NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI ABON LELE Sonna Cahyadi Nugraha 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi [email protected] Suyudi 2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi [email protected] Dedi Djuliansah 3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui teknis produksi abon lele dan nilai tambah produk abon lele. Penulis berharap setelah melaksanakan penelitian ini dapat diketahui nilai tambah dari usaha abon lele dan bagaimana proses serta tahapan dalam kegiatan produksi pada usaha agroindustri abon lele. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Perusahaan yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah CV. SATRIA GALUNGGUNG. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa usaha agroindustri ini merupakan usaha abon lele dengan kapasitas produksi terbesar di Kota Tasikmalaya, produksi dilakukan secara kontinu serta perusahaan ini merupakan binaan oleh Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya. Bahan baku yang diperlukan untuk satu kali produksi agroindustri abon lele ialah sebanyak 30 kg dan dalam satu kali proses produksi mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.126.600 yang diperoleh dari biaya pembelian bahan baku sebanyak 30 kilogram ikan lele dengan harga Rp. 18.000 per kilogram dengan total sebesar Rp. 540.000, Upah tenaga kerja untuk 4 orang karyawan dengan total upah sebesar Rp. 120.000 per 8 jam kerja orang dan biaya input lain sebesar Rp. 467.600. Penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 1.800.000 dan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 672.400 per satu kali produksi dengan jumlah output 12 kg dengan harga Rp. 150.000 per kilogram. Berdasarkan perhitungan, nilai tambah yang diperoleh yaitu Rp. 26.413 per kilogram bahan baku. Kata Kunci : Nilai Tambah, Agroindustri, Abon Lele 1 ABSTRACT This research was conducted in the Panyingkiran Indihiang Tasikmalaya City. The purpose of this study to determine the technical production of shredded catfish and catfish shredded value-added products. The authors hope after conducting this study can be seen the added value of the business shredded catfish and how the processes and stages in the production activities in the agro-business shredded catfish. The method used in this research is a case study. The companies interviewed in this study is the CV. SATRIA GALUNGGUNG. Determining the location of This research has done intentionally (purposive sampling) on the basis that this agro-business is a business of shredded catfish with the largest production capacity in Tasikmalaya, production is done continuously and this company has been guided by the Department of Agriculture, Fisheries and Forestry Tasikmalaya. The raw materials needed for the production of agro-industry once shredded catfish is 30 kilogram and in a single production process to pay Rp. 1.126.600 earned from the purchase cost of raw materials as much as 30 kilograms of catfish at a price of Rp. 18.000,00 per kilogram with a total of Rp. 540.000, wage labor to 4 employees with a total payroll of Rp. 120.000,00 per 8-hour working people and other input costs Rp. 467.600,00. Revenue obtained Rp. 1.800.000,00 and profit of Rp. 672.400,00 per one time production with total output of 12 kg at a price of Rp. 150.000,00 per kilogram. Based on the calculations, the value added is Rp. 26 413,00 per kilogram of raw material. Key Word : Value added, Shredded catfish, Agroindustry PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi perikanan yang amat besar. Sehingga begitu banyak komoditas perikanan yang terdapat di Indonesia baik yang berasal dari air tawar, laut, dan payau. Semua ikan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, dengan demikian ikan sangat baik dikonsumsi sebagai sumber protein dalam lauk makanan (Teguh Sudarisman, Elvina A.R, 1996). Tabel 1. Hasil Produksi Ikan Lele di Pulau Jawa Satuan : Ton PROVINSI JUMLAH / TOTAL J A W A DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Lele (Ton) 2011 2009 2010 2012 2013* 115,205 200,186 256,962 307,631 393,254 115,205 200,186 256,962 307,631 393,254 632 3,648 48,044 28,290 7,902 26,690 1,666 5,554 91,041 36,768 21,539 43,618 1,741 7,231 112,756 54,088 23,220 57,926 2,087 8,324 146,440 62,686 25,287 62,807 1,435 9,668 197,783 75,236 29,205 79,927 Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya, 2013 2 Tabel 1. menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan produsen utama ikan lele. Namun demikian, pada kenyataannya dilapangan banyak pedagang maupun pengusaha di bidang perikanan membeli ikan dari luar Jawa Barat, lebih tepatnya dari Jawa Tengah padahal hasil produksinya lebih kecil dibandingkan dengan hasil produksi di Jawa Barat. Berbagai jenis komoditas ikan yang ada di Indonesia, salah satu ikan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yaitu ikan lele yang berasal dari air tawar. Lele merupakan komoditas perikanan yang popular, tidak hanya di kalangan pembudidaya, tetapi juga konsumen. Lele dumbo atau disebut juga lele afrika ini memiliki berbagai keunggulan dibandingkan lele lokal. Ikan lele merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang dijadikan unggulan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka peningkatan produksi hasil perikanan. Berkembangnya budidaya ikan lele di beberapa daerah telah diikuti dengan berkembangnya industri rumah tangga pengolahan ikan lele menjadi aneka produk olahan. Klasifikasi ikan lele dumbo menurut taksonominya adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Siluroidae Family : Clarridae Genus : Clarias Species : Clarias gariepinus Karakter ikan yang mudah busuk dan memiliki daya simpan pedek sehingga diperlukan cara untuk memperpanjang daya simpan ikan tersebut. Salah satu cara yang digunakan untuk memperpanjang daya simpan dengan cara pengolahan ikan segar menjadi produk olahan. Produk hasil olahan ikan seperti baso ikan, abon ikan, kerupuk ikan, sosis ikan, kecap ikan, tepung ikan, minyak 3 ikan dsb. Pengolahan ikan tersebut dapat memberikan nilai tambah pada produk tersebut sehingga meningkatkan harga jual. Beberapa literatur mengindikasikan bahwa pengembangan agribisnis perikanan berbasis pengolahan (agroindustri) memiliki keunggulan dibanding dengan pendekatan agribisnis lainnya. Salah satu alasan utamanya adalah bahwa perkembangan subsistem pengolahan lebih berpotensi mendorong terjadinya imbas positif ke subsistem-subsistem lain, dibanding sebaliknya. Sebagai contoh, agroindustri yang berkembang baik akan meningkatkan permintaan pasokan bahan baku berkualitas baik sehingga mendorong kegiatan penangkapan untuk mendorong kegiatan penangkapan untuk mendaratkan hanya ikan-ikan yang baik. Sebaliknya, seperti dapat kita saksikan pada saat ini, perkembangan yang baik pada sisi produksi tidak serta merta mendorong perkembangan industri pengolahan. Agroindustri pengolahan ikan lele di Kota Tasikmalaya salah satunya ialah pengolahan ikan lele menjadi abon. Perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri pengolahan ikan lele menjadi abon di Tasikmalaya dalam penelitian ini adalah CV. Satria Galunggung yang memiliki visi untuk meningkatkan nilai jual ikan lele tersebut. Perusahaan ini melakukan pencatatan usaha dalam setiap proses produksinya. Namun sampai saat ini perusahaan belum melakukan analisis kelayakan pada usahanya. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis nilai tambah agroindustri abon lele pada perusahaan tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui proses produksi abon lele, dan untuk mengetahui besar nilai tambah pada agroindustri abon lele. METODOLOGI PENELITIAN Moehar Daniel (2003) mengatakan bahwa dalam studi kasus, objek yang akan diteliti lebih terarah dan terfokus pada sifat tertentu yang tidak berlaku umum. Biasanya dibatasi oleh kasus, lokasi, tempat tertentu, serta waktu tertentu. Metode pengambilan contoh dalam studi kasus tidak terlalu mengikat sejauh penetapan suatu kasus benar-benar tepat. Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu pada industri Abon milik Bapak Ade Supriadi dengan nama perusahaan CV. Satria Galunggung dengan merk dagang Abon Lele Galunggung yang bertempat di Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. 4 Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner (Husein Umar, 2009). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari jurnal, buku, dan internet. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan tentang fenomena yang ada. Dalam hal ini adalah untuk menggambarkan usaha agroindustri olahan ikan lele berkaitan dengan proses eknis produksi, diagram alur produksi serta sumberdaya produksi yang digunakan. Analisis kuantitatif digunakan untuk menjelaskan aspek ekonomis dari kegiatan agroindustri olahan ikan lele menjadi abon di lokasi penelitian. Metode yang digunakan yaitu analisis nilai tambah metode Hayami. Dalam penelitian ini akan dihitung nilai tambah abon lele selama satu kali proses produksi, Setelah melakukan perhitungan nilai tambah, maka dapat dilakukan pengujian nilai tambah menurut kriteria pengujian Reyne dalam Musa Hubeis (1997) sebagai berikut : 1. Rasio nilai tambah rendah apabila memiliki persentase < 15 persen 2. Rasio nilai tambah sedang apabila memiliki persentase 15 persen – 40 persen 3. Rasio nilai tambah tinggi apabila memiliki persentase > 40 persen Tabel 2. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Variabel I. Output, Input dan Harga 1. Output (kg) 2. Input (kg) 3. Tenaga Kerja (JKO) 4. Faktor Konversi 5. Koefisien Tenaga Kerja (JKO/kg) 6. Harga Output (Rp/kg) 7. Upah Tenaga Kerja (Rp/JKO) II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga Bahan Baku (Rp/kg) 9. Sumbangan Input lain (Rp/kg) 10. Nilai Output (Rp/kg) 11. a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%) 12. a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kg) b. Pangsa Tenaga Kerja (%) 13. a. Keuntungan (Rp/kg) 5 Nilai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (1) / (2) = (3) / (2) (8) (9) (10) = (4) x (6) (11a) = (10) - (9) - (8) (11b) = (11a / 10) x 100 % (12a) = (5) x (7) (12b) = (12a / 11a) x 100 % (13a) = (11a) - (12a) b. Tingkat Keuntungan (%) III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin (Rp/kg) a. Pendapatan Tenaga kerja (%) b. Sumbangan Input Lain (%) c. Keuntungan pengusaha (%) (13b) = (13a / 11a) x 100 % (14) = (10) - (8) (14a) = (12a / 14) x 100% (14b) = (9 / 14) x 100% (14c) = (13a / 14) x 100% Sumber: Armand Sudiyono (2004) HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengolahan abon lele pada perusahaan sama seperti pembuatan abon pada umumnya, yakni meliputi proses pencucian, pengulitan, pemfiletan, pengukusan, pencabikan, penggorengan, penirisan dengan alat spinner, pencabikan, pengemasan, pelabelan. Ikan lele segar Penghalusan Bumbu Pencucian Pengulitan Dan Pemfiletan Pencabikan daging Pengukusan Pencampuran Dengan Bumbu Halus Penggorengan Penirisan minyak dengan mesin peniris (Spinner) Pengemasa n dan Pelabelan Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Abon Lele Galunggung Proses pembuatan abon lele pada agroindustri abon lele Galunggung melalui beberapa tahapan seperti : a. Mencuci ikan lele hingga bersih dari darah dan kotoran yang menempel pada ikan. b. Menarik kulit ikan lele dengan tang untuk melepaskan kulit ikan lele, kemudian memotong sirip punggung, dan sirip perut. 6 c. Memisahkan daging dari duri ikan dengan pisau filet. d. Mengukus ikan lele selama 20 hingga 30 Menit per panci. e. Mencabik serat daging ikan lele dan membuang duri halus yang masih tersisa. f. Menghaluskan bumbu yang telah disiapkan dengan menggunakan blender. g. Menumis bumbu yang telah dihaluskan dengan terus diaduk hingga matang. h. Mencampurkan daging ikan lele yang sudah dicabik dengan bumbu halus kemudian diaduk hingga matang merata. i. Memisahkan daging dan minyak dengan menggunakan mesin peniris (spinner) kapasitas 10 kilogram selama kurang lebih 20 menit. j. Memindahkan abon yang telah dipisahkan dari minyak kedalam wadah. k. Mencampurkan bawang goreng dengan abon yang telah kering. l. Mengemas abon dengan isi 100 gr per kemasan, kemudian menempelkan label dan tanggal kadaluarsa pada kemasan. Tekstur abon lele yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh ukuran lele, bumbu, dan cara pengolahan yang digunakan. Semakin besar ukuran ikan lele maka abon yang dihasilkan semakin berkualitas. Pemasaran yang dilakukan oleh CV. Satria Galunggung yaitu dalam Kota Tasikmalaya yaitu dengan memiliki outlet/toko di komplek UPTD Depo ikan serta di toko – toko makanan yang ada di Kota Tasikmalaya. Pemasaran yang dilakukan ke luar Kota Tasikmalaya yaitu ke Garut, Bandung, Sumedang, Cirebon, Ciamis, Kuningan, Majalengka. Biaya pengiriman untuk luar Kota Tasikmalaya di tanggung oleh pemesan. Analisis nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami. Diketahui bahan baku yang digunakan untuk mengolah ikan lele menjadi abon sebanyak 30 kilogram untuk satu kali produksi. Dari input (bahan baku) sebanyak itu diperoleh 12 kilogram abon lele, maka dapat diketahui faktor konversi dari hasil pengolahan ikan lele menjadi abon sebesar 0,4 artinya setiap 1 kilogram bahan baku akan menghasilkan abon lele sebanyak 0,4 kilogram. Nilai output sebesar Rp. 60.000,00 merupakan perkalian antara faktor konversi dan harga output. Nilai tersebut menunjukkan nilai abon lele yang dihasilkan dari pengolahan 1 kilogram ikan lele. 7 Nilai tambah yang dihasilkan dari industri abon lele merupakan selisih antara nilai output dan biaya bahan baku dan sumbangan input lain per proses produksi. Nilai tambah yang diperoleh dari setiap pengolahan 1 kilogram bahan baku menjadi abon yaitu sebesar Rp. 26.413,00 per kilogram bahan baku atau 44,02 persen dari nilai output. Imbalan tenaga kerja dapat diperoleh dari koefisien dikalikan dengan upah rata – rata tenaga kerja, dengan upah tenaga kerja sebesar Rp. 3.750,00 per jam kerja orang, maka koefisien tenaga kerja adalah 0,27 (JKO) jam kerja orang per kilogram bahan baku, yang artinya untuk mengolah 1 kilogram bahan baku dibutuhkan tenaga kerja 0,27 jam kerja orang. Pendapatan tenaga kerja sebesar Rp. 1.001,25 per kilogram bahan baku, dan pangsa tenaga kerja sebesar 3,79 persen. Margin yang diperoleh dari nilai produk output dikurangi dengan harga input bahan baku adalah sebesar Rp. 42.000,00. Margin untuk pendapatan tenaga kerja diperoleh dari pendapatan tenaga kerja dibagi dengan margin yaitu sebesar 2,39 persen. Margin sumbangan input lain diperoleh dari sumbangan input lain dibagi dengan margin yakni sebesar 37,11 persen. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah sebesar 60,50 persen yang diperoleh dari keuntungan dibagi margin. Tabel 6. Analisis Nilai Tambah Abon Lele Galunggung Variabel I. Output, Input dan Harga 1. Output (kg) 2. Input (kg) 3. Tenaga Kerja (JKO) 4. Faktor Konversi 5. Koefisien Tenaga Kerja (JKO/kg) 6. Harga Output (Rp/kg) 7. Upah Tenaga Kerja (Rp/JKO) Nilai 12 30 8 0,4 0,27 150.000 3.750,00 II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 10. Nilai Output (Rp/kg) 11. a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%) 12. a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kg) b. Pangsa Tenaga Kerja (%) 13. a. Keuntungan (Rp/kg) 8 18.000,00 15.587,00 60.000,00 26.413,00 44,022 1.001,25 3,79 25.411,75 b. Tingkat Keuntungan (%) 96,21 III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin (Rp/kg) a. Pendapatan Tenaga kerja (%) b. Sumbangan Input Lain (%) c. Keuntungan pengusaha (%) 42.000,00 2,38 37,11 60,51 Sumber: Data Primer Diolah,2015 Teori yang dikemukakan oleh Reyne (1987) dalam Musa Hubeis (1997) mengenai pengujian nilai tambah bahwa rasio nilai tambah rendah apabila memiliki persentase kurang dari 15 persen, rasio nilai tambah sedang apabila memiliki persentase 15 persen sampai 40 persen dan rasio nilai tambah tinggi apabila memiliki persentase lebih dari 40 persen. CV. Satria Galunggung memiliki rasio nilai tambah tinggi atau lebih besar dari 40 persen, hal ini dapat dilihat dari nilai rasio nilai tambahnya sebesar 44,02 persen, yang artinya bahwa agroindustri abon tergolong ke dalam agroindustri yang memiliki nilai tambah tinggi. Sumbangan input lain merupakan bahan bahan pendukung yang diperlukan dalam suatu proses produksi. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses produksi abon lele meliputi pencucian, pengulitan, pemfiletan, pengukusan, pencabikan, penggorengan, pengeringan, pengemasan. Tekstur abon lele yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh ukuran ikan lele. Semakin besar ukuran ikan lele maka kualitas abon yang dihasilkan semakin baik 2. Berdasarkan perhitungan analisis nilai tambah metode Hayami, besar nilai tambah yang diperoleh oleh perusahaan yaitu Rp. 26.413,00 per kilogram bahan baku dan tingkat keuntungan dari usaha abon lele adalah sebesar 96,21 Persen. SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka penulis menyarankan hal – hal sebagai berikut : 1. Peran pemerintah sebagai pembuat serta pelaksana regulasi melalui Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sangat diperlukan untuk meningkatkan 9 usaha agroindustri abon lele dengan melakukan dan pelatihan kepada seluruh pembudidaya ikan lele di Kota Tasikmalaya. Dengan meningkatnya sektor produksi perikanan budidaya akan berdampak positif terhadap supply ikan yang sustainable dari petani ikan ke Depo Pasar Ikan, dengan demikian kendala ketersediaan bahan baku bagi pengusaha abon dapat teratasi. 2. Untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha abon lele, pengusaha perlu memperhatikan dua faktor penting yaitu faktor teknis dan faktor ekonomis. Faktor teknis meliputi menjaga ketersediaan bahan baku, meningkatkan kapasitas produksi, dan efisiensi tenaga kerja. Sedangkan faktor ekonomis meliputi penentuan harga output, penentuan upah tenaga kerja, pembelian harga bahan baku dan input lainnya. Namun demikian perlu dipertimbangkan tingkat kesejahteraan pegawai atau karyawan dalam penentuan upah tenaga kerja. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2013. Volume Produksi Ikan Lele di Indonesia. Dalam http://www.djpb.kkp.go.id/. Diposting 2014. Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, dan Masdjidin S.1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java. A prospectif From A Sunda Village. Bogor dalam Armand Sudiyono.2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang Husein Umar. 2009. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Rajawali Pers. Jakarta. Moehar Daniel. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Reyne, M. 1987. Les Coix Technologiques pour l’Enterprise : Diagnotic Technique Analyse de l’Environnement Economique. Technique et Documentation, Paris. France. dalam Musa Hubeis.1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Teguh Sudarisman, Elvina A.R. 1996. Petunjuk Memilih Produk Ikan dan Daging. Penebar Swadaya. Jakarta. 10