Kode/Rumpun Ilmu : 351/ Kesehatan Masyarakat LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN MADYA ANALISIS DAMPAK PAPARAN KEBISINGAN TERHADAP STRESS KERJA DAN TEKANAN DARAH PENGRAJIN BORDIR Ketua/anggota: SRI MAYWATI, SKM., M.Kes (NIDN 0402077701) LILIK HIDAYANTI, SKM., M.Si (NIDN 0411037701) UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA Juli, 2017 1 RINGKASAN Analisis Dampak Paparan Kebisingan Terhadap Stress Kerja Dan Tekanan Darah Pengrajin Bordir Sri Maywati; Lilik Hidayanti Kebisingan merupakan kondisi lingkungan berupa suara yang tidak menyenangkan yang mengganggu manusia secara fisik maupun psikologis. Salah satu pekerjaan yang terpapar oleh bising di sektor informal adalah bordir yang sumber bisingnya adalah mesin bordir modern (komputerize) maupun mesin bordir manual dengan intensitas yan berbeda. Efek auditori adalah gangguan dan kerusakan pada sistem organ pendengaran. Kebisingan memberikan efek terhadap mental psikososial berupa gangguan (annoyance), stress, marah, dan kesulitan istirahat dan persepsi. Selain itu juga menyebabkan gangguan pada fungsi fisiologis seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, gerak refleks otot, dan gangguan tidur yang juga dianggap sebagai efek psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak paparan kebisingan terhadap stress kerja dan tekanan darah pengrajin bordir. Sampel sebanyak 59 orang dari 520 populasi dipilih secara random. Paparan kebisingan merupakan besarnya intensitas suara dan durasi paparan yang dialami oleh pengrajin bordir. Stress kerja diukur menggunakan kuesioner sedangkan tekanan darah pengrajin diukur menggunakan sfigmomanometer. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji korelasi pada taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukkan paparan bising yang diterima oleh pekerja bordir rata-rata sebesar 85,62 dengan intensitas bising minimal 80,1 dan maksimal 90,0. Sebanyak 39% responden memiliki tekanan darah yang termasuk kategori tinggi (sistole > 140). Stress kerja diidentifikasi melalui gejala pada aspek emosional yang sering terjadi adalah merasa takut/panik dan merasa lelah mental dengan presentasi masing-masing 28,8%. Gejala stress kerja aspek perilaku yang banyak terjadi adalah berupa gangguan tidur sebesar 40,7%. Sedangkan gejala stress kerja secara fisiologis paling banyak ditunjukkan berupa tegang otot leher (45,8%) dan berkeringat (37,3%). Luaran dari penelitian ini adalah artikel ilmiah yang akan diterbitkan pada jurnal nasional mempunyai ISSN dan bahan pengayaan dalam pembelajaran mata kuliah kesehatan kerja. Kata kunci : bising, stress kerja, tekanan darah 2 DAFTAR ISI Halaman judul ................................................................................................... i ........................................................................................ ii ............................................................................................................ iii Daftar Isi ..................................................................................................................... iv BAB I Pendahuluan 1 Lembar pengesahan Ringkasan ......................................................................................... BAB II Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis .................. 4 BAB III Tujuan, Manfaat, Luaran ........................................................................ 11 BAB IV Metode Penelitian .................................................................................... 12 BAB V Hasil dan Pembahasan ............................................................................ 16 BAB VI Rencana Tindak Lanjut ............................................................................ 21 BAB VII Simpulan dan saran ................................................................................ 21 Daftar Pustaka Lampiran 1. Justifikasi Anggaran 2. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas 3. Biodata ketua dan anggota 4. Surat pernyataan ketua peneliti 3 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Salah satu bahaya yang diakibatkan oleh proses pekerjaan di suatu industri adalah kebisingan. Kebisingan merupakan kondisi lingkungan berupa suara yang tidak menyenangkan yang mengganggu manusia secara fisik maupun psikologis (Melnick 1979 dalam Atmaca, 2005). Gangguan kebisingan yang berpotensi mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan terutama berasal dari kegiatan operasional peralatan pabrik, sedangkan operator merupakan komponen lingkungan yang terkena pengaruh yang diakibatkan adanya peningkatan kebisingan (Sasongko, dkk, 2000). Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999, Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebesar 85 dB (A) untuk pemaparan 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Seseorang hanya boleh bekerja selama 8 jam di tempat dengan intensitas kebisingan 85 dBA. Kryter (1985) dalam Stanfeld (2003) menyebutkan paparan kontinyu pada 85-90 dbA terutama bila melebihi waktu paparan di industri dapat menyebabkan kehilangan pendengaran secara progresif dengan meningkatnya sensitifitas ambang pendengaran. Kehilangan pendengaran dapat dikategorikan menjadi trauma akustik, kehilangan pendengaran sementara dan permanen (Melamed; Fried; Froom 2001). Kebisingan juga menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek visceral, seperti perubahan, frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek psikososial dan psikomotor ringan jika seorang berada dilingkungan yang bising (Harrington dan Gill, 2005). Pada beberapa kasus, gangguan (annoyance) dapat memicu respon stress, kemudian gejala dan kemungkinan terjadinya penyakit (Van Dijk 1987 dalam Stanfeld, 2003). Respon stress adalah mekanisme tiruan (coping) atau adaptasi yang terjadi ketika otak merasakan pengalaman atau tantangan sebagai 5 ancaman. ini berhubungan dengan pengeluaran hormon stress seperti epinephrine, norepinephrine dan cortisol, dan perubahan pada detak jantung dan tekanan darah (Bly, at all 2002 dalam Hastuti dkk 2005). Atmaca (2005) meringkas dari beberapa sumber (Cheung, 2004; Ohstrom, 1989; Finegold, 1994), menyebutkan kebisingan juga dapat memberikan efek terhadap mental psikososial berupa gangguan (annoyance), stress, marah, dan kesulitan istirahat dan persepsi, selain dampak pada sistem pendengaran, kebisingan juga menyebabkan gangguan pada fungsi fisiologis lainnya seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, gerak refleks otot, dan gangguan tidur yang juga dianggap sebagai efek psikologis. Aktivitas pada industri bordir tidak dapat dipisahkan dari bising. Kecamatan Kawalu merupakan industri Bordir terbesar di Kota Tasikmalaya, survey di Kelurahan Tanjung memiliki industri bordir terbanyak yaitu 179 Industri Bordir dengan rata rata pekerja 2-3 orang pekerja (Profil Kecamatan Kawalu, 2015). Data awal yang dikumpulkan dari 10 pekerja di beberapa industri bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu, diperoleh 7 dari 10 mengalami gejala Hipertensi dengan gejala yang dirasakan pekerja meliputi : pusing 80%, pandangan mata menjadi kabur atau tidak jelas 50%, nafas pendek 40%, sulit berkonsentrasi 70%, cepat lelah 40% dan mudah marah 50%. Secara obyektif juga dilakukan pengukuran tekanan darah didapatkan hasil sebanyak 70% pekerja memiliki tekanan darah 140/100 mmHg yang merupakan indikasi tekanan darah tinggi. Perkembangan saat ini, sebagian kegiatan bordir beralih menggunakan mesin bordir (komputerize) yang meghasilkan intensitas suara lebih besar dibanding mesin bordir manual. Hasil pengukuran intensitas bising diperoleh kisaran bising dari bordir komputerize adalah 88,3 db sampai 91,4 db. Sedangkan biisng pada bordir mannual berkisar antara 75,3 db sampai 78,2 db. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti analisis dampak paparan kebisingan terhadap stress kerja dan tekanan darah pengrajin bordir di Tasikmalaya. 1.2 Perumusan masalah/ Identifikasi Masalah a. Bagaimana gambaran kebisingan di lingkungan kerja bordir? 6 b. Bagaimana gambaran stress kerja pengrajin bordir ? c. Bagaimana gambaran tekanan darah pengrajin bordir ? d. Adakah korelasi paparan kebisingan terhadap stress kerja pengrajin bordir? e. Adakah korelasi paparan kebisingan terhadap tekanan darah pengrajin bordir ? 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka a. Kebisingan di Tempat Kerja Kebisingan didefiniskan sebagai suara yang tidak diinginkan atau tidak menyenangkan di lingkungan yang bersumber dari aktifitas manusia yang merusak atau berbahaya pada kualitas hidup manusia (Gupta, 2011). Bising adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri, bising berarti bunyi yang sangat mengganggu dan menjengkelkan serta sangat membuang energi (Harrianto, 2012:130). Kebisingan juga dapat diartikan bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996). Menurut Sasongko, dkk (2000:11), sumber kebisingan diberbagai perindustrian dan tempat kerja dapat berasal dari mesin-mesin produksi, mesin kompresor, genset atau mesin diesel. Selain itu dapat juga berasal dari percakapan para pekerja dilingkungan industri tersebut. Reaksi orang terhadap kebisingan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah interaksi kebisingan dengan sumber bising. Sementara kebisingan dari segi jenisnya dikategorikan menjadi kebisingan kontinyu atau terus- menerus, kebisingan intermitten (terputusputus) dan kebisingan impulsif yang datang tiba-tiba dengan suara sangat keras. Jenis kebisingan akan berkaitan dengan dampak yang terjadi. Paparan melebihi ambang batas yang terjadi secara terus lebih berbahaya dari pada paparan bising yan terjadi secara terputus-putus. Paparan kebisingan yang intermitten (terputus) memiliki bahaya yan lebih rendah dari pada paparan kebisingan yang menetap (steady noise). Sedangkan paparan kebisingan dengan jenis impulsif dapat menyebabkan kerusakan secara langsung pada organ pendengaran dan bersifat permanen (NIOSH, 1973). Intensitas kebisingan menggambarkan berapa tingkat kuatnya suara yang terukur. Pengukuran intensitas kebisingan pada lingkungan menggunakan 8 alat sound level meter. Sedangkan alat ukur dosimeter digunakan untuk menggambarkan besarnya paparan kebisingan yang diterima oleh pekerja selama waktu kerjanya. Jenis pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui rerata intensitas suara yang diterima oleh pekerja selama jam kerja. Pada jenis pengukuran ini digunakan alat “Dosimeter” (Tarwaka, dkk, 2004:39). b. Faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan Beberapa faktor kebisingan yang memepengaruhi tidur adalah tingkat kebisingan, fluktuasi, banyaknya paparan, jenis bising, waktu atau durasi paparan (Gupta, 2011). NIOSH (1973) menyebutkan bahwa kebisingan dengan frekuensi tinggi lebih berbahaya dari pada kebisingan frekuensi rendah. Kryter (1985) dalam Stanfeld (2003) menyebutkan paparan kontinyu pada 85-90 dbA terutama bila melebihi waktu paparan di industri dapat menyebabkan kehilangan pendengaran secara progresif dengan meningkatnya sensitifitas ambang pendengaran. NIOSH (1973), menyebutkan kerusakan pendengaran oleh bising tergantung pada beberapa hal antara lain tingkat kuatnya suara, durasi paparan, berapa kali terpapar sehari, berapa lama paparan berulang dalam tahun, kondisi kesehatan telinga dari individu. c. Dampak Kebisingan Terhadap Tubuh Kebisingan tingkat tinggi dapat menyebabkan efek jangka pendek dan jangka panjang pada pendengaran. Semakin tinggi intensitas dari kebisingan, potensi untuk menimbulkan gangguan semakin besar. Termasuk termasuk gangguan akibat bising seain pada pendengaran antara lain : pusing, mengantuk, tekanan darah tinggi, stress emosional yang diikuti sakit maag, sulit tidur, dan sakit jantung, serta kerhilangan konsentrasi (waldron, 1990; Anies, 2004 dalam Anies, 2014) Menurut Shahid (2013), kebisingan tidak hanya menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan fisiologis tubuh lainnya. Efek merugikan dari kebisingan terhadap tubuh termasuk sistem cardiovaskular. Dalam sistem ini irama jantung menjadi lebih cepat dan dilatasi pembuluh darah. Gupta (2011), menyebutkan survey sosial menunjukkan 9 bahwa gangguan (annoyance), gangguan tidur dan masalah kardiovaskular dipertimbangkan sebagai efek kebisingan yang paling penting (Ouis 1982; Langdon 1976 dalam Gupta 2011). Secara psikologis, Kebisingan akan mengganggu pembicaraan, konsentrasi, istirahat dan tidur yang akan berakibat pada kelelahan, stress dan perilaku negatif (Meidema, 2001). d. Stress kerja Abraham dan Sakkir (2002) stress kerja merupakan sindroma adaptasi umum yang ditampilkan organisme dalam menghadapi tuntutan atau tantangan. Lingkungan kerja akan memberikan berbagai stimulus terhadap manusia yang ada didalamnya, stimulus ini dapat berupa kondisi fisik maupun psikososial. Cooper, 1983 dalam Anies (2014), beberapa kondisi yang menjadi sumber stress kerja antara lain fisik : 1 Lingkungan kerja : kondisi kerja yan gburuk menyebakan pekerja mudah sakit, mengalami stress psikologik dan menurunkan produkstifitas kerja. Lingkungan yang kurang nyaman seperti berisik (bising), panas, sirkulasi udara kurang, membuat pekerja mudah stress 2 Overload beban kerja baik secara kualitatif maupun kuantitaif. Misalnya target yang harus dipenuhi melebihi kemampuan dari pekerja, atau tipe pekerjaan memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi. 3 Deprivational stress. Yaitu pekerjaan yang tidak lagi menantang atau menarik bagi pekerja sehingga terjadi keluhan pekerja mengalami kebosanan danketidakpuasan. 4 Pekerjaan beresiko tinggi seperti situasi tempat kerja yang berbahaya, misalnya di pertambangan, di lepas pantai dan lain sebagianya. Selanjutnya manusia akan berusaha menyesuaikan dirinya baik secara fisiologis maupun psikologis. Apabila proses penyesuaian ini tidak ‘fit’, akan muncul berbagai reaksi yang sifatnya individual dan menimbulkan mekanisme patogenik yang berbeda-beda. Reaksi tubuh terhadap stimulus di lingkungan kerja dapat bersift kognitif, berbebtuk emosi, perubahan perilaku, dan atau perubahan fisiologis. Kondisi ini secara umum dinamakan stress, contohnya adalah tidak konsentrasi (wujud 10 kognitif), cemas (wujud emosi), merokok (wujud perilaku) dan hiperdrosis (fisiologis) (abraham dan Sakkir, 2002). Sress akibat kerja mempunyai dampak yang tidak diinginkan seperti memicu kecelakaan kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kesehatan mental. Menurut Beehr dan Newman (1978) dalam Anies (2014), gejala stress kerja dibagi dalam tiga aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala perilaku. Gejala psikologis berupa kecemasan dan ketegangan, bingung, marah dan mudah tersinggung, yang dipengaruhi oleh sistem hormon adrenalin dan nor-adrenalin. Gejala fisik berupa peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, dada berdebar, sakit kepala, mual dan sebagainya. Sedangkan perilaku antara lain penurunan kualitas hubungan sosial dengan sekitarnya, minum alkohol, perubahan pola makan, peningkatan agresifitas. Respon tubuh terhadap stress dipengaruhi oleh beberapa hal seperti intensitas, frekuensi dan lamanya, serta ada tidaknya variabel lain yang berinteraksi, keadaan ini dapat mencetuskan ‘precursor of desease’ yang merupakan keadaan mal-fungsi fisik dan mental. Selain itu, faktor individu dankarakteristik pribadi menjadi hal penting dalam mepercepat atau menghambat terjadinya stress. Faktor manusia tersebut meliputi genetik, demografi (umur, pendidikan, agama), tipe individu (Abraham dan Sakkir, 2002). Selanjutnya masih menurut Anies (2014), upaya mengatasi stress kerja dapat dilakukan mencakup tiga srtategi yaitu 1) Mengubah lingkungan kerja atau memanipulasi sedemiakian rupa sehingga nyaman bagi pekerja. 2) Mengubah lingkungan kerja melalui persepsi tenaga kerja misalnya dengan meyakinkan pekerja bahwa ancaman itu tidak ada. 3) Meningkatkan daya tahan mental tenaga kerja terhadap stress. e. Tekanan darah Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan di mana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh 11 (Guyton dan Hall, 1997). Alat ukur yang digunakan hingga sekarang dan akurat adalah sphygmomanometer air raksa. Satuan tekanan darah standar, tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah (Singgih, 1995). Tekanan darah dapat dibedakan atas 2 yaitu: (Janne Baba, 2007) yaitu : 1). Tekanan Darah Sistolik, adalah tekanan pada pembuluh darah yang lebih besar ketika jantung berkontraksi.(Beevers,2002). Tekanan sistolik menyatakan puncak tekanan yang dicapai selama jantung menguncup. Tekanan yang terjadi bila otot jantung berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri. Dimana tekanan ini berkisar antara 95 - 140 mmHg. (Vitahealt, 2000). 2).Tekanan Darah Diastolik, adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di antara tiap denyutan. (Beevers, 2002) Tekanan diastolik menyatakan tekanan terendah selama jantung mengembang. Dimana tekanan ini berkisar antara 60 95 mmHg. (Vitahealt, 2000). Klasifikasi tekanan darah sebagai berikut : a. Tekanan Darah Normal, jika tekanan darah untuk sistolik < 140 mmHg dan diastole < 90 mmHg (Guyton dan Hill, 1997 : 219). Nilai tekanan darah normal (dalam mmHg) : pada usia 15-20 tahun keatas = 90-120/60-80 mmHg, usia 30-40 tahun = 110-140/70-90 mmHg, dan usia 50 tahun = 120150/70-90 mmHg (Oktia Waro, 1999: 7). b. Tekanan Darah rendah, jika tekanan darah terukur di bawah 100/60 mmHg, tekanan sistolik <100 mmHg dan diastole < 60 mmHg (Watson, 2002:265). c. Tekanan Darah Tinggi, jika catatatan tekanan darah untuk yang normal tetap diatas 100/90 mmHg, tekanan sistol > 140 mmHg dan diastole > 90 mmHg (Watson, 2002 : 265). Beberapa gejala klinis hipertensi antara lain 1). Pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan (jaringan), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, sakit kepala dan pendarahan dari hidung. 2)Terengah-engah pada waktu latihan jasmani dengan rasa sakit pada dada yang menjalar ke rahang, lengan, punggung, perut bagian atas. 3)Susah bernafas, sehingga merasa lebih mudah bernapas jika tidak berbaring datar, dengan gembung pada 12 kaki, dapat menjadi tanda lain yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi, kegagalan jantung. 4)Sering bangun tiap malam untuk buang air kecil dan lebih banyak, serta sering mengeluarkan urin selama siang hari (Smith, 1991) Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah antara lain : a. Usia. Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukan bahwa 1.8% - 28.6 % penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. (Soeharto, 2004). b. Aktivitas Fisik. Orang yang kurang aktivitas fisik cenderung memiliki curah jantung yang lebih tinggi. Semakin tinggi curah jantung maka semakin keras kerja setiap kontraksi sehingga semakin besar oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh. Kurang aktivitas fisik juga risiko meningkatkan kelebihan berat badan (Suiraoka, 2012). c. Stres. Menurut Suyono (2004), stres dapat meningkatkan darah secara intermiten apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan takanan darah (Hipertensi) yang menetap. Emosi, kecemasan, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat meningkatkan tekanan darah oleh karena rangsangan terhadap saraf simpatis menghasilkan peningkatan cardiac output dan vasokonstruksi arteri. d. Obesitas. Keadaan obesitas merupakan gambaran status gizi berlebihan yang akan meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen secara menyeluruh sehingga curah jantung bertambah untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang lebih tinggi, berat badan yang semakin tinggi akan mempunyai kecenderungan tekanan darahnya semakin tinggi juga (Basha, 1994). e. Merokok juga merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi karena nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh beberapa mekanisme merangsang pelepasan epinetrin lokal dari saraf adrenergik 13 dan meningkat sekresi katekolamin dari modula adrenalis dan dari jaringan kromafin di jantung.yaitu (Kaplan dan Norman, 1996). Menurut pendapat Singgih (1995) nikotin dalam merokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih cepat dan penyempitan saluransaluran nadi sehingga menyebabkan jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan darah ke seluruh tubuh. f. Konsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat meningkatkan tekanan darah. (Riyadina, 2002). g. Kebisingan. Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, lebih-lebih yang terputus-putus / yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga (Suma’mur, 1994:57). 2.2 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Tipe kepribadian Intensitas Bising Gangguan auditory Beban kerja Jenis bising Ganguan non-auditory Stress kerja Frekuensi Durasi Usia Tekanan darah Status gizi Obesitas Konsumsi alkohol Aktifitas fisik Gb. 1 kerangka pemikiran Hipotesis : Ada korelasi intensitas kebisingan dengan tekanan darah pengrajin bordir Ada korelasi intensitas kebisingan dengan stress kerja pengrajin bordir 14 BAB III 3.1 Tujuan Penelitian a. Mengukur intensitas kebisingan di lingkungan kerja bordir? b. Mengukur tekanan darah pekerja bordir c. Mengidentifikasi keadaan stress kerja pekerja bordir f. Menganalisis korelasi intensitas kebisingan terhadap tekanan darah pekerja bordir g. Menganalisis korelasi intensitas kebisingan terhadap stress kerja pekerja bordir? 3.2 Manfaat a. Mendapat informasi paparan kebisingan yang diterima pekerja bordir b. Mendapat informasi tekanan daarah pekerja c. Mendapat informasi kejadian stress kerja d. Menyusun rencana rekomendasi dari kondisi tempat kerja bordir 3.3 Target Luaran Penelitian Luaran yang akan dihasilkan dari penelitian ini antara lain : 1. Publikasi dalam jurnal nasional yang mempunyai ISSN 2. Artikel ilmiah dimuat dalam prosiding seminar nasional 15 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : 1. Survei awal dilakukan untuk mendapatkan data gambaran kondisi fisik lingkungan kerja meliputi pengukuran intensitas kebisingan pada beberapa lokasi bordir meliputi bordir tradisional yang dikerjakan secara manual dan bordir yang lebih modern menggunakan mesin bordir dan komputer. Gambaran dampak kebisingan dilakukan dengan pengukuran tekanan darah pengrajin dan kondisi stress psikologi melalui wawancara tentang keluhan subyektif yang dialami oleh pengrajin selama mengalami pemaparan kebisingan. 2. Penentuan populasi dan sampel Populasi adalah semua pekerja bordir sektor informal di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya sebanyak 520 pekerja. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih menggunakan teknik perhitungan dengan rumus dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 59 orang yang memeuhi syarat meliputi usia kurang dari 40 tahun, status gizi baik, tidak menderita hipertensi sebelum bekerja pada industri bordir, merokok kurang dari 10 btg/hari dan tidak mengkonsumsi alkohol. 4.2 Objek Penelitian Objek penelitian adalah pengrajin bordir di wilayah Kel.Tanjung Kec. Kawalu Kota Tasikmalaya, terdiri dari pengrajin bordir secara manual dan secara komputerize. 4.3 Rancangan Penelitian Rancangan yang akan digunakan adalah pendekatan belah lintang (cross sectional). 4.4 Peubah yang diamati Peubah (variabel) dalam penelitian ini meliputi Variabel bebas (Independen) yaitu intensitas kebisingan, variabel terikat (Dependent) yaitu tekanan darah 16 dan stress kerja. Variabel pengganggu meliputi usia, status gizi, riwayat hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Tabel 4.1 Definisi Oprasional Variabel Intensitas kebisingan Definisi Operasional Besarnya suara yang terukur di tempat kerja yang bersumber dari aktivitas dan proses kerja. Alat ukur soundlevel meter dengan satuan dBA Untuk keperluan deskripsi data, maka dikelompokan menjadi kategori diatas/ dibawah NAB (NAB= 85 dBA) Sejumlah cairan darah yang melewati pembuluh darah yang terdengar sebagai detak pertama saat tekanan tertinggi (sistole) dan detak kedua saat tekanan terendah (diastole) yang terukur menggunakan sfigmomanometer. Untuk deskrisi data maka tekanan darah dikategorikan sebagai berikut : 0. Tekanan darah tinggi, (tekanan darah sistol ≥140 mmHg dan diastol ≥90 mmHg) 1. Tekanan darah rendah, (tekanan darah sistol <140 mmHg dan diastol <90 mmHg) Skala Rasio Stress kerja Gambaran respon tubuh terhadap faktor paparan lingkungan. Stress diukur menggunakan kuesioner yang menggambarkan respon internal tubuh melalui gejala fisiologi, psikologi dan perilaku. Untuk deskripsi data dikategorikan sebagai berikut : 0. Stres berat ≥ 31 1. Stres sedang 21-30 2. Stres ringan 10-20 3. Tidak stres ≤10 (Rahmawaty, 2016) Rasio Masa kerja Waktu yang telah ditempuh oleh pekerja sejak mulai kerja sampai dilaksanakan penelitian dalam satuan tahun Lama waktu terpapar oleh bising dalam hitungan jam/hari Rasio Tekanan darah Durasi paparan Rasio Rasio 17 Status gizi Suhu lingkungan kerja Keadaan gizi setiap responden yang diukur menggunakan indikator IMT dengan satuan m/kg2 Derajat panas lingkungan yang diukur menggunakan thermohyrometer dalam satuan derajat celcius Rasio Rasio 4.5 Teknik Pengumpulan Data a. Jenis Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer variabel penelitian dan data sekunder meliputi kegiatan di tempat kerja. b. Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian antara lain : 1) Soundlevel meter untuk mengukur intensitas kebisingan di area kerja dengan satuan dbA 2) Thermohyrometer untuk mengukur suhu lingkungan kerja 3) Sfigmomanometer untuk mengukur tekanan darah pengrajin bordir dengan satuan mmhg 4) Quesioner untuk mengidentifkasi stress kerja pengrajin bordir. a. Prosedur Pengumpulan data 1. Data intensitas kebisingan diukur di tempat kerja pada saat pekerja melakukan aktivitas bordir. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik dalam ruangan kemudian dihitung rata-ratanya. Prosedur meliputi menentukan titik pengukuran pada ruang kerja kemudian menghidupkan tombol power, arahkan sensor penangkap suara ke sumber bising dan catat data yang tertera pada monitor sound level meter. 2. Data Tekanan darah diukur menggunakan sfigmomanometer setelah pekerja mengalami kontak dengan lingkungan dan melakukan aktivitas kerja kurang lebih 4 jam. Prosedur pengukuran dengan cara mengikatkan manset pada lengan kemudian memompa udara ke manset, catat detak yang pertama kali terdengar sebagai tekanan sistole dan detak yang terdengar kedua sebagai tekanan diastole. 18 3. Data stress diukur menggunakan quesioner stress kerja yang valid. 4. Data status gizi diperoleh dengan menghitung perbandingan berat badan dalam kg dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Berat badan diukur dengan timbangan dalam keadaan berdiri tanpa benda yang meberatkan tubuh, dan tinggi badan diukur pada posisi berdiri tegak dengan microtoise dalam keadaan tanpa menggunakan alas kaki. 5. Data intensitas pencahayaan diukur dengan alat lux meter. Prosedur meliputi menentukan titik pengukuran pada area kerja lokal. Menghidupkan tombol power, letakan sensor penangkap cahaya pada area kerja dan catat data yang tertera pada monitor lux meter. 4.6 Analisis Data a. Analisis Univariat, digunakan dengan cara menjabarkan secara deskriftif untuk melihat distribusi dari variabel-variabel yang diteliti baik variabel terikat maupun variabel bebas dengan cara membuat table distribusi dan melakukan penghitungan nilai-nilai statistik. b. Analisis Bivariat. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas kebisingan terhadap tekanan darah dan menganalisis pengaruh intensitas kebisingan terhadap stress kerja. Tingkat kemaknaan yang digunakan CI 95% dengan alpha 0,05. 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Deskripsi umur responden Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan KawaluKota Tasikmalaya Tahun 2017 Statistik Frekuensi Max 39 Min 20 Mean 26,76 Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa responden yang berumur paling muda adalah umur 20 tahun, responden yang berumur paling tua adalah umur 39 tahun, rata-rata umur responden adalah 26,76 tahun. 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pekerja Bordir Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Frekuensi No Jenis Kelamin N Persentase (%) 1 Laki-Laki 41 69,5 2 Perempuan 18 30,5 Jumlah 59 100 Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa responden laki-laki lebih banyak yaitu 41 orang responden (69,5%), dibandingkan responden perempuan yaitu 18 orang responden (30,5%). 20 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Kerja Perhari Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja perhari dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Perhari Pada Pekerja Bordir Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Frekuensi Lama kerja No perhari N Persentase (%) 1 12 jam 31 52,5 2 8 jam 28 47,5 Jumlah 59 100 Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa responden yang bekerja 12 jam perhari lebih banyak yaitu 31 orang responden (52,5%), dibandingkan responden yang bekerja 8 jam perhari yaitu 28 orang responden (47,5%). B. Deskripsi Variabel Penelitian 1. Deskripsi Intensitas Bising Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Bising Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Statistik Frekuensi Max 90,0 Min 80,1 Mean 85,62 Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa intensitas kebisingan yang paling tinggi intensitasnya adalah 90,0 dBA, intensitas yang paling rendah adalah 80,1 dBA, rata-rata intensitas kebisingan adalah 85,62 dBA. 21 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas kebisingan Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 No Kebisingan f % 1. >NAB 34 57,6 2. ≤NAB 25 42,4 59 100,0 Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebbagian besar responden terpapar kebisingan dengan intensitas yang lebih dari NAB sebanyak 57,6 %. 2. Deskripsi Tekanan Darah Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan Darah Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Kategori tekanan darah Statistik Sistol Diastol Max 160 100 Min 100 70 Mean 128,31 81,53 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui rata-rata tekanan darah sistol 128,31 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastol 81,53 mmHg Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori Tekanan Darah Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2016 No Kategori Tekanan Darah menurut sistol F % 1. Tekanan darah tinggi (> 140 mmhg) 23 39,0 2. Tekanan darah normal (< 140 mmgh) 36 61,0 Jumlah 59 100 Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kategori tekanan darah normal sebanyak 61,0 %. 22 3. Deskripsi Stres Kerja Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Gejala Stres Aspek Emosional Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Frekuensi Tidak KadangSering Gejala Stres aspek Pernah kadang emosional N % N % N % 1 Lemas/takut/panik 7 11,9 35 59,3 17 28,8 2 Cepat marah dan 19 32,2 24 40,7 16 27,1 sering murung 3 Emosi yang 26 44,1 22 37,3 11 18,6 berlebihan 4 Tertawa gelisah 14 23,7 33 55,9 12 20,3 5 Merasa tidak berdaya 23 39,0 31 52,5 5 8,5 6 Selalu mengkritik 32 54,2 21 35,6 6 10,2 diri sendiri dan orang lain 7 Mudah tersinggung 24 40,7 24 40,7 11 18,6 8 Merasa diabaikan 27 45,8 19 32,2 13 22,0 9 Letih/lelah mental 8 13,6 34 28,8 57,6 17 Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Gejala Stres Aspek Perilaku sosial Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Frekuensi Tidak KadangSering Gejala Stres aspek Pernah kadang perilaku N % N % N % 1 Menurun gairah 8 13,6 35 59,3 16 27,1 (tidak semangat) 2 Gangguan tidur 11 18,6 24 40,7 24 40,7 3 Kecenderungan 27 45,8 23 39,0 9 15,3 menyendiri 4 Sering absen 23 39,0 34 57,6 2 3,4 ditempat kerja 5 Mudah mendapat 39 66,1 19 32,2 1 1,7 kecelakaan 6 Sering berlaku 39 66,1 20 33,9 0 0 agresif 23 Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Gejala Stres Aspek fisiologis Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Frekuensi Tidak KadangSering Gejala Stres aspek Pernah kadang fisiologia N % N % N % 1 Sakit kepala, pusing, 22 37,3 29 49,2 8 13,6 pening 2 Jantung berdebar 9 15,3 30 50,8 20 33,9 3 diare/gangguan BAK 27 45,8 21 35,6 11 18,6 4 Tenggorokan kering 35 59,3 18 30,5 6 10,2 5 Sering buang air kecil 24 40,7 24 40,7 11 18,6 6 Perubahan pola makan 24 40,7 20 33,9 15 25,4 7 Mudah kaget 20 33,9 27 45,8 12 20,3 8 Gatal-gatal/ gangguan 23 39,0 23 39,0 13 22,0 kulit 9 Tegang otot leher 5 8,5 27 45,8 27 45,8 10 Mudah berkeringat 3 5,1 34 57,6 22 37,3 banyak Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi kategori tingkat Stres Kerja Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 No Kategori stress kerja f % 1. Stress tingkat berat 5 8,5 2. Stress tingkt sedang 25 42,4 3. Stress tingkat ringan 28 47,5 4. Tidak stress 1 1,7 Jumlah 59 100,0 4. Analisis hubungan paparan kebisingan dengan tekanan darah Tabel 4.12. Tabulasi silang hubungan paparan kebisingan dengan tekanan darah pekerja bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Tekanan darah Total Paparan kebisingan Tinggi Normal Kebisingan > NAB 21 13 34 61,8 % 38,2 % 100,0 % Kebisingan < NAB 2 23 25 8,0 % 92,0 % 100,0 % Jumlah 23 36 59 39,0 % 61,0 % 100,0 % P value 0,0001 OR 18,577 CI 95 % (3,743 – 92, 190) 24 5. Analisis hubungan paparan kebisingan dengan stress kerja BAB VI RENCANA TINDAK LANJUT Rencana tindakan selanjutnya adalah : a. Melakukan analisis data dan uji statistik b. Menyusun pembahasan data c. Menyusun laporan dan artikel final BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Paparan bisinng dengan intensitas yang tinggi dihasilkan dari bordir menggunakan mesin komputer. Sebanyak 39 % responden memiliki tekanan darah yang termasuk kategori tinggi. Gejala stress kerja di tunjukkan dalam aspek emosional, aspek perilaku dan fisiologis. 25 DAFTAR PUSTAKA Abraham dan Sakkir. 2002. Penanganan Kesehatan Jiwa di Tempat Kerja. Penerbit Yayasan Pembangunan Indonesia Sehat. Jakarta Anies. 2014. Kedokteran Okupasi. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. Atmaca, E; Peker, I; Altin, A. 2005. Industrial Noise and Its Effects on Human. Polish Journal of Environmental Studies Vol. 14, No 6, 721-726 Babba, Janni. 2007. Hubungan Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada Karyawan PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pankep Sulawesi Selatan [Tesis]). Universitas Diponorogo. Semarang. Beevers. 2002. Tekanan Darah. Jakarta : Dian Rakyat Dwi P. Sasongko, dkk. 2000. Kebisingan lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponorogo, Semarang Gupta, Srimanta; Gathak, Citralekha. 2011. Environmental Noise Assesment and Its Effect on Human Health in Urban urban Area. International Journal of Environment Science. Vol 1 No 7. Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC Harrington, J. M., dan Gill, F.S. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC Hastuti, Eny; Setiani, Onny; Nurjazuli. 2005. Faktor-faktor Risiko Kenaikan Tekanan Darah pada Pekerja yang Terpajan Kebisingan di Bandara Ahmad Yani Semarang. J Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol 4 no 2. Melamed, Samuel; Fried, Yitzhak; Froo, Paul. 2001. The Interactive Effect of Chronic Exposure to Noise and Job Complexity on Change in Blood Pressure and Job Satisfaction: A Longitudinal Study of Industrial Employees. Journal of Occupational Health Psychology. Vol 6 no 3. 182195 NIOSH. 1997. The Industrial Environment- Its Evaluation and Control. U.S Departement of Health and Human Services. Washington DC. Shahid, muhammad Attique Khan; Bashir, Huma. 2013. Psychological and Physiological Effects of Noise Pollution on The Residents of Major Cities 26 of Punjab (Pakistan). Peak Journal of Physical and Environment Science Research. Vo 1 (4). Pp 41-50. Soeharto, Imam. 2004. Serangan Jantung dan Sroke Hubungannya dengan Lemak dan Kolesterol. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Stanfeld, Stephen ; Matheson, Mark. 2003. Noise Pollutin : No-Auditory Effect On Health. British Medical Bulletin. 68: 243-257 Suiraoka, IP. 2012. Penyakit Degeneratif Mengenal Mencegah dan mengurangi faktor resiko. Yogyakarta : NuhaMedika Suma’mur, P.K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Tok0 Gunung Agung Suyono, Slamet. 2004. Buku Ajar Penyakit dalam Jilid II FKUI. Jakarta : Balai Pustaka Tawarka, S., dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta UNIBA pers Vitahealth. 2000. Heperkes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Watson, roger. 2002. Anatomi dan fisiologi untuk perawat edisi 10. Jakarta : EGC 27 Draft jurnal ANALISIS DAMPAK PAPARAN KEBISINGAN TERHADAP TEKANAN DARAH PENGRAJIN BORDIR Sri Maywati dan Lilik Hidayanti ABSTRAK Kebisingan merupakan kondisi lingkungan berupa suara yang tidak menyenangkan yang mengganggu manusia secara fisik maupun psikologis. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek visceral, seperti perubahan, frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dampak paparan kebisingan terhadap tekanan darah pengrajin bordir. Sampel sebanyak 59 orang yang memenuhi syarat dipilih sesuai kriteria dari populasi sebanyak 520 orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square pada alpha 0,05. Data menunjukkan intensitas paparan kebisingan diatas NAB (>85 db) sebanyak 57,6%. Responden yang memiliki kategori tekanan darah tinggi (sistole > 140 mmhg) sebanyak 39,0 %. Analisis tabulasi silang menunjukkan ada hubungan signifikan antara paparan kebisingan dengan tekanan darah (p 0,0001) dengan OR sebesar 18,01. Disarankan kepada pengrajin bordir untuk mengontrol tekanan darah secara rutin dan meningkatkan aktifitas fisik yang sehat dengan berolahraga. ABSTRACT Noise is unhappy environmental condition that causing human phisicaly and pshiclogy annoyance. The high noise energy can cause vicerall effect like heart rate and sweat. The goal of the research is analysis noise effect to heart rate of bordery worker. Sampel as 59 are chosen from 520 . the analysis using chi square test. Data shown noise exposure 57,6% are excessive from TLV 85 db. The respondent have sistole’s heart rate over 140 are 39,0%. Analysis data shown there is significantly correlation among noise exposure with heart rate with p 0,0001 and OR 18,01. The advise for worker to routine controlling heart rate and phisically activity by sport. PENDAHULUAN Salah satu bahaya yang diakibatkan oleh proses pekerjaan di suatu industri adalah kebisingan. Kebisingan merupakan kondisi lingkungan berupa suara yang tidak menyenangkan yang mengganggu manusia secara fisik maupun psikologis (Melnick 1979 dalam Atmaca, 2005). Gangguan kebisingan yang berpotensi mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan terutama berasal dari kegiatan operasional peralatan pabrik, sedangkan operator merupakan komponen lingkungan yang terkena pengaruh yang diakibatkan adanya peningkatan kebisingan (Sasongko, dkk, 2000). 28 Kebisingan juga menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek visceral, seperti perubahan, frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek psikososial dan psikomotor ringan jika seorang berada dilingkungan yang bising (Harrington dan Gill, 2005). Atmaca (2005) meringkas dari beberapa sumber (Cheung, 2004; Ohstrom, 1989; Finegold, 1994), menyebutkan kebisingan juga dapat memberikan efek terhadap mental psikososial berupa gangguan (annoyance), stress, marah, dan kesulitan istirahat dan persepsi, selain dampak pada sistem pendengaran, kebisingan juga menyebabkan gangguan pada fungsi fisiologis lainnya seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, gerak refleks otot, dan gangguan tidur yang juga dianggap sebagai efek psikologis. Aktivitas pada industri bordir tidak dapat dipisahkan dari bising. Data awal yang dikumpulkan dari 10 pekerja di beberapa industri bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu, diperoleh 7 dari 10 mengalami gejala Hipertensi dengan gejala yang dirasakan pekerja meliputi : pusing 80%, pandangan mata menjadi kabur atau tidak jelas 50%, nafas pendek 40%, sulit berkonsentrasi 70%, cepat lelah 40% dan mudah marah 50%. Secara obyektif juga dilakukan pengukuran tekanan darah didapatkan hasil sebanyak 70% pekerja memiliki tekanan darah 140/100 mmHg yang merupakan indikasi tekanan darah tinggi. Perkembangan saat ini, sebagian kegiatan bordir beralih menggunakan mesin bordir (komputerize) yang meghasilkan intensitas suara lebih besar dibanding mesin bordir manual. Hasil pengukuran intensitas bising diperoleh kisaran bising dari bordir komputerize adalah 88,3 db sampai 91,4 db. Sedangkan biisng pada bordir mannual berkisar antara 75,3 db sampai 78,2 db. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti analisis dampak paparan kebisingan terhadap tekanan darah pengrajin bordir di Tasikmalaya. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada tahun 2017 dengan menggunakan metode survei dan pendekatan cross sectional. Populasi adalah pengrajin bordir di kelurahan 29 Tanjung kecamatan Kawalu yang terdiri dari bordir manual dan bordir komputer. Sampel diambil secara acak sebanyak 59 orang dari 520 populasi yang telah memenuhi syarat sampel meliputi usia kurang dari 40 tahun, status gizi baik, tidak menderita hipertensi sebelum bekerja pada industri bordir, merokok kurang dari 10 btg/hari dan tidak mengkonsumsi alkohol. Variabel bebas intensitas kebisingan adalah Besarnya suara yang terukur di tempat kerja yang bersumber dari aktivitas dan proses kerja. Alat ukur soundlevel meter dengan satuan dBA. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik dalam ruangan kemudian dihitung rata-ratanya.Variabel terikat adalah tekanan darah pengrajin bordir yang merupakan Sejumlah cairan darah yang melewati pembuluh darah yang terdengar sebagai detak pertama saat tekanan tertinggi (sistole) dan detak kedua saat tekanan terendah (diastole) yang terukur menggunakan sfigmomanometer setelah pekerja mengalami kontak dengan lingkungan dan melakukan aktivitas kerja kurang lebih 4 jam. Data yang terkumpul dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisis menggunakan uji statistik pearson pada tingkat error alpha 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi umur responden Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan KawaluKota Tasikmalaya Tahun 2017 Statistik Frekuensi Max 39 Min 20 Mean 26,76 Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa responden yang berumur paling muda adalah umur 20 tahun, responden yang berumur paling tua adalah umur 39 tahun, rata-rata umur responden adalah 26,76 tahun. 30 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pekerja Bordir Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 No Jenis Kelamin N Persentase (%) 1 Laki-laki 41 69,5 2 Perempuan 18 30,5 Jumlah 59 100 Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa responden laki-laki lebih banyak yaitu 41 orang responden (69,5%), dibandingkan responden perempuan yaitu 18 orang responden (30,5%). 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Kerja Perhari Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja perhari dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Perhari Pada Pekerja Bordir Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Lama kerja No N Persentase (%) perhari 1 12 jam 31 52,5 2 8 jam 28 47,5 Jumlah 59 100 Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa responden yang bekerja 12 jam perhari lebih banyak yaitu 31 orang responden (52,5%), dibandingkan responden yang bekerja 8 jam perhari yaitu 28 orang responden (47,5%). 31 1. Deskripsi Intensitas Bising Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas Bising Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Statistik Frekuensi Max 90,0 Min 80,1 Mean 85,62 Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa intensitas kebisingan yang paling tinggi intensitasnya adalah 90,0 dBA, intensitas yang paling rendah adalah 80,1 dBA, rata-rata intensitas kebisingan adalah 85,62 dBA. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Intensitas kebisingan Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 No Kebisingan f % 1. >NAB 34 57,6 2. ≤NAB 25 42,4 59 100,0 Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebbagian besar responden terpapar kebisingan dengan intensitas yang lebih dari NAB sebanyak 57,6 %. 2. Deskripsi Tekanan Darah Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan Darah Pada Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Kategori tekanan darah Statistik Sistol Diastol Max 160 100 Min 100 70 Mean 128,31 81,53 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui rata-rata tekanan darah sistol 128,31 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastol 81,53 mmHg 32 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan kategori Tekanan Darah Pekerja Bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2016 No Kategori Tekanan Darah menurut sistol F % 1. Tekanan darah tinggi (> 140 mmhg) 23 39,0 2. Tekanan darah normal (< 140 mmgh) 36 61,0 Jumlah 59 100 Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kategori tekanan darah normal sebanyak 61,0 %. Tabel 4.8. Tabulasi silang hubungan paparan kebisingan dengan tekanan darah pekerja bordir di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya Tahun 2017 Tekanan darah Total Paparan kebisingan Tinggi Normal Kebisingan > NAB 21 13 34 61,8 % 38,2 % 100,0 % Kebisingan < NAB 2 23 25 8,0 % 92,0 % 100,0 % Jumlah 23 36 59 39,0 % 61,0 % 100,0 % P value 0,0001 OR 18,577 CI 95 % (3,743 – 92, 190) Pembahasan Intensitas kebisingan menggambarkan berapa tingkat kuatnya suara yang terukur. Pengukuran intensitas kebisingan pada lingkungan menggunakan alat sound level meter. Sedangkan alat ukur dosimeter digunakan untuk menggambarkan besarnya paparan kebisingan yang diterima oleh pekerja selama waktu kerjanya. Jenis pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui rerata intensitas suara yang diterima oleh pekerja selama jam kerja. Pada jenis pengukuran ini digunakan alat “Dosimeter” (Tarwaka, dkk, 2004:39). Beberapa faktor kebisingan yang memepengaruhi tidur adalah tingkat kebisingan, fluktuasi, banyaknya paparan, jenis bising, waktu atau durasi paparan (Gupta, 2011). NIOSH (1973) menyebutkan bahwa kebisingan dengan frekuensi tinggi lebih berbahaya dari pada kebisingan frekuensi rendah. Kebisingan tingkat tinggi dapat menyebabkan efek jangka pendek dan jangka panjang pada pendengaran. Semakin tinggi intensitas dari kebisingan, 33 potensi untuk menimbulkan gangguan semakin besar. Termasuk termasuk gangguan akibat bising seain pada pendengaran antara lain : pusing, mengantuk, tekanan darah tinggi, stress emosional yang diikuti sakit maag, sulit tidur, dan sakit jantung, serta kerhilangan konsentrasi (waldron, 1990; Anies, 2004 dalam Anies, 2014) Menurut Shahid (2013), kebisingan tidak hanya menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan fisiologis tubuh lainnya. Efek merugikan dari kebisingan terhadap tubuh termasuk sistem cardiovaskular. Dalam sistem ini irama jantung menjadi lebih cepat dan dilatasi pembuluh darah. Gupta (2011), menyebutkan survey sosial menunjukkan bahwa gangguan (annoyance), gangguan tidur dan masalah kardiovaskular dipertimbangkan sebagai efek kebisingan yang paling penting (Ouis 1982; Langdon 1976 dalam Gupta 2011). Kaitan paparan kebisingan terhadap tekanan darah antara lain karena pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, lebih-lebih yang terputus-putus / yang datangnya secara tiba-tiba dan tidak terduga (Suma’mur, 1994:57). DAFTAR PUSTAKA Anies. 2014. Kedokteran Okupasi. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. Atmaca, E; Peker, I; Altin, A. 2005. Industrial Noise and Its Effects on Human. Polish Journal of Environmental Studies Vol. 14, No 6, 721-726 Babba, Janni. 2007. Hubungan Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada Karyawan PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pankep Sulawesi Selatan [Tesis]). Universitas Diponorogo. Semarang. Beevers. 2002. Tekanan Darah. Jakarta : Dian Rakyat 34 Dwi P. Sasongko, dkk. 2000. Kebisingan lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponorogo, Semarang Gupta, Srimanta; Gathak, Citralekha. 2011. Environmental Noise Assesment and Its Effect on Human Health in Urban urban Area. International Journal of Environment Science. Vol 1 No 7. Harrington, J. M., dan Gill, F.S. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC Hastuti, Eny; Setiani, Onny; Nurjazuli. 2005. Faktor-faktor Risiko Kenaikan Tekanan Darah pada Pekerja yang Terpajan Kebisingan di Bandara Ahmad Yani Semarang. J Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol 4 no 2. Melamed, Samuel; Fried, Yitzhak; Froo, Paul. 2001. The Interactive Effect of Chronic Exposure to Noise and Job Complexity on Change in Blood Pressure and Job Satisfaction: A Longitudinal Study of Industrial Employees. Journal of Occupational Health Psychology. Vol 6 no 3. 182195 Suma’mur, P.K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Tok0 Gunung Agung Tawarka, S., dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta UNIBA pers 35