PENGARUH MINYAK ZAITUN TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH KARYA TULIS ILMIAH Disampaikan dalam Diskusi Ilmiah Rutin di Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada Tanggal 3 Mei 2012 Oleh: dr. Sugiyanta,M.Ked NIP. 197902072005011001 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012 1 2 Pendahuluan Abad XXI merupakan abad yang diwarnai dengan perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain ekonomi, sosial, budaya, politik, teknologi, pendidikan, kesehatan, dan kedokteran. Abad ini disebut periode III dalam transmisi epidemiologis, yaitu terjadi perubahan pola penyakit dari pola penyakit infeksi ke pola penyakit degeneratif, salah satunya adalah diabetes melitus (Suyono, 2006). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi diabetes melitus di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes melitus yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 memperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah 194 juta dan dengan asumsi prevalensi diabetes melitus pada urban 12 juta (14,7%) dan rural 8,1 (7,2%) (PERKENI, 2006). Diabetes melitus merupakan suatu kelainan metabolisme yang disebabkan oleh insufisiensi relatif maupun absolut hormon insulin, resistensi insulin, atau keduanya. Hal ini menyebabkan kondisi hiperglikemia yang kemudian diikuti oleh gangguan metabolisme lemak, protein, elektrolit, dan air sehingga didapatkan gejala klasik yang khas yang meliputi poliuri (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), polifagi (banyak makan) (Scobie et al., 2007). Terapi diabetes melitus dimulai dengan pengaturan diet sebagai terapi nutrisi dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu) (Suyono, 2006; PERKENI, 2006). Terapi farmakologik dilakukan apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran dengan pengaturan diet dan latihan jasmani (Suyono, 2006). Pengaturan diet pada penderita diabetes melitus merupakan bagian dari penatalaksanan secara total. Prinsip pengaturan diet pada penderita diabetes melitus perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal, jenis, dan jumlah makanan (3J). Dari seluruh asupan nutrisi, asupan lemak yang 3 dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Sumber asupan lemak yang dianjurkan adalah <7% dari lemak jenuh (Satturated fatty acid/SFA), <10% dari lemak tidak jenuh ganda (Poli unsatturated fatty acid/PUFA), sedangkan selebihnya berasal dari lemak tidak jenuh tunggal (Mono unsatturated fatty acid/MUFA) dari seluruh kebutuhan energi yang berasal dari lemak (PERKENI, 2006). Minyak zaitun merupakan minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh tunggal/MUFA sebagai komponen utamanya. Sebagai komponen terbesar, asam lemak tak jenuh tunggal/MUFA dalam minyak zaitun memiliki manfaat sebagai terapi nutrisi bagi penderita diabetes melitus. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan aktivitas insulin, yaitu meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan yang dituju, peningkatan sekresi insulin, dan memperbaiki sel-sel beta pankreas (De Bruyne, 2008). Tinjauan Pustaka Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah suatu kelainan metabolisme yang disebabkan oleh insufisiensi relatif maupun absolut hormon insulin, resistensi hormon insulin, atau keduanya. Hal ini akan menimbulkan hiperglikemia kemudian diikuti dengan gangguan metabolisme lemak, protein, elektrolit dan air sehingga didapatkan gejala klinis klasik yang khas meliputi poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Keadaan tersebut juga berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan berbagai organ tubuh (Scobie, 2007; Gustaviani, 2007; Abbas, 2005). Minyak Zaitun Minyak zaitun murni (virgin olive oil) terdiri atas komponen mayor dan komponen minor. Komponen mayor merupakan komponen yang mendominasi hingga 98% berat total sedangkan komponen minor seperti fenol, hidrokarbon, dan pigmen hanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil (Quiles et al., 2006). Quiles menambahkan, komponen mayor atau disebut juga fraksi gliserida tersusun 4 oleh trigliserida. Trigliserida merupakan ester dari alkohol gliserol dengan asam lemak (Murray et al., 2006). Asam lemak terbanyak di dalam minyak zaitun adalah asam oleat dengan persentase 68-81,5% sedangkan asam lemak lain seperti linoleat, palmitat, dan stearat terdapat dalam jumlah yang lebih kecil (Quiles et al., 2006). Pengaruh MUFA terhadap diabetes melitus Pada penderita diabetes melitus terjadi peningkatan pemecahan adiposa yang akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Peningkatan asam lemak bebas dalam darah akan menyebabkan ruang hidrofilik pada membran sel berkurang, sehingga menyebabkan gangguan fluiditas membran sel. Gangguan fluiditas membran akan mempersulit lokasi dari protein reseptor kunci, yaitu G protein dan protein kinase C alpha (PKCα), dan juga menurunkan sensitivitas protein kunci terhadap hormon insulin. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya aksi metabolisme insulin dalam sel sehingga respon jaringan berkurang. MUFA dapat mengubah komposisi asam lemak membran sel target sehingga mempengaruhi fungsi reseptor insulin. Perubahan komposisi asam lemak membran akan berefek pada proses transmisi sinyal yang melibatkan sub unit G protein, dan protein kinase C alfa (PKCα) yang merupakan protein reseptor kunci. MUFA menyebabkan terjadinya perubahan komposisi membran sel menjadi lebih kaya akan asam lemak dengan tipe cis. Asam lemak tipe cis mensubstitusi komponen ekor pada membran dan membentuk komponen ekor yang bertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya lebih banyak ruangan diantara gugus kepala membran. Gugus kepala yang bersifat hidrofilik tersebut menjadi lebih luas, dan hal ini meningkatkan fluiditas membran sel. Meluasnya ruang antar gugus kepala dan meningkatnya fluiditas membran, memprofokasi lokalisasi dan aktivitas dari protein reseptor kunci, yaitu sub unit G protein dan PKCα. Keduanya menjadi lebih mudah mencapai lokasi permukaan membran serta sensitivitasnya terhadap sinyal meningkat (Perona et al., 2007). MUFA memiliki efek protektif dan promotif terhadap sel beta pankreas. Disfungsi sel beta dapat ditekan oleh MUFA dengan cara mengurangi kerusakan 5 sel beta dan memicu neogenesis sel beta. Mekanisme utama yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta adalah toksisitas glukosa dan lipid. Substitusi SFA dengan MUFA menurunkan toksisitas lipid pada sel beta dan merangsang perbaikan aksis enteroinsuler. Perbaikan aksis enteroinsuler ini mengoptimalkan peran GLP-1 dalam memicu neogenesis sel beta. Dengan mempertahankan dan meningkatkan sel beta fungsional maka sekresi insulin pada diabetes melitus dapat ditingkatkan. Sehingga, adanya neogenesis sel beta dan optimalisasi aksis enteroinsuler dapat meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta (Kahn et al., 2006). Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris (Pratiknya, 2003). Sampel yang digunakan adalah tikus putih strain Wistar jantan dengan bobot badan 200-250 gram dan berumur 2-3 bulan. Besar sampel yang digunakan sebanyak 3 ekor setiap kelompok yang diinduksi alloxane sebanyak 125 mg /kg BB secara intraperitoneal. Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian diet minyak zaitun (Olea europea). Minyak zaitun yang digunakan adalah minyak zaitun murni dalam bentuk kemasan atau botol. Dosis minyak zaitun 0,54 ml/hari . Variabel terikat adalah kadar glukosa darah yang diukur setelah tikus dipuasakan selama 8 jam. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri atas 4 perlakuan, jumlah tikus pada masing-masing kelompok adalah 3 ekor. Kelompok 1 adalah kelompok yang diinjeksi aquabidest secara intraperitoneal dan diberi pakan standar, kelompok 2 adalah kelompok yang diinjeksi alloxane dan diberi pakan standar, kelompok 3 adalah kelompok yang diinjeksi alloxane, diberi pakan standar, dan diet minyak zaitun (Olea europea), serta kelompok 4 adalah kelompok yang diinjeksi alloxane, diberi pakan standar, dan diet minyak kelapa sawit. Data yang diperoleh di analisis dengan uji one way Anova/Anova satu arah (Wisaniyasa et al., 2005). Derajat kemaknaan yang dipakai adalah 95% (α = 0,05). 6 Hasil Penelitian Hasil pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD) pada kelompok 1 (mendapat perlakuan injeksi dengan aquabidest dan pakan standar secara ad libitum) terdapat peningkatan rata-rata KGD setelah diinjeksi dengan aquabidest, yaitu dari 64,67 mg/dl menjadi 74,33 mg/dl. Setelah diberi perlakuan selama 28 hari dengan pakan standar, rata-rata KGD mengalami peningkatan yaitu dari 74,33 mg/dl menjadi 77 mg/dl. Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah pada Kelompok 1 No. Tikus KGD Awal KGD 1 KGD 2 1 69 71 71 2 61 81 79 3 64 71 81 Mean 64,67 74,33 77 Keterangan: KGD 1 : Kadar Glukosa Darah setelah injeksi aquabidest. KGD 2 : Kadar Glukosa Darah setelah perlakuan pakan standar. Kelompok 2 merupakan kelompok yang mendapat perlakuan injeksi alloxane dan pakan standar secara ad libitum. Pada kelompok 2 didapatkan peningkatan rata-rata KGD setelah diinjeksi dengan alloxane, yaitu dari 74,33 mg/dl menjadi 124,67 mg/dl. Setelah diberi perlakuan selama 28 hari dengan pakan standar rata-rata KGD mengalami penurunan, yaitu dari 124,67 mg/dl menjadi 85,67 mg/dl. Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah pada Kelompok 2 No. Tikus KGD Awal KGD 1 KGD 2 1 81 94 88 2 73 127 81 3 69 153 88 Mean 74,33 124,67 85,67 Keterangan: KGD 1 : Kadar Glukosa darah setelah injeksi alloxane. KGD 2 : Kadar Glukosa darah setelah perlakuan pakan standar. 7 Kelompok 3 merupakan kelompok yang mendapat perlakuan injeksi alloxane, diberi pakan standar secara ad libitum, dan diet minyak zaitun. Pada kelompok 3 didapatkan peningkatan rata-rata KGD setelah diinjeksi alloxane, yaitu dari 62 mg/dl menjadi 139 mg/dl. Setelah diberi perlakuan selama 28 hari dengan pakan standar dan diet minyak zaitun rata-rata KGD mengalami penurunan, yaitu dari 139 mg/dl menjadi 83,33mg/dl. Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah pada Kelompok 3 No. Tikus KGD Awal KGD 1 KGD 2 1 61 135 86 2 61 107 76 3 64 175 88 Mean 62 139 83,33 Keterangan: KGD 1: Kadar Glukosa darah setelah injeksi alloxane. KGD 2: Kadar Glukosa darah setelah injeksi alloxane, diet pakan standar dan minyak zaitun. Kelompok 4 merupakan kelompok yang mendapat perlakuan injeksi alloxane, pakan standar secara ad libitum, dan diet minyak kelapa sawit. Pada kelompok 4 didapatkan peningkatan rata-rata KGD setelah diinjeksi alloxane, yaitu dari 89 mg/dl menjadi 228,33 mg/dl. Setelah diberi perlakuan selama 28 hari dengan pakan standar dan diet minyak kelapa sawit rata-rata KGD mengalami penurunan, yaitu dari 228,33 mg/dl menjadi 125 mg/dl. Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah pada Kelompok 4 No Tikus KGD Awal KGD 1 KGD 2 1 115 148 109 2 71 427 138 3 81 110 128 Mean 89 228,33 125 Keterangan: KGD 1 : Kadar Glukosa darah setelah injeksi alloxane. 8 KGD 2 : Kadar Glukosa darah setelah injeksi alloxane, perlakuan dengan pakan standar dan diet minyak kelapa sawit. Pembahasan Pada kelompok perlakuan 1 (P1) dan kelompok perlakuan 2 (P2) didapatkan rata-rata KGD yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan 2 (P2) yang mendapatkan injeksi alloxane dibanding kelompok perlakuan 1 (P1) yang mendapatkan injeksi dengan menggunakan aquabidest, akan tetapi hasil ini tidak bermakna secara statistik. Alloxane berpengaruh terhadap insulin yang diproduksi oleh sel-sel β kelenjar pankreas yaitu secara selektif merusak sel-sel β tersebut (Noyan, 2004). Meningkatnya rata-rata KGD pada pemberian alloxane dapat disebabkan oleh dua proses, yaitu terbentuknya radikal bebas dan kerusakan permeabilitas membran sel sehingga terjadi kerusakan sel beta pankreas (Watkins et al., 2008). Perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok P2 dan P3 dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yang pertama disebabkan oleh adanya regenerasi dan neogenesis sel beta pankreas (Nugroho, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Chaugale et al. (2007) yang mengatakan bahwa terjadi regenerasi dan neogenesis pankreas pada injeksi alloxan, dan didapatkan glukosa darah kembali normal setelah beberapa bulan (Chougale et al., 2007). Meskipun penelitian masih berlangsung sekitar satu bulan, tetapi proses awal dari regenerasi dan neogenesis sudah berlangsung. Kedua, dosis alloxane yang digunakan kurang untuk bisa merusak sel beta pankreas secara bermakna. Antara kelompok perlakuan 2 (P2) dan kelompok perlakuan 3 yang mendapatkan asupan diet minyak zaitun (P3) terdapat perbedaan yang tidak bermakna secara statistik. Terdapat beberapa faktor penyebab, yang pertama adalah faktor stress yang terjadi pada kelompok perlakuan diet minyak zaitun (P3) karena mendapatkan asupan minyak zaitun dengan cara sonde/per oral. Kedua, terapi diet minyak zaitun merupakan terapi nutritif yang membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mempengaruhi kadar glukosa darah. Ketiga, pengaruh dari diet MUFA yang tidak optimal karena dosis minyak zaitun yang kurang untuk dapat mempengaruhi sensitivitas dan sekresi insulin. 9 Pada kelompok perlakuan diet minyak zaitun (P3) dengan kelompok perlakuan asupan diet minyak kelapa sawit (P4) didapatkan perbedaan rata-rata KGD yang bermakna secara statistik. Hasil ini disebabkan karena komposisi asam lemak pada kedua jenis minyak tersebut. Minyak kelapa sawit mempunyai komponen utama asam lemak jenuh atau SFA sedangkan minyak zaitun memiliki komponen utama berupa asam lemak tak jenuh tunggal atau MUFA. Asam lemak dapat mempengaruhi komposisi membran sel yang akan menentukan fluiditas membran sel dan fungsi reseptor insulin. Selain itu, diet jenis asam lemak tertentu akan mempengaruhi sekresi hormon-hormon pencernaan (inkretin). Hal ini akan mempengaruhi aksis enteroinsuler yang akan mempengaruhi sekresi insulin dan perbaikan sel-sel beta pankreas. Perbedaan komponen asam lemak inilah yang menyebabkan rata-rata KGD pada kedua kelompok berbeda secara signifikan. Minyak zaitun merupakan minyak yang memiliki komponen utama adalah asam lemak tak jenuh tunggal atau MUFA yang dapat mengubah komposisi asam lemak membran sel target sehingga mempengaruhi fungsi reseptor insulin. MUFA menyebabkan terjadinya perubahan komposisi membran sel menjadi lebih kaya akan asam lemak dengan tipe cis. Asam lemak cis mensubstitusi komponen ekor pada membran dan membentuk komponen ekor yang bertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya lebih banyak ruangan diantara gugus kepala membran. Gugus kepala yang bersifat hidrofilik tersebut menjadi lebih luas, dan hal ini meningkatkan fluiditas membran sel. Meluasnya ruang antar gugus kepala dan meningkatnya fluiditas membran, memprofokasi lokalisasi dan aktivitas dari protein reseptor kunci, yaitu sub unit G protein dan PKCα. Keduanya menjadi lebih mudah mencapai lokasi permukaan membran serta sensitifitasnya terhadap sinyal meningkat (Perona et al., 2007). Perbaikan aksis enteroinsuler dianjurkan pada dekade terakhir sebagai inovasi terapi diabetes melitus, salah satunya dengan substitusi diet asam lemak jenuh atau SFA dengan asam lemak tak jenuh tunggal atau MUFA dalam terapi nutrisi. MUFA dapat meningkatkan sekresi serta aktifitas dari GLP-1 dan GIP yang merupakan komponen terpenting dalam aksis enteroinsuler. Optimalisasi dari aktivitas GLP-1 dan GIP berpotensi untuk meningkatkan sekresi insulin dari 10 sel beta serta meningkatkan biosintesis insulin. Aktivitas GLP-1 dan GIP terhadap insulin ini tidak terjadi pada kadar glukosa darah tidak lebih dari 50 mg/dl sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia. Hormon ini akan dikeluarkan saat ada rangsang makanan dan menstimulasi pelepasan insulin. GLP-1 juga mampu untuk menurunkan glukagon, hal ini menjadikan GLP-1 efektif sebagai terapi nutrisi pada diabetes melitus, selain itu GLP-1 di perifer juga berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin. Sekresi GLP oleh adanya makanan dalam lambung terutama karbohidrat dan lemak, sekresi ini berlangsung sekitar 30 menit. Akan tetapi ada suatu jenis asam lemak tertentu yang langsung bekerja pada sel L penghasil GLP-1 di intestinum dan meningkatkan sekresinya (Juan A. et al., 2007). MUFA memiliki efek protektif dan promotif terhadap sel beta pankreas. Disfungsi sel beta dapat ditekan oleh MUFA dengan cara mengurangi kerusakan sel beta dan memicu neogenesis sel beta. Mekanisme utama yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta adalah toksisitas glukosa dan lipid. Substitusi SFA dengan MUFA menurunkan toksisitas lipid pada sel beta dan merangsang perbaikan aksis enteroinsuler (Kahn et al., 2006). Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang memiliki komponen utama asam lemak jenuh atau SFA. SFA merupakan asam lemak jenuh yang susunannya paling sederhana, yang biasanya terdiri dari rantai lurus karbon dengan rumus umum CH3(CH2)nCOOH. SFA dapat menurunkan fluiditas membran sel dikarenakan bentuk ekor dari SFA yang lurus (Murray et al., 2006). Selain itu diet tinngi SFA menurunkan sekresi hormon GLP-1, sehingga mengganggu aksis neuroinsuler dan akan menurunkan sekresi insulin (Juan et al., 2007). Perbaikan aksis enteroinsuler ini mengoptimalkan peran GLP-1 dalam memicu neogenesis sel beta. Dengan mempertahankan dan meningkatkan sel beta fungsional maka sekresi insulin pada diabetes melitus dapat ditingkatkan. Sehingga, adanya neogenesis sel beta dan optimalisasi aksis enteroinsuler dapat meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta (Kahn et al., 2006). 11 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan : 1. Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah yang bermakna terhadap kadar glukosa darah tikus Wistar yang diinduksi alloxane dosis 125 mg/kgBB secara intraperitoneal; 2. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar glukosa darah tikus Wistar yang mendapat perlakuan diet minyak zaitun dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan diet minyak; 3. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar glukosa darah tikus Wistar yang mendapat perlakuan diet minyak zaitun dengan kelompok yang mendapat perlakuan diet minyak kelapa sawit; 4. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar glukosa darah tikus Wistar yang tidak mendapat perlakuan diet minyak dengan kelompok yang mendapat perlakuan diet minyak kelapa sawit. Saran : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis minyak zaitun yang bervariasi agar diketahui dosis optimal yang bisa menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan; 2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak untuk mengurangi kesalahan dalam penelitian; 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan lama perlakuan. Daftar Pustaka Abbas AK, Maitra A. 2005. The endocrine system. In: Kumar V, Abbas AK, Nelson F. Robbins and Cotran. Pathologics basis of disease.7th ed. Philadelphia, USA : Elsevier Saunders,: 1155 – 224. Alam, S. et al.. 2006. Seluk Beluk Food Suplement. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 12 Alonso et al. 2005. Monounsaturated Fatty Acids, Olive Oiland Blood Pressure: Epidemiological, Clinical and Experimental Evidence. Public Health Nutrition: 9(2), 251-257, DOI: 10.1079/PHN2005836. Bales, Connie W et al.. 2005. “Achieving a Healthy Body Weight: Diet and Exercise Interventions for Type 2 Diabetes”. Disadur Opara. Nutrition and Diabetes: Pathophysiology and Management. Boca Raton: CRC Press. Baliga, Bantwal Suresh et al.. 2006. “Medical Nutrition Therapy for Patients with Type-2 Diabetes”. Disadur Mechanick. Nutritional Strategies for the Diabetic and Prediabetic Patient. Boca Raton: CRC Press. Bronner, Felix. 2006. Nutritional and Clinical Management of Chronic Conditions and Diseases. Boca Raton: CRC Press. Chougale AD. et al. 2007.Optimization of Alloxane Dose is Essential to Induce Stable Diabetes For Prolong Period. [cited 2009 August 2010] available from: http: //sciarlet.net./fulltext/?doi=ajb 2007_402.408 Dahlan, S. 2006. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Arkans De Bruyne et al.. 2008. Nutrition and Diet Therapy: Principles and Practice. 7th edition. Belmont: Wadsworth Thomson Learning. Fatimah, L.I. 2005. Pengaruh Pemberian Jamu Kencing Manis Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan yang dibuat diabetes. Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Depok : Program Ekstensi Departemen Farmasi FMIPA UI. Filipponi P, Gregorio F, Cristallini S, Ferrandina C, Nicoletti I, Santeusanio F. Selective impairment of pancreatic A cell suppreession by glucose during acute alloxan – induced insulinopenia: in vitro study on isolated perfused rat pancreas. [Internet]. 2008 [cited April 2011]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3522213 13 Gustaviani R. 2007. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,:1857 – 9. Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2006. Textbook of medical physologyl. Philadelphia : Elsevier inc. Juan A. et al.. 2007. A MUFA-Rich Diet Improves Posprandial Glucose, Lipid and GLP-1 Responses in Insulin-Resistant Subjects. Spain: American college of mutrition Kahn, Ronald C et al.. 2006. Joslin’s Diabetes Mellitus. Fourth Edition. Lippincot William & Wilkins. Kinanti, Fitri. 2009. “Efek Proteksi Ekstrak Air Buah Naga (Hylocereus undatus) Terhadap Gambaran Histopatologi Tikus Wistar pada Pemberian Parasetamol Dosis Toksik”. Tidak diterbitkan. Skripsi. Jember: Program Sarjana Universitas Jember. Lenzen S. 2008. The mechanism of alloxan and streptozotocin induced diabetes [Internet]. [cited 2009 January 23]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18087688?ordinalpos=1&itool=Entr ezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPa nel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=4&log$=relatedreviews&logdbfrom =pubmed Madigan, Claire et al. 2000. Dietary Unsatturated Fatty Acid in type 2 diabetes: Higher Levelsof post Prandial Lipoprotein on a Linoleic Acid-Rich Sunflower Oil Diet Compared with an Oleic Acid-Rich Olive Oil Diet. Diabetes care 23:1472-1477 Morgan,Linda M. 2005. “The Enteroinsular Axis”. disadur Opara. Nutrition and Diabetes: Pathophysiology and Management. Murray, Robert K et al. 2006. Harper’s Illustrated Biochemistry. Edisi XXVIII. California:The McGraw-Hill Compenies. Noyan, E. 2004. Antioxidantt effect of Pentoxifylline and Mellatonin in the Alloxane-Induced Diabetic Mice : Tuirkish Journal of Biochemistry. Yucunzu Yil Universitesi, Tip Fakultesi, Biyokimya A. B. D Van, 14 Turki. [Serial online] http://www.TurkJBiochem.com. 29(4): 268- 272 (2004) [15 April 2009]. Nugroho, Agung Endro. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi & Mekanisme Aksi Diabetogenik. Jurnal Biodiversitas. 7 (4). Hal. 378-382. Paniagua, J.A., et al.. 2007. “Monounsaturated Fat–Rich Diet Prevents Central Body Fat Distribution and Decreases Postprandial Adiponectin Expression Induced by a Carbohydrate- Rich Diet in Insulin-Resistant Subjects”.J Diabetes Care 30: 1717–1723 http : //care.diabetesjournals. org/content/ 30/7/1717.f ull. pdf [10 Agustus 2009] PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. http: //www.perkeni.net [16 Otober 2010] Perona, Javier S et al. 2007. Consumption of Virgin Olive Oil Influences Membrane Lipid Composition and Regulates Intracellular Signaling in Elderly Adult With Typ2 Diabetes Mellitus. 256-262 Pratiknya, A. W. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Quiles, José L et al.. 2006. Disadur Quiles, José L et al.. “Chemical Composition, Types, and Characteristics of Olive Oil.” Olive Oil and Health. Oxfordshire: CABI Publishing. Ramirez-Tortosa, M. Carmen. 2006. Extra-Virgin Olive Oil Increases the Resistence of LDL to Oxidation More than Refined Olive Oil in FreeLiving Men with Peripheral Vascular Disease. J. Nutr. 129: 2177-2183, 1999. Richardson, Alicia. 2009. “Monounsaturated Fatty Acids (MUFAs): Protects Hearts, Reduces Inflammation, Enhances Insulin Sensitivity”. http://nutrition.suite101.com/article.cfm/monounsaturated_fatty_acids_mu fas [8 Juli 2009] Scobie, Ian N et al.. 2007. Atlas of diabetes mellitus. Third edition. UK: informa UK Skudelski, T. 2008. The mechanism of Alloxane an streptozotocin action in β cells of the rat pancreas. Departement of Animal Physiology and 15 biochemistry, University of agriculture Poland. [Serial online] http://www. ncbi.nlm.nlh.gov/sites/entrez/cmd =retre ive &db =pubmed. [1September 2009]. Soriguer, F et al.. 2004. “Oleic Acid from Cooking Oils is Associated with Lower Insulin Resistance in the General Population (Pizarra Study).” Eur J Endocrinology 150: 33-39 http://www.eje-online.org/cgi/reprint/150/1/33 [10 Agustus 2009] Suyono, Slamet.2006. Buku Ajar Ilmu Penyekit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyekit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Theodorakis, Michael J et al.. 2006. “Human Duodenal Enteroendocrine Cells: Source Of Both Incretin Peptides, GLP-1 and GIP.” Am J Physiol Endocrinol Metab 290:550-559 Tjokroprawiro, A. 2006. Diabetes Mellitus. Surabaya : Airlangga University Press. Hal 32-35. Vasilopoulou, E. 2005. The Antioxidant Properties of Greek Foods And the Flavonoid Content of the Mediteranean Menu. Curr. Med. Chem. − Immun., Endoc. & Metab. Agents, 2005, 5, 33-45. Waterman dan Lockwood. 2007. Active Components and Clinical Applications of Olive Oil. Altern Med Rev 2007; 12(4): 331-342. Watkins D, Cooperstein SJ, Lazarow A. 2008. Effect of alloxan on permeability of pancreatic islet tissue in vitro. [Internet]. [cited 2009 February 18]. Available from: http: //ajplegacy .physiology.org/cgi/content/abstract/ 207/2/436 Whitney dan Rolfes. 2008. Understanding Nutrition Eleventh Edition. Belmont: Thomson Wardsworth. Wu, Qiong. 2009. Unsaturated Fatty Acid: Metabolism, Synthesis and Gene Regulation. Afr. J. Biotechnol. Vol. 8 (9), pp. 1782-1785, 4 May 2009. 16 Zamora, Antonio. 2005. Fats oil fatty acids, http://www.scientificpsychic.com/fitness/fattyacids1.html 2010] trigliserides. [18 oktober