Laporan State of the Art Iptek Bidang Aerospace ditulis di Melbourne

advertisement
Laporan State of the Art Iptek Bidang Aerospace
ditulis di Melbourne , pada awal 2011
Ringkasan Riwayat Pendidikan dan Pengalaman Kerja Penulis Laporan
Nama:
Hadi Winarto
Tanggal/ Tempat Lahir: 15 Maret 1946 di Rembang , Jawa Tengah, Indonesia
Pendidikan:
BE (Aeronautical Engineering) University of Sydney
MEngSc (Fluid Mechanics) University of New South Wales
PhD (Thermo-Fluids) University of New South Wales
Afiliasi:
Senior Member AIAA
Pangkat:
Associate Professor in Aerospace Engineering
RMIT University, Melbourne , Victoria, Australia
Jabatan:
Program Director (Aerospace Engineering)
Research Leader Aerodynamics
Pengalaman Kerja: (dari yang terakhir sampai yang paling awal)
RMIT University (saat ini), Melbourne, Victoria, Australia
PT.IPTN, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
University of Queensland, Brisbane, Queensland, Australia
University of New South Wales, Sydney, New South Wales, Australia
Alcan Australia, Granville, New South Wales, Australia
Industrial Air Company, Alexandria, New South Wales
Bidang Keahlian: Aerospace Engineering, sub-bidang Aerodynamics/ Flight Physics
State of the Art dibidang Dirgantara dan Angkasa Luar (Aeronotika dan Astronotika)
Sub-bidang Aerodinamika/ Fisika Terbang
Ilmu dan Teknologi (iptek) yang dipelajari dibidang ini pada dasarnya adalah mengenai
perancangan bentuk, kinerja (performance) dan stabilitas serta kendali terbang wahana
terbang, baik yang diatmosfer bumi (aeronotika) maupun di angkasa luar (astronotika).
Struktur penulisan diberikan sebagai berikut:
1. Jenis Wahana Terbang
2. Iptek terkini (state of the art) penunjang perancangan wahana terbang
3. Riset dibidang ilmu dasar penunjang iptek dalam butir 1 dan 2
1. Jenis Wahana Terbang
Ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu (I) wahana terbang atmosferik dan (II) wahana terbang
angkasa luar
I. Wahana terbang atmosferik
Pada dasarnya wahana terbang atmosferik dapat didefinisikan sebagai wahana terbang
dimana gaya tarik bumi diatasi dengan bantuan gaya angkat yang muncul sebagai dampak
dari interaksi antara udara (atmosfer) yang bergerak dan bentuk permukaan wahana
terbang yang disapu oleh aliran udara tersebut.
Ini dapat dibagi menjadi 4 jenis yang berbeda secara mendasar
A. Aircraft atau aeroplane yang diterjemahkan sebagai Pesawat Terbang
Ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang berbeda secara mendasar berdasarkan
kecepatan terbang masing2 jenis, yaitu
A1.1. Pesawat Terbang Subsonik rendah
A1.2. Pesawat Terbang Transonik
A1.3. Pesawat Terbang Supersonik
Pesawat Terbang juga bisa dibagi beberapa jenis tergantung pada misinya
A2.1. Pesawat Terbang Militer, yang bisa dibagi lagi menjadi beberapa sub-jenis misalnya
Pesawat Transportasi Pasukan dan Peralatan militer, Pesawat tanker, Pesawat Gempur
Darat (Ground Attack), Pesawat Latih, Pesawat Tempur (Fighter Aircraft), Pesawat Pembom
(bomber), Pesawat mata-mata dlsbnya.
A2,2. Pesawat Terbang Sipil, yang juga bisa dibagi menjadi beberapa sub-jenis seperti
pesawat kecil untuk hiburan dan transportasi pribadi, pesawat aerobatik, pesawat
experimental, pesawat penyemprot hama (agricultural aircraft), dan pesawat transportasi
sipil yang bervariasi ukuran besaranya dari yang hanya mampu mengangkut 4 penumpang
sampai yang ukuran jumbo dan superjumbo seperti Boeing B747 dan Airbus A380.
B. UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau PUNA (Pesawat Udara Nir Awak)
Klasifikasi UAV dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dengan kriteria yang berbeda
misalnya UAV Militer dan Sipil, lalu ukuran UAV mulai dari yang sangat kecil sampai yang
sangat besar, tinggi dan lama terbang, jenis sayap tetap (fixed wing) atau sayap berputar
(rotary wing) dan juga sayap yang di kepak2kan (flapping wing) seperti sayap serangga
dlsbnya.
Klasifikasi bisa juga dilakukan berdasarkan apakah UAV itu bersifat radio controlled, atau
benar2 bisa berfungsi secara otonomus
UAV bisa digunakan sebagai “drone” atau sasaran latihan tembak dengan rudal atau
meriam, pesawat mata-mata seperti Global Hawk yang terbang sangat tinggi dan mampu
mengambil foto mencakup kawasan yang sangat luas, dan bisa terbang tanpa bantuan
manusia alias 100% otonomus (telah dibuktikan dengan terbang secara otonomus dari
Kalifornia ke Australia Barat), pesawat intai dan pengamatan (reconnaisance), pesawat
tempur (UCAV atau Unmanned Combat Air Vehicle) sepert Predator dan Reaper dan
pesawt militer pada umumnya.
UAV juga bisa dimanfaatkan dalam tugas2 sipil, seperti untuk pemeriksaan rel kereta api,
jaringan kabel listrik dlsbnya, juga untuk tugas2 kemanusiaan seperti SAR (Search and
Rescue), bahkan sebagai ambulans udara, pemotretan udara untuk tujuan pertanian, tata
kota dan bahkan penelitian tentang ekologi memeriksa kerusakan lingkungan, atau
membantu memonitor kebakaran hutan, bahkan bisa juga sebagai pembom air untuk
memadamkan kebakaran hutan, memeriksa kandungan zat2 ber-racun di atmosfer,
mempelajari struktur badai (hurricane) dan hal2 yang terlalu membosankan, kotor dan
berbahaya bagi manusia pada umumnya.
C. Wing in Ground Effect (WIGE) craft atau wahana dampak permukaan
Walaupun wahana WIGE bisa berbentuk mirip pesawat terbang, tetapi pada dasarnya
wahana WIGE sesungguhnya adalah kapal (wahana laut) yang terbang sangat dekat
permukaan laut. Pengoperasian wahana WIGE tidak hanya diatur oleh FAA (Federal
Aviation Authority) dan ICAO (International Civil Aircraft Organization), tetapi juga oleh IMO
atau International Maritime Organization.
Sebuah WIGE craft yang sangat terkenal adalah yang disebut sebagai Caspian Sea
Monster alias Ekranoplans, milik Rusia.
D. Trans-Atmospheric Air-Space Plane
Ini adalah pesawat terbang yang ketinggian terbangnya adalah diperbatasan atmosfer bumi.
Karena pada ketinggian tersebut (hampir 100 km diatas permukaan laut) densitas udara
sangat rendah, jauh dibawah densitas pada permukaan laut, maka pesawat harus terbang
dengan kecepatan yang sangat tinggi, sekitar bilangan Mach 10 atau lebih.
Penerapan dibidang transportasi sipil akan mampu menerbangkan penumpang dari New
York ke London dalam waktu sekitar 1 jam, yang harus dibandingkan dengan saat ini
pesawat Boeing 747 butuh waktu terbang lebih dari 6 jam untuk terbang dari New York ke
London, sedangkan Concorde waktu masih beroperasi butuh waktu sekitar 3 jam.
Penerapan dibidang militer akan memberikan kemampuan pada militer Amerika Serikat
untuk menembakkan bom atau misil (rudal) dalam waktu 1 jam sejak target diidentifikasi dan
pesawat atau rudal diluncurkan untuk menghabisi target sampai rudal menghantam sasaran.
Rudal atau pesawat dapat diluncurkan dari basis militer Amerika yang terdekat ke lokasi
target dan target bisa berada dimanapun juga dibola dunia.
Wahana terbang ini membutuhkan adanya mesin pendorong SCRAMJET yang pada saat ini
sedang hangat2nya dipelajari oleh Amerika dan beberapa gelintir (sekitar 10) negara lainnya
termasuk Australia.
Mesin pendorong yang sama dapat juga diterapkan untuk meluncurkan wahana SSTO atau
Single Stage to Orbit, pengganti pesawat angkasa ulang alik (Space Shuttle), yang mampu
tinggal landas seperti sebuah pesawat terbang dan dengan menggunakan mesin hibrida
gabungan dari jet engine dan scramjet engine bisa mencapai kecepatan dan ketinggian
untuk mengorbiti bumi. Karena pesawat tidak perlu mengangkut oxigen dan bisa
menggunakan oxigen yang ada diatmosfer bumi saat masih berada diatmosfer bumi, maka
pesawat trans-atmosferik ini akan jauh lebih murah dibandingkan dengan kalau
menggunakan roket sebagai mesin pendorong, seperti untuk mesin space shuttle saat ini.
2.Iptek terkini (state of the art) penunjang perancangan wahana terbang
2.1 Iptek untuk pesawat terbang
Pada saat ini hampir semua pesawat terbang menggunakan mesin pendorong jet engine,
kecuali untuk pesawat kecil dan berkecepatan subsonik rendah, yang menggunakan
mesin turboprop. Semua pesawat transonik menggunakan mesin jet dan jenis terakhir
yang digunakan adalah dari jenis fanjet dengan bypass ratio yang sangat besar (sekitar
9). Pada dekade sebelum yang sekarang ini, tujuan perancangan pesawat terbang masih
bertumpu pada mantra fly further, higher and faster. Tetapi saat ini ketiga hal tersebut
sudah mencapai titik nadirnya, dan perancangan pesawat sekarang bertumpu pada
keinginan untuk mengurangi dampak pesawat atau transportasi sipil pada lingkungan.
Sekarang ini pesawat harus dirancang supaya ramah lingkungan dan meminimalkan
kontribusi transportasi sipil pada pemanasan global, dan juga tidak mengganggu
ketenangan hidup masyarakat disekitar bandara karena kebisingan pesawat2 yang
beroperasi dibandara khususnya pada saat akan mendarat.
Bentuk sayap dan aerofoil harus dirancang sedemikian rupa sehingga untuk mengangkut
sejumlah beban berguna (payload) tertentu maka ukuran sayap dapat dibuat sekecil
mungkin, namun tetap menghasilkan gaya angkat yang cukup untuk mengatasi gaya tarik
bumi yang beraksi pada pesawat. Semakin kecil ukuran sayap semakin kecil pula ukuran
badan pesawat secara menyeluruh, dan beratnya dapat diminimalkan. Disamping itu, drag
atau gaya hambat pesawat juga dapat diminimalkan secara menyeluruh. Ini berarti bahwa
utk mengangkut payload sejauh jarak jangkau (range) tertentu, gaya dorong jet engine
yang dibutuhkan dapat diminimalkan yang tentu saja akan megurangi bahan bakar yang
dibutuhkan untuk penerbangan. Ini berarti bahwa gas pencemar atau gas rumah kaca
yang dilepas ke atmosfer juga diminimalkan, jadi dampak pada global warming dapat
diminimalkan. Disamping itu tentu saja biaya operasi langsung (DOC atau Direct
Operating Cost) pengoperasian pesawat dapat dikurangi dan harga tiket yang harus
dibayar penumpang juga bisa dikurangi.
Jadi pada saat ini perusahaan2 seperti Boeing dan Airbus sedang giat mengembangkan
metoda2 optimalisasi baik yang bersifat single point optimization maupun multi-objective
optimization untuk merancang bentuk aerodinamis pesawat yang optimal. Bahkan lebih
dari itu perusahaan2 tersebut juga mengembangkan metoda2 MDO atau Multidisciplinary
Design Opimization, yaitu pesawat dirancang dipandang dari berbagai segi seperti
aerodinamika, struktur, propulsi, sistem (temperature dan kelembaban udara dalam kabin,
entertainment system, hidrolik, elektrik dlsbnya), bahkan kebisingan yang disebabkan oleh
pesawat, dan tentu saja juga dari segi yang tak kalah pentingnya yaitu biaya
perancangan, pengembangan dan produksi, dan juga biaya perawatan, perbaikan dan
bongkar pasang (maintenance, repair and overhaul atau MRO) semuanya dioptimalkan
secara serentak, bukan satu per satu secara berurutan. Masing2 pertimbangan dari
perancangan itu biasanya saling bertentangan alias masalahnya melibatkan conflicting
objectives dan ini membuat perancangan yang benar2 optimal dipandang dari masing2
objektif menjadi mustahil. Pada akhirnya sebuah kompromi yang rasional harus diambil
yang memberikan ke-optmal-an terbaik dipandang dari berbagai kepentingan yang saling
bertentangan itu. Sebagai contoh, kompromi yang sering diambil adalah ke-optimal-an
Pareto.
Gaya hambat yang beraksi pada pesawat tanpa sayap pada dasarnya adalah gaya
hambat viskos yang hanya tergantung pada wetted area atau luas basah badan pesawat,
kecuali bila terjadi pelepasan aliran dimana lapisan batas (boundary layer) pada badan
pesawat menjadi terlepas dan terbentuklah kawasan aliran pusaran disebelah hilir dari titik
pelepasan. Keberadaan kawasan pusaran (separated flow) akan menyebabkan
munculnya gaya hambat yang besar. Bentuk badan pesawat dan perpotongan antara
fuselage dengan sayap dan fuselage dengan ekor datar dan ekor tegak harus dirancang
sedemikian rupa sehingga pelepasan aliran dapat dicegah dan tidak terjadi. Khususnya
untuk sayap pesawat, gaya hambat terdiri dari 2 komponen yaitu gaya hambat viskos dan
gaya hambat terimbas. Gaya hambat terimbas dapat diminimalkan dengan merancang
planform (bentuk sayap dipandang dari atas) yang sedemikian rupa sehingga distribusi
beban pada sayap sepanjang bentangan sayap berbentuk mendekati bentuk elips. Gaya
hambat viskos dapat diminimalkan dengan membuat lapisan batas yang menempel pada
sayap bersifat laminar, tetapi dengan catatan bahwa lapisan batas tersebut tetap melekat
pada permukaan sayap dan tidak terlepas membentuk aliran pusaran disebelah hilir titik
pelepasan. Disamping itu ada juga upaya untuk mengoles permukaan sayap dengan zat2
tertentu yang dapat mengurangi gaya gesek permukaan dan mencegah lapisan batas
laminar berubah menjadi turbulen ataupun menjadi terlepas dari permukaan. Tentu saja
bentuk aerofoil yang dipilih juga sangat menentukan apakah pelepasan aliran akan terjadi
atau tidak.
Pengurangan gaya hambat untuk sebuah nilai gaya angkat tertentu jelas akan membuat
pesawat lebih efisien dan dengan demikian lebih ramah lingkungan. Tetapi efisiensi
pesawat dapat juga diperbaiki dengan memanfaatkan iptek bidang material dan struktur.
Pemanfaatan bahan komposit dapat mengurangi berat kosong pesawat, jadi untuk
mengangkut sejumlah payload tertentu seluruh berat pesawat dapat dikurangi dan dengan
demikian untk sebuah nilai lift to drag ratio tertentu, gaya hambat atau drag dapat
dikurangi dan tentu saja bahan bakar yang perlu dibakar menjadi berkurang.
Keramahan terhadap lingkungan juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan
bakar seperti bio-fuel yang dibuat dari bahan2 seperti lumut, buah jarak dan bahan2 yang
bukan bahan makanan lainnya. Uji coba sudah dilakukan dan dalam waktu dekat akan
mulai ada pesawat terbang yang menggunakan bahan bakar campuran yaitu separo dari
bahan bakar minyak dan sisanya adalah bio-fuel. Pesawat terkini juga mulai
menggunakan lebih banyak peralatan elektrik, menggantikan peralatan hidrolik untuk
mengoperasikan permukaan kendali seperti flap dlsbnya. Ini diperkirakan akan
meningkatkan tingkat keselamatan terbang (flight safety), mempermudah perawatan
(maintenance) dan mengurangi berat pesawat. Dalam jangka panjangnya ada
kemungkinan bahwa mesin jet akan diganti dengan sistem propulsi yang serba elektrik,
yaitu meggunakan batere, sel surya dan fuel cell sebagai penyedia energinya. Saat ini
sudah ada pesawat experimental kecil, 1 penumpang (pilot saja) yang mampu terbang
selama maximal setengah jam tanpa menggunakan bahan bakar minyak sama sekali.
Disamping itu riset juga sedang dilakukan untuk menggunakan hidrogen cair sebagai
pengganti avtur. Untuk misi yang sama pesawat semacam ini akan membutuhkan tangki
penyimpan bahan bakar yang jauh lebih besar (3 kali atau lebih) dibandingkan dengan
untuk pesawat yang ada saat ini. Tentu saja bentuk pesawat harus disesuaikan dan
aerodinamika berperan penting untuk masalah tersebut.
Dalam jangka waktu dekat bentuk luar pesawat tidak akan banyak berbeda dari apa yang
ada. Tetapi, seperti telah disebut sebelumnya pesawat masa depan tersebut akan bersifat
lebih elektrik dan akan terbuat dari bahan yang lebih banyak bahan kompositnya
dibanding dengan bahan logam. Perkembangan iptek elektronik begitu pesatnya sehingga
pesawat masa depan akan menyediakan lebih banyak hiburan elektronis, seperti TV,
internet, computer game dlsbnya. Jadi bentuk luar pesawat boleh tetap, tetapi
sesungguhnya pesawat masa depan akan sangat berbeda dari yang ada sekarang.
Untuk jangka waktu lebih jauh, bentuk pesawat pun akan berbeda. Untuk memperbaiki
efisiensi dan mengurangi kebisingan pesawat, sudah ada rencana untuk menggantikan
pesawat sekelas B737 dengan pesawat yang dikenal sebagai BWB atau Blended wing
Body, dimana pesawat akan berbentuk seperti sayap terbang karena fuselagenya juga
berfungsi untuk menghasilkan gaya angkat dan sama sekali tidak kelihatan seperti sebuah
silinder yang merupakan bentuk fuselage pesawat masa kini.
Iptek untuk pesawat supersonik sampai saat ini masih belum cukup maju untuk bisa
diterapkan untuk merancang pesawat supersonik yang efisien dan ramah lingkungan.
Masalah “sonic boom” masih belum bisa diatasi. Disamping itu aerodinamika untuk
kecepatan subsonik (kecepatan rendah waktu tinggal landas dan mulai naik keatas atau
climbing) sangat berbeda dari aerodinamika untuk kecepatan supersonik. Bentuk aerofoil
yang efisien untuk terbang subsonik adalah bentuk yang relatif tebal (sampai 17% panjang
talibusur aerofoil) dengan bagian hidung yang lengkung tumpul (rounded). Disisi lain
sayap supersonik harus sangat tipis (sekitar 5%) dan bagian depannya sangat tajam
seperti mata pisau, untuk mengurangi kekuatan “shock wave” yang tercipta disitu.
Mungkin suatu hari kalau iptek “morphing” atau mengubah bentuk sudah mencapai tingkat
yang jauh lebih tinggi dari saat ini, bisa jadi pesawat supersonik akan menjadi kenyataan.
Pada saat ini yang katanya sudah akan diluncurkan dan dilepas ke pasar adalah pesawat
SSBJ atau Supersonic Business Jet, berpenumpang sekitar 12 orang dan berkecepatan
sekitar bilangan Mach 1.6. Pada kecepatan tersebut dan untuk presawat yang berukuran
relatif kecil, sonic boom sudah dapat diperlemah dengan menggunakan bentuk hidung
pesawat, sayap dan aerofoil tertentu, sedemikian rupa sehingga sonic boom yang terjadi
saat menyentuh bumi sudah begitu lemah dan tidak mengganggu manusia, binatang
ataupun merusak jendela kaca dlsbnya.
Iptek morphing mungkin bisa juga diterapkan untuk menggantikan permukaan kendali,
dan peralatan penambah gaya angkat (high lift devices) seperti aileron dan slat serta flap,
dan juga ekor datar ataupun ekor tegak pesawat (yang mungkin tidak lagi dibutuhkan).
Saat ini fungsi aileron untuk menggulingkan (rolling) dan membelokkan pesawat sudah
bisa diganti dengan sayap yang bagian ujungnya bisa diubah bentuk (morphing) dengan
smart material yang sudah dikembangkan. Tetapi ini baru dalam tahap experimental saja.
Iptek morphing yang sudah matang akan bisa diterapkan sehingga pesawat akan bisa
menirukan cara burung untuk tinggal landas dan mendarat (menclok didahan). Berat
pesawat akan dapat dikurangi karena ada banyak bagian dan pompa serta kendali hidrolik
yang tidak diperlukan lagi. Luas lahan yang dibutuhkan untuk bandara juga akan dapat
dikurangi karena panjang landasan yang dibutuhkan untuk tinggal landas dan mendarat
akan jauh lebih pendek dari yang dibutuhkan sekarang ini.
Perkembangan iptek seperti nanoteknologi yang sedang berlangsung, masih pada tahap
awal dan dampaknya pada ilmu material serta perancangan pesawat masih belum bisa
diramalkan sama sekali. Tetapi bisa diperkirakan bahwa dampaknya akan sangat besar.
2.2 Iptek untuk UAV
Pada saat ini UAV adalah bagian bisnis dari Boeing yang mengalami kemajuan dan
pertumbuhan paling pesat. Secara keseluruhan didunia UAV merupakan masa depan dari
dunia aerospace. Ada banyak jendral USAF (Angkatan Udara Amerika Serikat) yang
mengatakan bahwa UAV adalah masa depan persenjataan USAF, dan F-35 Joint Strike
Fighter adalah pesawat tempur Amerika terakhir yang membutuhkan pilot di kokpit nya.
FAA pun sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan pihak2 terkait untuk
membahas masalah bagaimana sebaiknya mengatur pemanfaatan air space (ruang
udara) supaya bisa dimanfaatkan oleh baik pesawat ber pilot maupun pesawat nir awak
(UAV). Pada saat ini ruang udara bandara sipil tidak boleh digunakan oleh UAV,
sedangkan disisi lain angkatan bersenjata Amerika semakin banyak menggunakan
berbagai jenis UAV dan menginginkan diperbolehkannya UAV dioperasikan diruang udara
bersama pesawat2 berpilot. Ini melibatkan masalah komunikasi dan keselamatan terbang.
Tetapi iptek TCAS (traffic collision avoidance system) sedang dikembangkan untuk
mengatasi masalah tersebut. Disamping itu UAV juga dirancang untuk menjadi semakin
cerdas sehingga nantinya akan mampu berkomunikasi dengan petugas ATC (Air Traffic
Controller) dan mengikuti perintah ATC untuk menghindari kecelakaan.
Iptek Artificial Intelligence sedang berkembang dengan pesat dan ini akan menunjang
terciptanya UAV yang semakin pintar dan otonomus, membutuhkan interaksi dengan
manusia (remote pilot) sesedikit mungkin.
Dari segi aerodinamika, karena UAV tidak membutuhkan pilot maka bisa dirancang
dengan ukuran dari sangat kecil sampai yang sebesar Global Hawk (bentangan sayap
Global Hawk sedikit lebih panjang daripada bentangan sayap pesawat Boeing B737).
Kecepatan terbangpun bervariasi sangat besar. Ini berarti bahwa bilangan Reynolds, yaitu
nisbah (ratio) gaya inersia dibagi gaya viskos yang beraksi pada UAV, juga bervariasi
sangat besar mulai dari beberapa ribu sampai puluhan juta. Aerodinamika untuk bilangan
Reynolds rendah, dimana gaya viskos mendominasi gaya2 inersia, sangat berbeda dari
aerodinamika untuk bilangan Reynolds yang sangat besar yang berlaku untuk pesawat
terbang pada umumnya.
DARPA (Defence Advanced Research Programs Agency) telah mendefinisikan UAV yang
sangat kecil, yang disebut MAV (Micro Aerial Vehicle), sebagai UAV dengan bentangan
sayap tak lebih dari 6 inci atau 15 cm. MAV yang paling kecil berukuran tak lebih besar
daripada seekor lalat hijau. MAV yang sangat kecil ini dioperasikan tak jauh dari
permukaan bumi dimana intensitas turbulensi angin sangat tinggi dan pesawat dengan
sayap tetap (fixed wing) menjadi sangat sulit untuk dikendalikan. Pesawat dengan sayap
berputar seperti helikopter bisa beroperasi jauh lebih stabil daripada pesawat dengan
sayap tetap diangin dengan intensitas turbulensi tinggi. Tetapi rotor craft (pesawat dengan
sayap berputar) itu terlalu rumit kalau dibuat pada skala sangat kecil (seukuran lalat).
Disamping itu rotor craft cenderung sangat bising sehingga tak begitu cocok untuk
digunakan sebagai alat pengintai atau mata2, karena akan mudah dideteksi musuh. Inilah
sebabnya mengapa para peneliti kembali ke alam, memanfaatkan konsep biomimetic atau
meniru apa yang dilakukan alam, dan mempelajari cara terbang serangga, burung dan
kelelawar. Sayap burung, terlebih lagi kelelawar itu memiliki struktur yang sangat rumit
dan sulit ditiru, jadi yang dipelajari adalah cara kerja sayap serangga, seperti kinjeng
(dragonfly). MAV seperti ini bisa dilengkapi dengan mikrofon dan transmiter miniatur, dan
dimanfaatkan untuk me-mata2i musuh. Misalnya saja sekelompok teroris sedang
mengadakan pertemuan disebuah ruangan. MAV kinjeng itu bisa diterbangkan dan masuk
ruangan lewat jendela atau saluran apapun yang terbuka dan hinggap dimeja atau
ditempat yang tak akan diperhatikan oleh mereka yang sedang rapat. Dengan demikian
pihak intelijen militer bisa mendengarkan apa yang sedang dibahas dan direncanakan
oleh para teroris tersebut. Dari segi yang lebih ekstrim, MAV serangga itu bisa diberi
bahan peledak dengan daya ledak tinggi, kemudian diterbangkan dan hinggap dikepala
sang teroris dan langsung diledakkan dan sekaligus membunuh teroris tersebul.
Karena UAV tidak butuh pilot maka bisa dirancang untuk terbang mengudara sangat lama
tanpa mendarat. Saat ini rekor paling lama adalah sekitar 7 hari 7 malam, tetapi DARPA
sudah memberikan kontrak untuk perancangan UAV yang bisa terbang tanpa mendarat
selama 5 tahun!!! UAV jenis ini menggunakan mesin pendorong dengan sumber energi sel
surya dan fuel cell. Pada malam hari sel surya tidak bisa bekerja, jadi motor listrik
pendorong UAV diberi acu daya listrik dari fuel cell. Pada siang hari fuel cell tersebut diisi
ulang oleh sel surya yang tersinari oleh sinar matahari. UAV seperti ini bisa digunakan
untuk menggantikan satelit, baik untuk tugas sebagai mata2 mengambil foto udara dan
juga untuk berfungsi sebagai pemancar ulang (relay) untuk handphone atau cell phone
atau mobile (telpon saku atau telpon genggam). Ini lebih murah dari satelit dan kalau
rusak dapat didaratkan dan diperbaiki sebelum diterbangkan kembali. NASA dan
AeroVironment telah dan sedang mengembangkan UAV jenis ini dalam program ERAST
(Environmental Research Aircraft and Sensor Technology). UAV Helios mampu terbang
pada ketinggian hampir 100 ribu kaki (sekitar 30 km) dan akan dikembangkan lebih lanjut.
Bentangan sayap UAV jenis ini mencapai lebih dari 30 meter dan sangat lentur dan
diseluruh permukaannya diberi sel surya.
UAV punya potensi yang sangat besar untuk memenuhi segala macam kebutuhan yang
berbasis penginderaan jarak jauh. Dengan kemajuan iptek bidang pemotretan yaitu
kamera digital yang semakin canggih dengan resolusi sangat tinggi, bahkan bisa
beroperasi pada panjang gelombang infra merah atau kamera EO/IR (Electro-optics Infra
Red). UAV dengan peralatan yang tepat bisa digunakan untuk melakukan berbagai
macam misi seperti monitoring kebakaran hutan, mendeteksi kapal penangkap ikan asing,
melakukan tugas Search and Rescue kalau terjadi bencana alam, membantu Pemerintah
Daerah dan Kota dalam melakukan potret udara untuk tujuan tata ruang kota dlsbnya.
UAV perlu dipelajari secara mendalam. Salah satu keuntungan dalam perancangan UAV
adalah kenyataan bahwa rsiet tentang UAV bisa dimulai dari ukuran kecil dan relatif
sederhana sehingga biaya yang terlibat cukup murah. Dengan meningkatnya kemampuan
yang dimiliki, riset dan pengembangan bisa dilanjutkan ke tingkat yang semakin lebih
tinggi, sesuai dengan kemampuan dana dan tenaga manusia ahli yang tersedia.
2.3 Iptek untuk WIGE Craft
Sebagai negara kepulauan Indonesia seharusnya sangat aktif mengembangkan iptek
untuk WIGE craft. Wahana ini sesungguhnya adalah kapal (laut) yang terbang tak jauh
diatas permukaan air (laut, danau atau sungai), jadi mestinya lebih murah dibandingkan
dengan pesawat terbang. Disisi lain dengan memanfaatkan dampak permukaan, maka lift
to drag ratio WIGE craft lebih tinggi daripada untuk pesawat terbang sekelas, jadi
mestinya biaya pengoperasiannya lebih murah. Keuntungan lainnya adalah bahwa WIGE
craft tidak membutuhkan bandara yang mahal, karena bisa tinggal landas dan mendarat
dipermukaan air atau darat yang relatif datar (laut tidak berombak terlalu besar misalnya).
Kerugiannya adalah kecepatan terbang WIGE craft paling tinggi sekitar separo kecepatan
pesawat, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan helikopter dan biaya operasinya lebih
murah daripada helikopter. Disisi lain biaya operasi WIGE craft lebih tinggi daripada kapal
atau perahu, tetapi kecepatannya bisa jauh lebih tinggi. Pada saat ini WIGE craft yang
sudah dibuat dan dioperasikan pada dasarnya adalah wahana laut yang relatif kecil dan
dimanfaatkan untuk olahraga air ataupun hiburan. Tetapi sebenarnya keunggulan WIGE
caft menjadi semakin besar untuk WIGE craft yang berukuran lebih besar.
Angkatan bersenjata Amerika Serikat pernah memberikan kontrak ke Boeing untuk
mengembangkan WIGE craft dengan sebutan Pelican yang super besar.
Nilai lift to drag ratio sayap WIGE craft menjadi semakin besar kalau beroperasi lebih
dekat ke permukaan, yang dapat dituangkan dalam bentuk nisbah h/c dimana h adalah
ketinggian diatas permukaan sedangkan c adalah talibusur aerofoil sayap. Semakin besar
ukuran WIGE craft semakin besar pula nilai talibusur aerofoilnya. Untuk nilai h/c tertentu
ini berarti semakin besar pula nilai h atau ketinggian diatas permukaan. Kalau h/c=0.1
maka WIGE craft dengan talibusur sayap sepanjang 5 meter, harus beroperasi pada
ketinggian 0.5 meter, jadi kalau gelombang berukuran 0.5 meter maka WIGE craft
tersebut harus beroperasi pada ketinggian dimana h/c jauh lebih besar dari 0.1 dan
keunggulan WIGE menjadi sangat berkurang. Disisi lain WIGE craft dengan talibusur
sayap sepanjang 50 meter akan dengan mudah beroperasi pada h/c=0.1 walaupun tinggi
gelombang mencapai 0.5 meter.
Masalah dasar dari WIGE craft adalah pertama-tama pada awalnya sebelum lepas landas
dia harus beroperasi di air dimana gaya hambat air jauh lebih besar daripada untuk udara.
Ini berarti bahwa untuk tinggal landas WIGE carft membutuhkan engine dengan gaya
dorong yang jauh lebih besar daripada nanti kalau sudah mengudara. Ini berarti bahwa
engine yang dibutuhkan oleh WIGE craft lebih besar daripada kebutuhan saat terbang
jelajah memanfaatkan dampak permukaan. Ini tentu saja mengurangi keuntungan yang
diperoleh dengan beroperasi dekat permukaan.
Masalah yang kedua adalah masalah stabilitas longitudinal. Karena gaya2 aerodinamika
yang beraksi pada WIGE craft tidak hanya tergantung pada sudut serang tetapi juga pada
nisbah h/c, maka stabilitas nya juga tergantung pada kedua parameter tersebut dan
membuat masalah stabilitas WIGE craft menjadi lebih rumit. Disamping itu karena WIGE
craft beroperasi sangat dekat permukaan maka kalau terjadi sesuatu misalnya ketinggian
terbang mendadak berkurang karena adanya gelombang, waktu untuk menghindari
bencana menjadi sangat pendek. Ini mungkin dapat diatasi dengan memggunakan sistem
kendali otomatis yang canggih. Tetapi ini akan menambah berat WIGE craft dan
mengurangi keuntungan terbang dekat permukaan.
Masalah ketiga yang muncul adalah kalau WIGE craft harus belok, maka radius beloknya
sangat besar. Untuk membelokkan pesawat, sayap pesawat harus dimiringkan atau
pesawat harus digulingkan sehingga menjadi miring. Semakin kecil radius belok yang
diinginkan semakin besar sudut guling yang diperlukan. Disisi lain karena harus
beroperasi sangat dekat ke permukaan dan kalau sudut kemiringan sayap terlalu besar
maka ujung sayap akan menyentuh permukaan dan musibah akan terjadi.
Walaupun iptek untuk WIGE craft masih belum matang tetapi keuntungan yang diperoleh
dengan menguasai teknologi perancangan dan produksi serta pengoperasian WIGE craft
itu sangat besar, apalagi mengingat Indonesia sebagai negara maritim, sebaiknya iptek
wing in ground effect dipelajari dan dimanfaatkan semaksimal mungkin.
2.4 Iptek penunjang wahana trans-atmosferik
Aerodinamika yang dibutuhkan untuk menunjang wahana ini adalah aerodinamika
hipersonik untuk kondisi atmosfer gas tipis atau rarefied gas flow.
Disamping itu wahana ini hanya akan menjadi kenyataan kalau mesin Scramjet sudah
menjadi kenyataan. Ini membutuhkan biaya untuk riset dan pengembangan yang sangat
besar. Mempertimbangkan kenyataan tersebut maka tidak direkomendasikan bagi
Indonesia untuk ikut terlibat dalam riset dan pengembangan bidang ini. Tentu saja kalau
kondisi berubah dimasa depan, bisa jadi Indonesia mau tak mau juga harus ikut terlibat
dalam pengembangan iptek ini. Untuk sementara waktu sebaiknya Indonesia menjadi
pengamat saja. Namun demikian sebaiknya ada beberapa ilmuwan dan insinyur Indonesia
yang terus memonitor perkembangan dibidang ini sebagai kerja sampingan, supaya
Indonesia tidak menjadi semakin jauh tertinggal.
3. Riset dibidang ilmu dasar penunjang iptek dalam butir 1 dan 2
Dari segi yang paling mendasar pengertian tentang gaya hambat adalah yang paling
penting. Gaya hambat muncul karena adanya viskositas. Ini menyebabkan tumbuhnya
lapisan batas dikawasan yang sangat dekat dengan permukaan benda. Lapisan batas ini
bisa bersifat laminar atau turbulen, dan bisa terlepas. Tergantung pada kondisi aliran dan
bentuk benda (aerofoil) didekat tepi haluan aerofoil aliran bisa tetap melekat pada
permukaan atau langsung terlepas dari permukaan atau pada awalnya terlepas dan
kemudian menempel kembali ke permukaan dan diantara kedua titik tersebut terbentuklah
sebuah gelembung aliran. Gelembung ini bisa diulur menjadi panjang sampai mencapai
ujung buritan, atau pecah dan aliran menjadi lepas atau tetap sebagai gelembung semula.
Ada banyak peneliti yang aktif mempelajari masalah ini, yang memang sangat rumit. Pola
aliran yang terbentuk bisa bervariasi banyak sekali dan tergantung pada bentuk dan sudut
serang aerofoil, kecepatan aliran, viskositas fluida dan juga intensitas turbulensi di aliran
arus bebas.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan banyak peralatan seperti pressure
transducer, hot wire, hot film anemometry, LDV, PIV dan macam2 lagi. Pengertian juga
bisa diperoleh dengan membuat pola aliran menjadi kelihatan, misalnya dengan bantuan
asap, atau minyak dan kaolin yang dioleskan ke permukaan sayap dan yang lebih canggih
adalah menggunakan PSP (pressure sensitive paint).
Pengukuran biasanya dilakukan didalam terowongan angin dimana kecepatan angin bisa
diatur atau dikendalikan.
Proses transisi atau perubahan dari aliran lapisan batas laminar menjadi lapisan batas
turbulen masih belum sepenuhnya dimengerti dan masih perlu dipelajari lebih lanjut. Aliran
turbulen itu sendiri juga merupakan sebuah fenomena rumit yang sulit dimengerti dan
belum sepenuhnya dimengerti. Ada banyak teori empiris untuk menjelaskan apa yang
terjadi dalam aliran turbulen, tetapi semua rumus2 empiris itu hanya berlaku untuk kasus2
khusus saja yang membuktikan bahwa rumus2 tersebut tidak sepenuhnya benar.
Model fisis dari aliran fluida sesungguhnya sudah banyak dimengerti. Model matematis
yang merupakan rumusan matematis dari model fisis tersebut juga sudah diketahui yaitu
sistem persamaan Navier-Stokes. Masalahnya adalah bahwa persamaan Navier-Stokes
(yang berlaku untuk kasus2 yang tidak melibatkan reaksi kimiawi dan hanya untuk fluida
Newton saja) itu bersifat sangat linier dan tidak bisa diselesaikan secara analitis. Ada situs
internet yang mengadakan lomba dan akan memberikan hadiah sebesar US$1 juta bagi
siapa yang bisa menyelesaikan persamaan Navier-Stokes untuk pertama kalinya.
Persamaan ini bisa diselesaikan secara analitis untuk kasus2 aliran yang sangat
sederhana saja, jauh dari situasi untuk aliran didunia engineering.
Persamaan Navier-Stokes bisa dicoba diselesaikan secara numerik dengan bantuam
komputer digital, tetapi ini juga tidak mudah. Bidang ilmu yang disebut CFD atau
Computational Fluid Dynamics adalah cabang ilmu yang berusaha menyelesaikan
persamaan Navier-Stokes secara numerik. Persamaan Navier-Stokes dapat dicacah atau
discretized menjadi sejumlah besar persamaan aljabar yang harus diselesaikan secara
simultan. Kalau persamaan yang dicacah itu sama sekali tidak disederhanakan maka
model numerik yang diperoleh dikenal sebagai DNS (Direct Numerical Simulation). Pada
saat ini super computer yang terbesar yang ada didunia baru mampu menyelesaikan DNS
untuk kasus aliran yang teramat sederhana. Untuk aliran yang sedikit lebih rumit,
persamaan Navier-Stokes harus disederhanakan dulu sebelum dicacah. Model numerik
dari penyederhanaan yang paling minimal dikenal sebagai LES atau Large Eddy
Simulation. Ini bisa disederhanakan lebih lanjut menjadi RANS (Reynolds Averaged
Navier Stokes). LES itu lumayan bagus tetapi masih terlalu sulit untuk diselesaikan
dengan komputer2 yang ada untuk kasus aliran yang sedikit rumit, tetapi untuk aliran yang
lebih rumit super komputer terbesar yang adapun belum mampu menyelesaikannya.
RANS bisa diselesaikan untuk pola aliran yang lebih rumit, tetapi hasilnya tidak begitu
akurat. Jadi riset dibidang CFD masih diperlukan.
Sebelumnya telah dikatakan bahwa perancangan pesawat membutuhkan proses
optimisasi yang melibatkan multi-objektif dan masing2 objektifnya saling bertentangan.
Dijaman dulu optimisasi dilakukan dengan metoda analitis seperti steepest gradient
descent dan metoda2 sejenis lainnya. Untuk menemukan bentuk aerofoil yang optimal
dibutuhkan informasi mengenai distribusi tekanan yang beraksi disepanjang permukaan
aerofoil. Distribusi tekanan ini diperoleh dengan mempertimbangkan pertumbuhan lapisan
batas yang diinginkan disepanjang permukaan aerofoil yang diperkirakan akan
memberikan gaya hambat yang minimal. Bentuk permukaan aerofoil pada awalnya
ditebak dan distrbusi tekanan pada permukaan aerofoil tebakan itu dihitung dengan
program computer untuk menganalisa karakteristik atau sifat2 aerofoil yang bentuknya
diberikan. Distribusi tekanan pada permukaan aerofoil tebakan dibandingkan dengan
distribusi tekanan yang di ingin kan. Informasi tentang perbedaan kedua distribusi tekanan
itu kemudian digunakan untuk memperbaiki bentuk aerofoil tebakan. Proses tersebut
diulang atau diiterasikan ber-kali2 sehingga akhirnya distribusi tekanan pada aerofoil
tebakan menjadi sama dengan distribusi tekanan yang diinginkan. Ada banyak metoda
yang dikembangkan untuk memperbaiki bentuk aerofoil yang ditebak.
Masalah dari pendekatan tersebut diatas adalah bagaimana menentukan bentuk distribusi
tekanan yang diinginkan supaya gaya hambat yang diperoleh benar2 bernilai minimal.
Distribusi tekanan yang diberikan bisa jadi berakhir dengan sebuah bentuk aerofoil yang
tak masuk akal, misalnya berbentuk seperti ekor ikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, yang dikenal sebagai pendekatan tak langsung, maka
dikembangkan metoda optimisasi dengan pendekatan langsung. Dalam pendekatan ini
sejumlah besar bentuk aerofoil diperiksa atau dianalisa dengan sebuah program komputer
yang tepat guna, misalnya penyelesai model persamaan RANS. Kemudian nilai gaya
hambat dari masing2 bentuk aerofoil yang telah dihitung dibandingkan sampai akhirnya
nilai gaya hambat yang paling kecil diperoleh dan aerofoil dengan gaya hambat tersebut
adalah bentuk yang diinginkan. Masalah dengan pendekatan ini adalah bagaimana kita
tahu bahwa semua bentuk aerofoil sudah dianalisa. Bisa jadi ada bentuk aerofoil yang
belum diperiksa yang sesungguhnya memiliki nilai gaya hambat yang optimal. Masalah
yang lebih praktis adalah berapa banyak bentuk aerofoil yang harus dianalisa? Untuk
mendapatkan bentuk yang benar2 optimal mungkin kita harus menganalisa semilyar
bentuk aerofoil. Tetapi tentu saja ini tidak mungkin karena kalau setiap aerofoil butuh 5
menit waktu komputasi untuk menganalisa/ menghitung nilai gaya angkatnya, maka total
waktu komputasi yang dibutuhkan adalah 5 milyar menit (hampir 2 ribu tahun), dan ini
jelas mustahil.
Untuk mengatasi masalah tersebut telah dikembangkan banyak metoda yang dikenal
sebagai pendekatan metoda evolusioner (EA atau Evolutionary Algorithm). Pada awalnya
salah satu contoh EA yang popular adalah metoda GA (Genetic Algorithm) atau Algoritma
Genetika. Tetapi belakangan ini ada banyak metoda2 lain yang lebih efisien yang telah
dikembangkan, misalnya metoda Particle Swarm Optimisation, Ant Colony Optimisation
dan banyak lagi. Metoda2 seperti ini perlu dipelajari, dimengerti dan dikembangkan dan
diterapkan dalam mencari bentuk2 aerofoil yang optimal. Metoda2 yang sama mungkin
juga bisa diterapkan untuk Multidisciplinary Design Optimisation.
Untuk menunjang upaya menguasai iptek UAV, ada banyak cabang aerodinamika yang
perlu dipelajari, misalnya Low Reynolds Number Aerodynamics, dan juga masalah
stabilitas UAV kecil yang beroperasi di angin yang turbulen. Masalah flapping wing juga
perlu dipelajari supaya kita mampu menguasai iptek untuk MAV atau UAV berukuran
sangat kecil. Disamping itu perlu juga dipelajari masalah penerbangan di udara tipis pada
ketinggian 30 km diatas permukaan laut atau lebih tinggi.
Untuk sistem propulsi yang dibutuhkan UAV kecil, perlu dipelajari konsep dan
perancangan micro gas turbine (MGT) yang berukuran sangat kecil.
Kemampuan dibidang artficial intelligence dan automatic control juga harus dikembangkan
dan ini perlu ditunjang oleh kemampuan dibidang micro-electronic.
Dibidang riset penunjang iptek WIGE craft kita perlu mempelajari masalah aerodinamika
sayap yang beroperasi sangat dekat ke permukaan (air atau darat) dan masalah2 yang
berkaitan dengan stabilitas dan pengendalian wahana WIGE tersebut
Untuk menunjang kemampuan dibidang pesawat supersonik kita harus mempelajari
masalah aerodinamika supersonik, khususnya masalah terbentuknya gelombang kejut
(g.k) atau shock wave, dan bagaimana g.k berinteraksi dengan lapisan batas. Ini perlu
dimengerti karena interaksi g.k dengan lapisan batas bisa membuat lapisan batas yang
mestinya melekat pada permukaan ternyata menjadi terlepas dan dengan demikian
menyebabkan munculnya gaya hambat yang besar. Masalah sonic boom juga perlu
dipelajari untuk mengantisipasi kemungkinan harus menyelesaikan masalah yang muncul
karena adanya sonic boom. Secara umum kita harus mempelajari masalah2
aeroacoustics atau masalah kebisingan yang ditimbulkan oleh interaksi antara aliran
udara dengan bentuk permukaan benda. Bidang yang mempelajari simulasi numerik
masalah aeroacoustics dikenal sebagai CAA atau Computational Aero Acoustics, yang
mempelajari kaitan antara aerodinamika dan kebisingan yang ditimbulkan oleh kulit
pesawat atau landing gear pesawat dlsbnya.
Download