BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Pengertian tentang interaksi ini sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat seperti masalah dalam perbedaan status dan kelas seseorang. Di Indonesia, dapat dibahas mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yang berlangsung antar pelbagai suku bangsa atau antara golongan terpelajar dengan golongan agama. Interaksi sosial juga dikatakan sebagai proses sosial karena interaksi sosial merupakan syarat terjadinya aktivitas sosial. Dalam sebuah pertemuan, walaupun orang tidak saling berbicara, namun interaksi sosial tetap telah terjadi, karena masing- masing sadar akan adanya pihak lain yang meyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, suara berjalan, dan sebagainya yang membuat seseorang merasakan keberadaan dari seseorang tersebut. Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain: a. Faktor imitasi yang memiliki segi positif yaitu dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Dalam agama Sikh dikatakan bahwa seorang wanita haruslah selalu berambut panjang, ini menjadi faktor utama di berbagai negara bahwa seorang wanita Sikh akan berambut panjang karena merasa dengan Universitas Sumatera Utara berambut panjang bahwa ia telah mematuhi dan menjalankan kaidah yang berlaku sebagai seorang Sikh. b. Faktor sugesti yang berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya sendiri yang kemudian diterima oleh pihak lain. c. Faktor identifikasi yaitu kecenderungan ataupun keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Indentifikasi sifatnya mendalam daripada imitasi, karena pribadi seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. d. Faktor simpati yaitu proses dimana sesorang merasa tertarik pada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain, dan untuk bekerjasama dengannya (Soekanto.1982:54-58). 2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Menurut Soekanto (1982) bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu : a. Antar orang perorangan Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi. b. Antar orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya Universitas Sumatera Utara Misalnya apabila ada seorang Sikh yang merasakan bahwa ia melanggar norma yang berlawanan dengan kelompok Sikh lainnya seperti merokok dan lain sebagainya. c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya (Soekanto.1982:59). Dalam hal ini dapat dilihat kontak yang terjadi antara komunitas Sikh di suatu wilayah tertentu yang meyadari akan adanya keberadaan komunitas Sikh di wilayah lainnya, dan apabila mereka beribadah pada satu rumah ibadah yang sama, maka mereka sama-sama merasakan keberadaan masing-masing pihak. Dari kontak yang terjadi misalnya saja kontak mata, maka biasanya akan berlanjut ke senyuman dan saling bersalaman dan akhirnya akan menghasilkan sebuah interaksi seperti bertanya akan kabar masing-masing dan lain sebagainya. 2.2.1 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Bentuk-bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua yaitu proses asosiatif dan proses disasosiatif. 2.2.1.1 Proses Asosiatif Yaitu sebuah proses yang terjadi saling pengertian serta kerjasama secara timbal balik antar orang per orang atau dengan kelompok lainnya. Proses asosiatif ini terbagi yaitu : 1. Kerjasama (cooperation) yaitu usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses terjadinya kerjasama yaitu apabila diantara individu atau kelompok tersebut menyadari akan adanya kepentingan maupun ancaman yang Universitas Sumatera Utara sama sehingga menyebabkan mereka mau melakukan kerjasama di berbagai bidang. Beberapa bentuk kerjasama meliputi: a. Gotong royong dan kerja bakti, misalnya saja ketika ada perayaan hari besar keagamaan, maka warga Sikh beramai-ramai melakukan kerja bakti membersihkan gurdwara yang menjadi tempat ibadah. b. Bargaininng atau tawar menawar merupakan proses kerjasama dalam bentuk perjanjian pertukaran kepentingan, kekuasaan, barang-barang maupun jasa antara dua organisasi atau lebih yang terjadi di bidang politik, ekonomi, hukum, maupun militer. Hal ini dapat dilihat ketika seorang Sikh yang memiliki toko alat-alat olahraga yang mengambil barang dari toko alat olahraga Sikh lainnya ketika ia membutuhkan pesanan alat olahraga yang mungkin saja tidak ada di tempatnya. Hal ini dapat terjadi sebaliknya dan dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan lainnya. c. Co-optation yaitu proses kerjasama bagi individu maupun kelompok yang terlibat dalam sebuah organisasi dimana terjadi proses penerimaan unsur-unsur baru dalam pelaksanaan kepemimpinan untuk menciptakan stabilitas d. Koalisi atau coalition yaitu dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan tertentu yang kemudian melakukan kerjasama e. Patungan atau joint-venture yaitu kerjasama dalam melaksanakan proyek-proyek tertentu. Hal ini dapat dilihat misalnya saja ada seorang Sikh yang membutuhkan pertolongan dana, maka tidak Universitas Sumatera Utara jarang warga Sikh lainnya patungan dan membantu warga Sikh yang membutuhkan pertolongan tersebut. 2. Akomodasi merupakan suatu proses ke arah tercapainya persepakatan sementara yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah bersengketa. Selain itu akomodasi juga dikatakan sebagai suatu proses yang sedang berlangsung dimana akomodasi menampakkan suatu proses untuk meredakan pertentangan baik yang terjadi di antara individu, kelompok, maupun masyarakat. Bentuk-bentuk akomodasi yaitu : a. Coersion atau pemaksaan yaitu bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya paksaan maupun kekerasan fisik atau psikologis b. Compromise atau kompromi yaitu bentuk akomodasi yang dicapai karena masing-masing pihak yang terlibat dalam proses ini saling mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaian oleh pihak ketiga c. Meditation yaitu akomodasi yang dilakukan melalui penyelesaian oleh pihak ketiga yang netral d. Conciliation yaitu bentuk akomodasi dengan usaha mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang ingin berselisih e. Toleransi yaitu bentuk akomodasi secara tidak formal dan dikarenakan adanya pihak-pihak yang mencoba untuk menghindari diri dari pertikaian. Dalam hal ini, perbedaan-perbedaan yang ada ditutupi oleh kesepahaman dan kesatuan pikiran dan terkadang juga Universitas Sumatera Utara tindakan. Apabila toleransi telah berjalan, maka akan tercipta kerjasama dalam berbagai bidang. Dalam hal ini toleransi dalam masyarakat Sikh dapat dilihat dari pekerjaan yang digeluti masingmasing individu. Misalnya saja ketika ada seorang Sikh yang mengadakan acara pernikahan anaknya, maka ia akan mengundang warga Sikh lainnya dari berbagai kalangan. Ketika ada warga Sikh dari golongan kurang mampu yang memberikan amplop dengan nominal yang kecil, maka itu dapat ditolerir oleh warga Sikh yang mengadakan acara pernikahan tersebut. Selain itu, ketika seorang warga Sikh yang kurang mampu melaksanakan upacara pernikahan anaknya, namun tidak mampu membuat pesta yang meriah, maka semua warga Sikh lainnya selalu bertoleransi dengan tidak mempermasalahkan masalah tersebut dan tetap datang ke pesta pernikahan tersebut f. Stalemate yaitu pencapaian akomodasi dimana pihak-pihak yang bertikai dan mempunyai keinginan yang sama berhenti pada satu titik tertentu dan masing-masing dari mereka menahan diri g. Adjudication yaitu usaha akomodasi yang dilakukan mengalami jalan buntu sehingga penyelesaiannya menggunakan jalan pengadilan 3. Asimilasi merupakan proses pencampuran orang-orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda dimana mereka melepaskan ciri khas kebudayaannya dan berbaur dalam suatu kebudayaan yang sama dan berbeda dengan kebudayaan asli mereka. Asimilasi seperti ini biasanya Universitas Sumatera Utara akan ditandai dengan adanya pernikahan antara orang-orang yang tadinya memiliki kebudayaan yang berlainan, dan terkadang orangorang yang tersebut akan memakai dan memberi nama anaknya yang lebih cocok dan lebih terbiasa dengan nama masyarakat lainnya dimana tempat ia tinggal. Contoh nyatanya dapat dilihat dari pernikahan warga Sikh dengan warga pribumi dan kemudian memberi nama anaknya dengan nama yang tidak lagi menggunakan nama india dan terkadang malah menggunakan nama yang terkesan kebaratbaratan dan ada juga yang memberi nama anaknya dengan tidak mencantumkan kata Singh dan Kaur ketika mendaftarkan anaknya sekolah dan berbagai keperluan lainnya. Hal ini dikarenakan terjadinya asimilasi sehingga terjadi perubahan masyarakat Sikh mengikuti kebiasaan ditempat mereka tinggal. Dalam hal ini proses asimilasi ini dapat terjadi ketika warga dari kelompok yang berbeda teesebut telah bergaul secara intensif dan dalam jangka waktu yang relatif lama, dan masing-masing pihak melakukan penyesuaian terhadap masing-masing kebudayaannya. 2.2.1.2 Proses Disasosiatif Proses ini merupakan perlawanan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang ada pada suatu masyarakat. Bentuk-bentuk proses disasosiatif yaitu : 1. Persaingan yaitu proses sosial dimana individu atau kelompok berjuang dan bersaing untuk memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya terbatas. Persaingan dapat terjadi dalam berbagai bidang. Persaingan Universitas Sumatera Utara yang utama biasanya terjadi dalam hal ekonomi. Persaingan ekonomi ini terjadi karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen yang menghendaki barang ataupun jasa yang ditawarkan tersebut. Selain itu persaingan ekonomi juga dapat terjadi apabila terbatasnya jumlah konsumen yang akan membeli barang maupun menggunakan jasa yang diberikan oleh produsen. Contohnya saja ketika warga Sikh yang mayoritas bekerja sebagai penjual susu sapi, sebagai guru privat, maupun menjual alat-alat olahraga. Persaingan dalam hal ekonomi ini menjadi sangat berat ketika semakin banyaknya kursus bahasa Inggris dan guru privat yang bahkan dari kalangan mahasiswa yang biasanya memberikan harga yang lebih murah sehingga masyarakat lebih memilih ke tempat yang lebih murah. Ini juga terjadi pada penjual alat-alat olahraga dan penjual susu. Persaingan terjadi ketika seorang penjual susu yang menjual susu dengan harga yang sedikit lebih mahal, maka akan ada penjual susu lainnya yang malah menjual susu dengan harga yang sedikit di bawah walaupun hanya mendapat keuntungan yang sedikit, namun itu dilakukan agar mereka dapat mempertahankan kehidupan mereka dan keluarga mereka. 2. Controvertion yaitu proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan ataupun pertikaian. Kontroversi adalah proses sosial dimana terjadinya pertentangan pada tataran konsep dan wacana, sedangkan pertentangan atau pertikaian telah memasuki unsur-unsur kekerasan dalam proses sosialnya Universitas Sumatera Utara 3. Konflik adalah proses sosial dimana individu ataupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan seperti emosi, pola perilaku, dan prinsip,. Perbedaan ini dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan dimana pertikaian itu dapat menghasilkan ancaman dan kekerasan fisik. (Burhan.2006:58-63). Kepentingan-kepentingan yang berbeda pun akan menyebabkan terjadinya konflik. Namun di sisi lain, ada akibat positif yang ditimbulkan dengan adanya konflik, yaitu mempererat solidaritas dalam sebuah kelompok. Apabila terjadi pertentangan antar kelompok, maka solidaritas antar anggota pada masing-masing kelompok akan meningkat. Konflik dapat terjadi dalam skala yang lebih kecil misalnya antar orang perorang. Konflik bagi warga Sikh khususnya di Medan dapat diminimalisir dikarenakan adanya persamaan relijius yang mendasari bahwa mereka harus saling bekerjasama. Dalam hal ini, konflik dapat juga diminimalisir dalam hal ekonomi, misalnya saja ketika bisnis menjadi alat yang menjembatani pekerjaan sehingga menyebabkan terjadinya kerjasama antar warga Sikh yang satu dengan warga Sikh yang lainnya. Hal yang juga dapat ditekankan disini adalah jaringan sosial, dimana warga Sikh yang menjual alat-alat olahraga biasanya akan membeli alat-alat olahraga dari tempat dimana ia mengenal warga Sikh tersebut, namun ketika ditempat biasa ia tidak mendapatkan barang yang diinginkan, maka si pihak kedua tadi akan mengenalkan orang ketiga yang juga warga Sikh yang menjual alat olahraga teesebut sehingga terbentuk sebuah jaringan yang biasanya Universitas Sumatera Utara mengutamakan kepercayaan. Disini terjalin interaksi antar ketiga pihak tersebut. Jaringan ini biasa disebut sebagai jaringan kepentingan. Jaringan sosial ini lah yang biasanya menjadi penyatu dalam sebuah kelompok sehingga dapat meminimalisir konflik. Jaringan sosial terbentuk dalam masyarakat karena pada dasarnya manusia tidak dapat berhubungan dengan semua manusia yang ada karena hubungan selalu terbatas pada sejumlah orang tertentu saja. Dalam hal ini, masyarakat menjalin ikatan-ikatan sosial berdasarkan atas unsur kekerabatan, ketetanggaan maupun pertemanan. Ikatan-ikatan tersebut dapat berlangsung di antara mereka yang memiliki marga yang sama maupun dengan marga yang berbeda pula. Selain itu, ada juga jaringan yang terjalin antar orang-orang yang berada pada golongan kelas maupun marga yang sederajat. Jadi orang dari kelas yang tinggi akan lebih mau bekerjasama dengan orang dari kelas yang sepadan dengan dirinya dan biasanya akan membentuk jaringan sosial berdasarkan status ekonomi. 2.3 Sistem Kasta dan Pelapisan Sosial Sistem kasta terbentuk apabila suatu sistem pelapisan sosial seakan-akan terbeku. Walaupun sistem kasta umumnya kita hubungkan dengan agama Hindu (dan memang ada ahli-ahli yang menyatakan bahwa sistem kasta itu hanya ada di India ), namun menurut Koentjaraningrat (2005), ada pakar-pakar yang cenderung memberi batasan yang lebih luas pada paham kasta, yaitu sebagai sistem pelapisan sosial dengan ciri ciri sebagai berikut: a. Keanggotaan berdasarkan kelahiran Universitas Sumatera Utara b. Endogami kasta yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama c. Larangan pergaulan dengan warga dari kasta rendah yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama. Terutama larangan bergaul dengan anggota masyarakat yang dianggap hina inilah yang tampak mencolok dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India. Sistem kasta di India memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Dari dulu telah diketahui bahwa ada 4 macam kasta yang disebut sebagai varna. Brahmana yaitu kasta para pendeta, ksatria yaitu kasta para kaum bangsawan dan tentara, kasta vaisya adalah kasta para pedagang ,dan sudra adalah kasta rakyat jelata. Selain keempat kasta itu masih ada lagi orang orang Paria yang tidak berkasta dan dianggap najis dan tidak termasuk dalam varna. Dalam kehiudpan masyarakat di India, sistem kasta ini masih sangat dipegang teguh, dengan susunan kasta yang jauh lebih rumit jika dibandingkan dengan penuturan yang ada di buku-buku (Koentjaraningrat.2005:166). Masyarakat bukan saja suatu struktur sosial stabil, tetapi suatu struktur yang berkembang dan berubah terus menerus sebagai akibat dari kekuatan hukum masyarakat yang disebut proses sosial dan perubahan sosial baik dalam proses yang cepat maupun lambat. Laju proses sosial dan perubahan sosial itu sendiri tidak terlepas dari perubahan sosio kultural, bahkan justru karena dipengaruhi secara langsung oleh sosio budaya, teristimewa apabila kebudayaan asli bertemu dengan kebudayaan asing. Dari antar unsur-unsur kebudayaan yang ada, agama memainkan peranan dominan atas masyarakat baik itu agama asli maupun agama asing. Sebagaimana unsur kebudayaan nonreligius mempengaruhi dan mengubah Universitas Sumatera Utara masyarakat melalui lapisan-lapisan sosial, demikian pula agama sebagai unsur kebudayaan religius hanya dapat masuk meresap dalam masyarakat melalui lapisan-lapisan masyarakat. Walaupun agama Sikh lahir karena menginginkan adanya persamaan derajat antar semua manusia, namun kenyataannya budaya dari Hindu masih terbawa dalam masyarakat Sikh. Pemeluk agama Sikh digolongkan ke dalam kasta Ksatria yaitu kasta kaum bangsawan dan kaum pejuang. Masyarakat Sikh memang tidak membedakan individunya berdasarkan golongan kasta, namun membedakannya berdasarkan golongan marga sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Dalam hal ini, agama Hindu mempercayai sistem pemujaan terhadap patung yang dianggap sebagai dewa dan dewi mereka, sedangkan dalam agama Sikh hanya mengakui adanya satu Tuhan. Ajaran ini disebut sebagai monotheisme, yaitu anggapan yang berkeyakinan hanya ada satu Tuhan. Walaupun begitu, agama ini tetap menghormati tokoh-tokoh yang ada dalam agama Hindu seperti Rama, Khrisna, dan dewa-dewi lainnya yang tertulis dalam kitab suci granth Sahib. Ajaran akan adanya satu Tuhan tertuang dalam setiap doa dalam ajaran Sikh yang disebut Ek Onkar (Mohan. Majalah Raditya.2009:139). 2.4 Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial merupakan konsep yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat tanpa suatu usaha dan ada yang didapat karena usaha. Stratifikasi ini terbagi dua yaitu stratifikasi terbuka dan Universitas Sumatera Utara stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka, dapat terjadi mobilitas sosial. sedangkan pada stratifikasi tertutup tidak dapat terjadi mobilitas sosial. Dua kesimpulan penting berkenaan dengan hubungan antara agama dengan stratifikasi sosial diperoleh dari hasil penelitian Max Weber tentang agama-agama dunia: yang pertama terdapat dalam sejarah agama Kristen, Yahudi, Islam, Hindu, Buddha, Konfusianisme, dan Taoisme – suatu hubungan yang jelas dan dapat diamati diantara posisi sosial dengan kecenderungan menerima pandangan keagamaan yang berbeda. Yang kedua, ini bukanlah suatu penentuan yang tepat tentang pandangan keagamaan oleh stratifikasi sosial. Sebagai misal, kelas menengah rendah, yang dianggap Max Weber memainkan peranan strategis dalam sejarah agama Kristen, melihatkan suatu kecenderungan yang pasti ke arah congregational religion, ke arah agama keselamatan, dan akhirnya ke arah agama etika rasional. Ini berbeda sekali dengan kecenderungan keagamaan kaum petani. Tetapi Max Weber menjelaskan hal ini jauh dari setiap determinisme yang serupa. Dia menegaskan bahwa dalam kelas menengah rendah, dan khususnya di kalangan pengrajin, terdapat perbedaan besar yang saling berdampingan, dan bahwa para pengrajin ini memperlihatkan suatu diversifikasi yang sangat nyata. Kita akan memperoleh pandangan yang lebih konkrit tentang apa yang terdapat dalam hubungan agama dengan stratifikasi sosial jika kita memperhatikan apa yang harus dikatakan Max Weber tentang agama dari berbagai kelas yang diamatinya. Menurut Max Weber, semakin tinggi posisi privilese kelas seseorang maka semakin kurang kemungkinan mereka untuk mengembangkan agama keduniawian lainnya (Thomas F. Odea.1985:110). Universitas Sumatera Utara Berdasarkan status yang dimiliki dalam masyarakat maka sistem pelapisan kasta merupakan status yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Status ini berkaitan dengan kelas sosial seseorang seperti anak seorang Sikh yang lahir di keluarga dengan marga yang berada di golongan “Jatt” maka akan mendapatkan status yang tinggi dalam masyarakat Sikh. Dalam artian ini seseorang hanya dapat menjadi anggota suatu golongan melalui kelahiran, ia hanya dapat menikah dengan orang dari golongan yang sama. Bagi orang yang menjadi golongan atau kasta yang rendah akan cenderung menerima kedudukanya lebih rendah di masyarakat. Perbedaan status juga dapat tercermin dari cara menyapa, cara berbahasa dan cara bergaya dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto (1982), semua manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan kelompokkelompok sosial, hal ini tidak demikian. Pembedaan atas lapisan lapisan ini merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari sistem sosial setiap masyarakat. Mengenai sumber dasar dari terbentuknya stratifikasi dalam masyarakat adalah suku bangsa (etnis) dan unsur sosial. Stratifikasi yang terbentuk bersumber dari etnis apabila ada dua atau lebih grup etnis, dimana grup etnis yang satu menguasai etnis yang lainnya dalam waktu yang relatif lama. Sedangkan stratifikasi yang terbentuk dari sumber sosial karena adanya tuntuntan masyarakat terhadap faktor-faktor sosial tertentu. Faktor-faktor itu merupakan ukuran yang biasanya ditetapkan masyarakat berdasarkan sistem nilai yang dipandang berharga. Faktor sosial yang berharga itu kemudian dimasukkan pada level tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya daya guna yang dibutuhkan masyarakat pada umumnya. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa ciri umum tentang faktor-faktor yang menentukan adanya stratifikasi sosial menurut Abdulsyani (2007), yaitu antara lain : 1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran: artinya strata dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang di dalam masyarakat itu 2. Status atas dasar fungsi dalm pekerjaan; misalnya sebagai dokter, dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya; semua ini sangat menentukan status seseorang dalam masyarakat 3. Kesalahan seseorang dalam beragama; jika seseorang sungguhsungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat 4. Status dasar keturunan artinya keturunan dari orang yang dianggap terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang memiliki status tinggi dalam masyarakat 5. Latar belakang rasial dan lamanya seseorang atau sekelompok orang tinggal pada suatu tempat; pada umumnya seseorang sebagai pendirian seseuatu kampung atau pergaulan tertentu biasanya dianggap masyarakat sebagai orang yang berstatus tinggi, terhormat, dan disegani 6. Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang; pada umumnya seseorang yang lebih tua umurnya lebih dihormati dan dipandang tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga dengan jenis kelamin; laki laki pada umumnya dianggap lebih tinggi statusnya dalam keluarga dan di dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara Dari beberapa ciri diatas terkadang berproses di dalam berbagai kondisi sosial masyarakat misalnya perbedaan ciri biologis, etnis, ataupun ras, dan apabila diantaranya terdapat kelompok yang mampu menguasai yang lainnya, dapat terjadi perbedaan status yang mengarah pada stratifikasi sosial. Bisa juga tumbuhnya stratifikasi bermula dari kondisi kelangkaan alokasi hak dan kesempatan, ataupun perbedaan posisi, kekuasaan dalam waktu yang sama, kesemuanya itu dapat mengakibatkan terbentuknya stratifikasi sosial. (Abdulsyani.2007: 85-86). Berdasarkan stratifikasi yang ada, dalam masyarakat Sikh dikenal adanya tingkatan golongan berdasarkan marga yang didasarkan pada jenis pekerjaan masyarakat Sikh terdahulu yang ada di India, yaitu : a. Jatt yaitu golongan pekerja dalam bidang pertanian, biasa dianggap sebagai tuan tanah b. Ramgharia yaitu golongan pekerja dalam bidang perdagangan atau biasa disebut dengan pedagang c. Tarkhan yaitu golongan pekerja dalam bidang perkayuan atau disebut sebagai tukang kayu d. Nai yaitu golongan pekerja yang disebut sebagai tukang pangkas atau tukang cukur e. Mere yaitu golongan pekerja yang dikenal sebagai tukang cuci f. Mejhbi yaitu golongan pekerja yang biasa membersihkan rumah, mengangkat kotoran sapi, dan mengangkat air ataupun bertugas menimba air, dan sebagainya. (Kirpal.2007) Universitas Sumatera Utara Dari masyarakat yang ada di Indonesia khususnya Medan, golongan terbanyak adalah Jatt yaitu golongan marga tertinggi dalam masyarakat Sikh, lalu diikuti oleh Mere dan golongan Nai. Golongan diatas, hanya didasarkan pada jenis pekerjaan, namun itu tidak menjadi patokan pada golongan tersebut untuk bekerja di bidang yang telah dituliskan tersebut. Jadi belum tentu masyarakat golongan Mere dan Nai yang bekerja sesuai pekerjaan diatas, karena ada juga Nai dan Mere yang bekerja sebagai dokter, serta guru privat. Ini terjadi karena proses perubahan masyarakat ke arah yang lebih modern. 2.5 Nilai Kesetaraan dalam agama Sikh dan Implementasinya Pada masyarakat Sikh juga terdapat nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat Sikh sehari-hari. Nilai-nilai ini telah ada sejak nabi pertama memperkenalkan agama Sikh. Ketika perbedaan kelas yang sangat kaku dan ketika ikatan sistem kasta di India telah ketat dibagi oleh orang-orang khususnya masyarakat beragama Hindu, Guru Nanak sebagai nabi pertama dalam agama Sikh mengajarkan kesetaraan dan persaudaraan. Pada masa Guru Nanak, sikap dan penghargaan terhadap ajaran agama yang lain telah dimulai. Bahkan guru nanak mempunyai 2 sahabat yang sangat dekat yaitu Bhai Bala seorang Hindu dan Bhai Mardhana seorang Muslim selama misinya bagi persatuan universal. Dalam kitab suci Sri Guru Granth Sahib terdapat Hymne dari Kabir seorang Muslim dan Ravidas dari Hindu. Farid Sadhana, Namdev dan Dhana semuanya diterima baik dalam pengakuan Sikhisme tanpa memandang kasta, kelas, warna kulit, ras dan jenis kelamin, semua diperlakukan sama. Guru Nanak sebagai nabi pertama berkotbah kepada seluruh manusia dari segala macam ras dengan visi dari perbuatan kasih terhadap sesama. Dia Universitas Sumatera Utara mengkhotbahkan agama kasih, pelayanan dan pengorbanan. Kesetaraan penuh bagi semua manusia dinyatakan oleh nabi Sikh sebagai prinsip moral yang mendasar untuk mengatur hubungan sosial dan komunikasi. Menurut Tommy Santokh Singh dalam buku Qasim (2005), pada masa guru keempat, Guru Ram Das, nilai-nilai toleransi terhadap kepercayaan dan agama lain telah terlihat dalam perjalanan sejarah Sikh. Guru ram Das yang terkenal karena pada masa hidupnya membangun Gurdwara Harmandir Sahib yang terkenal dengan Kuil Emas di Amritsar, kota suci umat Sikh. Guru Ram Das pada saat itu telah meminta sahabatnya Mia Mir, seorang penganut agama Islam, untuk meletakkan batu pertama pembangunan Kuil Emas yang penyelesaiannya memakan waktu 12 tahun. Dalam agama Sikh tidak ada kelas-kelas pendeta maupun hierarki agama. Setiap pria maupun wanita dibenarkan mengambil bagian dalam setiap upacara agama ataupun menjadi pemimpin upacara tersebut. Gurdwara merupakan rumah ibadah bagi umat Sikh yang dilengkapi dengan aula dapur umum yang disebut dengan Guru ka Langgar yang menyiapkan makanan vegetarian bagi setiap orang yang hadir tanpa memandang kedudukan sosial, kasta, jenis kelamin, pangkat maupun agamanya (Tommy dalam Qasim.2005:38). Guru Nanak dan para nabi Sikh lainnya mengatakan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara orang-orang dari kasta yang berbeda dalam hal konstitusi fisik. Dalam sebuah diskusi polemik dengan Brahmana, Kabir berkata: “Bagaimana Anda seorang Brahmana, dan saya kasta rendah? Apakah saya memiliki darah dalam pembuluh saya dan Anda memiliki susu?” (Gauri Kabir p-324). Universitas Sumatera Utara Ini menunjukkan bahwa terdapat argumen atau klaim oleh orang-orang yang berada pada kasta tinggi yang menyatakan bahwa ada perbedaan fisik antara manusia dari kasta yang berbeda. Guru Nanak menunjukkan bahwa hukum alam tidak bereaksi berbeda terhadap manusia yang berada pada kasta yang lebih tinggi. Karena alam tidak menciptakan diskriminasi dalam mendukung manusia dari kasta yang lebih tinggi dengan mengakui keunggulan dalam cara apapun, jadi mitos superioritas kasta jelas dilihat sebagai buatan manusia. Guru Nanak sangat meyakini bahwa kasta sebagai anomali sosial dan kejahatan ketika ia mengatakan: “Setiap orang mengatakan bahwa ada empat kasta, tetapi mengatakan nama Tuhan bagi semua; yang sama adalah tanah liat. Ada lima elemen yang membentuk bentuk tubuh, dan siapa yang bisa mengatakan siapa yang memiliki kurang dari atau lebih?”(Rag Bhairon Mohalla 3, p-1128) Guru Nanak membantah bahwa kasta itu lazim dari awal. Dalam keadaan primordial : “Tidak ada manusia dari kasta atau kelahiran dapat dilihat..... Tidak ada perbedaan warna atau Brahman atau Khasatriya ......” (Maru Mohalla 1, p1035-1036). Klaim bahwa orang-orang dari kasta yang berbeda telah memancar dari bagian yang berbeda dari manusia purba juga ditolak oleh Guru Nanak. Guru Nanak mengatakan bahwa dalam kasta tidak asa pertimbangan kesadaran spiritual, dan bahwa individu yang berasal dari kasta yang rendah tidak perlu menunggu untuk dilahirkan kembali di kelas atau kasta yang berikutnya yang lebih tinggi agar dapat mencapai pembebasan. Menurut Guru Nanak, siapa saja Universitas Sumatera Utara yang merenungkan Tuhan, tanpa mengingat kasta, maka ia akan diberkati oleh Tuhan. Sedangkan nabi kesepuluh, Guru Gobind Singh, menyatakan sebuah kasta itu tabu dalam Khalsa. Dalam Akal Ustat, ia menyatakan, "tidak ada pertimbangan keanggotaan kasta atau varna. " Dia juga menulis, "Jangan mengadopsi kebiasaan kepercayaan apa pun, tetapi mereka harus menabur benih-benih cinta yang murni dari Tuhan." (Vachitar Natak, chapt.6 ayat 34). Ini menunjukkan, kesamaan fundamental dari semua orang dipastikan dengan tiket masuk gratis dan sukarela dalam urutan Khalsa (Sikh). Dalam hal ini, kekayaan juga menjadi penentu utama dari kelas sosial terhadap kelahiran dalam kasus sistem kasta. Dalam Sikhisme, hubungan antara kelas berdasarkan sumber-sumber ekonomi disediakan dalam hal kesetaraan. Guru Nanak menolak gagasan superioritas kelas ekonomi yang lebih baik ditempatkan atas orang lain. Guru Nanak mengatakan : “Orang yang mengenal Tuhan akan melihat semua orang sebagai sama, sebagai angin yang berhembus secara teratur dan seperti raja.” (Gauri Sukhmani Mohalla 5, 8-1, p-272). Jadi dalam Sikhisme kelas yang lebih tinggi tidak diatur oleh kode etik yang terpisah, tetapi semua orang, kaya atau miskin, berhak atas penilaian sama nilai dan kesetaraan sosial. Karena kematian adalah menyamaratakan itu, Guru Nanak menyoroti gagasan ini: “Seseorang tidak hidup selamanya di dunia. Baik raja maupun pengemis, semuanya akan datang dan pergi.” (Ramkali Mohalla 1, 11, p-931) Universitas Sumatera Utara Kebutuhan pengakuan martabat manusia, terlepas dari kelas ekonomi, juga ditekankan dalam anekdot dari biografi Guru Nanak dimana disebutkan kisah Bhai Lalo dan Malik Bhago. Dalam insiden ini Guru Nanak menolak makan malam yang agak mewah bagi Malik Bhago sedangkan memberikan roti gandum biasa pada Bhai Lalo. Pesan yang dapat diambil bahwa kaum miskin tidak seharusnya diperlakukan sebagai rendah, semua harus diperlakukan sebagai sama terlepas dari sumber daya material mereka (Sikh Missionary Center.1990:275278). Guru Gobind Singh sebagai nabi terakhir melarang setiap umat-Nya untuk merokok, meminum minuman keras, memotong rambut serta melakukan hubungan pernikahan di luar nikah. Ini memang menjadi nilai utama dalam ajaran agama Sikh. Selain itu, Guru Gobind Singh sebagai guru terkahir juga melarang akan adanya perbedaan manusia berdasarkan kasta maupun tingkatan ekonominya. Namun, hal-hal yang berlangsung dewasa ini tidaklah sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh para nabi Sikh karena banyak umat Sikh yang melanggar nilai-nilai tersebut. Dalam agama Sikh dilarang adanya pemotongan rambut baik oleh laki-laki maupun perempuan. Namun seiring perkembangan zaman, hal tersebut sudah tidak berlaku lagi karena banyak masyarakat Sikh yang telah mengikuti gaya hidup modern sehingga memangkas rambutnya dan tidak jarang para lelaki Sikh akan berpenampilan botak, sedangkan para perempuan akan memangkas rambutnya sependek mungkin. Selain itu mengenai perihal merokok dan minum minuman keras, banyak dari masyarakat Sikh yang sekarang merokok dan tidak jarang juga ditemukan Universitas Sumatera Utara masyarakat Sikh yang meminum minuman keras. Terkadang minuman keras ini juga menjadi salah satu minuman yang dihidangkan pada resepsi pernikahan. Padahal menurut agama, ini jelas dilarang. Pemuda-pemuda Sikh yang merokok biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan apabila hal ini diketahui oleh masyarakat Sikh lainnya, maka hal ini biasanya akan diperbincangkan, dan keluarga si pemuda juga akan mendapat malu. Selain itu, para orangtua dari wanita juga akan berpikir beberapa kali untuk memberikan anak perempuannya dengan pemuda yang merokok karena tidak mau dicemooh oleh masyarakat Sikh lainnya apabila anak perempuannya menikah dengan pemuda yang dianggap melanggar ajaran agama Sikh. Mengenai perihal perbedaan kelas, para nabi dalam agama Sikh telah menjelaskan bahwa semua manusia itu dilahirkan oleh satu Tuhan sehingga tidak ada perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Namun ini tidak terjadi dalam kehidupan nyata karena pengaruh dari budaya Hindu menyebabkan masyarakat Sikh membagi individu nya berdasarkan golongan marga, dimana terdapat sekitar 3000 marga yang berbeda, dan ini terbagi lagi ke dalam urutan berdasarkan golongan. Sistem pernikahan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Sikh juga masih didasarkan atas persamaan golongan marga. Apabila orang dari marga golongan tinggi menikah dengan golongan rendah, maka akan mendapat gunjingan dan cemooh dari masyarakat Sikh lainnya. Selain itu, ada juga masyarakat Sikh yang menikah dengan suku maupun agama lain. Hal ini juga akan dicemooh, namun ketika individu dari non Sikh itu mau menjadi Sikh, maka cemooh yang didapat tidaklah sebesar ketika individu Sikh tersebut yang pindah agama. Perbincangan akan adanya pernikahan beda agama ini tidak hanya Universitas Sumatera Utara berlangsung selama beberapa saat, namun bisa berlangsung hingga beberapa generasi ke depan. Jadi ketika seorang Sikh menikah dengan non Sikh dan meninggalkan agama Sikh, maka ia akan mendapat pengucilan dan tidak jarang dicampakkan dari lingkungan keluarga dan kerabatnya. Universitas Sumatera Utara