1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak bagi setiap orang, termasuk didalamnya
bagaimana melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang terjadi
di masyarakatat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi, tingkat kesejahteraan dan
lingkungan, berkontribusi terhadap terjadinya suatu penyakit. Tujuan ke 4 dari
MDGs adalah menurunkan angka kematian anak di bawah umur 5 tahun menjadi
dua pertiga antara tahun 1990 dan 2015. Prevalensi anemia di dunia tahun 19932005 untuk keseluruhan populasi mencapai 24,8% dan diperkirakan sebanyak
1.620 juta manusia menderita anemia (WHO, 2008).
Kejadian anemia secara tidak langsung berkaitan dengan pencapaian
MDGs tujuan ke 4. Pada balita dan anak-anak, anemia berhubungan dengan
gangguan pertumbuhan, keterlambatan fungsi motorik dan fungsi kognitif yang
berakibat fatal untuk masa depannya (Crawley, 2004).
Deklarasi Bali 25 Februari 2000, World Health Organization (WHO)
meminta negara-negara maju di dunia untuk berkontribusi menghilangkan beban
penyakit pada orang miskin di seluruh dunia. Begitu juga negara-negara
berkembang harus memasukkan program pengendalian parasit sebagai prioritas
utama pada program nasional.
Sejalan dengan seruan tersebut Indonesia sebagai negara berkembang
dengan morbiditas dan mortalitas masih tinggi, salah satu penyebab karena
infeksi parasit, malaria dan kecacingan terus menerus mengganggu jutaan orang
setiap tahunnya. Diperkirakan 216 juta kasus malaria dilaporkan pertahun dan
655.000 kematian tahun 2010, sebesar 86% terjadi pada anak umur < 5 tahun
(WHO, 2010). Demikian halnya infeksi cacing diderita oleh lebih dari 230 juta
anak usia prasekolah di dunia (Cooper et al., 2000).
Degarege et al. (2012) mengatakan infeksi malaria dan cacing
berkontribusi terhadap anemia dan rendahnya status kesehatan mempermudah
terinfeksi oleh keduanya. Sedangkan Abanyie et al. (2013) melaporkan bahwa
2
infeksi malaria terutama berkontribusi terhadap status anemia, sebaliknya koinfeksi ascaris tidak berpengaruh pada status anemia atau keparahannya. Berbeda
dengan Melo et al. (2010), justru infeksi cacing usus melindungi terhadap
penurunan hemoglobin selama serangan malaria akut.
Hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi penyakit malaria masih sebesar
2,85% dengan AMI adalah sebesar 19,67 per 1000 penduduk, API sebesar 0,16
per 1000 penduduk dan angka kematian sebesar 0,56%. Sementara hasil
Riskesdas tahun 2013 dilaporkan prevalensi malaria sebesar 6,0%, sedangkan
insiden malaria terjadi penurunan di tahun 2007 sebesar 2,9% menjadi 1,9 % di
tahun 2013. Papua merupakan satu dari lima provinsi lainnya yang insiden dan
prevalensi malaria tertingi (9,8% dan 28,6%).
Anemia merupakan satu dari komplikasi utama infeksi malaria. Malaria
falcifarum
merupakan penyebab penting dari anemia pada anak-anak yang
tinggal di daerah endemik malaria dan bermakna sebagai kontribusi terhadap
morbiditas dan mortalitas (Newton et al., 1997). Menurut Departemen kesehatan
dalam Riskesdas tahun 2007 menyatakan bahwa prevalensi anemia di Indonesia
adalah 14,8%.
Di Timika, Papua, penelitian Karyana et al. (2008) menunjukkan bahwa
angka kesakitan malaria mencapai 17% dengan kasus terbanyak disebabkan
malaria tersiana pada anak umur 1-4 tahun. Prevalensi malaria pasien rawat jalan
di masyarakat pada kelompok umur <5 tahun adalah 22% dan terbanyak malaria
plasmodium vivax 43% serta 70% malaria positif tanpa gejala. Hal senada juga
diungkapkan oleh (Poespoprodjo et al., 2009) bahwa penyebab utama dari
morbiditas saat awal kehidupan bayi adalah plasmodium vivax dan anak-anak
yang menderita malaria sering mengalami infeksi cacing.
Hasil penelitian di Timika saat ini menunjukkan bahwa malaria
mempunyai kontribusi besar dalam menyebabkan anemia, peran infestasi cacing
dan malnutrisi masih perlu dilihat kembali, melihat bahwa prevalensi anemia
berat pada bayi tanpa malaria di Timika hanya 3,9% (Poespoprodjo et al., 2009).
Demikian halnya dengan survei dari rumah ke rumah hanya sekitar 0,6% bayi
tanpa parasitemia mengalami anemia (Karyana et al., 2008).
3
Kabupaten Mimika, memiliki kondisi geografi yang terbagi atas dataran
tinggi atau pegunungan dan dataran rendah (kota, pesisir pantai) serta hutan.
Percepatan pertumbuhan penduduk tahun 2011 sekitar 182,000 dimana 65-75%
berdomisili di kota dan diperkirakan setiap tahun meningkat terutama karena
migrasi. Penduduk padat di daerah perkotaan, didiami masyarakat campuran
papua dan bukan papua sementara di daerah pesisir pantai dan pegunungan
mayoritas pribumi asli papua, jumlah
laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Kabupaten Mimika memiliki 2 musim yaitu hujan dan panas yang
tidak menentu, dengan curah hujan tinggi(BPS Kabupaten Mimika, 2013).
Kondisi ini berpeluang sebagai transmisi dari malaria terutama di daerah dataran
rendah demikian halnya dengan kecacingan.
Penyakit-penyakit yang mendominasi di Kabupaten Mimika seperti
malaria, TBC dan HIV AIDS sudah sangat jelas di masyarakat. Namun masalah
anemia yang merupakan kontribusi dari penyakit malaria dan kecacingan serta
nutrisi sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Berbagai upaya telah
dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Mimika melalui program malaria berupa pencegahan seperti pemberian kelambu
berinsektisida pada kelompok berisiko, penyemprotan, penemuan kasus dan
pengobatan sesuai protokol yang tepat, belum maksimal menurunkan kasus
malaria. Dengan demikian kajian tentang akibat dari penyakit yang disebabkan
oleh infeksi parasit perlu menjadi prioritas.
B. Perumusan masalah
Kondisi geografis, sosial ekonomi, suku dan kepadatan penduduk
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit infeksi gabungan antara malaria dan
kecacingan
terlebih malaria yang memperberat beban kesehatan tertinggi di
Papua khususnya Timika. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa koinfeksi malaria-kecacingan berkontribusi terhadap anemia. Namun adapula yang
melaporkan bahwa infeksi dengan cacing justru melindungi keparahan dari
anemia.
4
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pada anak umur di bawah 5 tahun kejadian
anemia lebih banyak disebabkan oleh malaria atau kecacingan atau infeksi
keduanya di kabupaten Mimika?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengidentifikasi faktor risiko anemia pada anak umur di bawah 5
Tahun di Kabupaten Mimika.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui prevalensi anemia pada anak umur di bawah 5 tahun.
b. Untuk mengetahui interaksi penyakit malaria dan kecacingan dalam
kejadian anemia pada anak umur di bawah 5 tahun.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam kejadian
anemia pada anak umur di bawah 5 tahun.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis, diharapkan penelitian akan memberikan informasi
gambaran karakteristik penyakit malaria dan kecacingan dalam kejadian anemia
pada kelompok umur di bawah 5 tahun. Manfaat praktis, diharapkan sebagai
masukan bagi pengambil kebijakan/pengelola program pelayanan kesehatan ibu
dan anak dalam menentukan kebijakan dan strategi peningkatan kesehatan
kelompok umur di bawah 5 tahun, khususnya dalam strategi promotif, preventif,
edukatif dan kuratif secara komprehensif terhadap malaria, kecacingan dan
anemia.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian serupa sebelumnya yang menjadi acuan penelitian ini
adalah:
1. Ronald et al. (2006) dalam penelitian dengan berjudul “Malaria and anaemia
among children in two communities of Kumasi, Ghana: A cross-sectional
5
survey”. Tujuan penelitian ini untuk menentukan apakah perbedaan tingkat
parasit konsisten dari waktu ke waktu. Tujuan kedua adalah untuk
membandingkan prevalensi malaria klinis, anemia, infeksi parasit usus dan
kekurangan gizi (malnutrisi) diantara masyarakat di Kumasi, Ghana dan
mengidentifikasi fakor-faktor risiko yang potensial untuk infeksi P. falsifarum
dan anemia. Survei dari rumah ke rumah dilakukan pada bulan April-Mei
2005 dengan rancangan penelitian adalah cross-sectional. Analisa data dengan
uji statistik generalized linear mixed models. Hasil survei didapatkan total
sampel 298 anak umur 6bulan-5tahun dari 184 rumah tangga. Hasil penelitian
adalah Population attributable risks (PAR%) dari anemia 16,5% adalah P.
falsifarum dan 7,6% malnutrisi. Faktor risiko dari infeksi P. falsifarum adalah
kelompok umur tua, bepergian ke pedesaan, dan status sosioeconomic rendah.
Faktor risiko dari anemia adalah infeksi P. falsifarum, tempat tinggal (Moshie
Zongo), jenis kelamin laki-laki, dan umur muda. Kesimpulan heterogenitas
indeks malariometrik antar kedua masyarakat tetangga perkotaan Kumasi,
konsisten dari waktu ke waktu. Prevalensi cacing usus rendah, dan dua kali
lipat lebih tinggi PAR% dari anemia disebabkan infeksi P. falciparum
dibandingkan dengan gizi buruk, menunjukkan pentingnya malaria sebagai
penyebab anemia di kalangan masyarakat kota ini. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah total sampel 474 anak umur < 5 tahun dari 800
rumahtangga (4010 anggota rumah tangga).
2. Abanyie et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul “Ascaris coinfection does not alter malaria-induced anaemia in a cohort of Nigerian
preschool children” dilakukan pada 690 anak prasekolah (6-59 bulan) di
Nigeria tahun 2006-2007. Data dari randomized controlled trial terhadap
pengobatan antihelmintik. Studi ini bertujuan menguji apakah ko-infeksi
askaris dapat meminimalkan keparahan dari malaria anemia. Analisis dengan
generalized linear mixed model, yaitu untuk menilai hubungan antara status
infeksi dan askaris dan intensitas parasit plasmodium pada keparahan anemia
(hemoglobin <11gr/dl). Hasil studi kohort berkesimpulan bahwa infeksi
malaria merupakan kontribusi utama status anemia pada anak-anak prasekolah
di Nigeria. Ko-infeksi askaris tidak berpengaruh pada status anemia atau
6
keparahannya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah rancangan penelitian
cross-sectional dengan jumlah sampel 474.
3. Degarege et al. (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Malaria and
helminth co-infections in outpatients of Alaba Kulito Health Center, southern
Ethiopia: a cross sectional study”. Penelitian ini bertujuan menilai prevalensi
dari koinfeksi malaria-cacing dan keterkaitannya dengan pasien rawat jalan
yang mengalami gejala panas. Sebanyak 1.802 pasien demam akut di
puskesmas Alaba Kulito, Selatan Ethiopia pada bulan November dan
Desember 2007. Studi ini menyimpulkan bahwa infeksi malaria dan cacing
nyata berkontribusi terhadap anemia dan status berat badan rendah. Kondisi
ini jelas pada individu yang terinfeksi dengan malaria dan cacing. Penanganan
secara bersamaan untuk kedua parasit ini adalah sangat penting dalam
meningkatkan kesehatan di masyarakat. Perbedaan dengan penelitian ini pada
kelompok umur yang diteliti yaitu umur <5 tahun.
4. Mazigo et al. (2010) melakukan penelitian berjudul “Co-infections with
plasmodium falciparum, Schistosoma mansoni and intestinal helminths among
schoolchildren in endemic areas of northwestern Tanzania”. Penelitian ini
bertujuan mengetahui prevalensi dari masing-masing koinfeksi plasmodium
falciparum-malaria, intestinal schistosomiasis, soil transmitted helminth
infection, pada 400 anak sekolah (8-16 tahun) di pedesaan barat laut Tanzania.
Desain penelitian adalah cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
infeksi dengan beberapa parasit(multiple parasite) umum pada anak sekolah di
pedesaan barat laut Tanzania. Hasil temuan ini dapat digunakan untuk
merancang dan mengimplementasikan strategi intervensi untuk mengurangi
tingkat kesakitan malaria dan kecacingan. Perbedaan dengan penelitian ini
pada kelompok umur subjek penelitian.
5. Melo et al. (2010) melakukan penelitian dengan judul “Concurrent helminth
infection protects schoolchildren with plasmodium vivax from anemia”.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh dari infeksi cacing usus
terhadap konsentrasi hemoglobin pada anak-anak sekolah umur 5-14 tahun
dengan malaria plasmodium vivax di daerah pedesaan, kotamadya Careiro,
Amazon barat pada bulan April sampai November 2008. Desain penelitian
7
adalah kohort dan dievaluasi menggunakan cross-sectional. Hasil penelitian
studi kohort menunjukkan infeksi cacing usus melindungi terhadap penurunan
hemoglobin selama serangan malaria akut oleh plasmodium vivax. Perbedaan
pada penelitian ini adalah hanya menggunakan desain penelitian crosssectional, dan subjek penelitian kelompok umur <5tahun.
Persamaan penelitian ini pada tujuan penelitian yaitu membahas
tentang malaria, kecacingan dan anemia. Perbedaan penelitian ini pada
kelompok umur dan jumlah sampel.
Download