BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial Interaksi sosial

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena
tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Pengertian
tentang interaksi ini sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari
berbagai masalah masyarakat seperti masalah dalam perbedaan status dan kelas
seseorang. Di Indonesia, dapat dibahas mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial
yang berlangsung antar pelbagai suku bangsa atau antara golongan terpelajar
dengan golongan agama. Interaksi sosial juga dikatakan sebagai proses sosial
karena interaksi sosial merupakan syarat terjadinya aktivitas sosial. Dalam sebuah
pertemuan, walaupun orang tidak saling berbicara, namun interaksi sosial tetap
telah terjadi, karena masing- masing sadar akan adanya pihak lain yang
meyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang
yang bersangkutan, yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi,
suara berjalan, dan sebagainya yang membuat seseorang merasakan keberadaan
dari seseorang tersebut.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor,
antara lain:
a. Faktor imitasi yang memiliki segi positif yaitu dapat mendorong
seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
Dalam agama Sikh dikatakan bahwa seorang wanita haruslah selalu
berambut panjang, ini menjadi faktor utama di berbagai negara bahwa
seorang wanita Sikh akan berambut panjang karena merasa dengan
Universitas Sumatera Utara
berambut panjang bahwa ia telah mematuhi dan menjalankan kaidah
yang berlaku sebagai seorang Sikh.
b. Faktor sugesti yang berlangsung apabila seseorang memberi suatu
pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya sendiri yang
kemudian diterima oleh pihak lain.
c. Faktor identifikasi yaitu kecenderungan ataupun keinginan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Indentifikasi
sifatnya mendalam daripada imitasi, karena pribadi seseorang dapat
terbentuk atas dasar proses ini.
d. Faktor simpati yaitu proses dimana sesorang merasa tertarik pada
pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan penting,
walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk
memahami
pihak
lain,
dan
untuk
bekerjasama
dengannya
(Soekanto.1982:54-58).
2.2
Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Soekanto (1982) bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam
tiga bentuk, yaitu :
a. Antar orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan
kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui
sosialisasi.
b. Antar orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau
sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
Misalnya apabila ada seorang Sikh yang merasakan bahwa ia
melanggar norma yang berlawanan dengan kelompok Sikh lainnya
seperti merokok dan lain sebagainya.
c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya
(Soekanto.1982:59). Dalam hal ini dapat dilihat kontak yang terjadi
antara komunitas Sikh di suatu wilayah tertentu yang meyadari akan
adanya keberadaan komunitas Sikh di wilayah lainnya, dan apabila
mereka beribadah pada satu rumah ibadah yang sama, maka mereka
sama-sama merasakan keberadaan masing-masing pihak. Dari kontak
yang terjadi misalnya saja kontak mata, maka biasanya akan berlanjut
ke senyuman dan saling bersalaman dan akhirnya akan menghasilkan
sebuah interaksi seperti bertanya akan kabar masing-masing dan lain
sebagainya.
2.2.1 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua yaitu proses asosiatif
dan proses disasosiatif.
2.2.1.1 Proses Asosiatif
Yaitu sebuah proses yang terjadi saling pengertian serta kerjasama secara
timbal balik antar orang per orang atau dengan kelompok lainnya. Proses asosiatif
ini terbagi yaitu :
1. Kerjasama (cooperation) yaitu usaha bersama antar individu atau
kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses
terjadinya kerjasama yaitu apabila diantara individu atau kelompok
tersebut menyadari akan adanya kepentingan maupun ancaman yang
Universitas Sumatera Utara
sama sehingga menyebabkan mereka mau melakukan kerjasama di
berbagai bidang. Beberapa bentuk kerjasama meliputi:
a. Gotong royong dan kerja bakti, misalnya saja ketika ada perayaan
hari besar keagamaan, maka warga Sikh beramai-ramai melakukan
kerja bakti membersihkan gurdwara yang menjadi tempat ibadah.
b. Bargaininng atau tawar menawar merupakan proses kerjasama
dalam bentuk perjanjian pertukaran kepentingan, kekuasaan,
barang-barang maupun jasa antara dua organisasi atau lebih yang
terjadi di bidang politik, ekonomi, hukum, maupun militer. Hal ini
dapat dilihat ketika seorang Sikh yang memiliki toko alat-alat
olahraga yang mengambil barang dari toko alat olahraga Sikh
lainnya ketika ia membutuhkan pesanan alat olahraga yang
mungkin saja tidak ada di tempatnya. Hal ini dapat terjadi
sebaliknya dan dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan
lainnya.
c. Co-optation yaitu proses kerjasama bagi individu maupun
kelompok yang terlibat dalam sebuah organisasi dimana terjadi
proses
penerimaan
unsur-unsur
baru
dalam
pelaksanaan
kepemimpinan untuk menciptakan stabilitas
d. Koalisi atau coalition yaitu dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan tertentu yang kemudian melakukan kerjasama
e. Patungan atau joint-venture yaitu kerjasama dalam melaksanakan
proyek-proyek tertentu. Hal ini dapat dilihat misalnya saja ada
seorang Sikh yang membutuhkan pertolongan dana, maka tidak
Universitas Sumatera Utara
jarang warga Sikh lainnya patungan dan membantu warga Sikh
yang membutuhkan pertolongan tersebut.
2. Akomodasi merupakan suatu proses ke arah tercapainya persepakatan
sementara yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah
bersengketa. Selain itu akomodasi juga dikatakan sebagai suatu proses
yang sedang berlangsung dimana akomodasi menampakkan suatu
proses untuk meredakan pertentangan baik yang terjadi di antara
individu, kelompok, maupun masyarakat. Bentuk-bentuk akomodasi
yaitu :
a. Coersion atau pemaksaan yaitu bentuk akomodasi yang terjadi
karena adanya paksaan maupun kekerasan fisik atau psikologis
b. Compromise atau kompromi yaitu bentuk akomodasi yang dicapai
karena masing-masing pihak yang terlibat dalam proses ini saling
mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaian oleh pihak
ketiga
c. Meditation yaitu akomodasi yang dilakukan melalui penyelesaian
oleh pihak ketiga yang netral
d. Conciliation
yaitu
bentuk
akomodasi
dengan
usaha
mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang ingin
berselisih
e. Toleransi yaitu bentuk akomodasi secara tidak formal dan
dikarenakan adanya pihak-pihak yang mencoba untuk menghindari
diri dari pertikaian. Dalam hal ini, perbedaan-perbedaan yang ada
ditutupi oleh kesepahaman dan kesatuan pikiran dan terkadang juga
Universitas Sumatera Utara
tindakan. Apabila toleransi telah berjalan, maka akan tercipta
kerjasama dalam berbagai bidang. Dalam hal ini toleransi dalam
masyarakat Sikh dapat dilihat dari pekerjaan yang digeluti masingmasing individu. Misalnya saja ketika ada seorang Sikh yang
mengadakan acara pernikahan anaknya, maka ia akan mengundang
warga Sikh lainnya dari berbagai kalangan. Ketika ada warga Sikh
dari golongan kurang mampu yang memberikan amplop dengan
nominal yang kecil, maka itu dapat ditolerir oleh warga Sikh yang
mengadakan acara pernikahan tersebut. Selain itu, ketika seorang
warga Sikh yang kurang mampu melaksanakan upacara pernikahan
anaknya, namun tidak mampu membuat pesta yang meriah, maka
semua warga Sikh lainnya selalu bertoleransi dengan tidak
mempermasalahkan masalah tersebut dan tetap datang ke pesta
pernikahan tersebut
f. Stalemate yaitu pencapaian akomodasi dimana pihak-pihak yang
bertikai dan mempunyai keinginan yang sama berhenti pada satu
titik tertentu dan masing-masing dari mereka menahan diri
g. Adjudication yaitu usaha akomodasi yang dilakukan mengalami
jalan
buntu
sehingga
penyelesaiannya
menggunakan
jalan
pengadilan
3. Asimilasi merupakan proses pencampuran orang-orang yang berasal
dari kebudayaan yang berbeda dimana mereka melepaskan ciri khas
kebudayaannya dan berbaur dalam suatu kebudayaan yang sama dan
berbeda dengan kebudayaan asli mereka. Asimilasi seperti ini biasanya
Universitas Sumatera Utara
akan ditandai dengan adanya pernikahan antara orang-orang yang
tadinya memiliki kebudayaan yang berlainan, dan terkadang orangorang yang tersebut akan memakai dan memberi nama anaknya yang
lebih cocok dan lebih terbiasa dengan nama masyarakat lainnya
dimana tempat ia tinggal. Contoh nyatanya dapat dilihat dari
pernikahan warga Sikh dengan warga pribumi dan kemudian memberi
nama anaknya dengan nama yang tidak lagi menggunakan nama india
dan terkadang malah menggunakan nama yang terkesan kebaratbaratan dan ada juga yang memberi nama anaknya dengan tidak
mencantumkan kata Singh dan Kaur ketika mendaftarkan anaknya
sekolah dan berbagai keperluan lainnya. Hal ini dikarenakan terjadinya
asimilasi sehingga terjadi perubahan masyarakat Sikh mengikuti
kebiasaan ditempat mereka tinggal. Dalam hal ini proses asimilasi ini
dapat terjadi ketika warga dari kelompok yang berbeda teesebut telah
bergaul secara intensif dan dalam jangka waktu yang relatif lama, dan
masing-masing pihak melakukan penyesuaian terhadap masing-masing
kebudayaannya.
2.2.1.2 Proses Disasosiatif
Proses ini merupakan perlawanan yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok yang ada pada suatu masyarakat. Bentuk-bentuk proses disasosiatif
yaitu :
1. Persaingan yaitu proses sosial dimana individu atau kelompok berjuang
dan bersaing untuk memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya
terbatas. Persaingan dapat terjadi dalam berbagai bidang. Persaingan
Universitas Sumatera Utara
yang utama biasanya terjadi dalam hal ekonomi. Persaingan ekonomi
ini terjadi karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan
jumlah konsumen yang menghendaki barang ataupun jasa yang
ditawarkan tersebut. Selain itu persaingan ekonomi juga dapat terjadi
apabila terbatasnya jumlah konsumen yang akan membeli barang
maupun menggunakan jasa yang diberikan oleh produsen. Contohnya
saja ketika warga Sikh yang mayoritas bekerja sebagai penjual susu
sapi, sebagai guru privat, maupun menjual alat-alat olahraga.
Persaingan dalam hal ekonomi ini menjadi sangat berat ketika semakin
banyaknya kursus bahasa Inggris dan guru privat yang bahkan dari
kalangan mahasiswa yang biasanya memberikan harga yang lebih
murah sehingga masyarakat lebih memilih ke tempat yang lebih murah.
Ini juga terjadi pada penjual alat-alat olahraga dan penjual susu.
Persaingan terjadi ketika seorang penjual susu yang menjual susu
dengan harga yang sedikit lebih mahal, maka akan ada penjual susu
lainnya yang malah menjual susu dengan harga yang sedikit di bawah
walaupun hanya mendapat keuntungan yang sedikit, namun itu
dilakukan agar mereka dapat mempertahankan kehidupan mereka dan
keluarga mereka.
2. Controvertion yaitu proses sosial yang berada antara persaingan dan
pertentangan ataupun pertikaian. Kontroversi adalah proses sosial
dimana terjadinya pertentangan pada tataran konsep dan wacana,
sedangkan pertentangan atau pertikaian telah memasuki unsur-unsur
kekerasan dalam proses sosialnya
Universitas Sumatera Utara
3. Konflik adalah proses sosial dimana individu ataupun kelompok
menyadari adanya perbedaan-perbedaan seperti emosi, pola perilaku,
dan prinsip,. Perbedaan ini dapat mempertajam perbedaan yang ada
hingga menjadi suatu pertentangan dimana pertikaian itu dapat
menghasilkan ancaman dan kekerasan fisik. (Burhan.2006:58-63).
Kepentingan-kepentingan yang berbeda pun akan menyebabkan
terjadinya konflik. Namun di sisi lain, ada akibat positif yang
ditimbulkan dengan adanya konflik, yaitu mempererat solidaritas dalam
sebuah kelompok. Apabila terjadi pertentangan antar kelompok, maka
solidaritas antar anggota pada masing-masing kelompok akan
meningkat. Konflik dapat terjadi dalam skala yang lebih kecil misalnya
antar orang perorang. Konflik bagi warga Sikh khususnya di Medan
dapat diminimalisir dikarenakan adanya persamaan relijius yang
mendasari bahwa mereka harus saling bekerjasama. Dalam hal ini,
konflik dapat juga diminimalisir dalam hal ekonomi, misalnya saja
ketika bisnis menjadi alat yang menjembatani pekerjaan sehingga
menyebabkan terjadinya kerjasama antar warga Sikh yang satu dengan
warga Sikh yang lainnya. Hal yang juga dapat ditekankan disini adalah
jaringan sosial, dimana warga Sikh yang menjual alat-alat olahraga
biasanya akan membeli alat-alat olahraga dari tempat dimana ia
mengenal warga Sikh tersebut, namun ketika ditempat biasa ia tidak
mendapatkan barang yang diinginkan, maka si pihak kedua tadi akan
mengenalkan orang ketiga yang juga warga Sikh yang menjual alat
olahraga teesebut sehingga terbentuk sebuah jaringan yang biasanya
Universitas Sumatera Utara
mengutamakan kepercayaan. Disini terjalin interaksi antar ketiga pihak
tersebut. Jaringan ini biasa disebut sebagai jaringan kepentingan.
Jaringan sosial ini lah yang biasanya menjadi penyatu dalam sebuah
kelompok sehingga dapat meminimalisir konflik. Jaringan sosial
terbentuk dalam masyarakat karena pada dasarnya manusia tidak dapat
berhubungan dengan semua manusia yang ada karena hubungan selalu
terbatas pada sejumlah orang tertentu saja. Dalam hal ini, masyarakat
menjalin ikatan-ikatan sosial berdasarkan atas unsur kekerabatan,
ketetanggaan maupun pertemanan. Ikatan-ikatan tersebut
dapat
berlangsung di antara mereka yang memiliki marga yang sama maupun
dengan marga yang berbeda pula. Selain itu, ada juga jaringan yang
terjalin antar orang-orang yang berada pada golongan kelas maupun
marga yang sederajat. Jadi orang dari kelas yang tinggi akan lebih mau
bekerjasama dengan orang dari kelas yang sepadan dengan dirinya dan
biasanya akan membentuk jaringan sosial berdasarkan status ekonomi.
2.3
Sistem Kasta dan Pelapisan Sosial
Sistem kasta terbentuk apabila suatu sistem pelapisan sosial seakan-akan
terbeku. Walaupun sistem kasta umumnya kita hubungkan dengan agama Hindu
(dan memang ada ahli-ahli yang menyatakan bahwa sistem kasta itu hanya ada di
India ), namun menurut Koentjaraningrat (2005), ada pakar-pakar yang cenderung
memberi batasan yang lebih luas pada paham kasta, yaitu sebagai sistem pelapisan
sosial dengan ciri ciri sebagai berikut:
a. Keanggotaan berdasarkan kelahiran
Universitas Sumatera Utara
b. Endogami kasta yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama
c. Larangan pergaulan dengan warga dari kasta rendah yang dikuatkan
dengan sanksi hukum dan agama. Terutama larangan bergaul dengan
anggota masyarakat yang dianggap hina inilah yang tampak mencolok
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India.
Sistem kasta di India memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu.
Dari dulu telah diketahui bahwa ada 4 macam kasta yang disebut sebagai varna.
Brahmana yaitu kasta para pendeta, ksatria yaitu kasta para kaum bangsawan dan
tentara, kasta vaisya adalah kasta para pedagang ,dan sudra adalah kasta rakyat
jelata. Selain keempat kasta itu masih ada lagi orang orang Paria yang tidak
berkasta dan dianggap najis dan tidak termasuk dalam varna. Dalam kehiudpan
masyarakat di India, sistem kasta ini masih sangat dipegang teguh, dengan
susunan kasta yang jauh lebih rumit jika dibandingkan dengan penuturan yang ada
di buku-buku (Koentjaraningrat.2005:166).
Masyarakat bukan saja suatu struktur sosial stabil, tetapi suatu struktur
yang berkembang dan berubah terus menerus sebagai akibat dari kekuatan hukum
masyarakat yang disebut proses sosial dan perubahan sosial baik dalam proses
yang cepat maupun lambat. Laju proses sosial dan perubahan sosial itu sendiri
tidak terlepas dari perubahan sosio kultural, bahkan justru karena dipengaruhi
secara langsung oleh sosio budaya, teristimewa apabila kebudayaan asli bertemu
dengan kebudayaan asing. Dari antar unsur-unsur kebudayaan yang ada, agama
memainkan peranan dominan atas masyarakat baik itu agama asli maupun agama
asing. Sebagaimana unsur kebudayaan nonreligius mempengaruhi dan mengubah
Universitas Sumatera Utara
masyarakat melalui lapisan-lapisan sosial, demikian pula agama sebagai unsur
kebudayaan religius hanya dapat masuk meresap dalam masyarakat melalui
lapisan-lapisan masyarakat.
Walaupun agama Sikh lahir karena menginginkan adanya persamaan
derajat antar semua manusia, namun kenyataannya budaya dari Hindu masih
terbawa dalam masyarakat Sikh. Pemeluk agama Sikh digolongkan ke dalam
kasta Ksatria yaitu kasta kaum bangsawan dan kaum pejuang. Masyarakat Sikh
memang tidak membedakan individunya berdasarkan golongan kasta, namun
membedakannya berdasarkan golongan marga sesuai dengan tingkatannya
masing-masing.
Dalam hal ini, agama Hindu mempercayai sistem pemujaan terhadap
patung yang dianggap sebagai dewa dan dewi mereka, sedangkan dalam agama
Sikh hanya mengakui adanya satu Tuhan. Ajaran ini disebut sebagai
monotheisme, yaitu anggapan yang berkeyakinan hanya ada satu Tuhan.
Walaupun begitu, agama ini tetap menghormati tokoh-tokoh yang ada dalam
agama Hindu seperti Rama, Khrisna, dan dewa-dewi lainnya yang tertulis dalam
kitab suci granth Sahib. Ajaran akan adanya satu Tuhan tertuang dalam setiap doa
dalam ajaran Sikh yang disebut Ek Onkar (Mohan. Majalah Raditya.2009:139).
2.4
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan konsep yang melihat bagaimana anggota
masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki
oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat tanpa suatu usaha dan ada yang
didapat karena usaha. Stratifikasi ini terbagi dua yaitu stratifikasi terbuka dan
Universitas Sumatera Utara
stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka, dapat terjadi mobilitas sosial.
sedangkan pada stratifikasi tertutup tidak dapat terjadi mobilitas sosial.
Dua kesimpulan penting berkenaan dengan hubungan antara agama
dengan stratifikasi sosial diperoleh dari hasil penelitian Max Weber tentang
agama-agama dunia: yang pertama terdapat dalam sejarah agama Kristen, Yahudi,
Islam, Hindu, Buddha, Konfusianisme, dan Taoisme – suatu hubungan yang jelas
dan dapat diamati diantara posisi sosial dengan kecenderungan menerima
pandangan keagamaan yang berbeda. Yang kedua, ini bukanlah suatu penentuan
yang tepat tentang pandangan keagamaan oleh stratifikasi sosial. Sebagai misal,
kelas menengah rendah, yang dianggap Max Weber memainkan peranan strategis
dalam sejarah agama Kristen, melihatkan suatu kecenderungan yang pasti ke arah
congregational religion, ke arah agama keselamatan, dan akhirnya ke arah agama
etika rasional. Ini berbeda sekali dengan kecenderungan keagamaan kaum petani.
Tetapi Max Weber menjelaskan hal ini jauh dari setiap determinisme yang serupa.
Dia menegaskan bahwa dalam kelas menengah rendah, dan khususnya di
kalangan pengrajin, terdapat perbedaan besar yang saling berdampingan, dan
bahwa para pengrajin ini memperlihatkan suatu diversifikasi yang sangat nyata.
Kita akan memperoleh pandangan yang lebih konkrit tentang apa yang
terdapat
dalam
hubungan
agama
dengan
stratifikasi
sosial
jika
kita
memperhatikan apa yang harus dikatakan Max Weber tentang agama dari
berbagai kelas yang diamatinya. Menurut Max Weber, semakin tinggi posisi
privilese kelas seseorang maka semakin kurang kemungkinan mereka untuk
mengembangkan agama keduniawian lainnya (Thomas F. Odea.1985:110).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan status yang dimiliki dalam masyarakat maka sistem pelapisan
kasta merupakan status yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Status ini
berkaitan dengan kelas sosial seseorang seperti anak seorang Sikh yang lahir di
keluarga dengan marga yang berada di golongan “Jatt” maka akan mendapatkan
status yang tinggi dalam masyarakat Sikh. Dalam artian ini seseorang hanya dapat
menjadi anggota suatu golongan melalui kelahiran, ia hanya dapat menikah
dengan orang dari golongan yang sama. Bagi orang yang menjadi golongan atau
kasta yang rendah akan cenderung menerima kedudukanya lebih rendah di
masyarakat. Perbedaan status juga dapat tercermin dari cara menyapa, cara
berbahasa dan cara bergaya dalam masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto (1982), semua manusia dapat dianggap
sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan kelompokkelompok sosial, hal ini tidak demikian. Pembedaan atas lapisan lapisan ini
merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari sistem sosial setiap
masyarakat. Mengenai sumber dasar dari terbentuknya stratifikasi dalam
masyarakat adalah suku bangsa (etnis) dan unsur sosial. Stratifikasi yang
terbentuk bersumber dari etnis apabila ada dua atau lebih grup etnis, dimana grup
etnis yang satu menguasai etnis yang lainnya dalam waktu yang relatif lama.
Sedangkan stratifikasi yang terbentuk dari sumber sosial karena adanya tuntuntan
masyarakat terhadap faktor-faktor sosial tertentu. Faktor-faktor itu merupakan
ukuran yang biasanya ditetapkan masyarakat berdasarkan sistem nilai yang
dipandang berharga. Faktor sosial yang berharga itu kemudian dimasukkan pada
level tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya daya guna yang dibutuhkan
masyarakat pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa ciri umum tentang faktor-faktor yang menentukan adanya
stratifikasi sosial menurut Abdulsyani (2007), yaitu antara lain :
1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai
bentuk dan ukuran: artinya strata dalam kehidupan masyarakat dapat
dilihat dari nilai kekayaan seseorang di dalam masyarakat itu
2. Status atas dasar fungsi dalm pekerjaan; misalnya sebagai dokter,
dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya; semua ini sangat
menentukan status seseorang dalam masyarakat
3. Kesalahan seseorang dalam beragama; jika seseorang sungguhsungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan agamanya, maka
status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat
4. Status dasar keturunan artinya keturunan dari orang yang dianggap
terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang memiliki status tinggi
dalam masyarakat
5. Latar belakang rasial dan lamanya seseorang atau sekelompok orang
tinggal pada suatu tempat; pada umumnya seseorang sebagai pendirian
seseuatu kampung atau pergaulan tertentu biasanya dianggap
masyarakat sebagai orang yang berstatus tinggi, terhormat, dan
disegani
6. Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang; pada umumnya
seseorang yang lebih tua umurnya lebih dihormati dan dipandang
tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga dengan jenis kelamin;
laki laki pada umumnya dianggap lebih tinggi statusnya dalam
keluarga dan di dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa ciri diatas terkadang berproses di dalam berbagai kondisi
sosial masyarakat misalnya perbedaan ciri biologis, etnis, ataupun ras, dan apabila
diantaranya terdapat kelompok yang mampu menguasai yang lainnya, dapat
terjadi perbedaan status yang mengarah pada stratifikasi sosial. Bisa juga
tumbuhnya stratifikasi bermula dari kondisi kelangkaan alokasi hak dan
kesempatan, ataupun perbedaan posisi, kekuasaan dalam waktu yang sama,
kesemuanya
itu
dapat
mengakibatkan
terbentuknya
stratifikasi
sosial.
(Abdulsyani.2007: 85-86).
Berdasarkan stratifikasi yang ada, dalam masyarakat Sikh dikenal adanya
tingkatan golongan berdasarkan marga yang didasarkan pada jenis pekerjaan
masyarakat Sikh terdahulu yang ada di India, yaitu :
a. Jatt yaitu golongan pekerja dalam bidang pertanian, biasa dianggap
sebagai tuan tanah
b. Ramgharia yaitu golongan pekerja dalam bidang perdagangan atau
biasa disebut dengan pedagang
c. Tarkhan yaitu golongan pekerja dalam bidang perkayuan atau disebut
sebagai tukang kayu
d. Nai yaitu golongan pekerja yang disebut sebagai tukang pangkas atau
tukang cukur
e. Mere yaitu golongan pekerja yang dikenal sebagai tukang cuci
f. Mejhbi yaitu golongan pekerja yang biasa membersihkan rumah,
mengangkat kotoran sapi, dan mengangkat air ataupun bertugas
menimba air, dan sebagainya. (Kirpal.2007)
Universitas Sumatera Utara
Dari masyarakat yang ada di Indonesia khususnya Medan, golongan
terbanyak adalah Jatt yaitu golongan marga tertinggi dalam masyarakat Sikh, lalu
diikuti oleh Mere dan golongan Nai. Golongan diatas, hanya didasarkan pada
jenis pekerjaan, namun itu tidak menjadi patokan pada golongan tersebut untuk
bekerja di bidang yang telah dituliskan tersebut. Jadi belum tentu masyarakat
golongan Mere dan Nai yang bekerja sesuai pekerjaan diatas, karena ada juga Nai
dan Mere yang bekerja sebagai dokter, serta guru privat. Ini terjadi karena proses
perubahan masyarakat ke arah yang lebih modern.
2.5
Nilai Kesetaraan dalam agama Sikh dan Implementasinya
Pada masyarakat Sikh juga terdapat nilai-nilai yang menjadi pedoman
dalam kehidupan masyarakat Sikh sehari-hari. Nilai-nilai ini telah ada sejak nabi
pertama memperkenalkan agama Sikh. Ketika perbedaan kelas yang sangat kaku
dan ketika ikatan sistem kasta di India telah ketat dibagi oleh orang-orang
khususnya masyarakat beragama Hindu, Guru Nanak sebagai nabi pertama dalam
agama Sikh mengajarkan kesetaraan dan persaudaraan. Pada masa Guru Nanak,
sikap dan penghargaan terhadap ajaran agama yang lain telah dimulai. Bahkan
guru nanak mempunyai 2 sahabat yang sangat dekat yaitu Bhai Bala seorang
Hindu dan Bhai Mardhana seorang Muslim selama misinya bagi persatuan
universal. Dalam kitab suci Sri Guru Granth Sahib terdapat Hymne dari Kabir
seorang Muslim dan Ravidas dari Hindu. Farid Sadhana, Namdev dan Dhana
semuanya diterima baik dalam pengakuan Sikhisme tanpa memandang kasta,
kelas, warna kulit, ras dan jenis kelamin, semua diperlakukan sama.
Guru Nanak sebagai nabi pertama berkotbah kepada seluruh manusia dari
segala macam ras dengan visi dari perbuatan kasih terhadap sesama. Dia
Universitas Sumatera Utara
mengkhotbahkan agama kasih, pelayanan dan pengorbanan. Kesetaraan penuh
bagi semua manusia dinyatakan oleh nabi Sikh sebagai prinsip moral yang
mendasar untuk mengatur hubungan sosial dan komunikasi.
Menurut Tommy Santokh Singh dalam buku Qasim (2005), pada masa
guru keempat, Guru Ram Das, nilai-nilai toleransi terhadap kepercayaan dan
agama lain telah terlihat dalam perjalanan sejarah Sikh. Guru ram Das yang
terkenal karena pada masa hidupnya membangun Gurdwara Harmandir Sahib
yang terkenal dengan Kuil Emas di Amritsar, kota suci umat Sikh. Guru Ram Das
pada saat itu telah meminta sahabatnya Mia Mir, seorang penganut agama Islam,
untuk meletakkan batu pertama pembangunan Kuil Emas yang penyelesaiannya
memakan waktu 12 tahun.
Dalam agama Sikh tidak ada kelas-kelas pendeta maupun hierarki agama.
Setiap pria maupun wanita dibenarkan mengambil bagian dalam setiap upacara
agama ataupun menjadi pemimpin upacara tersebut. Gurdwara merupakan rumah
ibadah bagi umat Sikh yang dilengkapi dengan aula dapur umum yang disebut
dengan Guru ka Langgar yang menyiapkan makanan vegetarian bagi setiap orang
yang hadir tanpa memandang kedudukan sosial, kasta, jenis kelamin, pangkat
maupun agamanya (Tommy dalam Qasim.2005:38).
Guru Nanak dan para nabi Sikh lainnya mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan mendasar antara orang-orang dari kasta yang berbeda dalam hal
konstitusi fisik. Dalam sebuah diskusi polemik dengan Brahmana, Kabir berkata:
“Bagaimana Anda seorang Brahmana, dan saya kasta rendah? Apakah
saya memiliki darah dalam pembuluh saya dan Anda memiliki susu?”
(Gauri Kabir p-324).
Universitas Sumatera Utara
Ini menunjukkan bahwa terdapat argumen atau klaim oleh orang-orang
yang berada pada kasta tinggi yang menyatakan bahwa ada perbedaan fisik antara
manusia dari kasta yang berbeda. Guru Nanak menunjukkan bahwa hukum alam
tidak bereaksi berbeda terhadap manusia yang berada pada kasta yang lebih
tinggi. Karena alam tidak menciptakan diskriminasi dalam mendukung manusia
dari kasta yang lebih tinggi dengan mengakui keunggulan dalam cara apapun, jadi
mitos superioritas kasta jelas dilihat sebagai buatan manusia. Guru Nanak sangat
meyakini bahwa kasta sebagai anomali sosial dan kejahatan ketika ia mengatakan:
“Setiap orang mengatakan bahwa ada empat kasta, tetapi mengatakan
nama Tuhan bagi semua; yang sama adalah tanah liat. Ada lima elemen
yang membentuk bentuk tubuh, dan siapa yang bisa mengatakan siapa
yang memiliki kurang dari atau lebih?”(Rag Bhairon Mohalla 3, p-1128)
Guru Nanak membantah bahwa kasta itu lazim dari awal. Dalam keadaan
primordial :
“Tidak ada manusia dari kasta atau kelahiran dapat dilihat..... Tidak ada
perbedaan warna atau Brahman atau Khasatriya ......” (Maru Mohalla 1, p1035-1036).
Klaim bahwa orang-orang dari kasta yang berbeda telah memancar dari
bagian yang berbeda dari manusia purba juga ditolak oleh Guru Nanak. Guru
Nanak mengatakan bahwa dalam kasta tidak asa pertimbangan kesadaran
spiritual, dan bahwa individu yang berasal dari kasta yang rendah tidak perlu
menunggu untuk dilahirkan kembali di kelas atau kasta yang berikutnya yang
lebih tinggi agar dapat mencapai pembebasan. Menurut Guru Nanak, siapa saja
Universitas Sumatera Utara
yang merenungkan Tuhan, tanpa mengingat kasta, maka ia akan diberkati oleh
Tuhan.
Sedangkan nabi kesepuluh, Guru Gobind Singh, menyatakan sebuah kasta
itu tabu dalam Khalsa. Dalam Akal Ustat, ia menyatakan, "tidak ada pertimbangan
keanggotaan kasta atau varna. " Dia juga menulis, "Jangan mengadopsi kebiasaan
kepercayaan apa pun, tetapi mereka harus menabur benih-benih cinta yang murni
dari Tuhan." (Vachitar Natak, chapt.6 ayat 34). Ini menunjukkan, kesamaan
fundamental dari semua orang dipastikan dengan tiket masuk gratis dan sukarela
dalam urutan Khalsa (Sikh).
Dalam hal ini, kekayaan juga menjadi penentu utama dari kelas sosial
terhadap kelahiran dalam kasus sistem kasta. Dalam Sikhisme, hubungan antara
kelas berdasarkan sumber-sumber ekonomi disediakan dalam hal kesetaraan.
Guru Nanak menolak gagasan superioritas kelas ekonomi yang lebih baik
ditempatkan atas orang lain. Guru Nanak mengatakan :
“Orang yang mengenal Tuhan akan melihat semua orang sebagai sama,
sebagai angin yang berhembus secara teratur dan seperti raja.” (Gauri
Sukhmani Mohalla 5, 8-1, p-272).
Jadi dalam Sikhisme kelas yang lebih tinggi tidak diatur oleh kode etik
yang terpisah, tetapi semua orang, kaya atau miskin, berhak atas penilaian sama
nilai dan kesetaraan sosial. Karena kematian adalah menyamaratakan itu, Guru
Nanak menyoroti gagasan ini:
“Seseorang tidak hidup selamanya di dunia. Baik raja maupun pengemis,
semuanya akan datang dan pergi.” (Ramkali Mohalla 1, 11, p-931)
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan pengakuan martabat manusia, terlepas dari kelas ekonomi, juga
ditekankan dalam anekdot dari biografi Guru Nanak dimana disebutkan kisah
Bhai Lalo dan Malik Bhago. Dalam insiden ini Guru Nanak menolak makan
malam yang agak mewah bagi Malik Bhago sedangkan memberikan roti gandum
biasa pada Bhai Lalo. Pesan yang dapat diambil bahwa kaum miskin tidak
seharusnya diperlakukan sebagai rendah, semua harus diperlakukan sebagai sama
terlepas dari sumber daya material mereka (Sikh Missionary Center.1990:275278).
Guru Gobind Singh sebagai nabi terakhir melarang setiap umat-Nya untuk
merokok, meminum minuman keras, memotong rambut serta melakukan
hubungan pernikahan di luar nikah. Ini memang menjadi nilai utama dalam ajaran
agama Sikh. Selain itu, Guru Gobind Singh sebagai guru terkahir juga melarang
akan
adanya
perbedaan
manusia
berdasarkan
kasta
maupun
tingkatan
ekonominya. Namun, hal-hal yang berlangsung dewasa ini tidaklah sesuai dengan
ajaran yang disampaikan oleh para nabi Sikh karena banyak umat Sikh yang
melanggar nilai-nilai tersebut.
Dalam agama Sikh dilarang adanya pemotongan rambut baik oleh laki-laki
maupun perempuan. Namun seiring perkembangan zaman, hal tersebut sudah
tidak berlaku lagi karena banyak masyarakat Sikh yang telah mengikuti gaya
hidup modern sehingga memangkas rambutnya dan tidak jarang para lelaki Sikh
akan berpenampilan botak, sedangkan para perempuan akan memangkas
rambutnya sependek mungkin.
Selain itu mengenai perihal merokok dan minum minuman keras, banyak
dari masyarakat Sikh yang sekarang merokok dan tidak jarang juga ditemukan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Sikh yang meminum minuman keras. Terkadang minuman keras ini
juga menjadi salah satu minuman yang dihidangkan pada resepsi pernikahan.
Padahal menurut agama, ini jelas dilarang. Pemuda-pemuda Sikh yang merokok
biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan apabila hal ini diketahui oleh
masyarakat Sikh lainnya, maka hal ini biasanya akan diperbincangkan, dan
keluarga si pemuda juga akan mendapat malu. Selain itu, para orangtua dari
wanita juga akan berpikir beberapa kali untuk memberikan anak perempuannya
dengan pemuda yang merokok karena tidak mau dicemooh oleh masyarakat Sikh
lainnya apabila anak perempuannya menikah dengan pemuda yang dianggap
melanggar ajaran agama Sikh.
Mengenai perihal perbedaan kelas, para nabi dalam agama Sikh telah
menjelaskan bahwa semua manusia itu dilahirkan oleh satu Tuhan sehingga tidak
ada perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Namun ini tidak
terjadi dalam kehidupan nyata karena pengaruh dari budaya Hindu menyebabkan
masyarakat Sikh membagi individu nya berdasarkan golongan marga, dimana
terdapat sekitar 3000 marga yang berbeda, dan ini terbagi lagi ke dalam urutan
berdasarkan golongan. Sistem pernikahan yang dilakukan oleh kebanyakan
masyarakat Sikh juga masih didasarkan atas persamaan golongan marga. Apabila
orang dari marga golongan tinggi menikah dengan golongan rendah, maka akan
mendapat gunjingan dan cemooh dari masyarakat Sikh lainnya. Selain itu, ada
juga masyarakat Sikh yang menikah dengan suku maupun agama lain. Hal ini
juga akan dicemooh, namun ketika individu dari non Sikh itu mau menjadi Sikh,
maka cemooh yang didapat tidaklah sebesar ketika individu Sikh tersebut yang
pindah agama. Perbincangan akan adanya pernikahan beda agama ini tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
berlangsung selama beberapa saat, namun bisa berlangsung hingga beberapa
generasi ke depan.
Jadi ketika seorang Sikh menikah dengan non Sikh dan
meninggalkan agama Sikh, maka ia akan mendapat pengucilan dan tidak jarang
dicampakkan dari lingkungan keluarga dan kerabatnya.
Universitas Sumatera Utara
Download