UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENERAPAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) UNTUK MENDETEKSI PRESCRIPTION ERROR PADA RESEP POLI JANTUNG DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP FATMAWATI SKRIPSI AYU DIAH GUNARDI NIM: 1111102000081 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA OKTOBER 2015 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENERAPAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) UNTUK MENDETEKSI PRESCRIPTION ERROR PADA RESEP POLI JANTUNG DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP FATMAWATI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi AYU DIAH GUNARDI NIM: 1111102000081 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA OKTOBER 2015 ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Ayu Diah Gunardi NIM : 111110200081 Tanda Tangan : Tanggal : 20 Oktober 2015 iii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Nama : Ayu Diah Gunardi NIM : 1111102000081 Program Study : Farmasi Judul Skripsi : Penerapan Failure Mode and effect Analysis (FMEA) Untuk Mendeteksi Prescription Error pada Resep Poli Jantung di Instalasi rawat Jalan RSUP Fatmawati Disetujui Oleh : Pembimbing 1 Pembimbing II Dr. Delina Hasan, M.Kes.,Apt. Ahmad Subhan, M.Si.,Apt NIP 195602101987032003 NIP 19790472010121001 Mengetahui, Kepala Progrsm Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Yardi, PhD., Apt NIP 197411232008011014 iv UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA v UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ABSTRAK Nama : Ayu Diah Gunardi NIM : 1111102000081 Program Studi : Strara-1 Farmasi Judul Skripsi : Penerapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mendeteksi Prescription Error pada resep poli jantung di Instalasi Rawat jalan RSUP Fatmawati. Prescription error atau kesalahan administrasi dan ketidakjelasan penulisan dalam bagian resep dapat menyebabkan kegagalan.6 kegagalan sangat sering terjadi di rumah sakit termasuk pelayanan farmasi yang merupakan wilayah berisiko tinggi untuk mengakibatkan kegagalan. Perlu diterapkan suatu metode untuk mengidentifikasi kegagalan dan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dianggap mampu untuk mengidentifikasi kegagalan prescription error pada resep. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan retrospektif terhadap data-data resep poli jantung IRJ RSUP Fatmawati bulan januari 2015. Hasil prescribing mengenai kelengkapan tahapan pengisian resep didapatkan; tidak ada nomor rekam medis 15.64%, tidak ada nama pasien 0.08%, tidak ada tanggal lahir pasien 29.89%, tidak ada jenis kelamin pasien 92.21%, tidak ada tinggi badan pasien 99.89%, tidak ada berat badan pasien 99.89%, tidak ada riwayat alergi pasien 65.19%, tidak ada tanggal resep 25.84%, tidak ada nama dokter 0.43%, tidak ada NIP dokter 1.47%, tidak ada status dokter 100%, tidak ada nama obat 0%, tidak ada dosis sediaan 0%, tidak ada jumlah obat 0%, tidak ada rute sediaan 100%, tidak ada aturan pakai 7.91%, tidak ada paraf dokter 100%, tidak terisi pengkajian dan klarifikai petugas 8.27%, tidak terisi kolom penyiapan oleh petugas 7.50%, tidak terisi kolom dispensing oleh petugas 42.88%, tidak terisi kolom penyerahan dan informasi petugas 9.75%, tidak terisi form pengkajian resep oleh petugas 0.98%, dan tidak terisi klarufikasi dan informasi oleh petugas 100%. Hasil penelitian dengan menerapkan hasil prescription dengan menggunakan metode FMEA untuk mendapatkan kegagalan vi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA dengan risiko tertinggi dan diperlukan perbaikan segera menunjukkan bahwa bahwa nilai RPN teringgi yaitu pada kegagalan membaca riwayat alergi dan kegagalan membaca rute obat dengan score RPN (Risk Priority Number) masingmasing 120. Dengan nilai SEV (Severity) 6, OCC (Occurance) 5, dan DET (Detection) 4. Kata kunci : Prescription Error, Prescribing, dan Failure Mode and Effect Analysis. vii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ABSTRACT Name : Ayu Diah Gunardi NIM : 111110200081 Study Program : 1- Strate Pharmacy Title : Application of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to Detect Prescription Error in Recipe Outpatient Installation of poly Cardiac RSUP Fatmawati. Prescription Error or administration error and obscurity prescription may occursfailure.6 Failure very often occurs in hospitals including the pharmacy services that are high-risked areas to leadthe failure. This condition requires a methode for failure detection. Aplication of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) can used to identify failure of prescription error in prescription. This study used cross sectional design with retrospectivetowards data collectionsat Instalation of poly cardiac RSUP Fatmawati in January 2015. The results showed about the completeness of the stages of filling a prescriptions; no numbers of medical records 15.64%, no name of patients 0.08%, no date of birth of patients 29.89%, no gender of patients 92.21%, no height of patients 99.89%, no weight of patients 99.89%, no allergic history of patients 65.19%, nodate of prescription 25.84%, no name of doctors 0.43%, no NLP (Number Licences to Practice) of doctors 1.47%, nostatus of doctors 100%, no name of drugs 100%, no dose preparations 0%, no drugs amount 0%, no preparations route 100%, no rules of used drug 7.91%, no doctors sign 100%, unallocated assessment and clarificationof officers 8:27%, unallocated column preparation by officers 7,50%, unallocated column dispensing by officers 42.88 %, unallocated column submission and information by officers 9.75%, no prescription assessment form filled by officers 0.98%, and unallocated clarification and information by officers 100%. The results by applying prescription result through methode of FMEA to obtain high-risk failure and needed remedy immediatly identify that with the highest RPN (Risk Priorty of Number) score was failure to read a history of allergies and failure to read route of drugs (RPN/Risk priority Number score of viii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 120) With each value SEV (severity) 6, OCC (Occurance)5, and DET (Detection) 4. Keyword : Prescription Error, Prescribing, and Failure mode and effect anlaysis ix UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Untuk Mendeteksi Prescription Error Pada Resep Poli Jantung Di Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati” ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang merupakan suri tauladan bagi kita semua. Skripsi ini disusun dari hasil penelitian di Depo Farmasi IRJ RSUP Fatmawati, IFRS Fatmawati. Dalam proses penyususnan skripsi dan dalam menyelesaikan masa perkuliahan tentu banyak berbagai halangan serta kesulitan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, dorongan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, izinkan penulis untuk menghaturkan capkan terimakasih yang mendalam kepada : 1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt sebagai Pembimbing I dan bapak Ahmad Subhan, M.Si,Apt sebagai Pembimbing II, yang telah memberikan ilmu, waktu, tenaga, nasihat, serta arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi,PhD., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu Nelly Suryani, PhD., M.Si., Apt selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt selaku Penasehat Akademik yang Selalu Membimbing Penulis. 5. Bapak dan ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. x UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA . 6. Ibu Etin, Dr. Danik, Ibu Suli serta seluruh pegawai RSUP Fatmawati yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian. 7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sunarto dan Ibunda Sutiah yang selalu iklas tanpa pamrih membeikan kasih sayang, dukungan moral, material, nasihat-nasihat, serta lantunan doa disetiap waktu. 8. Keluargaku Johan Gunardi, Ade Gunardi, Karuniawati Gunardi, Lia Dewi Indrianti, Diah Kusuma Astuti yang senantiasa memberi semangat, motivasi, nasihat dan kasih sayang pada penulis. 9. Agung Prakoso Trisa untuk semangat, bantuan, dan doa untuk penulis. 10. Sahabat tersayang Akas, Nicky, Henny, Icop, Wina, Meri, Arum, Ali, Reni dan Ami, yang selalu membantu penulis dimasa perkuliahan. 11. Teman-teman program studi Farmasi khususnya Farmasi 2011. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu keritik dan saran sangat diharpkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Jakarta, 20 Oktober 2015 Penulis xi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Ayu Diah Gunardi NIM : 1111102000081 Program Studi : Starata-1 Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul PENERAPAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) UNTUK MENDETEKSI PRESCRIPTION ERROR PADA RESEP POLI JATUNG DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP FATMAWATI untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada Tanggal : Ciputat : 20 Oktober 2015 Yang menyatakan, (Ayu Diah Gunardi) xii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORSINILITAS ........................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................v ABSTRAK ..................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................. viii KATA PENGANTAR .....................................................................................x HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. xii DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvii DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix DAFTAR SINGKATAN ...............................................................................xx BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................2 1.3 Pertanyaan Penelitian ......................................................................2 1.4 Tujuan Penelituan ............................................................................3 1.4.1 Tujuan Umum .......................................................................3 1.4.2 Tujuan Khusus.......................................................................3 1.5 Manfaat Penelitian...........................................................................3 1.5.1 Teoritis ..................................................................................3 1.5.2 Metodologi ............................................................................3 1.5.3 Aplikatif ................................................................................4 1.6 Ruang Lingkup ................................................................................4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5 2.1 Failure Mode and Effect Analysis ...................................................5 2.1.1 Sejarah ...................................................................................5 2.2.2 Pengertian FMEA ..................................................................5 2.1.3 Langkah Dasar FMEA ..........................................................6 2.1.4Fungsi FMEA Di Rumah Sakit ..............................................7 2.1.5 Identifikasi element-element FMEA .....................................7 2.1.6 Analisa Sistem Pengukuran ..................................................9 2.1.6.1 Cause and Effect Diagram ........................................9 2.1.6.2 Pareto Diagram .......................................................11 2.1.7 Penggunaan Failure Mode and Effect Analysis ..................11 2.1.8 Penelitian Sebelumnya ........................................................11 2.2 Medication Error .............................................................................5 2.2.1 Penggolongan Medication Error ...........................................5 2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Medication Error ..........................5 2.2.3 Medication Error Pada Prescribing .......................................6 2.3 Resep .............................................................................................16 2.3.1 Definisi Resep .....................................................................16 2.3.2 Jenis-Jenis Resep .................................................................17 2.3.3 Penulisan Resep...................................................................17 xiii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2.3.4 Penulis Resep ......................................................................17 2.3.5 Tujun Penulisan Resep .......................................................18 2.3.6 Format Penulisan Resep ......................................................18 2.3.7 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep ...................................19 2.3.8 Pengkajian Resep ................................................................19 2.3.8.1 Kajian Administrasi ................................................19 2.3.8.2 Kajian Kesesuaian Farmasetik ................................20 2.3.8.3 Pertimbanagn Klinis ...............................................20 2.3.8.4 Dispensing ..............................................................21 2.3.9 Tanda-Tanda pada Resep ....................................................21 2.3.10 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya ......................22 2.3.11 Menulis Resep ...................................................................23 2.3.12 Skrining Resep ..................................................................25 2.3.13 Permasalahn Dalam Menulis Resep ..................................27 2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit .....................................................28 2.4.1 Rumah Sakit ........................................................................28 2.4.1.1 Definisi Rumah Sakit ..............................................28 2.4.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ..............................28 2.4.1.3 Klasifikasi Rumah sakit ..........................................29 2.4.2 Depo Farmasi Rumah Sakit.................................................28 2.4.3 Standar Pelayanan Farmasi Rumah sakit ............................28 2.4.3.1 Tugas Tim Farmasi Terapi......................................28 2.4.3.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...............................29 2.4.3.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS ...............28 2.4.4Standar Pelayanan Kefarmasian Di RS ................................28 2.4.4.1 Pengelolaan Sediaan Farmasia, Alkes dan Bahan Medic Habis Pakai .......................................28 2.4.4.2 Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alkes dan Bahan Medis Habis pakai ......................29 2.5 Jantung .........................................................................................28 2.5.1 Anatomi Jantung .................................................................28 2.5.2 Siklus Jantung .....................................................................28 2.5.3 Curah Jantung......................................................................28 2.5.4 Denyut Jantung dan Daya Pompa Jantung ..........................28 2.5.5 Definisi Gagal Jantung ........................................................28 2.5.6 Patofisiologi Gagal Jantung ................................................28 2.5.8 Anatomi Jantung .................................................................28 2.5. Siklus Jantung .......................................................................28 2.5.3 Curah Jantung......................................................................28 2.5.4 Denyut Jantung dan Daya Pompa Jantung ..........................28 2.5.5 Definisi Gagal Jantung ........................................................28 2.5.6 Patofisiologi Gagal Jantung ................................................28 2.5.7Pengobatan Gagal Jantung ...................................................28 2.5.8 Obat-Obatan Gagal Jantung ................................................28 2.5.8.1 Penghambat ACE....................................................28 2.5.8.2 Antagonis Angiotensin II ........................................29 2.5.8.3 Diuretik ...................................................................28 2.5.8.4Antagonis Aldosteron ..............................................28 xiv UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2.5.8.5Beta Bloker ..............................................................29 2.5.8.6Vasodilator Lain ......................................................28 2.5.8.7Glikosida Jantung ....................................................28 2.5.8.8 Inotropik Lain .........................................................29 2.5.8.9Antitrombotik ..........................................................28 2.5.8.10Antiaritmia .............................................................28 BAB 3 KERANGKA KONSEP DEFINISI OPERASIONAL ..................35 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................35 3.2 Definisi Operasional ...................................................................36 BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................36 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................40 4.1.1 Lokasi Penelitian .................................................................40 4.1.2 Waktu Penelitian .................................................................40 4.2 Rancangan Desain Penelitian ......................................................40 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................40 4.3.1 Populasi ...............................................................................40 4.3.2 Sampel .................................................................................40 4.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi .........................................41 4.4.1 Kriteria Inklusi ....................................................................41 4.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................41 4.5 Pengumpulan Data ......................................................................41 4.6 Cara Kerja ...................................................................................43 4.7 Rencana Teknik Analisa Data .....................................................43 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................45 5.1 Hasil Penelitian ...........................................................................45 5.1.1 Pengumpulan Data Kelengkapan Resep .............................45 5.1.2 Tahap FMEA .......................................................................47 5.1.2.1 Mengidentifikasi Failure Mode ..............................47 5.1.2.2 Mengidetifikasi Tingkat keparahan, Frekuensi dan kemungkinan deteksi. ......................................47 5.1.2.3 Perhitungan RPN ....................................................55 5.2 Pembahasan .....................................................................................65 5.2.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................65 5.2.2 Tahap Diagnosa ...................................................................65 5.2.3.1 Analisa Kelengkapan Data pasien ..........................66 5.2.3.2 Identifikasi Medication Error akibat ketidaklengkapan penulis resep ..............................67 5.2.3.3 Identifikasi Medication Error akibat ketidaklengkapan data perbekalan farmasi .............68 5.2.3.4 Identifikasi Medication Error akibat ketidaklengkapan data pelayanan resep yang diisi farmasi 69 5.2.4 Analisa Hasil FMEA ...........................................................70 5.2.4.1 Analisa mengenai FMEA .......................................70 5.2.4.2 Analisa Severity FMEA ..........................................70 5.2.4.3 Analisa Occurance FMEA ......................................71 5.2.4.4 Analisa Detection FMEA .......................................71 xv UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 5.3 Diagram Ischikawa ........................................................................71 5.3.1 Diagram Ishikawa untuk kegagalan membaca riwayat alergi...................................................................................72 5.3.2 Diagram Ishikawa untuk kegagalan membaca rute sediaan.............................................................................. .74 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................77 6.1 Kesimpulan .................................................................................77 6.2 Saran ...........................................................................................77 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................78 LAMPIRAN ...................................................................................................79 xvi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 2.1 Diagram ishikawa ........................................................................10 Gambar 2.1 Jantung Manusia..........................................................................18 Gambar 2.3 Patofisologi Jantung sistolok dan tempat kerja obatnya .............10 Gambar 2.4 Mekanisme kerja penghambat ACE dan Antagonis All .............18 Gambar 2.5 Mekanisme Kerja Beta Bloker ....................................................10 Gambar 2.6 Mekanisme Kerja PDE3 ..............................................................10 Gambar 5.1 Diagram ishikawa untuk kegagalan riwayat alergi .....................73 Gambar 5.2 Diagram ishikawa untuk kegagalan membaca rute sedian..........75 xvii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAFTARTABEL Tabel Halaman Tabel 2.1 Menetapkan Prioritas berdasarkan RPN .......................................13 Tabel 2.2Tipe Medication error secara umum ...............................................13 Tabel 2.3Menetapkan Prioritas berdasarkan RPN .........................................13 Tabel 2.4Dosis Penghambat ACE ..................................................................13 Tabel 2.5AT1 –Bloker dan Dosisnya ..............................................................13 Tabel 2.6Diuretik dan Dosisnya .....................................................................13 Tabel 2.7Beta Bloker dan Dosisnya ...............................................................13 Tabel 3.1 Definisi Operasional .....................................................................13 Tabel 4.1 Severity atau tingkat keparahan ....................................................13 Tabel 4.2Ocurrance atau frekuensi kejadian ..................................................13 Tabel 4.3Detection atau kemudahan deteksi ..................................................13 Tabel 5.1 Distribusi penilaian ketidaklengkapan resep pada tahap prescribing di poli jantung IRJ RSUP Fatmawati ........................45 Tabel 5.2 Analisa FMEA untuk sebab dan akibat dari kegagalan pada resep yang tidak lengkap di IRJ poli jantung RSUP Fatmawati ..49 Tabel 5.3Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dan efek kegagalan prescribing error untuk metide FMEA .........................................59 Tabel 5.4 OCC: Occuring atau Frekuensi .......................................................59 Tabel 5.5 SEV: Severiy atau tingkatan keparahan ........................................60 Tabel 5.6DET: Detetability atau kemudahan deteksi .....................................60 Tabel 5.7Nilai RPN berdasarkan Prioritas ......................................................61 xviii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAFTARLAMPIRAN Lampiran Halaman Lampiran 1 .....................................................................................................80 Lampiran 2 .....................................................................................................82 Lampiran 3 ......................................................................................................87 Lampiran 4 ......................................................................................................90 Lampiran 5 .....................................................................................................91 xix UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DAFTARSINGKATAN DET : Detection FMEA : Failure Mode And Effect Analysis ME Medication Error : OCC : Occurrence IFRS : Instalasi Farmasi Rumah Sakit IRJ Instalasi Rawat Jalan : KTD : Kejadian Tidak Diharapkan RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat RPN : Risk Priority Number SEV : Severity xx UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan rumah sakit termasuk di dalamnya pelayanan farmasi, merupakan wilayah berisiko tinggi dalam mengakibatkan medication error.Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error yang terjadi tentunya merugikan pasien dan dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat menimbulkan efek obat yang tidak diharapkan5 . Salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah medication error adalah dengan memenuhi Kelengkapan administratif resep atau prescription. Prescription error atau ketidaklengkapan administrasi dan ketidakjelasan penulisan dalam bagian resep yang meliputi inscriptio, invocatio, prescriptio, signatura, subscriptio, dan pro dapat menyebabkan kegagalan6Salah satu cara untuk mencegah medication error pada tahap prescribingadalah mengidentifikasi kelengkapan resep dengan menggunakan Failure Mode And Effect Analysis atau FMEA . FMEA merupakan suatu metode yang telah dikembangkan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mencegah terjadinya medication erorr1, The Institute of Health Care Improvement mendefinisikan FMEA sebagai metode sistematis dan proaktif untuk mengevaluasi suatu proses dan mengidentifikasi di mana dan bagaimana suatu proses dapat gagal dan memperkirakan faktor kegagalan yang lain, sehingga diketahui bagian mana dari suatu proses itu yang paling memerlukan pengembangan2 Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan metode FMEA pada pelayanan farmasi rumah sakit mengenai “Redesign Pelayanan Farmasi Dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis” menemukan bahwa kegagalan Risk Priority Number (RPN) tertinggi adalah keggalan dalam konfirmasi petugas UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2 apoteker ke dokter dan diikuti kegagalan dalam mendeteksi nama obat dalam proses prescribing resep3. FMEA pada awalnya dikembangkan oleh militer Amerika Serikat melalui prosedur militer dengan judul “Procedures for Performing a Failure Mode, Effect and Criticality Analysis’’ selanjutnya perkembangan penggunaan metode FMEA digunakan untuk sistem menilai quality management yang di fokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan dengan di keluarkan International Organization for Standarization (ISO) 9000 mengenai standar menegement bisnis. Seiring dengan perkembangan nya metode FMEA di Indonesia telah mulai digunakan semenjak di kelurkan ISO 9000 pada tahun 1988 dan di terapkan diberbagai bidang yang berhubungan dengan kepuasan pelayanan seperti industry, management perusahaan, dan termasuk didalam nya management pelayanan rumah sakit. Penelitian di rumah sakit yang menggunakan metode FMEA biasanya mengenai peningkatan mutu dan pelayanan program pasien safety Penerapan FMEA di rumah sakit digunakan untuk mengidentifikasi potensi terjadinya masalah atau error dalam suatu pelayanan kesehatan. Dengan memfokuskan pencegahan kesalahan atau malpraktek dalam proses pelayanan kesehatan dan penanganan pasien. Penyakit jantung (Kardiovaskular) merupakan penyakit yang bayak diderita oleh masyarakat dan merupakan permasalahan global, dimana angka morbiditas dan mortalititasnya tinggi. Prevalensi di Amerika diperkirakan 82.6 juta orang mengalami penyakit kardiovaskular26. Tiap tahunya penduduk dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular, melebihi berbagai macam penyebab kematian lainya. Diperkirakan 17.3 juta penduduk dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2008 (mewakili 30% kematian di dunia), terdiri dari 7.3 juta akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,2 juta akibat stroke. Sebanyak 80% terjadi di negara dengan penghasilan rendahmenengah. Dan diperkirakan 23.6 juta penduduk dunia akan meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 203027. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian lebih dalam pelayanan pasien kardiovaskular dan dibutuhkan suatu metode untuk mengevaluasi kinerja pelayanan pasien kardiovaskular di rumah sakit. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 3 Penerapan metode FMEA pada proses identifikasi medication error tahap prescribing di IRJ Poli Jantung RSUP Fatmawati dapat memberikan hasil yang lebih baik dari metode yang biasa digunakan , karena metode FMEA dapat digunakan selain untuk mengidentifikasi, mengukur dan mencegah terjadinya medication error yang disebabkan ketidaklengkapan resep (prescription error) metode FMEA ini dapat mengidentifikasi di mana dan bagaimana suatu proses dapat gagal dan memperkirakan faktor kegagalan yang lain, sehingga dapat diketahui bagian mana dari suatu proses yang paling memerlukan pengembangan3. Dengan melihat hal tersebut maka metode FMEA dibutuhkan sebagai metode yang sistematis dan proaktif untuk mencegah terjadinya medication error yang disebabkan oleh prescription error dengan memeriksa kelengkapan resep . 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Medication error sering terjadi di rumah sakit. 2. Salah satu penyebab terjadinya medication error di rumah sakit adalah prescription error. 3. Untuk mendeteksi adanya medication errorpada tahap prescribing yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode FMEA. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah metode FMEA dapat digunakan untuk mendeteksi medication errorpada tahap prescribing di instalasi rawat jalan RSUP Fatmawati . 2. Faktor apa yang mempengaruhi Medication error pada tahap prescribing dalam pelayanan resep poli jantung di instalasi rawat jalan RSUP Fatmawati? 3. Apa dampak yang terjadi pada pasien akibat dari medication error tahap prescribing pada resep poli jantung di instalasi rawat jalan RSUP Fatmawati ? UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 4 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui medication error yang terjadi pada tahap prescribing dan faktor yang mempengaruhi nya serta dampak yang dirasakan oleh pasien dengan menggunkan metode FMEA. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bahwa metode FMEA dapat mendeteksi medication errorpada tahapprescribingmelalui analisa resep poli jantung di RSUP fatmawati. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi medication error tahap prescribing padaresep poli jantung di IRJ RSUP Fatmawati. 3. Untuk mengetahui kemungkinan dampak yang timbul akibat medication error tahap prescribing pada resep poli jantung di IRJ RSUP Fatmawati. 1.5 1.5.1 Manfaat Penelitian Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagaimana cara mendeteksi medication error dengan metode failure mode and effect analysis di rumah sakit. 1.5.2 Metodologi Metode dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mendeteksi medication error pada tahap lainnya yaitu transcribing dan dispensing. 1.5.3 Aplikatif Secara aplikatif hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan ataupun informasi dalam peningkatan mutu pelayanan farmasi serta dalam membuat kebijakan di rumah sakit 1.6 Ruang Lingkup Penelitian yang berjudul “Penerapan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) untuk Mengidentifikasi Prescription Error Pada Resep Poli Jantung Di UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 5 Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati” hanya dibatasi pada medication error pada tahap prescribing, penelitian ini dilakukan di Instalsi rawat jalan RSUP Fatmawati, besar sampel dalam penelitian ini adalah jumlah resep pada poli jantung IRJ RSUP Fatmawati bulan januari 2015 yaitu 3649 lembar resep, desain penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan retrospektif, waktu penelitian dilaksanakan pada bulan agustus sampai bulan september 2015. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Sejarah Prosedur untuk melakukan FMEA digambarkan di United State (US) angkatan bersenjata dengan prosedur militer dikumen MIL-P-1629 pada tahun 1949; direvisi pada tahun 1980 sebagai MIL-STD-1629A. Pada awal 1960 , kontraktor untuk US National Aeronautics and space administration (NASA) yang menggunakan varian FMEA. Program NASA menggunakan varian FMEA termasuk Apollo, Viking, Volyager, Magellan, Galileo, dan Skylab. Industri penerbangan sipil adalah adopter awal FMEA, dengan Society for Automotive Enginers (SAE) penerbitan ARP926 pada tahun 1967. Setelah dua revisi, ARP926 dengan digantikan oleh ARP4761, yang sekarang secara luas digunakan dalam penerbangan sipil. Industri otomotif mulai menggunakan FMEA pada pertengahan 1970. The Ford Motor Company memperkenalkan FMEA untuk industry otomotif untuk keselamatan dan pertimbangan peraturan. Ford menerapkan pendekatan yang sama untuk proses PFMEA untuk mempertimbangkan proses potensial yang disebabkan kegagalan sebelum meluncurkan produksi. The SAE J1739 pertamakali diterbitkan standar terkait pada tahun 1994. Standar ini juga sekarang dalam edisi keempat. Meskipun awalnya dikembangkan oleh militer, metodelogi FMEA sekarang banyak digunakan dalam berbagai industry termasuk pengolahan semikonduktor, pelayanan makanan, plastic, perangkat lunak, dan kesehatan. Dalam Penelitian di rumah sakit FMEA atau lebih sering disebut HMEA (Hospitel Mode and Effect Analysis) mulai diterapkan sebagai salah satu syarat perbaiakn mutu rumah sakit yang diterima untuk mendapatkan akreditasi international JCI (Joint Commution International) 2.1.2 Pengertian FMEA FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. FMEAdigunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah. Terdapat UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 7 dua penggunaan FMEA yaitu dalam bidang desain (FMEA Desain) dan dalam proses (FMEA Proses). 8 Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai FMEA, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa.7FMEA di rumah sakit atau disebut juga HFMEA (Heathcare Failure Mode and Effect Analysis) di definisikan sebagai berikut ; 1. Merupakan program penilaian yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan memperbaiki langkah-langkah dalam proses di rumah sakit yang akan menunjang keselamatan dan kepuasan pasien secara klinis. 2. Pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi dan mencegah masalah dalam produk dan proses pelayanan pasien atau pengobatan 2.1.3 Langkah Dasar FMEA Aktifitas utama dalam melakukan FMEA di rumah sakit antara lain 1. Analisa Failure mode failure mode adalah proses atau subproses yang melalui berbagai cara dapat gagal memberikan hasil yang diharpkan. 2. Analisa masalah (hazard analysis) adalah proses mengumpulkan dan mengevaluasi informasi mengenai masalah yang berkaitan dengan proses yang dipilih (area menjadi focus FMEA) dengan tujuan memperoleh daftar masalah atau kesalahan yang significant, yang paling sering menyebabkan cidera atau sakit. 3. Menetapkan control yang efektif adalah menentukan langkah pencegahan (barrier) untuk menhilangkan atau mengurangi secara significant semua kemungkinan terjadinya masalah atau problem dalam aktifitas sehari-hari langkah-langkah FMEA (Join Comission Resource) 1. Menetukan proses yang mempunyai risiko tinggi dan membentuk tum (Select a high risk process and assemble a team) 2. Menyususn diagram proses (Diagram the process) 3. Brainstorming potential failure modes and akibat-akibat yang ditimbulkan ( Brainstorm potential failure modes and determine their effect) 4. Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 8 5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure mode (identify root causes of failure modes) 6. Menetukan rancangan ulang proses 7. Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process) 8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and monitor the new process) Langkah-langkah penetapan prioritas berdasarkan Risk Priority Number (RPN) Tabel 2.1 Penetapan prioritas berdasarkan RPN No Tahapan kegagalan OCC SEV DET RPN Prioritas Proses 1 2 2.1.4 Fungsi FMEA di rumah sakit dan lembaga kesehatan lainnya FMEA di rumah sakit dan lembaga kesehatan lainnya berfungsi untuk mencegah kesalahan dengan cara menganalisa factor-faktor penyebab kesalahan tersebut (potensi terjadinya kesalahan dalam operasional seharihari), sehingga kita bisa dapat ditentukan langkah atau modifikasi sistem untuk mencegah kesalahan tersebut terjadi. Selain itu FMEA juga berfungsi untuk : 1. mencegah masalah dalam penanganan kesehatan 2. mencegah terjadinya malpraktek dan meningkatkan keselamatan pasien 3. membuat sistem pelayanan kesehatan menjadi semakin efisien 4. mencegah terjadinya kecelakaan karena kelalaian 5. meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim 2.1.5 Identifikasi Element-Element FMEA Proses Element FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung analisa. Beberapa element-elemant FMEA adalah sebagai berikut8 : 1. Nomer FMEA (FMEA Number) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 9 Berisi nomer dokumentasi FMEA yang berguna untuk identifikasi dokumen. 2. Jenis (item) Berisi nama dan kode nomer sistem, subsistem atau komponen dimana akan dilakukan analisa FMEA. 3. Penanggung Jawab Proses (Process Responsibility) Adalah nama departemen/bagian yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses. 4. Fungsi Proses (Process Fungtion) Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan dianalisa. 5. Bentuk Kegagalan Potensial (Pontential Failure Mode) Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potential gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk. 6. Effek Potensial dari kegagalan (potential Effect of Failure) Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan. Dimana setiap perubahan dalam variable dipengaruhi proses akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas spesifikasi. 7. Tingkat Keparahan (Severity) Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial. 8. Klasifikasi (Classification) Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut. 9. Effect Potensial dari kegagalan (Potential Failure Mode) Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk. 10. Keterjadian (Occurrance ) Adalah sesring apa penyebab kegagalan spesifik terjadi. 11. Pengendalian Proses saat ini (Current Process Control) Merupakan penilaian deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi terjadinya bentuk kegagalan tersebut. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 10 12. Deteksi (Detection) Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan 13. Nomer Prioritas Resiko (Risk Priority Number) Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perbaikan Severity, Occurrence, dan Detection. RPN = S * O * D 14. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action) Setelah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPN nya , maka tindakan perbaikan harus segera dilakukan terhadap bentuk kegagalan dengan nilai RPN tinggi. 15. Tindakan Yang diambil (Action Taken) Setelah tindakan diiplementasikan, dokumentasikan secara singkat uraian tindakan tersebut serta tanggal effektifnya. 16. Hasil RPN (Resulting RPN) Setelah tindakan perbaiakan diidentifikasi, perkiraan dan rekam Occurrence, Severity, dan Detection baru yang dihasilkan serta hitung RPN yang baru. Jika tidak ada tindakan lebih lanjut diambil maka beri catatan. 17. Tindakan Lanjut (Follow Up) Dokumentasi proses FMEA akan menjadi dokumen hidup dimana akan dilakukan perbaikan terus menerus sesuai kebutuhan. 2.1.6 Analisa Sistem Pengukuran (Measurement System analysis) Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kemapuan alat ukur yang dipakai untuk mendeteksi terjadinya suatu kegagalan dalam proses. Dari perhitungan akan didapatkan Gage repeatability, reproducibility, dan nilai number of distinct category7. 2.1.6.1 Cause and Effect Diagram Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 11 menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari jepang. Diagram ini digunakan untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. SDM METODE MUTU ALAT LINGKUNGAN Gambar 1 Diagram Ishikawa (Fajar, 2006) Cause and Effect Diagram ini mempunyai keuntungan : 1. SDM (Sumber Daya Manusia) Sumber daya manusia berperan penting dalam proses penanganan masalah yang meliputi; a. Dokter b. Farmasist c. Perawat dan petugas lain 2. Alat a. Tempat Kerja b. Alat pendukung lainnya 3. Metode Merupakan suatu tata cara kerja atau prosedur yang mempelancar jalannya suatu proses dalam pelayanan 4. Manajemen (Sistem kerja) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 12 Komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan untuk menunjang pelayanan. 5. Lingkungan Kondisi yang mempengaruhi proses pelayanan 2.1.5.2 Pareto Diagram Untuk mengidentifikasi penyebab terbesar yang terjadi dapat digunakan pareto diagram. Pareto digunakan untuk menstrafikasi data ke dalam kelompokkelompok dari yang terbesar sampai terkecil. Dengan bentuknya berupa diagram batang, pareto berguna untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian atau penyebab masalah yang paling umum. Analisa paretro didsarkan pada hokum 80/20 yang berarti bahwa 80% kerugian hanya disebabkan oleh hanya 20% masalah tersebar7. 2.1.6 Penggunaan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Penggunaan FMEA awalnya pada desain proses yang memungkinkan teknisi untuk mengetahui kegagalan dan menghasilkan keandalan, keamanan dan produk yang sesuai keinginan konsumen. Tipe-Tipe FMEA sebagai berikut 20: 1. Sistem yang berfokus pada fungsi sistem secara global 2. Desain, yang berfokus pada kompenen dan dan subsistem 3. Proses, yang berfokus pada manufaktur dan perakitan 4. Service, yang berfokuspada fungsi pelayanan 5. Software, yang berfokus pada fungsi Software FMEA adalah suatu dokumen hidup sepanjang siklus hidup pengembangan produk selalu berubah dan diperbarui. Perubahan ini dapat sering juga memperkenalkan gaya kegagalan baru. Oleh karena itu perlu untuk meninjau ulang dan memperbarui FMEA kedtika : 1. Suatu produksi baru atau proses sedang diaktifkan 2. Perubahan dibuat kepada kondisi operasi proses atau produk diharapakn untuk berfungsi 3. Suatu perubahan dibuat baik untuk produk maupun proses mendesain 4. Peraturan baru dibuat UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 13 5. Umpan balik pelanggan menandai permasalahn dalam produk dan proses. 2.1.7 Penelitian sebelumnya Penelitian – penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi penelitian ini adalah yaitu jurnal yang disusun oleh Supriyanti, Eri et all. (2011). Dalam penelitian ini , FMEA digunakan untuk menganalysis desain pelayanan farmasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pada penelitian ini diharapkan metode FMEA dapat meminimalkan kesalahan dalam sistem penggunaan obat dalam pelayanan farmasi rawat jalan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitian ini nilai RPN tertinggi terjadi pada kegagagalan dalam konfirmasi kedokter sebesar 294 dilanjutkan kegagalan mendeteksi nama obat sebesar 216. Penelitian ini memberikan masukan untuk perubahan layout stiker warna penandaan obat sesuai kelas terapi SOP komunikasi kedokter penulis resep, komfirmasi kedokter untuk resep non cito dan prosedur pelaksanaan supervisi pelayanan farmasi rawat jalan. Jurnal yang disusun oleh Lago P, Bizari G, Scalzotto F, et al (2012) dalam penelitian ini metode FMEA digunakan untuk menganalysis untuk mengurangi risiko prescribing error dan administari obat pada pasien pediatric. Dalam penelitian ini diharapkan metode FMEA dapat menganalisis kegagalan sebab FMEA dikenal sebagai metode proaktif untuk menganalisa risiko, identifikasi kegagalan sebelum terjadi. Hasil penelitian ini dari 37 prioritas potensial penyebab kegagalan dan 71 penyebab kegagalan dan efek yang dapat di identifikasi dengan nilai RPN >48 adalah kesalahan dalam perhitungan dosis obat dan konsentrasi obat. Skripsi yang disusun oleh Kustiyaningsih, Febri (2011) dalam penelitian nya yang berjudul; Penentuan prioritas penanganan kecelakaan kerja di PT GE Lightening Indinesia dengan metode Failure Mode and Effect Analysis. Hasil penelitian bahwa nilai RPN tertinggi adalah kategori; terpleset, tersandung, dan terjatuh pada lantai datar dengan penyebab utama control manajemen yang tidak maksimal, dengan nilai RPN 540. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 14 2.2 Medication Error Medicatin error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat pasien, mulai dari peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan dan monitoring pasien. Di dalam setiap mata rantai ada beberapa tindakan, setiap tindakan mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan dalam mata rantai ini mmberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cochen,1999) Medication error adalah sesuatu yang tidak benar, dilakukan melalui ketidaktahuan atau ketidaksengajaan, kesalahan, misalnya dalam perhitungan, penghakiman, berbicara, menulis tindakan, dll atau kegagalan untuk menyelesaikan tindakan yang direncanakan sebagaimana dimaksud, atau penggunaan yang tidak benar rencana tindakan untuk mencapai tujuan tertentu (Aronson, 2009) 2.2.1 Penggolongan Medication Error Berdasarkan tahap kejadiannya, medication error dibagi menjadi prescribing error (kesalahan peresepan), dispensing error (kesalahan penyebaran/ distribusi), dispensing error (kesalahan pemberian obat), administration error (kesalahan pemberian obat), dan compience error (kesalahan kepatuhan penggunaan obat oleh pasien) (widiarti, 2008) Medication error digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan tempat kejadiannya23 Tabel2.2Tipe Medication error secara umum Tipe Keterangan Prescribing error Kesalahan pemilihan obat (berdasarkan indikasi, kontra (kesalahan dalam indikasi, alergi yang tidak diketahui, terapi obat yang penulisan) sedang berlangsung, dan factor lainnya) dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas, rute konsentrasi, kecepatan pemberian, atau intruksi untuk penggunaan obat, penulisan resep yang tidak jelas, dan lain-lain yang menyebabkan terjadinya kesalahan pemberian obat kepada pasien. Omission error Kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien sampai UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 15 (kesalahan karena pada jadwal berikutnya. kurang stok obat) Wrong time error Memberikan obat diluar waktu, dari interval waktu yang (salah waktu ditentukan. pemberian) Unauthorized drug Memberikan obat yang tidak diresepkan oleh dokter. error (kesalahan pemberian obat diluar kuasa) Wrong patient Memberikan obat kepada pasien yang salah (salah pasien) Improper dose Memberikan dosis obat kepada pasien lebih besar atau lebih error (kesalahan kecil dari dosis yang diinstruksikan oleh dokter, atau karena dosis yang memberikan dosis duplikasi. tidak tepat) Wrong dosage Memberikan obat dengan bentuk sediaan yang tidak sesuai. from error (kesalahan dari dosis yang salah) Wrong drug Mempersipkan obat dengan bentuk sediaan yan tidak sesuai. preparation error (kesalahan dari persiapan obat) Wrong Prosedur atau tehnik yang tidak layak atau tidak benar saat administration pemberiaan obat. thecnequi error (kesalahan dari tehnik administrasi yang salah) Deterioted drug Memberikan obat yang telah kadaluarsa atau telah error (kesalahan mengalami penurunan aktifitas pemberian obat UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 16 yang aktifitasnya menurun) Monitoring error Kegagalan untuk memnatau kelayakan dan deteksi problem (kesalahan dalam dari regimen yang diresepkan, atau kegagalan untuk pemantauan) menggunakan data klinis atau laboratorium untuk asesmen respon pasien terhadap terapi obat yang diresepkan. Complience error sikap pasien yang tidak layak terkait dengan ketaatan (kesalahan penggunaan obat yang diresepkan. kepatuhan penggunaan obat oleh pasien) 2.2.2 Faktor - Faktor Penyebab Medication Error Penelitian di Amerika yang memperhitungkan kematian akibat kesalahan obat, kebnayakan terjadi pada saat fase prescribing atau peresepan yang diakibatkan dari kurangnya dalam pengetahuan, komunikasi yang buruk, dan kurangnya mempertimbangkan informasi penting pasien. Pada tingkat dispensing kesalahan mungkin timbul karena nama obat-obatan yang serupa, dan penampilan bahan kemasan, pemberian obat tidak teratur, karena beban kerja yang lebih. Dispensing dosis obat tinggi, dan bentuk sediaan yang tidak benar dapat menyebabkan kondisi mengancam jiwa (muhtar, 2003) 2.2.3 Medication Error pada prescribing Kesalahan meresepkan dan kesalahan resep merupakan masalah utama di antara kealahan pengobatan. Prescribing terjadi baik dirumah sakit umum maupun dirumah sakit khusus, meskipun kesalahan jarang terjadi hingga fatal namun dapat mempengaruhi keselamatan pasien dan kualitas kesehatan (Giampaolo, 2009). Penggunaan singkatan istilah dan satuan ukuran sering terdapat dalam resep dan order obat. Beberapa istilah diambildari bahasa latin karena sejarah penggunaannya dalam obat-obatan dan farmasi sementara istilah lain berkembang melalui penyingkatan penulisan oleh pembuat resep. Sayangnya, kesalahan pengobatan dapat terjadi akibat kesalahan pemakaian. Kealahan penafsiran, penulisan singkatan tidak terbaca, sebab penggunaan singkatan khusus atau UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 17 buatan. Kesalahan pengobatan dapat dihindari melalui penggunaan kosakata yang terkendali, pengurangan pemakaian singkatan, berhati-hati dalam menulis angka decimal, dan penulisan angka nol diawal dan di akhir secara tepat (Ansel, 2006) Kesalahan resep mencakup segala hal yang terkait dengan tindakan menulis resep, sedangkan kesalahan peresepan meliputi peresepan irrasional, peresepan obat berlebih, peresepan obat yang kurang dan peresepan dan peresepan yang tidak efektif, yang timbul dari penilaian medis atau keputusan mengenai perawatan atau pengobatan dan pemantauan yang keliru (Giampaolo, 2009). Apoteker hanya mencatat kesalahan resep dengan dampak klinis potensional atau yang terlihat dirumah sakit. Untuk kesalahan peresepan administrasi misalnya, tempat peresepan itu tidak sempurna tapi pada dasar nya tidak berarti dengan perawatan yang berkaitan pasien, seperti kesalahan ejaan atau kegagalan untuk menunjukkan rute tempat pemberian ini tidak dicatat. Tempat risiko potensial berpotensi serius klinis ini diidentifikasi, diklasifikasikan kedalam kategori berpotensi serius, sangat serius, hanya signifikansi klinis relative kecil (Dobrzanski, 2002) 2.3 2.3.1 Resep Definisi Resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014). Resep ditulis diatas kertas dengan ukuran 10-12 cm dan panjang 15-18 cm, hal tersebut digunakan karena resep merupakan dokumen pemberian/penyerahan obat kepada pasien, dan diharapkan tidak menerima permintaan resep melalui telepon Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter (on medical UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 18 prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai “medical care” dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai “pharmaceutical care” dan informan obat, serta melakukan pekerjaankefarmasian di apotek. Di dalam sistem pelayanan kesehatanmasyarakat, kedua profesi ini harus berada dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan pasien 8 2.3.2 Jenis-jenis Resep Disebutkan jenis-jenis resep terdiri dari 9: 1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang obatnya/komposisi telah tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya dan merupakan standar. 2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep formula obatrnya disusun sendiri oleh dokter penulis resep dan menentukan dosis serta bentuk sediaan obat sendiri sesuai penderita yang dihadapi. Jenis-jenis renis-jenis resep yaitu8: 1. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. 2. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan. 2.3.3 Penulisan Resep Disebutkan bahwa penulisan resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak. 8.9 2.3.4 Penulis Resep Yang berhak menulis resep adalah11 : UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 19 1. Dokter Umum. 2 Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut. 3 Dokter hewan, terbatas pada pengobatan pada hewan/pasien hanya hewan. 2.3.5 Tujuan Penulisan Resep Tujuan dari penulisan resep adalah sebagai berikut9 1. Memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi / obatMeminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. 2. Terjadi kontrol silang (cross check) dalam pelayanan kesehatan dibidang farmasi / obat. 3. Instalasi farmasi / apotek waktu bukanya lebih panjang dalam pelayanan dibandingkan praktik dokter. 4. Dituntut peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat. 5. Pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing.Pelayanan lebih berorientasi kepada pasien (patient oriented) dan menghindarkan material oriented. 2.3.6 Format Penulisan Resep Resep terdiri dari 6 bagian 8,10 1. Inscriptio: Nama dokter, no. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. 2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek. 3. Prescriptio atau Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan. 4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obatdan keberhasilan terapi. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 20 5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut. 6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat). 2.3.7 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep Resep merupakan sarana komunikasi professional antara dokter (penulis resep), APA (penyedia/pembuat obat) dan penderita (yang menggunakan obat) (Lestari, 2002). Oleh karena itu, resep tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak karena resep bersifat rahasia. Rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep (Jas, 2009). Resep asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak, yaitu 8,10,11 : 1. Dokter yang menulis atau merawatnya. 2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan. 3. Paramedis yang merawat pasien. 4. Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan. 5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk memeriksa. 6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran. 2.3.8 Pengkajian Resep Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan perumbangan klinik. Jika ditemukan ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter penulis resep 2.3.8.1 Kajian administrasi Kajian administrasi meliputi : a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telpon dan paraf; dan UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 21 c. Tanggal penulisan resep 2.3.8.2 Kajian kesesuaian farmasetik Kajian kesesuaian farmasetik meliputi 1. Bentuk dan kekuatan sediaan; 2. Satbilitas; dan 3. Kompatibilitas (ketercampuran obat) 2.3.8.3 Pertimbangan klinis Pertimbangan klinis meliputi 1. Ketepatan indikasi dan dosis obat; 2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat; 3. Duplikasi dan/ atau polifarmasi 4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping, obat, menifestasi klinis lain); 5. Kontraindikasi; dan 6. Interaksi. 2.3.8.4 Dispensing Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.Setelah melakukan pengkajian resep dilakuakn berbagaihal seperti berikut: a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep b. Menghitung kebutuha jumlah Obat sesuai dengan Resep; c. Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat. d. Melakukan peracikan obat bila diperlukan e. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi : 1. Warna putih untuk obat dalam/oral 2. Warna biru untuk Obat luar dan suntik 3. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspense atau emulsi. f. Memasukkan obat kedalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut : a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus melakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep) b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien d. Menyerahkan obat yang disertai dengan pemberian informasi obat; e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari , kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain; f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil; g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya; h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan di paraf oleh apoteker (apabila diperlukan); 2.3.9 i. Menyimpan resep pada tempatnya ; j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien Tanda-tanda pada resep Tanda- tanda pada resepadalah sebagai betikut 8,10 1. Tanda Segera, diberikan untuk pasien yang harus segera memerlukan obat, tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu: Cito! = segera, Urgent = penting, Statim = penting sekali dan PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda. Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!. 2. Tanda tidak dapat diulang, Ne iteratie (N.I). Apabila dokter tidak ingin resepnya diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep. Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 23 telah ditetapkan oleh pemerintah atau Menteri kesehatan Republik Indonesia. 3. Tanda resep dapat diulang, Iteratie (Iter).Apabila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 3x, artinya resep dapat dilayani 4x (1 + 3x ulangan). Untuk resep yang mengandung narkotika, tidak dapat diulang (N.I) tetapi harus dengan resep baru. 4. Tanda dosis sengaja dilampaui.Tanda seru dan paraf dokter diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja member obat dosis maksimum dilampaui. 5. Resep yang mengandung narkotik, tidak boleh ada iterasi yang artinya dapat diulang, aturan pakai jelas yaitu tidak boleh ada tulisan u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui, tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri tetapi obat narkotik di dalam resep diberi garis bawah tinta merah. Selain itu, resep yang mengandung narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obatlainnya. 2.3.10 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya Disebutkan bahwa syarat-syarat dalam penulisan resep mencakup8,10: 1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien. 2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien. 3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik. 4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja. 5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin. 6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 24 7. Nama pasien dan umur harus jelas. 8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter. 9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri), karena menghindari material oriented. 10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan. 11. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga. 2.3.11 Menulis Resep Pedoman cara penulisan resep dokter harus menepati ciri-ciri : a. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm) b. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio): 1. Dimulai dengan huruf besar 2. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal 3. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ) c. Penulisan jumlah obat - Satuan berat: mg (milligram), g, G (gram) - Sataun volume: ml (mililiter), l (liter) - Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit) - Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal: - Tab Novalgin no. XII - Tab Stesolid 5 mg no. X (decem) - m.fl.a.pulv. dt.d.no. X - Penulisan alat penakar, dalam singkatan bahasa latin dikenal: - C. = sendok makan (volume 15 ml) - Cth. = sendok teh (volume 5 ml) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 25 - Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml) Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain (volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten. - Arti presentase (%) - 0,5% (b/b) →0,5 gram dalam 100 gram sediaan - 0,5% (b/v) →0,5 gram dalam 100 ml sediaan - 0,5% (v/v) →0,5 ml dalam 100 ml sediaan d. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0....; 0,00..) Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal: - Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml - Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube e. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis. Misal: a. m.f.l.a.pulv. No. X b. Tab Antangin mg 250 X c. Tab Novalgin mg 250 X f. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura) a. Harus ditulis dengan benar. Misal: s.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan tanda s.u.c(usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada kertasdengan bahasa yang dipahami. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 26 g. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1 R/) atautanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/. h. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan. i. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang). j. Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter (n)X di sebelah kanan atasdari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiapresep yang diulang. k. Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: N.I di sebelah kanan atas dari resep untukseluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiapresep yang diulang. l. Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan bagi penderita,maka resep dapat diberi tanda Cito atauPIMdan harus ditulis di sebelah kanan atas resep. 2.3.12 Skrining Resep Resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PerMenKes No. 35 tahun 2014). Apotek wajib melayani resep dokter dan dokter gigi karena pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek16 Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat, dosis dan frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra indikasi, kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang diperhatikan pasien. Apabila apoteker menganggap dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep harus ditanda tangani oleh apoteker 16 Pelayanan resep didahului dengan proses skrining resep yang dapat ditinjau dari 3 aspek kelengkapan resep yang mencakup persyaratan administrasi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 27 (nama pasien, nama dokter, alamat, paraf dokter, umur, berat badan, jenis kelamin), persyaratan farmasetik (bentuk sediaan, kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontraindikasi dan interaksi obat). (Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014). Resep yang lengkap harus ada nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan jumlahnya, kadang-kadang cara pembuatan atau keterangan lain yang dibutuhkan, aturan pakai, nama pasien, serta tanda tangan atau paraf dokter (Syamsuri, 2006) Menurut Lestari (2002) tinjauan kelengkapan obat meliputi : a. Pemeriksaan dosis b. Frekuensi pemberian c. Adanya polifarmasi d. Interaksi obat yaitu reaksi yang terjadi antara obat dengan senyawa kimia (obat lain, makanan) di dalam tubuh maupun pada permukaan tubuh yang dapat mempengaruhi kerja obat sehingga dapat terjadi peningkatan/pengurangan kerja obat atau bahkan obat sama sekali tidak menimbulkan efek e. Karakteristik penderita atau kondisi penyakit yang menyebabkan pasien menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, mencampur, mengemas dan memberi etiket pada wadah. Pada waktu menyiapkan obat harus melakukan perhitungan dosis, jumlah obat dan penulisan etiket yang benar. Sebelum obat diserahkan kepada penderita perlu dilakukan pemeriksaan akhir dari resep meliputi tanggal, kebenaran jumlah obat dan cara pemakaian. Penyerahan obat disertai pemberian informasi dan konseling untuk penderita beberapa penyakit tertentu (Lestari, 2002). UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 28 2.3.13 Permasalahan Dalam Menulis Resep Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa : Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info yang penting, seperti : a. Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan. b. Menulis resep dengan tidak jelas atau tidak terbaca c. Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak terstandarisasi d. Menulis instruksi obat yang ambigu e. Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut f. Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih dari satu rute. g. Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa menspesifikasi durasi penginfusan. h. Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep. i. Kesalahan dalam transkripsi j. Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit. k. Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit. l. Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang di daftar obat pasien. m. Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obatyang diresepkan untuk pasien rawat inap 17 2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.4.1 Rumah Sakit 2.4.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 29 menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009) Rumah sakit merupakan suatu bagian integral dari organisasi sosial dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh pada masyarakat baik pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien yang jauh dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya, serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial (Adisasmito, 2009) 2.4.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai: 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan 3. Kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. 4. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 5. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi 6. Bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan 2.4.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari: a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari: - Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan. - Rumah sakit pemerintah daerah. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 30 - Rumah sakit militer. - Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN). b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta). 2. klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari 2 jenis: a. Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai penyakit. b. Rumah sakit khusus, memberi pelayanan diagnosa dan pengobatan untuk c. Penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, contoh: rumah sakit kanker maupun rumah sakit jantung. 3. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari 2 jenis: a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi. b. Rumah sakit nonpendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki program c. Pelatihan profesi dan tidak ada kerjasama rumah sakit dengan universitas. Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004). 1 Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis. 2 Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 31 3 Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik. 4 Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sedikitnya 2 (dua) spesialis dasar. 2.4.2 Depo Farmasi Rumah Sakit Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit poliklinik rumah sakit. Fungsi instalasi farmasi rumah sakit adalah: Fungsi nonklinik adalah fungsi yang tidak memerlukan interaksi dengan professional kesehatan lain, sekalipun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medic melalui panitia farmasi dan terapi (PFT). Lingkup fungsi farmasi nonklinik adalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara keseluruhan. Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dari perawatan penderita atau memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan penderita. Panitia farmasi dan terapi adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan IFRS. Panitia ini mengevaluasi secara klinik penggunaan obat dan pemberian obat serta mengelola sistem formularium. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional. (Lia, 2007) Panitia farmasi dan terapi mempunyai kegunaan, di antaranya adalah sebagai berikut : 1. Perumus kebijakan-prosedur Panitia farmasi dan terapi memformulasi kebijakan berkenaan dengan evaluasi, seleksi, dan penggunaan terapi obat, serta alat yang berkaitan di UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 32 rumah sakit. 2. Edukasi Panitia farmasi dan terapi ini memberi rekomendasi atau membantu memformulasi program yang didesain untuk memenuhi kebutunan staf professional (dokter, perawat, apoteker, dan praktisi pelayanan kesehatan lainnya) untuk melengkapi pengetahuan mutakhir tentang obat dan penggunaan obat. Panitia farmasi dan terapi ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat, pengadaan, penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional. (Lia, 2007) Organisasi dasar tiap rumah sakit dan staf mediknya dapat berpengaruh pada fungsi dan lingkup PFT. Berikut ini tertera beberapa fungsi suatu PFT yang disajikan sebagai pedoman : 1. Berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi, dan penasehat bagi staf medik dan pimpinan rumah sakit, dalam semua hal yang berkaitan dengan penggunaan obat. 2. Mengembangkan dan menetapkan formularium obat yang diterima untuk digunakan dalam rumah sakit dan mengadakan revisi tetap. 3. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang aman dan bermanfaat. 4. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan manfaat biaya terapi obat. 5. Menetapkan dan merencanakan program edukasi yang sesuai bagi staf profesional rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan obat. 6. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi, pemberian, dan penggunaan obat. 7. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat merugikan dalam rumah sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya kembali. 8. Memprakarsai atau memimpin program dan hasil studi evaluasi penggunaan obat, pengkajian hasil dari kegiatan tersebut dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mengoptimalkan penggunaan obat. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 33 9. Bersama IFRS merencanakan dan menetapkan suatu sistem distribusi obat dan prosedur pengendalian yang efektif. 10. PFT mempunyai tanggung jawab pada pengadaan edukasi bagi staf profesional rumah sakit. 11. Membantu IFRS dalam pengembangan dan pengkajian kebijkan, ketetapan dan peraturan berkaitan dengan penggunaan obat dalam rumah sakit sesuai dengan perundangundangan lokal dan nasional. 12. Mengevaluasi, menyetujui, atau menolak obat yang diusulkan untuk dimasukkan kedalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit. 13. Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan menempatkan tiap obat pada suatu kategori tertentu. 14. Mengkaji penggunaan obat dalam rumah sakit dan meningkatkan standar optimal untuk terapi obat rasional. 15. Membuat rekomendasi tentang obat yang disediakan dalam daerah perawatan penderita. (Lia, 2007) Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Jadi, sistem formularium adalah sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit. (Lia, 2007) Pemantauan terapi obat adalah suatu proses yang mencakup semua fungsi, diperlukan untuk memastikan terapi obat secara tepat, aman, mujarab, dan UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 34 ekonomis bagi penderita. Fungsi-fungsi tersebut mencakup mengkaji pilihan obat oleh dokter untuk kondisi yang di diagnosis; mengkaji pemberian obat; memastikan dosis yang benar; mengetahui adanya atau memadainya respon terapi; mengkaji kemungkinan untuk dan terjadinya ROM; serta merekomendasikan perubahan atau alternatif dalam terapi jika situasi tertentu memerlukannya. Untuk memantau terapi obat secara tepat, apoteker harus mampu melakukan fungsi berikut yang benar-benar merupakan dasar dari pemantauan terapi obat. Proses pemantauan terapi obat adalah : Pengumpulan data penderita dan mengatur data kedalam suatu format masalah 1. Hubungkan terapi obat masalah tertentu atau status penyakit untuk menetapkan ketepatan terapi tertentu 2. Mengembangkan sasaran terapi tertentu. 3. Mendesain rencana pemantauan terapi obat. 4. Pengembangan parameter pematauan tertentu 5. Penetapan titik akhir Farmakoterapi 6. Penetapan frekuensi pemantauan 7. Identifikasi masalah dan/ atau kemungkinan ROM. 8. Pengembangan alternatif atau solusi masalah. 9. Proses pengambilan keputusan 10. Pendekatan intervensi dan tindak lanjut. 11. Mengkomunikasikan temuan dan rekomedasi, jika perlu kepada dokter atau professional pelayan kesehatan lain, setiap temuan dan rekomendasi untuk solusi atau alternative terhadap masalah yang diidentifikasi. (Lia, 2007) Kesalahan obat adalah pemberian suatu obat yang menyimpang dari resep atau order dokter yang tertulis dalam kartu pengobatan penderita atau menyimpang dari kebijakan, prosedur, dan standar rumah sakit. Kecuali kesalahan karena kelalaian memberikan dosis obat kepada penderita, yang dimaksud kesalahan obat adalah jika dosis obat telah benarbenar sampai pada penderita. Misalnya, suatu kesalahan dosis yang terdeteksi dan diperbaiki sebelum UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 35 pemberian kepada penderita, bukan suatu kesalahan obat. Secara umum kesalahan pengobatan penyebabnya adalah kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan membingungkan; nomenklatur sediaan obat (nama obat kelihatan mirip atau bunyi nama obat mirip); kegagalan atau gagal fungsi peralatan; tulisan tangan tidak terbaca; penulisan kembali resep / orderdokter yang tidak tepat; perhitungan dosis yang tidak teliti; personel terlatih tidak mencukupi; menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep; kesalahan etiket; beban kerja berlebihan; konsentrasi hilang dalam unjuk kerja individu; serta obat-obatan yang tidak tersedia. Kesalahan pengobatan mencakup kesalahan administratif yang disebabkan ketidakjelasan tulisan, ketidaklengkapan resep, keaslian resep, ketidakjelasan instruksi. Kesalahan farmasetik seperti dosis, bentuk sediaan, stabilitas, inkompatibilitas, dan lama pemberian. Serta kesalahan klinis seperti alergi, reaksi obat yang tidak sesuai, interaksi yang meliputi obat dengan penyakit, obat dengan obat lain dalam hal lama terapi, dosis, cara pemberian dan jumlah obat. (Pane A Hamzah, 2000) 2.4.3 Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI No 58 tahun 2014 tentang standar Pelayanan Farmasi di rumah sakit23. Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah sakit, apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite atau berkaitan dengan penggunaan obat. Ketua TFT dapat diketahui oleh seorang dokter atau seorang apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah aopteker, namun apabila diketuai oleh apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam dalam satu bulan. Rapat TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 36 bagi pengelolahan TFT, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT. 2.4.3.1 Tugas Tim Farmasi dan Terapi Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomer 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit17, tugas panitia farmasi dan terapi taitu: 1. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di rumah sakit. 2. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk formularium rumah sakit. 3. Mengembangkan standar terapi 4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat 5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional 6. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki 7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error. 8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah sakit. 2.4.3.2 Instalasi Farmasi Rumah sakit Instalasi farmasi di rumah sakit adalah instalasi di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh bebrapa orang apoteker, tenaga ahli madya farmasi (D-3) dan tega menengah farmasi (AA) yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan dan perbekalan kesehatan, dispensing obat, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit serta pelayanan farmasi klinik.17 Instalasi farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja satu-satunya dirumah sakit yang menjalankan fungsi manejemen pengelolaan perbekalan farmasi dengan sitem satu pintu, sebagaimana yang diamanatkan dalam undangundang. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 37 1. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. 2. Pelayanan sediaaan farmasi di rumah sakit di rumah sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian. 3. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu. 4. Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi rumah sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan pemerintah. Instalasi Farmasi berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker yang berkedudukan sebagai Kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan membawahi Wakil Kepala Instalasi Farmasi dan Penyelia Instalasi Farmasi serta seluruh Tenaga Pelaksana di Instalasi Farmasi Bentuk kegiatan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati meliputi: 1. Pemilihan: bekerja sama dengan Komite Farmasi dan Terapi dalan memilih perbekalan farmasi yang akan ditetapkan untuk digunakan di RSUP Fatmawati pada periode tertentu. 2. Perencanaan: membuat rencana untuk mengadakan perbekalan farmasi yang persediaan stoknya sedang menipis atau habis. 3. Pengadaan: bekerjasama dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk mendatangkan perbekalan farmasi yang telah direncanakan. 4. Penerimaan: bekerjasama dengan Tim Penerima Barang Medik untuk menentukan perbekalan farmasi yang dapat diterima dari proses pengadaan yang telah dilakukan. 5. Penyimpanan: melakukan penyimpanan perbekalan farmasi baik di gudang farmasi maupun di depo farmasi sesuai dengan standar penyimpanan obat yang baik. 6. Pendistribusian: melakukan pelayanan penyaluran perbekalan farmasi kepada satker di RSUP Fatmawati UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 38 7. Penyerahan: melakukan pelayanan pemberian perbekalan farmasi pada pasien rawat jalan maupun pada pasien rawat inap, yang dilakukan berdasarkan atas resep dokter. 8. Melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etik profesi 9. Produksi obat berdasarkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 10. Monitoring: melakukan pemantauan terhadap seluruh proses yang ada dalam rangka mencapai efisiensi dan efektifitas pekerjaan kefarmasian yang telah dilakukan. 11. Evaluasi: melakukan kajian dan evaluasi terhadap pencapaian target kerja yang telah ditetapkan dari seluruh proses yang ada. 2.4.3.3 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Standar pelayanan farmasi klinik di rumah sakit, pengorganisasian instalasi farmasi di rumah sakit harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.17 Tugas an Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Standar pelayanan kefarmasian dirumah sakit tentang tugas instalasi farmasi rumah sakit17 1. menyelenggarakan, mengkoordinasi, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi klinis yang optimal dan propesional serta sesuai prosedur dan etik profesi. 2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien. 3. Melaksankan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimlkan risiko. 4. Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter , perawat dan pasien. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 39 5. Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi 6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta mengembangkan pelayanan farmasi klinis. 7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. 2.4.4 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 2.4.4.1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimuali penerimaan, dari pemilihan, penyimpanan, perencanaan pendistribuisan, kebutuhan, pemusnahan dan pengadaan, penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan secara multi disiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.25 Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satusatunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal : 1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. 2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 40 3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. 4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai 5. pemantauan terapi Obat; 6. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien) 7. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang akurat; 8. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan 9. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai. Berikut merupakan tugas dari Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang diatur oleh Negara; 1 Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk mendapatkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. 2 Perencanaan Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menetukan jumlah dan priode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhnya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasr-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lainkonsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan metode epidemologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. 3 Pengadaan UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 41 Untuk memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakaisesuai dengan mutudan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar instalasi farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian. 4 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus disimpan dengan baik. 5 Penyimpanan Setelah barang diterima di IFRS perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu: a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dandiberi tanda khusus bahan berbahaya b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberipenandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gasmedis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabunggas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis diruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuksediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis HabisPakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 42 sistem informasi manajemen.Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaiyang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike)tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegahterjadinya kesalahan pengambilan Obat. Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudahdiakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian. 6 Pendisribusian Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangkamenyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan MedisHabis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasiendengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjaminterlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan. 7 Pemusnahan san Penarikan Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila: a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu. b. Telah kadaluwarsa. c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan. d. 8 Dicabut izin edarnya Pengendalian UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 43 Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit. Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah: a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving). b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock). c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala. 9 Administrasi Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari : pencatatan dan pelaporan, administrasi keuangan, dan administrasi penghapusan 2.4.4.2 Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.17 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 44 Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan Persyaratan administrasi meliputi: a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. b. Nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter. c. Tanggal resep. d. Ruangan/unit asal resep. Persyaratan klinis meliputi: a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat. b. Duplikasi pengobatan. c. Alergi, interaksi dan efek samping obat. d. Kontraindikasi. e. Efek adiktif 2. Penyelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien. Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat: a. Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat. b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan. c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat. e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat. f. Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 45 g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan. h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat. i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat. j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids). k. Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpasepengetahuan dokter. l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatifyang mungkin digunakan oleh pasien. 3. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan danpemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar RumahSakit. Tujuan PIO adalah untuk : a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit. b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi. c. 4. Menunjang penggunaan Obat yang rasional. Konseling Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 46 Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety). 5. Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukanApoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamat kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi danmeminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Tujuan MESO adalah : UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 47 a. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang. b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan. c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO. d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki. e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki. 8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu: a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat. b. Membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu. c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat. d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat. 9. Dispensing Sediaan Steril Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan steril bertujuan: a. Menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk. c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya. d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. 10. Pemantau Obat di dalam darah Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 48 karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. Tujuan PKOD adalah mengetahui Kadar Obat dalam Darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. 11. Rekonsilasi Obat Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. 2.5 Jantung 2.5.1 Anatomi Jantung Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kirakira 250-300 gram. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 49 Gambar.2.2 Anatomi Jantung Manusia [sumber : Sasori.com] Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh. Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otototot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium 2.5.2 Siklus Jantung Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 50 2.5.3 Curah jantung Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan. 2.5.4Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistemparasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar 60hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehatdipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada waktubanyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluarankarbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit.16 Pada keadaan normal jumlahdarah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema. 2.5.5Definisi Gagal Jantung Gagal jantung adalah keadaan fatofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gangguan fungsi jantung ditinjau dari efek-efeknya terhadap perubahan 3 penentu utama UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 51 dari fungsi miokardium yaitu freeload (beban awal) yaitu derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Afterload (beban akhir) yaitu besarnya tegangan dinding ventrikel yag harus dicapai selama sistol untuk memompa darah. Kontraktilitas miokardium yaitu perubahan kekuatan kontraksi. 2.5.6Patofisiologi gagal jantung Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh,maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang mengakibatkanterjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan penderita gagal jantung disfungsi sistolikdan disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik kekuatankontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkancurah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik relaksasi dinding ventrikelterganggu sehingga pengisian darah berkurang menyebabkan curah jantung berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai pompa tergantung padabermacam-macam faktor yang saling terkait. Menurunnya kontraktilitas miokard memegang peran utama pada gagal jantung. Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel normal, maka jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme untuk meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan. Menurut buku pedoman Depkes RI (2007), penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan suatu kelainan yang terjadi pada organ jantung dengan akibat terjadinya gangguan fungsional, anatomis serta sistem hemodinamis. Dalam arti luas yang dimaksud penyakit jantung adlah penyakit yang terdiri dari berbagai macam keadaan sakit jantung. Kejadian penyakit jantung yang paling sering adalah penyakit jantung koroner, serangan jantung dan kondisi sakit jantung lainnya (The State Gooverment of Victoria, 2004). Gejalanya bisa berupa nyeri atau perasaan tidak enak di dada seperti terbakar, tertekan, diperasperas, atau di cekik. Rasa tersebut sering menjalar ke lengan, dagu, leher, punggung atau perut yang menjadi kembung, mual dan muntah. Gejala tersebut UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 52 berlangsung cukup lama (lebih dari beberapa menit) dan tidak berkurang/ hilang dengan istirahat. Jenis penyakit yang dapat digolongkan kedalam penyakit Jantung dan pembuluh darah : 1. Penyakit jantung koroner (PJK, penyakit jantung Iskemik, serangan jantung, infark miokard, angina pektoris). 2. Penyakit pembuluh darah otak (Stroke, TIA (transient ischemic attact). 3. Penyakit jantunghipertensi 4. Penyakit pembuluh darah perifer 5. Penyakit gagal jantung 6. Penyakit jantung rematik 7. Penyakit jantung bawaan 8. Penyakit jantung kardiomiopathy 9. Penyakit jantung kutub Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan O2. Kondisi ini sangat letal, dengan mortalitas berkisar antara 15-50% per tahun, bergantung kepada keparahan penyakitnya. Mortalitas meningkat sebanding dengan usia, dan resiko pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan. Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik yang kompleks akibat kelainan structural dan fungsional jantung yang mengganggu kemapuan ventrikel untuk diisi dengan darah atau untuk mengeluarkan darah. Manisfestasi gagal jantung yang utama adalah (1) sesak nafas dan rasa lelah, yang membatasi kemampuan melakukan kegiatan fisik ; dan (2) retensi cairan, yang menyebabkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua abnormalitas tersebut mengganggu kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien., tetapi tidak selalu ditemukan bersama pada seorang pasien. Ada pasien dengan aktifitas fisik terbatas tanpa retensi cairan, tetapi ada pasien dengan edema tanpa sesak nafas atau rasa lelah. Tidak semua pasien disertai edema pada awal diagnosis ataupun selanjutnya, karena itu istilah “gagal jantung” lebih tepat dari pada “gagal jantung kongestif” UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 53 Pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung, disfungsi sistolik dan disfungsi diastolic ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi vertikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolic, relaksasi dinding vertikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Berkurangnya curah jantung inilah yang menimbulkan gejala-gejala gagal jantung, sebagai akibat langsung dan/atau kompensasinya. Disfungsi sistolik biasanya terjadi akibat akibat infark miokard yang menyebabkan kematian sebagian sel otot jantung, sedangkan disfungsi diastolic biasanya terjadi akibat hipertensi yang menyebabkan kompensasi iokard berupa hipertrofi dan kekakuan dinding vertikel. Sel miokard yang mati pada infark miokard diganti dengan jaringan ikat, dan pada sel miokard yang tinggal (jumlahnya telah berkurang) terjadi hipertrofi sebagai mekanisme kompensasi. Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui 2 mekanisme utama, yaitu sistem simpatis dan sistem renin-angiostensin-aldosteron (RAA), aktivitasi sistem simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan curah jantung yang dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi denyut jantung melalui stimulasi reseptor adrenergic 1 di jantung. Akibatnya terjadi peningkatan curah jantung sebagai kompensasi terhadap penurunan curah jantung pada gagal jantung sistolik. Aktivasi sistem RAA dimulai dengan sekresi renin oleh sel jukstagolomerular di ginjal melalui stimulasi reseptor adrenergic 1 dan sebagai reaksi terhadap berkurangnya perfusi ke ginjal. Sekresi renin akan akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang memiliki dua efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosterone di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas simpatik dan Ang II akan meningkatkan beban hulu (preload) dan beban hilir (afterload) jantung, sedangkan aldosterone menyebabkan retensi air dan natrium ang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung (menurut hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme kompensasi. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 54 Akan tetapi mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama, karena dengan berjalannya waktu, mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk disfungsi miokard. Dengan tujuan untuk tetap meningkatkan curah jantung yang kurang, terjadilah perubahan-perubahan maladaptive berupa hipertrofi dinding vertikel (untuk meningkatkan kontraktilitas miokard) dan ekspensi volume ventrikel (untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel sehingga meningkatkan kontraktilitas miokard). Akan teatapi perubahan-perubahan maladaptive tersebut terutama peningkatan tekan dinding ventrikel yang berlebihan, akan menyebabkan apoptosis sel jantung dan poliferasi jaringan ikat (fibrosis), sehingga kontraktilitas miokard akan menurun. Proses yang menghasilkan perubahan-perubahan maladaptive dalam struktur dan fungsi jantung ini disebut proses remodeling jantung. Selain melalui peningkatan stress hemodinamik pada ventrikel (peningkaytan preload dan afterload jantung), aktivasi sistem neurohormonal endogen tersebut di atas (peningkatan preload dan afterload jantung), aktivasi sistem neuro hormonal ebdogen tersebut di atas (peningkatan kadar norepinerfin, epinerfrin, angiostensin II, aldosterone, dan lain-lain), sendiri maupun bersama, juga mempunyai efek toksik langsung pada sel jantung untuk terjadinya remodeling jantung (dengan menstimulasi terjadinya apoptosis dan fibrosis miokard) Proses remodeling jantung ini merupakan proses yang progresif, sehingga akan berjalan terus tanpa perlu adanya kerusakan baru/ berulang pada jantung. Proses remodeling jantung yang progresif ini menyebabkan kontraktilitas miokard akan makin menurun. Di samping itu peningkatan afterload jantung juga menurunkan curah jantung. Akibatnya terjadi dekomposisi jantung. Oleh karena itu pengobatan gagal jantung kronik ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat progresi remodeling miokard tersebut, sedangkan pada gagal jantung akut, pengobatan ditujukan untuk mengurangi overload cairan, menurunkan resistensi perifer, dan memperkuat kontraktilitas miokard. Disamping gagal jantung yang low output tersebut di atas, ada gagal jantung yang high output, artinya curah jantung meningkat diatas normal tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan O2 yang meningkat tinggi, UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 55 misalnya pada hipertiroidisme, anemia, shut atrio ventikular. Pengobatan gagal jantung jenis ini diarahkan pada penyebabkan. New York Heart Association (NYHA) membuat gradasi keparahan gagal jantung dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk menimbulkan gejala-gejalanya. Kelas I : Tidak ada limitasi aktivitas fisik. Tidak timbul sesak nafas, rasa lelah, atau palpitasi dengan aktifitas fisik biasa. Kelas II : Sedikit limitasi aktifitas fisik. Timbul rasa lelah, palpitasi, dan sesak nafas dengan aktifitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat. Kelas III : Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktifitas fisik kurang dari biasa sudah menimbulkan gejala, tetapi nyaman waktu istirahat. Kelas IV : Gejala-gejala sudah ada waktu istirahat, dan aktivitas fisik sedikit saja akan memperberat gejala. 2.5.9 Pengobatan Gagal Jantung Tujuan primer pengobatan adalah mencegah terjadinya gagal jantung dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantug, terutama hipertensi dan/ atau penyakit ateri coroner. Jika disfungsi miokard sudah terjadi, tujuan pertama adalah mengobati/ menghilangkan penyebab dasarnya, jika mungkin (misalnya iskemia, penyakit tiroid, alcohol, obat). Jika penyebab dasar tidak dapat dikoreksi, pengobatan ditujukan untuk (1) mencegah memburuknya fungsi jantung, dengan perkataan lain memperlambat progresi remodeling miokard, sehingga dapat mengurangi mortalitas; dan (2) mengurangi gejala-gejala jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup. a. Untuk tujuan (1) Diberikan penghambat ACE dan -Blocker, di samping mengurangi beban kerja jantung. (gagal jantung kronik) b. Untuk tujuan (2) Diperlukan pengurangan overload cairan dengan diuretic, penurunan resistensi perifer dengan vasodilator, dan peningkatan kontraktilitas miokard dengan obat inotropic. (gagal jantung akut) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 56 Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi terdiri atas: 1. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes dislipedemia atau obesitas harus diberi diet yang sesuai dengan menurukan gula darah, lipid darah atau berat badannya.asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1.5-2 L/hari hanya untuk gagal jantung berat. 2. Merokok : Harus dihentikan 3. Aktifitas Fisik: Olah raga teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA I-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien 4. Istirahat : Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil 5. Berpergian : Hindari tempat-tempat tinggi dan tempat yang sngat panas atau lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 57 Disamping itu ada obat-obat yang harus dihindari atau digunakan dengan hatihati, yaitu Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) dan cobix; antiaritmia kelas I: antagonis kalsium (non- dihidropiridin dan dihidropridin kerja singkat); antidepresi trisiklik; kortikosteroid; dan litium. Obat Inotropik Gagal Jantung Sistolik B Bloker Penghmabat ACE AT1 Bloker Spironolaktone Vasodilator Gambar2.3Patofisologi gagal jantung sistolik dan tempatkerjanya [Sumber: Farmakologi dan Terapi UI] UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 58 2.5.8Obat-Obatan Gagal Jantung Terapi farmakologik terdiri atas; (1) penghambat Ace; (2) Antagonis angiostensin II; (3) Diuretik; (4) Antagonis aldosterone; (5) -blocker; Vasodilator lain (7) Digoksin; (8) Obat inotropic lain; (9) Anti tromboltik; (10) Antriaritmia. 2.5.8.1Penghambat ACE Penggunaan penghambat ACE untuk terapi gagal jantung didukung oleh berbagai uji klinik yang mengikutsertakan lebih dari lebih dari 100.000 pasien. Penghambat ACE terbukti dapat mengurangi morbiditas pada semua pasien gagal jantung sistolik (semua drajat keparahan, termasuk yang asimtomik) Penghambat ACE menghabat konversi angiostensin I (Ang I) menjadi angiostensin II (Ang II)tetapi angi II juga dibentuk oleh enzim-enzim non ACE, misalnya kimase yang banyak terdapat di jantung. Kebanyakan efek biologic ang II diperantarai oleh reseptor angiostensin tipe I (AT1). Stimulasi reseptor AT1 menyebabkan vasokontriksi, stimulasi dan pengelepasan aldosterone, peningkatan aktivitas simpatis dan hipertropi miokard. Aldostron menyebabkan vasokontriksi, stimulasi dan pengelepasan aldosterone, peningkatan aktivitas simpatik dan hipoertropi miokard. Aldosterone menyebabkan reabsorpsi Na dan air di tubulus ginjal, sedangkan aktivitas simpatik menyebabkan sekresi renin dari sel jukstaglomerular di ginjal. Reseptor AT2 memperantarai stimulasi apoptosis dan antiproliferasi. Penghambatan ACE dengan mengurangi pembentukan Ang II akan menghambat aktivitas Ang II di reseptor AT1 maupun AT2 Penghambat ACE merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan fungus sistolik ventrikel kiri yang menurun, yakni dengan fraksi ejeksi dibawah normal (<40-45%), dengan atau tanpa gejala, obat ini diberiakn untuk mencegah atau menunda terjadinya gagal jantung, dan juga untuk mengurangi resiko infark miokard dan kematian mendadak. Pada pasien dengan gejala gagal jantung tanpa retensi cairan, penghambat ACE harus diberikan sebagai terapi awal; pada pasien dengan retensi cairan, obat ini harus diberikan bersama diuretic. Penghambat ACE harus dimulai setelah fase akut infrak miokard, meskipun gejala transien, untuk mengurangi mortalitas dan infrak ulang serta hospitalisasi karena gagal jantung. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 59 Pada pasien gagal jantung sedang dan berat dengan disfungsi sitolik ventrikel kiri penghambat ACE mengurangi mortalitas dan gejala-gejala gagal jantung, meningkatkan kapasitas fungsional, dan mengurangi hospitalisasi. Gambar2.4 Mekanisme kerja penghambat ACE dan antagonis All [Sumber: Farmakologi dan Terapi UI] UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 60 Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hyperkalemia dan angioederma. Pasien yang tidak dapat mentoleransi obat ini karena batuk dapat menggunakan AT1 –bloker sebagai alternative yang efektif. Penghambat ACE dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyesui, pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral atau angioedema pada terapi dengan penghambat ACE sebelumnya. Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah atau dititrasi sampai dosis target. Dosis target adalah dosis pemeliharaan yang telah terbukti efektif untuk mengurangi mortalitas/ hospitalisasi dalam uji klinik yang besar. Table.2.3 Dosis Penghambat ACE Untuk Pengobatan Gagal Jantung Obat Dosis Awal Dosis Pemeliharaan Kaptropil 6.25 mg tid 25-50 mg tid Enalapril 2.5 mg od 10-20 mg bid Lisinopril 2.5 mg od 5-20 mg od Ramipril 1.25 mg od/bid 2.5-5 mg bid Trandolapril 1 mg od 4 mg od Kuinapril 2.5 mg od 5-10 mg bid Fosinopril 5-10 mg od 20-40 mg od Peridopril 2 mg od 4 mg od Keterangan : od= Sekali sehari; bid= dua kali sehari; tid= tiga kali sehari Untuk memulai pengobatan gagal jantung dengan penghambat ACE atau AT1 –bloke, di anjurkan prosedur berikut; (a) jika pasien telah menggunakan diuretic, turunkan dosis nya atau hentikan selama 24 jam; (b) pengobatan dimulai dipetang hari, sewaktu berbaring, untuk mengurangi terjadinya hipotensi; (c) pengobatan dimulai dari dengan dosis rendah dan titrasi sampai dosis target, biasanya dengan peningkatan 2 kali lipat setiap kalinya; (d) jika fungsi ginjal memburuk bermakna, hentikan pengobatan; (e) diuretic hemat kalium harus dihindari selama awal terapi; (F) penggunaan AINS dan cobix harus dihindari.; dan (g) tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar K harus dipriksa 1-2 minggu stelah UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 61 pengobatan dimulai dan tiap peningkatan dosis, pada 3 bulan, dan selanjtnya pada tiap 6 bulan. 2.5.8.2 Antagonis Angiotensin II (AT1- bloker) Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat Ang II hanyadi reseotor AT1 dan tidah di reseptor AT2 maka disebut AT1- bloker. Karena terjadi terjadi reaksi silang antra penghambat ACE dan AT1- bloker , maka sebaiknya tidak diberi AT1- bloker bila telah menggunakan penghambat ACE. Untuk pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri : a) AT1- bloker dapat digunakan sebgaialternatif penghambat ACE pada pasien gagal jantung yang tidak mentoleransi penghambat ACE. b) AT1- bloker dan penghambat ACE mempunyai efikasi yang sebanding pada gagal jantung sistolik yang sebanding 40 %terhadap mortalitas dan morbiditas. c) AT1- bloker dapat dipertimbangkan dalam kombinasi dengan penghambat ACE pada pasien yang masih simtomatik. Pada pasien NYHA kelas III yang masih simtomatik meski telah mendapat diuretic, penghambat ACE, dan -blocker, belum ada bukti pasti untuk merekomendasikan penambahan berikutnya. Prosedur untuk memulai pemberian AT1- bloker sama dengan untuk penhambat ACE dan AT1- bloker yang telah terbukti efektif untuk pengobatan gagal jantung serta dosis nya dapat dilihat pada table dibawah oni : Tabel.2.4AT1- bloker dan dosisnya untuk pengobatan Gagal jantung Obat Dosis Awal Dosis Maksimal Kandesartan 4-8 mg od 32 mg od Losartan 24-50 mg od 50-100 mg od Valsartan 20-40 mg od 160 mg bid UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 62 2.5.8.3 Diuretik Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut ang selalu disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Penggunaan diuretic dengan cepat menghilangkan sesak nafas dan meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Diuretic mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstra sel, alir balik vena, dan tekanan pengisian ventrikel(preload) Diuretik kuat, misalnya furosemide dengan dosis awal 40 mg od atau bid, dan dosis ditingkatkan sampai diperoleh diuresis yang cukup. Dosis awal yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada gagal jantung lanjut atau yang disertai dengan gagal ginjal. Elektrolit serum dan fungsi ginjal harus sering dimonitor. Diuretic tidak mengurangi mortalitas pada gagal jantung (kecuali spironolakton), maka diuretic harus diberikan dalam kombinasi dengan penghambat ACE. Diuretik Tiazid pada pengobatan gagal jantung tidak diberikan sebagai obat tunggal (karena efek diuresis lemah), tetapi dalam kombinasi dengan diuretic kuat akan menunjukkan efek sinergis. Diuretik hemat kalium: triamterene, amilorid. Diuretic hemat kalium adalah diuretic lemah adalah diuretic lemah, karena itu tidak efektif untuk mengurangi volume. Obat-obat ini digunakan untuk mengurangi pengeluaran K atau Mg oleh ginjal dan/atau memperkuat respon diuresis oleh obat lain Tabel.2.5Diuretik oral dan dosisnya untuk pengobatan retensi cairan pada gagal ginjal. Diuretik kuat Furosemid Bumetanid Toresemid Tiazid HCT Klortalidon Indapamid Diuretik Kalium Dosis Awal Dosis maksimal sehari Lama kerja 20-40 mg od/bid 0.5-1 mg od/bid 10-20 mg od 600 mg 10 mg 200 mg 6-8 jam 4-6 jam 12-16 jam 25 mg od/bid 12.5-25 mg od 2.5 mg od 200 mg 100 mg 5 mg 6-12 jam 24-72 jam 36 jam Hemat UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 63 Amilorid Triamteren 2.5 mg od 25 mg od 20 mg 100 mg 24 jam 7-9 jam 2.5.8.4 Antagonis Aldosteron Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosterone meningkat (akibat aktivasi sistem renin angiostensin-aldosteron), bisa sampai 20x kadar normal. Aldosterone menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg. Antagonis aldosterone direkomendasikan untuk ditambahkan pada: a) Penghambat ACE dan diuretic kuat pada gagal jantung lanjut. b) Penghambat ACE dan -blocker pada gagal jantung setelah infrak miokard dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri. 2.5.8.5 -blocker kerja -blocker terutama dengan menghambat efek merugikan dari aktivasi simpatis pada pasien gagal jantung, dan efek ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan efek inotropic negatifnya. Stimulasi adrenergic pada jantung memang pada awalnya meningkatkan kerja jantung, akan tetapi aktivasi simpatis yang berkepanjangan pada jantung yang telah mengalami disfungsi akan merusak jantung dan hal ini dapat dicegah oleh -blocker Tabel.2.6 Beta Bloker dan dosisnya Beta Bloker Dosis Awal Peningkatan Dosis Target Piode Titrasi 10 mg od Minggu-bulan 200 mg od Idem 25 mg bid idem Dosis Bisoprolol 1.25 mg od 2.5; 3.75; 5; 7.5;10 Metoprolol 12.5/25 mg od 25; 50; 100; sukinat CR Karvedilol 200 3.125 mg od 6.25; 12.5; 25; 50 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 64 B Bloker B Bloker B Bloker (Aritmia) Gambar2.5 Mekanisme kerja Beta Bloker pada gagal jantung Sistolik [Sumber: Farmakologi dan Terapi UI] UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 65 2.5.5.6 Vasodilator Lain Vasodilator lain dari penghambat ACE dan antagonis All yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung adalah: 1. Hidralazin Isosorbid Dinitrat Merupakan vasodilator ateri sehingga menurunkan afterload, sedangkan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga mennurunkan preload jantung. 2. Na Nitroprusid Merupakan prodrug NO (Nitric oxide), suatu vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun vena, sehingga menurunkan afterload maupun preload jantung. Masa kerjanya cepat (2-5 menit) obat ini biasa dipake untuk mengatasi gagal jantung akut di IGD 3. Nitrogliserin Hanya menurunkan preload jantung. Pada gagal jantung obat ini digunakan untuk pengobatan agal jantung kiri akibat iskemia miokard akut, gagal jantung non iskemik yang memerlukan penurunan preload cepat 4. Nesiritid Intravena Diindikasikan untuk gagal jantung akut dengan sesak nafas saat istirahat atau dengan aktivitas minimal. 2.5.8.7 Glikosida Jantung Saat ini hanya digoksin yang digunakan untuk terapi gagal jantung; (a) inotropic positif, (b) kronotropok negative, (c) mengurangi aktivasi saraf simpatis. Mekanisme (a) inotropic positif; digoksin penghambat pompa Na-KATPase pada membrane sel otot jantung sehingga meningkatkan kada Na+ intrasel, dan menyebabkan berkurangnya pertukaran Na+ dan Ca++ selama repolarisasi dan relaksai otot jantung sehingga Ca2+ tertahan dalam sel kadar Ca2+ intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ kedalam reticulum sarkoplasmik meningkat. Mekanisme (b) dan (c): pada kadar terapi (1-2 ng/mL), digoksin meningktakan tonus vegal dan mengurangi aktivitas simpatik di nodus SA maupu AV. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 66 2.5.8.8 Inotropik Lain Inotropik lain yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung adalah :Dopamin dan Dobutamin intravena yang merupakan obat inotropic yang paling sering digunakan untuk menunjang sirkulasi dalam jangka pendek pada gagal jantung yang parah. Kerjanya melalui stimulasi reseptor dopamine D1 dan reseptor adrenergic di sel otot jantung. a. Dopamin mempunyai penggunaan yang terbatas pada pengobatan pasien pasien dengan kegagalan sirkulasi kardiogenik. Dobutamin merupakan agonis yang terpilih untuk pasie gagal jantung dengan disfungsi sistolik. Dobutamin merupakan campuran rasemik yang menstimulasi 1 dan 2. Efek 1 di miokard dominan, dan menghasilkan peningkatan curah jantung dengan hanya sedikit peningkatan denyut jantung. b. Pemghambat Fosfodiestrerase intravena Inamrinon dan milrinon merupakan penghambat fosfodiesterase kelas III (PDE3) yang digunakan sebagai penunjang sirkulasi jangka pendek pada gagal jantung yang parah. Akan tetapi pada penggunaan yang panjang obat-obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat kematian). Karena itu indikasinya hanya untuk penggunaan penggunaan jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir dengan gejala-gejala yang refrakter terhadap obat-obat lain. 2.5.8.9 Antitrombotik Wafarin (Antikoagulan oral) diindikasikan pada gagal jantung dengan fibrilaasi atrial, riwayat kejadian romboembolik sebelumnya, atau adanya thrombus di ventrikal kiri, untuk mencegah stroke atau tromboembolisme. Setelah infark miokard, aspirin atau warfarin direkomendasikan sebagai profilaksis skunder. 2.5.10.10 Antiaritmia Antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah -bloker dan amiodaron. -bloker mengurangi kematian mendadak pada gagal jantung. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 67 Amiodaron digunakan pada gagal jantung hanya jika disertai dengan fibrilisasi atrial dan dikehendaki ritme sinus. Amiodaron adalah satu-satunta obat aritmia yang tidak disertai dengan efek inotropic negative. Gambar2.6 Mekanisme Kerja penghambat PDE3 [Sumber: Farmakologi dan Terapi UI] UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 68 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka konsep Depo Farmasi di IRJ RSUP Fatmawati Resep poli jantung Kriteria inklusi dan ekslusi Medication Error Prescribing Transcribing Tidak Lengkap Lengkap Dispensing 1. Failure mode 2. Cause 3. Effect Failure 4.Risk grading /severity 5.Frekuensi Risk Priority Risk Priority Risk Priority Number (RPN) Number (RPN) Number (RPN) (Occurance /OCC) Tinggi /Parah Sedang/ Sedang Rendah/ Tidak 6. Dettection/ DET Kejadian parah Keterangan : Tidak dilakukan analisa UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 69 3.2 Definisi Operasional: Tabel3.1 Definisi Operasional NO Variabel Definisi Operasional 1 Adalah pelayanan resep pasien rawat jalan RSUP Fatmawati Adalah resep yang berasal dari poli jantung IRJ RSUP Fatmawati - Adalah Kesalahan dalam pelayanan resep yang dinilai pada tahap prescribing. 2 Depo Farmasi IRJ RSUP Fatmawati Resep Poli Jantung 3 Medication Error 4 Prescribing - - Adalah tahapan penulisan resep obat. Yang akan dinilai pada tahap administresi Kesalahan terjadi karena tidak terisi 23 item pada lembar resep yaitu; nama dokter penulis resep. Surat Izin Praktek (SIP) dokter, status dokter , tidak ada berat badan pasien, tinggi badan dan usia pasien, tidak ada jenis kelamin pasien, tidak ada bentuk sediaan, tidak ada rute pemberian, tidak ada paraf dokter, tidak ada dosis sediaan, tidak ada satuan dosis, tidak ada aturan pakai, tidak ada jumlah pemberian, tidak ada tanggal permintaan resep, nama obat tidak Cara Ukur - - Mengamati dan mencatat tingkat kesalahan yang terjadi pada tahap prescribing lembar resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati Mengamati dan mencatat tingkat kesalahan yang terjadi pada tahap prescribing lembar resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati Ukurann Alat Ukur Skala - Potensi ME; bila resep tidak terisi dengan lengkap - Tidak potensi ME; bila resep terisi dengan lengkap. Resep Nominal 1. Lengkap: tahapan penulisan resep (23 item) resep terisi penuh 2. Tidak lengkap;tahap an penulisan resep (23 item) pada lembar resep ada yang tidak terisi. Resep Nominal UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 70 jelas atau berupa singkatan, resep tidak terbaca dengan jelas. - Adalah resep yang memenuhi tahapan penulisan resep 7 Lengkap 8 Tidak Lengkap - Adalah resep yang tidak memenuhi tahapan penulisan resep 9 Failure Mode - Adalah model kegagalan yang terjadi pada tahapan kelengpana penulisan resep 10 Cause - Adalah kemungkinan penyebab dari kegagalan kegagalan tahapan penulisan resep 11 Effect Failure - Adalah efek yang mungkin terjadi akibat dari kegagalan tahapan penulisan resep 12 Risk Grading/ severity - Adalah tingkatan resiko atau tingkatan keparahan dari model kegagalan tahapan penulisan - Mengamati dan 3. Lengkap; mencatat tahapan tingkat penulisan (23 kesalahan yang item) pada terjadi pada lembar resep tahap terisi penuh prescribing lembar resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati Resep Nominal Mengamati dan - Tidak lengkap; mencatat tahapan tingkat penulisan (23 kesalahan yang item) pada terjadi pada lembar resep tahap ada bagian prescribing tidak terisi lembar resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati - Menilai/ melihat data resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati menggunakan metode FMEA - Menilai/ melihat data resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati menggunakan metode FMEA - Menilai/ melihat data resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati menggunakan metode FMEA - Menilai/ 1. kegagalan melihat data administrasi resep IRJ poli yang jantung di berdampak RSUP pada rumah Fatmawati sakit Resep Nomilnal Resep Ordinal - UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 71 resep 13 Frekuensi Adalah banyaknya lembar resep ditemukan model kegagalan. menggunakan metode FMEA 2. kegagalan administrasi yang berdampak pada pasien tetapi tidak menimbulkan cidera 3. kegagalan administrasi yang dapat menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden 4. potensi cidera tetapi belum terjadi insiden 5. insiden yang berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum terpapar ke pasien 6. insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cidera atau KTD dan menyebabkan kematian. 1. Menilai/ melihat 2 Remote/sangat data resep IRJ jarang terjadi poli jantung di adalah RSUP frekuensi Fatmawati terjadi 1 menggunakan dalam 1000 metode FMEA kejadian 3 Low/ jarang terjadi adalah frekuensi terjadi dalam 100 kejadian 4 Moderate/ sedang terjadi adalah frekuensi terjadi1 dalam 50 kejadian 5 High/ sering terjadi adalah frekuensi terjadi 1 dalam 10 Resep Ordinal UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 72 14 Detection Adalah kemudahan untuk mendeteksi model kegagalan 15 RPN Tinggi /Parah 16 RPN Sedang Adalah kemungkinan terjadinya insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cidera atau suatu kejadian yang tidak diharapakan yang dapat menimbulkan kematian Adalah kemungkinan terjadinya insiden yang berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum terpapar ke pasien. 17 RPN Rendah/ tidak parah Adalah kondisi yang kemungkinan sangat berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden. kejadian 6 Very high/ sangat sering terjadi adalah frekuensi terjadi 1 dalam 2 kajadian Menilai/ 1. Remote melihat data /sedikit adalah resep IRJ poli terdeteksi jantung di 0/10 kali RSUP 2. Low/ rendah Fatmawati adalah menggunakan terdeteksi metode FMEA 2/10 kali 3. Medium/ sedang adalah terdetksi 5/10 kali 4. High/ tinggi adalah terdeteksi 7/10 kali Menilai/ Tinggi; bila melihat data hasil resep IRJ poli perhitungan jantung di nilai RPN yang RSUP didapatkan 120 Fatmawati menggunakan metode FMEA Menilai/ melihat data resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati menggunakan metode FMEA Menilai/ melihat data resep IRJ poli jantung di RSUP Fatmawati menggunakan metode FMEA Resep Ordinal Nilai RPN Ordinal Sedang : bila hasil perhitungan nilai RPN yang didapatkan 3680 Nilai RPN Ordinal Tidak parah : bila nilai RPN yang didapatkan 1-30 Nilai RPN Ordinal UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 73 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.1.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di gudang penyipanan resep instalasi farmasi rumah sakit Depo Farmasi Instalasi Rawat jalan (IRJ) RSUP Fatmawati 4.1.2 Waktu penelitian Waktu penelitian dilaksanakan dari mulai tanggal 3 agustus - 4 september 2015. 4.2 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dilakukan dengan desain cross sectional dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Diharapkan dengan metode ini, tujuan penelitian akan tercapai 4.3 Populasi dan Sample Penelitian 4.3.1 Populasi Populasi adalah seluruh resep yang masuk di Instalasi Rawat jalan poli jantung RSUP Fatmawati pada priode januari 2015 yaitu sebanyak 3649 lembar resep. 4.3.2 Sample Sampel dalam penelitian ini adalah resep yang masuk di instalasi rawat jalan poli jantung RSUP Fatmawati pada priode januari 2015. Dengan pengambilan sampel secara total populasi yatu sebanyak 3649 lembar resep. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 74 4.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi 4.4.1 Kriteria Inklusi 1. Resep yang berasal dari instalasi rawat jalan poli jantung IRJ RSUP Fatmawati 2. Resep pada bulan januari 2015 4.4.2 Kriteria Eklusi 1. Resep yang berasal dari Ruang Rawat Inap Penyakit Jantung. 4.5 Pengumpulan data 1 Data yang dikumpulkan di dapat dari; Ruang penyimpanan resep IRJ RSUP Fatmawati pada bulan januari 2015. Data dikumpulkan dan dicatat dengan dilakukan pengamatan mengenai kelengkapan tahapan tulisan yang tertulis di dalam lembar resep pada fase prescribing ; nama dokter, SIP dokter, status dokter, berat badan pasien, tinggi badan pasien, usia pasien, jenis kelamin pasien, bentuk sediaan, rute pemberian, paraf dokter, dosis sediaan, satuan dosis, aturan pakai, jumlah pemberian, tanggal permintaan resep, nama obat, pengkajian dan klarifikasi, penyiapan, dispensing, penyerahan dan informasi, form pengkajian resep dan klarifikasi informasi resep. 2 Selanjutnya data di olah untuk mendapatkan; 1. Severity, Severity adalah tingkatan keparahan dimana dalam penelitian ini tingkatan keparahan diukur dari tingkat keseriusan akibat atau efek yang muncul dengan score dibawah ini : Tabel4.1 Severity (tingkat kegagalan) Score Deskripsi kegagalan UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 75 1 2 3 4 5 6 Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan kegagalan administrasi yang berdampak pada rumah sakit Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan kegagalan administrasi yang berdampak pada pasien tetapi tidak berpotensi menimbulkan cidera Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan kegagalan administrasi yang berdampak pada pasien dan dapat menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan sangat berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan terjadinya insiden yang berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum terpapar kepasien Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan terjadinya insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cidera atau suatu kejadian yang tidak diharapkan dan menyebabkan kematian 2. Occurrence, adalah frekuensi atau penilaian seringnya terjadi kegagalan, dengan score yang di tetapkan seperti dibawah ini : Tablel4.2 Occrance (Frekuensi Kejadian) Score Banyaknya kejadian 1 Sangat jarang terjadi (Remote): adalah untuk frekuensi sangat jarang terjadi (angka kejadian 1 dalam 1000 kejadian) 2 Jarang terjadi (Low): adalah untuk frekuensi rendah terjadi (angka kejadian 1 dalam 100 kejadian) 3 Sedang terjadi (moderate): adalah untuk frekuensi sedang terjadi (angka kejadian 1 dalam 50 kejadian) 4 Sering terjadi (High): adalah untuk frekunsi tinggi terjadi (angka kejadian 1 dalam 10 kejadian) 5 Sangat sering terjadi (Very High) ; adalah untuk frekuensi sangat tinggi terjadi (angka kejadian 1 dalam 2 kejadian) 3. Detection , adalah kemungkinan kegagalan dapat dideteksi. Dengan score dibawah ini : UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 76 Tabel4.3Detection (kemungkinan dapat dideteksi) Score Kemungkinan deteksi 1 Sedikit (Remote) terdeteksi 0/10 kali 2 Rendah (Low) terdektesi 2/10 kali 3 Sedang (medium) terdteksi 5/10 kali 4 Tinggi (High) terdeteksi 7/10 kali 4. RPN adalah nilai yang tertinggi sebagai urutan prioritas untuk dilakukan segera perbaikan, nilai RPN yang didapatkan dari : RPN = S*F*D S= Severity F= Frekuensi D= Detection 4.6 Cara Kerja 1. Mengamati dan mencatat resep dengan mengidentifikasi kelengkapan tahapan tulisan yang tertulis di dalam lembar resep kemudian dinilai kelengkapan resep pada fase prescribing. 2. Kemudian dianalisa menggunakan metode FMEA yaitu mendapatkan score peneilaian severity, Frekuensi, dan Detection untuk mendapatkan RPN tertinggi. 3. Menggunakan diagram ischikawa (metode fish bone) untuk Mengidentifikasi masalah dari kegagalan. 4.7 Rencana Analisis Data a. Analisa data menggunakan Microsoft excel Data didapat dari resep yang dikumpulkan dan disimpulkan berdasarkan persentase kemudian di analisis untuk melihat data kelengkapan resep. Analisis data dilakukanuntuk memperoleh gambaran distribusi setiap variabel penelitian. Variabel yang diteliti meliputi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 77 kelengkapan dalam penulisan resep no rekam medis, nama pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, tinggi badan, riwayat alergi, tanggal resep, nama dokter, no izin praktik, status dokter, nama obat, dosis sediaan, jumlah, rute, aturan pakai, paraf , pengkajian dan klasifikasi, penyiapan, dispensing, penyerahan dan informasi, form pengkajian resep dan klasifikasi informasi resep b. Analisa data dengan menerapkan metode FMEA Peneliti melakukan pengukuran dengan menggunakan langkahlangkah FMEA 1. Tahap diagnosing a. Mengkaji data resep untuk melihat variable tahapan kelengkapan resep b. Dengan membuat form skoring untuk setiap jenis medication error, dengan Menetapkan tingkat keparahan dan efek kegagalan pada pasien (severity), (Occurrence), dan kemudahan deteksi frekuensi kejadian (Detection),untuk menetapkan prescribtion error. c. Data yang diperoleh dengan nilai RPN (Risk Priority Number) tertinggi menjadi focus penelitian. 2. Tahap identifikasi Mengidentifikasi masalah dari kegagalan dengan metode fish bone ( diagram ischikawa) 3. Tahap Planing Merencanakan rancangan ulang yang tepat untuk memperbaiki kegagalan atau sebagai saran untuk perbaikan di rumah sakit. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 78 5.1 HASIL PENELITIAN Penelitian retrospektif ini dilakukan terhadap 3649 lembar resep pasien rawat jalan penyakit jantung di depo IRJ Fatmawati pada bulan januari 2015. Penelitian ini dilakukan pada tahap prescribing dengan mengamati kelengkapan resep untuk mengetahui mode kegagalan dan factor penyebab prescribtion errordengan menggunakan metode FMEA untuk memperkirakan potensi dampak yang akan terjadi sehingga dapat mencari jalan keluar dari kegagalan. Melalui hasil pengamatan dari 3649 resep IRJ poli jantung RSUP Fatmawati diketahui masih banyak terdapat ketidaklengkapan penulisan resep setiap harinya. 5.1.1 Pengumpulan Data Kelengkapan Resep Pada penelitian ini peneliti mengamati kelengkapan resep yang meliputi kelengkapan data pasien, kelengkapan data penulis resep, kelengkapan data perbekalan farmasi, dan kelengkapan pelayanan resep . Data kelengkapan resep dapat dilihat pada table 1. Tabel 5.1 Distribusi penilaian medication error terhadap ketidaklengkapan resep tahap prescribing di poli jantung IRJ RSUP Fatmawati. No Jenis Penilaian Jumlah Persen Kejadian (%) 571 15.64 3 0.08 1 Tidak ada no rekam medis 2 Tidak ada nama pasien 3 Tidak ada tanggal lahir pasien 1091 29.89 4 Tidak ada jenis kelamin pasien 3365 92.21 5 Tidak ada tinggi badan pasien 3645 99.89 6 Tidak ada berat badan pasien 3645 99.89 7 Tidak ada riwayat alergi pasien 2379 65.19 8 Tidak ada tanggal resep 943 25.84 9 Tidak ada nama dokter 16 0.43 10 Tidak ada NIP dokter 54 1.47 11 Tidak ada status dokter 3649 100 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 79 12 Tidak ada nama obat 0 0 13 Tidak ada dosis sediaan 0 0 14 Tidak ada jumlah 0 0 15 Tidak ada rute 3649 100 16 Tidak ada aturan pakai 289 7.91 17 Tidak ada paraf dokter 3649 100 18 Tidak dan 302 8.27 Tidak terisi kolom penyiapan oleh 274 7.50 1565 42.88 356 9.75 36 0.98 3649 100 terisi pengkajian klarifikasi petugas 19 petugas 20 Tidak terisi kolom dispensing oleh petugas 21 Tidak terisi kolom penyerahan dan informasi oleh petugas 22 Tidak terisi form pengkajian resep oleh petugas 23 Tidak terisi klarifikasi dan informasi oleh petugas Keterangan : 0 tidak ditemukan kesalahan Berdasarkan table diatas menunjukkan bahwa pada tahap prescribing yang berpotensi menimbulkan medication error yang sangat berbahaya terjadi karena ; potensi kesalahan terbanyak terjadi pada; 1. Tidak ada status dokter 100% 2. Tidak ada paraf dokter 100% 3. Tidak terisi lembar klarifikasi dan informasi oleh petugas 100% 4. Tidak ada rute pemberian 100 % 5. Tidak ada riwayat alergi pasien 65% 6. Tidak ada aturan pakai 7.91% 5.1.2 Tahap Failure Mode and effect Analysis 5.1.2.1 Mengidentifikasi failure mode UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 80 Failure Mode yang didapatkan dari ketidaklengkapantahapan penulisan resep adalah sebagai berikut ; Tidak ada no rekam medis, tidak ada nama pasien, tanggal lahir, tidak ada jenis kelamin, tidak ada tinggi badan, tidak ada riwayat alergi, tidak ada tanggal resep, tidak ada nama dokter, tidak ada no izin praktik, tidak ada status dokter, tidak ada nama obat, tidak ada dosis sediaan, jumlah, rute, tidak ada aturan pakai, tidak ada paraf , tidak ada pengkajian dan klasifikasi, tidak ada penyiapan, tidak ada dispensing, tidak ada penyerahan dan informasi, tidak ada form pengkajian resep dan klasifikasi informasi resep. 5.1.2.2 Menentukan penyebab, akibat dan rencana tindakan lanjut dari ketidaklengkapan tahapan penulisan resep IRJ Polijantung RSUP Fatmawati. Dalam pengaplikasian FMEA dibutuhkan penetapan penyebab, akibat dan rencana tindak lanjut dari mode kegagalan. Failure mode yang didapatkan dari analisa ketidaklengkapan resep kemudian ditetapkan penyebab, efek dan rencana tindak lanjut. Penetapan ini didasarkan pada keputusan bersama yang diambil dari hasil sidang peneliti dan komite etik dan hukum RSUP Fatmawati, Komite Farmasi terapi RSUP Fatmawati, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, IRMPDI Farmasi RSUP Fatmawati, SMF jantung Farmasi RSUP Fatmawati, bapak ahmad Subhan sebagai pembimbing penelitian UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 81 Tabel.5.2 Analisis FMEA untuk Kemungkinan penyebab dan efek kegagalan pada resep yang tidak lengkap di Instalasi Rawat Jalan Poli Jantung RSUP Fatmawati3 Proses (langkah) Failure Mode Cause Effect Failure Rencana Tindak Lanjut Data Pasien No Rekam Medis (RM) Kegagalan Penulisan No dalam membaca RM tidak jelas No RM pasien Tertukar data pasien, Menyediakan alat sulitnya penelusuran tulis , computer riwayat medis pasien yang berfungsi baik. Nama Pasien Kegagalan Penulisan nama Tertukarnya obat Menyediakan alat dalam membaca pasien tidak pasien tulis , edukasi nama pasien jelas, nama petugas. ditulis menggunakan singkatan.nama tidak dicantumkan Tanggal Lahir Kegagalan Tanggal lahir Berpengaruh dalam Menyediakan alat dalam membaca tidak perencanaan dosis tulis , edukasi tanggal lahir dicantumkan, obat pasien. petugas pasien tanggal lahir tidak ditulis dengan jelas. Jenis Kelamin (JK) Kegagalan Jenis Kelamin Berpengaruh dalam Menyediakan alat dalam membaca pasien tidak penentuan dosis obat tulis, edukasi Jenis dicantumkan. pasien petugas. Kegagalan TB pasien tidak Berepengaruh dalam Menyediakan dalam membaca di cantumkan. perhitungan dosis fasilitas pasien tinggi badan di poli kelamin pasien Tinggi Badan (TB) TB pasien Berat Badan (BB) Riwayat Alergi pengukur Kegagalan BB pasien tidak Berpengaruh dalam Menyediakan dalam membaca tidak perhitungan dosis fasilitas timbangan BB Pasien dicantumkan. pasien berat badan di poli Kegagalan Riwayat alergi Pasien mendapatkan Edukasi petugas dalam Membaca pasien tidak di obat yang dapat Riwayat Alergi cantumkan. menyebabkan alergi pasien Kurang telitinya atau tidak sesuai petugas. dengan kondisi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 82 pasien. Data Penulis Resep Tanggal Resep Nama Dokter Kegagalan Kurang telitinya Pengimputan data Menyediakan dalam membaca petugas, tidak pasien bermasalah, kalender dengan tanggal resep tercantum hilangnya data ukuran yang besar tanggal resep catatan pengobatan di ruang praktek pasien. dokter Kegagalan Penulisan nama Keamanan pasien Memberikan dalam membaca dokter tidak tidak terjamin, fasilitas cap dan nama dokter jelas, nama kenyamanan pasien stempel dokter ditulis terganggu. menggunakan singkatan. Nomer Izin Praktek (NIP) Kegagalan NIP dokter Keamanan dalam membaca tidak tidak terjamin NIP doketr dicantumkan , pasien Memberikan fasilitas cap dan stampel kurang telitinya petugas Data Status Dokter Kegagalan Status dokter Status dokter tidak Meningkatkan dalam membaca tidak dapat ditentukan. SDM status dokter dicantumkan. Kegagalan Obat-obatan Resep Pencahayaan membaca nama LASA, nama dilayani dengan baik, ruangan obat obat tidak obat salah diberikan meningkatkan Perbekalan Farmasi Nama Perbekala n Farmasi (Nama Obat) tidak dapat , tertulis dengan SDM, konfirmasi jelas, petugas kedokter, kurang menyediakan telfon berkompetensi. Dosis Sediaan Kegagalan Petugas yang Kesalahan Meningkatkan membaca dosis kurang penggunaan dosis, SDM, konfirmasi sediaan. berpengalaman terapi tidak sempurna ke dokter, atau kurang menyediakan telfon berkompetensi Jumlah Kegagalan Petugas kurang Kesalahan pemberian Meningkatkan membaca teliti , petugas jumlah obat, SDM, konfirmasi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 83 jumlah sediaan lupa. kegagalan terapi yang diresepkan Rute Kegagalan ke dokter, menyediakan telfon Tidak Kegagalan dalam Meningkatkan dicantumkan penyembuhan, SDM, konfirmasi sesuai yang di rute penyembuhan tidak ke dokter, esepkan penggunaan berhasil menyediakan telfon membaca rute obat, Aturan Pakai Kegagalan Kurang telitinya Tidak maksimalnya Meningkatkan membaca aturan petugas, terapi, kemungkinan SDM, konfirmasi pakai yang petugas buru- bisa over dosis atau ke dokter, ditulis pada buru karena dosis kurang menyediakan telfon resep. banyaknya Resep tidak valid Memberikan kolom pasien. Paraf Tidak ada paraf Paraf tidak dicantumkan paraf dokter sedikit lebih luas Tahapan Pelayanan Resep Pengkajia n dan klasifikasi Penyiapan Kegagalan Kurang telitinya Kesalahan resep tidak meningkatkan SDM mendeteksi petugas, terdeteksi, konfirmasi kesalahan petugas di kepada dokter bila penulisan resep apotek buru- terjadi kesalahan buru. tidak terjadi. Kegagalan Petugas salah Kegagalan terapi, Meletakkan obat dalam mengartikan penyembuhan yang dengan penanda menyiapkan resep, petugas tidak berhasil, adanya yang jelas permintaan kurang efek samping resep berpengalaman , letak obat yang berdekatan, tidak ada penanda nama obat yang mirip Dispensin g Keggalan dalam Ruangan di Dapat terjadi salah Memberikan mencocokkan apotek terlalu pasien dan penerangan yang obat dan etiket gelap. Tulisan tertukarnya obat cukup terlalu kecil, UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 84 petugas kurang teliti Penyeraha n dan informasi Kegagalan Kelalaian Kegagalan dalam Meningkatkan dalam petugas, rencana terapi SDM dengan penyerahan informasi tidak pengobatan pasien memberikan resep, kegagalan diberikan dalam karena petugas memberikan kelelahan, obat beban kerja pelatihan. yang terlalu tinggi Form Pengkajian Kegagalan Tidak teliti nya Resep dalam mengisi petugas Resep tidak lengkap Meningkatkan SDM form Klasifikasi dan Kegagalan Tidak telitinya informasi dalam mengisi petugas Resep tidak lengkap Meningkatkan SDM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 85 5.1.2.3 Mengidentifikasi tingkat keparahan (severity), Frekuensi kejadian (Occurrence), dan kemungkinan untuk dapat dideteksi (Dettection). 1. Tingkatan Keparahan (Severity) Hasil penelitian menunjukkan tingkat keseriusan akibat atau efek yang muncul dengan score SEV failure mode tertinggi adalah; Kegagalan membaca nama obat (score severity 6) Kegagalan membaca dosis sediaan (score severity 6) Kegagalan membaca jumlah sediaan yang diresepkan (score severty 6) Kegagalan membaca rute sediaan sesuai yang diresepkan (score severity 6) Kegagalan membaca aturan pakai yang ditulis pada resep (score severity 6) Kegagalan dalam mengisi penyiapan permintaan resep (score severity 6) Kegagalan dalam mencocokkan obat dengan etiket (score severity 6) 2. Frekuensi Kejadian (Occurrence) Hasil penelitian menunjukkan frekuensi terjadinya kegagalan dengan nilai OCC tertinggi adalah; Kegagalan dalam membaca jenis kelamin (score OCC 5) Kegagalan dalam membaca tinggi badan pasien (score OCC 5) Kegagalan dalam membaca berat badan pasien (score OCC 5) Kegagalan dalam membaca riwayat alergi pasien (score OCC 5) Kegagalan dalam membaca status dokter (score OCC 5) Kegagalan membaca rute yang diresepkan (score OCC 5) Tidak ada paraf (score OCC 5) Kegagalan dalam mengisi Form klarifikasi dan informasi (score OCC 5) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 86 3. Kemungkinan Deteksi (Dettection) Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan failure mode untuk dideteksi dengan nilai tertinggi adalah; Kegagalan dalam membaca jenis kelamin pasien (score DET 4) Kegagalan dalam membaca tinggi badan pasien (score DET 4) Kegagalan dalam membaca berat badan pasien (score DET 4) Kegagalan dalam membaca riwayat alergi (score DET 4) Kegagalan dalam membaca status dokter (score DET 4) Kegagalan dalam membaca rute yang diberikan (score DET 4) Tidak ada paraf (score DET 4) Kegagalan dalam mengisi form klarifikasi dan informasi (score DET 4) Hasil penilaian untuk Tingkat Keparahan (Severity), Frekuensi Kejadian (Occurrence), dan Kemungkinan Deteksi (Dettection) dapat dilihat pada table 5.2 untuk melihat kemungkinan penyebab kegagalan pada resep yang tidak lengkap di Instalasi Rawat Jalan RSUP Fatmawati. 5.1.2.3 Perhitungan Risk Priority Number Hasil perhitungannilai RPN (Risk Priory Number) diperoleh dari perkalian niali S*O*D (Severity, Occurrence, Dettection). Dimana tujuan dilakukan perhitungan nilai RPN adalah untuk mengetahui tingkat kegagalan pada penulisan lembar resep untuk dapat dilakukan perbaikan. Hasil perhitungan RPN dapat dilihat pada Tabel 5.3 sebagai berikut. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 87 Tabel 5.3 Metode FMEA untuk menghitung nilai RPN dari setiap kegagalan padaa prescribtion error (critical index).3 untuk metode Failure Mode And Effect Analysis Tahapan Proses 1. No Rekam Medis 2. Nama Pasien 3. Tanggal Lahir 4. Jenis Kelamin 5. Tinggi badan 6. Berat Badan 7. Riwayat Alergi 8. Tanggal Resep 9. Nama Dokter 10. NIP Dokter Kegagalan Jumlah Kejadian (n) OCC/ Occuring/ Frekuensi 571 DET/ Detection 3 SEV Severity/ Tingkatan keparahan 5 P/ Priority 2 RPN/ Risk Priority Number 30 Kegagalan dalam membaca No RM pasien Kegagalan dalam membaca nama pasien Kegagalan dalam membaca tanggal lahir pasien Kegagalan dalam membaca Jenis kelamin pasien Kegagalan dalam membaca TB pasien 3 1 5 1 10 10 1091 4 3 2 24 8 3365 5 3 4 60 3 3645 5 4 4 80 2 Kegagalan dalam membaca BB Pasien 3645 5 4 4 80 2 Kegagalan dalam Membaca Riwayat Alergi pasien Kegagalan dalam membaca tanggal resep Kegagalan dalam membaca nama dokter Kegagalan dalam membaca NIP doketr 2379 5 6 4 120 1 943 4 1 2 8 11 16 1 1 1 1 15 54 2 2 1 4 13 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 7 88 11. Status Dokter 12. Nama Obat 13. Dosis Sediaan 14. Jumlah 15. Rute 16. Aturan Pakai 17. Paraf 18. Pengkajian dan klarifikasi 19. Penyiapan 20. Dispensing 21. Penyerahan dan informasi 22. Form Pengkajian resep 23. Klarifikasi Kegagalan dalam membaca status dokter Kegagalan membaca nama obat Kegagalan membaca dosis sediaan. 3649 5 1 4 20 9 0 0 1 1 6 6 1 1 6 6 12 12 0 1 6 1 6 12 3649 5 6 4 120 1 289 3 6 2 36 5 3649 302 5 3 1 5 4 2 20 30 9 7 274 3 6 2 36 5 1565 3 6 3 54 4 356 3 5 2 30 7 Kegagalan dalam mengisi form 36 1 2 1 2 14 Kegagalan dalam mengisi form 3649 5 2 4 20 9 Kegagalan membaca jumlah sediaan yang diresepkan Kegagalan membaca rute sesuai yang di esepkan Kegagalan membaca aturan pakai yang ditulis pada resep. Tidak ada paraf Kegagalan mendeteksi kesalahan penulisan resep Kegagalan dalam menyiapkan permintaan resep Keggalan dalam mencocokkan obat dan etiket Kegagalan dalam penyerahan resep, kegagalan dalam memberikan obat UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 89 dan informasi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 90 Keterangan Tabel Table 5.4 OCC: Occuring atau Frekuensi (O) Score 1 2 3 4 5 Banyaknya kejadian Sangat jarang terjadi (Remote): adalah untuk frekuensi sangat jarang terjadi (angka kejadian 1 dalam 1000 kejadian) Jarang terjadi (Low): adalah untuk frekuensi rendah terjadi (angka kejadian 1 dalam 100 kejadian) Sedang terjadi (moderate): adalah untuk frekuensi sedang terjadi (angka kejadian 1 dalam 50 kejadian) Sering terjadi (High): adalah untuk frekunsi tinggi terjadi (angka kejadian 1 dalam 10 kejadian) Sangat sering terjadi (Very High) ; adalah untuk frekuensi sangat tinggi terjadi (angka kejadian 1 dalam 2 kejadian) Tabel 5.5 SEV : Severity adalah tingkat keparahan (S) Score 1 2 3 4 5 6 Deskripsi kegagalan Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan kegagalan administrasi yang berdampak pada rumah sakit Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan kegagalan administrasi yang berdampak pada pasien tetapi tidak berpotensi menimbulkan cidera Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan kegagalan administrasi yang berdampak pada pasien dan dapat menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan sangat berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan terjadinya insiden yang berpotensi menimbulkan cidera tetapi belum terpapar kepasien Adalah untuk menilai potensi tingkat keparahan kemungkinan terjadinya insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cidera atau suatu kejadian yang tidak diharapkan dan menyebabkan kematian UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 91 Tabel 5.6DET : Detetability adalah kemudahan untuk deteksi Score Kemungkinan deteksi 1 Sedikit (Remote) terdeteksi 0/10 kali 2 Rendah (Low) terdektesi 2/10 kali 3 Sedang (medium) terdteksi 5/10 kali 4 Tinggi (High) terdeteksi 7/10 kali 5.1.2.4 Hasil Urutan Risk Priority Number (RPN)berdasarkan Prioritas. Tujuan akhir dari FMEA ini adalah untuk mendapatkan urutan prioritas sehingga dapat ditentukan bagian dari proses yang membutuhkan perbaikan, dari pengamatan resep update RSUP Fatmawati. Tabel berikut menunjukkan bahwa nilai RPN (Risk Priority Number) tertinggi berdasarkan prioritas adalah : Tabel 5.7Nilai RPN (Risk Priority Number) berdasarkan urutan Prioritas UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 92 Tabel 5.7 Nilai RPN (Risk Priority Number) berdasarkan urutan Prioritas Tahapan Proses Kegagalan 1. Riwayat Alergi Kegagalan dalam Membaca 2. Rute Kegagalan Jumlah Kejadian OCC/Occuri SEV/ DET / RPN / P/ (n) ng/ Frekuensi Severity/ Detection Risk Priority Tingkatan Priority keparahan Number 2379 5 6 4 120 1 rute 3649 5 6 4 120 1 Kegagalan dalam membaca TB 3645 5 4 4 80 2 3645 5 4 4 80 2 membaca 3365 5 3 4 60 3 Keggalan dalam mencocokkan 1565 3 6 3 54 4 289 3 6 2 36 5 Riwayat Alergi pasien membaca sesuai yang di esepkan 3 Tinggi badan pasien 4 Berat Badan Kegagalan dalam membaca BB Pasien 5 Jenis Kelamin Kegagalan dalam Jenis kelamin pasien 6 Dispensing obat dan etiket 7 Aturan Pakai Kegagalan membaca aturan pakai yang ditulis pada resep. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 93 8 Penyiapan Kegagalan dalam menulis 274 3 6 2 36 5 571 3 2 4 30 6 302 3 5 2 30 6 356 3 5 2 30 6 membaca 1091 4 3 2 24 7 membaca 3649 5 1 4 20 8 3649 5 1 4 20 8 3649 5 2 4 20 8 3 1 5 1 10 9 943 4 1 2 8 10 penyiapkan permintaan resep 9 No Rekam medis Kegagalan dalam membaca No rekam medis 10 Pengkajian dan klarifikasi Kegagalan 11 Penyerahan dan informasi Kegagalan dalam penyerahan mendeteksi kesalahan penulisan resep resep, kegagalan dalam memberikan obat. 12. Tanggal Lahir Kegagalan 13. Status Dokter Kegagalan dalam tanggal lahir pasien dalam status dokter 14. Paraf Tidak ada paraf 15. Klarifikasi dan Kegagalan dalam mengisi form informasi 16. Nama pasien Kegagalan dalam membaca nama pasien 17. Tanggal Resep Kegagalan membaca tanggal resep UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 94 18. Nama Obat Kegagalan membaca nama 0 1 6 1 6 11 membaca dosis 0 1 6 1 6 11 Kegagalan membaca jumlah 0 1 6 1 6 11 membaca 54 2 2 1 4 12 Kegagalan dalam mengisi form 36 1 2 1 2 13 Kegagalan 16 1 1 1 1 14 obat 19. Dosis Sediaan Kegagalan sediaan 20. Jumlah sediaan yang diresepkan 21. NIP Dokter Kegagalan dalam NIP dokter 22. Form Pengkajian resep 23. Nama Dokter dalam membaca nama dokter Dari table diatas dapat dilihat bahwa nilai RPN tertinggi adalah ; Tidak ada riwayat alergi pasien (RPN 120) Tidak ada rute pemberian obat (RPN 120) Sehingga Focus penelitian di focus kan terhadap sebab dan akibat dari tidak ada riwayat alergi, dan tidak ada rute pemberian. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 95 5. 2 PEMBAHASAN 5.2.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan metode FMEA pada tahap prescribing dan masih banyak variable lain yang belum terukur. Hal ini karena adanya keterbatasan waktu penelitian, dan keterbatasan pengetahuan peneliti. 5.2.2 Tahap Diagnosing Pada penelitian ini diawali dengan tahap diagnosing untuk menetukan wilayah yang paling berpotensi gagal dalam pengisisan lembar resep. Menurut cambell disebut sebagi tahap untuk memahami perspektif dari para stakeholder dan merupakan tahap untuk menilai baseline situation. Wilayah pelayanan farmasi Instalasi Rawat Jalan RSUP fatmawati merupakan factor yang beresiko tinggi untuk melakukan kegagalan dikarenakan jumlah pasien yang banyak dan menuntut kinerja petugas farmasi di depo untuk berkerja cepat, tepat dan effisien . Jumlah resep yang diperoleh dari IRJ RSUP Fatmawati poli Jantung selama penelitian adalah 3645 lembar resep. Lembar resep yang digunakan pasien untuk mengambil obat di apotek di fatmawati telah memenuhi standar form resep menurut Joint Commission International (JCI) ataupun standar permenkes RI, namun akibat dari banyaknya pasien yang berobat di IRJ RSUP Fatmawati setiap harinya terutama pasien poli jantung yang merupakan poli dengan jumlah pasien terbanyak setiap harinya membuat form resep tidak terisi sempurna baik oleh petugas administrasi, dokter maupun petugas farmasi di depo farmasi IRJ RSUP Fatmawati.Kemudian lembar resep yang tidak terisi sempurna tersebut dianggap dapat menyebabkan kegagalan yang dapat merugikan pasien dan merupakan penilaian pada penelitian ini. Dengan memanfaatkan metode FMEA untuk mendeteksi medication error. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 96 5.2.3 Analiasa Kelengkapan Resep Pengamatan kelengkapan resep yang meliputi; kelengkapan data pasien, kelengkapan data penulis resep, kelengkapan data perbekalan farmasi, ketidaklengkapan data pelayanan resep yang diisi oleh farmasi, dan kelengkapan administrasi resep. 5.2.3.1 Identifikasi medication error akibat ketidaklengkapan data pasien Terdapat tujuh komponen penilaian pada tahap ini. Berdasarkan hasil penelitian peneliti menemukan kesalahan yang berpotensi menimbulkan medication error tersebut terjadi atas ketidaklengkapan; No rekam medis pasien, nama pasien, tanggal lahir pasien, jenis kelamin, tinggi badan pasien dan riwayat alergi. Kegagalan akibat tidak ada Nomer Rekam Medik yang mencapai angka 15% ini dapat berakibat fatal dan diperkirakan memiliki potensi risiko tinggi mengakibatkan kegagalan pengobatan karena dapat bertukarnya data pasien, dokumentasi pengobatan pasien tidak jelas sehingga pertimbangan pengambilan keputusan untuk pengobatan pasien dapat tidak akurat dan pengobatan pasien juga terganggu. Kegagalan akibat tidak ada nama pasien yang mencapai angka 0.3 % ini merupakan kelompok potensi risiko tinggi yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan karena dapat mengakibatkan bertukarnya obat dan tidak dilayaninya permintaan obat pada saat pelayanan di depo farmasi. Nama yang ditulis harus lebih dari satu kata untuk mengurangi resiko kegagalan yang dapat menggangu pengobatan. Kegagalan akibat tidak ada tanggal lahir pasien yang mencapai angka 29.9% ini merupakan kelompok potensi risiko sedang yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan. Tanggal lahir diperlukan untuk melihat umur pasien sehingga dapat diperkirakan rejimen dosis obat yang tepat untuk pasien. Kegagalan akibat tidak ada jenis kelamin pasien yang mencapai angka 92.21% ini merupakan kelompok potensi risiko sedang yang dapat menyebabkan kegagalan terapi, dari hasil penelitian hanya 8.79% atau sekitar 284 resep dari UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 97 3649 lembar resep yang terisi jenis kelamin pasien. Jenis kelamin pasien diperlukan untuk mendapatkan perhitungan dosis yang teapat. Kegagalan akibat tidak ada tinggi badan dan berat badan pasien yang mencapai angka 99.89% ini merupakan kelompok potensi risiko sedang yang dapat menyebabkan kegagalan terapi. Dari hasil penelitian hanya sekitar 0.11% atau sekitar empat lembar resep saja dari 3649 lembar resep yang berisi tinggi badan dan berat badan. Tinggi badan diperlukan untuk mendapatkan perhitungan dosis yang tepat. Berat badan diperlukan untuk mendapatkan perhitungan dosis yang tepat. Kegagalan akibat tidak ada riwayat alergi pasien yang mencapai angka 65.19% ini merupakan kelompok potensi risiko tinggi yang dapat menyebabakan kegagalan terapi. Dari hasil penelitian sekitar 34.81% atau sekitar 1.270 lembar resep yang berisi riwayat alergi. 5.2.3.2 Identifikasi medication error akibat ketidaklengkapan data penulis resep Terdapat empat komponen penilaian pada tahap ini. Berdasarkan hasil penelitian peneliti menemukan kesalahan yang berpotensi menimbulkan medication error tersebut terjadi atas ketidaklengkapan; Tidak ada nama dokter, tidak ada NIP dokter, tidak ada status dokter dan tidak ada paraf dokter Kegagalan akibat tidak ada nama dokter mencapai angka 0.43% atau sekitar 16 lembar resep yang tidak berisi nama dokter dari 3649 lembar resep. Ini merupakan kelompok berisiko rendah untuk menyebabkan medication error. Nama dokter diperlukan untuk menjamin keaslian resep nama dokter juga sangat penting dalam penulisan resep agar ketika Apoteker Pengelola Apotek melakukan skrining resep kemudian terjadi kesalahan mengenai kesesuaian farmasetik yang meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian, dokter penulis resep tersebut bisa dapat langsung dihubungi untuk melalukan pemeriksaan kembali.diperlukan oleh petugas. Untuk mencegah kegagalan konfirmasi ini olehnya nama dokter wajib di cantumkan. Kegagalan akibat tidak ada NIP dokter mencapai angaka 1.47% atau sekitar 54 lembar resep yang tidak berisi NIP dokter. Ini merupakan kelompok UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 98 risiko rendah untuk menyebabkan kegagalan terapi. NIP dokter diperlukan untuk memberikan kenyamanan dan kepercayaan pada pasien bahwa dokter yang dipilih telah mendapatkan izin praktik, NIP juga dibutuhkan sebagai legalitas resep. Kegagalan akibat tidak ada status dokter mencapai angka 100% atau 3649 lembar resep tidak ada yang tercantum status dokter. Ini merupakan kelompok risiko rendah untuk menyebabkan kegagalan terapi. Status dokter diantaranya; DPJP, konsulen dan tim. Diperlukan agar pasien mengetahui status dari dokter yang menanganinya. Kegagalan akibat tidak ada paraf dokter mencapai angka 100% atau sekitar 3649 lembar resep tidak ada yang tercantum paraf dokter. Ini merupakan kelompok risiko rendah untuk menyebabkan kegagalan terapi Paraf dokter diperlukan sebagai keaslian, legalitas dan keabsahan resep. 5.2.3.3 Identifikasi medication error akibat ketidaklengkapan data perbekalan farmasi Terdapat lima komponen penilaian pada tahap ini. Berdasarkan hasil penelitian peneliti menemukan kesalahan yang berpotensi menimbulkan medication error tersebut terjadi atas ketidaklengkapan; tidak ada nama obat, tidak ada dosis sediaan, tidak ada jumlah obat, tidak ada rute dan tidak ada aturan pakai. Kegagalan akibat tidak ada nama obat merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini tidak ada resep yang tidak mencantumkan nama obat atau 100% terisi nama perbekalan farmasi. Kegagalan akibat tidak ada dosis sediaan merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini tidak ada resep yang tidak mencantumkan dosis sediaan atau 100% terisi dosis sediaan. Kegagalan akibat tidak ada jumlah obat merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini tidak ada resep yang tidak mencantumkan jumlah obat atau 100% terisi jumlah obat. Kegagalan akibat tidak ada rute obat ini merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini mencapai angka 100% atau sekitar 3649 lembar resep tidak mencantumkan rute obat. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 99 Kegagalan akibat tidak ada aturan pakai merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitain ini mencapai angka 7.91% atau sekitar 289 lemabar resep yang tidak mencantumkan aturan pakai obat. 5.2.3.4 Identifikasi medication error akibat ketidaklengkapan data pelayanan resep yang diisi oleh farmasi. Terdapat tujuh komponen penilaian pada tahap ini. Berdasarkan hasil penelitian peneliti menemukan kesalahan yang berpotensi menimbulkan medication error tersebut terjadi atas ketidaklengkapan; tanggal resep, pengkajian dan klarifikasi , penyiapan, dispensing, penyerahan dan informasi, pengkajian resep, dan klarifikasi dan informasi (Situation(S). Backround(B), Assesment(A), Recommendation(R)). Kegagalan akibat tidak adanya tanggal resep, ini merupakan kelompok risiko sedang untuk menyebabkan kegagalan terapi. pada penelitain ini mencapai angka 25.84% atau sekitar 943 lembar resep yang tidak dicantumkan tanggal resep. Kegagalan akibat tidak terisi pengkajian dan klarifikasi oleh petugas, ini merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini mencapai angka 8.27% atau sekitar 302 lembar resep yang tidak diisi pengkajian dan klarifikasi oleh petugas. Kegagalan akibat tidak terisi kolom dispensing oleh petugas. Ini merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini mencapai angka 42.88% atau sekitar 1.565 lembar resep yang tidak terisi kolom dispensingoleh petugas Kegagalan akibat tidak terisi penyerahan dan informasi oleh petugas, ini merupakan kelompok risiko tinggi untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini mencapai angka 9.75% atau sekitar 365 lembar resep yang tidak terisi penyerahan dan informasi oleh petugas. Kegagalan akibat tidak terisi form pengkajian resep oleh petugas, ini merupakan kelompok risiko rendah untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 100 penelitian ini mencapai angka 0.98% atau sekitar 36 lembar resep yang tidak terisi form pengkajian resep oleh petugas. Kegagalan akibat tidak terisi klarifikasi dan informasi oleh petugas, ini merupakan kelompok risiko rendah untuk menyebabkan kegagalan terapi. Pada penelitian ini mencapai angka 100% atau sekitar 3649 lembar resep tidak terisi klarifikasi dan informasi oleh petugas. 5.2.4 Analisa Hasil Failure Mode and Effect Analysis 5.2.4.1 Analisis mengenai Failure Mode And Effect Analysis Stamatis (2003) dalam bukunya Failure Mode and Effect Analysis: FMEA from Theory to Executionmenyatakan bahwa secara umum ada empat tipe dariFMEA, yaitu System FMEA, Design FMEA, ProcessFMEA, dan Machinery FMEA. Dalam penelitian inimenggunakan tipe Desain. DesainFMEA digunakan untuk menganalisis desain lembar resep yang digunakan di RSUP Fatmawati, untuk memastikan bahwa potensial modus kegagalan, sebab dan akibatnya terkait dengan desain lembar resep yang tidak terisi lengkap tahapan penulisan resep yang benar. 5.2.4.2 Analisis Severity Failure Mode and Effect Analysis Severityatau tingkat keparahan dalam penelitian ini adalah dengan score 6 untuk kemungkinan terjadinya insiden yang sudah terpapar kepasien tatapi tidak menimbulkan cidera atau kejadian yang tidak diharapkan dan menyebabkan kematian. Hal ini seperti; tidak adanya riwayat alergi, kegagalan membaca nama obat kegagalan dalam membaca dosis sediaan, kegagalan membaca jumlah sediaan, kegagalan membaca rute sediaan, kegagalan dalam membaca aturan pakai, kegagalan dalam mengisi form penyiapan, kegagalan dalam mencocokkan dan etiket dianggap dapat mengakibatkan kegagalan dan berpotensi menyebabkan kegagalan KTD (kejadian tidak diinginkan) dan senitel (menyebabkan kematian) Sedangkan untuk failure mode kegagalan dalam membaca tanggal resep, kegagalan dalam membaca nama dokter, kegagalan dalam membaca status dokter, tidak ada paraf dokter memiliki score severity rendah yaitu 1, untuk kemungkinan UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 101 kegagalan administrasi yang berdampak pada rumah sakit. Skala yang digunakan pada penelitain ini mnegacu pada program pasien safety. 5.2.4.3 Analisis Occurance Failure Mode and Effect Analysis Berdasarkan hasil penentuan ranking occurrence dari penyebab kegagalan , frekuensi kejadian sangat tinggi yaitu kemungkinan terjadi sekali dari 2 kejadian dengan score occurrence 5 adalah; jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, riwayat alergi, status dokter, rute pemberian paraf dokterdan kegagalan dalam mengisi form klarifikasi dan informasi. Sedangkan untuk penyebab kegagalan dengan frekuensi terendah memiliki score 1 yaitu; nama pasien, nama dokter, nama obat, dosis sediaan, jumlah obat, dan kegagalan dalam megisi form pengkajian resep resep. Frekuensi kejadian sangat rendah yaitu kemungkinan terjadi satu kali dalam 1000 kejadian. 5.2.4.4 Analysis Detection Failure Mode and Effect Analysis Berdasarkan hasil detection failure dari penyebab kegagalan , kemudahan untuk dapat dideteksi dengan score tertinggi yaitu 4 yaitu dapat dideteksi 7 dalam 10 kemungkinan adalah; jenis kelamin, tinggi badan, berat badan,riwayat alergi, status doketr, rute pemberian, paraf dokter, dan form klarifikasi dan informasi. Sedangkan nilai detection paling rendah adalah 1 yaitu untuk kemungkina dapat di deteksi 0 dalam 10 kemungkinan adalah; nama pasien, nama dokter, nip dokter, nama obat, dosis sediaan, jumlah obat, dan form pengkajian resep. 5.2.5 Diagram Ischikawa Diagram ischikawa atau diagram sebab akibat digunakan dalam penelitian ini sebagai alat untuk menggambarkan hubungan antara sebab dari sebuah masalah dengan garis dan symbol . diagram ini diguanakan untuk membantu menggabungkan penyebab potensial dari suatu masalah. Diagram ischikawa juga sering disebut sebagai diagram fishbone karena bentuknya seperti tulang ikan. Dengan mengganggap masalah yang terjadi sebagai kepala ikan sedangkan penyebab masalah digambarkan sebagai tulang-tulang ikan yang dihubungkan menuju kepala ikan. Tulang yang paling kecil menggambarkan masalah yang UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 102 paling spesifik yang membangun masalah yang lebih besar (tulang yang lebih besar) Dalam penelitain ini kepala ikan atau masalah adalah variable penelitian dengan nilai RPN (Risk Priority Number) tertinggi sebagai prioritas utama untuk diselesaikan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini mode kegagalan dengan nilai RPN tertinggi adalah kegagalan membaca riwayat alergi dan kegagalan dalam membaca rute sediaan. Adapun identifikasi masalah dengan menggunakan metode fish Bone setiap mode kegagalan dapat dilihat pada gambar 5.1 untuk kegagalan riwayat alergi dan gambar 5.2 untuk kegagalan membaca rute sediaan. 5.2.5.1 Diagram Ischikawa Untuk Kegagalan Membaca Riwayat Alergi Berdasarkan hasil penelitian kegagalan membaca riwayat alergi merupakan RPN dengan nilai tertinggi yaitu 120 dengan nilai SEV 6 , OCC 5, dan DET 4. Riwayat alergi dianggap memiliki tingkatan berpotensi berbahaya karena dapat menyebabkan KPC (Kejadian Potensial Cidera) yaitu kondisi yang sangat berpotensi untuk mrnimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden dan kegagalan dalam membaca riwayat alergi juga dianggap dapat mennyebabkan sentinel yaitu suatu KTD (Kejadian yang Tidak Diharapakan) yang dapat mengakibatkan kematian. Laporan mengenai KTD yang diakibatkan oleh alergi pasien terhadap pengobatan, Angka kejadian alergi obat diperkirakan 1:1 000 sampai 1:10 000 orang yang terpapar obat antikejang atau antibiotik golongan sulfonamida. Angka kematian berkisar 10% kasus, yang diakibatkan oleh gangguan organ sistemik yang terlibat. Obat-obatan yang sering dikaitkan dengan alergi obat adalah obat anti kejang, sufonamid, dapson, minosiklin, serta alupurinol.22 Berdasarkan Aiken dan Clarke (2002) menyatakan bahwa kesalahan pengobatan dan efek samping obat terjadi pada rata-rata 6,7% pasien yang masuk ke rumah sakit.2 Dibawah ini merupakan gambar diagram ischikawa untuk mengidentifikasi mode kegagalan riwatal alergi. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 103 SDM Petugas poli Karakter yang tergesa-gesa Tuntutan pekerjaan yang tinggi Kurangnya pemahaman bahaya alergi PASIEN LEMBAR RESEP Karakter pasien yang terburu-buru Ketidaktahuan pasien tentang alerginya Kolom lembar resep yang tidak jelas Kolom lembar resep yang membingungkan Kegagalan Tidak ada mekanisme komunikasi yang jelas antar dokter, peetugas poli dan petugas farmasi SOP tidak dijalankan dengan baik METODE Alat tulis Buku informasi obat obat yang memadai Tidak adanya pelatihan SARANA DAN Suasana ramai membaca Riwayat Alergi pasien LINGKUNGAN PRASARANA Gambar 5.1 Diagram Ishikawa untuk kegagalan membaca riwayat aler UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 104 Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa kepala ikan yang merupakan masalah yang harus diselesaikan yaitu kegagalan membaca riwayat alergi. Masalah yang besar disusun atau disebabkan oleh tulang-tulang kecil seperti kegagalan metode, sarana dan prasarana, lingkungan, SDM (Sumber Daya Manusia), Pasien dan Lembar resep. Tulang-tulang lebih kecil menyusun tulang-tulang yang lebih besar seperti ; 1. Kegagalan Metode Riwayat alergi yang tidak tertulis dengan jelas atau tidak tercantum harus dikomunikasikan petugas farmasi kepada dokter yang bersangkutan, untuk melakukan komunikasi ini diperlukan prosedur SOP yang jelas. 2. Kegagalan Sarana dan Prasarana Agar riwayat alergi dicantumkan atau ditulis dengan jelas , sarana dan prasarana harus memadai, tersedianya alat tulis, buku-buku informasi mengenai obat-obatan yang dapat menyebabkan alergi pasien yang memadai, dan sarana dilakukan pelatihan atau seminar mengenai bahaya dari alergi obat pada pasien. 3. Kegagalan Lingkungan Lingkungan IRJ Poli jantung RSUP Fatmawati yang sangat ramai dengan melayani ratusan hingga ribuan pasien setiap harinya . 4. Kegagalan SDM Sumberdaya manusia dalam hal ini adalah petugas poli dan dokter praktik, petugas poli berperan di pencatatan awal untuk mennyakan langsung kepada pasien mengenai alergi obat yang dimiliki pasien sedangkan dokter berperan untuk memberi tanda pada resep rawat jalan mengenai riwayat alergi pasien. Karakter petugas yang terburu-buru, tuntutan pekerjaan yang tinggi dan kurangnya pengetahuan petugas tentang bahaya alergi obat dapat menyebabkan riwayat alergi tidak dicantumkan pada resep. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 105 5. Kegagalan pada pasien Pasien poli jantung merupakan pasien dengan karakter usia , dan keadaan penyakit yang membutuhkan perhatian lebih dari tenaga medis dan dukukungan keluarga, sehingga apabila tanpa pendamping pasien sulit untuk ikut berperan aktif dalam pengobatan. Ketidaktahuan pasien mengenai riwayat alerginya sendiri dapat membuat missing information yang dapat membuat kegagalan pengobatan. 6. Kegagalan lembar Resep Lembar resep yang digunakan di IRJ RSUP fatmawati telah mengikuti standar JCI. Kolom untuk riwayat alergi terlalu kecil, sehingga dokter tidak leluasa untuk menulis kolom riwayat alergi dan penyalahgunaan kolom riwayat alergi dengan beralih fungsi untuk menulis tanggal resep dan no resep. 5.2.5.2 Diagram Ischikawa Untuk kegagalan Membaca Rute Sediaan Berdasarkan hasil penelitian selain kegagalan membaca riwayat alergi , kegagalan membaca rute sediaan juga memndapatkan nilai RPN yang teringgi yaitu dengan angka 120 dengan nilai SEV 6, OCC 5, dan DET 4. Kegagalan membaca rute sediaan dianggap memiliki potensi resiko yang besar terhadap kegagalan pengobatan karena dapat menyebabkan KPC (Kejadian Potensial Cidera) yaitu kondisi yang sangat berpotensi untuk mrnimbulkan cidera tetapi belum terjadi insiden dan kegagalan dalam membaca riwayat alergi juga dianggap dapat mennyebabkan sentinel yaitu suatu KTD (Kejadian yang Tidak Diharapakan) yang dapat mengakibatkan kematian. Laporan mengenai KTD yang diakibatkan oleh kegagalan membaca rute sediaan Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada antara 2001- 2003 menunjukkan bahwa medication error terjadi pada 97 % pasien Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk dosis berlebihan atau kurang, frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang tidak tepat23. Dibawah ini merupakan gambar diagram iscikawa untuk mndeteksi mode kegagalan akibat tidak tercantumnya rute pemberian obat pada lembar resep UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 106 SDM Petugas Farmasi PASIEN LEMBAR RESEP Karakter pasien yang terburu-buru Tulisan dokter tidak terbaca Kurangnya pemahaman tentang obat Dokter Kolom lembar resep yang tidak jelas Kolom lembar resep yang membingungkan Kolom lemar resep yang terbatas 1. Karakter yang tergesa-gesa Tidak ada mekanisme komunikasi yang jelas antar dokter, peetugas poli dan petugas farmasi SOP tidak dijalankan dengan baik METODE Kegagalan Alat tulis Kurang nyaman nya suasan ruang kerja dokter SARANA DAN Suasana ramai membaca Rute Obat LINGKUNGAN PRASARANA Gambar 5.2 Diagram Ishikawa untuk kegagalan membaca rute obat UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 107 Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa kepala ikan yang merupakan masalah yang harus diselesaikan yaitu kegagalan membaca rute obat. Masalah yang besar disusun atau disebabkan oleh tulang-tulang kecil seperti kegagalan metode, sarana dan prasarana, lingkungan, SDM (Sumber Daya Manusia), Pasien dan Lembar resep. Tulang-tulang lebih kecil menyusun tulang-tulang yang lebih besar seperti ; 1. Kegagalan Metode Rute obat yang tidak tertulis dengan jelas atau tidak tercantum harus dikomunikasikan petugas farmasi kepada dokter yang bersangkutan, untuk melakukan komunikasi ini diperlukan prosedur SOP yang jelas. 2. Kegagalan Sarana dan Prasarana Agar rute sediaan dicantumkan atau ditulis dengan jelas , sarana dan prasarana harus memadai, tersedianya alat tulis dan ruang kerja dokter dibuat nyaman agar dokter dan pasien nyaman. 3. Lingkungan Lingkungan IRJ Poli jantung RSUP Fatmawati yang sangat ramai dengan melayani ratusan hingga ribuan pasien setiap harinya . 4. Kegagalan SDM Sumberdaya manusia dalam hal ini adalah petugas farmasi dan dokter praktik. Petugas farmasi bereperan dalam membaca tulisan dokter, tulisan yang tidak terbaca oleh petugas farmasi dan kurangnya pengetahuan tentang obat dapat menyebabkan kesalahan pemberian rute obat. Dokter praktik dengan karakter yang tergesa-gesa juga dapat menyebabkan rute pemberian obat tidak ditulis. 5. Kegagalan pada pasien Pasien poli jantung dengan karakter yang tergesa-gesa dan proses menggambil obat di pelayanan Farmasi IRJ RSUP fatmawati yang cukup panjang. 6. Kegagalan lembar Resep Lembar resep yang digunakan di IRJ RSUP fatmawati telah mengikuti standar JCI. Kolom untuk riwayat alergi terlalu kecil, sehingga dokter tidak UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 108 leluasa untuk menulis kolom rute obat dan penyalah gunaan kolom rute obat dengan beralih fungsi untuk menulis dosis sediaan, jumlah dan aturan pakai. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 109 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan, pengolahan data dan analisa, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Penyebab Medication error tahap prescribing pada resep poli jantung di IRJ RSUP Fatmawati yaitu dengan perolehan Risk Priority Numbertertinggiadalah kegagalan membaca riwayat alergi dan kegagalan membaca rute sediaan. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi medication error tahap prescribing pada resep poli jantung di IRJ RSUP Fatmawatiyaitu SDM, Metode, Pasien, Lembar resep, Sarana prasarana, dan Lingkungan. c. Dampak yang timbul dari Medication error tahap prescribing pada resep poli jantung di IRJ RSUP Fatmawati dengan nilai Risk Priority Number Tertinggi adalah : - Untuk kegagalan resep yang tidak ditulis riwayat alergi pasien; pasien mendapatkan obat yang dapat menyebabkan alergi atau tidak sesuai dengan kondisi pasien. - untuk kegagalan resep yang tidak ditulis rute sediaan; Absorbsi obat kedalam darah terganggu, pengobatan pasien tidak maksimal, dapat mengganggu keberhasilan terapi, dan menyebabkan toksisitas pada pasien. 6.2 Saran 1. Kepada dokter, Farmasi dan petugas administrasi diharapkan untuk lebih memperhatikan hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication errorkhususnya dalam kelengkapan tahapan penulisan resep. 2. Kepada Peneniti selanjutnya agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nilai RPN setelah dilakukan perbaikan mode dalam penulisan resep. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 110 DAFTAR PUSTAKA 1. Sharon, Cornrow, Comden, Carley MM, Marx D, Young J. Risk Models to Improve Long-Term Care Medication Safety, ASQ, World Conference on Quality Improvem 2. Institute for Healtcare Improvement (IHI) Intensive Safety Effort Cuts Falls, Ulcers, and Drug Errors at Once Disgraced FL Hospital. Clinical Resource Management. 2000; Oct 1(10):148-51 3. Eri Supriyati dkk. 2011. Redesign Pelayanan Farmasi Dengan Metode Failure Mode Effect Analysis. Volume 14 no 22 juni hal 68:77 FK UGM Yogyakarta. 4. Anief.Moh. 2003. Ilmu Meracik Obat teori dan praktik. Yogjakarta. Gadjah Mada University Press. 5. Piliarta, I Nyoman Gede. 2009. Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Rawat Jalan Yang berpotensi menimbilkan medication error di Rumah sakit Kabupaten Gianyar. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam universitas Udayana. 6. Rahatnawati, Tantri. 2010. Tinjauan Aspek Legalitas Dan Kelengkapan Resep Di Lima Apotek Kota Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/9433/2/K 100040196.pdf [diakses 29 April 2012] 7. Fajar Hariadi P, Muhammad. “Upaya Menurunkan Jumlah Cacat pada Mesin Dual D3E Dengan Menggunkan Metode FMEA (Study kasus: PT. Filtrona Indonesia, Sidoarjo) 8. Jas, A., 2009. Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep Edisi 2. Medan: Universitas Sumatera Utara Press 9. Wibowo, A. 2010. Skripsi: Analisis Kelengkapan Resep di Apotek Wilayah Lamongan Bulan Februari2010. Surabaya 10. Amira, A. 2011. Skripsi: Penulisan Resep Askes di Apotek RSUP Haji Adam Malik Periode Mei 2011. Medan 11. Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 111 12. Dhilton, B.S. 1992. System Relibiability, Maintainability and Management. Departement of Mechanical Engineering University Of Ottawa. 13. Amira, A. 2011. Skripsi: Penulisan Resep Askes di Apotek RSUP Haji Adam Malik Periode Mei 2011. Medan 14. Lestari, A. 2010. Skripsi: Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Preeklampsia di RSUD Kota Semarang Tahun 2010. Semarang 15. Lia, Amalia. 2007. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 16. Cahyono, J.B.S.B, 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius 17. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 35 Tahun 2014 18. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 1691 tahun 2011 19. Panduan Nasioanal Keselamatan Pasien Rumah sakit, 2006Departemen Kesehatan RI 20. Febri, Kustiyaningsih . 2011. Skripsi: Penentuan Prioritas Penanganan Kecelakaan kerja di PT GE Lightning Indonesia dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Surakarta 21. Campbell SM, Brasbenning I, Hutchinson A, Marshall M. Research Methods Used in developing and applaying quality in indicators in primary care, qual. Saf. Health care. 2002;11:358-64 22. Cahyanur, Rahmat dkk. Syndrom Hipersensitifitas Obat. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 4, April 2011 23. Bayang, Andi Thenry dkk. 2013. Skripsi :Faktor Penyebab Medication Error di RSUP Anwar Makkatutu Kabupaten Banteng. Makasar. 24. Undang-undang No 44 tahun 2009 25. Islamee, Ayu Ummu.2008. Skripsi : Faktor-faktor risiko penyakit jantung. FKM Universitas Indonesia; Jakarta 26. Bahri, Anwar johan.2004.Skripsi Penyakit Jantung. Universutas Sumatra Utara UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 112 27. Poppy S. Roebiono. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta 28. Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5 . Jakarta; FK UI Press UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 113 Lampiran.1 Lembar Kerja Pengamatan Tanggal : Nama dokter : No Parameter Penilaian Terjadi / Tidak terjadi 1 Tidak ada no rekam medis 2 Tidak ada nama pasien 3 Tidak ada tanggal lahir pasien 4 Tidak ada jenis kelamin pasien 5 Tidak ada tinggi badan pasien 6 Tidak ada berat badan pasien 7 Tidak ada riwayat alergi pasien 8 Tidak ada tanggal resep 9 Tidak ada nama dokter 10 Tidak ada NIP dokter 11 Tidak ada status dokter 12 Tidak ada nama obat 13 Tidak ada dosis sediaan 14 Tidak ada jumlah 15 Tidak ada rute 16 Tidak ada aturan pakai 17 Tidak ada paraf dokter 18 Tidak terisi pengkajian dan klarifikasi petugas 19 Tidak terisi kolom penyiapan oleh petugas 20 Tidak terisi kolom dispensing oleh petugas 21 Tidak terisi kolom penyerahan dan informasi oleh petugas 22 Tidak terisi form pengkajian resep oleh UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 114 petugas 23 Tidak terisi klarifikasi dan informasi oleh petugas UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 115 Lampiran.2 Tabel FMEA untuk penyebab dan efek kegagalan pada resep yang tidak lengkap Fatmawati di IRJ poli jantung RSUP 3 Proses (Langkah) Failure Mode Cause Effect Failure Risk Grading Frekuensi Kemungkinan Rencana Tindak Kejadian Deteksi Lanjut Data Pasien No Rekam Medis (RM) Kegagalan dalam Penulisan No RM tidak Tertukar data pasien, membaca No RM jelas sulitnya penelusuran pasien Nama Pasien riwayat medis pasien Kegagalan dalam Penulisan nama pasien Tertukarnya obat membaca nama tidak jelas, nama ditulis pasien pasien menggunakan singkatan. Tanggal Lahir Kegagalan dalam membaca tanggal lahir pasien Tanggal lahir tidak Berpengaruh dalam dicantumkan, tanggal perencanaan dosis lahir tidak ditulis obat pasien. dengan jelas. Jenis Kelamin (JK) Kegagalan dalam Jenis Kelamin pasien Berpengaruh dalam membaca Jenis tidak dicantumkan. penentuan dosis obat kelamin pasien Tinggi Badan (TB) pasien Kegagalan dalam TB pasien tidak di Berepengaruh dalam membaca TB pasien cantumkan. perhitungan dosis UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 116 pasien Berat Badan (BB) Kegagalan dalam BB pasien tidak tidak Berpengaruh dalam membaca BB Pasien dicantumkan. perhitungan dosis pasien Riwayat Alergi Kegagalan dalam Riwayat alergi pasien Pasien mendapatkan Membaca Riwayat tidak di cantumkan. obat yang dapat Alergi pasien Kurang telitinya menyebabkan alergi petugas. atau tidak sesuai dengan kondisi pasien. Data Penulis Resep Tanggal Resep Kegagalan dalam Kurang telitinya Pengimputan data membaca tanggal petugas, tidak pasien bermasalah, resep tercantum tanggal resep hilangnya data catatan pengobatan pasien. Nama Dokter Nomer Izin Praktek (NIP) Kegagalan dalam Penulisan nama dokter Keamanan pasien membaca nama tidak jelas, nama dokter tidak terjamin, dokter ditulis menggunakan kenyamanan pasien singkatan. terganggu. Kegagalan dalam NIP dokter tidak Keamanan pasien membaca NIP doketr dicantumkan , kurang tidak terjamin telitinya petugas UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 117 Status Dokter Kegagalan dalam Status dokter tidak Status dokter tidak membaca status dicantumkan. dapat ditentukan. dokter Data Perbekalan Farmasi Nama Perbekalan Farmasi (Nama Obat) Kegagalan membaca Obat-obatan nama obat nama obat tidak tertulis dilayani dengan baik, dengan jelas, petugas obat salah diberikan Dosis Sediaan Kegagalan membaca Petugas yang kurang Kesalahan dosis sediaan. berpengalaman penggunaan Jumlah LASA, Rute tidak dapat kurang berkompetensi. atau dosis, kurang berkompetensi terapi tidak sempurna Kegagalan membaca Petugas kurang teliti , Kesalahan pemberian jumlah sediaan yang petugas lupa. jumlah diresepkan Resep obat, kegagalan terapi Kegagalan membaca Tidak dicantumkan rute Kegagalan rute sesuai yang di penggunaan obat, penyembuhan, esepkan penyembuhan dalam tidak berhasil Aturan Pakai Paraf Kegagalan membaca Kurang telitinya Tidak maksimalnya aturan pakai yang petugas, petugas buru- terapi, kemungkinan ditulis pada resep. buru karena banyaknya bisa over dosis atau pasien. dosis kurang Paraf tidak Resep tidak valid Tidak ada paraf UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 118 dicantumkan Tahapan Pelayanan Resep Pengkajian dan klasifikasi Kegagalan Kurang telitinya Kesalahan resep tidak mendeteksi kesalahan petugas, petugas di terdeteksi, konfirmasi penulisan resep apotek buru-buru. kepada dokter bila terjadi kesalahan tidak terjadi. Penyiapan Kegagalan dalam Petugas salah Kegagalan terapi, menyiapkan mengartikan resep, penyembuhan yang permintaan resep petugas kurang tidak berhasil, adanya berpengalaman , letak efek samping obat yang berdekatan, tidak ada penanda nama obat yang mirip Dispensing Keggalan dalam Ruangan di apotek Dapat terjadi salah mencocokkan obat terlalu gelap. Tulisan pasien dan dan etiket terlalu kecil, petugas tertukarnya obat kurang teliti Penyeraha n dan informasi Kegagalan dalam Kelalaian petugas, Kegagalan dalam penyerahan resep, informasi tidak rencana terapi kegagalan dalam diberikan karena pengobatan pasien memberikan obat petugas kelelahan, beban kerja yang UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 119 terlalu tinggi Form Pengkajian Resep Klasifikasi informasi Kegagalan dalam Tidak teliti nya petugas Resep tidak lengkap Tidak telitinya petugas Resep tidak lengkap mengisi form dan Kegagalan dalam mengisi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 120 Lampiran.3 Tabel FMEA untuk menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dan efek kegagalan resep tidak lengkap di IRJ poli jantung RSUP Fatmawati Tahapan Proses 1. No Rekam Medis 2. Nama Pasien 3. Tanggal Lahir 4. Jenis Kelamin 5. Tinggi badan 6. Berat Badan 7. Riwayat Alergi 8. Tanggal Resep 9. Nama Kegagalan Jumlah kejadian (n) OCC/ Occuring/ Frekuensi SEV/ Severity/ tingkatan keparahan DET/ Detection/ RPN (Risk Priority Number) P Priority Kegagalan dalam membaca No RM pasien Kegagalan dalam membaca nama pasien Kegagalan dalam membaca tanggal lahir pasien Kegagalan dalam membaca Jenis kelamin pasien Kegagalan dalam membaca TB pasien Kegagalan dalam membaca BB Pasien Kegagalan dalam Membaca Riwayat Alergi pasien Kegagalan dalam membaca tanggal resep Kegagalan dalam membaca nama UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 121 Dokter 10. NIP Dokter 11. Status Dokter 12. Nama Obat 13. Dosis Sediaan 14. Jumlah 15. Rute 16. Aturan Pakai 17. Paraf 18. Pengkajian dan klarifikasi 19. Penyiapan 20. Dispensing 21. Penyerahan dan informasi 22. Form Pengkajian dokter Kegagalan dalam membaca NIP doketr Kegagalan dalam membaca status dokter Kegagalan membaca nama obat Kegagalan membaca dosis sediaan. Kegagalan membaca jumlah sediaan yang diresepkan Kegagalan membaca rute sesuai yang di esepkan Kegagalan membaca aturan pakai yang ditulis pada resep. Tidak ada paraf Kegagalan mendeteksi kesalahan penulisan resep Kegagalan dalam menyiapkan permintaan resep Keggalan dalam mencocokkan obat dan etiket Kegagalan dalam penyerahan resep, kegagalan dalam memberikan obat Kegagalan dalam mengisi form UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 122 resep 23. Klarifikasi dan informasi Kegagalan dalam mengisi form UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 123 Lampiran.4 Contoh Resep UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 124 Lampiran.5 Alur Penelitian UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 125 Lampiran.6 Surat Izin Penelitian UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 126 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA