BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Purwono (2005) menyatakan bahwa secara umum klasifikasi dan sistematika tanaman jagung sebagai berikut. Kingdom : Plantae Divisi : Spermathopyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Monocotyledone (berkepping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Famili : Graminaceae Genus : Zae Spesies : Zea mays L. Purwono (2005) juga menyatakan bahwa jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan emrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang akar ini tumbuh dari buku paling bawah yaitu sekitar 4 cm dibawah permukaan tanah. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari 2 atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah. Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah dan keadaan air tanah. Tanaman jagung mempunyai batang induk, berbentuk selindris terdiri dari sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang bervariasi 60-300 cm, tergantung pada varietas dan tempat (Goldsworthy dan Fisher, 1980 dalam Irawati, 2010). Selama fase vegetatif bakal daun mulai terbentuk dari kuncup tunas. Setiap daun terdiri dari helaian daun, ligula dan pelepah daun yang erat melekat pada batang (Sudjana et al, 1991 dalam Irawati, 2010). Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helaian, tergantung varietasnya (Purwono, 2005). Bunga jagung tidak memiliki petal dan septal sehingga disebut bunga tidak lengkap. Bunga jagung juga termasuk bunga tidak sempurnah karena bunga jantan dan betina berada pada bunga yang berbedah (Purwono, 2005). Subandi (2008) dalam Irawati (2010) menambahkan bahwa bunga jantan (staminate) terbentuk pada malai dan bunga betina (tepistila) terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi masih dalam satu tanaman. Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Daun tanaman C4 sebagai agen penghasil fotosintat yang kemudian didistribusikan, mamiliki sel-sel seludang pembulu yang ymengandung klorofil (Carlos, 1980 dalam Musa, 1998). Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Goldsworthy dan Fisher, 1980 dalam Irawati, 2010). Menurut Muhadjir (1988) dalam Musa (1998) dari segi kondisi lingkungan tanaman C4 teradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan yang rendah, serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Selanjutnya dikatakan sifat-sifat yang menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C4 antara lain aktifitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi serta efisien dalam penggunaan air. Efisien dalam penggunaan air disebabkan laju fotosintesis dan pertumbuhan yang lebih cepat pada tanaman C4, khususnya dibawah pengaruh intensitas radiasi dan suhu yang tinggi, serta radiasi dan suhu yang tinggi, serta rasio transpirasi yang lebih rendah akibat adanya pembatasan pada pembukaan stomata. Pada saat persediaan air terbatas tanaman C4 mampu mengendalika pembukaan stomata, sehingga transpirasi tanaman menurun, kehilangan air dapat dicegah, sekaligus pengambilan CO2 untuk fotosintesis (Gardner et al., 1985 dalam Musa, 1998). Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat 200400 biji. Biji jagung terdiri dari tiga bagian. Bagian paling luar disebut pericarp, bagian atau lapisan kedua yaitu endosperen yang merupakan cadangan makanan biji. Sementara bagian paling dalam yaitu embrio atau lembaga (Purwono, 2005). 2.2 Syarat Tumbuh Musa (1998) menyatakan bahwa jagung merupakan tanaman daerah subtropis dan tropis. Tanaman jagung memerlukan sahu panas dan lembab waktu tanaman sampai periode akhir pembuahan. Selanjutnya Good dan Bell (1981) dalam Musa (1998) menyatakan bahwa suhu optimum untuk tanaman jagung berkisar antara 30-320C. Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan berkisar 200 - 500 mm per musim tanam. Curah hujan kurang atau lebih dari angka diatas akan menurunkan produksi. Air banyak dibutuhkan pada saat perkecambahan dan setelah berbunga. Idealnya tanaman jagung membutuhkan curah hujan 100 - 125 mm per bulan dengan distribusi yang merata (Ginting, 1995 dalam Elfan, 2011). Selama pertumbuhannya tanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari yang cukup karena sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman jagung bila banyak ternaungi pertumbuhannya akan terhambat dan menghasilkan biji yang kurang baik (Decoteau, 2000 dalam Elfan, 2011). Pengaruh panjang hari terhadap pertumbuhan batang biasanya kurang jelas dibandingkan pengaruh pembungaan. Hari panjang menyebabkan peningkatan panjang ruas dan tinggi tanaman, terutama terhadap tanaman hari pendek seperti jagung. Aktivitas enzim nitrat reduktase pada saat tanaman ternaungi menurun, karena reduksi nitrat bergantung pada proses fotosintesis sehingga hasil asimilasi tidak maksimal digunakan untuk pembentukan biji. (Gardner et al.,, 1991 dalam Elfan, 2011). Produksi atau hasil biji suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. hasil biji per tanaman sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, dimana proses fotosintesis sangat dipengaruhi oleh cahaya. Semakin banyak cahaya yang diterima oleh tanaman jagung maka akan mengakibatkan meningkatnya laju fotosintesis sehingga hasil per tanaman tinggi (Thompson dan Kelly, 1957 dalam Elfan, 2011). Tanaman jagung tidak membutuhkan persyaratan khusus karena tanaman ini dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah asalkan tanah tersebut subur, gembur, kaya akan bahan organik dan drainase maupun aerasi baik. Kemasaman tanah (pH) yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman jagung antara 5,5 - 6,5, tetapi yang paling baik adalah 6,8. Kemasaman tanah dibawah 5,5 kurang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung, tanah tersebut sudah perlu dikapur (Ginting,1995 dalam Elfan, 2011). Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 - 7,0. Jagung toleran terhadap keasaman tinggi dan resisten pada keracunan aluminium, yang sering terjadi pada tanah dengan tingkat keasaman yang tinggi. Walaupun pH tanah antara 6,0 - 6,5 tetapi dibutuhkan pemupukan agar pertumbuhan tanaman bagus dan tidak terganggu (Thompson dan Kelly, 1957 dalam Elfan, 2011). 2.3 Kebutuhan Air Bagi Tanaman Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap, oleh akar tanaman sangat tergantung pada kadar air dalam tanah ditentukan oleh pF ( Kemampuan partikel tanah memegang air), dan kemampuan akar untuk menyerapnya (Jumin, 1992). Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Respon tanaman terhadap kekurangan air itu relatif terhadap aktifitas metaboliknya, morfologinya, tingkat pertimbuhannya dan potensial hasil panennya (Gardner, Pearce, dan Mitchell, 1991). Jumin (1992) menyatakan bahwa defisit air langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini pada sel tanaman ditentukan oleh tegangan turgor. Hilangnya turgiditas dapat menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran) yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat. Selanjutnya Jumin (1992) menambahkan bahwa air merupakan kebutuhan pokok bagi semua tanaman juga merupakan bahan penyusun utama dari protoplasma sel. Di samping itu, air adalah komponen utama dalam proses fotosintesis, pengangkutan assimilate hasil proses ini ke bagian-bagian tanaman hanya dimungkinkan melalui gerakan air dalam tanaman. Dengan peranan tersebut di atas, jumlah pemakaian air oleh tanaman akan berkorelasi posistif dengan produksi biomasa tanaman, hanya sebagian kecil dari air yang diserap akan menguap melalui stomata atau melalui proses transpirasi Air memiliki banyak fungsi bagi pertumbuhan tubuh tanaman. Salah satunya, yaitu berfungsi untuk melarutkan unsur-unsur hara yang tetrserap. Manfaat yang begitu besar, sehingga air sering disebut faktor pembatas dari pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Faridah, 2003 dalam Potter, 2011). Jumin (1992) menyatakan bahwa Air memegang peranan terpenting dalam proses perkecambahan biji. Air adalah factor yang menentukan didalam kehidupan tumbuhan. Tanpa adanya air, tumbuhan tidak bisa melakukan berbagai macam proses kehidupan apapun. Kira-kira 70% atau lebih daripada berat protoplasma sel hidup terdiri dari air. Selanjutnya Jumin (1992) menyatakan bahwa air adalah molekul bipolar dengan ikatan hidrogen diantara molekul air yang berdekatan. Struktur air ini menyebabkan fungsi mekanik dan fisiologi di dalam tanaman. Fungsi mekanik air ialah tekanan air pada dinding sel yang bertanggung jawab terhadap turgiditas dan rigiditas tanaman. Pada tingkat jaringan, air berfungsi sebagai penghubung diantara sel tanaman secara berkesinambungan dari akar ke daun melalui xylem dan ditranspirasikan melalui stomata dan kutikula. Potter (2011) juga menyatakan bahwa Fungsi air dalam perkecambahan : 1. Air yang diserap oleh biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endo sperm. Hal ini mengakibatkan pecah atau robeknya kulit biji 2. Air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen kedalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeable untuk gas, tetapi apabila dinding sel diimbibisi oleh air, maka gas akan masuk kedalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air maka supply oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernafasan. Sebaliknya juga CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah mendifusi keluar. 3. Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan bermacam-macam fungsinya. Sebagian air didalam protoplasma sel-sel embrio dan bagian hidup lainnya pada biji, hilang sewaktu biji tersebut telah mencapai masak sempurna dan lepas dari induknya (seed are shed) Semenjak saat ini aktifitas protoplasma hampir seluruhnya berhenti sampai perkecambahan dimulai. Sel-sel hidup tidak bias aktif melaksanakan prosesproses yang normal separti pencernaan (digestion) , pernapasan (respiration), asimilasi (assimilation), dan tumbuh (growth), apabila protoplasma tidak mengandung sejumlah air yang cukup. 4. Air berguna sebagai alat transport larutan makanan dan endosperm atau cotyledon kepada titik tumbuh pada embryonic axis, didaerah mana diperlukan untuk membentuk protoplasma baru. Ketersediaan air dalam tubuh tanaman diperoleh melalui proses fisiologis dan hilangnya air dari permukaan bagian tanaman melalui proses evaporasi dan transpirasi. Tanaman dengan luas daun yang besar akan mengalami kehilangan air yang besar melalui transpirasi. Bila suplai air berlangsung pada tingkat yang normal maka akan menjamin kestabilan tekanan turgor yang berkaitan dengan proses membukanya stomata, sebaliknya bila tanaman mengalami kekurangan suplai air sedangkan proses transpirasi berlangsung cepat maka yang terjadi adalah kekurangan air dalam tanaman (Efendi, 2009). Harjadi (1978) mengemukakan bahwa pada umumnya tanaman banyak membutuhkan air pada awal tumbuhnya (seedling stage) dimana fase vegetatif dominan. Pada saat tanaman menjelang pembungaan, air perlu dikurangi. Jumlah air yang diberikan sebaiknya teratur sehingga fluktuasi jumlah air total tidak terlalu besar. Suplai air yang hampir merata sepanjang kehidupan tanaman, selalu ideal untuk tanaman yang dibudidayakan. Dalam memberikan air, perlu dijaga agar permukaan tanah tidak menjadi padat (terutama pada tanahtanah yang bertekstur halus) sebab dapat mengurangi infiltrasi air maupun udara (Harjadi, 1978). Jumlah air dalam tanah mempengaruhi tidak hanya jumlah (konsentrasi) hara dalam larutan tanah, juga oleh laju pergerakan hara keakar melalui difusi dan pergerakan air selanjutnya air diserap oleh akar. Kandungan air selang antara jenuh sampai titik layu permanen (-15 bar) pada suatu tanah dinyatakan berdasarkan volumetrik dan berfluktuasi 8 kali lipat pada tanah pasir dan hampir 2 kali lipar pada tanah liat. Antara titik layu permanen dan kapasitas lapang, kandungan airnya dibanding 1 dan 2 pada kebanyakan tanah (Harjadi dan yahya, 1988). Kandungan air tanah mempengaruhi transport hara kepermukaan akardengan cara mempengaruhi laju difusi dan aliran masa keakar. Laju difusi sangat tergantung kepada tegangan air karena pengeringan mengurangi ketebalan lapisan air dan luas penampang melintang tanah yang efektif terisi air dan meningkatnya pembelokan aliran air (Harjadi dan yahya, 1988). Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji (Purwono, 2005). Selanjutnya Musa (1998) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil yang baik, tanaman jagung menghendaki air yang cukup, terutama pada stadia pertumbuhan awal dan stadia pembungaan hingga pengisian biji. Pada masa pertubuhannya kebutuhan airnya tidak begitu tinggi dibandingkan dengan waktu berbunga yang membutuhkan air terbanyak. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun. Kabutuhan jumlah air setiap varietas sangat beragam. Namun demikian, secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air per tanaman per hari saat kondisi panas dan berangin. Hasil penelitian di Amerika menunjukan bahwa kekurangan air pada saat 3 minggu setelah keluar rambut tonggkol akan menurunkan hasil hingga 30 %. Sementara kakurangan air yang selama pembungaan akan mengurangi jumlah biji yang terbentuk (Purwono, 2005). 2.4 Cekaman kekeringan Menurut Levitt (1980) dalam Gollu (2000) cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya. cekaman kekeringan yang diistilahkan “ drought stress ” pada tanaman dapat disebabkan dua hal yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air walaupun keadaan air tanah cukup tersedia. Pada lahan kering, cekaman kekeringan pada tanaman terjadi karena suplai air yang tidak mencukupi. Harjadi (1978) juga mengemukakan bahwa definisi kekeringan adalah suatu periode dimana keadaan air tanah membatasi pertumbuhan, atau periode dimana tanah berisi sedikit atau tidak ada sama sekali air, dan juga dimana selama 14 hari terus menerus tidak ada hujan serta periode selama 21 hari atau lebih dimana hujan hanya 30% hujan normal selama periode tersebut. Cekaman abiotik seperti kekeringan mengakibatkan perubahan-perubahan pada morfologi, fisiologi, dan biokimia,yang akhirnya akan berpengaruh buruk pada pertumbuhan tanaman serta produktifitasnya. Kekeringan, salinitas, temperatur ekstrim, dan cekaman oksidatif, seringkali saling berhubungan dan menginduksi kerusakan yang sama pada sel (Levitt, 1980 dalam Ai dan Banyo; 2011). Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Cekaman kekeringan pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia dengan cukup (Ai dan Banyo; 2011). 2.5 Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman kekeringan Ketersediaan air dalam tanah bagi tanaman umumnya pada kapasitas lapang dengan potensial air tanah -0.03 Mpa dan layu permanen -1.5 Mpa. Pada kondisi tersebut tanaman mengabsorbsi air sekitar 55-65% dari yang tersedia. Pada kondisi potensial air tanah sekitar -0.5 sampai -1.5 Mpa tanaman menunjukan gejala kelayuan walaupun tanaman dapat mengabsorbsi air (Efendi, 2009). Menurut Efendi (2009) berdasarkan kemampuan genetik tanaman, terdapat mekanisme adaptasi pada kondisi cekaman kekeringan yaitu : 1. Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (drought escape), yaitu kemampuan tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang parah. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan yang cepat. Namun mekanisme adaptasi tersebut memiliki kelemahan. Genotipe genjah dengan umur pendek umumnya berdaya hasil rendah dibandingkan dengan yang berumur panjang. 2. Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi (dehydration avoidance), yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran, kemampuan menurunkan hantaran epidermis untuk regulasi stomata, pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal, dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan luas daun serta pengguguran daun tua. 3. Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah (dehydration tolerance), yaitu kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino dan prolin. Prolin yang terbentuk pada tanaman berasal dari karbohidrat melalui pembentukan alfa-ketoglutarate dan glutamate. Pada kondisi cekaman kekeringan, tanaman mengakumulasi prolin dalam jumlah yang besar, namun setelah keadaan normal terjadi oksidasi prolin dengan cepat untuk menjaga kandungan prolin yang rendah dalam tanaman. 4. Mekanisme penyembuhan (drought recovery), dimana proses metabolisme berjalan normal kembali setelah mengalami cekaman kekeringan. Mekanisme ini penting manakala cekaman kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman . 2.6 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman Respon tanaman dalam menghadapi kondisi cekaman kekeringan dapat terjadi pada tingkat morphologi, fisiologi dan biokimia dengan durasi waktu yang berbeda mulai beberapa menit seperti menutupnya stomata, beberapa hari misalnya perubahan pertumbuhan daun atau gejala penuaan daun, serta tanaman (Tardieu, 1996 dalam Ai dan Banyo, 2011). Respon yang paling sensitif adalah pada periode perkembangan sel, yang dinampakkan oleh adanya penghambatan pembelahan sel dan perluasan sel-sel daun. Pada tanaman golongan rerumputan karakter morphologi yang cepat terlihat pada kondisi kekeringan adalah menggulungnya daun. Sejalan dengan hal tersebut juga terjadi degradasi khlorofil (Bray, 1997 dalam Ai dan Banyo, 2011), perubahan aliran nutrisi dan air, serta berubahnya alokasi karbon dan nitrogen dalam tanaman (Richards, 1993 dalam Ai dan Banyo, 2011). Pertumbuhan perkaran juga berubah dimana akar berusaha menjangkau ke tempat-tempat yang lebih dalam untuk memperoleh air, sehingga perkembangan akar lebih dominan dibandingkan perkembangan bagian atas tanaman (Aspinall dan Paleg, 1981 dalam Ai dan Banyo, 2011). Levitt (1980) dalam Ai dan Banyo (2011) menambahkan bahwa cekaman abiotik seperti kekeringan mengakibatkan perubahan-perubahan pada morfologi, fisiologi, dan biokimia,yang akhirnya akan berpengaruh buruk pada pertumbuhan tanaman serta produktivitasnya. Kekeringan, salinitas, temperatur ekstrim, dan cekaman oksidatif, seringkali saling berhubungan dan menginduksi kerusakan yang sama pada sel. Harjadi (1978) mengemukakan bahwa tanggapan tanaman terhadap kekeringan beraneka ragam. (Davies dan Zhang, 1991 dalam Efendi, 2009) menambahkan bahwa indikator tanaman yang mengalami cekaman kekeringan antara lain terhambatnya pertumbuhan daun, pertumbuhan akar yang pesat, menutupnya stomata, daun menggulung. yang mengontrol perubahan tersebut adalah adanya sinyal kimia yang diproduksi diakar pada kondisi kekeringan, sinyal tersebut yaitu asam absisat (ABA). Mekanisme adaptasi tanaman terhadap kekeringan dapat dicapai melalui akar, daun dan kutikula (Arsa, 1996 dalam Gollu, 2000). Selanjutnya dinyatakan bahwa mekanisme lewat akar tanaman dilakukan dengan meningkatkan penyerapan air, sedangkan mekanisme lewat daun dan kutikula bertujuan untuk mengurangi kehilangan air (Arsa, 1996 dalam Gollu, 2000). Beberapa contoh mekanisme lewat daun antara lain : pengurangan luas daun, percepatan penuaan daun dewasa, pengeringan pucuk daun muda, penggulungan daun, perubahan posisi daun, mengurangi frekuensi dan ukuran stomata (Arsa, 1996 dalam Gollu, 2000). Cekaman kekeringan dapat mempengaruhi berbagai mekanisme seluler, biokimia, dan fisiologi tanaman. Pada tingkat seluler kekeringan mengakibatkan kehilangan air protoplasmik sehingga konsentrasi ion meningkat, menghamabar fungsi-fungsi metabolik dan meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi antar molekul yang dapat menyebabkan denaturasi protein dan fusi membran. Pengaruh negatif cekaman kekeringan terhadap tanaman ditentukan oleh tingkat cekaman dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Pengaruh negatif cekaman kekeringan terhadap tanaman ditentukan oleh tingkat cekaman dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman (Ai dan Banyo, 2011). Tanaman yang mengalami kekurangan air secara umum mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal (Kurniasari et al., 2010 dalam Ai dan Banyo, 2011). Kekurangan air menyebabkan penurunan hasil yang sangat signifikan dan bahkan menjadi penyebab kematian pada tanaman (Salisbury dan Ross, 1985). Respon tanaman yang mengalami kekurangan air dapat merupakan perubahan di tingkat selular dan molekular yang ditunjukkan dengan penurunan laju pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan peningkatan rasio akar : tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami, lamanya kekeringan dan tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan. Dua macam respon tanaman yang dapat memperbaiki status jika mengalami kekeringan adalah mengubah distribusi asimilat baru dan mengatur derajat pembukaan stomata. Pengubahan distribusi asimilat baruakan mendukung pertumbuhan akar dari pada tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pertumbuhan tajuk untuk mengurangi transpirasi. Pengaturan derajat pembukaan stomata akan menghambat hilangnya air melalui transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990 dalam Ai dan Banyo; 2011). Taiz dan Zeiger (1991) menambahkan bahwa respon tercepat terhadap munculnya cekaman dengan keadaan fisik dari luas daun dari pada perubahan kimia. jika kandungan air dari tumbuhan berkurang maka sel akan menyempit dan dinding sel juga ikut meyempit. Pengurangan volum sel menyebabkan tekanan hidrostatik menurun atau tekanan turgornya juga menurun. Peningkatan dari penurunan air lebih nyata terlihat lebih jelas terlihat dalam sel. Membran plasma menjadi menyempit dan lebih tertekan, daunnya lebih mengecil dari sebelumnya karena telah kehilangan tekanan yang merupakan pengaruh yang nyata terhadap fisik dari penurunan cekaman air. Dapat disimpulkan tekanan turgor sangat mempengaruhi aktivitas yang menyebabkan sensitif terhadap cekaman kekeringan. Pertahanan tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan adalah membatasi perkembangan luas daun, perkembangan akar untuk mencapai daerah yang masih basah dan penutupan stomata untuk mengurangi transpirasi. Pengukuran karakter fisiologi seperti kandungan klorofil, merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari pengaruh kekurangan air terhadap pertumbuhan dan hasil produksi, karena parameter ini berkaitan erat dengan laju fotosintesis (Li et al., 2006, dalam Ai dan Banyo, 2011). Kekurangan air dari tingkat paling ringan sampai paling berat mempengaruhi proses-proses biokimia yang berlangsung dalam sel. Kekurangan air mempengaruhi reaksi-reaksi biokimia fotosintesis, sehingga laju fotosintesis menurun (Fitter dan Hay, 1992). Islami dan Utomo (1994) dalam Efendi (2009) menyatakan bahwa tanaman yang menderita cekaman air secara umum akan mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal. Efendi (2009) menambahkan bahwa cekaman kekeringan sangat mempengaruhi tekanan turgor yang menyebabkan panjang daun lebih kecil dari ukuran normalnya. Ai dan Banyo (2011) mengemukakan bahwa evaluasi toleransi tanaman terhadap kekurangan air dapat dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri morfologi, anatomi, dan fisiologi yang berkaitan erat dengan hasil produksi tanaman di lingkungan yang kekurangan air. Pengaruh cekaman kekeringan bergantung pada genetik tanaman, dimana perbedaan morfologi, anatomi dan metabolisme akan menghasilkan respon yang berbeda terhadap cekaman kekeringan (Hamin, 2004 dalam Efendi, 2009). Pada umumnya tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menggunakan lebih dari satu mekanisme tersebut untuk menjaga kelangsungan hidupnya (Mitra, 2001 dalam Efendi, 2009). Tanaman yang tidak mampu beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan akan mati apabila mengalami cekaman lebih lanjut (Efendi 2009). Menurut Subekti (2008) saat tanaman berumur antara 10–18 hari setelah berkecambah yaitu pada V3-V5. Pada fase ini akar seminal sudah berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan. Saat tanaman jagung berumur antara 33-50 hari setelah perkecambahan yaitu pada V6-V10, kebutuhan hara dan air relative sangat tinggi. Tanaman sangat sensitive terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan hasil.