Peroksidasi Lipid, Aktivitas Glutation Reduktase dan Kandungan

advertisement
PEMBAHASAN
Status Air dan Pertumbuhan Tanaman
Cekaman kekeringan selama 10 hari cukup
efektif menyebabkan penurunan SAM yang
mencapai 18-22% (Tabel 1). Penurunan SAM
tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan air
bagi tanaman
dan fungsi fisiologis sel
tanaman.
Selain menyebabkan penurunan SAM,
perlakuan
cekaman
kekeringan
juga
menyebabkan penurunan KAR. Kadar air
relatif (KAR) merupakan indikator dalam
penentuan tingkat cekaman kekeringan.
Tanaman mulai layu pada saat KAR mencapai
nilai sekitar 32-48% yang terjadi pada akhir
perlakuan cekaman kekeringan. Penurunan
KAR terbesar terjadi pada varietas
Panderman, menandakan bahwa varietas
tersebut peka terhadap kekeringan.
Pada perlakuan herbisida paraquat, nilai
KAR umumnya mengalami penurunan pada 1
HSP dan 3 HSP. Penurunan tersebut mungkin
terjadi disebabkan adanya kerusakan membran
yang mengganggu keseimbangan air dan
turgor sel tanaman (McKersier & Leshem
1994).
Penurunan status air berakibat terhadap
penurunan pertumbuhan tanaman. Cekaman
kekeringan menekan pertumbuhan tajuk lebih
besar dibandingkan pertumbuhan akar.
Sedangkan pada kedelai varietas Tidar dan
tanaman jagung, cekaman kekeringan
menyebabkan akar tumbuh lebih panjang
daripada akar tanaman kontrol (Tabel 2).
Menurut Taiz & Zeiger (1991), pada kondisi
normal, tajuk akan tumbuh sedemikian besar
sehingga pengambilan air oleh akar menjadi
pembatas untuk pertumbuhan selanjutnya,
sebaliknya akar akan tumbuh sampai
permintaannya untuk fotosintat dari tajuk
sama dengan suplai fotosintat ke tajuk.
Bobot kering merupakan parameter
pertumbuhan yang dapat digunakan untuk
mengamati dampak cekaman terhadap
tanaman. Tanaman yang mendapat cekaman
kekeringan mengalami penurunan bobot
kering yang lebih besar dibandingkan bobot
kering tanaman yang mendapat perlakuan
paraquat (Tabel 4). Hal ini karena perlakuan
paraquat tidak berakibat pada penurunan
pertumbuhan yang terlalu besar. Setelah 4-5
hari tanaman umumnya telah pulih dari
kondisi tercekam ditandai dengan munculnya
daun baru.
Komponen Produksi Tanaman
Perlakuan cekaman kekeringan berdampak
pada penurunan komponen produksi tanaman,
yang ditunjukkan oleh jumlah dan bobot biji.
Perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan
penurunan bobot kering biji per tanaman
sebesar 20.8% (Gambar 3) dan jumlah biji per
tanaman sebesar 20.9% (Gambar 4).
Unsur N merupakan salah satu unsur yang
dibutuhkan dalam pembentukkan biji,
sedangkan unsur P sebagai intermediat dalam
respirasi dan fotosintesis (Salisbury 1995).
Pada kondisi cekaman kekeringan yang
berlangsung lama dapat berdampak pada
metabolisme tanaman seperti asimilasi
nitogen dan fotosintesis. Pengambilan unsur N
dan P oleh tajuk tanaman kedelai mengalami
penurunan pada saat tanaman mengalami
kekeringan (Kirova et al. 2005). Penurunan
penyerapan unsur tersebut akan berdampak
pada penurunan produksi biji tanaman
kedelai.
Semua tanaman kedelai yang mendapat
cekaman kekeringan menunjukkan gejala
kekurangan unsur hara. Gejala defisiensi
tersebut ditunjukkan dengan kondisi daun
yang berwarna pucat kuning, terdapat bercak
hijau kebiruan pada daun, serta pertumbuhan
menjadi kerdil (Gambar 11).
a
b
Gambar 11 Morfologi tanaman kedelai yang
mendapat perlakuan (a) penyiraman
(kontrol) dan (b) perlakuan cekaman
kekeringan.
Peroksidasi Lipid
Status air tanaman yang rendah
menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif,
yang ditunjukkan dengan peningkatan
peroksidasi lipid. Menurut Blokhina (2000),
peroksidasi lipid terjadi karena terjadinya
perubahan pada struktur membran yaitu pada
komponen maupun komposisi lipid. Asam
lemak tidak jenuh sebagai komponen utama
membran lipid mudah mengalami peroksidasi
yang diakibatkan oleh terbentuknya oksigen
reaktif. Peroksidasi lipid akan menghasilkan
produk senyawa seperti aldehid, alkana, dan
hidroksilalkana. Salah satu senyawa aldehid
tersebut adalah malondialdehid (MDA).
Perlakuan cekaman kekeringan selama 10
dan 20 hari menyebabkan terjadinya
peningkatan peroksidasi lipid pada semua
tanaman (Gambar 5). Peningkatan tersebut
terjadi seiring dengan semakin lamanya
periode kekeringan. Hal ini menandakan
bahwa cekaman kekeringan menyebabkan
terjadinya cekaman oksidatif.
Perlakuan herbisida paraquat juga
menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid
yang umumnya terjadi pada awal perlakuan
kemudian menurun sampai hari terakhir
pengamatan yaitu hari ke-5 (Gambar 6).
Menurut Preston et al. (1991) herbisida
paraquat dapat mengganggu aliran transport
elektron fotosintesis dengan menerima
elektron dari PSI. Reaksi tersebut akan
mengarah pada pembentukkan radikal
superoksida dan hidroksil radikal yang dapat
mengakibatkan hilangnya integritas membran.
Berdasarkan
besar
peningkatannya,
kandungan MDA tertinggi dimiliki oleh
tanaman yang mendapat perlakuan paraquat.
Aktivitas Enzim Antioksidan (GR)
Cekaman oksidatif dapat menginduksi
tanaman untuk membentuk suatu mekanisme
pertahanan melalui peningkatan aktivitas
enzim antioksidan (Borsani et al. 2001). Salah
satu mekanisme pertahanan tersebut melalui
peningkatan aktivitas enzim antioksidan
glutation reduktase (GR).
Peningkatan aktivitas GR pada tanaman
kedelai terjadi seiring dengan semakin
lamanya cekaman kekeringan (Gambar 7).
Adanya peningkatan aktivitas GR tersebut
merupakan respon tanaman terhadap cekaman
kekeringan. Hal yang sama juga terjadi pada
tanaman gandum dan kapas yang mengalami
peningkatan aktivitas GR (Mahan & Wanjura
2005). Peningkatan aktivitas GR dapat
melindungi komponen kloroplas terhadap
oksidasi H2O2. Enzim GR dapat mengubah
H2O2 melalui siklus askorbat-glutation
menjadi H2O (Jiang & Huang 2001).
Aktivitas GR pada perlakuan herbisida
paraquat tidak mengalami peningkatan yang
cukup berarti (Gambar 8). Peningkatan yang
cukup besar hanya terjadi pada varietas Tidar
yang terjadi sekitar 1.4 kali aktivitas GR pada
tanaman kontrol.
Paraquat merupakan herbisida yang
mempengaruhi laju fotosintesis dengan
menerima
elektron
dari
PSI
dan
memberikannya pada oksigen yang akan
menginduksi terbentuknya bentuk oksigen
reaktif (Shaner 2003). Terbentuknya oksigen
reaktif tersebut akan mengaktifkan mekanisme
pertahanan enzimatik yang dapat melindungi
sel tanaman dari kerusakan reaksi oksidatif,
mungkin peningkatan tersebut lebih awal dari
4 jam. (Arora et al 2002).
Kandungan Prolin
Selain mekanisme pertahanan secara
enzimatik, cekaman kekeringan pada tanaman
juga dapat menginduksi akumulasi prolin
(Yordanov et al 2003). Akumulasi prolin
merupakan respon adaptif tanaman terhadap
cekaman kekeringan.
Menurut Pessarakli (1991), cekaman
kekeringan dapat menyebabkan terjadinya
penurunan potensial air yang akan
menginduksi tanaman untuk mengakumulasi
larutan osmotik sebagai respon terhadap
cekaman kekeringan, salah satunya prolin.
Kandungan prolin mengalami peningkatan
seiring dengan semakin lamanya kekeringan
(Gambar 9). Akumulasi prolin pada perlakuan
cekaman kekeringan lebih tingi dibandingkan
perlakuan paraquat. Hal ini disebabkan
kemampuan tanaman dalam mengakumulasi
prolin memerlukan waktu tertentu, sedangkan
pada perlakuan paraquat waktunya relatif
singkat (1-3 hari). Perlakuan cekaman
kekeringan yang mencapai 10 hari cukup
waktunya
untuk
memacu
tingginya
kandungan prolin.
Prolin digunakan sebagai osmoprotektan
dan juga sebagai quencher singlet oksigen
(1O2) serta dapat menstabilkan DNA, protein
dan membran yang mengalami degradasi
karena cekaman kekeringan (Matysik et al
2002). Peran prolin sebagai osmotic
adjusment dapat menjaga keseimbangan
potensial dalam sel, pengaturan pH sitosol
serta
menstabilkan
protein
serta
makromolekul sebagai sumber C dan N ketika
terjadi kekeringan.
(Mohammadkhani,
Heidari 2008).
Berbagai penelitian telah membuktikan
bahwa tanaman yang mengalami kekeringan
akan menginduksi akumulasi prolin. Menurut
Pessarakli
(1999)
tanaman
tembakau
transgenik toleran cekaman kekeringan
mengakumulasi prolin 10-18 kali lebih banyak
dibandingkan tanaman kontrolnya.
Sama halnya dengan cekaman kekeringan,
herbisida
paraquat
juga
perlakuan
menginduksi akumulasi prolin. Namun
peningkatannya tidak terlalu tinggi jika
dibandingkan dengan cekaman kekeringan.
Peningkatan kandungan prolin untuk setiap
tanaman umumnya terjadi pada awal
perlakuan (Gambar 10).
Logam berat maupun herbisida merupakan
salah satu faktor lingkungan yang dapat
menginduksi akumulasi prolin pada tanaman.
Aplikasi herbisida paraquat pada tanaman
Parthenium hysterophorus menyebabkan
peningkatan kandungan prolin pada 3 HSP
(Pessarkli 1991).
Adanya akumulasi prolin tersebut,
menandakan bahwa prolin merupakan
senyawa yang berperan dalam melindungi
tanaman terhadap cekaman oksidatif yang
disebabkan oleh cekaman kekeringan maupun
perlakuan herbisida paraquat.
Berdasarkan hasil yang diperoleh antara
tanaman kedelai dan jagung, dapat dilihat
bahwa jagung memiliki respon yang toleran
terhadap cekaman kekeringan. Jagung sebagai
tanaman C4 memiliki karakteristik laju
fotosintesis yang lebih tinggi dan lebih tahan
terhadap cekaman kekeringan dibandingkan
tanaman kedelai sebagai tanaman C3. Hal ini
ditunjukkan dengan rendahnya kandungan
MDA, kandungan prolin dan aktivitas GR
jagung dibandingkan tanaman kedelai.
SIMPULAN
Cekaman kekeringan berakibat pada
penurunan pertumbuhan dan produksi biji
pada beberapa varietas kedelai. Cekaman
kekeringan
menyebabkan
peningkatan
peroksidasi lipid pada semua tanaman dengan
peningkatan terbesar dimiliki oleh kedelai liar
(4 kali nilai kontrolnya). Perlakuan paraquat
juga menyebabkan peningkatan peroksidasi
lipid pada semua tanaman, dimana
peningkatan terbesar dimiliki oleh varietas
Burangrang (5 kali nilai kontrolnya).
Aktivitas
enzim
GR
mengalami
peningkatan akibat perlakuan cekaman
kekeringan dengan peningkatan tertinggi
terjadi pada kedelai liar (1.6 kali nilai
kontrolnya). Pada perlakuan paraquat
peningkatan aktivitas GR juga terjadi tetapi
peningkatannya tidak terlalu besar pada
beberapa varietas kedelai.
Kandungan prolin pada tanaman kedelai
mengalami peningkatan baik akibat dari
perlakuan cekaman kekeringan maupun
paraquat, namun peningkatan prolin jauh lebih
tinggi pada perlakuan cekaman kekeringan
dibandingkan perlakuan paraquat. Pada
jagung
tidak
mengalami
peningkatan
kandungan
kekeringan.
prolin
selama
cekaman
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang bagaimana mekanisme pertahanan
tanaman terhadap cekaman oksidatif melalui
senyawa maupun enzim antioksidan yang lain.
Selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut
secara molekuler untuk mengetahui ekspresi
gen pada tanaman yang mengalami cekaman
oksidatif.
DAFTAR PUSTAKA
Apel K, Hirt H. 2004. Reactive oxygen
species: metabolism, Oxidative stress, and
signal transduction. Annu. Rev. Plant biol.
55:373–99
Aroca R, Irigoyen JJ, Sa´nchez-Dı´az M.
2003. Drought enhances maize chilling
tolerance. II. Photosynthetic traits and
protective mechanisms against oxidative
stress. Physiol Plantarium. 117: 540-549.
Arora A, Sairam RK, Srivastava GC. 2002.
Oxidative stress and antioxidative system
in plants. Current Sci. 82: 1227-1238.
Bates LS. 1973. Rapid determination of free
proline for water stress studies. Plant and
Soil 39: 205-207.
Bhattacharjee S. 2005. Reactive oxygen
species and oxidative burst: Roles in
stress, senescence and signal transduction
in plants. Current Sci. 89: 1113-1121.
Blokhina O. 2000. Anoxia and oxidative
stress: lipid peroxidation, antioxidant
status and mitochondrial functions in
plants [Disertasi]. Helsinki: Department of
Biosciences, Division of plant physiology
University of Helsinki [post on internet].
Borsani O, Diaz P, Agius MF, Valpuesta V,
Monza J. 2001. Water stress generates an
oxidative stress through the induction of a
specific Cu/Zn superoxide dismutase in
Lotus corniculatus leaves. Plant Sci 161:
757-763.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive
method for the quantitation of microgram
quantities of protein utilizing the principel
of the protein. Anal Biochem 72:248-254.
Cakmak I, Strbac D, Marschner H. 1993.
of
hydrogen
peroxide
Activities
scavenging anzymes in germinating wheat
seeds. J Exp Bot 44:127-132.
Jiang Y, Huang B. 2001. Drought and heat
stress injury to two cool-season turfgrasses
in relation to antioxidant metabolism and
lipid peroxidation. Crop Sci 41: 436-442.
Download