PENINGKATAN KESADARAN PEREMPUAN

advertisement
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
PENINGKATAN KESADARAN PEREMPUAN TERHADAP
PENGELOLAAN LINGKUNGAN WILAYAH PESISIR DI KELURAHAN
BUMI WARAS BANDAR LAMPUNG
Oleh:
Ari Darmastuti, Pitojo Budiono, Tabah Maryanah, dan
Dwi Wahyu Handayani
Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisip Universitas Lampung
ABSTRACT
Can be formulated conditions of coastal communities Bandar Lampung,
especially in the Village Earth Sane, as follows: (1). Women and children are the
most vulnerable due to unhealthy environmental conditions, (2). Knowledge and
awareness of the community, especially women in the surrounding environment
management is still low, (3). Women and children are the most vulnerable due to
weak family economy, so the sustainability of low education and women easily
become victims of domestic kekekerasan.
The method used in this activity is a seminar / lecture on organizational functions,
strengthening organizations, gender and the environment, human rights and the
environment, and the law on the environment. This activity is also using
simulation methods on how to build a strategy of analysis of the problem and its
potential, as well as simulations of effective environmental management
measures. The results of the activities, participants gain understanding about the
organization / institution, gender and the environment, human rights and the
environment and socialization of Environmental Law.
Keywords: Awareness of Women, Environme ntal Manage ment, Gender
I.
Pendahuluan
Dinamisasi pembangunan di sisi lain mengakibatkan pencemaran lingkungan
hidup dan kerusakan lingkungan. Perempuan dan anak adalah bagian warga
negara yang memeroleh dampak secara langsung terjadinya pencemaran.
Perempuan yang terganggu kesehatannya akibat lingkungan hidup yang tidak
sehat akan berakibat secara tidak langsung terhadap kesehatan anak sebaga i
generasi penerus bangsa.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah memberikan perubahan yaitu bersifat
demokratis, memberikan kewenangan luas kepada pemerintah daerah dan lebih
mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam memberikan kontrol terjadinya
kerusakan lingkungan hidup.
Peran perempuan secara implisit dijelaskan dalam pasal 70 tentang peran
masyarakat. Peran perempuan dalam perlindungan lingkungan hidup menurut
Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat berupa
pengawasan sosial dan peran perempuan dalam pembuatan kebijakan Lingkungan
Hidup melalui lembaga legislative. Kuota perempuan 30 persen dalam
1
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
DPR/DPRD memberikan peluang keikutsertaan perempuan dalam Rencana
Penyusunan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) dan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS).
Namun, pengawasan sosial yang dilakukan perempuan idealnya tidak hanya
dilakukan melalui lembaga legislatif, tetapi yang lebih penting adalah di
masyarakat. Persoalan ketimpangan antara kepentingan pembangunan dan
dampaknya terhadap lingkungan hidup itu banyak terjadi. Di wilayah pesisir Kota
Bandar Lampung, selain masyarakatnya harus hidup di antara tumpukan sampah,
limbah air dari dataran lebih tinggi yang akan bermuara di laut, juga adanya
ancaman dampak pencemaran lingkungan akibat adanya perusahaan batu bara.
Masyarakat juga dihadapkan dengan permasalahan sosial lainnya, seperti
lemahnya perekonomian masyarakat berakibat pada beragamnya permasalahan
sosial di masyarakat, misal akses pendidikan anak yang kurang optimal dan
tingkat KDRT yang tinggi.
Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan kondisi masyarakat pesisir
Kota Bandar Lampung, khususnya di Kelurahan Bumi Waras, sebagai berikut:
1. Perempuan dan anak menjadi kelompok yang rentan akibat adanya kondisi
lingkungan yang tidak sehat.
2. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat khususnya perempuan dalam upaya
pengelolaan lingkungan sekitarnya masih rendah.
3. Perempuan dan anak menjadi kelompok yang rentan akibat lemahnya
perekonomian keluarga, sehingga keberlanjutan pendidikan anak rendah dan
perempuan mudah menjadi korban kekekerasan dalam rumah tangga.
Tujuan khusus kegiatan ini adalah: 1) memberikan pengetahuan tentang
manfaat penguatan kelembagan/organisasi JPRP dalam upaya pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir Kota Bandar Lampung, 2) memberikan pengetahuan
hak azasi perempuan dan anak terhadap lingkungan yang nyaman dan sehat, 3)
memberikan pengetahuan tentang peran perempuan dalam pengelolaan
lingkungan, 4) memberikan pengetahuan tentang peran perempuan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menurut UU No. 32 Tahun 2009.
Manfaat kegiatan ini adalah: 1) Kelompok perempuan pesisir mendapat
pengetahuan tentang manfaat penguatan kelembagan/organisasi JP RP dalam
upaya pengelolaan lingkungan wilayah pesisir Kota Bandar Lampung. 2)
kelompok perempuan pesisir mendapat pengetahuan hak azasi perempuan dan
anak terhadap lingkungan yang nyaman dan sehat. 3) Kelompok perempuan
pesisir mendapat pengetahuan tentang peran perempuan dalam pengelolaan
lingkungan. 4) Kelompok perempuan pesisir mendapat pengetahuan tentang peran
perempuan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menurut UU
No. 32 Tahun 2009.
Sasaran dari kegiatan pengabdian ini adalah anggota Jaringan Perempuan
Pesisir (JPrP) Kota Bandar Lampung. JPrP yang memiliki slogan “Perempuan &
Kearifan Lokal" ini adalah organisasi massa perempuan pesisir Bandar Lampung
yang bersifat terbuka dan bersifat kerakyatan. Pokok-pokok perjuangannya yaitu
terlibat aktif dalam gerakan sosial dan kolektif untuk terpenuhnya hak-hak dasar
(hak lingkungan, tanah, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, partisipasi,
informasi dan komunikasi, identitas, air bersih dan pangan). Kegiatan yang
dilakukan selama ini diantaranya pengolahan daur ulang sampah, tabungan
2
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
perbaikan rumah, Kelompok Belajar Anak (KBA), dan penghijauan kampong.
JPrp bermarkas di Jl. Yos Sudarso Gg Krawang II, Kel. Garuntang Teluk Betung
Bandar Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hak Pere mpuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Berdasarkan doktrin hukum HAM internasional, menurut Karel Vasak
dalam Ridhal Saleh (2005), hak atas lingkungan hidup merupakan salah satu hak
yang termasuk dalam kategori generasi ketiga di mana yang mendapatkan
perlindungan tidak hanya hak yang bersifat individu tetapi juga hak-hak kolektif.
Paul Sieghart mengidentifikasi 6 golongan hak-hak kolektif, yaitu : (i) hak atas
penentuan nasib sendiri; (ii) hak atas perdamaian dan keamanan internasional; (iii)
hak untuk menggunakan kekayaan dan sumber daya alam; (iv) hak atas
pembangunan; (v) hak kaum minoritas, dan (vi) hak atas lingkungan hidup.
Perkembangan terkini dalam Ifdhal Kasim (2004), berdasarkan Konvensi
HAM Wina 1993, tidak terdapat lagi perbedaan kategorisasi HAM berdasarkan
perkembangan generasi, kepentingan yang dilindungi, maupun dikotomi antara
hak-hak sipil dan politik dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya karena
HAM pada prinsipnya saling terkait (interdependence) dan tidak dapat dipisahkan
(indivisible).
Sistem budaya patriarkhi menyebabkan persoalan yang dihadapi
perempuan secara structural, yang menunjukkan hubungan laki- laki dan
perempuan tidak setara. Adanya kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan
dan semakin lemahnya peran negara melindungi warganya akibat tekanan
globalisasi.
Jurnal Perempuan No. 48 Tahun 2006, Pengetahuan Perempuan, hal.129
menyatakan Temu Nasional Aktivis Perempuan Indonesia tanggal 31 Agustus
2006 menghasilkan 12 Agenda khusus gerakan perempuan untuk tahun 20062011. Salah satu agenda yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah
agenda tentang perempuan dan Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi :
1. Mengintegrasikan isu SDA dalam gerakan social lain
2. Mengkampanyekan hak asasi perempuan dalam pengelolaan SDA
3. Pengelolaan SDA berbasis komunitas yang responsive gender (misalnya
petani, nelayan,dll)
4. Menuntut tanggung jawab Negara dan korporasi yang merusak lingkungan
hidup dan melanggar hak asasi perempuan dan adapt.
5. Menolak pembayaran utang luar negeri yang bersumber dari eksploitas i SDA.
6. Advokasi kebijakan dan kasus pengelolaan SDA.
Dalam Mariana Amiruddin, Jurnal perempuan no.42 tahun 2005, Vandana
Shiva: Pembangunan melahirkan Tunawisma di Kampung dunia, tertulis
ekofeminisme seperti dalam buku Reclaim The Earth menawarkan analisis relasi
perempuan dan alam dan bagaimana perempuan sepanjang masa telah melindungi
alam. Bagi Indonesia sebuah negara yang tingkat kemiskinan dan kerusakan
potensi alamnya sama-sama luar biasa pada satu dimensi, dan lemahnya posisi
perempuan terutama pada dimensi kemiskinan, gagasan Shiva akan menjadi
3
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
wacana bagi pengambil kebijakan untuk memperhatikan peran perempuan dalam
pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
2.2 Peran Pere mpuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut UU
No. 32 Tahun 2009
Peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana menjadi
agenda tahun 2006-2011 temu nasional perempuan, maka diharapkan ada
keikutsertaan perempuan dalam pengambilan kebijakan terkait masalah
pengelolaan lingkungan hidup.
Seiring dengan berkembangnya isu hak asasi manusia, demokrasi, lingkungan
hidup, dan kesetaraan gender, maka sedikit banyak telah mempengaruhi
pemikiran pemerintah dan kalangan organisasi non pemerintah di Negara maju
maupun di Negara berkembang untuk meningkatkan manajemen pengelolahan
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mengedepankan prinsip-prinsip
keadilan, demokrasi, dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Prinsip keadilan merujuk pada kebijakan pengelolaan sumber daya alam
harus direncanakan, dilaksanakan, dimonitoring, dan dievaluasi secara
berkelanjutan, agar dapat memenuhi kepentingan pelestarian dan keberlanjutan
fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup dan juga kepentingan inter antar
generasi maupun untuk keadilan gender. Prinsip inilah yang ingin dipenuhi oleh
pemerintah melalui perubahan undang- undang linkungan hidup yaitu UndangUndang No. 32 tahun 2009.
Jika kita meninjau UU No. 32 Tahun 2009, maka tidak ada pasal yang
menunjukkan pasal yang secara langsung menyebutkan pere mpuan sebagai
subyek dalam lingkungan hidup. Peran perempuan dalam lingkungan hidup dapat
ditunjukan tersirat di dalam pasal 70 tentang peran masyarakat, yang
menyebutkan bahwa: Masyarakat memiliki hak dan kesempatan pemikiran yang
sama dan seluas- luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
a. Peran masyarakat dapat berupa:
1) pengawasan sosial;
2) pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
3) penyampaian informasi dan/atau laporan.
b. Peran masyarakat dilakukan untuk:
1) meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
2) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
3) menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
4) menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial; dan
5) mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Berdasarkan pasal tersebut, maka beberapa hal yang dapat dilakukan
perempuan adalah sebagai berikut:
4
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
a. Peran Perempuan dalam Pengawasan Sosial
Perempuan sebagai bagian dari masyarakat harus mampu ikut berperan
dalam pengawasan timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dapat
mengganggu kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab harus juga menjadi perhatian kaum perempuan.
Pemahaman perempuan tentang lingkungan hidup merupakan pengetahuan yang
wajib dimiliki oleh perempuan, sehingga perempuan dapat tanggap terhadap
lingkungannya. Perempuan diharapkan dapat proaktif jika telah terjadi
ketidakadilan dalam bentuk pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Melalui
kelompok di luar pemerintah seperti NGO, perempuan dapat aktif mengawasi
terjadinya kerusakan lingkungan hidup.
Perempuan adalah bagian dalam keluarga yang mempunyai peran untuk
menjadi pendidik sekaligus pelaku pertama yang memahami bagaimana menjaga
kwalitas hidup melalui terciptanya lingkungan hidup yang sehat di lingkungan
keluarga. Oleh sebab itu pemberdayaan perempuan tentang lingkungan hidup
perlu diberikan kepada perempuan.
Berdasarkan beberapa penelitian tentang lingkungan (environmental
sustainability) perempuan dapat berperan sebagai agent of change yang dapat
merespons perubahan lingkungan dengan lebih baik daripada laki- laki karena sifat
„memelihara‟yang dimiliki perempuan.
Perempuan yang berposisi sebagai decision makers atau leader berperan
penting untuk mendorong pengintegrasian perspektif perempuan dalam berbagai
kebijakan terkait dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Penyataan akan
pentingnya perspektif gender telah muncul dalam the Hyogo Framework of Action
sebagai hasil dari the World Conference on Disaster Reduction States yang
diselenggarakan PBB pada tahun 2005. Terdapat pernyataan yang menyebutkan
bahwa “a gender perspective should be integrated into all disaster risk
management policies, plans and decision-making processes, including those
related to risk assessment, early warning, information management, and
education and training”.
Bentuk komitmen kaum perempuan adalah aktivitas kepedulian dalam
menyelamatkan dan melestarikan fungsi lingkungan hidup, dengan mencegah
pencemaran dan perusakan yang diakibatkan oleh kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya alam. Di mana kegiatan tersebut secara langsung
berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Beberapa perubahan
perilaku dapat dilakukan misalnya, upaya mitigasi terhadap pemanasan global
dengan penurunan emisi gas rumah kaca dan peningkatan kapasitas penyerapan
karbon, melalui gerakan penanaman pohon, penyelamatan ozon me lalui
penggunaan kosmetik yang alami tanpa gas pendorong seperti misalnya hair
spray dan parfum.
b.
Peran Perempuan dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undangundang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol), kuota keterlibatan
perempuan dalam dunia politik adalah sebesar 30 persen, terutama untuk duduk di
5
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
dalam parlemen. Kuota tersebut dapat membantu perempuan di dalam perannya
ikut serta dalam pengambilan kebijakan.
Kuota perempuan dalam legislatif telah memberi kesempatan pada
perempuan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan. UUPPLH
menunjukkan penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan pada penguatan
demokrasi tersebut, maka perempuan dapat ikut berperan di dalam menentukan
kebijakan lingkungan hidup melalui lembaga legislative di daerah. Melalui
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) bagian III
UUPPLH dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (pasal 15 UU No.32 tahun
2009), perempuan dapat berperan ikut memastikan bahwa setiap kebijakan
pembangunan di daerah harus didasarkan pada prinsip pembanguna n
berkelanjutan dan tidak berpotensi menimbulkan dampak risiko lingkungan hidup.
Berikut ini Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur
dalam pasal 10 (4) UUPPLH:
RPPLH memuat rencana tentang:
a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup;
c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya
alam; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Sedangkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) diatur di dalam
pasal 16 UU No. 32 tahun 2009. KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
a. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Pasal tersebut menjadi pedoman bagi kebijakan lingkungan hidup di
daerah dan dasar penyusunan rencana pembangunan. Peran perempuan dalam hal
ini tentunya mampu ikut berperan dalam penyusunan rencana, program, atau
kebijakan yang mengutamakan keselamatan masyarakat, kelestarian lingkungan
hidup, dan responsive gender. Jumlah perempuan sebanyak 30 % di da lam
DPR/DPRD diharapkan mampu memberikan suara dan melakukan monitoring
terhadap kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah yang harus terintegrasi
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan sesuai dengan RPPLH dan KLHS
.yang sudah dibuat oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
2.3 Penguatan Kelembagaan
Konsep perubahan dalam organisasi tersebut digambarkan oleh Kasali
(2006) sebagaimana gambar 1.
6
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Gambar 1: Perubahan dalam organisasi
Garis lengkung menggambarkan siklus kehidupan organisasi. Lahir,
kemudian memiliki kinerja yang menurun, karena saat awal kehidupan organisasi,
masih memerlukan berbagai kebutuhan sumber daya, dan organisasi belum
mampu memenuhi kebutuhan sumber dayanya sendiri, sehingga sumber daya
harus disubsidi dari luar. Seiring dengan waktu organisasi akan mulai memiliki
reputasi, mendapatkan berbagai kepercayaan masyarakat, sehingga organisasi
mulai mandiri dan mulai mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Demikian
seterusnya semakin hari organisasi akan terus berkembang sampai pada titik
tertentu. Titik A merupakan titik dimana organisasi berada dalam kinerja terbaik,
reputasi sangat tinggi, kepercayaan masyarakat sangat baik. Pada saat inilah saat
terbaik dalam mengadakan perubahan organisasi. Organisasi harus berpikir jauh
ke depan, organisasi harus mampu memperkirakan terobosan agar kepentingan
organisasi lebih dipahami masyarakat dan pemerintah. Perubahan yang dilakukan
ketika organisasi berada pada titi A, tidak akan terasa berat, karena organisasi
sedang dalam performance puncak, dan perubahan dapat dilakukan secara
evolutif.
Titik C merupakan titik balik organisasi, kinerja organisasi mulai turun,
namun kepercayaan masyarakat masih tinggi. Namun jika kondisi ini dibiarkan
terus maka kinerja organisasi lambat laun akan habis dan menurun, kemudian
akan ditinggalkan oleh masyarakat dan selanjutnya akan mati. Jika organisasi mau
memperpanjang umurnya, maka organisasi harus melakukan perubahan secara
revolusioner. Titik B1 merupakan titik perubahan yang dilakukan organisasi
dengan revolusioner, yang diistilahkan dengan turnaround, atau “balik arah”.
Perubahan yang dilakukan akan terasa berat, kinerja organisasi sedang menurun,
kepercayaan masyarakat juga dalam kondisi yang menurun. Pada kondisi ini
organisasi harus memaksa komponen organisasi untuk berubah. Apa yang telah
dikerjakan pada masa lalu dan sudah menjadi kebiasaan harus mampu
ditinggalkannya. Seluruh komponen organisasi harus “berubah haluan” mulai
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan baru, tradisi-tradisi baru, sistem baru, visi baru,
dan seterusnya.
Jika organisasi tidak melakukan turnaround maka organisasi akan masuk
ke manajemen krisis (titik B). Titik B merupakan titik harapan terakhir dari
organisasi untuk berubah atau mati. Jika organisasi mengadakan perubahan pada
titik B ini maka akan berlaku hukum sebagaimana pada turnaround tetapi jauh
lebih tegas, lebih revolutif, dan harus dijalankan dalam kurun waktu yang cepat
dan program yang sangat jelas. Perubahan dilakukan dalam konsep “ya atau
7
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
tidak”, tidak ada tawar menawar lagi, karena organisasi berada dalam ambang
kematian.
2.4 Pembangunan Responsif Gender
Istilah “gender” dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud
untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki- laki yang mempunyai sifat
bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Seringkali
orang mencampuradukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah)
dengan yang bersifat non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah.
Perbedaan peran gender ini juga menjadikan orang berpikir kembali tentang
pembagian peran yang dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun
laki- laki.
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara lakilaki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah
sesuai dengan perkembangan zaman. Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang
ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh
karena itu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat
permanen dan universal.
Dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman gender,
ada beberapa istilah yang perlu diketahui:
a. Buta Gender (gender blind), yaitu kondisi/ keadaan seseorang yang tidak
memahami tentang pengertian/konsep gender karena ada perbedaan
kepentingan laki- laki dan perempuan.
b. Sadar Gender (gender awareness), yaitu kondisi/keadaan seseorang yang
sudah menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan lakilaki.
c. Peka/Sensitif Gender (gender sensitive), yaitu kemampuan dan kepekaan
seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek
kehidupan lainnya dari perspektif gender (disesuaikan kepentingan yang
berbeda antara laki- laki dan perempuan).
d. Mawas Gender (gender perspective), yaitu kemampuan seseorang
memandang suatu keadaan berdasarkan perspektif gender.
e. Peduli/Responsif
Gender
(gender
concern/responcive),
yaitu
kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang sudah dilakukan dengan
memperhitungkan kepentingan kedua jenis kelamin.
Untuk memahami gender lebih lanjut, perlu diperhatikan juga mengenai
terjadinya ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender atau diskriminasi gender
merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial dimana salah sat u jenis
kelamin (laki- laki maupun perempuan) menjadi korban. Hal ini terjadi karena
adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban
manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua belah pihak,
walaupun dalam kehidupan sehari- hari lebih banyak dialami oleh perempuan.
Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga dan
masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu:
a. Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang
seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan terjadinya
8
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan dianggap ramah, lembut, rapi,
maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman Kanak-kanak;
kaum perempuan ramah dianggap genit; kaum laki- laki ramah dianggap perayu.
b. Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis
kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya dibandingkan
dengan jenis kelamin lainnya. Contoh: Sejak dulu, perempuan mengurus
pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap sebagai “orang rumah”
atau “teman yang ada di belakang”.
c. Marginalisasi/Peminggiran, adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap
salah satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama yang berakibat
kemiskinan. Misalnya, perkembangan teknologi menyebabkan apa yang
semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin
yang pada umumnya dikerjakan oleh lakilaki.
d. Beban Ganda/Double Burden, adalah adanya perlakuan terhadap salah satu
jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
e. Kekerasan/Violence, yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis
seseorang, sehingga kekerasan tersebut tidak hanya menyangkut fisik
(perkosaan, pemukulan), tetapi juga nonfisik (pelecehan seksual, ancaman,
paksaan, yang bisa terjadi di rumah tangga, tempat kerja, tempat-tempat
umum.
Akibat Diskriminasi berbagai bentuk diskriminasi merupakan hambatan
untuk tercapainya keadilan dan kesetaraan gender atau kemitrasejajaran ya ng
harmonis antara perempuan dan laki- laki, karena dapat menimbulkan:
a. konflik
b. stres pada salah satu pihak
c. relasi gender yang kurang harmonis
Dengan mengetahui dan memahami pengertian gender dan seks, seseorang
diharapkan tidak lagi mencampuradukkan pengertian kodrat (ciptaan Tuhan) dan
non-kodrati (buatan masyarakat yang bisa berubah sepanjang jaman). Konstruksi
sosial dapat terjadi karena pada dasarnya sikap dan perilaku manusia dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal, yaitu konstruksi biologis, konstruksi sosial, dan
konstruksi agama.
Pemahaman tentang perbedaan seks dan gender sangat penting karena
keduanya merupakan kunci untuk tidak terjadinya kesalahan analisis, baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat yang seringkali menimbulkan ketidakadilan
gender. Ketidakadilan gender dapat dihilangkan apabila masyarakat memahami
dan mawas diri serta bertekad mengubah perilaku ke arah yang responsif gender
dalam setiap kegiatan. Dengan demikian, perlu adanya kesepakatan dalam hal
pembagian peran, sehingga laki- laki dan perempuan dapat menjadi mitra yang
setara dan seimbang dalam kehidupan di keluarga, masyarakat, dan pemerintahan.
9
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
III. Metode Pengabdian
3.1 Kerangka Pe mecahan masalah
Untuk memecahkan permasalahan dan mencapai tujuan seperti yang telah
ditetapkan pada bagian permasalahan dan tujuan kegiatan, maka kerangka
pemecahan masalah dalam kegiatan ini seperti terlihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kerangka Pe mecahan Masalah
N Kondisi Saat Ini
Threatment (Perl akuan)
Kondisi yang Diharapkan
NO.
1.
2.
3.
4.
Peserta
1
belum memahami
upaya penguatan
kelembagaan dalam
pengelolaan lingkungan
hidup
2
Peserta
belum memahami
tentang konsep gender dan
lingkungan atau peran
perempuan dalam
pengelolaan lingkungan
Peserta
belum mengerti
3
perlindungan dan
pemero lehan lingkungan
yang sehat menjadi bagian
dari hak azasi manusia,
termasuk perempuan
Peserta belum mengetahui
tentang
4
UU No 32 Tahun
2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan
hidup
Memberikan penyuluhan
tentang penguatan
kelembagaan dalam
pengelolaan lingkungan
hidup
Memberi penyuluhan
tentang konsep
pembangunan responsif
gender. Juga peran
perempuan dalam
pembangunan lingkungan
Memberikan penjelasan
tentang HAM dan
lingkungan
JPrP akan semakin kuat
dalam politik dan
pemberdayaan masyarakat
Memberikan sosialisasi
tentang substansi UU
tersebut
Peserta memahami
sustansi UU tersebut,
sehingga menyadari bahwa
hak mendapat lingkungan
sehat dan nyaman itu
dilindungi oleh peraturan
hukum
Menumbuhkan kesadaran
bagi masyarakat
pentingnya lingkungan dan
pentingnya peran
perempuan terhadap
lingkungannya
Peserta memahami bahwa
lingkungan sehat dan
nyaman adalah bagian dari
hak azasi yang perlu
dilindungi
Untuk menjamin tercapainya tujuan (kondisi yang diharapkan) maka
penyampaian materi penyuluhan tidak hanya bersifat monologis, akan tetapi lebih
bersifat dialogis dan memberikan simulasi yang berkenaan dengan bagaimana
membangun strategi melalui identifikasi masalah dan potensi yang dimiliki serta
simulasi tentang penggambaran tindakan yang nyata.
3.2 Realisasi Pemecahan Masalah
Realisasi pemecahan masalah dalam kegiatan seminar peningkatan
kesadaran perempuan dalam pengelolan lingkungannya ini dilakukan dengan cara:
1. Penjajagan pengetahuan dan pemahaman peserta seminar dengan
menggunakan evaluasi awal. Cara ini digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman peserta seminar tentang penguatan organisasi,
pemahaman pembangunan responsif gender dan lingkungan hidup.
10
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
2.
3.
Selanjutnya tentang HAM dan lingkungan dan pemahaman tentang UU
Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009.
Memberikan materi seminar berupa makalah dan simulasi yang berkaitan
dengan fungsi organisasi, penguatan organisasi, gender dan lingkungan,
HAM dan lingkungan serta UU No 32 Tahun 2009.
Evaluasi akhir dan diskusi atas masalah- masalah yang belum dipahami
berkaitan dengan materi yang disampaikan.
3.3 Metode Kegiatan
1.
2.
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah seminar/ceramah tentang
fungsi organisasi, penguatan organisasi, gender dan lingkungan, HAM dan
lingkungan, dan UU tentang lingkungan hidup.
Kegiatan ini juga menggunakan metode simulasi tentang bagaimana
membangun strategi dari analisis masalah dan potensi yang dimiliki, serta
simulasi tentang tindakan efektif pengelolaan lingkungan.
Adapun skenario seminar penguatan organisasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
Nama Materi
Pertemuan ke Waktu Penyampaian
Metode Penyampaian
Sarana
Nama Materi
Konsep
:
Gender dan Kesetaraan Gender dalam
Pembangunan
1 :
2 jam
:
Ceramah,
:
Diskusi, Simu lasi
LCD: in Focus, Papan Tulis dan Peralatan Simulasi
Pertemuan ke Waktu Penyampaian
Metode Penyampaian
Sarana
Penguatan
:
Organisasi/Kelembagaan dalam Pengelolaan
Lingkungan
2 :
2 jam
:
Ceramah,
:
Diskusi, Simu lasi
LCD: in Focus, Papan Tulis dan Peralatan Simulasi
Nama Materi
Pertemuan ke Waktu Penyampaian
Metode Penyampaian
Sarana
Gender
: dan Lingkungan
3 :
2 jam
:
Ceramah,
:
Diskusi
LCD: in Focus dan Papan Tulis
Nama Materi
Pertemuan ke Waktu Penyampaian
Metode Penyampaian
Sarana
HAM
: dan lingkungan
4 :
1 jam
:
Ceramah,
:
Diskusi
LCD: in Focus dan Papan Tulis
Nama materi
Sosialisasi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
11
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
3.4 Keterkaitan Kegiatan
Kegiatan seminar ini sangat menunjang program pemerintah dalam
membangkitkan kesadaran kritis individu dan mengorganisir masyarakat untuk
dapat melakukan tindakan kolektif serta penguatan partisipasi dalam
pembangunan dan pemerintahan. Tujuannya adalah menggerakkan aktivitas
peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah setempat berdasarkan
potensi lokal yang dimiliki, sehingga dapat tercipta masyarakat yang maju dan
mandiri. Di samping itu, seminar ini juga menunjang program perguruan tinggi
dalam pengabdian masyarakat terutama mengajak partisipasi masyarakat dari
seluruh kelompok untuk mengoptimalkan fungsi dan perannya dalam
pembangunan dengan melihat aspek pemerataan kesempatan.
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1
Realisasi Kegiatan
Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 7 Juli 2012
di Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada tabel 4.1.2 sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Jadwal Penyuluhan Upaya Peningkatan Kesadaran Pere mpuan
dalam Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir di Kecamatan Bumiwaras
Bandar Lampung
N
NO
Waktu
Kegiatan
Keterangan
11.30-12.00
1
Checking peserta dan pembukaan
Panitia
2
12.00-13.00
Materi I:
”Penguatan Organisasi/Kelembagaan dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup”
Tanya Jawab
Materi II:
”Gender dan Lingkungan”
Tanya Jawab
Materi III:
“HAM dan Lingkungan”
Tanya Jawab
Materi IV:
“Sosialisasi UU Lingkungan Hidup”
Dr. Pitojo budiono
1.
2.
13.00-13.30
13.30-14.30
3
3.
14.30-15.00
15.00-16.00
4
4.
16.00-16.15
16.15-17.00
6
5.
17.00-17.30
14.00-14.15
7
Dr. Ari Darmastuti
Tabah Maryanah,
M.Si
Dwi Wahyu
Handayani, M.Si
Tanya Jawab
Penutup
Panitia
4.2. Hasil Evaluasi
Dalam pelaksanaan penyuluhan peningkatan kesadaran perempuan dalam
pengelolaan Wilayah Pesisir ini, sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan
12
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
dilakukan test. Test tersebut bertujuan melihat capaian pemahaman peserta
terhadap
materi
yang
disampaikan,
yaitu
tentang
penguatan
organisasi/kelembagaan, gender dan lingkungan, HAM dan lingkungan dan
sosialisasi UU Lingkungan Hidup . Soal test terlampir pada bagian lampiran.
Hasil pretest yang diberikan sebelum kegiatan pembelajaran I hingga IV,
menunjukkan bahwa hanya 79% dari 30 peserta belum mengerti tentang makna
kesetaraan gender. Kedua, sebanyak 68 % peserta belum memahami bahwa
perempuan dan anak adalah pihak yang paling rentan. Ketiga, 46 % peserta belum
memahami perempuan harus turut memperhatikan dan mengawasi lingkungannya.
Ketiga, sebanyak 55 % peserta belum paham isi UU No. 32 tahun 2009 tentang
lingkungan hidup yang menuntut peran perempuan dalam pengelolaan lingk ungan
hidup. Berikut ini gambaran tingkat pemahaman peserta sebelum diklat yang
tersaji dalam tabel.
Tabel 4.2a Tingkat Pe mahaman Peserta Sebelum Diklat
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pemahaman peserta tentang manfaat organisasi bagi diri sendiri
Pemahaman peserta tentang peran dalam organisasi
Pemahaman peserta tentang apakah perlu adanya penguatan dalam organisasi.
Pemahaman tentang makna kesetaraan gender.
Pemahaman bahwa perempuan dan anak adalah pihak yang paling rentan menjadi
korban akibat permasalahan/kerusakan lingkungan hidup.
Pemahaman tentang peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan sangat penting.
Pemahaman tentang upaya perempuan dalam menjaga dan mengelola lingkungan.
Pemahaman bahwa perempuan harus turut memperhatikan dan mengawasi
lingkungannya.
Pemahaman hak azasi manusia termasuk hak manusia memeroleh perlindungan
terjaganya lingkungan yang sehat dan nyaman.
Pemahaman tentang isi Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup
yang menuntut peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
13
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Tabel 4.2b Tingkat Pe mahaman Peserta Sesudah Diklat
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pemahaman peserta tentang manfaat organisasi bagi diri sendiri
Pemahaman peserta tentang peran dalam organisasi
Pemahaman peserta tentang apakah perlu adanya penguatan dalam organisasi.
Pemahaman tentang makna kesetaraan gender.
Pemahaman bahwa perempuan dan anak adalah pihak yang paling rentan menjadi
korban akibat permasalahan/kerusakan lingkungan hidup.
Pemahaman tentang peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan sangat penting.
Pemahaman tentang upaya perempuan dalam menjaga dan mengelola lingkungan.
Pemahaman bahwa perempuan harus turut memperhatikan dan mengawasi
lingkungannya.
Pemahaman hak azasi manusia termasuk hak manusia memeroleh perlindungan
terjaganya lingkungan yang sehat dan nyaman.
Pemahaman tentang isi Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup
yang menuntut peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil evaluasi atau yang sudah dilakukan, menunjukkan
adanya peningkatan pemahaman peserta. Sebelum diklat diberikan, dari hasil post
test menunjukkan bahwa peserta belum mengerti tentang peserta belum paham
makna kesetaraan gender, belum paham bahwa perempuan dan anak adalah pihak
yang paling rentan menjadi korban akibat permasalahan/kerusakan lingkungan
hidup, peserta belum paham bahwa perempuan harus turut memperhatikan dan
mengawasi lingkungannya serta peserta belum paham isi UU No. 32 tahun 2009
tentang lingkungan hidup yang menuntut peran perempuan dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Setelah disampaikan materi dalam diklat, ada peningkatan
pemahaman peserta. Dari hasil post test menunjukkan bahwa peserta telah
memahami tentang makna kesetaraan gender, belum paham bahwa perempuan
dan anak adalah pihak yang paling rentan menjadi korban akibat
permasalahan/kerusakan lingkungan hidup, peserta belum paham bahwa
14
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
perempuan harus turut memperhatikan dan mengawasi lingkungannya serta
peserta belum paham isi UU No. 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup yang
menuntut peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Tingkat pemahaman peserta, selain terukur dari hasil pre test dan post test,
juga teruji melalui partisipasi aktif peserta yang mampu merespon setiap
pertanyaan termasuk dari segi substansi jawaban peserta terhadap pertanyaan pada
saat diskusi. Selain itu, terlihat dari antusiasme peserta dalam mengajukan
permasalahan sebagai bahan diskusi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
diskusi ini memberikan peningkatan pemahaman tentang upaya kaum perempuan
untuk turut serta dalam pengelolaan lingkungan hidup di wilayah pesisir Bandar
Lampung.
V. Penutup
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi awal dan evaluasi akhir dari kegiatan diklat
yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Mampu memberikan pengetahuan tentang peran perempuan dalam
pengelolaan lingkungan hidup, strategi penguatan kelembagaan, HAM dan
lingkungan serta pemahaman tentang UU lingkungan hidup. Hal ini dapat
dilihat dari tingkat partisipasi peserta dalam diskusi, kemampuan peserta
merespon permasalahan dalam diskusi, dan evaluasi berupa test yang
diberikan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran materi I, II dan III.
2. Pemahaman terhadap tentang peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan
hidup, strategi penguatan kelembagaan, HAM dan lingkungan serta
pemahaman tentang UU lingkungan hidup dapat mendorong peserta untuk
melakukan evaluasi terhadap kepedulian dan peran kaum perempuan di
wilayahnya, apakah sudah cukup baik dalam pengelolaan lingkungan di
kawasan pesisir Bandar Lampung.
5.2 Saran
Pada hasil evaluasi dapat diketahui bahwa dengan adanya diskusi ini,
pemahaman peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup, strategi
penguatan kelembagaan, HAM dan lingkungan serta pemahaman tentang UU
lingkungan hidup dapat meningkat. Oleh sebab itu, kegiatan diskusi serupa perlu
terus dilaksanakan pada masyarakat, dengan memanfaatkan seluruh kelompok
masyarakat yang ada, sehingga bisa mencapai tujuan secara efektif. Selanjutnya,
yang lebih penting adalah kegiatan serupa tidak hanya d iberikan kepada kaum
perempuan, tetapi juga kaum laki- laki. Tujuannya, agar pembangunan di tingkat
level paling bawah, memperhatikan upaya perlindungan dan pemenuhan HAM
terutama terhadap perempuan dan anak, yang kini kondisinya masih
termarjinalisasi dari aspek pembangunan.
15
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Daftar Pustaka
Ifdhal Kasim, Hak atas Lingkungan Hidup dan Tanggung Gugat
Korporasi Internasional, SUAR, Volume 5 No. 10 & 11 Tahun 2004
Jurnal perempuan no.42 tahun 2005, Mariana amiruddin, Vandana Shiva
Pembangunan melahirkan Tunawisma di Kampung dunia
Jurnal Perempuan No. 48 Tahun 2006, Berita, Pengetahuan Perempuan
Kasali, Rheinal. 2006. Change. Jakarta: Gramedia.
M. Ridha Saleh, Ecoside : Politik Kejahatan lingkungan dan Pelanggaran
Hak Asasi Manusia, Jakarta, Walhi, 2005
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Pembangunan Responsif Gender
di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif
Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
16
Download