BAB 1 PENDAHULUAN : BISNIS dan ETIKA dalam MODERN

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN :
BISNIS dan ETIKA dalam MODERN
I.
TIGA ASPEK POKOK DARI BISNIS
Buku ini ingin menyoroti suatu aspek bisnis yang sampai sekarang jarang
disinggung dalam uraian – uraian lain, tetapi semakin banyak diakui pentingnya yaitu
aspek etis atau moralnya, terutama aspek ekonomi dan hukum. Sebab, bisnis sebagai
kegiatan sosial bisa disoroti sekurang – kurangnya dari tiga sudut padang yang
berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan ini : sudut padang ekonomi, hukum
dan etika.
1. SUDUT PANDANG EKONOMIS
2. SUDUT PADANG MORAL
3. SUDUT PANDANG HUKUM
4. TOLOK UKUR UNTUK TIGA SUDUT PADANG INI
Bisnis adalah baik, kalau menghasilkan laba. Hal itu akan tampak dalam
laporan akhir tahun yang harus disusun menurut metode kontrol finansial dan
akuntansi yang sudah baku. Lebih sulit untuk menentukan baik tidaknya bisnis dari
sudut padang moral. Setidak – tidaknya dapat disebut tiga macam tolok ukur yaitu
1. .Hati Nurani
2. Kaidah Emas
3. Penilaian Umum
Dapat di simpulkan , supaya patut di sebut good business, tingkah laku bisnis
harus memenuhi syarat-syarat dari semua sudut pandang tadi. Memang benar, bisnis
yang secara ekonomis tidak baik disebut bisnis yang baik. tidak ada orang yang
dengan serius akan mempersoalkan hal itu. Terdapat lebih banyak keraguan tentang
perlunya sudut pandang kedua dan ketiga bisnis tidak pantas di sebut good business,
kalo tidak baik dari sudut etika dan hukum juga dalam hal ini pentingnya aspek
hukum lebih mudah di terima, sekurang-kurangnya pada taraf teoreties (walaupun
dalam praktek barangkali sering di langgar). Buku ini ingin mempelajari aspek etika
dalam perilaku bisnis tampa meremehkan pentingnya aspek aspek lain. Sebagaimana
akan menjadi jelas selanjutnya sekarang ini di banyak tempat diakui relevansi dan
bahkan rugensi untuk menyoroti bisnis dari segi etika .
II. APA ITU ETIKA BISNIS?
Kata etika dan etis tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan karena itu
pula etika bisnis bisa berbeda artinya. Cara yang kami pilih untuk menganalisis arti –
arti etika adalah membedakan antara etika sebagai praksis dan etika sebagai refleksi.
Etika sebagai praksis bearti : nilai–nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan
atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi
kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dalam surat kabar atau majalah berita hampir
setiap hari dapat kita baca komentar tentang peristiwa – peristiwa yang berkonotasi
etis yaitu perampok, pembunuhan dan kasus korupsi. Pemikiran ilmiah selalu bersifat
kritis, artinya tahu membedakan antara yang tahan uji dan yang tidak tahan uji, antara
yang mempunyai dasar kukuh dan yang mempunyai dasar lemah. Etika adalah cabang
filsafat yang memperlajari baik buruknya perilaku manusia. Etika bisnis pun dapat
dijalankan pada tiga taraf yaitu makro, meso dan mikro. Pada taraf makro, etika bisnis
memperlajari aspek – aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan. Pada
taraf meso, etika bisnis menyelidiki masalah – masalah etis di bidang organisasi. Pada
taraf mikro, difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis.
III. PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS
Aktivitas
perniagaan
selalu
sudah
berurusan,
artinya
selalu
harus
mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan sejak ada
bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu
dikaitkan juga dengan wilayah lain dalam kehidupan manusia seperti politik, keluarga
dan sebagainmya. Jadi etika dalam bisnis sebagai salah satu topik disamping sekian
banyak topik lainnya.
1. Situasi Dahulu
2. Masa peralihan tahun 1960-an
3. Etika bisnis lahir di Amerika Serikat tahun 1970 –an
4. Etika bisnis meluas ke eropa tahun 1980-an
5. Etika bisnis menjadi fenomena global tahun 1990-an
IV. PROFIL ETIKA BISNIS DEWASA INI
Kini etika bisnis sudah mempunyai status ilmiah yang serius. Ia semakin di
terima di antara ilmu-ilmu yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri yang biasanya
menandai semua ilmu. Di sini kami berusaha menggambarkan beberapa pertanda
yang menunjukan status itu dengan cukup meyakinkan, sekaligtus kami mencoba
melukiskan profil ilmiah dari etika bisnis sebagaimana tampak sekarang.
1. Praktis di segala kawasan dunia etika bisnis diberikan sebagai mata kuliah di
perguruan tinggi
2. Banyak sekali publikasi di terbitkan di etika bisnis
3. Sekurang kurangnya sudah tiga seri buku tentang etika bisnis
4. Sudah ada cukup banyak dunia ilmiah khusus tentang etika bisnis
5. Dalam bahasa jerman sudah tersedia sebuah kamus tentang etika bisnis
6. Sekarang dapat di temukan juga cukup banyak institut penelitian yang secara
khusus mendalami masalah etika bisnis
7. Sudah di berikan beberapa asosiasi atau himpunan dengan tujuan khusus
memajukan etika bisnis terutama dengan mengumpulkan dosen-dosen etika bisnis
dan Peminat lain dalam pertemuan berkara.
8. Di amerika serikat dan daerah eropa barat di sediakan beberapa program studi
tingkat s2 dan s3 , khusus di bidang etika bisnis.
V. FAKTOR SEJARAH DAN BUDAYA DALAM ETIKA BISNIS
Orang yang terjun dalam kegiatan bisnis, menurut penilaian sekarang
menyibukkan diri dengan suatu pekerjaan terhormat, apalagi jika ia berhasil menjadi
pebisnis yang sukses. Jika kita mempelajari sejarah dan khususnya sejarah dunia
barat, sikap positif ini tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis.
1. Kebudayaan Yunani Kuno
2. Agama Kristen
3. Agama Islam
4. Kebudayaan Jawa
VI. KRITIK-KRITIK ATAS ETIKA BISNIS
1. Etika bisnis mendiskriminasi.
Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip moral yang mum atas suatu
bidang yang khusus. Etika bisnis menjadi suatu ilmu dengan identitas tersendiri,
bukan karena adanya norma-norma yang tidak berlakuuntuk bdang lain, melainkan
karena aplikasi norma-norma moral yng umum atas suatu wilayah kegiatan
manusiawi yang minta perhatian khusus, sebab keadaannya dan maslah-masalahnya
mempunyai corak tersendiri.
Peter Drucker, ahli dalam bidang teori manajemen. Inti keberatannya adalah
etika bisnis menjalankan semacamdiskriminasi. Mengapa dunia bisnis harus
dibebankan secara khusus dengan etika? Drucker menyimpulkan bahwa etika bisnis
itu menunjukkan adanya sisa-sisa dari sikap bermusuhann yang lama terhadap bisnis
dan kegiatan ekonomis.
2. Etika bisnis tidak prktis.
Oleh, Andrew stark, seorang dosen manajemen di universitas Toronto, kanada.
Keberatannya adalah, bisnis yang dipahaminya adalah menghasilkan laba paling besar
untuk para pemegang saham. Etika yang tidak melayani tujuan rupanya oleh Stark
dinilai kurang praktis. Sebagai ilmu, etika bisnis selalu bergerak pada taraf refeksi dan
akibatnya pada taraf teoritis juga. Walaupun etika bisnis berbicara tentang hal-hal
yang sangat praktis.\
3. Etikawan idak bias mengambil alih tanggung jawab.
Etika bisnis sama sekali tidak bermaksud mengambil alih tanggung jawab etis
dari para pebisnis, para manajer, atau pelaku moral lain dibdang bisnis. Etika atau
cabang etika terapann lainnya tidak berprestasi memiliki keahlian yang sama sifatnya
seperti banyak kehlian lain.etika bisnis bias membantu untuk mengambil keputusan
moral yang dapat dipertangguang jawabkan, teapi tidak berniat mengambil tempat
dari para pelaku moral dalam perusahaan. Misalnya, etika bisnis dapat member
sumbangsih dalammeningkatkan kesadaran moral..
BAB 2
SEKILAS TEORI ETIKA
Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip moral yang mum atas suatu bidang yang
khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis.
I. UTILITARISME.
Berasal dari kata latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini. suatu
peruatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus
menyangkutmasyarakat secara keseluruhan. Dapat dipahami bahwa utilitarisme sangat
menekankan pentingnya konsikuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya, kualitas
moral suatu perbuatan tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan
olehnya.
II. DEONTOLOGI
Jika Utilitarisme menggantungkan moralitas perbuatan pada konsekuensinya,
maka deontology elepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan.
Menurut teoru deontology selau menekankan pada perbuatan tidak dihalalkan karena
tujuannya. Atrinya sama dengan mengatakan bahwa suatu perbuatan adalah baik,
hanya kalau dilakukan secara kewajiban.
III. TEORI HAK
Teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Hak didasarkan atas
manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena teori hak sangat cocok dengan
suasana pemikiran demokratis.
IV. TEORI KEUTAMAAN
Yaitu memandang sikap dan akhlak seseorang. Keutamaan bias didefinisikan
sebagai berikut: disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan
dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Misalnya, kebijaksanaan, keadilan,
kereandahan hati, merupakan suatu keutamaan eseorang mengambil keputusan.
BAB 3
EKONOMI dan KEADILAN
I.
HAKIKAT KEADILAN
II.
PEMBAGIAN KEADILAN
1. Keadilan umum
2. Keadilan distributf
3. Keadilan komutatif
III.
KEADILAN DISTRIBUTIF PADA KHUSUSNYA
Dibawah ini akan dijelaskan keenam prinsip material keadilan distributif,
dengan secara khusus memperhatikan konteks ekonomi dan bisnis.
1. Bagian yang sama
Menurut prinsip ini kita membagi dengan adil, jika kita membagi rata kepada semua
orang yang berkepentingan diberi bagian yang sama.
2. Kebutuhan
Prinsip kedua menekankan bahwa kita berlaku adil bila kita membagi sesuai dengan
kebutuhan.
3. Hak
Hak merupakan hal yang penting bagi keadilan pada umumnya, termasuk keadilan
distributif.
4. Usaha
Prinsip keempat ini perlu dipertimbangkan juga dalam pembagian yang adil. Mereka
yang mengeluarkan banyak usaha dan keringat untuk mencapaisuatu tujuan, maka
pantas diperlakukan dengan cara lain daripada orang yang tidak berusaha.
5. Kontribusi kepada masyarakat
Prinsip ini harus dipakai dengan ekstra hati – hati dan mudah disalahgunakan, karena
terlalu banyak orang yang menganggap dirinya sangat penting dan dengan itu
melanggar prinsip formal keadilan distributif.
6. Jasa
Menurut prinsip ini jasa menjadi alasan juga untuk memberikan sesuatu kepada satu
orang yang tidak diberikan kepada orang lain. Dalam konteks ekonomi dan bisnis,
jasa terutama tampak dalam bentuk prestasi.
Berdasarkan prinsip – prinsip material ini telah dibentuk beberapa teori keadiulan
distributif. Di sini kami memperkenalkan tiga macam itu.
1. Teori Egalitarianisme
Teori egalitarianisme didasarkan atas prinsip pertama. Mereka berpendapat
bahwa kita baru membagi dengan adil, bila semua orang mendapat bagian yang sama
( equal ). Membagi dengan adil berarti membagi rata. “Sama rata, sama rasa”
merupakan sebuah semboyang egalitarian yang khas. Jika karena alasan apa saja tidak
semua orang mendapat bagian yang sama, menurut egalitarian pembagian itu tidak
adil betul.
Egalitarianisme ini pantas menimbulkan simpati kita. Semua manusia memang
sama. Pemikiran ini merupakan keyakinan umum sejak zaman modern, artinya sejak
Revolusi Prancis menumbangkan monarki absolut dan feodalisme. Dalam artikel
pertama dari “Deklarasi hak manusia dan warga negara” ( 1789 ) yang dikeluarkan
waktu Revolusi Prancis dapat dibaca : “Manusia dilahirkan bebas serta sama haknya,
dan mereka tetap tinggal dari begitu”. Beberapa tahun sebelumnya di Amerika Serikat
dalam The Declaration of Independence ( 1776 ) sudah ditegaskan : “All men are
created equal”. Dan Amerika Serikat dari semula melarang struktur – struktur feodal,
sampai – sampai bangsawan pun yang dibawa oleh imigran dari Eropa dilarang
pemakaiannya. Jika kita mengatakan bahwa semua manusia sama, yang terutama
dimaksudkan adalah martabatnya. Satu manusia tidak pernah lebih manusia daripada
manusia lain. Kenyataan ini mempunyai konsekuensi besar di beberapa bidang,
misalnya hukum. Supaya adil, di hadapan hukum semua warga negara harus
diperlakukan dengan cara yang sama : orang kaya atau miskin, pejabat tinggi atau
orang biasa, kaum ningrat atau rakyat jelata.
Walaupun martabat manusia selalu sama, dalam banyak hal manusia tidak
sama. Intelegensi dan keterampilannya, misalnya, sering tidak sama. Kemampuannya
untuk menghasilkan nilai ekonomi acap kali berbeda. Dan justru hal terakhir inilah
penting dalam konteks ekonomi dan bisnis. Karena itu sulit untuk menerapkan
egalitarianisme di bidang penggajian, umpamanya. Para pendukung egalitarianisme
yang radikal memang akan berpendapat bahwa sistem penggajian baru adil betul bila
semua karyawan dalam perusahaan menerima gaji yang persis sama.
2. Teori sosialistis
Teori sosialistis tentang keadilan distributif memilih prinsip kebutuhan sebagai
dasarnya. Menurut mereka masyarakat diatur dengan adil, jika kebutuhan semua
warganya terpenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, papan. Secara konkret,
sosialisme terutama memikirkan maslah – masalah pekerjaan kaum buruh dalam
konteks industrialisasi. Dalam teori sosialisme tentang keadilan, terkenal adalah
prinsip yang oleh Karl Marx ( 1818 – 1883 ) diambil alih dari sosialis Prancis, Louis
Blanc ( 1811 – 1882 ) : “From each according to his ability to each according to his
needs”. Bagian pertama dari prinsip ini berbicara tentang bagaimana burdens harus
dibagi : hal – hal yang menuntut pengorbanan. Sedangkan bagian kedua menjelaskan
bagaimana benefits harus dibagi : hal – hal yang enak didapat. Hal – hal yang berat
harus dibagi sesuai dengan kemampuan. Tidak adil bila orang cacat, umpamanya,
diharuskan bekerja sama berat seperti orang yang utuh anggota badannya. Kepada
orang yang menyandang cacat badan harus diberi pekerjaan yang cocok dengan
kemampuannya.
3. Teori Liberalistis
Liberalisme justru menolak pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak
adil. Karena manusia adalah makhluk bebas, kita harus membagi menurut usaha –
usaha bebas dari individu – individu bersangkutan. Yang tidak berusaha tidak
mempunyai hak pula untuk memperoleh sesuatu. Liberalisme menolak sebagai sangat
tidak etis sikap free rider : benalu yang menumpang pada usaha orang lain tanpa
mengeluarkan air keringat sendiri. Orang seperti itu tidak mengakui hak sesamanya
untuk menikmati hasil jerih payahnya.
Dalam teori liberalistis tentang keadilan distributif digaris bawahi pentingnya
dari prinsip 3 ( hak ), prinsip 4 ( usaha ), tapi secara khusus prinsip 6 ( jasa atau
prestasi ). Terutama prestasi mereka lihat sebagai perwujudan pilihan bebas
seseorang.
Teori keadilan distributif yang membatasi diri pada satu prinsip saja, ternyata
sukit dipertahankan. Untuk membagi dengan adil, kita harus memperhatikan semua
prinsip material. Hal itu berarti, dalam suatu keadaan konkret kita harus
mempertimbangkan prinsip mana yang paling penting. Salah satu tugas untuk setiap
masyarakat demokratis ialah bersama – sama mengembangkan kesepakatan tentang
yang bisa dinilai sebagai pembagian adil dalam situasi tertentu.
IV. JOHN RAWLS TENTANG KEADILAN DISTRIBUTIF
John Rawl dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat, tahun 1921.
Pendidikannya di bidang ekonomi dan filsafat. Seusai Perang Dunia II ia mengajar
sebagai profesor filsafat berturut – turut di Universitas Princeton, Universitas Cornell,
dan Massachussets Institute of Technology. Dari tahun 1962 ia mengajar di
Universitas Harvard. Sampai memasuki masa pensiunnya. Menurut Rawls, yang
termasuk nilai – nilai sosial primer adalah :
1. Kebebasan – kebebasan dasar, seperti kebebasan mengemukakan pendapat,
kebebasan hati nurani dan kebebasan berkumpul, integritas pribadi, dan
kebebasan politik;
2. Kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi;
3. Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan – jabatan dan posisi –
posisi penuh tanggung jawab;
4. Pendapat dan milik;
5. Dasar – dasar sosial dari harga – diri (self – respect )
Menurut Rawls, sambil berada dalam posisi asal kita dapat menyetujui prinsip –
prinsip keadilan sebagai berikut :
Prinsip pertama :
setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan – kebebasan
dasar yang paling luas yang dapat dicocokkan dengan kebebasan –
kebebasan yang sejenis untuk semua orang, dan
Prinsip kedua
:
ketidaksamaan sosial dan ekonomis diatur sedemikian rupa sehingga
a. Menguntungkan terutama orang – orang yang minimal beruntung,
dan serentak juga
b. Melekat pada jabatan – jabatan dan posisi – posisi yang terbuka
bagi semua orang dalam keadaan yang menjamin persamaan
peluang yang fair.
V. ROBERT NOZICK TENTANG KEADILAN DISTRIBUTIF
Walupun menjadi rekan sekerja sebagai professor filasafat di Universitas
Harvard juga, dalam pemikiran tentang keadilan Robert Nozick ( 1938 - ) bisa diliat
sebagai antipode Rawls. Yang terutama menjadi sasaran kritiknya adalah prinsip
perbedaan Rawls. Menurut Nozick, kita memiliki sesuatu yang adil, jika pemilikan itu
berasal dari keputusan bebas yang mempunyai landasan landasan hak.
Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadaan ditegakkan, jika diakui bakat –
bakat dan sifat – sifat pribadi beserta segala konsekuensinya ( seperti hasil kerja )
sebagai satu – satunya landasan hak ( entitlement ).
BAB 4
LIBERALISME dan SOSIALISME
SEBAGAI PERJUANGAN MORAL
I. TINJAUAN HISTORIS
1. John Locke dan milik pribadi
John locke (1632- 1704) seorang filsuf Inggris yang banyak mendalami
masalah – masalah sosial politik, secara umum diakui sebagai orang yang pertama
kali mendasarkan teori liberalisme tentang milik. Menurut locke manusia
mempunyai tiga “hak kodrat” ( natural right ) : “life, freedom, and property”.
2. Adam Smith dan pasar bebas
Adam Smith menjadi terkenal karena dengan gigih membela pasar bebas di
bidang ekonomi. Dalam hal ini memerangi apa yang disebutnya “merkantilisme”
yang menandai Inggris pada waktu itu peraturan dan regulasi berlebihan tentang
perdagangan pemerintah Inggris.
3. Marxisme dan kritiknya atas milik pribadi
Yang dimaksud dengan marxisme adalah pemikiran Karl Marx (1818 – 1882 )
bersama dengan teman seperjuangannya, Friedrich Engels ( 1820 – 1895 ).
Marxisme merupakan ajaran sosial – ekonomi – politik yang sangat kompleks dan
tidak mudah untuk disingkatkan tanpa mengorbankan cukup banyak unsur yang
sebenarnya hakiki juga.
II.
PERTENTANGAN dan PERDAMAIAN ANTARA LIBERALISME dan
SOSIALISME
1. Liberalisme
Inti pemikiran liberalisme adalah tekanannya pada kebebasan individual. Di
bidang politik, peranan negara harus seminimal mungkin supaya diberikan
kesempatan sebesar –besarnya kepada kebebasan para warga negara. Tugas pokok
Negara menurut liberalisme secara klasik dilukiskan sebagai nightwatch state,
“Negara jaga malam”, karena harus membatasi diri pada perlindungan dan
pengamanan para warganya.
2. Sosialime
Sosialisme berasal dari kata latin socius yang berarti “teman” atau “kawan”.
Sosialisme memandang manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai sesama yang
hidup bersama orang lain.
Download