1 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (Studi Kasus: Permukiman Kampung Kecamatan Rungkut) Jeffrey Arrahman P, dan Dr. Ing. Ir. Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] Abstrak—Pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat adalah suatu hal yang penting dimana masyarakat tersebut yang paling mengetahui atau mempelajari apa yang terbaik untuk lingkungan mereka. Isu yang terdapat pada wilayah studi adalah kualitas lingkungan fisik permukiman yang menurun diakibatkan oleh tingginya tingkat kepadatan penduduk. Selain itu, kurang optimalnya partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman mengakibatkan upaya perbaikan lingkungan pada wilayah studi menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman. Dengan teridentifikasinya faktor-faktor tersebut maka dapat dirumuskan beberapa arahan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survey primer dan sekunder. Metode pertama yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui karakteristik masyarakat setempat, kemudian menggunakan teknik skoring untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan tipologi Arnstein, selanjutnya menggunakan analisis Delphi untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada wilayah studi. Dan metode terakhir adalah menggunakan analisis triangulasi untuk merumuskan arahan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan fisik permukiman. Kata Kunci— Kualitas Lingkungan Permukiman, dan Pemberdayaan Masyarakat I. PENDAHULUAN P EMBERDAYAAN masyarakat dalam pembangunan lebih menekankan pada peningkatan peran serta mereka dalam setiap proses pada pembangunan yang melibatkan masyarakat. Hal ini juga dapat diartikan sebagai proses komunikasi dua arah antara pihak yang terkena kebijakan dan pengambil keputusan. Dimana secara sedehana dapat didefinisikan sebagai feed forward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan tersebut). Pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat menjadi semakin penting saat ini karena terdapat salah satu konsep bahwa masyarakat memiliki hak untuk menciptakan lingkungan yang mereka inginkan memiliki landasan yang kuat karena masyarakat yang paling mengerti dan dapat mempelajari apa yang terbaik bagi lingkungan mereka. Selain itu, hal ini juga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang dapat timbul kaena pemaksaan nilai-nilai dari luar yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat pada wilayah tersebut. Isu yang diangkat dalam penelitian ini adalah kurang optimalnya partisipasi masyarakat pada wilayah studi terkait dengan perbaikan lingkungan fisik permukiman. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap beberapa program perbaikan lingkungan fisik permukiman dari pemerintah. Rendahnya kepercayaan ini mengakibatkan keengganan masyarakat untuk serius dalam partisipasi mereka pada setiap pertemuan yang diadakan oleh pemerintah terkait dengan perbaikan lingkungan permukiman. Tingkat kepadatan yang tinggi pada wilayah studi mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan fisik permukiman. Penurunan kualitas tersebut dapat dilihat dari kondisi maupun ketersediaan infrastruktur yang ada, antara lain aksesibilitas yang terdiri dari jalan dan penerangan serta kondisi dari drainase pada wilayah studi. Terdapat beberapa titik pada wilayah studi yang belum mendapatkan perkerasan yang layak pada jalan, belum adanya penerangan pada beberapa jalan, serta belum adanya drainase maupun kondisi drainase yang sudah tidak layak pada beberapa titik di wilayah studi. Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terkait dengan perbaikan lingkungan permukiman perlu dilakukan untuk mengetahui letak permasalahan yang terdapat pada wilayah studi. Penelitian ini bertujuan untuk dapat merumuskan arahan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman pada wilayah studi. Tujuan ini dapat dicapai melalui beberapa sasaran, antara lain identifikasi karakteristik masyarakat setempat, identifikasi tingkat partisipasi masyarakat terkait perbaikan lingkungan fisik permukiman, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, serta terumuskannya arahan peningkatan partisipasi masyarakat. II. METODE PENELITIAN 2.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasionalisme. Pendekatan ini berdasar pada sumber kebenaran teori dan fakta empirik. Sedangkan jenis penelitian berupa penelitian deskriptif kualitatif, dikarenakan di dalam penelitia ini dilakukan interpretasi data yang ditemukan di lapangan secara kualitatif. 2 2.2 Teknik Pengambilan Sampel dan Analisis Data Metode pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu dari peneliti untuk mendapatkan sampel yang dapat memberikan informasi yang lebih jelas dan lengkap mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Sampel yang diambil oleh peneliti merupakan para ketua/wakil ketua RT pada wilayah studi. Pengambilan ini dilakukan berdasarkan pengetahuan serta pengalaman responden terkait dengan peran serta masyarakat dalam setiap upaya perbaikan lingkungan permukiman pada wilayah studi. Selain itu, sebelum memulai analisis Delphi dilakukan analisis stakeholder terlebih dahulu untuk mencari stakeholder yang memiliki pengaruh serta kepentingan yang tinggi terhadap partisipasi masyarakat terkait perbaikan lingkungan permukiman di wilayah studi. 2.3 Metode Analisis Analisis yang pertama dilakukan adalah analisis deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi masyarakat pada wilayah studi terkait dengan perbaikan lingkungan permukiman. Kemudian, analisis selanjutnya menggunakan metode skoring berdasarkan tipologi Arnstein yang terdiri tujuh tingkatan dengan tingkatan tertinggi pada Citizen Control dan tingkatan terendah pada Therapy. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkatan partisipasi masyarakat pada setiap kelurahan pada wilayah studi terkait dengan perbaikan lingkungan fisik permukiman. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terkait dengan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman pada wilayah studi dilakukan analisis Delphi. Analisis ini bertujuan untuk mencari konsensus dari beberapa stakeholder terkait dengan faktorfaktor tersebut. Teknik analisis yang digunakan selanjutnya adalah analisis Triangulasi yang digunakan untuk merumuskan arahan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan fisik permukiman pada wilayah studi. Analisis ini dilakukan berdasarkan tiga sumber informasi yang berbeda sehingga dapat menemukan arahan yang dapat digunakan untuk diterapkan pada wilayah studi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah studi pada penelitian ini mencakup permukiman kampung yang meliputi 5 RW di Kelurahan Kalirungkut dan 5 RW di Kelurahan Rungkut Kidul dengan total keseluruhan 39 RT. Terkait dengan permasalahan fisik permukiman pada wilayah studi terdapat beberapa aspek yaitu drainase dan aksesibilitas. Terdapat beberapa titik pada wilayah studi yang kondisi drainase sudah mulai rusak maupun belum terdapat drainase sehingga tidak jarang menimbulkan genangan air yang cukup tinggi ketika musim penghujan tiba. Selain itu, permasalahan aksesibilitas dapat dilihat dari kondisi beberapa jalan yang sudah rusak dan beberapa yang masih belum mendapatkan perkerasan yang layak sehingga menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat dalam menggunakan jalan tersebut. Masyarakat pada wilayah studi memiliki keanekaragaman yang tinggi terkait dengan aspek sosial mereka baik pada komposisi usia pendududuk, jenis kelamin, maupun latar belakang pendidikan. Perbedaan usia penduduk dapat menjadi kendala dalam hal perbedaan pendapat pada pengambilan keputusan antara kaum muda dan tua sehingga berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hal mencapai kesepakatan bersama. Permasalahan ini sering dijumpai pada program/ kegiatan yang bersifat sosial, akan tetapi hal ini tidak dijumpai pada kegiatan/ program yang menyangkut perbaikan lingkungan fisik permukiman pada wilayah studi. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah perbedaan jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan diskriminasi dalam hal penyampaian pendapat/ masukan dalam suatu rapat di setiap program/ kegiatan yang ada. Akan tetapi berdasarkan observasi peneliti, hal ini tidak dijumpai pada wilayah studi. Sudah terdapat kesamaan peran gender dalam hal keterlibatan mereka dalam setiap rapat/ pertemuan yang berkaitan dengan perbaikan lingkungan fisik permukiman pada wilayah studi. Aspek sosial yang terakhir adalah latar belakang pendidikan. Berdasarkan hasil observasi peneliti pada wilayah studi, hal ini berpengaruh pada kemampuan masyarakat dalam pemahaman suatu kegiatan/ program perbaikan lingkungan yang bersifat partisipatif oleh pemerintah sehingga tidak sedikit dari mereka yang paham mengenai sejauh mana mereka dapat berpartisipasi dalam suatu program/ kegiatan yang ada. Selain itu, hal ini juga mempengaruhi kualitas dari output dalam setiap penyampaian pendapat mereka pada rapat/ pertemuan yang berkaitan dengan perbaikan lingkungan fisik permukiman pada wilayah studi. Aspek selanjutnya adalah aspek ekonomi yang terdiri dari keanekaragaman mata pencaharian dan tingkat penghasilan masyarakat pada wilayah studi. Keanekaragaman mata pencaharian pada wilayah studi memberikan dampak pada keterlibatan masyarakat dalam suatu program/ kegiatan perbaikan lingkungan permukiman yang ada. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan masyarakat untuk terlibat dalam suatu program/ kegiatan yang ada karena terbentur oleh kesibukan pekerjaan mereka masing-masing. Permasalahan lain yang timbul adalah dalam alokasi waktu masyarakat pada setiap pertemuan/ rapat yang diadakan dalam suatu program karena masyarakat pada wilayah studi memiliki jam kerja yang berbeda-beda, akan tetapi hal ini sudah dapat ditangani dengan cara mencari waktu yang tepat sesuai dengan waktu luang yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Perbedaan tingkat penghasilan pada wilayah studi memberikan dampak pada keanekaragaman bentuk partisipasi mereka dalam setiap program/ kegiatan yang ada. Akan tetapi hal ini tidak menimbulkan permasalahan pada wilayah studi karena dengan banyaknya opsi yang dimiliki dalam bentuk partisipasi justru menjadi potensi kesuksesan suatu kegiatan perbaikan lingkungan permukiman yang berjalan. Sebelum melakukan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam suatu wilayah, perlu dilakukan identifikasi mengenai kondisi partisipasi masyarakat setempat terhadap program-program yang sudah berjalan. Hal ini merupakan landasan penting mengingat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam suatu wilayah diawali dengan 3 “mulai di mana atau pada tahap mana masyarakat itu berada” (Adi, 2010). Untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat pada penelitian ini digunakan analisis skoring menggunakan tipologi Arnstein. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan masyarakat dalam kegiatan yang sudah berjalan. Dalam analisis ini digunakan skoring menggunakan Tipologi Arnstein. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keterlibatan masyarakat dalam programprogram perbaikan lingkungan permukiman yang ada. Penjelasannya dapat dilihat sebagai berikut; Terdapat 7 pilihan pertanyaan untuk setiap individu, masing-masing pertanyaan memiliki skor 1 sampai 7. Maka bila jumlah sampel adalah n orang, dapat diketahui skor minimum untuk tingkat partisipasi masyarakat keseluruhan adalah n dan maksimum adalah 7n. Dan interval setiap tangga tingkatan dapat didapatkan dengan cara (7n-n)/7 = x. Tingkat partisipasi masyarakat yang paling tinggi berdasarkan perolehan skor nantinya adalah Citizen Control dan yang paling rendah berada pada tahapan Therapy. Tabel 3.1 Skoring Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tipologi Arnstein No Tingkat Partisipasi Nilai 1 Citizen Control 7 2 Delegated Power 6 3 Partnership 5 4 Placation 4 5 Consultation 3 6 Informing 2 7 Therapy 1 Untuk wilayah studi pada Kelurahan Rungkut Kidul yang memiliki 20 RT skor terendah adalah 20x1=20 dan tertinggi 20x7=140 dengan interval (140-20)/7=17,1 dibulatkan menjadi 17. Sedangkan pada KelurahanKalirungkut yang memiliki 19 RT, skor terendah berada pada 19x1=19 dan tertinggi pada 19x7=133 dengan interval (133-19)/7= 16,2 dibulatkan menjadi 16. N o 1 2 3 4 5 6 7 Tabel 3.2 Hasil Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan Lingkungan Fisik Permukiman di Wilayah Studi Kelurahan Kelurahan Rungkut Kalirungkut Kidul Nil Tingkatan Frekuen Frekuen ai Arnstein si si (N) Skor Skor Respon Respond (NsF) (NxF) den en (F) (F) Citizen 7 1 7x1 0 7x0 Control Delegated 6 1 6x1 1 6x1 Power Partnership 5 0 5x0 2 5x2 Placation 4 5 4x5 7 4x7 Consultation 3 12 3 x 12 8 3x8 Informing 2 1 2x1 1 2x1 Therapy 1 0 1x0 0 1x0 Total 20 19 71 70 Berdasarkan hasil pada tahap skoring, terlihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada Kelurahan Rungkut Kidul dengan skor 71 menurut tipologi arnstein masuk ke dalam Consultation (Skor 55 – 72). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mendapatkan kesempatan untuk memberikan opini/ masukan mereka mengenai kebutuhan mereka. Akan tetapi tidak ada jaminan bahwa kepedulian masyarakat dan ide masyarakat akan diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena yang memegang kontrol dalam proses pengambilan keputusan akhir sebuah rencana program/ kegiatan masih ditangan pemegang kekuasaan tertinggi/ pemerintah. Metode yang sering digunakan dalam tahapan ini adalah survey mengenai arah pikir masyarakat maupun dengar pendapat dengan masyarakat setempat. Sedangkan hasil skoring pada Kelurahan Kalirungkut dengan skor 70 berada dalam tingkat Placation (Skor 70 – 86). Berdasarkan dari teori Arnstein, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki pengaruh dalam setiap proses pengambilan keputusan meskipun sebagian besar keputusan masih berada di tangan pemerintah/ pihak yang memiliki kekuasaan. Walaupun beberapa masukan dari masyarakat diperhatikan namun suara masyarakat itu seringkali tidak diakomodasi oleh pihak yang memiliki kekuasaan pada program. Kedua tahapan ini masih termasuk kedalam tahapan Tokenism atau partisipasi tingkat sedang. Tahapan ini masih belum dapat dikatakan berpartisipasi sepenuhnya karena terdapat upaya dari pemerintah/ pemegang kekuasaan tertinggi yang jelas untuk mendorong partisipasi masyarakat dimana masyarakat diminta konsultasi atau diberi informasi sedikit mengenai suatu keputusan, akan tetapi mereka hanya memiliki sedikit atau tidak sama sekali memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan tersebut (Arnstein dalam Jim, 2008). Dan masih menurut Jim Ife (2008), dengan adanya tokenisme rakyat menjadi benar-benar belajar untuk melihat desakan berpartisipasi dengan sangat skeptis karena kebanyakan orang memiliki pekerjaan lain yang lebih penting daripada menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan partisipasi simbolis. Upaya serius untuk mendorong dan mengembangkan partisipasi masyarakat harus bisa mengatasi masalah skeptisme ini serta menunjukkan bahwa upaya tersebut benar-benar akan menyediakan peluang yang asli bagi masyarakat untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan mereka. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh responden pada wilayah studi pada salah satu program pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya bahwa mereka tidak tahu apakah nantinya usulan/ masukan mereka mengenai kebutuhan perbaikan lingkungan fisik mereka akan diakomodasi atau tidak. Hal ini juga menimbulkan rasa pesimis mereka terhadap salah satu program pembangunan partisipatif yang dijalankan oleh pemerintah tersebut sehingga mereka menjadi kurang berminat untuk menyampaikan usulan/ masukan pada rapat/ pertemuan berikutnya yang membahas mengenai perbaikan lingkungan fisik permukiman pada wilayah mereka. Hal ini juga dipengaruhi oleh batasan keterlibatan masyarakat yang diatur oleh kebijakan pemerintah terkait dengan partisipasi masyarakat dalam beberapa program yang ada. Terdapat beberapa program yang hanya melibatkan masyarakat untuk diskusi penyampaian pendapat sedangkan keputusan akhir masih berada di tangan pemerintah. Setelah melalui analsis Delphi, ditemukan konsensus dari stakeholder yang ada berupa lima faktor yang mempengaruhi 4 partisipasi masyarakat terkait perbaikan lingkungan fisik permukiman pada wilayah studi. Faktor pertama adalah tingginya tingkat kepercayaan masyarakat. Berdasarkan pendapat stakeholder, faktor ini berpengaruh karena kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan karena dapat mempengaruhi sukses atau tidaknya suatu program/ kegiatan yang akan dilakukan maupun yang sudah berjalan. Selain itu beberapa responden juga menyatakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat di wilayah studi mulai menurun dan apabila masyarakat mulai tidak percaya pada suatu program tersebut mereka menjadi acuh tak acuh sehingga tidak terlalu memiliki antusiasme maupun minat pada program-program selanjutnya. Tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi dibutuhkan dalam setiap kegiatan/ program perbaikan lingkungan yang ada. Hal ini dapat mempengaruhi sukses maupun tidaknya suatu kegiatan/ program perbaikan lingkungan yang melibatkan partisipasi masyarakat dimana tinggi rendahnya tingkat kepedulian masyarakat pada suatu kegiatan/ program dapat dipengaruhi oleh hal ini. Tingkat kepercayaan masyarakat tinggi pada suatu kegiatan/ program yang berjalan dapat menimbulkan tingginya kepedulian masyarakat pada suatu program/ kegiatan tersebut, begitu juga sebaliknya (Adi, 2010). Faktor berikutnya adalah keseimbangan pembagian wewenang. Dalam perbaikan lingkungan permukiman, masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam menentukan keputusan yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan mereka dan bertanggung jawab untuk menjalankan hasil dari keputusan mereka (Adi, 2010). Masyarakat juga memiliki hak untuk membentuk lingkungan yang mereka butuhkan tanpa merusak lingkungan mereka. Para stakeholder berpendapat bahwa keterlibatan masyarakat dalam setiap proses perencanaan akan membuat mereka lebih peduli dengan keberhasilan program yang mereka ikut terlibat. Selain itu, perlu adanya pembagian wewenang yang seimbang dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan dalam suatu program agar masyarakat dapat mengontrol apabila terjadi penyimpangan pada program tersebut. Selain itu, belum adanya pembagian wewenang yang seimbang pada beberapa program di wilayah studi turut mengakibatkan kurang optimalnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan/ program perbaikan lingkungan yang ada. Hal ini terjadi ketika ada beberapa keputusan yang sudah disetujui oleh kelompok masyarakat setempat akan tetapi tidak dijalankan oleh pihak yang lebih tinggi pada program perbaikan lingkungan tersebut sehingga perlu adanya pembagian wewenang yang lebih seimbang pada setiap program perbaikan lingkungan yang ada. Faktor selanjutnya adalah faktor ketersediaan dan keberfungsian wadah partisipasi. Seluruh stakeholder setuju apabila ketersediaan maupun keberfungsian wadah partisipasi mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi masyarakat yang ada pada wilayah studi. Mereka berpendapat bahwa perlu adanya wadah partisipasi yang berungsi dengan baik sebagai tempat penyampaian ide/ pendapat masyarakat mengenai kondisi lingkungan mereka agar dapat diteruskan ke pihak yang lebih tinggi. Dengan adanya wadah partisipasi yang berfungsi dengan baik dapat mempermudah jalannya program-program perbaikan lingkungan fisik permukiman yang ada. Salah satu kasus yang ada dapat dilihat ketika terdapat anggaran dari pemerintah yang turun untuk perbaikan lingkungan maka anggaran tersebut dapat tersalurkan dengan baik untuk perbaikan lingkungan permukiman pada wilayah tersebut apabila wadah yang ada berfungsi dengan baik. Akan tetapi apabila wadah tersebut ada namun tidak berfungsi dapat menghambat anggaran yang seharusnya dapat turun untuk digunakan dalam perbaikan lingkungan permukiman sehingga program yang ada menjadi terhambat. Faktor selanjutnya adalah faktor keanekaragaman latar belakang pendidikan masyarakat. Keanekaragaman latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada wilayah studi. Hal ini melihat dari kondisi wilayah studi yang memiliki heterogenisasi latar belakang pendidikan yang tinggi sehingga mengakibatkan ekspektasi, kewajiban, dan hak terkadang tidak sesuai sehingga seringkali muncul unsur individual needs oleh masyarakat setempat. Selain itu, faktor pendidikan juga mempengaruhi dalam kemampuan penerimaan informasi serta dalam penyampaian pendapat mereka. Apabila pendidikan masyarakat masih rendah maka dapat timbul pemikiran yang awam terhadap suatu program/ kegiatan perbaikan lingkungan yang ada sedangkan masyarakat yang berpendidikan tinggi seringkali sudah menggunakan analisa dalam setiap penyampaian pendapat maupun dalam pengambilan keputusan mereka. Faktor terakhir adalah keanekaragaman mata pencaharian masyarakat. Keanekaragaman mata pencaharian masyarakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi masyarakat pada wilayah studi. Tingkat keanekaragaman mata pencaharian yang tinggi dapat mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program karena terbentur oleh kesibukan mereka masing-masing. Selain itu, kesulitan timbul ketika ada proyek sharing dari pemerintah karena terbentur oleh kesibukan masyarakat. Seringkali dijumpai adanya masyarakat yang enggan untuk berpartisipasi dalam proses awal program tersebut karena alasan sibuk dengan pekerjaan mereka. Setelah teridentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman maka dapat dirumuskan arahan peningkatan partisipasi masyarakat yang dapat digunakan pada wilayah studi. Analisis ini dilakukan dengan mengkombinasikan antara hasil analisis sebelumnya, tinjauan literatur, serta studi kasus/ kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang pernah dilakukan di wilayah lain. Dengan demikian akan didapatkan arahan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman pada wilayah studi. Dalam analisis pada penelitian ini, studi kasus yang akan digunakan oleh peneliti adalah peningkatan partisipasi masyarakat pada kawasan permukiman kampung segi empat tunjungan Kota Surabaya serta tingkat partisipasi masyarakat dalam NUSSP pada Kelurahan Kendari Caddi Kota Kendari. Studi kasus ini dipakai oleh peneliti berdasarkan pertimbangan kesamaan karakteristik yaitu perkampungan yang berada di perkotaan serta menurunnya kualitas lingkungan fisik permukiman karena tingginya tingkat kepadatan penduduk yang ada. Sedangkan studi literatur yang dipakai berdasarkan strategi peningkatan partisipasi 5 masyarakat yang diambil dari beberapa literatur, diantaranya adalah Community Development dari Jim Ife dan Frank Tesoriero (2009) dan Pemberdayaan Partisipasi dan Penguatan Kapasitas Masyarakat oleh Adi Fahrudin, Ph.D. (2008). Dengan mengkombinasikan ketiga bahan tersebut, maka akan dihasilkan arahan peningkatan partisipasi masyarakat untuk wilayah studi. Arahan-arahan untuk tiap faktor berdasarkan ketiga sumber tersebut antara lain; a. Faktor tingkat kepercayaan masyarakat Peningkatan komunikasi antar stakeholder untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman yang dapat timbul. Pihak pemegang program harus benar-benar mempertimbangkan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat. Hal lain yang perlu dilakukan adalah pemberian informasi yang jelas dan transparan mengenai setiap tindakan yang diambil sehingga dapat timbul rasa saling percaya. b. Faktor keseimbangan pembagian wewenang Melibatkan masyarakat secara penuh dalam setiap proses pembangunan, baik dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai pengawasan. Selain itu dapat dengan memberikan peningkatan wewenang pada masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait dengan perbaikan lingkungan permukiman di wilayah mereka. Memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan prioritas pengambilan keputusan berdasarkan dari hasil diskusi masyarakat setempat. Melakukan pembentukan pengawas teknis yang terdiri dari antar stakeholder agar dapat mengontrol jalannya program sehingga dapat berjalans sesuai sasaran dan transparan. c. Faktor ketersediaan dan keberfungsian wadah partisipasi Melakukan pembimbingan pada masyarakat mengenai fungsi serta tingkat kepentingan dari keberadaan wadah partispasi untuk dapat menampung masukan-masukan mereka, pembinaan mengenai pembentukan wadah partisipasi dalam lingkup RTRW sehingga dapat berperan sebagai wadah awal dalam penampungan aspirasi warga, melakukan kontrol serta evaluasi terhadap wadah partisipasi dalam lingkup yang lebih besar yang berjalan tidak sesuai tujuan. d. Faktor keanekaragaman latar belakang pendidikan Memberikan bimbingan kepada masyarakat mengenai perencanaan partisipatif sehingga masyarakat dapat mengetahui kewajiban serta hak mereka sehingga masyarakat dapat menggunakan hak mereka secara optimal serta melakukan kewajiban mereka untuk dapat menggunakan hak-hak tersebut. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat setempat sehingga masyarakat dapat berpartisipasi lebih efektif terutama dalam proses identifikasi permasalahan lingkungan fisik permukiman. Melakukan pembimbingan terhadap masyarakat agar mereka dapat menentukan prioritas perbaikan lingkungan pada wilayah mereka. e. Faktor keanekaragaman mata pencaharian masyarakat Menggunakan manajemen waktu untuk meminimalisir adanya kemungkinan konflik waktu yang dapat menghambat partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan perbaikan lingkungan permukiman di wilayah studi IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Permasalahan lingkungan fisik permukiman pada wilayah studi meliputi permasalahan drainase dan aksesibilitas. Karakteristik masyarakat dapat dibagi menjadi aspek sosial yang meliputi komposisi usia penduduk, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan. Sedangkan karakteristik ekonomi penduduk terdiri dari keanekaragaman mata pencaharian dan tingkat penghasilan masyarakat. 2. Tingkat partisipasi masyarakat di wilayah studi masuk dalam kategori sedang. Hal ini dapat dilihat dari hasil identifikasi melalui tangga partisipasi Arnstenin dimana tingkat partisipasi masyarakat di wilayah studi termasuk dalam tahap Tokenism. Dalam tahap ini masyarakat belum dapat dikatakan berpartisipasi sepenuhnya karena wewenang/ kekuasaan masyarakat masih dibatasi. Keputusan akhir masih ditangan pihak yang lebih tinggi meskipun masyarakat sudah dilibatkan dalam proses diskusi dua arah dengan pemerintah mengenai upaya perbaikan lingkungan permukiman di wilayah mereka sehingga masyarakat tidak mengetahui apakah masukan mereka nantinya akan diakomodasi sesuai kebutuhan mereka. 3. Terdapat lima faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat di wilayah studi dalam perbaikan lingkungan permukiman. Lima faktor tersebut diantaranya adalah faktor tingkat kepercayaan masyarakat, pembagian wewenang, keberadaan serta keberfungsian wadah partisipasi, keanekaragaman tingkat pendidikan dan mata pencaharian. 4. Terdapat beberapa arahan terkait peningkatan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan fisik permukiman pada wilayah studi. Arahan tersebut antara lain; komunikasi yang baik antar stakeholder perlu dilakukan di wilayah studi terkait dengan program/ kegiatan perbaikan lingkungan yang melibatkan partisipasi masyarakat didalamnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya rasa tidak percaya antara stakeholder yang satu dengan lainnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan yang ada sehingga masyarakat dapat lebih peduli serta merasa lebih dipercaya dalam program yang ada. Selain itu, perlu ketersediaan wadah partisipasi yang berfungsi dengan baik agar dapat menampung masukan-masukan masyarakat setempat. 5. Peningkatan SDM pada wilayah studi juga diperlukan mengingat kondisi wilayah studi yang merupakan perkampungan dan memiliki masyarakat yang berpendidikan rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembekalan mengenai proses partisipasi masyarakat dalam pembangunan sehingga masyarakat dapat lebih efektif dalam keterlibatan mereka. Selain itu perlu diadakan manajemen waktu untuk mengatur 6 waktu dalam setiap pertemuan/ kegiatan yang dilakukan sehingga masyarakat dapat meluangkan waktu mereka untuk ikut berpartisipasi. 4.2 Saran Terdapat beberapa saran yang diajuakan oleh peneliti terkait dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan permukiman pada wilayah studi. Diantaranya adalah: 1. Perlu adanya kebijakan dari pemerintah dalam hal peningkatan wewenang/ kekuasaan masyarakat sehingga masyarakat dapat terlibat secara optimal dalam setiap proses pembangunan. 2. Pemerintah perlu lebih menghargai pengetahuan lokal dengan melibatkan masyarakat pada pengambilan keputusan akhir karena dalam pembangunan partisipatif masyarakat adalah yang paling mengetahui kondisi lingkungan di wilayah mereka. 3. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah, masyarakat, maupun LSM setempat akan pengawasan dari setiap program yang ada untuk meminimalisir kemungkingan adanya penyimpangan yang dapat terjadi. 4. Peningkatan kualitas SDM masyarakat setempat dapat dilakukan dengan cara pelatihan peningkatan kapasitas masyarakatyang dapat dengan dibantu oleh fasilitator dari pihak pemerintah maupun LSM yang ada sehingga masyarakat dapat berpartisipasi lebih efektif terutama dalam proses identifikasi permasalahan lingkungan fisik permukiman. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] G. O. Young, “Synthetic structure of industrial plastics (Book style with paper title and editor),” in Plastics, 2nd ed. Vol. 3, J. Peters, Ed. New York: McGraw-Hill (1964) 15–64. Bungin, Burhan (2003), Analisis Data Penelitian Kualitatif, Rajawali Press, Jakarta. Fahrudin, Adi (2008), Pemberdayaan Partisipasi & Penguatan Kapasitas Masyarakat, Humantora, Bandung. Ife, Jim dan Tesoriero, Frank (2009), Community Development, Edisi Ke-3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Kajian Perencanaan Partisipatif Kota Depok (2007), Bappeda Kota Depok Suharto, Edi (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat – Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Suhendra, K. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Usman, Suntoyo (2006). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. RDTRK UP Rungkut (2010). Bappeko Kota Surabaya UU Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Hariyoso, Sigit (2010). Tugas Akhir: Arahan Penanganan Permasalahan Fisik Dan Lingkungan Kawasan Permukiman Kampung Segi Empat Tunjungan Melalui Peningkatan Partisipasi Masyarakat Setempat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Juliany, Tety (2010). Tesis : Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Lingkungan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai, Universitas Diponegoro, Semarang. Kadir, Ishak (2009). Penelitian: Tingkat Partisipasi Masyarakat dan Dampak Program Neighborhood Upgrading And Shelter Sector Project (Nussp) Terhadap Peningkatan Kualitas Permukiman Masyarakat Kelurahan Kendari Caddi Kota Kendari Sutami. (2009), Tesis : Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Prasarana Lingkungan Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Marunda Jakarta Utara, Universitas Diponegoro, Semarang. [15] Yulianti (2006). Tesis : Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman di Kelurahan Batu Sembilan Kecamatan Tanjungpinang Timur, Universitas Diponegoro, Semarang. [16] Andarita (2011). Tipologi Partisipasi Masyarakat Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Bulak Kota Surabaya dalam Perbaikan Kawasan Permukiman Kumuh. Diunduh tanggal 13 Desember 2011, dari http://andaritarolalisasi.com/2011/03/29/tipologi-partisipasimasyarakat-kelurahan-sukolilo-kec-bulak-kota-surabaya-dalamperbaikan-kawasan-permukiman-kumuh/ [17] Anonim (2011). Pengertian Partisipasi Masyarakat. Diunduh tanggal 13 Desember 2011, dari http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04konsep-konsep-dasar/partisipasi/ [18] Asrori (2010). Bentuk Partisipasi. Diunduh tanggal 14 Maret 2012, dari: http://www.asrori.com/2011/05/bentuk-partisipasi.html [19] Arif (2010). Perencanaan Partisipatif. Diunduh tanggal 13 Desember 2011 dari http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2010/05/03/perencanaanpartisipatif/ [20] Firmansyah, Saca (2009). Pengertian dan Prinsip Partisipasi Masyarakat. Diunduh tanggal 14 Maret 2012, dari http://sacafirmansyah.wordpress.com/2009/06/05/partisipasimasyarakat/ [21] Musrenbang.surabaya.go.id, (2012). Musyawarah Rencana Pembangunan Kota Surabaya. Diunduh tanggal 4 April 2012, dari: http://musrenbang.surabaya.go.id/musrenbang/index.php [22] Thalib, Jastrin (2011). Analisis Peran Stakeholder Dalam Implementasi Kebijakan Pembangunan KPH Model Di Sulawesi Tengah. Diunduh tanggal 27 Maret 2012, dari: http://jastrin.blogdetik.com/2011/08/06/analisis-peran-stakeholderdalam-implementasi-kebijakan-pembangunan-kph-model-disulawesi-tengah/