Praktek “Dumping” Abstraksi - stia

advertisement
Praktek “Dumping”
Oleh Drs. Djoko Hanantijo, MM
(Dosen PNS dpk Fakultas Ekonomi
Universitas Surakarta)
Abstraksi
Dumping merupakan suatu bentuk diskriminasi harga. Untuk menangani masalah
dumping dibentuk Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang beranggotakan unsur
Kemenperindag, Kemenkeu dan Kementrian atau lembaga non-departemen terkait
lainnya. Praktek dumping dapat menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri
barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor
yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan
barang sejenis kalah bersaing.
Pendahuluan
Dalam ilmu ekonomi dumping merujuk pada segala jenis predatory pricing, namun
kata tersebut sekarang umumnya hanya digunakan dalam konteks hukum perdagangan
internasional. Dumping didefinisikan sebagai tindakan produsen di salah satu negara
pengekspor produk ke negara lain dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan
harga yang ada dipasar pengekspor pada produk yang sama.
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair karena bagi negara
pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri
barang sejenis dalam negeri. Dengan terjadinya banjir barang dari pengekspor yang
harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang
sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis
dalam negeri, yang diikuti oleh dampak ikutannya seperti pemutusan kerja masal,
penganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis didalam negeri. dengan kata lain
hakekat dumping sebagai praktek curang, bukan hanya karena dumping dipergunakan
untuk sebagai sarana untuk merebut pasaran di negara lain. tapi bahkan dapat mematikan
perusahaan domestik yang menghasilkan produk sejenis.
Bahkan dumpingpun dapat menimbulkan monopoli yang pada ujungnya merupakan
persaingan tidak sehat. Monopoli dan persaingan tidak sehat digambarkan sebagai “dua
sisi mata uang logam” yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena pada
umumnya monopoli dapat menyebabkan persaingan tidak sehat sebaliknya monopoli
merupakan akibat dari persaingan tidak sehat itu sendiri.
Persaingan sangat dimungkinakan dalam dunia usaha, mengingat bahwa kebutuhan
manusia yang relatif tidak terbatas, dengan alat pemuas kebutuhan yang sangat terbatas.
Dimana saja dan kapan saja para pengusaha dalam menghadapi persaingan selalu
berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap konsumen, meningkatkan
jumlah produk dan berusaha untuk merebut pasar serta konsumen yang pada akhirnya
merujuk pada suatu tindakan monopoli yang sudah pasti merupakan persaingan tidak
sehat.dan akibatnya adalah penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien.
Dumping dan persaingan tidak sehat merupakan tindakan para pelaku usaha dalam
persaingan di pasar. Untuk merebut pasar dan konsumen dalam jangka pendek, dumping
mengutungkan konsumen namun pada jangka panjang maka dumping akan merugikan
konsumen dan termasuk industri pesaing yang memiliki industri sejenis. Demikian juga
halnya dengan monopoli dan persaingat tidak sehat. Terjadinya dumping, monopoli dan
persaingan tidak sehat maka penggunaan sumber daya menjadi tidak efektif dan efisien,
sulitnya kompetitor baru masuk dalam persaingan menyebabkan terdistorsinya pasar,
kreatifitas dan inovasi sulit berkembang (stagnan), dan
yang sudah pasti yaitu
lambatnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara sebagai dampak negatif dari
dumping tersebut.
Pengertian Dumping
Dumping adalah pemberlakuan harga lebih rendah terhadap barang-barang ekspor
yang dijual kepada negara pengimpor, dibandingkan dengan harga normal yang
diberlakukan di pasaran domestik (negara pengekspor). Sedangkan barang dumping
adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai
normalnya di negara pengekspor.
Menurut kamus lengkap perdagangan internasional dumping adalah suatu
komoditi di suatu pasar di luar negri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang
wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah dari pada tingkat harga
pasar domestiknya atau atau di negara ketiga.
Perdagangan Internasional mendefinisikan dumping sebagai penjualan suatu
komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang
wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga
di pasar domestiknya atau di negara ketiga.
Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), dumping adalah
suatu bentuk diskriminasi harga, dimana misalnya seorang produsen menjual pada dua
pasar yang berbeda atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang
tertentu antara pasar-pasar tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda
antara kedua pasar tersebut.
Sedangkan menurut Kamus Hukum Ekonomi (Inggris-Indonesia), dumping
adalah praktik dagang yang dilakukan eksporir dengan menjual komoditi di pasaran
internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga
barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada
umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan
produsen pesaing di negara pengimpor.
Barang Dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor yang
lebih rendah dari Nilai Normalnya di negara pengekspor
Dasar Hukum
1. UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun
1996 tentang Bea Masuk
2. Peraturan Pemerintah no. 34 tahun 1996 tentang bea masuk anti dumping dan bea
masuk imbalan.
3. Keputsan Menetri Perindustrian dan Perdagangan no 430/mpp/9/1999 tentang
komite anti dumping indonesia dan tim operasional anti dumping.
4. Surat Edaran Dirjen Bea dan No. SE-19/BC/1007 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemungutan Bea Masuk Anti Dumping/Sementara.
Anti Dumping
1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No: 430/MPP/Kep/9/1999
tentang Komite Antidumping Indonesia dan Tim Operasional Antidumping
2. Surat Edaran Dirjen Bea dan No. SE-19/BC/1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemungutan Bea Masuk Anti Dumping/Sementara
Ketentuan Umum
a. Bea Masuk Anti Dumping
Bea Masuk Anti dumping dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan
kerugian bagi industri dalam negeri. Besarnya Bea Masuk Antidumping adalah
setinggi-tingginya sama dengan margin dumping yaitu selisih antara nilai normal
dengan harga ekspor dari barang dumping. Nilai normal adalah harga yang
sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis di pasar domestik negera
pengekspor untuk tujuan konsumsi.
b. Bea masuk Imbalan
Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang yang mengandung subsidi yang
menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri Besarnya Bea Masuk Imbalan
adalah setinggi-tingginya sama dengan subsidi neto.
Subsidi neto adalah selisih antara subsidi dengan :
1. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh subsidi, dan/atau
2. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti subsidi yang
diberikan kepada barang ekspor tersebut. Dalam hal importasi barang yang
bersangkutan dapat dikenakan Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan
secara bersamaan, maka harus dikenakan salah satu yang tertinggi.
Komite Anti Dumping
Untuk menangani masalah dumping dan imbalan, pemerintah dalam hal ini mentri
perindustrian dan perdagangan membentuk komite anti dumping (KADI) yang
beranggotakan unsur deperindag, depkeu dan depertemen atau lembaga non depertemen
terkait lainnya.
Komite tersebut bertugas :
1. Melakukan penyelidikan terhadap barang dumping dan barang yang mengandung
subsidi.
2. Mengupulkan, meneliti dan mengelola bukti dan informasi.
3. Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan
4. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh mentri perindustrian dan perdagangan
5. Membuat laporan pelaksanaan tugas.
6. Penjelasan Bea Masuk Anti dumping dikenakan terhadap barang dumping yang
menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. Besarnya Bea Masuk Anti
dumping adalah setinggi-tingginya sama dengan margin dumping yaitu selisih antara
nilai normal dengan harga ekspor dari barang dumping. Nilai normal adalah harga
yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis di pasar domestik
negera pengekspor untuk tujuan konsumsi.
Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuaran
pasar dan struktur pasar import, antara lain:
1. Market Expansion Dumping
Perusahaan pengeksport bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang
lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih
besar selama harga yang ditawarkan rendah.
2. Cyclical Dumping
Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah
atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan
kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.
3. State Trading Dumping
Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi
yang menonjol adalah akuisisi.
4. Strategic Dumping
Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan
di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan
cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang
sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir
independen cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi, maka memperoleh
keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing.
5. Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan
mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar
negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahanperusahaan yang memproduksi barang sejenis.
Dampak praktek dumping
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi
negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau
industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari
pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan
mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan
pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti
pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang
sejenis dalam negeri.
Kriteria dan Jenis Dumping
Menurut Pasal VI GATT 1994 bahwa kriterian dumping dapat dirinci sebagai berikut:
1. Penentuan Dumping (the Determination of Dumping).
Penentuan dumping yang diatur dalam Bab I menyatakan bahwa, suatu produk
dianggap sebagai dumping apabila dalam perdagangan antar negara, produk tersebut
dijual di bawah nilai normal yaitu (Sukarmi, 2002: 27):
a. Harga dari produk serupa (like product) di pasar dalam negeri negara pengekspor. Dalam hal ini harga pembanding (comparable price) harus dilakukan
berdasarkan perhitungan harga di luar pabrik (ex factory price) dari penjualan
dalam negeri dengan perhitungan ex factory price dari penjualan ekspor.
b. Bilamana tidak ada harga dalam negeri pengimpor yang dapat dibanding-kan di
negara pengekspor, maka harga normal adalah ex factory price yang berasal dari
perhitungan harga produk sejenis di negara tersebut yang diekspor ke negara
ketiga.
c. Ongkos produksi di negara asal di tambah biaya administrasi, biaya pemasaran,
dan keuntungan normal.
2. Menimbulkan Kerugian (injury) di dalam Negeri Negara Pengimpor
Penentuan Kerugian dalam Pasal VI GATT 1994 didasarkan pada bukti-bukti
positif dan melibatkan pengujian objektif mengenai (H.A.S. Natabaya, 1996: 24)
a. Volume produk impor harga dumping dan dampaknya terhadap harga-harga
pasar dalam negeri untuk produk sejenis dan
b. Dampak impor itu terhadap produsen dalam negeri yang menghasilkan produk
sejenis.
3. Adanya hubungan kausal (causal link).
Hubungan kausal antara praktik dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian
(injury) yang terjadi. Adanya praktik duping dalam Impor harus dibuktikan sebagai
penyebab terjadingan kerugian. Hubungan sebab akibat antara impor dumping
dengan kerugian industri dalam negeri negara pengimpor harus didasarkan pada
pengujian semua bukti adanya indikasi dumping.
Pengujian dampak produk impor dengan harga dumping pada industri dalam negeri
negara pengimpor akan mencakup penilaian terhadap semua faktor ekonomi seperti:
penurunan penjualan potensial dan aktual, laba, out put, pangsa pasar produktivitas,
pengembangan
investasi
atau
pemakaian
kapasitas;
faktor-faktor
yang
mempengaruhi harga dalam negeri, besarnya selisih dumping, pengaruh negatif
pada cashflow potensial dan aktual persediaan tenaga kerja, upah, pertumbuhan,
kemampuan meningkatkan modal atau investasi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dumping dapat diketegorikan menjadi tiga
kriteria/unsur sebagai berikut:
1. Produk dari suatu negara yang diperdagangkan oleh negara lain dijual dengan harga
yang lebih rendah harga normal (less than normal value) atau disebut dengan “less
than fair value” (LTFV).
2. Akibat dari diskriminasi harga tersebut yang menimbulkan kerugian material
terhadap industri telah berdiri atau menjadi halangan terhadap pendirian industri
dalam negeri.
3. Adanya hubungan kausal antara penjual barang impor yang LTFV dgn kerugian yang
diderita oleh negara pengimpor (Hub. 1 & 2).
Menurut Kindleberger dalam Natabaya, apabila dilihat dari segi dampak bagi konsumen
dan industri dalam negeri importer, ada dua jenis dumping yaitu (Natabaya, 1996: 9):
1.
Dumping yang bersifat perampasan (predatory dumping) yaitu apabila perusahan
melakukan diskriminasi dan menguntungkan pembeli untuk sementara waktu dengan
tujuan untuk menghilangkan saingan, setelah saingan tersingkir maka harga dinaikkan
kembali. Bentuk dumping ini merugikan produk industri dalam negeri negara
pengimpor.
2.
Persistent dumping adalah damping yang terjadi secara terus menerus. Bentuk
dumping ini pada dasarnya hanya akan menguntungkan konsumen negara importer,
karena persaingan tersebut hanya terjadi antara sesama produk impor.
Penutup
Dumping adalah suatu bentuk diskriminasi harga. Seperti yang dilakukan
seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda atau dengan harga-harga yang
berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara pasar-pasar tersebut dan terdapat
elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar tersebut. Untuk menangani
masalah dumping dan imbalan, pemerintah dalam hal ini Menteri Perindustrian dan
Perdagangan membentuk Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang beranggotakan
unsur Kemenperindag, Kemenkeu dan Kementrian atau lembaga non-depertemen terkait
lainnya.
5 tipe dumping menurut Robert Willig yaitu
1. Market Expansion Dumping
2. Cyclical Dumping
3. State Trading Dumping
4. Strategic Dumping
5. Predatory Dumping
Dampak dari praktek dumping dalah menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau
industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari
pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan
mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing.
DAFTAR PUSTAKA
Huala Adolf dan An-An Chandrawulan, 1994, “Masalah-Masalah Hukum dalam
Perdagangan Internasional”, Rajawali Prees, Manajemen, Jakarta.
John H Jackson and William J. Davey, “Legal Problems of Economics International”,
Cases, Materials and Tax (2nd Edition).
Johnny Ibrahim, 2007, “Hukum Persaingan Usaha : Filosofi, Teori dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia”, Bayumedia, Malang.
http://www.unram.ac.id/2011/04/16/regulasi-anti-dumping-sebagai-upaya-perlindunganterhadap-industri-dalam-negeri/
Yunisaf anwar dan Rusandi Endjo, 1996, seri himpunan peraturan Pabeanan, PT Bina
Pena Pariwara, Jakarta.
Warta bea cukai edisi 271,1997, hal 15
Undang-Undang GATT 1974
Berita Antara, 2007.”Mendag Minta Industri Lebih Proaktif Laporkan Kasus Dumping”
http://www.antara.co.id/arc/2007/3/28/mendag-minta-industri-lebih-proaktif-laporkankasus-dumping/
Chinadaily,
2006.
”Dumping-Anti-Dumping”
http://www.chinadaily.com.cn/bizchina/2006-10/09/content_704098.htm
Gayatri, A., dan Femita, A., 2008.”Tuduhan Praktek Dumping Yang Dilakukan Indonesia”
Universitas Padjajaran, Bandung.
Komite Anti Dumping Indonesia.”Dumping”.
Miljani, H., 2008.”Implementasi Kebijakan Anti Dumping dan Subsidi Serta Pengaruhnya
Terhadap Persaingan Usaha” Forum Studi Bisnis FH Universitas Airlangga,
Surabaya.
Suryana, D., 2006. “Harmonisasi Ketentuan Anti Dumping Ke Dalam Hukum Nasional
Indonesia”
Download