1. Pendahuluan 2. DNA sebagai materi genetika 3. Transkripsi dan Translasi 1. Pendahuluan Genetika disebut juga ilmu keturunan, berasal dari kata genos (bahasa latin), artinya suku bangsa-bangsa atau asal-usul. Secara “Etimologi”kata genetika berasal dari kata genos dalam bahasa latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang ada kaitannya dengan hal itu juga. Genitika adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk alih informasi hayati dari generasi kegenerasi. GENETIKA adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta segala seluk beluknya secara ilmiah. Orang yang dianggap sebagai "Bapak Genetika" adalah JOHAN GREGOR MENDEL. Orang yang pertama mempelajari sifat-sifat menurun yang diwariskan dari sel sperma adalah HAECKEL (1868). 2. Materi Genetika Materi genetika terdiri dari kromosom dan gen. Salah satu materi genetika yaitu kromosom yang terdiri atas DNA dan protein. Informasi genetika yang mengatur aktivitas sel terletak dalam struktur DNA-nya dan bukan pada proteinnya. Makin banyak jumlah kromosom, makin besar kandungan DNA-nya. Materi Genetika A. DNA DNA (deoxyribonucleic acid) atau asam deoksiribosa nukleat (ADN) merupakan tempat penyimpanan informasi genetic. DNA (deoxyribonucleic acid) atau asam deoksiribosa nukleat (ADN) merupakan tempat penyimpanan informasi genetik. Struktur DNA Pada tahun 1953, Frances Crick dan James Watson menemukan model molekul DNA sebagai suatu struktur heliks beruntai ganda, atau yang lebih dikenal dengan heliks ganda Watson-Crick. DNA merupakan makromolekul polinukleotida yang tersusun atas polimer nukleotida yang berulang-ulang, tersusun rangkap, membentuk DNA haliks ganda dan berpilin ke kanan. Setiap nukleotida terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu : - Gula 5 karbon (2-deoksiribosa) - Basa nitrogen yang terdiri golongan purin yaitu adenin (Adenin = A) dan guanin (guanini = G), serta golongan pirimidin, yaitu sitosin (cytosine = C) dan timin (thymine = T) - Gugus fosfat Berikut susunan struktur kimia komponen penyusun DNA : Baik purin ataupun pirimidin yang berkaitan dengan deoksiribosa membentuk suatu molekul yang dinamakan nukleosida atau deoksiribonukleosida yang merupakan prekursor elementer untuk sintesis DNA.Prekursor merupakan suatu unsur awal pembentukan senyawa deoksiribonukleosida yang berkaitan dengan gugus fosfat.DNA tersusun dari empat jenis monomer nukleotida. Keempat basa nitrogen nukleotida di dalam DNA tidak berjumlah sama rata.Akan tetapi, pada setiap molekul DNA, jumlah adenin (A) selalu sama dengan jumlah timin (T).Demikian pula jumlah guanin (G) dengan sitisin(C) selalu sama.Fenomena ini dinamakan ketentuan Chargaff.Adenin (A) selalu berpasangan dengan timin (T) dan membentuk dua ikatan hidrogen (A=T), sedagkan sitosin (C) selalu berpasangan dengan guanin (G) dan membentuk 3 ikatan hirogen (C = G). Stabilitas DNA heliks ganda ditentukan oleh susunan basa dan ikatan hidrogen yang terbentuk sepanjang rantai tersebut.karean perubahan jumlah hidrogen ini, tidak mengehrankan bahwa ikatan C=G memerlukan tenaga yang lebih besar untuk memisahkannya. DNA merupakan makromolekul yang struktur primernya adalah polinukleotida rantai rangkap berpilin.Sturktur ini diibaratkan sebagai sebuah tangga. Anak tangganya adalah susunan basa nitrogen, dengan ikatan A-T dan G-C.Kedua “tulang punggung tangganya” adalah gula ribosa. Antara mononukleotida satu dengan yang lainnya berhubungan secara kimia melalui ikatan fosfodiester. 1. Replikasi DNA Materi genetika berupa DNA mempunyai kemampuan heterokatalik, yaitu mampu membentuk molekul kimia lain dari sebagian rantainya dan autokatalik, yaitu mampu memperbanyak diri. Ketika terjadi pembelahan mitosis, pita kembar yang berpilin pada DNA akan dilepas sebagian oleh enzim DNA polimerase pada ikatan hidrogen antara purin dan pirimidin. Ikatan tersebut lemah, sehingga mudah pecah dibandingkan dengan ikatan kovalen antara fosfat dan deoksiribosa. Pada materi genetika, setelah ikatan masing-masing berjauhan, selanjutnya akan membentuk pasangan baru. Sebagai contoh, rantai A mendapat pasangan baru B’, sedangkan rantai B mendapat pasangan baru A’ maka terbentuk dua DNA yang masingmasing memiliki rantai AB’ dan A’B. 2. Kode Genetika Pada struktur DNA sebagai materi genetika, rangkaian purin dan pirimidin berkelompokkelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas tiga basa nitrogen (triplet) yang disebut kodogen (kode genetik). Kodogen tertentu menentukan jenis asam amino yang harus dirangkai. Gambaran rangkaian tersebut dapat dilihat sebagai berikut. Dalam tubuh manusia terdapat 20 macam asam amino dengan kode-kode genetiknya, seperti pada tabel berikut ini: Kode Genetika B.RNA RNA (ribonucleic acid) atau asam ribonukleat merupakan makromolekul yang berfungsi sebagai penyimpan dan penyalur informasi genetik. RNA sebagai penyimpan informasi genetik misalnya pada materi genetik virus, terutama golongan retrovirus. RNA sebagai penyalur informasi genetik misalnya pada proses translasi untuk sintesis protein. RNA juga dapat berfungsi sebagai enzim ( ribozim ) yang dapat mengkalis formasi RNA-nya sendiri atau molekul RNA lain. Struktur RNA RNA merupakan rantai tungga polinukleotida.Setiap ribonukleotida terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu: - 5 karbon. - basa nitrogen yang terdiri dari golongan purin (yang sama dengan DNA) dan golongan pirimidin yang berbeda yaitu sitosin (C) dan Urasil (U). - gugus fosfat Purin dan pirimidin yang berkaitan dengan ribosa membentuk suatu molekul yang dinamakan nukleosida atau ribonukleosida, yang merupakan prekursor dasar untuk sintesis DNA. Ribonukleosida yang berkaitan dengan gugus fosfat membentuk suatu nukleotida atau ribonukleotida. RNA merupakan hasil transkripsi dari suatu fragmen DNA, sehingga RNA merupakan polimer yang jauh lebih pendek dibandingkan DNA. 3. Perbedaan DNA dan RNA Perbedaan antara DNA dan RNA sebagai materi genetika dapat dilihat pada tabel berikut: DNA & RNA 4. Macam-macam RNA RNA meliputi RNA duta (RNA-d), RNA transfer (RNA-t), dan RNA ribosom (RNA-r). a. RNA duta (RNA-d) RNA-d dalam materi genetika berfungsi membawa informasi genetis. RNAd bertindak sebagai pola cetakan untuk membentuk polipeptida dengan mengatur urutan asam amino dari polipeptida yang disusun. RNA-d disebut juga kodon, karena bertugas membawa kode-kode genetik (berupa urutan basa nitrogen) dan sebagai cetakan untuk mensintesis protein. b. RNA transfer (RNA-t) RNA-t dalam materi genetika berfungsi menerjemahkan kodon dari RNA-d dan sebagai pengikat asam amino yang akan disusun menjadi protein di dalam ribosom. Pada RNA-t terdapat bagian yang berfungsi sebagai antikodon yang berhubungan dengan kodon dan bagian lain yang berfungsi mengikat asam amino. c. RNA ribosom (RNA-r) RNA-r pada materi genetika terdapat di dalam ribosom dan dihasilkan oleh gen khusus yang terletak di kromatin pada nukleus. 3. Mekanisme Sintesis Protein (Transkripsi dan Translasi) Proses sintesis protein dalam materi genetika melibatkan DNA, RNA-d, RNAt, dan RNA-r. Sintesis protein dibangun di dalam ribosom dengan asam amino yang terdapat di dalam plasma sebagai bahannya. Sintesis protein terjadi melalui dua tahap sebagai berikut: a. Tahap transkripsi Transkripsi merupakan pembentukan/sintesis RNA dari salah satu rantai DNA, sehingga terjadi proses pemindahan informasi genetik dari DNA ke RNA. Fungsi ini disebut fungsi heterokatalis DNA karena DNA mampu mensintesis senyawa lain yaitu RNA. Sebuah rantai DNA digunakan untuk mencetak rantai tunggal mRNA dengan bantuan enzim polimerase. Enzim tersebut menempel pada kodon permulaan, umumnya adalah kodon untuk asam amino metionin. Pertama-tama, ikatan hidrogen di bagian DNA yang disalin terbuka. Akibatnya, dua utas DNA berpisah. Salah satu polinukleotida berfungsi sebagai pencetak atau sense, yang lain sebagai gen atau antisense. Misalnya pencetak memiliki urutan basa GA-G-A-C-T, dan yang berfungsi sebagai gen memiliki urutan basa komplemen C-T-C-T-G-A. Karena pencetaknya G-A-G-A-C-T, maka RNA hasil cetakannya C-U-C-U-G-A. Jadi, RNA C-U-CU-G-A merupakan hasil kopian dari DNA C-T-C-T-G-A (gen), dan merupakan komplemen dari pencetak. Transkripsi DNA akan menghasilkan mRNA (messenger RNA). Pada organisme eukariot, mRNA yang dihasilkan itu tidak langsung dapat berfungsi dalam sintesis polipeptida, sebab masih mengandung segmen-segmen yang tidak berfungsi yang disebut intron. Sedangkan segmen-segmen yang berfungsi untuk sintesis protein disebut ekson. Di dalam nukleus terjadi pematangan/pemasakan mRNA yaitu dengan jalan melepaskan segmen-segmen intron dan merangkaikan segmen-segmen ekson. Gabungan segmen-segmen ekson membentuk satu rantai/utas mRNA yang mengandung sejumlah kodon untuk penyusunan polipeptida. Rantai mRNA ini dikenal sebagai sistron. Gb. Proses pematangan mRNA dengan membuang bagian intron Proses transkripsi ini terjadi di dalam inti sel (nukleus). DNA tetap berada di dalam nukleus, sedangkan hasil transkripsinya dikeluarkan dari nukleus menuju sitoplasma dan melekat pada ribosom. Ini dimaksudkan agar gen asli tetap terlindung, sementara hasil kopinya ditugaskan untuk melaksanakan pesan-pesan yang dikandungnya. Jika RNA rusak, akan segera diganti dengan hasil kopian yang baru 1. Inisiasi (permulaan) Daerah DNA di mana RNA polimerase melekat dan mengawali transkripsi disebut sebagai promoter. Suatu promoter menentukan di mana transkripsi dimulai, juga menentukan yang mana dari kedua untai heliks DNA yang digunakan sebagai cetakan. 2. Elongasi (pemanjangan) Saat RNA bergerak di sepanjang DNA, RNA membuka untaian heliks ganda DNA dengan bantuan enzim polimerase, sehingga terbentuklah molekul RNA yang akan lepas dari cetakan DNA-nya. 3. Terminasi (pengakhiran) Transkripsi berlangsung sampai RNA polimerase mentranskripsi urutan DNA yang disebut terminator. Terminator yang ditranskripsi merupakan suatu urutan RNA yang berfungsi sebagai kodon terminasi (kode stop) yang sesungguhnya. Pada sel prokariotik, transkripsi biasanya berhenti tepat pada akhir kodon terminasi, yaitu ketika polimerase mencapai titik terminasi sambil melepas RNA dan DNA. Sebaliknya, pada sel eukariotik polimerase terus melewati sinyal terminasi, suatu urutan AAUAAA di dalam mRNA. Pada titik yang jauh kira-kira 10 hingga 35 nukleotida, mRNA ini dipotong hingga terlepas dari enzim tersebut. Akibatnya, basa-basa nitrogen yang telah bebas pada rantai tunggal DNA akan bekerja sebagai cetakan (templet) untuk terbentuknya rantai RNA. Ribonukleosida trifosfat yang telah ada yaitu ATP, GTP, STP, dan UTP akan terikat pada basa nitrogen yang sesuai dari rantai DNA. Dalam materi genetika, ATP akan menempel pada basa nitrogen timin, GTP akan menempel pada basa nitrogen sitosin, STP pada basa nitrogen guanin, dan UTP pada basa nitrogen adenin. Dua buah fosfat dari masing-masing ribonukleosida trifosfat akan menjadi ribonukleosida monofosfat. Dengan bantuan enzim polymerase RNA, ribonukleosida monofosfat akan bergabung membentuk rantai ribonukleotida, yang selanjutnya membentuk rantai tunggal RNA sebagai materi genetika. Setelah beberapa saat pembentukan, RNA melepaskan diri dari cetakan DNA. Dengan terlepasnya rantai RNA, maka ikatan hidrogen pada rantai DNA yang telah terputus akan bergabung lagi sehingga terbentuk lagi rantai ganda DNA. Sintesis RNA dimulai dengan basa adenin atau guanin, dalam hal ini ditentukan oleh basa nitrogen yang terdapat pada rantai DNA cetakan. Hasil rantai tunggal RNA ini adalah RNA-d yang segera keluar dari nukleus sel menuju ribosom pada sitoplasma. Satu molekul RNA-d membuat untaian ribosom untuk mensintesis polipeptida. b. Tahap translasi Setelah pada tahap transkripsi pada materi genetika, RNA-d melekat ke ribosom maka RNAt aktif mengikat asam amino yang larut dalam plasma. Tiap RNA-t mengikat asam amino tertentu, selanjutnya dibawa ke ribosom. Ujung RNA-t berkaitan dengan RNA-d melalui basa nitrogen pasangannya. Basa nitrogen RNA-d yang setangkup dengan basa nitrogen RNA-d disebut antikodon. Skema perjalanan sintesis protein pada materi genetika sebagai berikut: DNA-t mencetak RNA-d untuk membawa informasi pembentukan protein berdasar urutan basa nitrogennya. RNA-d keluar dari inti menuju ribosom dalam plasma. RNA-t menuju ke ribosom membawa asam amino yang sesuai dengan kodon yang dibawa RNA-d. RNA-t bergabung dengan RNA-d sesuai dengan pasangan basa nitrogen. Asam-asam amino yang terjadi berjajar-jajar dengan urutan yang sesuai kode. Asam amino di dalam ribosom akan membentuk suatu rangkaian yang disebut polipeptida. Kumpulan polipeptida disebut protein. Jawablah Pertanyaan ini : 1. Jelaskan apa yang dimaksud DNA ? 2. Apa yang dimaksud RNa ? 3. Jelaskan perbedaan DNA dengan RNA ? 4. Jelaskan secara singkat Mekanisme pembentukan Protein ? PERTEMUAN 2 MATERI POKOK: Proliferasi sel 1. Definisi 2. Gen – gen yang berperan dalam proliferasi 3. Siklus sel 4. Mekanisme proliferasi 1. Proliferasi Sel Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan disebabkan karena pertambahan ukuran sel. Proliferasi memiliki keterkaitan dengan diferensiasi, yaitu proses pertumbuhan spesialisasi susunan dan fungsi. Proliferasi dan diferensiasi merupakan proses penting dalam perkembangan sel. Willie (2005), menyatakan, proliferasi sel merupakan pengukuran jumlah sel yang tumbuh dan membelah dalam medium kultur sel secara in vitro. Proses ini dapat diketahui dengan adanya viabilitas, konfluenitas dan abnormalitas pada sel kultur. Viabilitas didefinisikan sebagai jumlah sel-sel yang mampu berkembang dalam medium kultur. Konfluen yaitu meratanya sel sebagai sel monolayer sampai menutupi tissue disk. Abnormalitas apabila sel tersebut berukuran melebihi ukuran sel normal dan mengalami perubahan bentuk dari asalnya. Proliferasi sel menghasilkan dua sel yang berasal dari satu sel. Keadaan ini membutuhkan pertumbuhan sel yang kemudian diikuti oleh pembelahan (divisi) sel. pertumbuhan sel yang tidak terkendali merupakan ciri khas kanker. Sel kanker secara umum berisi biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi, diferensiasi, kematian sel dan ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (cell-typespesifics functions). Kegagalan regulasi fungsi inilah yang menghasilkan perubahan fenotip dan kanker. Pada jaringan normal, proliferasi sel mengarah kepada penambahan jaringan. Dimana jumlah sel tidak hanya tergantung kepada proliferasi sel tetapi juga oleh kematian sel. Keseimbangan antara produksi sel baru dan kematian sel itulah yang mempertahankan sel yang tepat pada jaringan (homeostasis). 2. Gen-gen yang berperan dalam proliferasi sel Skema tumor gen-gen yang berperan dalam proliferasi (pembelahan sel) serta apoptosis (kematian sel secara terprogram) Keterangan: Sel mengalami proliferasi (pembelahan sel) dan apoptosis. Proliferasi melalui siklus sel: G1-S-G2-M Fase G = gap, persiapan fase berikutnya. Fase S = sintesis Fase M = Mitosis (meliputi Profase, Metafase, Anafase, dan Telofase). Siklus sel tersebut dipengaruhi oleh gen-gen yang berperan. Gen yang bertanggung jawab pada sel, terkait dengan pembelahan sel dan kematian sel terbagi atas dua golongan, khususnya pada keterjadian sel kanker: 1. Gen yang memacu proliferasi memacu siklus sel 2. Gen yang memacu apopsosis. Pada Gambar di atas yang harus dicermati adalah ujung tanda panah, apakah: 1. Berupa tanda panah atau tanda pemacuan () 2. Berupa tanda penghambatan ( --I ) Sebagai contoh: Jika gen p53 dipacu, maka akan memacu p21. Gen p21 menghambat kinase, dimana kinase tersebut memacu siklus sel. Sehingga jika p53 dipacu, maka p21 terpacu, gen kinase dihambat, sehingga siklus sel terhambat. Berdasarkan hal tersebut maka gen p53 merupakan golongan tumor suppressor gen atau gen yang menekan pembelahan sel. PERTANYAAN: 1. Jelaskan kerja gen BAX (dimulai dari p53), sampai pada hasil akhir kerja BAX. 2. Jika p16 dipacu, maka akan terjadi proliferasi atau apoptosis? Jelaskan! 3. Jika p57 dipacu, maka akan terjadi proliferasi atau apoptosis? Jelaskan! 4. Jelaskan secara menyeluruh dari p53, p21, p16, Rb, serta p27. Jika gen-gen tersebut dipacu, hasil kerjanya ke apoptosis atau proliferasi? 3. Siklus Sel Sel merupakan satuan dasar struktural, fungsional dan hereditas makhluk hidup. Untuk pertumbuhan dan perkembangannya, setiap organisme hidup tergantung pada pertumbuhan dan penggandaan sel-selnya. Pada organisme uniseluler, pembelahan sel diartikan sebagai reproduksi, dan dengan proses ini dua atau lebih individu baru dibentuk dari sel induk. Pada organisme multiseluler, individu-individu baru berkembang dari satu sel primordial yang dikenal dengan nama zygot, selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Selama rentang hidupnya, sel-sel pada organisme multiseluler sebagian mengalami penuaan dan kerusakan. Oleh sebab itu perlu diperbaiki melalui pembelahan sel. - Dengan demikian pembelahan sel berfungsi dalam (i) reproduksi (ii) pertumbuhan, dan (iii) perbaikan. - Umumnya, sebelum suatu sel mengalami pembelahan, sel-sel terlebih dahulu mengalami pertumbuhan hingga mencapai ukuran tertentu. - Setiap sel mengalami dua periode yang penting dalam siklus hidupnya, yaitu periodeinterfase atau periode non pembelahan dan periode pembelahan sel (M) yang menghasilkan sel-sel baru. Kedua periode tersebut secara umum dikenal dengan nama siklus sel. Dengan kata lain, kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan sel ke pembelahan sel berikutnya disebut siklus hidup (daur) sel . Secara singkat tahapan pada siklus hidup sel dapat dilihat pada gambar. Interfase terdiri atas tiga fase, yaitu: G1 (Gap pertama), S (Sintesis DNA), dan G2 (Gap kedua), Pada fase G1, sel anak mengalami pertumbuhan, pada fase S terjadi replikasi dan transkripsi DNA; sedangkan pada fase G2, merupakan fase post sintesis, dimana sel mempersiapkan diri untuk membelah. Pembelahan sel meliputi dua tahapan yaitu :kariokinesis ataumitosis dansitokinesis. Perlu diingat bahwa apabila pembelahan sel menghasilkan dua buah sel anak yang tidak sama besarnya, maka G1 bagi sel anak yang kecil lebih lama daripada sel anakan yang besar. Puncak siklus hidup sel yaitu pembelahan sel, yang secara umum diberi tanda M yang berarti fase mitosis. Pada waktu yang singkat kromatin di dalam inti sel induk memampat membentuk kromosom, untuk kemudian bersama-sama dengan seluruh isi sel, dibagi dua ke masing-masing sel anak. Selama periode interfase, kromosom tidak tampak disebabkan karena materi kromosom dalam bentuk benang-benang kromatin, dan komponen-komponen makromolekulnya didistribusikan di dalam inti. Selama siklus sel terjadi perubahan-perubahan yang sangat dinamis. Perubahan-perubahan tersebut terutama komponen-komponen kimia dari sel seperti DNA, RNA, dan berbagai jenis protein. Duplikasi DNA berlangsung selama periode khusus dari interfase yang disebut fase sintesis atau periode S. Periode sintesis didahului oleh periode G1 dan diikuti oleh periode G2. Fase pembelahan sel yang terdiri atas fase mitosis dan sitokinesis. Fase mitosis terdiri atas beberapa fase yaitu fase profase, fase prometafase, fase metafase, fase anafase, dan fase telofase. Selama pembelahan sel, inti mengalami serangkaian perubahan- perubahan yang sangat kompleks, terutama peruahan-perubahan kandungan intinya. Pada saat pembelahan sel berlangsung, salut inti dan nukleus menjadi tidak tampak dan subtansi kromatin mengalami kondensasi menjadi kromosom. 1. MITOSIS Mitosis atau pembelahan inti merupakan stadium akhir dari siklus sel dan merupakan stadium yang paling pendek, yaitu kurang lebih 10% dari keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk satu kali siklus. Selama pemebelahan inti, struktur kromosom tampak mengalami perubahan-perubahan secara progresif. DNA pada sel eukariotik sangat panjang. Panjang DNA pada manusia berkisar 3 m atau kira-kira 300.000 kali lebih besar dari diameter sel tersebut. Sebelum sel membelah, semua DNA harus disalin dan dibagi rata agar setiap sel anak memiliki genom lengkap. Replikasi dan distribusi DNA dalam jumlah banyak itu terkelola dengan baik karena molekul- molekul DNA dikemas menjadi kromosom. Setiap species sel eukariotik memiliki jumlah kromosom yang khas di dalam setiap nukleus sel. Misalnya sel somatik manusia (semua sel tubuh kecuali sel reproduktif atau gamet) mengandung 46 kromosom. Sel sperma dan sel telur manusia memiliki jumlah kromosom setengah kromosom sel somatik, yaitu 23 kromsom. Di dalam setiap kromosom eukariotik terdapat satu molekul DNA linear yang sangat panjang yang mewakili ribuan gen. DNA ini berkaitan dengan berbagai jenis protein yang mempertahankan struktur kromosom dan membantu mengontrol aktivitas gen. Kompleks protein-DNA yang lasim disebut kromatin diorganisasi menjadi serat yang tipis dan panjang. Setelah sel menduplikasi genomnya dalam persiapan pembelahan, kromatin ini memadat. Kromatin ini tergulung dan terlipat sangat padat sehingga terbentuk kromosom yang tebal yang dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Kedua kromatid yang mengandung salinan molekul DNA kromosom yang identik, mulamula saling berlekatan satu dengan yang lain. Dalam bentuk padatnya, kromosom ini memiliki “pinggang” yang ramping pada daerah khusus yang disebut sentromer. Pada proses pembelahan sel selanjutnya, kromatid saudara dari semua kromosom ditarik saling menjauh dan dikemas kembali sebagai kumpulan lengkap di dalam dua nukleus baru, masing-masing satu pada setiap ujung sel. Mitosis, yaitu pembelahan nukleus, biasanya segera diikuti oleh sitokinesis, yaitu pembelahan sitoplasma. Pada proses pembelahan ini, dari satu sel diperoleh dua sel anak yang memiliki informasi genetik yang equivalen dengan sel induknya. - Profase Profase merupakan transisi dari fase G2 ke fase pembelahan inti atau mitosis (M) dari siklus sel. Profase adalah stadium pertama dari mitosis. Kromatin yang menyebar selama interfase secara perlahan-lahan terkondensasi menjadi kromosom yang mantap. Jumlah kromatin yang tepat merupakan ciri khas dari setiap species, sekalipun pada species yang berbeda dapat mempunyai jumlah kromatin yang sama. Selain itu pada profase salut inti mulai berdegenerasi dan secara perlahan-lahan inti menjadi tidak tampak, dan terjadilah pembentukan spindel mikrotubul. Sebelum profase masing-masing kromosom mengalami duplikasi selama fase sintesis dari siklus sel. Setiap kromosom terdiri atas dua kromatid sister yang bergabung pada suatu tempat yang disebut sentromer atau kinetockor. Pada awal profase, massa mikrotubul sitoplasma yang merupakan bagian dari sitoskeleton rusak dan membentuk kelompok molekul-molekul tubulin yang besar. Molekulmolekul tubulin digunakan kembali untuk konstruksi komponen utama aparatus mitosis atau spindel mitosis. Spindel mitosis merupakan struktur benang bipolar yang sebagian besar disusun oleh mikrotubul yang mula-mula terbentuk di luar nukleus. Pusat pembentukan spindel atau kumparan pada kebanyakan sel hewan ditandai dengan adanya sentriol. Pasangan sentriol pada sel mula-mula berduplikasi dengan suatu proses yang dimulai tepat sebelum fase sintesis. Duplikasi menghasilkan dua pasang sentriol. Masing-masing pasangan sentriol sekarang menjadi pusat mitosis yang membentuk pusat bagi susunan mikrotubul radial yang disebut aster. Kedua aster tersebut terletak berdampingan dekat salut inti. Pada profase akhir, berkasberkas mikrotubul polar berinteraksi diantara dua aster, mula- mula memnajang dan tanpak mendorong sentriol ke bagian sepanjang sisi salut inti. Dengan cara ini spindel mitosis bipolar terbentuk. Spindel mitosis terdiri dari mikrotubul dan mikrofilamen yang berasosiasi dengan protein. Berdasarkan perlekatannya, spindel mitosis dibagi menjadi dua yaitu serabut-serabut bipolar yang merentang dari dua kutub spindel ke arah ekuator, dan serabut-serabut kinetokor yang melekat pada sentromer pada setiap kromatid dan merentang ke arah spindel. - Prometafase Prometafse (metafase awal) dimulai secara tiba-tiba dengan rusaknya inti yang pecah menjadi fragmen-fragmen membran yang tidak dapat dibedakan dengan potongan-potongan retikulm endoplasma. Fragmen-fragmen tersebut tetap berada disekitar kumparan atau spindel selama mitosis. Kumparan-kumparan yang terletak di luar inti sekarang dapat masuk ke daerah inti. Pada saat prometafase, kromosom-kromosom bermigrasi ke arah pusat spindel. Gerakan tersebut disebabkan karena adanya gerakan yang beragitasi yang disebabkan oleh adanya interaksi antara benang-benang kinetokor dengan komponen-komponen lain dari spindel. - Metafase Selama metafase, sentromer dari setiap kromosom berkumpul pada bagian tengah spindel pada bidang ekuator. Pada tempat-tempat ini, sentromer-sentromer diikat oleh benang-benang spindel yang terpisah, dimana setiap kromatid dilekatkan pada kutub-kutub spindel yang berbeda. Kadang-kadang benang-benang spindel tidak berasosiasi dengan kromosom dan merentang secara langsung dari satu kutub ke kutub yang lain. Pada saat metafase, sentromersentromer diduplikasi dan setiap kromatid menjadi kromosom yang berdiri sendiri atau independen.. - Anafase Anafase dimulai secara tiba-tiba ketika pasangan kinetochor pada masing-masing kromatid terdorong secara perlahan-lahan menuju kutub spindel. Jadi anafase ditandai dengan terjadinya pemisahan kromatid sister membentuk anak kromosom yang bergerak menuju kutub spindel yang berlawanan. - Telofase Ketika kromatid-kromatid anakan yang terpisah sampai di kutub, benang-benang kinetochor lenyap, benang-benang kumparan kembali memanjang dan salut inti yang baru kembali terbentuk disekitar masing-masing kromatid anakan. Kromosom nujkleulus tanpak kembali dan mitosis berakhir. 2. SITOKINESIS Sitokinesis Pada Sel Hewan Sitoplasma terbagi oleh suatu proses yang dikenal sebagai cleavage yang biasanya dimulai pada akhir anafase dan telofase. Membran pada bagian tengah sel tertarik ke dalam membentuk alur cleavage yang tegak lurus pada sumbu kumparan diantara nukleus dan secara bertahap menyempit hingga pada akhirnya putus dan membentuk dua sel anak secara terpisah. Sitokinesis Pada Sel Tumbuhan Berbeda dengan sel hewan, sel tumbuhan tidak mampu membentuk lekuk cleavage. Hal ini disebabkan karena adanya dinding sel yang kaku. Sitokinesis pada dinsing sel tumbuhan tinggi melibatkan vesikula-vesikula yang berasal dari badan golgi dan mikrotubul-miktotubul yang tersusun paralel dan disebut fragmoplas. Vesikula-vesikula yang berasal dari badan golgi berasosiasi dengan mikrotubula fragmoplas dan ditranslokasikan sepanjang mikrotubula ke arah daerah ekuatorial. Vesikula-vesikula tersebut selanjutnya terakumulasi pada daerah dimana mikrotubula fragmoplas mengalami overlap. Vesikula-vesikula selanjutnya berfusi satu sama lain membentuk lempeng sel (Cell plate). Vesikula-vesikula tadi berisi senyawa-senyaw pembentuk papan sel dan dinding sel seperti pektin, hemiselulosa dan selulosa. Lempeng sel meluas secara lateral hingga mencapai dinding sel semula. Hal tersebut mungkin disebabkan karena mikrotubula- mikrotubula pada fragmoplas awal dirakit dirombak pada bagian perifer dari lempeng sel awal. Di tempat tersebut mereka menarik vesikula-vesikula lain dan kembali berfusi pada bidang ekuator sehingga lempeng sel meluas kearah tepi. Proses ini berulang hingga lempeng sel mencapai membran plasma, dan dua sel baru terpisah secara sempurna. Pada akhirnya mikrofibril-mikrofibril selulosaditempatkan pada bagian bawah lempeng sel untuk membentuk dinding sel baru. 3. MIOSIS Fertilisasi menandai dimulainya fase diploid pada hewan dan tumbuhan yang berkembang biak secara seksual. Stadium haploid dari siklus seksual dihasilkan dari proses pembelahan inti yang disebut miosis. Miosis berlangsung pada sel-sel miosit yang terdapat di dalam jaringan reproduksi pada suatu organisme. Seperti halnya dengan mitosis, miosis berlangsung setelah fase G1, S dan G2 dari interfase dan menentukan distribusi kromosom yang tepat ke dalam sel-sel anak. Berbeda dengan mitosis, sebab miosis mencakup dua siklus pembelahan berturut-turut dan menghasilkan 4 sel anak. Pembelahan pertama dari miosis disebut pembelahan reduksi. Miosis pertama mengubah inti dari suatu miosit yang mengandung kromosom diploid menjadi inti haploid yang mengandung kromosom n. Jumlah kromosom direduksi jika pasangan kromosom homolog terpisah. Pembelahan kedua disebut equation devision atau miosis kedua. Miosis kedua mengubah dua hasil dari pembelahan miosis pertama menjadi 4 inti haploid. - Pembelahan miosis merupakan suatu bentuk pembelahan inti yang penting pada organisme yang berkembang biak secara seksual. Miosis berlangsung pada organisme eukariota yang mengandung jumlah kromosom diploid (2n). Kedua set kromosom yang berpasangan tersebut dinamakan kromosom homolog. Telah diketahui bahwa manusia m,engandung 46 kromosom atau 23 kromosom homolog (pada manusia n=23). Ke 46 kromosom yang terdapat pada zygot dibentuk pada saat fertilisasi yang diturunkan dari sel sperma dan sel telur dari kedua induknya (paternal dan maternal). Sel sperma dan sel telur mengandung setengah jumlah kromosom induknya dan dinamakanhaploid (n). Jadi sel haploid adalah sebuah sel dengan satu set kromosom tunggal. Sel diploid adalah sel yang memiliki dua set kromosom. Pengujian dengan mikroskop terhadap ke 46 kromosom manusia menunjukkan bahwa setiap jenis kromosom ada dua dan tersusun berpasang-pasangan dimulai dari kromosom terpanjang. Tampilan visualnya dinamakankariotipe. Kromosom yang membentuk pasangan, yang mempunyai panjang, posisi sentromer, dan pola pewarnaan yang sama dinamakan kromosom homolog. Pengecualian penting terhadap aturan kromosom homolog untuk sel somatic manusia, yaitu pada kromosom X dan Y. Karena keduanya menentukan jenis kelamin suatu individu, maka kromosom X dan Y dinamakan kromosom seks (kromosom jenis kelamin). Kromosom di luar kromosom seks dinamakan kromosom autosom. a. Miosis Pertama Profase I Profase pertama merupakan fase yang sangat kompleks dari miosis. Kromosom mulai memadat. Dalam suatu proses yang dinamakan sinapsis, kromosom homolog yang masingmasing tersusun dari dua kromatid saudara muncul secara bersamaaan sebagai suatu pasangan. Masing-masing pasangan kromosom terlihat sebagai suatu tetrad, yaitu kompleks kromosom dengan empat kromatid. Pada banyak tempat di sepanjang kromosom, kromatid kromosom homolog saling silang menyilang. Persilangan yang membantu mengikat kromosom agar tetap bersama ini dinamakan kiasmata (tunggal, kiasma). Semenetara itu komponen seluler lainnya mempersiapkan pemebelahan inti dengan cara yang mirip mitosis. Sentrosom bergerak saling menjauh dan gelendong mikrotubula terbentuk di antaranya. Selubung nucleus dan nucleoli menyebar. Akhirnya gelendong mikrotubula menangkap kinetokor yang terbentuk pada kromosom, dan kromosom mulai bergerak ke arah lempeng metafase. Biasanya memakan waktu lebih dari 90% waktu yang dibutuhkan untuk miosis. Secara terinci profase pertama terdiri atas 5 fase yaitu leptonema (leptoten), Zygonema (zygoten), Pachynema (pachyten), diplonema (diploten), dan diakinesis. • > Leptonema: Stadium ini ditandai dengan dimulainya kondensasi kromosom., setiap kromosom tanpak terdiri atas dua kromatid. > Zygonema: Stadium ini ditandai dengan adanya kromosom homolog yang berpasangan. Kejadian ini disebut sinapsis. Setiap unit terdiri atas dua synap, dan kromosom homolog yang telah terduplikasi disebut bivalen atau tetrad. Pada fase ini terbentuk kompleks sinaptonema dimana terjadi crossing over. Crossing over dihasilkan dari pembelahan oleh endonuklease dari DNA sesuai posisi dari dua kromatid non sister yang diikuti dengan transposisi dan penggabungan kembali ujung-ujung bebas dari rantai kromosom homolog. Hasil dari crossing over adalah kombinasi gen-gen baru, dibentuk pada kromosom homolog. > Pachynema: Selama stadium ini, kromatid menjadi sangat jelas sebagai hasil kondensasi yang terus menerus. > Diplonema dan diakinesis: Stadium ini ditandai dengan terjadinya pemisahan kromosom homolog kecuali pada titik dimana chiasmata dibentuk. =>Metafase I Pada fase ini apparatus spindel terbentuk seperti pada mitosis, dan tetrad berkumpul pada bidang ekuatorial atau bidang pembelahan atau lempeng metafase. Kromosom masih dalam pasangan homolognya. Mikrotubula kinetokor dari masing-masing kutub sel melekat pada satu kromosom, sementara itu mikrotubula dari kutub berlawanan menempel pada homolognya pada daerah sentromer. => Anafase I Seperti pada mitosis, alat gelendong menggerakkan kromosom ke arah kutub sel, akan tetapi kromatid saudara tetap terikat pada sentromernya dan bergerak sebagai satu unit tunggal ke arah kutub yang sama. Kromosom homolog bergerak ke arah kutub yang berlawanan. Berbeda dengan mitosis, kromosom muncul sendiri- sendiri pada lempeng metafase dan bukan dalam pasangan, dan gelendong memisahkan kromatid saudara dari masing-masing kromosom. Dengan kata lain pada miosis fase anafase I, kromosom homolog (bukan kromatid saudara) dari setiap tetrad terpisah satu dengan yang lain, dan bergerak ke kutub gelendong (spindle) yang berlawanan. => Telofase I Telofase I menghasilkan pembelahan miosis I. Kumpulan kromosom homolog pada akhirnya dipisahkan menuju kutubnya masing-masing dan terbentuk dua daerah inti yang dapat dibedakan secara jelas. Pada beberapa organisme, salut inti yang baru dibentuk, dan dekondensasi kromosom kadang-kadang terjadi. Interkinesis adalah periode di antara akhir telofase I dan awal profase II. Periode ini biasanya sangat singkat. DNA yang dihasilkan dari dua inti pada pembelahan miosis pertama tidak mengalami replikasi selama fase interkinesis. b. Miosis Kedua => Profase II Profase II mirip dengan profase pada pembelahan mitosis, walaupun setiap inti sel hanya memiliki setengah dari jumlah kromosom. Inti haploid dari setiap kromosom disusun atas dua kromatid saudara yang dibentuk sebelum profase I. => Metafase II Metafase dua mirip dengan metafase pada pembelahan mitosis. Pasangan kromatid bergerak ke pusat spindel dan melekat pada mikrotubula-mnikrotubula. => Anafase II Mirip dengan anafase pada pembelahan mitosis. Tetapi berbeda dengan anafase I. Pada anafase II kromatid sister terpisah satu sama lain dan bergerak menuju kutub spindel yang berlawanan. => Telofase II Telofase II mirip dengan telofase pada pembelahan mitosis. Kelompok-kelompok kromosom yang telah terpisah kembali dibungkus oleh salut inti yang baru berkembang dan kromosom mulai mengalami dekondensasi. Miosis menghasilkan 4 sel haploid. Umumnya pada hewan dan beberap tumbuhan tinggi, miosis yang berlangsung pada jaringan reproduksi diiringi oleh pembelahan sitoplasma. Contoh pembelahan miosis adalah pembentukan gamet pada manusia. # Mitosis dan meiosis merupakan bagian dari siklus sel dan hanya mencakup 5-10% dari siklus sel. Persentase waktu yang besar dalam siklus sel terjadi pada interfase. Interfase terdiri dari periode G1, S, dan G2. Pada periode G1 selain terjadi pembentukan senyawa-senyawa untuk replikasi DNA, juga terjadi replikasi organel sitoplasma sehingga sel tumbuh membesar, dan kemudian sel memasuki periode S yaitu fase terjadinya proses replikasi DNA. Setelah DNA bereplikasi, sel tumbuh (G2) mempersiapkan segala keperluan untuk pemisahan kromosom, dan selanjutnya diikuti oleh proses pembelahan inti (M) serta pembelahan sitoplasma (C). Selanjutnya sel hasil pembelahan memasuki pertumbuhan sel baru (G1). 4. Mekanisme Proliferasi 2 kelompok utama Genes yang membentuk produk yang berperan dalam stimulasi pembelahan dan “survival” sel Normal genes : proto-oncogenes Mutated genes : oncogenes Genes yang membentuk produk yang berperan dalam pencegahan/inhibisi pembelahan sel atau memicu kematian sel : suppressor genes gen DNA repair dan gen regulator apoptosis Protooncogenes adalah gen normal yang berfungsi dalam pengaturan pertumbuhan sel, pembelahan sel dan diferensiasi. Oncogenes adalah cancer-causing genes, yang berasal dari konversi protooncogenes melalui mutasi, retroviral transduction, gene amplifications atau dislocations Klasifikasi oncogenes : o Growth factors o Growth factor receptors o Signal transducing proteins o Nuclear transcription proteins o Cyclin dan CDKs Satu kali proses mutasi yang terjadi pada DNA belum dapat menimbulkan kanker. Tetapi dibutuhkan ribuan mutasi lagi yang terletak pada gen yang tidak sama. Apabila terjadi banyak mutasi pada DNA, maka sel mulai mengalami perubahan sifat secara perlahan-lahan. Sel yang bermutasi tersebut mulai membelah diri (proliferasi) dan membentuk grup tertentu (klonal) di lokasi tertentu dalam tubuh yang dapat membahayakan jaringan sehat. Tahap dimana sel kanker membentuk klonal inilah yang dinamakan tahap promosi. Promosi ini akan diikuti proliferasi (pembelahan diri sel kanker menjadi banyak) yang kemudian satu atau lebih sel bisa memisahkan diri dari kelompok utamanya untuk berpindah ke tempat lain (metastasis). Untuk memenuhi kebutuhan kelompok sel tersebut, dibentuklah pembuluh darah baru (neoangiogenesis) yang sebenarnya tidak diperlukan oleh jaringan sehat. Sehingga, terbentuklah kanker sebagai jaringan baru dalam tubuh. Suppressor Genes Gen normal yang menghambat pembelahan sel. Mekanisme kerja : sinyal transduksi, reseptor di permukaan sel dan nuclear transcriptions regulator. pRb : mencegah sel di G1 menjadi S p53 : stop replikasi sel yang rusak (DNA damage) Jawablah Pertanyaan ini : 1. Apa yang dimaksud poliferasi sel ? 2. Jelaskan secara singkat siklus sel ? dan jelaskan tahapannya ! PERTEMUAN 3 MATERI POKOK : APOPTOSIS 1. Definisi 2. Gen- gen yang berperan dalam apoptosis 3. Mekanisme apoptosis Apoptosis berasal dari bahasa Greek , yang artinya gugurnya putik bunga ataupun daun dari batangnya. Pada tahun 1972 , Kerr J.F , Wyllie A.H , Currie A.R mempublikasikan artikel Britis h Journal Of Cancer dengan judul : Apoptosis: a basic bioligical phenomen wit h wide ranging implication in tissue kinetic. Artikel ini menjelaskan tentang proses kematian normal pada sel yang disebut dengan apoptosis. Apoptosis adalah mekanisme kematian sel yang terprogram yang penting dalam berbagai proses biologi. Kematian sel yang terprogram atau apoptosis merupakan suatu komponen yang normal pada perkembangan dan pemeliharaan kesehatan pada organisme multiseluler. Sel yang mati ini merupakan respon terhadap berbagai stimulus dan selama apoptosis sel ini dikontrol dan diregulasi, sel yang mati ke mudian difagosit oleh makrofag. 2. Gen- gen yang berperan dalam apoptosis Ada dua sebab mengapa sel melakukan bunuh diri (Apoptosis), yaitu: 1) Dalam pertumbuhan suatu organisme apoptosis sama dibutuhkan seperti mitosis. Apoptosis diperlukan dalam perkembangan organisme seperti pada metamorfosis dan pembentukan organ tertentu (misalnya menghilangkan selaput antara jari-jari). Demikian pula pada menstruasi dan pembentukan sinaps antar neuron terjadi apoptosis. 2) Untuk menghilangkan sel-sel yang mungkin merupakan ancaman terhadap organisme seperti sel-sel yang terinfeksi virus. Dalam hal ini sel limfokin sitotoksik akan membunuh sel yang mengandung virus. Keputusan suatu sel melakukan apoptosis tergantung dari kesetimbangan pemicu positif yang diperlukan untuk terus bertahan hidup dan yang negatif yang mengarah ke apoptosis. Untuk dapat bertahan hidup suatu sel harus terus menerus menerima rangsang dari sel-sel lain serta tetap melekat (adhesi) pada permukaan tempat sel tersebut tumbuh. Contoh pemicu positip antara lain ; faktor pertumbuhan (growth factor) neuron dan interleukin-2 (IL-2) yang merupakan factor penting dalam mitosis limfosit. Pemicu negatif dapat berupa oksidan yang menyebabkan kerusakan DNA atau senyawasenyawa lain seperti obat kemoterapi serta sinar-X dan sinar-UV. Akumulasi protein yang tidak melipat sempurna dalam struktur tersiernya juga merupakan suatu pemicu negatif. Kematian sel juga dapat terjadi jika ditemukan ‘aktivator kematian sel’ seperti faktor tumor nekrosis (TNFα) dan limfotoksin (TNF-β) yang mengikat reseptor TNF serta Fas Ligand (FasL) yang mengikat reseptor Fas yang dikenal juga dengan nama CD 95. Apoptosis berbeda dengan nekrosis, pada nekrosis terjadi kematian sel tidak terkontrol. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan kem udian hancur dan lis is pada satu daerah yang merupakan respon terhadap inflamasi. Pada apoptosis sel-sel yang mati memberikan sinyal yang diperantarai oleh beberapa gen yang mengkode protei n untuk enzym pencernaan yang disebut dengan caspase. Gen caspase ini merupakan bagian dari cyst ein protease yang akan aktif pada perkembangan sel maupun merupakan sinyal untuk aktif pada destruksi sel tersebut. Fungsi Apoptosis Kematian sel melalui apoptosis merupakan fenomena yang normal, yaitu terjadi eliminasi sel yang tidak diperlukan lagi. Proses apoptosis secara fisiologis diperlukan untuk : a. Terminasi sel Apoptosis dapat terjadi pada sel yang mengalami kerusak an yang tidak bisa di repair,infeksi virus, keadaan yang mengak ibatkan stress pada sel . Kerusakan DNA akibat ionisasi radiasi maupun bahankimia toxic juga dapat mencetuskan apoptosis melalui aktivasi tumor supresor gen p53. Keputusan untuk apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan disekitarn ya ataupun dari sel yang termasuk dalam immune system. Pada keadaan ini fungsi apopt osis adalah untuk mengangkat sel yang rusak, mencegah sel menjadi lemah oleh karena kurangnya nutrisi dan mencegah penyebaran infeksi virus. b. Mempertahankan homeostasis Pada organisme dewasa, jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus berada dalam keadaan yang relatif konstan. Proses keseimbangan ini termasuk dalam homeostasis yang dibutuhkan oleh ma khluk hidup untuk mempertahankan lingkungan internalnya. Keseimbangan (homeostasis) ini dapat te rcapai bila kecepatan mitosis pada jaringan seimbang dengan kematian sel. Bila keseimbangan ini terganggu, maka akan dapat mengakibatkan : Bila kecepatan pembelahan sel lebih tinggi daripada kecepatan kematian sel terbentuk tumor Bila kecepatan pembelahan sel lebih rendah dari kecepatan kematian sel jumlah sel menjadi berkurang. c. Perkembangan embryonal Kematian sel yang terprogram merupak an bagian dari perkembangan jaringan. Pada masa embryo , perkembangan suat u jaringan atau organ didahului oleh pembelahan sel dan diferensiasi sel ya ng besar-besaran dan kemudian dikoreksi melalui apoptosis. Contoh: bila terjadi gangguan proses apoptosis , berupa diferensiasi inkomplit pada pembelahan jari-jari akan mengakibatkan syndactyly. d. Interaksi limfosit Perkembangan limfosit B dan Limfosit T pada tubuh manusia merupakan suatu proses yang kompleks , yang akan mem buang sel-sel yang berpotensi menjadi rusak. Cytotoksik T sel dapat secara langsung menginduksi apoptosis pada sel melalui terbukanya suatu celah pada target membran dan pelepasan zat-zat kimia untuk mengawali proses apoptosis. Celah ini dapat terjadi melalui adanya sekresi perforin, granul yang berisi granzyme B, serine protease yang dapat mengaktivasi caspase melalui pemecahan residu aspartat. e. Involusi hormonal pada usia dewasa. Apoptosis dapat terjadi misalnya pada pel epasan sel endometrium selama siklus menstruasi, regresi pada pay udara setelah masa menyusui dan atresia folikel ovarium pada menopause. 3. Mekanisme apoptosis Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya apoptosis dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : 1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis). 2. Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen apoptosis yang berhubungan, dll) 3. Tahap pelaksanaan apoptosis (degradasi DNA, pembongkaran sel, dll) 4. Fagositosis. Signal Penginduksi Apoptosis Apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau translasi. Molecular machine yang dibutuhkan untuk kematian sel dianggap mengalami dormansi dan hanya memerlukan aktivasi yang cepat. Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstraseluler dan intraseluler. Signal ekstraseluler contohnya hormon hormon. Hormon tiroksin menginduksi apoptosis pada ekor tadpole. Apoptosis juga bisa dipicu oleh kurangnya signal yang dibutuhkan sel untuk bertahan hidup seperti growth factor. Sel lain, sel berhubungan dengan sel yang berdekatanjuga bisa memberikan signal untuk apoptosis. Signal intraseluler misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel. Kedua jalur penginduksi tersebut bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili protein pengeksekusiutama yang dikenal sebagai caspase. Sel yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap penginduksi apoptosis. Misalnya sel splenic limfosit akan mengalami apoptosis saat terpapar radiasi ionisasi, sedangkan sel myocyte tidak mengalami apoptosis untuk pemaparan yang sama. Tahap Pelaksanaan Apoptosis Sinyal apoptosis bisa terjadi secara intraseluler dan ekstraseluler. Jalur ekstrinsik (ekstraseluler) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor kematian (death receptor) sedangkan jalur intrinsik diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel. Proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel, yang dapat berasal dari pencetus ekstrinsik maupun intrinsik . Yang termasuk pada sinyal ekstrinsik antara lain hormon, faktor pertumbuhan, nitric oxide dan cytokine. Semua sinyal tersebut harus dapat menembus membran plasma ataupun transduksi untuk dapat menimbulkan respon. Sinyal intrinsik apoptosis merupakan suatu respon yang diinisiasi oleh sel sebagai respon terhadap stress dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Pengikatan reseptor nuklear oleh glukokortikoid, panas, radiasi, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat m enimbulkan pelepasan sinyal apoptosis intrinsik melalui kerusakan sel. Sebelum terjadi proses kematian sel melalui enzym, sinyal apoptosis harus dihubungkan dengan pathway kematian sel melalui regulasi protein. Pada regulasi ini terdapat dua metode yang telah dikenali untuk mekanisme apoptosis , yaitu : melalui mitokondria dan penghantaran sinyal secara langsung melalui adapter protein. 1. Ektrinsik Pathway (di inisiasi oleh kematian receptor) Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan receptor kematian pada permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian dari reseptor tumor nekrosis faktor yang terdiri dari cytoplasmic domain , berfungsi untuk mengirim sinyal apoptotic. Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang dihubungkan dengan protein Fas (CD95) . Pada saat Fas berikatan dengan ligandnya, membran menuju ligand (FasL). Tiga atau lebih molekul Fas bergabung dan cytoplasmic death domain membentuk binding site untuk adapter protein, FADD (Fas –associated death domain). FA DD ini melekat pada reseptor kematian dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif da ri caspase 8. Molekul procaspase 8 ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah menjadi caspase 8 aktif. Enzym ini kemudian mencetuskan cascade aktifasi caspase dan kemudian mengaktifkan procaspase lainnya dan mengak tifkan enzym untuk mediator pada fase eksekusi. Pathway ini dapat dihambat oleh protein FLIP, tida k menyebabkan pecahnya enzym procaspase 8 dan tidak menjadi aktif. 2. Intrinsik (Mitokondrial) Pathway Pathway ini terjadi oleh karena adanya permeabilitas mitokondria dan pelepasan molekul pro-apoptosis ke dalam sitoplasma,tanpa memerlukan reseptor kematian. Faktor pertumbuhan dan siinyal lainny a dapat merangsang pembentukan protein antiapoptosis Bcl2, yang berfungsi sebagai regulasi apoptosis. Protein anti apoptosis yang utama adalah: Bcl-2 dan Bcl-x, yang pada keadaan normal terdapat pada membrane mitokondria dan sitoplasma. Pada saat sel mengalami stress, Bc l-2 dan Bcl-x menghilang dari membran mitokondria dan digantikan ol eh pro-apoptosis protein, s eperti Bak, Bax, Bim. Sewaktu kadar Bcl-2, Bc l-x menurun, permeabilita s membran mitokondria mengaktifkan cascade caspase. Salah satu meningkat , beberapa protein dapat protein tersebut adalan cytoc hrom-c yang diperlukan untuk proses respirasi pada mitokondria. Di dalam cytosol, cytochrom c berikatan dengan protein Apaf-1 mitokondria (apoptosis activating factor-1) dan mengakti vasi caspase-9. Protein lainnya, seperti Apoptosis Inducing Fa ctor (AIF)memasuki sitoplasma dengan berbagai inhibitor apoptosis yang pada keadaan normal untuk menghambat aktivasi caspase. 1. Eksekusi Setelah sel menerima sinyal yang ses uai untuk apoptosis, selanjutnya organelaorganela sel akan mengalami degradasi yang diaktifasi oleh caspase proteolitik. Sel yang mulai apoptosis , secara mikroskopis akan mengalami perubahan : a. Sel mengerut dan lebih bulat , karena pemecahan proteinaseous sitoskeleton oleh caspase b. Sitoplasma tampak lebih padat c. Kromatin menjadi ko ndensasi dan fragmentasi yang padat pada membran inti (pyknotik). Kromatin berkelompok di bagian perifer , dibawah membran inti menjadi massa padat dalam berbagai bentuk dan ukuran. d. Membran inti menjadi diskontinue dan DNA yang ada didalamnya pecah menjadi fragmenfragmen (karyorheksis). Degr adasi DNA ini mengakibatkan inti terpecah menjadi beberapa nukleosomal unit e. Membran sel memperli hatkan tonjolan-tonjolan ya ng iregular / blebs pada sitoplasma f. Sel terpecah menjadi beberapa fragmen , yang disebut dengan apoptotic bodies. g. Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang ada disekitarnya. 2. Pengangkatan sel yang mati Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis me mpuyai suatu fagositotik molekul pada permukaannya ( cth : phosphatidylserine) . Phosphatidylserine ini pada keadaan normal berada pada permukaan cytosolic dari plasma membran, tetapi pada proses apoptosis tersebar pada permukaan e kstraseluler melalui protein scramblase. Molekul ini merupakan suatu penanda sel untuk fagositosis oleh sel yang Selanjutnya sitoskeleton mempunyai reseptor yang sesuai, seper ti makrofag. memfagosit melalui engulfment pada molekul tersebut. Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit terjadi tanpa disertai dengan respon inflamasi. Jawablah Pertanyaan ini : 1. Apa yang dimaksud Apoptosis ? 2. Apa yang dimaksud necrosis ? Apa perbedaannya ? 3. Jelaskan tahapan Apoptosi.. ! PERTEMUAN 4 MATERI POKOK : Mutasi Genetik dan polimorfisme 1. Definisi 2. Mutasi yang menyebabkan terjadinya kanker 3. Mekanisme polimorfisme Mutasi Gen dan Mutasi Kromosom - Mutasi adalah suatu perubahan yang terjadi pada bahan genetik yang menyebabkan perubahan ekspresinya. Perubahan bahan genetik dapat terjadi pada tingkat pasangan basa, tingkat satu ruas DNA, bahkan pada tingkat kromosom. Peristiwa terjadinya mutasi disebut mutagenesis. Sedangkan, individu yang mengalami mutasi sehingga menghasilkan fenotip baru disebut mutan. Faktor yang menyebabkan mutasi disebut mutagen. Untuk lebih mengetahui tentang mutasi, mari cermati uraian di bawah ini. 1. Mutasi Gen (Mutasi Titik) Mutasi gen atau mutasi titik adalah mutasi yang terjadi karena perubahan pada satu pasang basa DNA suatu gen. Perubahan DNA menyebabkan perubahan kodon-kodon RNA d, yang akhirnya menyebabkan perubahan asam amino tertentu pada protein yang dibentuk. Perubahan protein atau enzim akan menyebabkan perubahan metabolisme dan fenotip organisme. Besar kecilnya jumlah asam amino yang berubah akan menentukan besar kecilnya perubahan fenotip pada organisme tersebut. Ada dua mekanisme mutasi gen, yaitu subtitusi pasangan basa dan penambahan atau pengurangan pasangan basa. a. Subtitusi pasangan basa Subtitusi pasangan basa ialah pergantian satu pasang nukleotida oleh pasangan nukleotida lainnya. Subtitusi pasangan basa ada dua macam, yaitu transisi dan tranversi. Transisi adalah penggantian satu basa purin oleh basa purin yang lain, atau penggantian basa pirimidin menjadi basa pirimidin yang lain. Transisi sesama basa purin, misalnya basa adenin diganti menjadi basa guanin atau sebaliknya. Sedangkan, transisi sesama basa pirimidin, misalnya basa timin diganti oleh basa sitosin atau sebaliknya. Tranversi adalah penggantian basa purin oleh basa pirimidin, atau basa pirimidin oleh basa purin. Tranversi basa purin oleh basa pirimidin, misalnya basa adenin atau guanin diganti menjadi basa timin atau sitosin. Tranversi basa pirimidin oleh basa purin, misalnya basa timin atau sitosin menjadi basa adenin atau guanin. Subtitusi pasangan basa ini kadang-kadang tidak menyebabkan perubahan protein, karena adanya kodon sinonim (kodon yang terdiri atas tiga urutan basa yang berbeda, tetapi menghasilkan asam amino yang sama). Misalnya, basa nitrogen pada DNA adalah CGC menjadi CGA sehingga terjadi perubahan kodon pada RNA-d dari GCG menjadi GCU. Sedangkan, asam amino yang dipanggil sama, yaitu arginin. b. Penambahan atau pengurangan pasangan basa Mutasi gen yang lain adalah perubahan jumlah basa akibat penambahan atau pengurangan basa. Penambahan atau pengurangan basa pada DNA dapat menyebabkan perubahan sederetan kodon RNA-d yang terdapat di belakang titik perubahan tersebut, berarti juga akan terjadi perubahan asam amino yang disandikan melalui RNA-d tersebut. Akibat lain dari penambahan atau pengurangan basa adalah terjadinya pergeseran kodon akhir pada RNAd. Pergeseran kodon akhir menyebabkan rantai polipeptida mutan menjadi lebih panjang atau lebih pendek. Mutasi ini disebut juga mutasi ubah rangka karena menyebabkan perubahan ukuran pada DNA maupun polipeptida. Mutasi ubah rangka ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penambahan basa (adisi) dan pengurangan basa (delesi). Mutasi karena penambahan basa, misalnya basa DNA awalnya AGC-GTC menjadi TAGCGT-C… . Sedangkan, jika basa DNA tersebut mengalami pengurangan basa maka urutannya menjadi GCG-TC... . Penambahan atau pengurangan basa dapat terjadi di bagian awal, di tengah, atau di akhir. 2. Mutasi Kromosom Selain terjadi pada tingkat gen, mutasi juga dapat terjadi pada tingkat kromosom, atau disebut juga aberasi kromosom. Mutasi kromosom ini mengakibatkan perubahan sejumlah basa yang berdampingan pada rantai DNA atau perubahan runtunan nukleotida dalam suatu ruas gen sehingga akibat yang ditimbulkan pada fenotip individu menjadi lebih nyata. Mutasi kromosom dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mutasi yang diakibatkan oleh perubahan struktur kromosom karena hilang atau bertambahnya segmen kromosom, dan perubahan jumlah kromosom. Mutasi kromosom ini biasanya diakibatkan oleh kesalahan pada waktu meiosis melalui peristiwa pautan, pindah silang, atau gagal berpisah. A. Perubahan struktur kromosom Perubahan struktur kromosom merupakan penataan kembali struktur kromosom akibat terjadinya delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi kromosom. 1) Delesi kromosom Delesi adalah mutasi akibat hilangnya dua atau lebih nukleotida yang berdampingan. Apabila rangkaian basa yang hilang merupakan suatu ruas yang lebih kecil dari panjang gen, maka gen tersebut akan bermutasi, tetapi bila rangkaian nukleotida yang hilang lebih besar dari ruas suatu gen, maka gen tersebut akan hilang dari kromosom. Contoh delesi kromosom terjadi pada kromosom X Drosophila melanogaster yang berukuran lebih pendek. Mutan ini bersifat resesif dan letal, dapat hidup hanya dalam bentuk heterozigot. Gambar. Delesi Kromosom 2) Duplikasi kromosom Duplikasi adalah mutasi yang terjadi karena penambahan ruas kromosom atau gen dengan ruas yang telah ada sebelumnya. Sehingga, terjadi pengulangan ruas-ruas DNA dengan runtunan basa yang sama yang mengakibatkan kromosom mutan lebih panjang. Contoh perubahan fenotip akibat proses duplikasi adalah gen bar pada Drosophila melanogaster. Penambahan gen pada kromosom lalat buah ini mengakibatkan peningkatan enzim tertentu yang menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme. Gambar. Duplikasi Kromosom 3) Inversi kromosom Inversi adalah penataan kembali struktur kromosom yang terjadi melalui pemutaran arah suatu ruas kromosom sehingga kromosom mutan mempunyai ruas yang runtunan basanya merupakan kebalikan dari runtunan basa kromosom liar. Misalnya pada satu ruas kromosom terdapat urutan ruas ABCDEF, setelah inversi diperoleh ruas AEDCBF. Jadi, terjadi pemutaran ruas BCDE. Inversi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: inversi parasentrik dan inversi perisentrik. Inversi parasentrik, yaitu bila sentromer berada di luar ruas yang terbalik. Dan inversi perisentrik, yaitu bila sentromer terdapat dalam segmen yang berputar. Gambar. Inversi Kromosom 4) Translokasi kromosom Translokasi adalah mutasi yang terjadi akibat perpindahan ruas DNA (segmen kromosom) ke tempat yang baru, baik dalam satu kromosom atau antarkromosom yang berbeda. Bila terjadi pertukaran ruas antarkromosom, disebut translokasi resiprok. Sedangkan, translokasi tidak resiprok adalah berpindahnya segmen kromosom ke kromosom yang lain tanpa pertukaran sehingga kromosom menjadi lebih panjang. Gambar. Translokasi Kromosom B. Perubahan jumlah kromosom Makhluk hidup dalam satu spesies memiliki jumlah kromosom yang sama, sedangkan pada spesies yang berbeda memiliki jumlah kromosom yang berbeda pula. Jumlah kromosom tersebut dapat berbeda dalam satu spesies karena terjadi mutasi. Perubahan jumlah kromosom tersebut biasanya terjadi pada waktu terjadinya meiosis pada saat terjadi pindah silang atau gagal berpisah. Ada dua jenis perubahan jumlah kromosom, yaitu aneuploidi (penambahan atau pengurangan satu atau beberapa kromosom pada satu ploidi) dan euploidi (penambahan atau kehilangan keseluruhan kromosom dalam satu ploidi). 1) Aneuploidi Organisme aneuploidi adalah organisme yang jumlah kromosomnya terdapat penambahan atau kehilangan satu atau beberapa kromosom pada genomnya. Yang banyak ditemui adalah individu dengan penambahan atau pengurangan satu kromosom. Dengan penambahan satu kromosom (2n + 1), maka dalam inti akan ada satu nomor kromosom dengan tiga homolog (trisomi), sedangkan nomor yang lainnya tetap mengandung dua kromosom. Kebalikannya, melalui pengurangan satu kromosom (2n – 1) akan dihasilkan individu monosomi, yaitu yang mengandung hanya satu kromosom tanpa pasangan homolognya. Aneuploidi terbentuk karena adanya ketidakseimbangan segregasi kromosom dalam proses meiosis. Aneuploidi adalah perubahan jumlah n-nya. Aneuploidi dibagi menjadi 2, yaitu: >> Allopoliploidi, yaitu n-nya mengganda sendiri karena kesalahan meiosis. >> Autopoliploidi, yaitu perkawinan atau hibrid antara spesies yang berbeda jumlah set kromosomnya. Aneusomi adalah perubahan jumlah kromosom. Penyebabnya adalah anafase lag (peristiwa tidak melekatnya beneng-benang spindel ke sentromer) dan non disjunction (gagal berpisah). Aneusomi pada manusia dapat menyebabkan: 1. Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45 dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular disgenesis). 2. Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki-laki, namun t-stisnya tidak berkembang (testicular disgenesis) sehingga tidak bisa menghasilkan sp-rma (aspermia) dan mandul (gynaecomastis) serta pay-daranya tumbuh. 3. Sindrom Jacobs, kariotipe (22AA+XYY), trisomik pada kromosom gonosom. Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga sering berbuat kriminal. Penelitian di luar negeri mengatakan bahwa sebagian besar orang-orang yang masuk penjara adalah orang-orang yang menderita Sindrom Jacobs. 4. Sindrom Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosom nomor. 5. Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom. Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18. Penderita sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar pendek, telinga agak ke bawah dan tidak wajar. 2. Mutasi penyebab Kanker Setiap kanker yang timbul- berasal dari “Mutasi“ atau perubahan gen. Jarang sekali kanker diwariskan dari orang tua kepada anak. Sebagian besar dari penyakit kanker- muncul seiring perjalanan hidup seseorang. Satu dari 100 trilyun sel-sel yang ada dalam tubuh kita suatu saat bisa saja mengalami kemunduran, yakni perubahan dari sel-sel sehat yang berfungsi normal menjadi sel-sel tumor. Proses transformasi sel normal menjadi sel ganas melalui displasi terjadi melalui mekanisme yang sangat rumit, tetapi secara umum mekanisme karninogenesis ini terjadi melalui tiga tahap, salah satunya yaitu Inisiasi adalah proses yang melibatkan mutasi genetik yang menjadi permanen dalam DNA sel. Dipicu oleh insiator (bahan yg mampu menyebabkan mutasi gen) à initiated cells. Sel-sel masih mirip dengan sel normal. Perubahan yang terjadi pada sel, terutama disebabkan oleh sinar UV, sinar X dan bahanbahan kimia penyebab kanker. Yang termasuk bahan-bahan kimia penyebab kanker adalah Benzopyrene (salah satunya), yakni zat berbahaya yang terjadi akibat adanya pembakaran. Benzopyrene biasa ditemukan pada produk-produk yang dimasak dengan api atau pengasapan. Benzopyrene mengakibatkan timbulnya sebuah zat tertentu yang secara kimia bisa mengikat DNA dan ikatan inilah yang kemudian mengakibatkan terjadinya perubahan struktur DNA. Perubahan ini merugikan proses pembelahan sel dan sebaliknya menguntungkan proses “Mutasi.” Semakin lama seseorang mengkonsumsi tembakau, maka semakin besar pula zat-zat penyebab kanker yang dihisap oleh si perokok, sehingga semakin tinggi pula resiko- bahwa zatzat penyebab kanker yang telah ia hisap tersebut, akan menjadi pemicu terjadinya perubahan struktur dalam gen. Resiko terjadinya “Mutasi” akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan tubuh seseorang yang semakin berumur bekerja tak seoptimal dulu. Inilah yang dengan mudah bisa memicu terjadinya kesalahan pada pembelahan sel. Onkogen adalah versi mutan dari gen normal, yang memicu pertumbuhan sel. Gen pada sel normal yang dapat berubah menjadi onkogen aktif akibat mutasi, disebut proto-onkogen. Mutasi mampu mengubah proto-onkogen menjadi onkogen aktif. Perbedaan antara onkogen dan gen normal kadang kala tidak terlihat. Protein mutan dari mana asal onkogen muncul dapat berbeda hanya dengan satu asam amino tunggal dari versi yang sehat. Jadi hanya dengan satu perubahan tunggal telah dapat mengubah fungsi protein. Ketika proto-onkogen mengalami mutasi (mutasi titik, translokasi, amplifikasi, insersi atau delesi) menjadi onkogen, maka mekanisme fisiologis proses pembelahan sel normal akan mengalami gangguan dan menuju pada lesi gen. Perubahan ini akan terjadi proses pembelahan sel neoplastik. Kategori Perubahan Genetik Proto-Onkogen Menjadi Onkogen Terdapat tiga kategori perubahan genetik proto-onkogen menjadi onkogen: 1) Translokasi/transposisi: gen berpindah ke lokus yang baru, dibawah kontrolpromoter yang baru. Perubahan ini dapat menyebabkan produksi protein penstimulasi pertumbuhan berlebih. 2) Amplifikasi gen: gen disalin hingga berlipat ganda dalam genom. Hasilnya serupa dengan translokasi. 3) Mutasi titik dalam gen. Hasilnya berupa protein penstimulasi pertumbuhan yang bekerja hiperaktif atau resisten degradasi. 3. Mekanisme Polimorfisme Sel kanker adalah sel normal yang mengalami mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpaterkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian somatik dan sejak lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan genetic dan epigenetik yang menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler perkembangbiakan sel. Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau inaktivasi gen penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar progresinya. Sel kanker yang tak mampu berinteraksi secara sinkron dengan lingkungan dan membelah tanpa kendali bersaing dengan sel normal dalam memperoleh bahan makanan dari tubuh dan oksigen. Tumor dapat menggantikan jaringan sehat dan terkadang menyebar ke bagian lain dari tubuh yakni suatu proses pemendekan umur yang lazim disebut metastasis. Potensi metastasis ini diperbesar oleh perubahan genetik yang lain. Jika tidak diobati, kebanyakan kanker mengarah ke pesakitan dan bahkan kematian. Kanker muncul melalui perubahan genetik rangkap/ganda dalam sel induk dari organ tubuh. Sebagian perubahan yang tidak dapat dihapuskan akan terus menumpuk bersamaan dengan bertambahnya umur dan tidak dapat dihindari, akan tetapi predisposisi genetik, faktor lingkungan dan yang paling banyak yakni gaya hidup adalah factor-faktor yang penting. Beberapa orang lahir dengan mutasi tertentu dalam DNA-nya yang dapat mengarah ke kanker. Sebagai contoh, seorang wanita lahir dengan mutasi pada gen yang disebut BRCA1 akan membentuk kanker payudara atau rahim jauh lebih banyak daripada wanita yang tidak mempunyai mutasi demikian. Karsinogen eksogen (dari luar) dan proses biologik endogen dapat menyebabkan mutasi delesi, insersi atau substitusi basa baik transisi maupun transversi. Mekanisme endogen kerusakan DNA yang telah diketahui dengan baik adalah fenomena deaminasi 5-metilsitosin. Metilasi DNA adalah merupakan mekanisme epigenetik yang melibatkan pengaturan ekspresi suatu gen. Residu sitosin dan 5-metilsitosin masing-masing dapat secara spontan dideaminasi menjadi urasil dan timin yang jika tidak diperbaiki akan menyebabkan mutasi transisi G:C→A:T. Mutasi ini paling banyak terjadi pada dinukleotida CpG (sitosin diikuti oleh guanin) yang seringkali mengalami metilasi. Studi spektrum mutasi menyatakan adanya corak khas perubahan DNA yang diinduksi oleh mutagen endogen dan eksogen tertentu dalam gen yang berhubungan dengan kanker. Selama masa hidupnya, sel normal senantiasa terkena pajanan berbagai tekanan (stress) endogen dan eksogen yang dapat merubah karakter normalnya yang melibatkan perubahan genetik. Perubahan genetik yang dapat menyebabkan mutasi sangat membahayakan sel karena akan dapat diwariskan ke sel keturunannya dan mengarah ke pembentukan neoplasia Mutasi p53 adalah perubahan genetik yang paling umum ditemukan pada kanker manusia dan fungsi p53 hilang secara tidak langsung baik oleh eksklusi inti, interaksi dengan protein virus seperti pada kanker serviks, ataupun melalui interaksinya dengan overekspresi protein mdm2. Gen p53 berperan dalam pengaturan siklus sel dengan mengontrol sejumlah gen termasuk gen untuk apoptosis jika kerusakannya berat. Jawablah pertanyaan berikut ini: 1. Gen apa sajakah yang terlibat dalam pembentukan siklus sel ? 2. Gambarkan dengan menggunakan skema bagaimana mekanisme prolioferasi hingga menimbulkan kanker. ! PERTEMUAN 5 MATERI POKOK : Karsinogen 1. Definisi 2. Penyebab kanker : a. Fisik ( sinar / radiasi) b. Virus c. Senyawa kimia 1. Definisi Karsinogen (cancer-causing agents)adalah bahan yang dapat memicu ataupun mendorong terjadinya kanker. Beberapa peneliti memperkirakan 99,99% karsinogen yang kita cerna adalah alamiah. Di antaranya adalah bahan kimia, tetapi hanya ± 30 senyawa yang diidentifikasi sebagai karsinogen (zat penyebab kanker) manusia. Sekitar 300 senyawa lainnya menyebabkan kanker pada binatang secara laboratorium. Karsinogen Alamiah Tidak semua karsinogen berupa bahan kimia sintetik. Safrole dalam sassafras dan aflatoksin diproduksi oleh jamur pada makanan, merupakan senyawa alam. Beberapa peneliti memperkirakan 99,99% karsinogen yang kita cerna adalah alamiah. Tumbuh-tumbuhan memproduksi senyawa tertentu untuk melindungi mereka terhadap jamur, serangga, dan binatang termasuk manusia. Beberapa senyawa yang diproduksi ini adalah karsinogen yang ditemukan pada jamur, basil, seledri, kurma, bumbu, lada, adas, parsnips, dan minyak sitrus. Karsinogen juga dihasilkan selama pemasakan dan sebagai produk dari metabolisme normal. Jenis Karsinogen Senyawa kimia karsinogen bervariasi, yang akan diuraikan di sini hanya beberapa karsinogen utama. Beberapa karsinogen yang sangat berbahaya adalah hidrokarbon aromatik, yang paling dikenal adalah 3,4-benzpirena. Hidrokarbon karsinogenik terbentuk selama pembakaran tidak sempurna dari hampir setiap senyawa organik. Mereka ditemukan dalam batubara, asap rokok, pembakaran kendaraan bermotor, kopi, gula gosong dan sebagainya. Tidak semua hidrokarbon aromatik polisiklik merupakan karsinogen. Terdapat korelasi yang erat kekarsinogenan dengan ukuran dan bentuk tertentu dari molekul. Nampaknya sifat karsinogen tidak hanya disebabkan oleh hidrokarbon semata tetapi dapat terbentuk karena produk oksidanya dalam hati. Jenis karsinogen yang lain adalah amina aromatik. Dua di antaranya adalah bnaftilamina dan benzidina. Kedua senyawa ini pernah digunakan di industri zat warna. Senyawa ini bertanggung jawab untuk kanker kandung kemih pada pekerja yang kontak lama dengan senyawa tersebut. Beberapa pewarna aminoazo juga menunjukkan karsinogen, misalnya 4- dimetilaminobenzena. Senyawa ini dikenal sebagai “pewarna kuning mentega”. Senyawa ini digunakan untuk pewarna mentega sebelum diketahui sifat karsinogennya. Tidak semua karsinogen merupakan senyawa aromatik, beberapa di antaranya adalah nitrosamin dan vinil klorida. Senyawa lainnya merupakan cincin heterosiklik tiga- dan empatanggota yang mengandung oksigen atau nitrogen, misalnya etilenaimina, epoksida dan turunannya, ester siklik yang juga disebut lakton. 2. Penyebab kanker : Penyebab kanker sangat bergantung dari jenis penyakit kanker yang diderita. Namun, pada umumnya penyebab kanker adalah tidak normalnya sel sehingga terjadi pertumbuhan yang di luar batas, dan sampai menyerang jaringan di sekitarnya. Faktor lingkungan: 80% kanker yang menerpa manusia diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, yaitu pengaruh dari zat karsinogen dari luar (eksogen). Sisanya, yang bertanggung jawab adalah virus dan radiasi. Faktor keturunan: Sejumlah kanker ternyata dapat diturunkan, a.l: 10-20% dr tumor buah dada (mamma), 40% dr tumor mata (retinoblastoma). a.Virus penyebab Kanker Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya infeksi virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi malignat, hanya saja bagaiamana protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui secara pasti. Umumnya jenis retrovirus, dapat menyisipkan onkogen ke dalam genom, mengubah proto- onkogen menjadi onkogen, atau merusak gen dengan menyisipkan gen lain di antara gen supresor-tumor. Beberapa jenis kanker yang disebabkan retrovirus adalah beberapa jenis leukimia, kanker hati, dan kanker serviks. Seperti infeksi akibat virus (Hepatitis B Virus dan Kanker Hati, Human Papilloma Virus (HPV) dan Kanker Serviks/Mulut Rahim) dan Bakteri (Helicobater Pylori dan Kanker Lambung) dan Parasit (Schistosomiasis dan Kanker Kandung Kemih). Beberapa kanker bisa disebabkan infeksi. Ini bukan saja berlaku pada binatang-binatang seperti burung, tetapi juga pada manusia. Virus-virus ini berperan hingga 20% terhadap terjangkitnya kanker pada manusia di seluruh dunia. Virus-virus ini termasuk papillomavirus pada manusia (kanker serviks), poliomavirus pada manusia (mesothelioma, tumor otak), virus Epstein-Barr (penyakit limfoproliferatif sel-B dan kanker nasofaring), virus herpes penyebab sarcoma Kaposi (Sarcoma Kaposi dan efusi limfoma primer), virus-virus hepatitis B dan hepatitis C (kanker hati), virus-1 leukemia sel T pada manusis (leukemia sel T), dan helicobacter pylori (kanker lambung).[36] Jenis tumor yang ditimbulkan virus dapat dibagi menjadi dua, jenis yang bertransformasi secara akut dan bertransformasi secara perlahan. Pada virus yang bertransformasi secara akut, virus tersebut membawa onkogen yang terlalu aktif yang disebut onkogen-viral (v-onc), dan virus yang terinfeksi bertransformasi segera setelah v-onc terlihat. Kebalikannya, pada virus yang bertransformasi secara perlahan, genome virus dimasukkan di dekat onkogen-proto di dalam genom induk. b. Sinar Radiasi penyebab Kanker Radiasi termasuk bagian dari karsinogen. Termasuk salah satunya adalah radioaktif dari nuklir yang dapat menyebakna leukimia. Berlebihnya terkena sinar Ultra Violet (UVA dan UVB) yang bisa menyebabkan kanker kulit. c. Senyawa Kimia penyebab Kanker Beberapa contoh dari bahan kimia yang kerjanya langsung memicu terjadinya kanker (Direct-Acting Carcinogenesis) adalah sebagai berikut: 1. Alkylating Agents a. dimethyl sulfate, b. B-Propiolactotte, c. ethylmethane sulfonate (EMS). 2. Polycyclic dan Heterocyclic Aromatic Hydrocarbons a. benz(a)anthracene, b. benzo(a)pyrene, c. dibenz(a,h)anthracerie. 3. Aromatic Amines a. 2-Naphtylamine (p-naphthylanzine), b. benzidine, c. dimethylarninoazobenzene Selain itu ada : 1. DES (diethylstilbestrol) Penelitian yang telah dibuat oleh ilmuwan di Amerika Serikat dan negara lain menunjukkan bahwa diethylstilbestrontelah terbukti sebagai sebagai penyebab kanker rahim, kanker payudara, dan kanker alat reproduksi lainnya. Diethylstilbestrol ialah suatu hormone seks buatan yang umumnya digunakan dalam produk makanan. 2. Siklamat atau biang gula Bahan pemanis buatan yang disebut siklamat, yang telah digunakan untuk brpuluh tahun lamanya dalam produksi makanan dan minuman botol, tenyata dapat menyebabkan kanker perut dan alat pencernaan lainnya 3. Saccharin Di samping siklamat, dijumpai pula bahwa pemanis buatan lainnya yng disebut saccharin, yang juga dapat menyebabkan kanker ginjal dan kanker rahim. Oleh karena itu maka sebaiknya hindarkan pemakaian pemanis tersebut. 4. Nitosamines Telah terbuktikan dalam penelitian Dr. Wiliam Lijinski, ilmuwan ternama dari Pusat Penelitian Kaker Universitas Nebraska, bahwa nitrosamines adalah penyebab kanker pada hati, perut , otak, kandung kemih, ginjal , dan alat – alat tubuh lainnya. Nitrosamines ini diproduksikan tubuh dari nitrit, nitrat, yaitu bahan – bahan pengawet buatan dan bahan – bahan pewarna buatan yang maman umumnay dipakai dalam produk daging yang telah diproses dan juga banyak dalam produk makanan. 5. Pewarna ter batubara Banyak sekali pewarna buatna yang dibuat dari ter batubara yang sangat berbahaya sebab dapt menyebabkan kanker. Tetapi bahan ini masih banyak digunakan dalam makanan, minuman , kosmetik, maupun obat – obatan dan sebbagaianya. 6. Strontium 90 Strontium 90 adalh zat radioaktif yang sekarang ini terdaptat hampir di seluruah bulatan bumi sebagai akibat dari percobaan bom atom serta peledakan bom yang masuk dalam tubuh manusia melaui makanan, khususnya susu. Salah satu ilmuwan yang terkenal dari Rusia, yaitu Dr. A.V. Topchiev mengatakan baru – baru ini, bahawa meningkatnya penderita leukemia (kanker darah), sarcoma dari tulang disebabkan oleh Strontium 90 7. Iodine 131 Di samping Strontium 90, ada bahan radioaktif lainnya yang disebut iodine 131, yang juga timbula dari percobaan bom atom. Iodine 131 telah terbukti sebagai penyebab kanker pada kelnjar tiroid. Iodine 131 terdapat di sekeliling kita dan pada makanan kita, khususnya susu. 8. Benzopyrene Beberapa tahun yang lalu para ilmuwan menemukan bahwa benzopyrene dapat dihasilkan melalui pemanggangan daging, bahkan mereka menemukan bahwa kadar benzopyrene dari satu kilogram sate (daging yang dipanggang), adalah sama dengan kadar benzopyrene dari 600 batang rokok. 9. Methylcholantherene Banyak orang mengatakan “saya tidak suka sate, jadi saya bebas dari benzopyrene.” Tetapi bila tidak menyukai sate, bukan berarti membebaskan diri dari kanker bila anda tetap memakan daging goreng. Penelitian yang telah dibuat menunjukkan bahwa lemak daging yang dipanaskan dengan panas tinggi akan membentuk methylcholanthrene, suatu zat karsinogenik, yaitu zat yang bila diberikan pada tikus dengan dosis subkarsinogen akan membuat tikus itu cenderung uuntuk mendapatkan kanker dari zat-zat karsinogenik lainnya yang diberikan juga denga dosis subkarsinogenik. 10. Styrene Styrene biasa terkandung dalam gelas plastik. Styrene adalah salah satu jenis bahan kimia yang harus digunakan seminimal mungkin dalam kehidupan Anda. Sebeb, zat ini memiliki sifat karsinogenik dan menyebabkan penyakit kanker. Dewasa ini penggunaan styrene sudah semakin merajalela mulai dari fiberglas, onderdil otomotif, pipa plastik dan juga wadah minuman sekali pakai. Orang yang terkena styrene dalan jumlah besar akan beresiko terkena serangan kanker leukemia dan limfoma. Selain itu, fakta menunjukkan styrene bisa menyebabkan kanker pankreas dan esofagus. 11. Formaldehyde Formaldehyde biasa terkandung dalam digunakan sebagai pengawet produk-produk tekstil dan plastik. Di dalam tubuh, Formaldehyde bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal 12. MBT (2-mercaptobenzothiazole) Zat ini biasa digunakan dalam pengolahan getah karet. Menurut penelitian zat ini merpakan bahan yang bersifat karsinogenik. Dalam penelitian tersebut juaga disebutkan bahwa orang yang terkena MBT ini memiliki resiko kanker usus besar dan mieloma ganda lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang terbebas dari paparan MBT. 13. Perfluorocarbon (PFC) Perfluorocarbon merupakan jenis bahan kimia yang banyak digunakan pada produk panci antilengket dan pengemas makanan yang bersifat menolak air dan lemak. Menurut penelitian, paparan PFC dalam tubuh manusia khususnya di kalangan perempuan sangat erat kaitannya dengan menopause atau percepatan penuaan yang lebih dini. Jawablah pertanyaan ini : 1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud karsinogenesis ? 2. Jelaskan mekanisme terjadinya kanker ? PERTEMUAN 6 MATERI POKOK : Metabolisme senyawa – senyawa Karsinogen. 1. Pendahuluan Metabolisme 2. Peran enzim dalam metabolisme 3. Metabilisme senyawa-senyawa : a. Asetilaminoflurene b. benzidine c. Dimetilamin azobenzen 1. Pendahuluan Metabolisme Metabolisme adalah suatu proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh semua makhluk hidup, proses ini merupakan pertukaran zat ataupun suatu organism dengan lingkungannya. Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metabole” yang berarti perubahan, dapat kita katakana bahwa makhluk hidup mendapat, mengolah dan mengubah suatu zat melalui proses kimiawi untuk mempertahankan hidupnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa Metabolisme merupakan seluruh rangkaian reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel makhluk hidup. Metabolisme terdiri atas dua proses , yaitu anabolisme dan katabolisme. Anabolisme merupakan serangkaian reaksi kimia berupa proses penyusunan zat kompleks dari zat yang lebih sederhana. Katabolisme merupakan kebalikan dari anabolisme yakni zat kompleks serangkaian reaksi kimia berupa proses pemecahan zat kompleks menjadi zat lebih sederhana yang disertai dengan pelepasan energi berupa adenosin triphosphate. 2. Peran Enzim dalam Metabolisme Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologi (makhluk hidup). Oleh karena merupakan katalisator dalam sistem biologi, enzim sering disebut biokatalisator. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah kesetimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi. Zat itu sendiri (enzim) tidak ikut dalam reaksi sehingga bentuknya tetap atau tidak berubah. Contoh-contoh enzim dalam proses metabolism: Enzim katalase. Enzim katalase berfungsi membantu pengubahan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Katalase 2H2O2 → 2H2O + O2 Enzim oksidase. Enzim oksidase berfungsi mempergiat penggabungan O2 dengan suatu substrat yang pada saat bersamaan juga mereduksikan O2, sehingga terbentuk H2O. Enzim hidrase. Enzim hidrase berfungsi menambah atau mengurangi air dari suatu senyawa tanpa menyebabkan terurainya senyawa yang bersangkutan. Contoh: fumarase, enolase, akonitase. Enzim dehidrogenase. Enzim dehidrogenase berfungsi memindahkan hidrogen dari suatu zat ke zat yang lain. Enzim transphosforilase. Enzim transphosforilase berfungsi memindahkan H3PO4 dari molekul satu ke molekul lain dengan bantuan ion Mg2+. Enzim karboksilase. Enzim karboksilase berfungsi dalam pengubahan asam organik secara bolak-balik. Contoh pengubahan asam piruvat menjadi asetaldehida dibantu oleh karboksilase piruvat. Enzim desmolase. Enzim desmolase berfungsi membantu dalam pemindahan atau penggabungan ikatan karbon. Contohnya, aldolase dalam pemecahan fruktosa menjadi gliseraldehida dan dehidroksiaseton. Enzim peroksida. Enzim peroksida berfungsi membantu mengoksidasi senyawa fenolat, sedangkan oksigen yang dipergunakan diambil dari H2O2. 3. Metabilisme senyawa-senyawa : a. Asetilaminoflurene N-asetilaminofluoren, keduanya sangat karsinogen begitu dikonversi menjadi hidroksilamida. Carilah metabolism ketiga senyawa tersebut. b. benzidine Benzidine adalah suatu senyawa kimia organic turunan dari benzene yang diproduksi tidak secara alami. Benzidine memiliki nama lain yaitu Benzidine-based dyes; 4,4'-Bianiline; 4,4' Biphenyldiamine; 1,1'-Biphenyl-4,4'-diamine; 4,4'-Diaminobiphenyl; p-Diaminodiphenyl. Rumus kimia dari benzidine adalah NH2C6H4C6H4NH2 atau (C6H4NH2)2 atau C12H12N2. Bentuk dari molekul dari benzidine adalah CAS number : 92-87-5. Benzidine akan terurai melalui proses pemanasan dan jika dibakaar aakan menghasilkan asap yang bersifat toksik yaitu nitrogen oksida. Benzidine dapat bereaksi dengan oksidan kuat, secara khusus dengan asam nitrat. Contoh produk dari benzidine adalah Direct Blue 6, Direct Black 38, dan Direct Brown 95. Di udara benzidine ditemukan melekat pada partikel atau sebagai uap. Dahulu benzidine digunakan oleh industry dalam jumlah besar sebagai bahan celup untuk memproduksi baju, kertas atau bahan dari kulit. Namun saat ini benzidine tidak lagi digunakan lagi sebagai bahan celup dalam industry karena telah terbukti dapat menyebabkan kanker pada manusia. Benzidine saat ini hanya digunakan sebagai bahan penelitian. TOKSIKOKINETIKA (ADME) Proses absorpsi benzidine ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu melalui inhalasi, kontak dermal, dan hanya sedikit melalui ingesti. Walaupun salah satu rute signifikan untuk pajanan benzidine melalui inhalasi, tetapi itu berasal dari serbuk atau debu benzidine di udara yang memang secara fisik berbentuk bubuk, karena jika dari uapnya, benzidine cenderung memiliki tekanan uap rendah. Secara umum, dengan cepat dinding plasma mengizinkan benzidine untuk terabsorbsi dan diikuti oleh metabolit benzidine secara bertahap. Tidak studi yang telah dilaporkan yang mengindikasikan benzidine diserap oleh beberapa proses lain selain dari proses difusi pasif. Benzidine diserap dan melewati dinding usus. Belum ada bukti yang menunjukkan distribusi benzidine melalui perantara carrier atau berikatan dengan protein, meskipun konjugasi dari sebagian metabolit benzidine di bioaktivasi oleh glukoronat yang membantu untuk menuju target organ. Selanjutnya, sirkulasi enterohepatic berkontribusi untuk membuat toksisitas metabolit benzidine persisten di empedu. Metabolisme benzidine melibatkan sistem enzim yang kompleks dan rumit. Di dalam hati benzidine akan dirubah menjadi N-acetylated dan kemudian N-hydroxylated oleh sitokrom P-450 atau enzim flavin monooksigenase, sedangkan pada jaringnan ekstrahepatik, peroksidasi oleh prostaglandin H sintase atau oksidasi oleh lipoxygenases mungkin memainkan peran yang signifikan pada tahap metabolisme benzidine. Ekskresi benzidine, metabolit, dan konjugatnya kira-kira memiliki jumlah perbandingan yang sama antara di urin atau di empedu/feses. Target Organ and Efek Kesehatan : Target organ dari benzidine adalah kandung kemih, kulit, ginjal, hati, dan darah. Menurut NIOSH, gejala dan tanda-tanda orang yang keracunan benzidine, antara lain hematuria (darah dalam urin), anemia sekunder dari hemolisis, sistitis akut, gangguan hati akut, dermatitis, dan gangguan buang air kecil tidak teratur. Potensial efek kesehatan kronik yaitu benzidine termasuk ke dalam tipe A1 (penyebab kanker pada manusia) yang dikeluarkan oleh ACGIH. Dari literatur yang diperoleh benzidine sangat berpengaruh menjadi penyebab kanker kandung kemih. Berdasarkan survey yang dilakukan pada pekerja yang terpajan benzidine mengindikasikan bahwa mereka yang memiliki lebih rendah properdin serum normal akan lebih mungkin untuk berkembang menjadi tumor kandung kemih. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menjelaskan mekanisme dan etiologi kanker kandung kemih dan kanker lainnya yang disebabkan oleh benzidine pada hewan. Toksisitas benzidine dan eliminasi dari tubuh secara substansial dimediasi oleh transformasi metabolic. Ketika beberapa metabolit menjadi produk yang didetoksifikasi, yang lainnya dapat menjadi tanda yang dekat dan akhir yang bersifat karsinogen. Terakhir menjadi DNA adduct yang menjadi asumsi awal sebagai calon menjadi karsinogenesis. Perbedaan target organ pada tikus, anjing dan manusia dalah perbedaan spesifik pada system metabolism dan aktivitas enzim. Sebuah skema metabolisme yang diperlihatkan melibatkan N-acetylation, N-hydroxylation di hati. Pada manusia benzidine dan N-acetilbenzidineadalah glucuronidated di hati dan diangkut ke lumen kandung kemih, mereka di hidrolisis oleh air kencing yang bersifat asam. Aktivasi di kandung kemih termasuk peroksidasi oleh prostaglandin H sintetase, oksidasi oleh sitokrom P-450 dan O-esterifikasi oleh O-asetiltransferase , atau N, O-asetiltransferase. DNA adduct dianggap dibentuk oleh O-asetilasi N'-hidroksi-N-acetylbenzidine dan selajutnya akan berikatan dengan basa DNA. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa air kencing yang bersifat asam diduga untuk melepaskan amina dari glucoronide, maka amina menjadi aktif , contohnya prostaglandin synthase H untuk meninisiasi karsinogenesis. Gen Hypomethylation diduga meningkatkan trankripsi dan dengan demikian benzidine mungkin akan mampu untuk memfasilitasi ekspresi gen untuk menyimpang yang kemudian terlibat dalam proses karsinogenesis. c. Dimetilamin azobenzen Zat warna azo Dimethylaminoazobenzene (butter yellow) dapat menimbulkan kanker hati pada tikus, bila ada defisiensi vitamin riboflavin. Vitamin ini merupakan ko-enzim untuk memecag zat warnas tersebut. Jawablah pertanyaan ini : 1. Jelaskan dengan menggunakan skema metabolism dari senyawa-senyawa diatas ? 2. Sebutkan enzim-enzim yang berperan dalam metabolism senyawa di atas ? PERTEMUAN 7 MATERI POKOK: Metabolisme karsinogen dan enzim – enzim yang berperan: a. Benzo (a)pyren b. Benz (a) anrasen c. Dialkilnitrosamin d. Aflatoxin e. Estragol f. Safrol A. Benzo(a)pyren Merupakan komponen asap dari kelompok senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbons -PAH) yang bersifat karsinogenik. Struktur kimia dari senyawa ini relatif stabil karena memiliki sistim pi terlokalisasi (pada gugus aromatiknya). Ketika daging dimasak di atas bara (pengasapan panas), sebagian lemak daging yang menetes pada bara api akan teroksidasi oleh CO2 and H20, membentuk hidrokarbon aromatik polisiklik. Komponen ini lalu dibawa oleh asap ke daging yang sedang diasap dan terakumulasi di permukaan daging yang diasap. Jika dikonsumsi, maka hati akan mengoksidasi komponen benzo-a-pyrene dan PAH lainnya menjadi berbagai komponen, diantaranya adalah epoksida. Bentuk diol epoksida benzo-a-pyrene merupakan komponen toksik yang jika terdapat dalam jumlah besar bisa menyerang DNA (membentuk ikatan kovalen dengan DNA). Konsumsi satu porsi produk pangan dengan kadar benzo-a-pyrene besar (bar-BQ, sate, ikan asap), mungkin tidak akan menjadi masalah. Tubuh manusia mempunyai enzim khusus yang bisa mengeliminasi molekul benzo-a-pyrene. Masalah akan terjadi, jika produk ini dikonsumsi terus-menerus sehingga terjadi akumulasi senyawa ini didalam DNA dalam jumlah besar, sehingga dapat menyebabkan kanker. Untuk mencegah masalah ini, hendaknya dijaga agar lelehan lemak daging tidak jatuh ke bara api, sehingga tidak terjadi reaksi pembentukan komponen PAH yang bersifat karsinogenik ini. Caranya, dengan memisahkan antara proses pembentukan asap dengan lokasi pengasapan sehingga lelehan lemak daging tidak kontak dengan bara api. Reaksi pembentukan benzo-a-pyrene selama pengasapan dan produk turunannya melalui metabolisme di dalam hati dapat dilihat pada Gambar 1. B. Benz (a) antrasen Gambar. Benzo(a)antrasen Definisi: senyawa organic industri pencemar yang berasal dari kelompok hidrokarbon aromatic dengan polisiklik ( PAHs ). C. Dialkilnitrosamin D. Aflatoxin Aflatoxin merupakan senyawa yang diproduksi oleh jamur dari genus Aspergillus. Aspergillus ini dapat ditemukan secara luas pada setiap jenis makanan, Aflatoxin merupakan toxin yang berbahaya bagi liver (hati) kita, pada konsumsi makanan yang mengandung Alfatoxin dalam jangka waktu lama aflatoxin ini dapat menyebabkan Sirosis hati dan bahkan kanker hati. Bahan karsinogenik pada aflatoxin memiliki kekuatan 100 kali lipat daripada nitrosamine. Secara alamiah, Aflatoxin terdiri dari 4 komponen induk yaitu aflatoxin B1 (AFB1), aflatoxin B2 (AFB2), aflatoxin G1 (AFG1) dan aflatoxin G2 (AFG2). Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Aflatoxin dihasilkan oleh jamur aspergillus flavus, A. paracitikus dan Penicillium puberulum, bersifat sangat beracun dan karsinogenik. Jenis jamur ini banyak terdapat di mana-mana sehingga dapat mudah mencemari tanaman di tempat manapun. Namun, produksi aflatoxin tergantung pada faktor iklim saat tanaman tertentu tumbuh dan disimpan sebagai bahan baku ransum. Di daerah tropis dan subtropis, resiko pencemaran Mikotoksin pada tanaman selalu lebih tinggi karena iklim tropika mempunyai kadar air dan kelembapan yang relatif tinggi. Jamur ini memerlukan suhu 36, 2-37, 8 darjah C dan kelembaban relatif 80-85% untuk pertumbuhan optimal dan memproduksi racun. Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A. flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B 1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) sedangkan A. parasiticus menghasilkan AFB 1, AFB 2, AFG 1, dan AFG 2. A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10120 C sampai 42-43 0◦C dengan suhu optimum 320-330 C dan pH optimum 6. Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB 1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk- produk pertanian dan hasil olahan (Muhilal dan Karyadi, 1985, Agus et al., 1999). Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu (Bahri et al ., 1995), telur (Maryam et al ., 1994), dan daging ayam (Maryam, 1996). Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pesakit (66 orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanser hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB 1 , AFG 1, dan AFM 1 terdapat pada contoh hati dari 58% pesakit tersebut dengan kepekatan di atas 400 µg/kg. Perubahan patologi anatomi yang dapat diakibatkan oleh aflatoksin adalah: hati dan limpa membesar, radang dan bengkak pada duodenum (usus kecil). Hati kelihatan pucat akibat penimbunan lemak dan perdarahan berbentuk titik-titik. Jaringan limfoid (bursa Fabricius dantymus) mengecil. Ginjal dan kantung empedu biasanya membesar dan terjadi perdarahan usus. Lemak pada ampela dan lemak tubuh yang lain berlebihan. Pada kasus kronis kronis, hati mengecil, keras dan terdapat nodula berisi getah empedu. E. Estragol Estragole (p-allylanisole, metil chavicol) adalah phenylpropene, senyawa organik alami. Struktur kimia yang terdiri dari cincin benzena diganti dengan grup methoxy dan grup propenyl. Ini adalah sebuah isomer anethole, berbeda sehubungan dengan lokasi ikatan ganda. Mempunyai ciri cairan tak berwarna. F. Safrol Safrole (5-(2-propenyl)-1,3-benzodioxole) adalah senyawa fenil propana salah satu golongan dari senyawa aromatik fenilpropanoid. Untuk itu Safrole mempunyai cincin benzena yang diapit oleh cincin dioxolane dan gugus metilen terminal yang sangat reaktif. Biomarker Safrole dapat berupa 1’-hidroxysafrole. Biomarker ini dapat di ambil dari contoh hati dan urin tikus percobaan ditreatment oleh safrole. Selain itu biomarker dan hasil metabolisme safrole dapat berupa dihydrosafrole (p-n-propil-methylenedioxybenzene), isosafrol (1-propenil-3,4methylene dioxy benzene), dan eugenol (4-alil-2-metoksifenol) (Heikes 1994).. Tes genotosisitas konvensional, termasuk pertukaran kromatit dan tes mikronukleus, menyatakan toksisitas safrol positif in vitro, dan dalam tes in vivo safrole sudah dapat ditetapkan dosis karsinogeniknya, baik melalui menggabungkan safrol ke diet dan injeksi (Jin et al., 2011; SCF 2002). Safrole diserap secara pasif dari saluran pencernaan, tetapi diperkirakan bahwa safrole tidak beracun dalam bentuk tetapnya. Aktivitas metabolik safrole untuk turunan karsinogenik yang dapat disederhanakan menjadi empat transformasi yang berbeda. Transformasi yang pertama, melibatkan oksidasi rantai samping alil dalam sitokrom P450 oleh enzim CYP2A6 untuk membentuk 1'-hydroxysafrole. Senyawa ini dapat menjalani sulfasi untuk membentuk 1'-hydroxysafrole sulfat (Daimon et al, 1997/8,. De Vries 1997; Jeurissen et al, 2004;.. Zhou et al, 2007). Reaksi elektrofilik, ester asam sulfat membentuk DNA adduct safrole pada sel hepatoma manusia (HepG2) dan menginduksi formasi kanker (Liu et al, 1999;. Miller et al, 1983;.. Zhou et al, 2007). DNA adduct safrole menyebabkan induksi pertukaran kromatid dan penyimpangan kromosom, yang menyebabkan kesalahan dalam replikasi DNA dan mutasi yang memiliki kemungkinan karsinogenesis, serta sitotoksisitas (Daimon et al., 1997). Transformasi yang kedua, berada dalam jalur yang berbeda dengan bahan kimia karsinogenesis yaitu stres oksidatif, yang menyebabkan penggabungan selama replikasi DNA. Safrol dapat menjalani pembelahan cincin dioxolane untuk membentuk hydroxychavicol (4-alil-1,2Dihydroxybenzene), yang ditunjukkan dalam studi Benedetti terdapat pada metabolit tikus dan manusia. Benedetti et al, meneliti efek safrole pada manusia dengan paparan oral. Hydroxychavicol, dideteksi ada pada saat menyirih, memiliki potensi untuk mengubah ke elecrophiles reaktif orto-kuinon atau para-kuinon methide. Metabolit ini lebih lanjut dapat bertransformasi menjadi spesies oksigen reaktif yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif. Hydroxychavicol lebih beracun dari safrol dan telah terkait dengan disfungsi mitokondria. Kerusakan diprakarsai oleh hydroxychavicol juga dapat dicegah secara in vivo dengan antioksidan seperti vitamin E (Liu et al., 1999). Transformasi ketiga melibatkan epoksidasi safrole dengan ikatan rangkap dari kelompok propenil untuk membentuk safrol-2 ', 3'-epoksida (de Vries 1997). Transformasi keempat adalah oksidasi gamma dari rantai samping alil mengarah ke asam karboksilat, yang dapat konjugasi dengan glisin. DNA adduct safrole yang berikatan dengan glisin ini adalah N 2-(trans-isosafrol-3'-il) 2'-deoxyguanosine dan N 2-(safrol-1'-il) 2'deoxyguanosine (Gupta et al., 1993). Safrol dan isosafrol bersifat karsinogenik pada mencit dan tikus, mereka menghasilkan tumor hati setelah pemberian oral. Safrol juga menghasilkan tumor hati dan paru- paru pada bayi mencit jantan setelah penyuntikan. Dihydrosafrole diberikan secara oral bersifat karsinogenik pada tikus, di mana ia menghasilkan tumor esofagus. Karsinogenitas safrole dimediasi melalui pembentukan 1’ -hidroxysafrole, dan diikuti oleh sulfonasi pada ester asam sulfat yang tidak stabil yang bereaksi dan menjadi DNA adduct Safrole yang lebih stabil. 1’-Hidroxysafrole, dideteksi pada hati, urine dan cairan empedu dari hewan yang diberikan safrole. Namun, 1’-Hidroxysafrole tidak dideteksi pada manusia dengan 1,66 mg Safrole. Teknik yang dapat digunakan adalah teknik 32P-post-labeling, dengan teknik ini dapat ditentukan adanya DNA adduct safrole pada jaringan oral pengguna daun sirih. Jawablah Pertanyaan berikut ini: 1. Gambarkan secara skematis dari masing-masing senyawa diatas! 2. Sebutkan enzim-enzim yang berperan dalm metabolism senywa diatas! PERTEMUAN 8 MATERI POKOK : Karsinogenesis 1. Definisi karsinogenesis 2. Karsinogenesis karena fisik 3. karsinogenesis karena virus 4. karsinogenesis karena senyawa kimia KARSINOGENESIS Pada umumnya, kanker timbul karena paparan terhadap suatu karsinogen secara berkali-kali dan aditif pada dosis tertentu, tetapi pada keadaan tertentu dapat juga timbul dari dosis tunggal karsinogen. Penyebab kanker dapat satu karsinogen yang sama misalnya asap rokok (kanker paru), dapat dua karsinogen yang berlainan misalnya asap rokok dan debu asbes (kanker paru), asap rokok dan radiasi sinar X (kanker paru), asap rokok dan alkohol (kanker orofarings, larings dan esofagus) , gen kanker dan karsinogen lingkungan. Dari penyelidikan epidemiologis didapatkan bahwa asap rokok sebagai karsinogen dan debu asbes sebagai kokarsinogen menimbulkan kanker paru lebih cepat pada pekerja perokok yang menghirup debu asbes dibandingkan mereka yang mengisap asap rokok saja, karena kokarsinogen membantu karsinogen menimbulkan kanker lebih efektif. Dari penyelidikan epidemiologis juga didapatkan bahwa bahan yang menghambat mekanisme pertahanan tubuh membantu timbulnya kanker. Untuk beberapa macam kanker terdapat satu faktor yang dominan misalnya sinar ultraviolet yang menimbulkan kanker kulit dan kelainan kromosom yang menimbulkan retinoblastoma. Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia atau fisik maupun biologik memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. Periode laten dari kebanyakan kanker seringkali 20 tahun atau lebih. Efek karsinogen yang lemah dapat tidak terlihat, sebab periode latennya melampaui masa hidup seseorang. Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi. 2. Karsinogenesis karena fisik Radiasi Terdapat 2 macam radiasi yaitu radiasi ionisasi (misalnya sinar X) dan non-ionisasi (sinar ultraviolet). Keduanya adalah bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik. Sinar X berasal dari tambang uranium, kosmik, alat diagnostik penyakit, alat terapi radiasi, kecelakaan nuklir, bom atom dan sampah radioaktif. Sinar ultraviolet berasal dari matahari. Risiko terkena kanker meningkat pada anak yang waktu masa fetusnya terkena radiasi sinar X dari pelvimetri ibunya atau pada anak yang sel benih ibunya sebelum kehamilan mengalami mutasi. Peningkatan penggunaan enersi nuklir dan percobaan senjata nuklir mempunyai efek jangka panjang dan pendek radiasi sinar X. Efek jangka pendek menginduksi kanker, sedangkan jangka panjang menyebabkan kerusakan gen yang diteruskan kepada generasi mendatang. Dosis kecilpun dapat menimbulkan kerusakan jaringan, tetapi berapa besar dosis belum dapat dipastikan. Risiko menderita lekemia akut adalah yang pertama diketahui dan sumsum tulang dulu dianggap organ yang paling sensitif tetapi sekarang diketahui risiko untuk menderita tumor ganas padat lebih besar yaitu kanker kelenjar tiroid, payu dara, paru, kulit, tulang dan lambung serta organ pencernaan lainnya. Periode laten untuk lekemia adalah beberapa tahun (2-5 tahun) sedangkan untuk tumor ganas padat pada umumnya 5-10 tahun dapat sampai lebih dari 30 tahun. Zat radioaktif lain misalnya radium, phosphorus (P32), mesothorium dan thorotrast dapat menimbulkan lekemia, osteosarkoma, kanker sinus dan angiosarkoma hati. Radon dari elemen tanah menimbulkan kanker paru pada penambang. Batu-batuan rumah banyak yang mengandung materi radioaktif antara lain radon, bila kadar gas ini dalam rumah meningkat 100 kali melebihi batas aman, kemungkinan menyebabkan kanker paru pada yang bukan asap rokok sebagai penyebabnya. Radon merupakan 10-20% penyebab kanker paru. Sinar ultraviolet menyebabkan tumor pada paparan berulang dan dosis tertentu. Jaringan yang terkena adalah kulit, biasanya kulit pelaut dan petani, dapat timbul karsinoma sel basal, karsinoma sel skwamosa atau melanoma malignum. Lebih dari 75% kanker kulit adalah karsinoma sel basal muka dan leher. Pada bibir terutama karsinoma sel skuamosa dan paling jarang melanoma malignum tetapi merupakan penyebab kematian utama kanker kulit. CFC (chlorofluorocarbon) menyebabkan berkurang tebalnya lapisan ozon di stratosfer sehingga radiasi ultraviolet matahari lebih banyak sampai ke permukaan bumi. Orang yang genetik melaninnya lebih sedikit lebih tinggi risiko terkena kanker kulit. Radikal bebas Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang mempunyai electron bebas yang tidak berpasangan dilingkaran luarnya. Sumber - sumber radikal bebas yaitu : 1. Radikal bebas terbentuk sebagai produk sampingan dari proses metabolisme. 2. Radikal bebas masuk kedalam tubuh dalam bentuk racun-racun kimiawi dari makanan ,minuman, udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari matahari. 3. Radikal bebas diproduksi secara berlebihan pada waktu kita makan berlebihan (berdampak pada proses metabolisme) atau bila kita dalam keadaan stres berlebihan, baik stress secara fisik, psikologis, maupunbiologis. 3. Karsinogenesis karena Virus Virus yang dapat dan dicurigai menyebabkan kanker antaralain : - Virus Papilloma menyebabkan kutil alatk elamin (genitalis) agaknya merupakan salah satu penyebab kanker leher rahim pada wanita. - Virus Sitomegalo menyebabkan Sarkoma Kaposi (kanker sistem pembuluh darah yang ditandai oleh lesi kulit berwarna merah) - Virus Hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati. - Virus Epstein-Bar (di Afrika) menyebabkan Limfoma Burkitt, sedangkan di China virus ini menyebabkan kanker hidung dan tenggorokan. Ini terjadi karena faktor lingkungan dan genetik. - Virus Retro pada manusia misalnya virus HIV menyebabkan limfoma dan kanker darah lainnya. 4. Karsinogenesis karena senyawa Kimia Polycyclic aromatic hydrocarbon. Contoh: benzopyrene terdapat dalam asap rokok, asap mobil dan sebagai produk pembakaran tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan kanker paru; dalam jelaga cerobong asap dan ter batu bara menyebabkan kanker kulit. Asap rokok juga menyebabkan kanker orofarings, esofagus, larings, kandung kemih, ginjal dan pankreas. Tembakau yang dikunyah menimbulkan kanker orofarings. Benzopyrene juga terbentuk bila daging dan ikan dipanggang dengan arang, diasap atau digoreng dengan minyak yang sudah dipakai berkali-kali. Benzopyrene juga terdapat dalam macam-macam makanan. Beberapa jenis kerang dan ikan dari air yang terpolusi dapat mengandung benzopyrene, tetapi dari penelitian epidemiologis dan percobaan binatang belum ditemukan hubungannya dengan kanker. Golongan ini di-hidroksilasi oleh enzim arylhydrocarbon hydroxylase (dalam limfosit) menjadi karsinogen yang reaktif. Aromatic amine. Contoh: butter yellow (dulu dipakai sebagai pewarna mentega sebelum efek karsinogeniknya pada binatang diketahui), insektisida naphthylamine, benzidine dan 3acetylaminofluorene. Naphthylamine menyebabkan kanker hati pada rodentia dan kanker kandung kemih pada anjing, juga karsinogenik untuk manusia. Benzidine menyebabkan kanker kandung kemih pada pekerja industri zat warna. Golongan ini diaktifkan dulu oleh enzim dalam sel hati atau ginjal atau sel tubuh lainnya menjadi karsinogen yang reaktif. Alkylating. Contoh: epoxide, lactone, nitrogen mustard dan derivatnya. Nitrogen mustard untuk pengobatan penyakit Hodgkin menimbulkan kanker lain pada penderita tersebut misalnya lekemia, kanker kandung kemih dan limfoma. Termasuk dalam golongan ini chlorambucil dan busulphan menimbulkan leukemia sedangkan cyclophosphamide menimbulkan kanker kandung kemih. Untuk lekemia periode latennya singkat sedangkan kanker solid lebih lama. Telah lama diketahui golongan ini bersifat mutagenik berikatan dengan bagian-bagian molekul DNA menyebabkan kesalahan pada replikasi DNA. Nitrosamine. Terbentuk dari nitrit dengan sejumlah amin. Garam nitrit dan nitrat alamiah terdapat dalam sayur-sayuran, ikan dan daging. Nitrit digunakan sebagai aditif makanan (pengawet daging) sejak abad ke 19 dan peptisida, juga terdapat dalam makanan sebagai residu obat-obatan. Sumber amin adalah obat tertentu dan nikotin. Nitrosamine juga terbentuk pada proses memanggang dan terdapat dalam asap rokok. Nitrosamine menyebabkan macam-macam kanker pada spesies binatang percobaan yang berbeda yaitu kanker hati, ginjal, paru, esofagus, vesika urinaria, pankreas, trakea, sinus dan saraf tepi. Di beberapa bagian dunia misalnya India, mengunyah buah pinang dapat menyebabkan kanker mulut, farings atau esofagus, kemungkinan karena nitrosamine dalam buah pinang. Penyelidikan epidemiologis membuktikan tidak konsistennya hubungan nitrosamine dengan kanker lambung. Golongan ini diaktifkan dulu oleh enzim sel hati atau ginjal atau sel tubuh lainnya menjadi karsinogen yang reaktif. Berdasar pengetahuan saat ini nitrosamine pada manusia belum pasti menimbulkan kanker. Aflatoxin B1. Pada permulaan tahun 1960 diisolasi dari jamur Aspergillus flavus yang tumbuh pada makanan yang disimpan yaitu kacang tanah, jagung, gandum, kacang polong, beras, kacang kedelai, buah, daging tertentu, susu dan keju. Aflatoxin adalah karsinogen hati pada beberapa spesies binatang. Pada manusia menyebabkan kanker hati (hepatoma primer), terdapat bukti bahwa aflatoxin mempunyai peranan utama untuk terbentuknya kanker hati, di negara tropis sebagai kontaminan dari makanan karbohidrat, terutama biji-bijian dan kacangkacangan. Aflatoxin juga ditransformasikan dulu oleh enzim sel hati atau ginjal menjadi karsinogen yang reaktif. Logam berat. Senyawa kromium (Cr), Nikel (Ni) dan uranium (Ur) diduga menyebabkan kanker paru dan sinus sedangkan kadmium (Cd) diduga menyebabkan kanker prostat. Vinylchloride, pada pekerja pabrik bahan dasar plastik, polyvinylchloride (PVC) dapat menyebabkan kanker hati (angiosarkoma), kanker paru, otak, darah dan limfa. Bungkus plastik dan tempat makanan plastik yang menggunakan bahan dasar vinylchloride menguatirkan konsumen. Chloromethylmethylether digunakan secara luas pada industri kimia sebagai perantara sintesa organik dapat menyebabkan kanker paru. Carbontetrachloride pada pekerja plastik dan pekerja cuci kering menyebabkan kanker hati, thiourea (zat aditif makanan) pernah digunakan sebelum diketahui sifat karsinogeniknya pada binatang dan urethane (zat aditif makanan) diduga karsinogenik. Hidrocarbonchloride sebagai peptisida misalnya DDT, eldrin, dieldrin menyebabkan kanker hati pada tikus dan lain spesies, pada manusia belum jelas menyebabkan kanker, mungkin karena periode latennya belum diketahui berapa tahun. Penggunaan pewarna rambut meningkatkan risiko terkena limfoma non-Hodgkin, penyakit Hodgkin dan multiple myeloma. Beberapa jenis kanker diduga disebabkan beberapa produk seperti deterjen, kosmetik, plastik padat atau busa, cat, pewarna, semir, pelarut, kertas dan tinta cetak. Mungkin setelah paparan lama risiko ini dapat dideteksi di masa yang akan datang. Phenacetin diduga penyebab kanker pelvis renis dan kandung kemih, methoxypsoralen penyebab kanker kulit, arsen penyebab kanker kulit dan chlornaphazine penyebab kanker kandung kemih. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jawablah Pertanyaan ini : 1. Jelaskan dengan menggunkan table perbedaan karsinogenesis 2. Karsinogenesis karena fisik 3. karsinogenesis karena virus 4. karsinogenesis karena senyawa kimia PERTEMUAN 9 MATERI POKOK : Obat anti Kanker 1. obat herbal ( Flavonoid) 2. obat sintetis (doxorubicin), dan contoh lainya. 1. Obat Herbal sebagai Obat Kanker (Kandungan kimia Flavonoid) Benalu Teh (Loanthus Parasiticus) Benalu teh merupakan tanaman parasit yang tumbuh pada tanaman teh. Disebut juga benalu atau parsilan dalam bahasa jawa-sunda. Tinggi tanaman ini berkisar antara 10 hingga 50 cm. batangnya berbentuk bulat berwarna agak hijau kecoklatan. Daunnya berbentuk clips, bertangkai warnanya hijau serta mempunyai letak yang saling berhadapan. Bunganya berwarna merah yang muncul pada ketiak daun serta memiliki biji yang mengandung getah. Kandungan avicularin atau senyawa flavonoid berkhasiat sebagai obat anti kanker. Ekstrak dari benalu teh telah dibuktikan mampu menghambat perbanyakan dan penyebaran sel kanker. Ia juga memiliki efek menenangkan serta meluruhkan air seni. Selain itu, benalu juga dapat digunakan sebagai obat sakit pinggang, kekakuan punggung, memperbesar pembuluh arteri jantung, pencegah keguguran, anti demam, anti radang serta dapat mencegah osteoporosis. Seluruh bagian dari tanaman ini dapat digunakan untuk sebagai obat anti kanker. Benalu teh dalam bentuk ekstrak telah banyak dijual di toko-toko jamu. Temu putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe syn. Curcuma pallida Lour. (Heyne)) Rimpang temu putih rasanya sangat pahit, pedas dan sifatnya hangat, berbau aroamtik, dengan afinitas ke meridian hati dan limpa. Temu putih termasuk tanaman obat yang menyehatkan darah dan menghilangkan sumbatan, melancarkan sirkulasi vital energi (qi) dan menghilangkan nyeri. Rimpang temu putih berkasiat antikanker, anti radang (antiflogistik), melancarkan aliran darah, fibrinolitik, tonik pada saluran cerna, peluru haid (emenagong), dan peluru kentut. Kandungan Kimia Rimpangan temu putih mengandung 1-2,5% minyak menguap dengan komposisi utama sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari 20 komponen seperti curzerenone (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone, curcumin, curcumemone, epicurcumenol, curcumol (curcumenol), isocurcumenol, procurcumenol, dehydrocurdone, furanodienone, isofuranodienone, furanodiene, zederone, dan curdione. Selain itu mengandung flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak. Curcumol dan curdione berkasiat antikanker. Daun Dewa (Gynura divaricata) Daun Dewa memiliki panjang 20 cm, lebar 10 cm, dengan tangkai pendek, bulat lonjong berdaging, berbulu halus, ujung daunnya lancip, bertoreh pada tepi daun serta warna hijau keunguan. Daun dewa juga memiliki bunga majemuk yang tumbuh di ujung batang, berkelopak hijau berbentuk cawan, dan benang sari berwarna kuning berbentuk jarum. Efek farmakologis yang dimiliki tanaman Daun dewa diyakini ampuh melancarkan peredaran darah, mengatasi luka memar, peradangan dan pembengkakan yang terjadi; menghentikan perdarahan, menurunkan panas, antinyeri, menurunkan kolesterol jahat, menghilangkan kutil, mengatasi gangguan ginjal, melawan serangan bakteri dan virus, menetralkan racun dalam tubuh, bahkan tumor dan kanker bisa diatasinya. Beberapa senyawa aktif yang diperoleh dari ekstrak Daun dewa seperti flavonoid, monoterpen, dan seskuiterpen lakton, diketahui berperan penting dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel tumor/kanker dalam tubuh. Selain sifat antitumor dan antikanker yang dimilikinya, tentu saja, sifat farmakologis Daun dewa lainnya juga turut bersumbangsih dalam pengobatan kanker, dimana rasa nyeri dan peradangan yang terjadi akibat keberadaan tumor dan kanker dapat ditekan sehingga meringankan rasa sakit yang diderita penderita kanker. 2. Obat Sintesis a. Doksorubisin Doksorubisin HCl adalah salah satu dari antibiotik anthracycline, terisolasi dari strain Streptomyces peucetius caesius var. Hal ini dapat menembus dinding sel cepat dan intercalate dengan DNA dalam nukleus. Kehadiran doksorubisin HCl dalam inti membekukan DNA topoisomerase II enzim dan protein istirahat terkait DNA untai. Tindakan ini menyebabkan penghambatan aktivitas mitosis, sintesis asam nucleid, mutagenesis dan penyimpangan kromosom. Tindakan lain Doksorubisin HCl adalah reaksi dengan sitokrom P450 untuk menghasilkan peroksida hidrogen dan radikal hidroksil yang sangat merusak sel. Selain bertindak sebagai sitotoksik, Doksorubisin Kalbe memiliki aktivitas lain dari studi hewan. Its kegiatan lain seperti kekebalan, induksi efek toksik termasuk toksisitas jantung, myelosupresi di semua jenis dan testis athropy pada tikus dan anjing. Setelah i.v. administrasi, Doksorubisin Kalbe, ditampilkan clearance plasma cepat. ekskresi urin sekitar 4-5% dari dosis diekskresikan administrasi dalam empedu atau feses dalam 7 hari dan 75% dari sekarang obat dalam plasma terikat dengan protein. Penurunan meningkatkan fungsi retensi hati dan akumulasi dalam plasma dan jaringan. Indikasi Doksorubisin Kalbe diindikasikan untuk regresi dalam kondisi neoplastik disebarluaskan seperti leukemia akut, tumor Wilms, neuroblastoma, jaringan lunak dan sarkoma tulang, karsinoma payudara, karsinoma ovarium, karsinoma sel kandung kemih transisi, karsinoma tiroid, kanker paru-paru, penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin , bronchogenic karsinoma dan karsinoma lambung. Kontra Indikasi Myelosupresi · menginduksi oleh perlakuan agen antitumor atau radioterapi. · Pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada. · Pasien yang menerima pengobatan sebelumnya dengan dosis kumulatif lengkap doxorubicin atau daunorubisin. ·Pasien yang hipersensitif terhadap hydroxybenzoate. · Kehamilan. Peringatan Untuk menggunakan infus saja. Parah nekrosis jaringan lokal akan terjadi jika ada ekstravasasi selama administrasi. Doksorubisin tidak harus diberikan oleh tingkat intramuskular atau subkutan. · Dosis harus dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi hati. · Toksisitas untuk direkomendasikan dosis Doksorubisin adalah enchaned oleh gangguan hati, karena itu, sebelum dosis individu, evaluasi fungsi hati dianjurkan menggunakan klinis konvensional. · Uji laboratorium (seperti · Myelosupresi berat dapat terjadi. SGOT, SGPT, Alkaline fosfat dan Bilirubine). · Doksorubisin harus diberikan hanya di bawah pengawasan seorang dokter yang berpengalaman dalam penggunaan agen kanker chemoterapeutic. · Doksorubisin dapat mempotensiasi di toksisitas terapi antikanker lain. Eksaserbasi cyclophospamide cystitis disebabkan perdarahan dan peningkatan hepatotoksisitas 6mercaptopurine telah dilaporkan. Radiasi yang disebabkan toksisitas ke, mukosa kulit miokardium,, dan hati telah dilaporkan meningkat administrasi Doksorubisin. · Doksorubisin Kalbe dapat menyebabkan gagal jantung meskipun risiko yang sangat rendah pada batas yang dianjurkan 550 mg/m2. Risiko menjadi lebih tinggi ketika total dosis obat melebihi batas yang direkomendasikan. Batas yang direkomendasikan menjadi lebih rendah, 400 mg/m2, pada pasien yang menerima radioterapi untuk daerah mediastinum atau terapi bersamaan dengan agen lain kardiotoksik. · Kongestif gagal jantung dapat terjadi, beberapa minggu setelah penghentian terapi Kalbe Doksorubisin, yang tidak menguntungkan dipengaruhi oleh terapi fisik yang sekarang dikenal untuk dukungan jantung. Pemantauan EKG sebelum dan sesudah perlakuan, untuk memprediksi cardiotoxicity yang ditandai dengan penurunan gelombang QRS. · Karena kejadian depresi sumsum tulang tinggi, pemantauan hematologi dianjurkan hati-hati. toksisitas hematologi mungkin memerlukan pengurangan dosis atau menunda terapi Kalbe Doksorubisin. · Evaluasi atau infus harus dihentikan, bila gejala ekstravasasi telah terjadi. Terapi harus dimulai kembali dalam vena lain. · Suka lain agen sitotoksik, Doksorubisin Kalbe telah menunjukkan sifat mutagenik dan teratogenik dalam evaluasi hewan. Meskipun tidak ada studi yang memadai pada manusia, penggunaan Doksorubisin Kalbe dalam kehamilan dihindari. · Doksorubisin Kalbe dapat mendorong hyperuricemia sekunder untuk lisis cepat sel-sel neoplastik. Oleh karena itu kadar urat harus dimonitor untuk mengontrol masalah. · Doksorubisin terapi Kalbe menyebabkan warna merah untuk air seni selama 1-2 hari setelah pemberian. Adverse Reaksi · Terutama reaksi merugikan dari Doksorubisin Kalbe adalah myelosupresi dan cardiotoxicity. Reaksi yang merugikan lainnya adalah: · Cutaneous: alopecia Reversible, hiperpigmentasi dermal nailbeeds dan lipatan terutama pada anak-anak. Oncholysis mungkin jarang terjadi. · Gastrointestinal: Mual, muntah, stomatitis yang dimulai sebagai sensasi terbakar dengan eritema dari mukosa mulut yang mengarah ke koreng, anoreksia dan diare telah dilaporkan. · Vascular: Ketika vena kecil yang digunakan untuk administrasi, dapat menyebabkan phlebosclerosis. · Lokal: bengkak, nekrosis jaringan, dan selulitis parah kadang-kadang terjadi selama administrasi. Parah selulitis, eritematosa melesat sepanjang vena proksimal tempat suntikan telah dilaporkan. · Hipersensitivitas: Demam, menggigil, urtikaria Lainnya o: Jarang konjungtivitis dan lakrimasi terjadi. dan anafilaksis dapat terjadi. Interaksi Obat pengobatan · Bersamaan dengan Cyclophospamide, Dactinomycin atau Mytomycin dapat menyadarkan hati untuk efek kardiotoksik dari Doksorubisin. · Propanolol dapat meningkatkan cardiotoxicity dari Doksorubisin sebagai kedua obat telah terbukti dapat menghambat jantung mitokondria co-dan 10-enzim. · Doksorubisin dapat meningkatkan konsentrasi penyesuaian dosis asam urat darah agen antigout (misalnya Allopurinol, Kolkisin) mungkin diperlukan untuk mengendalikan hyperuricaemia. Efek depresan leucopenic, thrombocytopenic dan tulang sumsum dari Doksorubisin akan meningkat dengan terapi bersamaan atau baru-baru ini dengan obat lain yang menyebabkan efek ini. · Doksorubisin dapat menurunkan respons antibodi pasien untuk vaksin dan / atau dapat meningkatkan efek merugikan dari vaksin virus hidup karena imunosupresi. efek ini dapat bertahan dari tiga bulan sampai satu tahun. · Hepatotoksik obat (misalnya Metotreksat dosis tinggi) dapat mengganggu fungsi hati dan, oleh karena itu, meningkatkan toksisitas Doksorubisin subsequantly diberikan. Dosis ° dosis yang direkomendasikan adalah 60-75 mg/m2 sebagai iv tunggal administrasi selama 21 hari, dosis rendah (60 mg/m2) harus diberikan kepada pasien dengan cadangan sumsum memadai karena infiltrasi sumsum neoplastik atau usia tua atau terapi sebelumnya. · Sebuah alternatif dosis 20 mg/m2 mingguan atau 30 mg/m2 setiap hari berturut-turut diulang setiap 4 minggu untuk mengurangi toksisitas ¨ dosis Doksorubisin Kalbe bila digunakan dalam kombinasi dengan obat myelosuppresive lain adalah 30-40 mg/m2 setiap 3 sampai 4 minggu dan 60-75 mg/m2 jika digunakan dengan obat yang tidak myelosuppressive. · Dosis Doksorubisin Kalbe harus dikurangi jika kenaikan bilirubin sebagai berikut: ½ dosis normal Doksorubisin Kalbe jika bilirubin serum 20-50 mmol / L dan retensi BSP 9-15%. ¼ dosis normal Doksorubisin Kalbe jika bilirubin serum> 50 mmol / L dan retensi BSP> 5%. ° prosedur berikut ini: kandung kemih harus catheterized dan dikosongkan. Suatu larutan yang mengandung 80 mg Doksorubisin dalam 100 ml Saline normal, harus ditanamkan melalui kateter ke dalam kandung kemih. Kateter harus daripada dihapus dan pasien diinstruksikan untuk berbaring di samping. Pada 15 menit interval, pasien harus diinstruksikan untuk alternatif ke sisi lain selama periode 1 jam. Pasien seharusnya tidak buang air kecil selama 1 jam setelah kandung kemih harus dikosongkan dari solusi. Prosedur ini diulang pada interval bulanan. b. Metrotexat NAMA KIMIA : 4-amino-4-deoxy--10-methylpteoryl-L-glutamic acid STRUKTUR KIMIA : C20H22N8O5 SIFAT FISIKOKIMIA: Serbuk kristal berwarna kuning atau oranye, higroskopis. Praktis tidak larut dalam air, alkohol, diklorometan, terurai dalam larutan asam mineral, basa hidroksida dan karbonat. FARMAKOLOGI: Onset kerja: Antirematik: 3-6 minggu; tambahan perbaikan bisa dilanjutkan lebih lama dari 12 minggu.;Absorpsi: Oral: cepat : diserap baik pada dosis rendah (<30 mg/m2); tidak lengkap setelah dosis tinggi ; I.M.: Lengkap; Distribusi: Penetrasi lambat sampai cairan fase 3 (misal pleural efusi, ascites), eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari plasma), melewati plasenta, jumlah sedikit masuk kelenjar susu, ;konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di ginjal dan hati.;Ikatan protein: 50%.;Metabolisme: <10%: Degradasi dengan flora intestinal pada DAMPA dengan karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi metotreksat menjadi 7-OH metotreksat di hati; ;poliglutamat diproduksi secara mempunyai kekuatan samadengan metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat dieliminasi oleh sel..;T eliminasi: Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.; Ekskresi: Urin (44%-100%); feses (jumlah kecil) KONTRA INDIKASI :Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponan lain dari sediaan; kerusakan hebat ginjal dan hati,pasien yang mengalami supresi sum-sum tulang dengan psoriasis atau reumatoid artritits, penyakit alkoholik hati, AIDS, darah diskariasis, kehamilan, menyusui. EFEK SAMPING: Efek samping beragam sesuai rute pemberian dan dosis. ;Hematologi dan/atau toksisitas gastrointestinal biasanya sering terjadi pada penggunaan umum dari dosis umum metotreksat; reaksi ini lebih sedikit terjadi ketika digunakan pada dosis topikal untuk reumatoid artritis.;>10%;SSP: (dengan pemberian intratekal atau terapi dosis tinggi): Arachnoides: Manifestasi reaksi akut sebagai sakit kepala hebat, rigidity nuchal, muntah dan demam, dapat alleviated dengan pengurangan dosis. ;Subakut toksisitas: 10% pasien diobat dengan 12-15 mg/m2 dari intratekal metotreksat bisa membuat ini dalam minggu kedua atau ketiga dari terapi; konsis dari paralisis motor dari ekstremites,palsy nerve kranial, seizure, atau koma. ;Hal ini juga terlihat pada pediatrik yang menerima dosis tinggi IV metotreksat.;Demyelinating enselopati: telihat dalam bulan atau tahun setelah menerima metotreksat; biasanya diasosiasikan dengan iradiasi kranial atau kemoterapi sistemik yang lain.;Dermatologi: Kulit menjadi kemerahan.Endokrin dan metabolik: Hipoerurikemia,detektif oogenesis, atau spermatogenesis.;GI: Ulserativ stomatitis, glossitis, gingivitis, mual, muntah, diare, anoreksia, perforasi intestinal, mukositis (tergantung dosis; terlihat pada 3-7 hari setelah terapi, terhenti setelah 2 minggu);Hematologi: azotemia,nefropati.Pernafasan: Leukopenia, trombositopenia.Ginjal: Faringitis.;1%-10%;Kardiovaskular: Gagal Vaskulitis.SSP: ginjal, pusing, malaise, enselopati, seizure, demam, chills.Dermatologi: Alopesia, rash, fotosensitivias, depigmentasi atau hiperpigmentasi kulit.;Endokrin dan metabolik: Diabetes.Genital: Cystitis.Hematologi: pendarahan.;Myelosupresif: Terutama faktor batas-dosis (bersama dengan mukositis) dari metotreksat, terjadi sekitar 5-7 hari setelah terapi, dan harus dihentikan selama 2 minggu. ; WBC: Ringan, Platelet: Sedang, Onset: 7 hari, Nadir: 10 hari, Recovery: 21 hari;Hepatik: Sirosis dan fibrosis portal pernah diasosiasikan dengan terapi kronik metotreksat, evaliasi akut dari enzym liver adalah biasa terjadi setelah dosis tinggi dan biasanya resolved dalam 1 hari.Neuromuskular dan skeletal: Arthalgia.Okular: Pandanga;Renal: Disfungsi ginjal: Manifestasi karena abrupt rise pada serum kreatinin dan BUN dan penurunan output urin, biasa terjadi pada dosis tinggi dan berhubungan dengan presipitasi dari obat.;Respiratori: Penumositis: Berhubungan dengan demam, batuk, dan interstitial pulmonari infitrates; pengobatan dengan metotreksat selama reaksi akut;;interstitial pneumisitis pernah dilaporkan terjadi dengan insiden dari 1% pasien dengan RA (dosis 7.5-15 mg/minggu).;<1% (terbatas sampai penting untuk penyelamatan hidup): Neurologi akut sindrom (pada dosis tinggisimptom termasuk kebingungan, hemiparesis, kebutaan transisi,dan koma); anafilaksis alveolitis; disfungsi kognitif (pernah dilaporkan pada dosis rendah), ;penurunan resistensi infeksi,eritema multiforma, kegagalan hepatik, leukoenselopati (terutama mengikuti irasiasi spinal atau pengulangan terapi dosis tinggi),disorder limpoproliferatif, osteonekrosis dan nekrosis jaringan lunak (dengan radioterapi),;perikarditis, erosions plaque (Psoriasis), seizure (lebih sering pada pasien dengan ALL), sindrom Stevens Johnson, tromboembolisme. INTERAKSI OBAT: Efek meningkatkan/toksisitas: Pengobatan bersama dengan NSAID telah menghasilkan supresi sum-sum tulang berat, anemia aplastik dan toksisitas pada saluran gastrointestinal. NSAID tidak boleh digunakan selama menggunakan ;metotreksat dosis sedang atau tinggi karena dapat meningkatkan level metotreksat dalam darah (dapat menaikkan toksisitas): ;NSAID digunakan selama pengobatan dari reumatoid artritis tidak pernah amati, tapi kelanjutan dari regimen terdahulu pernah diikuti pada beberapa keadaan, dengan peringatan monitoring. Salisilat bisa meningkatkan level metotreksat, ;bagaimanapun penggunaan salisilat untuk profilaksis dari kejadian kardiovaskular tidak mendapat perhatian.;Penisilin, probenesid, sulfonamid, tetrasiklin dapat meningkatkan konsentrasi metotreksat karena adanya penurunan sekresi pada tubular ginjal. ;Zat hepatoksik (asitretin, retinoid, sulfasalazin) bisa meningkatkan resiko hepatotoksik dari metotreksat. Penggunaan bersama dengan siklosforin dapat meningkatkan level dan toksisitas keduanya.;Metotreksat bisa meningkatkan level merkaptopurin atau teofilin. ;Metotreksat ketika diberikan dengan sitarabin, dapat mengubah efikasi dan toksisitas dari sitarabin, beberapa regimen kombinasi (misalnya hiper-CVAD) pernah di desain untuk mendapatkan keuntungan dari interaksi ini.;Efek Penurunan: Kolestiramin bisa menurunkan level metotreksat. Kortikosteroid menurunkan pengambilan metotreksat pada leukimia sel. ;Pemberian obat ini seharusnya dipisah selama 12 jam. Deksametason pernah dilaporkan tidak menyebabkan masuknya metotreksat ke dalam sel. PERINGATAN: Senyawa berbahaya gunakan dengan perhatian penuh untuk penanganan dan pembuangan limbah . Dapat potensial menyebabkan pneumositis yang membahayakan (bisa terjadi selama terapi pada dosis berapun); monitoring secara ketat simptom pulmonari, khususnya batuk kering atau produktif,. Metotreksat potensial menyebabkan reaksi dermatologi - tanpa tergantung dosis.;Metotreksat pernah diasosiasikan dengan hepatotoksisitas akut dan kronik, fibrosis dan sirosis. Risiko berhubungan dengan dosis kumulatif dan pemaparan berkepanjangan. ;Penyalahgunaan alkohol, obesitas, usia lanjut, diabetes dapat meningkatkan reaksi risiko hepatotoksis.;Metotreksat dapat menyebabkan kegagalan ginjal, gastointestinal toksisitas, atau supresi sum-sum tulang. Gunakan dengan peringatan pada pasien dengan kegagalan ginjal, penyakit ulkus lambung, kolitis ulseratif atau supresi sum-sum tulang. ;Diare dan stomatitis ulseratif dapat menyebabkan interupsi terapi; kematian akibat hemorargi enteritis atau intestinal perforasi pernah dilaporkan.;Penetrasi metotreksat lambat pada cairan fase ketiga, seperti efusi pleural atau ascites dan eksis lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari plasma). ;Pengurangan dosis dapat diperlukan pada pasien dengan kerusakan ginjal dan hati, ascites, dan efusi pleural. Toksisitas dari metotreksat atau imunosupresan lain meningkat pada orang dewasa.;Supresi sum-sum tulang berat, anemia aplastik, dan toksisitas GI pernah terjadi selama pemberian bersama NSAID. ;Gunakan dengan peringatan ketika digunakan dengan zat hepatotoksik yang lain (azatioprin, retinoids, sulfasalazin). ;Metotreksat diberikan secara bersama dengan radioterapi dapat meningkatkan infeksi oportunistik.;Untuk reumatoid artritis dan psoriasis, terapi imunosupresan sebaiknya hanya digunakan ketika penyakit aktif dan kurang toksis; terapi tradisional tidak efektif. ;Pemberhentian terapi pada reumatoid artritis dan psoriasis jika ada penurunan komponen hematologi yang signifikan.;Formulasi metotreksat dan/atau pelarut yang mengandung pengawet sebaiknya tidak digunakan untuk intratekal atau dosis tinggi. ;Injeksi metotreksat bisa mengandung benzil alkohol dan tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir. MEKANISME AKSI: Metotreksat adalah antimetabolit folat yang menginhibisi sintesis DNA. Metotreksat berikatan dengan dihidrofolat reduktase, menghambat pembentukan reduksi folat dan timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan sintesis asam timidilat. ;Metotreksat bersifat spesifik untuk fase S pada siklus sel. c. Bleomisin FARMAKOLOGI: Absorpsi: I.M dan intrapleural: 30% sampai 50% dari konsentrasi serum; Intraperitonial dan subkutan menghasilkan konsentrasi serum setara dengan IV;Distribusi: Vd: 22L/m2, konsentrasi tertinggi di kulit, ginjal, paru, jantung, kensentrasi rendah di testes dan GI, tidak dapat melewati sawar otak.;Ikatan protein: 1%;Metabolisme: Melewati beberapa jaringan termasuk hepatik, saluran GI, kulit, pulmonari, ginjal, dan serum;T eliminasi: Biphasic (tergantung fungsi ginjal):; Fungsi ginjal normal: Awal: 1-3 jam, terminal 9 jam; End-stage ginjal: Awal: 2 jam; terminal 30 jam;Waktu puncak, serum: I.M.: Sekitar 30 menit;Ekskresi : Urin (50%70% sebagai zat aktif). KONTRA INDIKASI: Hipersensitifitas terhadap bleomisin sulfat atau komponen lain dalam sediaan, penyakit pulmonari hebat, kehamilan. EFEK SAMPING: > 10%;Kardiovaskular: Fenomena Raynaud;Dermatologi: Nyeri pada lokasi tumor, plebitis. Sekitar 50% pasein mengalami eritema, indurasi, hiperkeratosis, dan pengelupasan pada kulit terutama pada bagian permukaan palmar dan plantar tangan dan kaki. ;Hiperpigmentasi (50%), alopesia, perubahan pada kuku juga bisa terjadi. Efek yang terjadi tergantung dosis dan bersifat reversibel jika obat dihentikan.;GI: Stomatitis dan mukositis (30%), anoreksia, kehilangan berat badan.;Pernafasan: Tachypenia, akut atau kronik interstitial pneumositis dan pulmonari fibrosis (5%-10%), hipoksia dan kematian (1%).;Gejala meliputi batuk, sesak nafas, dan infiltrasi biletral pulmonari. Patogenisisnya tidak pasti, tetapi mungkin berhubungan dengan kerusakan pulmonary, vaskular, atau konektif jaringan. ;Respons dengan terapi steroid bervariasi dan beberapa masih kontroversial.;Miscelleneous: Reaksi demam akut (25%-50%), reaksi anafilaktik dengan karakter sebagai berikut:hipotensi, bingung, demam, menggigil, dan wheezing. Onset bisa langsung atau tertunda beberapa jam.;1% 10%:;Dermatologi: Kemerahan (8%), penipisan kulit , difusi skleroderma, onikolisis.;Miscellanoues: Reaksi anafilaktik akut.;< 1% (terbatas sampai life-threatening): Angioedema, kecelakaan cerebrovaskular, hepatotoksik, ;MI, mual, muntah; myelosupresif (jarang); Onset: 7 hari, nadir: 14 hari, recovery: 21 hari. INTERAKSI OBAT: Peningkatan efek/toksisitas: Lomustin dapat memperparah leukopenia. Cisplatin bisa menurunkan eliminasi bleomisin.;Penurunan efek : bleomisin menurunkan level plasma digoksin. Pemberian bersama dengan fenitoin menghasilkan penurunan kadar fenitoin dalam darah. PENGARUH MENYUSUI: Distribusi bleomisin dalam air susu tidak diketahui,bleomisin tidak direkomendasikan untuk ibu menyusui. PERINGATAN: FDA merekomendasikan untuk prosedur penanganan yang memadai dan pembuangan limbah antineoplastik harus diperhatikan. ;Kejadian pulmonari fibrosis tinggi pada pasien geriatri, pada pasien yang menerima dosis > 400 unit total, perokok dan pasien dengan terapi radiasi sebelumnya. ;Reaksi idiosinkratik hebat berupa: hipotensi, konfusi mental, demam, chills dan wheezing (sama dengan anafilaksis) pernah dilaporkan pada 1% pasien limfoma yang mendapat terapi dengan bleomisin. ;Jika reaksi ini terjadi setelah dosis pertama atau kedua, monitoring harus lebih hati-hati. Periksa kondisi paru setiap sebelum mulai terapi . ;Direkomendasi untuk pemberian O2 selama operasi pada pasien yang menerima bleomisin. MEKANISME AKSI: Menghambat sintesis DNA, ikatan-ikatan DNA untuk selanjutnya terjadinya pemutusan untai tunggal dan ganda d. ALKERAN (Melphalan 2 mg/tablet.) In: Untuk multiple myeloma, ovarian adenocarcinoma tingkat lanjut, kanker payudara. e. ANZATAX ( Paklitaksel 30 mg.) In: Terapi kanker ovarium metastase, kanker payudara. KI: hipersensitivitas PEG 35, minyak jarak, pasien dengan neutropenia berat. Perh: premedikasi dengan kortikosteroid, antihistamin dan antagonis reseptor H2, pasien dengan abnormalitas konduksi di jantung, pasien dengan keluhan abdominal dan perforasi usus besar, gangguan fungsi hati dan ginjal, hamil dan menyusui. ES: reaksi hipersensitivitas, neutropenia, trombositopenia, anemia, infesi saluran napas atas, infeksi saluran urin, sepsis, hipotensi dan bradikardia, aritmia, penyumbatan atrioventrikular, perubahan EKG, peningkatan enzim hati, arthralgia, myalgia, gangguan gastrointestinal, reaksi di tempat suntikan. IO: Sisplatin, ketokonazol, obat yang dimetabolisme di hati. Ds: terapi agen tunggal: 175 mg/m2 IV periode lebih dari 3 jam selama 3 minggu. Terapi kombinasi: 175 mg/m2 IV periode lebih dari 3 jam selama 3 minggu diikuti oleh senyawa platinum atau 135 mg/m2 IV periode 24 jam diikuti dengan senyawa platinum. f. ARIMIDEX Anastrazol 1 mg/tablet. In: Kanker payudara lanjut wanita paska menopause penyakit berkembang setelah penggunaan tamoksifen atau anti estrogen lain. KI: Wanita premenopause, wanita hamil atau menyusui; penderita kerusakan ginjal berat (klirens kreatinin <20 ml/min); penderita penyakit hati sedang dan berat, hipersensitif. Perh: Tidak dianjurkan untuk anak-anak. ES: kekeringan vagina, gangguan saluran cerna, astenia, somnolens, sakit kepala. Ds: Dewasa: Sekali sehari 1 tablet. g. AVASTIN *(Bevakizumab)* In: terapi kanker metastatik di kolon atau anus pada kombinasi dengan 5-FU intravena/asam folat atau 5-FU/asam folat/irinotecan. KI: kanker metastasis, ibu hamil dan menyusui, produk sel ovari hamster cina atau gen rekombinan atau antibodi manusia. Perh: perforasi sistem pencernaan, penyembuhan komplikasi luka, proteinuria, tromboamboli arteri, hemorhagik, kardiomiopatik. ES: inflamasi perut bagian dalam, luka lambung, tumor nekrosis, diverticulitis (inflamasi kolon), pendarahan, hipertensi, proteinuria, tumor yang menyebabkan haemorhagik, tromboemboli arterial, keadaan abnormal. Ds: 5 mg/kg/BB dalam infus intravena sekali dalam 14 hari. Dosis awal diberikan 90 menit setelah kemoterapi infus. Dosis kedua diberikan infus selama 60 menit dan kemudian seluruh dosis diberikan 30 menit sebelum atau sesudah kemoterapi. Km: Vial 25 mg/ml x 4 ml x 1’s. 16 ml x 1’s. h. BREXEL (Doksataxel.) In: Terapi lini kedua atau kombinasi dengan doxorubicin sebagai terapi lini pertama karsinoma payudara stadium lanjut/metastatik. Terapi lini kedua (monoterapi) atau terapi lini pertama dalam kombinasi dengan cisplatin/carboplatin kanker paru jenis bukan sel kecil stadium lokal lanjut/metastatik. Terapi lini kedua karsinoma ovarium metastatik. KI: Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap docetaxel atau obat lain yang mengandung polysorbate 80. Pasien dengan jumlah neutrophil <1500 sel/mm3. Wanita hamil dan menyusui. Gangguan hati berat. Pemberian kombinasi docetaxel dengan obat lain. Perh: reaksi hipersensitivitas dapat terjadi beberapa menit setelah dimulainya infus docetaxel. Hindari kontak dengan bahan PVC. Sebelum diberikan, harus dilakukan prosedur 2 kali pelarutan. Setelah dilarutkan, preparat harus diberikan dalam 4 jam. Docetaxel tidak boleh diberikan pada pasien dengan peningkatan kadar bilirubin atau SGOT dan/atau SGPT > 1,5 x ULN disertai kadar fosfatase alkali > 2,5 x ULN. IO: Doksorubisin, carboplatin. Obat yang dimetabolisme dengan sitokrom P450 3A4 seperti cyclosporine, terfenadin, ketokonazol, eritromisin, dan troleandomycin. ES: Supresi susmsum tulang reversibel. Reaksi hipersensitivitas. Reaksi kutaneus. Retensi cairan. Gangguan neurologis. Gangguan pencernaan. Hipotensi. Reaksi pada tempat infus. Peningkatan kadar bilirubin, SGOT, SGPT, alkalin fosfatase serum. Anoreksia, mata berair, mialgia, arthralgia, dyspneu. Ds: Kanker payudara monoterapi: 100 mg/m2 IV selama 1 jam setiap 3 minggu. Pada terapi ini pertama: 75 mg/m2 diberikan kombinasi dengan doxorubicin 50 mg/m2. Kanker paru jenis bukan sel kecil 75 mg/m2 secara IV selama 1 jam tiap 3 minggu. Kanker ovarium 100 mg/m2 infus 1 jam setiap 3 minggu. Premedikasi: Dexamethasone 16 mg/hari (8 mg 2x/hari) selama 3 hari mulai 1 hari sebelum pemberian docetaxel. j. CAMPTO (Irinotesan HCl trihidrat 20 mg/ml.) In: Pengobatan pertama pada pasien dewasa penderita kanker kolorektal, dikombinasikan dengan 5-fluorourasil dan asam folinat tanpa sebelumnya mendapat kemoterapi; pengobatan kedua pada pasien dewasa penderita kanker metastatic kolorektal yang telah gagal dengan pengobatan yang mengandung 5-fluorourasil. KI: Penyakit inflamasi isi perut kronik, bilirubin > 3 kali normal, wanita hamil dan menyusui. ES: Diare berkepanjangan, demam kelainan darah, mual, muntah. Ds: Pengobatan pertama 180 mg/m2 iv diinfuskan selama 30-90 menit setiap 2 minggu, diikuti oleh infuse dengan asam folinat dan 5-fluorourasil; pengobatan kedua 350 mg/m2 iv diinfuskan selama 30-90 menit setiap 3 minggu. Km: Dos 1 vial 40 mg/ml Rp. 1. 331. 429.-; 1 vial 100 mg/5 ml Rp. 2. 911.997.- k. CARBOPLATIN (Karboplatin 10 mg/ml larutan untuk injkesi.) In: kanker ovarium epitel lanjut. KI: hipersensitif, gagal ginjal berat, mielosupresi berat. Perh: harus diberikan oleh dan pengawasan dokter pengalaman menggunakan obat kemoterapi, perhitungan darah periferal dan fungsi ginjal harus diamati secara teliti; jangan diberikan pada ibu hamil dan menyusui. ES: Mielosupresi, intoksikasi darah, intoksikasi ginjal. Ds: 400 mg/m2 infus iv tunggal. Penggunaan tidak boleh diulangi selama 4 minggu. Pasien yang sebelumnya mendapat pengobatan mielosupresi atau lanjut usia, dosis dapat dikurangi 20 sampai 25%. l. CASODEX *(Bikalumatida 50 mg.)* In: pengobatan kanker prostat lanjut dikombinasikan dengan terapi analogi LHRH atau pembedahan kastration. KI: wanita dan anak-anak, hipersensitif. Perh: harus diberikan secara hati-hati pada penderita kerusakan hati ringan sampai dengan berat. ES: rasa panas di wajah, pruritus, mual, muntah, diare. IO: terpenadin, astemizol, kisaprida. Ds: 1x sehari, harus dimulai paling sedikit 3 hari sebelum memulai pengobatan dengan analogi LHRH atau bersamaan dengan pembedahan kastration. m. CISPLATIN DBL (Sisplatin 10 mg/10 ml, 50 mg/50 ml injeksi). In: meringankan kanker testis, ovarium, kandung kencing, kepala dan leher. KI: hipersensitif, gagal ginjal, gangguan pendengaran atau surpresi sumsum tulang belakang, wanita hamil dan menyusui. ES: intoksikasi ginjal, intoksikasi darah, intoksikasi saluran cerna, ototoksisitas, intoksikasi fungsi saraf, hipomagnesemia dan hipokalsemia. Ds: infus iv selama 6-8 hari. Dewasa dan anak: 50-100 mg/m2/hari dosis tunggal selama 3-4 minggu atau 15-20 mg/m2/hari iv selama 5 hari dan diberikan selama 3-4 minggu. n. CYTOXAN (Siklofosfamida 200 mg/vial injeksi.) In: keganasan pada sumsum tulang dan jaringan limfoid, adenokarsima ovarium, neuroblastoma, retinoblastoma, Ca mammae dan kanker paru. ES: neoplasia sekunder, leukemia, anorexia, mual dan muntah, alopecia, interstatial pulmonary fibrosis dan cardiotoxicity. o. CYTOSAR (Sitarabin 100 mg/vial serbuk steril untuk injeksi.) In: leukimia nonlimfositik akut; limfositik, leukimia kronik mielositik; dapat dikombinasikan dengan antineoplastik lain. KI: hipersensitif; jangan diberikan pada pasien menerima pengobatan penekanan sumsum tulang, penmberian harus di bawah pengawasan dokter, selama pengobatan harus dilaksanakan perhitungan leukosit dan platelet setiap hari; pemberian pada wanita hamil harus dengan sangat hati-hati. Ds: tidak aktif diberikan secara oral; pengobatan nonlinfositik leukimia akut yang dikombinasikan dengan obat anti kanker lain 100 mg/m2 iv setiap 12 jam selama 1-7 hari; leukimia akut diberikan secara intratekal dengan alat 5-75 mg/m2 dari luas permukaan tubuh 1x sehari sampai 1x4 hari. q. DACARBAZIN DBL (Dakarbazin 10 mg, asam sitrat 10 mg, manitol 3,75 mg tiap ml larutan/200 mg vial.) In: kemoterapi melanoma metastatik dan berbagai sarkoma; untuk jenis kanker lain tidak atau kurang efektif. KI: kehamilan, menyusui, peka terhadap dakarbazin; pasien yang sebelumnya menderita mielosupresi. Perh: bentuk toksisitas paling lazim adalah depresi kematopoitik dan gangguan hematologi lain. Ds: dewasa: 4,5 mg selama 10 hari; dapat diulang tiap 4 minggu; atau 250 mg/m2/hari selama 5 hari; dapat diulang tiap 3 minggu. r. DAUNABLASTINA (Daunorubisin HCl 20 mg setara daunorubisin 18,7 mg/vial.) In: remisi induksi pada non leukimia limfositik akut (miklogenus, monositik, eritoid) untuk dewasa dan remisi induksi pada leukimia limfositik akut pada anak, dan dewasa, “neuroblastina”. KI: penyakit jantung atau pasien dengan penyakit gawat. Ds: dosis tunggal dari 30-60 mg/m2 sahri selama 3 hari, diulangi dengan interval 3-6 minggu. Km: dos vial 20 mg Rp. 203. 500. s. ENDROLIN (Leuprolid acetate 3,75 mg.) In: Endometriosis genital dan ekstragenital, kanker prostat dengan metastatis. Ds: endometriosis: satu suntikan s.c atau i.m, diulang setiap 4 minggu. Kanker prostat: satu suntikan s.c, diulang setiap 4 minggu. t. ERBAKAR (Karboplatin 150 mg; 450 mg/ml injeksi.) In: antineoplastik. u. FARMORUBICI ( Epirubisin 10 mg ; 50 mg/vial.) In: induksi regresi aneka kondisi neoplastik karsinoma payudara, limfoma, karsinoma paru sel kecil, leukimia kronik atau akut, indung telur, leher rahim, kanker lambung, kolon, rektum pankreas, kaker leher dan kepala; terapi paliatif pada pasien usia lanjut dan resiko tinggi. Km: 1 vial 10 mg Rp. 231.000 ; 1 vial 50 mg Rp. 1.127.500. v. FLUDARA (Fludarabin fosfat 50 mg, manitol 50 mg.) In: leukimia limfositik kronik sel B yang sudah tidak bereaksi lagi terhadap atau mereka yang penyakitnya memburuk selama atau setelah pengobatan. KI: hipersensitivitas, pasien gangguan ginjal dengan klirens kreatinin < 30 ml/menit, anemia hemolitik dekompensasi, wanita hamil dan menyusui. Ds: dosis anjuran 25 mg/m2 permukaan tubuh, diberikan tiap hari melalui i.v, 5 hari berturutturut setiap 28 hari. w. FLUOROURACIL 500 mg/10 ml DBL (Fluorourasil 500 mg/10 ml injeksi.) In: pengobatan paliatif terhadap neoplasma malignan terutama pada saluran cerna, payudara, pankreas. x. FUGEREL (Flutamid 250 mg/tablet.) In: pengobatan paliatif kanker prostat yang lanjut pada penderita yang sebelumnya tidak diobati atau yang tidak memberikan respon atau bereaksi pada pemverian hormon. Ds: 3x sehari 1 tablet. Km: dos 100 tablet. y. FUTRAFUL (Tegafur 200 mg.) In: kanker sistem pencernaan (kanker perut, usus dan rektum); kanker payudara. ES: leukopenia, anemia, trombositopenia, pendarahan perut, kelelahan umum, vertigo, hemoptisis, alopesia, pigmentasi, erupsi. Ds: 800-1200 mg sehari 2-4 x pemberian ; dosis dapat disesuaikan berdasarkan usia dan kondisi pasien. z. GLIVEC (Imatinib 100 mg.) In: leukimia mieloid kronik pada awal krisis, fase percepatan, fase kronik setelah kegagalan pengobatan dengan interferon alfa. KI: hipersensitif. Perh: diminum dengan makanan dam segelas besar air untuk mengurangi intoksikasi saluran cerna, hati-hati pada pasien dengan kerusakan hati, dapat menyebabkan pleura efusi edema, uden paru. Jangan digunakan wanita hamil dan menyusui. ES: intoksikasi saluran cerna, mialgia dan keram otot, intoksikasi darah dan sistem limpa, intoksikasi sistem saraf. Ds: pasien pada fase kronik leukimia mieloid kronik 400 mg/hari, pasien pada fase awal krisis dan fase percepatan 600 mg/hari, dosis harus digunakan secara oral, sekali sehari. aa. HOLOXAN (Ifosfamid 200 mg; 500 mg; 1 g; 2 g/vial injeksi.) In: mammary carcinoma, cervical replace ovarian carcinoma, bronchial carcinoma, soft tissue sarcoma, terticular tumor, malignant lymfoma, hipernefroma, pancreatic carcinoma, endometrial carcinoma. Ds: 250-300 mg/kgBB/hari. bb. HYDREA (Hidroksi urea 500 mg.) In: melanoma, mielositik leukimia kronik resisten, kanker ovarium metastatic recurrent inoperable. ES: depresi sumsum tulang dan gangguan saluran cerna. c. INTRON-A (Interferon alfa 2b 3 MIU; 30 MIU/vial.) In: pengobatan hairy cell leukimia penderita 18 thn atau lebih. dd. IRESSA (Gefitinib 250 mg/tablet.) In: pengobatan sel kanker paru yang besar dan telah mendapatkan atau tidak cocok dengan kemoterapi standar. KI: hipersensitif, wanita hamil dan menyusui, tidak dianjurkan untuk anak-anak. Perh: jika pasien memperoleh masalah pernapasan seperti dispnea, batuk dan demam pengobatan harus dihentikan. ES: diare, mual dan muntah. Ds: 250 mg sehari dengan atau tanpa makanan. e. KREBIN (Vinkristin sulfatn1 mg; 2 mg/ml injeksi). In : Antineoplastik Km : 1 vial 1 mg Rp. 117.700,-; 1 vial 2 mg Rp. 187.000,- ff. ECTRUM (Leuprrorelin asetat 3,75 mg.) In : Terapi untuk kanker prostat dengan metastasis dan endometriosis pada organ orginal dan ekstragenital stadium 1-4 pada wanita diatas 18 tahun. KI : Hipersensitivitas dengan analog GnRH, asam poliglikosida, asam polilaktis. Suntikan intra – arteri. Hormon prostat carcinoma, premaglinant atau malignant pada endometrium, perdarahan vagina tanpa sebab. Wanita hamil dan menyusui. Perh : Dilakukan monitoring terhadap pasien depresi atau menunjukan gejala depresi, fosfatase atau PSA (Prostate-spesific Antigen) dan testosterone, pasien dengan potensi komplikasi gangguan saluran urine, HTN. Meningkatkan gejala osteoporosis. ES : Kenaikan kadar tostesteron/estradiol. Nyeri pada tulang, hiperkalsemia, ganggan saluran urine, tekanan pada sum-sum tulang, otot kaki lemas, limfodema. Ds : Kanker prostat : 3,75 mg/vial secara SK/IM perbulan; Endometriosis : 3,75 mg secara SK/IM per bulan selama 6 bulan diberikan pada mulai 5 hari pertama dari siklus menstruasi. Km : vial 3,75 mg Rp. 800.000,- g. LEUNASE ( L-Asparaginase) In : leukemia akut termasuk leukemia kronik yang berubah menjadi jauh, lymphoma malignan. ES : Syok, koagulopati, pankreatitis akut, diabetes, abnormalitas fungsi hati, hipoalbuminemia, hiperanomia, uremia, gangguan gastrointestinal dan system saraf pusat, koma, gagal ginjal. Ds : 50-200 KU/kg BB IV tiap hari atau selang sehari. Perh : pasien dengan koagulopati, pancreas akut, diabetes akut, diabetes, penyakit infeksi, tendensi pendarahan. h. MABCAMPATH (Alemtuzumab.) In : Leukemia limfositik yang diterapi dengan agen alkilating dan gagal mencapai respons lengkap atau sebagian atau haya mencapai remisi singkat (< 6 bulan) setelah terapi fludarabin fostat. KI : Hipersensitivitas atau reaksi terhadap protein murin, infeksi sistemik, HIV, keganasan sekunder aktif, pemakaian sama dengan obat kemoterapi lain dalam waktu 3 minggu, vaksin virus hidup min 12 bulan setelah terapi, kehamilan, laktasi. Perh : injeksi, keganasan, gangguan darah dan linfatik, gangguan imun, metabolism, nutrisi, osikiatrik, SSP, mata, telinga dan labrin, kardiovaskuler, pernafasan, toraks dan mediastinal, GI, hepatobiler, musculoskeletal da jaringan konektif, ginjal dan urinary. IO : Obat kemoterapi lain, faksin virus hidup. Ds : Dewasa: minggu pertama 3 minggu pada hari 1, 10mg pada hari 2 dan 30mg pada hari 3. Dosis yg dianjurkan : 30mg 3x seminggu slang sehari selama maksimum 12 minggu. ii. MEGACE (Megestrol asetat 40mg/tablet; 40mg/ml suspense) In : Tablet: Kanker payudara, kanker endometrium. Suspense oral : Aoreksia, kekheksia, penurunan berat badan yg idak dapat dijelaskan pada pasien dgn AIDS. Es : Gangguan saluran cerna, hetensi cairan, edema, skin rash, urtikaria, depresi mental, ginekomastia. Ds : Tablet : Kanker payudara 40mg 4x sehari; kanker endometrium, 40-320mg/hari dalam dosis bagi, untuk 2 bulan. Suspense oral 20ml sehari. jj. NAVELBINE (Vinorelbin tatrat 10 mg/ml (50 mg/5 ml) injeksi.) In : Terapi sel kanker paru yang tidak kecil, kanker payudara lanjut, dikombinasikan dengan kemoterapi standar. Ds : 25-30 mg/ml diberikan pada hari ke 1 dan 8, atau tiap minggu. kk. NEXAVAR (Sorafenib 200 mg, tablet salut film) In : Renal Cell Carcinoma stadium lanjut. KI : gangguan fungsi hati. Ds : dosis rekomendasi harian Sorafenib 400 mg(2 x 200 mg tablet), diminum 2 kali sehari tanpa makanan (sedikitnya 1 jam atau sebelum makan atau 2 jam sesudah makan). Pengobatan harus dilanjutkan sampai pasien tidak mendapatkan perbaikan klinis dari terapi atau sampai terjadi tingkat toksik yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien. ll. NOLVADEX (Tromoksifen 10 mg/tablet.) In : Pengobatan paliatif kanker payudara. KI : Kehamilan. Ds : Sehari 2-4 tablet. 1. Sebutkan contoh senyawa dari tanaman herbal yang dapat digunakan untuk mengobati kanker selai senyawa yang telah disebutklan! 2. Jelaskan mekanisme aksi dari obat sintetik dan obat herbal dalam pengobatan kanker! PERTEMUAN 10 MATERI POKOK: Konsep dan teknis Imunohistokimia 1. Definisi 2. anti gen 3. antibodi 4. ikatan antigen dan antibodi 5. teknis imunohistokimia 1. Definisi Imunohistokimia Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari nama immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan antibodi dan histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain, imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan. 2. Antigen Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan dapat bereaksi dengan antibodi. Macam-macam antigen antara lain imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan hapten adalah bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi. Antigen tersusun atas epitop dan paratop. Epitop atau Determinan adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal/ menginduksi pembenntukan antibodi, sedangkan paratop adalah bagian dari antibodi yang dapat mengikat epitop. 1. Jenis antigen berdasarkan determinannya: a.Unideterminan, univalen, merupakan jenis epitop satu dan jumlahnya satu b.Unideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop satu, jumlah lebih dari satu c.Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu dan jumlahnya satu d.Multideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari satu 2.Jenis antigen berdasarkan spesifiktasnya a.Heteroantigen → dimiliki banyak spesies b.Xenoantigen → dimiliki spesies tertentu c.Alloantigen → dimiliki satu spesies d.Antigen organ spesifik → dimiliki organ tertentu e.Autoantigen → berasal dari tubuhnya sendiri 3.Jenis antigen berdasarkan ketergantungan pada sel T: a. T dependen adalah tentang antigen yang perlu pengenalan thd sel T dan sel B untuk merangsang antibodi b. T Independen adalah tentang antigen yang dapat merangsang sel B tanpa mengenal sel T dahulu 4. Jenis antigen berdasarkan kandungan bahan kimianya: a. Karbohidrat merupakan imunogenik b. Lipid: tidak imunogenik merupakan hapten c .Asam nukleat merupakan antigen yang tidak imunogenik d. Protein merupakan imunogenik 3. Antibodi Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan dapat bereaksi dengan antibodi. Macam-macam antigen antara lain imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan hapten adalah bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi. Antigen tersusun atas epitop dan paratop. Epitop atau Determinan adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal/ menginduksi pembenntukan antibodi, sedangkan paratop adalah bagian dari antibodi yang dapat mengikat epitop. 1. Jenis antigen berdasarkan determinannya: a.Unideterminan, univalen, merupakan jenis epitop satu dan jumlahnya satu b.Unideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop satu, jumlah lebih dari satu c.Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu dan jumlahnya satu d.Multideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari satu 2.Jeni antigen berdasarkan spesifiktasnya a. Heteroantigen → dimiliki banyak spesies b. Xenoantigen → dimiliki spesies tertentu c. Alloantigen → dimiliki satu spesies d. Antigen organ spesifik → dimiliki organ tertentu e. Autoantigen → berasal dari tubuhnya sendiri 3.Jenis antigen berdasarkan ketergantungan pada sel T: a.T dependen adalah tentang antigen yang perlu pengenalan thd sel T dan sel B untuk merangsang antibodi b.T Independen adalah tentang antigen yang dapat merangsang sel B tanpa mengenal sel T dahulu 4. Jenis antigen berdasarkan kandungan bahan kimianya: a. Karbohidrat merupakan imunogenik b. Lipid: tidak imunogenik merupakan hapten c. Asam nukleat merupakan antigen yang tidak imunogenik d. Protein merupakan imunogenik Contoh-contoh antigen antara lain: 1. Bakteri 2. Virus 3. Sel darah yang asing 4. Sel-sel dari transplantasi organ 5. Toksin Sifat-sifat umum imunogen 1. Keasingan Kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes. Secara alami respon imun akan terjadi pada komponen yang biasanya tidak ada dalam tubuh atau biasanya tidak terpapar pada sistem limforetikuler hospes. 2. Sifat-sifat Fisik Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyai ukuran minimum tertentu, imunogen yang mempunyai berat molekul yang kecil, respon terhadap hospes minimal, dan fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan proten-proten jaringan. Hapten dapat merangsang terjadinya respon imun yang kuat jika bergabung proten pembawa dengan ukuran sesuai.Perlu diperhatikan bahwa hapten-proten diarahkan pada (1)hapten,(2)pembawa, dan (3)daerah spesifikasi tumpang tindih. yang melibatkan hapten dan unsur yang berdekatan lainnya. Pada imunitas humoral, spesifisitas diarahkan pada hapten.sedangkan pada imunitas selular, reaktifitas diarahkan baik pada hapten maupun pada proten pembawa. 3. Kompleksitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputi baik sifat fisik maupun kimia molekul. Keadaan aggegasi molekul misalnya dapat mempengaruhi imunogenitas. Larutan proten-protein monometrik dapat benar-benar merangsang terjadinya keadaan refraktair atau tolerans bila berada dalam bentuk monometrik, tetapim sangat imunogen bila dalam berada polimetrik atau keadaan agregasi. 4. Bentuk-bentuk (Conformation) Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen. Polipeptid linear atau bercabang, karbohidrat linear atau bercabang, serta protein globular, semuanya mampu merangsang terjadinya respon imun.Meskipun demikian antibodi yang dibentuk dari aneka macam kombinasi struktur adalah sangat spesifik dan dapat dengan cepat mengenal perbedaan-perbedaan ini. Bila bentuk antigen berubah, antibodi dirangsang dalam bentuk aslinya yang tidak bergabung lagi 5. Muatan (charge) Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu;tidak terbatas pada molekuler tertentu, zat-zat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun demikian imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan . Telah terbukti bahwa imunitas dengan beberapa imunogen bermuatan positif akan menghasilkan imunogen bermuatan negatif. 6. Kemampuan masuk Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan menentukan hasil respon imun. Perkembangan baru-baru ini telah memungkinkan penelitian untuk mempersiapkan polipeptid imunogenik sintetik yang berisi sejumlah asam amino terbatas dan yang susunan kimianya dapat ditentukan. 3. Antibodi Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada tubuh yang mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma (proliferasi sel B) akibat kontak/dirangsang oleh antigen. Macam Imunoglobulin: Ig G, Ig A, Ig M, Ig E dan Ig D. a.Imunoglobulin G Terbanyak dalam serum (75%). Dapat menembus plasenta membentuk imunitas bayi sampai berumur 6 sampai dengan 9 bulan. Mempunyai sifat opsonin berhubungan erat dengan fagosit, monosit dan makrofag. Berperan pada imunitas seluler yang dapat merusak antigen seluler berinteraksi dengan komplemen, sel K, eosinofil dan neutrofil. b.Imunoglobulin A Sedikit dalam serum. Banyak terdapat dalam saluran nafas, cerna, kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu. Fungsinya menetralkan toksin dan virus, mencegah kontak antara toksin/ virus dng sel sasaran dan mengumpalkan/ mengganggu gerak kuman yang memudahkan fagositosis. c.Imunoglobulin M Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh tubuh akibat rangsangan antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis. Fungsinya mencegah gerakan mikroorganisme antigen memudahkan fagositosis dan Aglutinosis kuat terhadap antigen. d.Imunoglobulin E Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit, basofil dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti cacing. e.Imunoglobulin D Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat mengikat komplemen. Mempunyai aktifitas antibodi terhadap makanan dan autoantigen. Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-sel asing yang masuk ke tubuh manusia. Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan bakteri atau virus tertentu yang menyerang sistem pertahanan tubuh manusia. Antibodi mempunyai dua fungsi, pertama untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen. Fungsi kedua adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Berada dalam aliran darah dan cairan non-seluler, antibodi mengikatkan diri kepada bakteri dan virus penyebab penyakit. Mereka menandai molekul-molekul asing tempat mereka mengikatkan diri. Dengan demikian sel prajurit tubuh dapat membedakan sekaligus melumpuhkannya.Antibodi bersesuaian dengan antigen secara sempurna, seperti anak kunci dengan lubangnya yang dipasang dalam struktur tiga dimensi. Tubuh manusia mampu memproduksi masing-masing antibodi yang cocok untuk hampir setiap musuh yang dihadapinya. Antibodi bukan berjenis tunggal. Sesuai dengan struktur setiap musuh, maka tubuh menciptakan antibodi khusus yang cukup kuat untuk menghadapi musuh. Hal ini karena antibodi yang dihasilkan untuk suatu penyakit belum tentu berhasil bagi penyakit lainnya. Membuat antibodi spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa dan proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Satu sel B yang sedemikian kecil, menyimpan jutaan bit informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam kombinasi yang tepat. Tersimpannya jutaan formula dalam suatu sel yang sangat kecil merupakan keajaiban yang diberikan kepada manusia. Yang tak kurang menakjubkan adalah bahwa kenyataannya sel-sel menggunakan informasi ini untuk melindungi kesehatan manusia. Satu sel B menggandakan antibodi spesifiknya dan mencantolkannya ke permukaan luar membran selnya. Antibodi memanjang keluar seperti jarum, aerial yang sudah menyesuaikan diri menunggu berkontak dengan sekeping protein tertentu yang bisa mereka kenali. Antibodi tersebut terdiri dari dua rantai ringan dan dua rantai berat asam amino yang bersambungan dalam bentuk Y. Setelah digandakan sampai jutaan, sebagian besar sel B berhenti membelah dan menjadi sel plasma, jenis sel yang bagian dalamnya berisi alat untuk membuat satu produk antibodi. Sebagian sel B lain membelah terus tak berhingga, dan menjadi sel memori. Antibodi bebas yang dibuat oleh sel plasma berkeliling di darah dan cairan limpa. Ketika antibodi mengikatkan diri pada antigen sasarannya, bentuknya berubah. Perubahan bentuk inilah yang membuat antibodi "menempel" di bagian luar makrofag. 4. ikatan antigen dan antibodi Reaksi antigen dan antibodi Kespesifikan reaksi antara antigen dan antibodi telah ditunjukkan melalui penelitianpenelitian yang dilakukan oleh Landsteiner. Ia menggabungkan radikal-radikal organik kepada protein dan menghasilkan antibodi terhadap antigen-antigen tersebut. Keputusan yang diperolehi menunjukkan antibodi dapat membedakan antara kelompok berbeda pada protein ataupun kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda kedudukan. Ikatan kimia antara antigen dan antibodi Terdiri dari ikatan non kovalen, (seperti ikatan hidrogen, van der Waals, elektrostatik, hidrofobik), sehingga reaksi ini dapat kembali ke semula (reversible). Kekuatan ikatan ini bergantung kepada jarak antara paratop dan bagian-bagian tertentu pada epitop. Reaksi pelarutan (precipitation) Antara antibodi khusus dengan antigen larut seperti protein. Penelitian yang dilakukan oleh Heidelberger dan Kendall menunjukkan reaksi ini dapat optimum pada zona kesetaraan (equivalence zone) di mana antibodi dan antigen terbentuk pada kondisi yang paling sesuai untuk membentuk satuan ikatan (lattice). Pada zona antibodi berlebih (antibody excess zone) dan zona antigen Berlioz (antigen excess zone) maka pembentukan satuan ikatan tidak optimum dan masih terdapat antibodi atau antigen bebas yang tidak terdapat dalam larutan. Reaksi pembekuan (aglutinasi) Antara antibodi khusus dengan antigen partikulat seperti bakteria, sel dll. Prinsip-prinsip reaksi pembekuan adalah sama seperti reaksi pelarutan. Di dalam percobaan di atas antibodi spesifik terhadap antigen dicairkan dalam satu set telaga piring mikrotiter (baris atas), kemudian antigen pada kepekatan yang sama ditambah kepada setiap telaga yang mengandung antibodi. Selepas eraman untuk jangka masa yang sesuai telaga-telaga dicerap untuk melihat sama ada terdapat pembentukan aglutinat (baris kedua). Keputusan yang diperolehi menunjukkan terdapat aglutinat terbentuk dalam telaga 2 – 5 dan tidak dalam telaga-telaga lain. Dalam telaga pertama aglutinat tidak terbentuk walaupun terdapat banyak antibodi kerana nisbah antigen:antibodi tidak optimum untuk pembentukan aglutinat. Kepekatan antibodi adalah terlalu tinggi berbanding antigen. Ini dipanggil sebagai fenomenon prozon. Dalam telaga 6 dan 7 kepekatan antibodi adalah terlalu rendah dan tidak cukup untuk untuk menghasilkan aglutinat. Dalam percubaan di atas titer antibodi terdapat pada telaga 5 kerana ini ialah cairan tertinggi yang menghasilkan tindak balas positif, iaitu penglutinatan. Rajah sebelah bawah menunjukkan mekanisme tindak balas penghemaglutinatan tak terus (indirect hemagglutination reaction). Dalam kaedah ini antigen larut diselaputkan ke permukaan eritrosit dan kehadiran antibodi terhadap antigen tersebut dikesan. Interaksi antigen-antibodi dapat menimbulkan berbagai akibat, antara lain, 1.Presiptasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan larut dalam cairan garam fisiologik. 2.Aglutinasi, terjadi apabila antigen merupakan bahan tidak larut ataupartikel-partikel kecil. 3.Netralisasi, terutama pada toksin. 4.Aktivasi komplemen. 5. Teknik Imunohistokimia Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense. Metode Direct Prinsip dari metode imunohistokimia direct adalah menggunakan antibodi primer yang sudah terlabel dan berikatan langsung dengan antigen target secara langsung. Metode langsung (direct method) merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan 1 jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya antiserum terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin. Pada metode direct, antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan akan dimodifikasi dengan mengkonjugasikan molekul indikator pada antibodi tersebut. molekul indikator tersebut dapat berupa molekul yang berpendar seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga apabila diberikan substrat akan memberikan warna pada jaringan tersebut. Metode Indirect Prinsip metode imunohistokimia indirect menggunakan antibodi primer yang tidak ada labelnya, namun digunakan juga antibodi sekunder yang sudah memiliki label dan akan bereaksi dengan IgG dari antibodi primer. Metode tidak langsung (indirect method) menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas-red disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme. Pada metode ini antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut sebagai antibodi primer dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini. Namun diperlukan antibodi lain yang dapat berikatan dengan antibodi primer yang disebut dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi sehingga memiliki molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1 antibodi primer dapat dikenali oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu, setelah diberikan substrat akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan tersebut. Metode Peroxidase – anti – Peroxidase (PAP) Adalah analisis imunohistokimia menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibodi terhadap antigen (enzim) untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap proses kimia terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim – antibodi dan kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik, digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut. Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) Adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen target. Jawablah Pertanyaan ini : 1. Buatlah table perbedaan mengenai anti gen dengan antibodi .. !! 2. Jelaskan secara singkat ikatan antigen-antibodi.. !! PERTEMUAN 11 MATERI POKOK : Konsep dan teknis Imunohistokimia 1. Definisi 2. Pembuatan blok Parafin 3. deparafinasi 4. Teknik imunohistokimia 1. Definisi Histokimia (sudah di bahas pada pertemuan sebelumnya). 2. Pembuatan blok Parafin Mekanisme Imunokimia Rangkaian pemeriksaan Imunohistokimia dimulai dengan pengambilan sampel lalu pembuatan paraffin block. Setelah itu dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Berikut perinciannya : A. Pembuatan paraffin block Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm. Metode in imemiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai 10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memiliki kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini. Langkah-langkahnya : 1. Jaringan dicuci dengan PBS 2. Difiksasi dengan formalin 10% 3. Dilakukan dehidrasi menggunakan alcohol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolute) 4. Clearing menggunakan xilol 2 kali, masing-masing 60 menit. 5. Infiltrasi menggunakan paraffin lunak selama 60 menit pada suhu 480C. 6. Block dalam paraffin keras pada cetakan dan diamkan selama sehari. 7. Tempelkan. Pada holder dilakukan pemotongan setebal 4-6 mm dengan rotary microtome. 8. Mounting pada objek dengan gelatin 5% 3. Proses deparafinisasi Deparafinisasi adalah proses penghilangan parafin menggunakan xylol. Adapun langkahlangkah deparafinisasi adalah : 1. Slide direndam xilol 2 kali, masing-masing selama 5 menit. 2. Rehidrasi menggunakan alcohol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolute) masing-masing 5 menit 3. Bilas dengan dH2O selama 5 menit 4. Teknik Imunohistokimia Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense. Jawablah pertanyaan berikut ini : 1. Jelaskan dengan menggunakan bagan atau skema a. Pembuatan blok Parafin b. Deparafinasi c. Teknik imunohistokimia PERTEMUAN 12 MATERI POKOK : Rancangan dan percobaan pencarian antikanker : 1. desain Percobaan Kemopreventif 2. desain Percobaan kemoterapi Selama ini untuk mengobati kanker, orang lebih cenderung menggunakan metode terapi modern, seperti kemoterapi dan radiasi. Namun sebenarnya kemoterapi tidak hanya digunakan untuk mengobati kanker tapi juga untuk mencegahnya. Nah kemoterapi yang digunakan untuk pencegahan ini disebut kemoterapi preventif. Subjek kemoterapi adalah para penderita kanker. Targetnya adalah sel kanker yang ada di dalam tubuhnya. Sedangkan kemopreventif, targetnya adalah masyarakat normal atau masyarakat yang belum menderita kanker.Tujuannya untuk menghambat tumor atau kanker. Targetnya adalah sel normal (jinak) agar terproteksi atau tidak terkena kanker. Kemopreventif ini dilakukan dengan mengonsumsi berbagai herbal alami. Diantaranya, Kunyit, Temu Lawak, Jahe, teh Hijau, Kedele, Anggur, madu, Bawang Putih, Kubis, dan Brokoli. Sayangnya, banyak diantara tanaman herbal asli Indonesia itu yang diteliti di Amerika Serikat dan dipatenkan di sana. Beberapa jenis tanaman herbal Indonesia yang bisa mengatasi sel kanker tersebut adalah Sambiloto, akar Pasak Bumi, herba Ceplukan, daun Sambung Nyawa, Kunir Putih, dan biji Jarak. Kenyataan yang sering ditemui adalah bahwa masyarakat yang terkena kanker tidak puas hanya dengan mengkonsumsi obat antikanker (kemoterapi) yang diberikan oleh dokter saja, tetapi juga masih mencari alternatif lain dari tanaman (herbal) yang diyakini memiliki senyawa penangkal yang bersifat antioksidan dan kemopreventif yang berkhasiat antikanker. Agen Kemopreventif pada umumnya memiliki aktivitas penghambatan perkembangan kanker serta dapat meningkatkan kemungkinan kesembuhan dan menurunkan rasa sakit yang dialami oleh penderita kanker. Agen kemoprevensi awalnya ditujukan untuk perkembangan tumor di awal karsiogenesis sebelum terjadi invasi dan metafisis. Namun, dalam perkembangan, agen kemoprevensi dapat digunakan sebagai agen komplementer untuk meningkatkan efikasi agen kemoterapi. Pendekatan ko-kemoterapi adalah kombinasi antara agen kemopreventif dengan agen kemoterapi agar menghasilkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan agen kemoterapi saja. Kanker, lanjutnya, adalah penyakit yang memiliki masa laten relatif panjang. Dengan proses yang dinamakan karsinogenesis terjadi mutasi genetik pada gen berperan pada proses pertumbuhan sel. Kemoprevensi adalah upaya penggunaan agen sintetik atau bahan alam, baik tunggal maupun campuran untuk mencegah, menghambat, dan mengembalikan fungsi normal dari proses perkembangan penyakit Perubahan-perubahan genetik dan ekspresi protein yang semakin banyak pada proses karsiogenesis, menjadi dasar penting untuk pengembangan agen kemoprevensi kanker. Agen ini diharapkan dapat menghambat karsiogenesis dan dapat memacu kematian sel kanker Pengembangan antikanker dan kemopreventif dengan didasarkan pada pengaturan siklus sel diarahkan pada penghambatan terjadinya proses pembelahan sel kanker sehingga senyawa ataupun protein yang dihasilkan oleh penderita kanker dapat mencegah terjadinya sintesis DNA dan mitosis. Pada berbagai kasus kanker, sering ditandai dengan hilangnya pRb, inaktivasi p16INK4, amplifikasi Cdk-4, dan meningkatnya ekspresi cyc D1 yang akan memacu proliferasi sel kanker. Hal lain yang juga berpengaruh pada timbulnya kanker adalah terjadinya mutasi pada gen p53 dan bcl2. Strategi pengembangan obat antikanker pada proses ini dapat diarahkan untuk menghambat cyc D1, dan bcl2 serta aktivasi untuk meningkatkan ekspresi p16INK4 dan p53. Pada penelitian kemopreventif ini akan dimulai dengan bioassay guided fractionation akar pasak bumi terhadap sel kanker mulai dari ekstrak, fraksi, dan isolat hingga diperoleh isolat aktif. Selanjutnya untuk mengetahui mekanisme aksi perlu dilakukan uji mekanisme molekuler secara in vitro dan in vivo. Mekanisme Senyawa Kemopreventif Pemahaman tentang proses karsinogenesis merupakan pengembangan strategi dalam pengobatan penyakit kanker. Pendekatan terapi kanker menggunakan agen kemopreventif lebih menjanjikan daripada obat antikanker konvensional. Agen kemopreventif sendiri dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menghambat dan menekan proses karsinogenesis pada manusia sehingga pertumbuhan kanker dapat dicegah (Kakizoe, 2003). Pada terapi kuratif kanker, pengembangan agen kemopreventif didasarkan pada regulasi daur sel termasuk reseptor-reseptor hormone pertumbuhan dan protein kinase, penghambatan angiogenesis, penghambatan enzim siklooksigenase-2 (COX-2), dan induksi apoptosis. Agen kemopreventif mempunyai target aksi spesifik melalui mekanisme-mekanisme molekuler tersebut. Ketidaknormalan pada daur sel dan regulasi apoptosis, peningkatan enzim COX-2, dan proses angiogenesis hanya terjadi pada sel yang terkena kanker meskipun pada beberapa kasus angiogenesis terjadi pada jantung. Oleh karena itu, agen kemopreventif relatif aman dan tidak berpengaruh pada sel normal. Pendekatan terapi kanker melalui antiangiogenesis dapat dilakukan dengan agen vaskulostatin yaitu agen yang dapat menghambat proses pembentukan pembuluh darah baru (Matter, 2001). Sel kanker mengalami kematian karena tidak mendapat suplai nutrisi dan oksigen. Penghambatan angiogenesis menjadi titik tangkap yang penting dalam pengobatan kanker. Penyebaran sel kanker secara hematogenik dan limfogenik sangat berhubungan dengan angiogenesis. Sel-sel tumor mengadakan penetrasi dengan cepat melalui sel endotel dan mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh dan menyebar ke organ lain (Folkman, 1976). Inisiasi, invasi, dan metastatis kanker diyakini sebagai peristiwa yang sangat tergantung pada angiogenesis. Berdasarkan sebuah pandangan praktis, sebagian besar inhibitor angiogenesis juga mempunyai aksi sebagai antiinvasi dan komponen antimetastatis. Lain hal, terjadinya tumor dan kanker ganas (malignan) akan memicu ekspresi COX-2 yang berlebih. Peningkatan ekspresi COX-2 diikuti produksi prostaglandin E2 (PGE2) yang berperan dalam proliferasi, dan memacu proses angiogenesis sel kanker (King, 2000). Beberapa senyawa yang digunakan sebagai kemopreventif mempunyai aktivitas menghambat COX-2 sehingga dapat menurunkan tranformasi sel malignan (Surh et al., 2003). Salah satu fenotip abnormal dari sel kanker adalah disregulasi dari kontrol daur sel, yaitu terjadi gangguan mekanisme kontrol sehingga sel akan berkembang tanpa mekanisme kontrol sebagaimana pada sel normal (Gondhowiardjo, 2004). Retinoblastoma (Rb) dan protein p53 sebagai penekan tumor merupakan protein yang berperan penting dalam pengaturan siklus sel sebagai materi antiproliferasi maupun sebagai pengatur proses apoptosis karena adanya kerusakan DNA. Inaktivasi p53 akan mengakibatkan sel berproliferasi secara berlebihan. Efek antiproliferatif dari beberapa senyawa yang berpotensi sebagai antikanker salah satunya adalah melalui kemampuannya menunda daur sel dengan menghambat aktivitas cyclin-CDK maupun protein-protein kinase lainnya. Agen kemopreventif alami, di antaranya adalah flavonoid, dapat menginduksi penghentian fase G1. Agen kemopreventif lain seperti kurkumin dapat mempengaruhi siklus sel pada transisi fase G0/G1 dan G2/M. Pengaruh agen kemopreventif melalui penghambatan siklus sel dapat menyebabkan sel akan berhenti membelah dan proliferasi sel akan berhenti. Apoptosis merupakan kematian sel yang diprogram sebagai respon terhadap rangsangan tertentu. Salah satu kelompok protein yang berperan terhadap kematian sel adalah Bcl-2. Beberapa anggota keluarga protein Bcl-2 antiapoptosis seperti Bcl-2, Bcl-XL, Mcl1, dan Bag berfungsi untuk mencegah kematian sel, sedangkan anggota keluarga protein Bcl-2 proapoptosis seperti Bak, Bax, dan Bad menginduksi apoptosis. Selain pembuangan senyawa obat melalui pompa efflux P-gp (P-glikoprotein), ekspresi berlebihan dari Bcl-2/Bcl-XL pada kanker juga dapat meningkatkan resistensi terhadap kemoterapi dan radioterapi. Oleh karena itu, target penting dalam pengobatan kanker adalah penekanan ekspresi protein antiapoptosis selain penekanan ekspresi P-gp. B Penginduksi A Mencit Sehat Pencegah Penyebab Kanker Kanker Desain Penelitian Kemoterapi Senyawa Desain Penelitian Kemopreventif Penjelasan : Desain penelitian Kemopreventif (Penelitian dimulai dari A) Desain penelitian ini dimulai dengan penyuntikkan senyawa pencegahan kanker kepada mencit sehat. Kemudian mencit dipaparkan dengan agen penyebab kanker, lalu dilihat berapa sel normal yang terinduksi menjadi sel kanker. Desain Penelitian Kemoterapi (Penelitian dimulai dari B) Desain penelitian ini dimulai dari penginduksian mencit sehat dengan agen penyebab kanker. Kemudian disuntikkan senyawa yang diduga sebagai anti kanker. Dilihat seberapa besar penurunan jumlah sel kanker yang ada. Jawablah pertanyaan berikut ini : 1. Sebutkan contoh percobaan agen kemoterapi! 2. Sebutkan contoh percobaan agen kemoprevetif! PERTEMUAN 13 MATERI POKOK : Penelusuran mekanisme antikanker secara in vitro Pemanfaatan sel mamalia dalam bidang bioteknologi telah berkembang dengan pesat. Kultur sel mamalia yang digunakan saat ini, baik kultur sel primer, kultur sekunder maupun lini sel sangat beragam jenis dan jumlahnya. Pemanfaatan kultur sel mamalia sangat luas, di antaranya meliputi studi mekanisme penyakit pada aras molekuler, penelusuran mekanisme aksi obat, ekspresi dan produksi protein rekombinan dan antibodi monoklonal serta penentuan regimen terapi yang tepat bagi pasien di rumah sakit. Di dalam bidang farmasi, khususnya dalam penemuan obat, peran kultur sel mamalia sangatlah penting. Sel mamalia banyak digunakan untuk pengembangan teknik-teknik pengujian secara in vitro. Sebut saja penelitian antikanker, pengujian umum yang dilakukan untuk mengetahui potensi suatu senyawa atau bahan adalah uji sitotoksisitas pada sel kanker. Parameter IC50 digunakan sebagai parameter untuk melihat potensi kandidat antikanker tersebut. Untuk menguji suatu kandidat antikanker, parameter IC50 hanyalah data awal saja. Parameter lain yang umum diamati adalah jenis kematian sel yang diakibatkan oleh kandidat antikanker. Apakah nekrosis atau apoptosis. Contoh Penelitian : Bagian ketiga adalah mengkaji mekanisme in vitro antikanker melalui penghambatan inflamasi, pemacuan apoptosis, dan penghambatan pembelahan sel. Penghambatan inflamasi melalu penurunan ekspresi COX-2. Pemacuan apoptosis dikaji melalui mekanisme ekspresi penurunan ekspresi bcl-2, dan peningkatan kaspase 3. Mekanisme antiproliferasi melalui mekanisme peningkatan ekspresi p53, p21, GADD45, serta penurunan ras sesudah pemberian isolat paling aktif terhadap cell line T47D secara in vitro. Penelitian ini termasuk dalam jenis eksperimental. Senyawa golongan flavonoid mampu menghambat proses karsinogenesis baik secara in vitro maupun in vivo. Penghambatan terjadi pada tahap inisiasi, promosi maupun progresi melalui mekanisme molekuler antara lain inaktivasi senyawa karsinogen, antiproliferatif, penghambatan angiogenesis dan daur sel, induksi apoptosis, dan aktivitas antioksidan (Ren et al., 2003). Sebagian besar senyawa karsinogen seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP) memerlukan aktivasi oleh enzim sitokrom P450 membentuk intermediet yang reaktif sebelum berikatan dengan DNA. Ikatan kovalen antara DNA dengan senyawa karsinogen aktif menyebabkan kerusakan DNA. Flavonoid dalam proses ini berperan sebagai agen pencegah tumorigenesis. Pengeblokan aksi karsinogen dapat melalui beberapa mekanisme antara lain melalui inhibisi aktivitas isoenzim sitokrom P450 yaitu CYP1A1 dan CYP1A2 sehingga senyawa karsinogen tidak reaktif. Mekanisme pencegahan yang lain dapat terjadi melalui induksi enzim pemetabolisme fase II yang berperan penting dalam detoksifikasi senyawa karsinogen. Flavonoid juga meningkatkan ekspresi enzim gluthation Stransferase (GST) yang dapat mendetoksifikasi karsinogen reaktif menjadi tidak reaktif dan lebih polar sehingga cepat dieliminasi dari tubuh. Selain itu, flavonoid juga dapat mengikat senyawa karsinogen sehingga dapat mencegah ikatan dengan DNA, RNA, atau protein target (Ren et al., 2003). Sifat antioksidan dari senyawa flavonoid juga dapat menginhibisi proses karsinogenesis. Fase inisiasi kanker seringkali diawali melalui oksidasi DNA yang menyebabkan mutasi oleh senyawa karsinogen (Kakizoe, 2003). Karsinogen aktif seperti radikal oksigen, peroksida dan superoksida, dapat distabilkan oleh flavonoid melalui reaksi hidrogenasi maupun pembentukan kompleks (Ren et al., 2003). Peningkatan ekspresi enzim GST memberikan keuntungan apabila dikombinasikan dengan obat-obat sitostatik. Pada umumnya, obat-obat sitostatik yang aktif sebagai antikanker adalah bentuk molekulnya, kecuali tipe alkilator seperti klorambusil, siklofosfamid, bleomisin, dan teotepa. Metabolit hasil biotransformasi fase I dari obat sitostatik bersifat lebih toksik dan tidak mempunyai efek farmakologis. Enzim GST akan mendetoksifikasi metabolit tersebut melalui reaksi konjugasi dengan gluthation sehingga menghasilkan metabolit yang lebih polar dan mudah diekskresikan dari tubuh. Meiyanto et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanolik daun G. procumbens mampu menghambat pertumbuhan tumor payudara tikus yang diinduksi karsinogen DMBA (7,12-dimetil benz(a)ntrazena). Pemberian ekstrak sebelum dan selama fase inisiasi mampu meningkatkan aktivitas enzim GST. Dengan demikian, detoksifikasi metabolit DMBA (epoksida) akan meningkat dan dapat diekskresikan dalam bentuk merkapturat (bentuk yang lebih polar) ke dalam urin atau feses. Penurunan metabolit reaktif DMBA menyebabkan penurunan insidensi ikatan dengan DNA (DNA adduct) sehingga proses karsinogenesis dapat dihambat. Jawablah Pertanyaan ini : 1. Apa yang Anda ketahui tentang penelusuran mekanisme Antikanker secara in vitro ? 2. Sebutkan contoh yang lain dari penelitian di atas ? PERTEMUAN 14 MATERI POKOK: Penelusuran mekanisme antikanker secara in vivo Contoh desain penelitian in vivo Bagian keempat adalah mengetahui aktivitas kemopreventif ekstrak etanol terstandard isolat aktifnya secara in vivo terhadap tikus yang diinduksi DMBA. Penelitian ini termasuk jenis eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre test-post test control group design, yaitu penelitian dengan perolehan data sebelum dan sesudah perlakuan dengan tetap menggunakan variabel kontrol. Selanjutnya dilakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme aksi kemopreventif ekstrak etanol terstandard isolat aktif terhadap tikus yang diinduksi DMBA secara in vivo dengan mengkaji ekspresi COX-2, Bcl2, Kaspase-3, P53, P21, GADD45, dan Ras. Bagian penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah posttest-only control design, yaitu penelitian dengan perolehan hasil sesudah perlakuan dengan tetap menggunakan variable kontrol. Fraksi flavonoid daun Sambung Nyawa memiliki prospek yang baik sebagai agen kemopreventif untuk aplikasi kokemoterapi dengan obat-obat sitostatika berdasarkan pada uji kombinasi in vitro yang menunjukkan efek sinergisme dengan doxorubicin. Sebagai agen kemopreventif, ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa telah diketahui memiliki aktivitas sitotoksik dan antiproliferatif terhadap sel T47D dan sel HeLa, aktivitas antiangiogenesis, antimutagenik, pencegahan tumorigenesis pada tahap inisiasi maupun progresi secara in vivo, serta menunjukkan efek sinergisme pada perlakuan kombinasi dengan doxorubicin secara in vitro. Jawablah Pertanyaan berikut ini : 1. Apa yang Anda ketahui tentang penelusuran mekanisme Antikanker secara in vivo ? 2. Apa perbedaan penelusuran mekanisme Antikanker secara in vivo dengan penelusuran mekanisme Antikanker secara in vitro ? 3. Sebutkan contoh peneletian penelusuran mekanisme Antikanker secara in vivo yang lainnya ? 4. Buatlah desain pencarian antikanker secara in vivo, secara berkelompok (3 mhs)!