hubungan antara iklim komunikasi suportif - E

advertisement
Hubungan antara Iklim Komunikasi Suportif dan
Motivasi Berorganisasi dengan Komitmen Afektif Anggota
Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA JT)
SUMMARY SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan
Pendidikan Strata 1
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
Penyusun
Nama : Muhammad Nur Ahadi
NIM : D2C007060
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012
HUBUNGAN ANTARA IKLIM KOMUNIKASI SUPORTIF
DAN MOTIVASI BERORGANISASI DENGAN KOMITMEN AFEKTIF
ANGGOTA REMAJA ISLAM MASJID AGUNG JAWA TENGAH (RISMA JT)
Muhammad Nur Ahadi
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro
Abstract
The main aim of this sudy is to determine the relationship between supportive
communication climate and organizational motivation with affective commitment of the
members of RISMA JT. The population are the members of RISMA JT focused on V, VI, and
VII generations amounting to 335 people. The results showed that there is a significant
relationship between supportive communication climate and affective commitment (R=0,397
p=0.011). Organizational motivation has a significant relationship with affective commitment
(R=0,314 p=0,043). Furthermore, the correlation test results between supportive
communication climate and organizational motivation with affective commitment using
statistical techniques Kendall-W test showed a probability value of 0.191 (> 0.05) meaning
that there’s not simultaneously significant relationship between the three variables.
Key Words: Supportive Communication Climate; Organizational Motivation;
Affective Commitment
PENDAHULUAN
Moreale (2004: 280) menyatakan bahwa kesuksesan komunikasi dalam organisasi
salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan membangun iklim komunikasi yang
suportif. Perkembangan konsep iklim komunikasi suportif muncul dari kenyataan
empiris yang menunjukan bahwa para manager atau atasan di lingkungan kerja pada
umumnya tidak menyadari bahwa komunikasi pada dasarnya adalah proses perilaku
dan bukan sekedar proses bahasa (Hardjana, 2008: 300).
Iklim komunikasi suportif menjadi salah satu pengaruh yang paling penting
dalam produktivitas organisasi karena mempengaruhi usaha anggota organisasi.
Motivasi anggota untuk mencurahkan usaha dalam organisasi berasal dari
pemahaman mengenai iklim komunikasi suatu organisasi (Franz, 1988 dalam Pace
dan Faules, 2006: 155). Bahkan partisipasi yang merupakan salah satu dimensi iklim
komunikasi, dalam penelitian Guzley (1992) sebagaimana dikutip Pace dan Faules
menjadi suatu penduga atas komitmen anggota dengan masa kerja lima tahun atau
lebih dalam organisasi.
Salah satu organisasi dimana komunikasi memainkan peranan penting
didalamnya adalah organisasi remaja masjid. Organisasi ini dibentuk sebagai anak
organisasi (underbouw) dari pengurus (takmir) masjid dengan tujuan utama
pembinaan remaja di lingkungan sekitar.
1
Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA-JT) yang berkedudukan di
Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) adalah salah satu organisasi remaja masjid yang
menjadi wadah berkumpul dan wadah pengembangan diri serta penyaluran kreatifitas
anggotanya. Saat ini RISMA-JT beranggotakan 851 orang setelah melakukan tujuh
kali rekrutmen anggota.
Jumlah 851 bukanlah jumlah yang sedikit bagi organisasi sosial, apalagi
organisasi remaja masjid. Organisasi ini berbeda dengan organisasi atau instansi
publik yang mewajibkan kehadiran anggotanya. Iklim komunikasi organisasi yang
suportif mutlak diperlukan. Dalam iklim komunikasi organisasi yang suportif,
interaksi dan koordinasi dapat dilakukan dengan baik sehingga tetap terjadi
kesinambungan antara anggota dengan organisasi.
Partisipasi anggota RISMA-JT adalah hal yang relevan untuk diamati dan
menjadi titik tolak penelitian ini. Tingkat partisipasi dapat menggambarkan iklim
komunikasi organisasi dan dapat menjadi penduga komitmen anggota. Berikut adalah
data partisipasi anggota yang diperoleh dari daftar hadir dua kegiatan besar RISMAJT.
Tabel 1
Daftar Hadir Anggota RISMA-JT Periode 2011-2013
No
Kegiatan
Agenda
Tanggal
Jumlah Hadir
1. Aqiqah Massal Pembentukan Panitia
12 Juli 2011
19
Bersama Telon Koordinasi
15 Juli 2011
8
Lang
Koordinasi
17 Juli 2011
14
Koordinasi
19 Juli 2011
15
Koordinasi
27 Juli 2011
19
Checking Akhir
04 Juli 2011
33
Simulasi
6 Agustus 2011
36
Pelaksanaan
7 Agustus 2011
83
2. Peringatan
Persiapan
11 Januari 2012
17
Maulid Nabi
Koordinasi
15 Januari 2012
36
Muhammad
Koordinasi
18 Januari 2012
34
SAW
Koordinasi
22 Januari 2012
23
Checking Akhir
3 Februari 2012
29
Pelaksanaan
5 Februari 2012
70
(Sumber: Data RISMA-JT Periode 2011-2013)
Dalam tabel tersebut terlihat jelas tingkat partisipasi anggota yang sangat
rendah. Dalam rekrutmen anggota RISMA JT angkatan ke-7 saja diperoleh 118
anggota baru (dalam Harian Cetak Suara Merdeka, edisi 22 Nopember, 2011), namun
dalam penyelenggaraan kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tidak
lebih dari 70 orang anggota yang terlibat. Hal tersebut dapat menggambarkan sepintas
2
dan menjadi penduga sementara tentang iklim komunikasi yang kurang suportif dan
komitmen anggota yang cenderung rendah.
Selain iklim komunikasi suportif, motivasi berorganisasi dan komitmen adalah
dua hal selanjutnya yang memegang peranan penting bagi organisasi RISMA-JT.
Salah satu persoalan yang dihadapi organisasi dengan jumlah anggota yang banyak
adalah bagaimana mengakomodir kebutuhan seluruh anggota. Latar belakang yang
berbeda dan karakter anggota yang tidak sama menjadikan tingkat kebutuhan antar
anggota berbeda-beda. Jika hal ini tidak diantisipasi, maka motivasi berorganisasi
anggota dapat menurun yang berimplikasi pada menurunnya semangat anggota untuk
mewujudkan tujuan organisasi. Komitmen menjadi faktor penting tetap bertahannya
anggota RISMA-JT di dalam organisasi ini.
LANDASAN TEORI
Iklim Komunikasi
Komunikasi merupakan kekuatan pembentuk utama organisasi (Bernard dalam
Luthans, 2006: 370). Di dalam organisasi, iklim komunikasi organisasi memainkan
peranan penting karena mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep,
perasaan-perasaan,
dan
harapan-harapan
anggota
organisasi
dan
membantu
menjelaskan perilaku anggota organisasi (Poole, 1985: 79 dalam Pace dan Faules:
2006: 148).
Frasa iklim dalam istilah iklim komunikasi organisasi dianalogikan dari frasa
iklim fisik dalam ilmu geografi maupun metereologi yang berarti keadaan cuaca atau
tekanan udara. Orang-orang di dalam organisasi saling berintaraksi dan menimbulkan
iklim komunikasi tertentu. Sebagaimana iklim fisik yang berupa keadaan cuaca dapat
mempengaruhi aktivitas seseorang, begitupula iklim komunikasi mempengaruhi
berbagai unsur di dalam organisasi. Lewin (dalam Hardjana, 2008: 270) merumuskan
pengaruh lingkungan (atmosfer, iklim) dalam mempengaruhi perilaku sebagai berikut:
B = f ( P.E )
Artinya, perilaku anggota (B) ditentukan oleh kepribadian atau ciri-ciri
pribadinya (P) dan oleh lingkungan atau iklim tempat anggota berorganisasi (E).
Singkat kata, ada hubungan yang kuat antara perilaku seseorang dengan atmosfer
psikologi lingkungannya (Harjana, 2008: 270).
Pace dan Faules (2006: 147) mendefinisikan iklim komunikasi organisasi
sebagai gabungan dari persepsi-persepsi -suatu evaluasi makro- mengenai peristiwa
3
komunikasi, perilaku manusia, respon anggota terhadap anggota lainnya, harapanharapan, konflik-konflik antar personal, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam
organisasi tersebut.
Hardjana (2008: 291) mengemukakan bahwa istilah iklim komunikasi
organisasi suportif (supportive organizational communication climate) disimpulkan
dari rangkaian penelitian Redding yang semula disebut the ideal managerial climate
(IMC) alias iklim manajerial yang ideal. Dalam iklim suportif diasumsikan terjadi
pembicaraan jujur atas inisiatif atasan tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh
anggota (Hardjana, 2008: 277). Orang-orang merasa dihormati dan satu sama lain
saling memberikan dorongan pada saat mereka berupaya menyelesaikan tugasnya
yang menumpuk (Curtiz, Floyd, & Winsor, 2000: 42).
Gibb (1961 dalam Beebe dan Masterson, 2003: 107-110) mengemukakan enam
tipe perilaku berlawanan yang memberikan kontribusi terhadap terbentuknya iklim
komunikasi yang suportif dan defensif. Berbeda dengan iklim suportif, iklim defensif
menyebabkan penurunan produktivitas. Kunci untuk membentuk iklim komunikasi
menurut Beebe dan Masterson bahwa iklim komunikasi tidak hanya tergantung pada
apa
yang
dikomunikasikan,
namun
lebih
pada
bagaimana
cara
mengkomunikasikannya. Berikut keenam perilaku berlawanan (defensif dan suportif)
yang dikemukakan oleh Gibb:
1. Evaluasi dan deskripsi (Evaluation versus description).
2. Kontrol dan orientasi masalah (Control versus Problem Orientation).
3. Strategi dan spontanitas (Strategy versus spontaneity).
4. Netralitas dan empati (Netrality versus empathy).
5. Superioritas dan kesamaan (Superiority versus equality).
6. Bersikap pasti dan “provisionalism” (Certainty versus provisionalism).
Sesuai hasil riset empirisnya, Gibb menyimpulkan bahwa enam tipe komunikasi
berpasangan tersebut dapat menimbulkan iklim defensif atau iklim suportif.
Selanjutnya iklim ini akan mempengaruhi perilaku komunikasi kedua belah pihak
yang terlibat dalam komunikasi tersebut (Hardjana, 2008: 287).
Motivasi Berorganisasi
Steers (1985: 20) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri seseorang
(intern) yang menggerakan dan mengarahkan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan
tertentu. Definisi ini memusatkan perhatian pada aspek di dalam diri individu (intern)
4
yaitu kebutuhan. Kebutuhan menjadi sebab individu melakukan tindakan dan
aktivitasnya tertentu.
Steers (1985) menggambarkan sebuah model umum dari dasar proses motivasi.
Gambar 1
Model Umum dari Dasar Proses Motivasi
Motivasi dan
Kebutuhan
Tingkah Laku
atau Tindakan
Sasaran
Perseorangan
Umpan Balik dan Modifikasi dari
Keadaan dalam Diri Seseorang
(Sumber: Steers, 1985: 20)
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow merupakan salah satu teori yang membahas
mengenai motivasi. Teori yang termasuk dalam klasifikasi teori kepuasan (content
theory) ini menekankan bahwa setiap manusia pasti memiliki kebutuhan dasar dan
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disusun dalam sebuah hierarki. Seseorang tidak
akan memikirkan kebutuhan pada tingkatan yang lebih tinggi sebelum kebutuhan
yang lebih rendah terpenuhi (Beebe dan Masterson, 2003: 53). Maslow (dalam
Robbins dan Judge, 2008: 223) membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia
terdapat hierarki dari lima kebutuhan. Tingkat kebutuhan yang paling rendah adalah
kebutuhan fisiologis dan yang tertinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri. Berikut ini
adalah lima kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow (dalam Beebe dan Masterson,
2003: 53) mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological need)
2. Kebutuhan keselamatan (safety need).
3. Kebutuhan rasa saling memiliki (belongingness need).
4. Kebutuhan penghargaan (esteem need).
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization need).
Perbedaan tingkatan dalam hierarki kebutuhan menyebabkan perbedaan
perilaku dalam organisasi. Semakin tinggi motivasi berorganisasi anggota, semakin
tinggi pula tingkat usaha yang dicurahkan demi tercapainya tujuan organisasi.
Komitmen Afektif
Komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai: (1) keinginan kuat untuk
tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai
keinginan organisasi; (3) keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan
5
organisasi (R.T. Mowday, L.W. Porter, dan R.M.Steers, 1982, dalam Luthans, 2006:
249).
Steers (1985: 143) mengelompokan sebab-sebab terjadinya komitmen anggota
dalam tiga bidang, yaitu ciri pribadi, ciri pekerjaan, dan pengalaman pekerjaan.
Ketiga bidang ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen anggota.
Berikut model sebab-sebab pokok terjadinya komitmen organisasi disertasi hasil
komitmen yang dikemukakan oleh Steers:
Gambar 2
Sebagian Model Sebab-Sebab Pokok Terjadinya Komitmen Terhadap
Organisasi
Ciri Pribadi
Kebutuhan berprestasi
Masa jabatan
Dan lain-lain
Hasil-Hasil
Ciri Pekerjaan
Komitmen
terhadap
organisasi
Umpan balik
Identitas tugas
Kesempatan untuk
berinteraksi dan lain-lain
Peningkatan
kehadiran
Kebetahan anggota
Keterlibatan pada
pekerjaan
Peningkatan usaha
Pengalaman Pekerjaan
Keterandalan organisasi
Sikap kelompok terhadap
organisasi
Perasaan pentingnya arti diri
seseorang bagi organisasi dan
lain-lain
(Sumber: Steers, 1961 dalam Steers, 1985, 144)
Mayer dan Allen (1990, dalam Sutrisno, 2010: 292) mengidentifikasi 3 tema
berbeda dalam mendefinisikan komitmen, yaitu keterikatan afektif, persepsi terhadap
biaya yang ditanggung jika meninggalkan atau keluar organisasi, dan komitmen
sebagai kewajiban untuk tetap dalam organisasi. Dikarenakan komitmen organisasi
bersifat multidimensi, dari ketiga tema umum tersebut, Mayer dan Allen (1991 dalam
Luthans, 2006: 249; Mayer, Allen, dan Smith, 1993 dalam Robbins dan Judge, 2008:
101) mengajukan tiga dimensi komitmen organisasi yaitu komitmen afektif (affective
commitment), komitmen berkelanjutan (continuance commitment), dan komitmen
normatif (normative commitment).
6
Dari ketiga dimensi komitmen tersebut, Robbins dan Judge (2008: 102)
menyatakan bahwa komitmen afektif memiliki hubungan yang lebih erat dengan
hasil-hasil organisasional seperti kinerja dan perpindahan anggota bila dibandingkan
dengan dua dimensi komitmen lainnya. Dunhamm, Grube, dan Castaneda (1994
dalam Robbins dan Judge, 2008: 103) mengemukakan bahwa komitmen afektif
adalah penduga berbagai hasil (persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, niat
untuk pindah) dalam 72% kasus, sedangkan komitmen normatif hanya dalam 36%
kasus, dan 7% untuk komitmen berkelanjutan.
Komitmen afektif (affective commitment) merupakan keikatan emosional
anggota, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi (Luthans, 2006: 249).
Komitmen ini diantaranya dipengaruhi oleh rasa nyaman terhadap pekerjaan dan
kepuasan terhadap manfaat organisasi pada individu anggota yang tidak diperoleh dari
organisasi lain. Sutrisno (2010: 293) mengatakan bahwa semakin nyaman dan tinggi
manfaat yang dirasakan oleh anggota, semakin tinggi pula komitmen seseorang pada
organisasi yang dipilihnya.
HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori diatas maka dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai
berikut:
1. Ada hubungan positif antara iklim komunikasi suportif dengan komitmen afektif
anggota RISMA JT (H1).
2. Ada hubungan positif antara motivasi berorganisasi dengan komitmen afektif
anggota RISMA JT (H2).
3. Ada hubungan positif antara iklim komunikasi suportif dan motivasi
berorganisasi dengan komitmen afektif anggota RISMA JT (H3).
METODE PENELITIAN
Anggota yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah anggota Remaja Islam
Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA JT) angkatan V, VI, dan VII yang berjumlah
335 orang. Sampel yang dibutuhkan adalah 40 orang yang diambil dengan teknik
systematic random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
membagikan angket kepada responden untuk diisi.
Untuk menguji hipotesis penelitian, analisis data dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan statistik korelasi. Uji hipotesis dilakukan dengan
menggunakan teknik statistik korelasi Kendall-Tau dan konkordansi Kendall-W.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji korelasi antara variabel iklim komunikasi suportif, motivasi berorganisasi,
dan komitmen afektif anggota RISMA JT menggunakan analisis korelasi Kendall-Tau
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 2
Output Uji Korelasi antara Iklim Komunikasi Suportif (X1), Motivasi
Berorganisasi (X2), dan Komitmen Afektif Anggota RISMA JT (Y)
Correlations
Iklim Komunikasi
Motivasi
Komitmen
Suportif
Berorganisasi
Afektif
Kendall's Iklim Komunikasi Correlation Coefficient
1,000
,388*
,397*
tau_b
Suportif
Sig. (2-tailed)
.
,012
,011
N
40
40
40
Motivasi
Correlation Coefficient
,388*
1,000
,314*
Berorganisasi
Sig. (2-tailed)
,012 .
,043
N
40
40
40
Komitmen Afektif Correlation Coefficient
,397*
,314*
1,000
Sig. (2-tailed)
,011
,043 .
N
40
40
40
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pada output korelasi Kendall’s Tau-b antara variabel iklim komunikasi suportif
(X1) dengan variabel komitmen afektif anggota RISMA JT (Y) diketahui angka
probabilitas 0,011. Oleh karena probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima;
hubungan antara X1 dengan Y dinyatakan signifikan pada taraf kepercayaan 95%.
Angka koefisien korelasi kedua variabel tersebut adalah 0,397 yang menunjukan
korelasi positif yang lemah karena nilai koefisien korelasi < 0,5. Artinya iklim
komunikasi suportif yang tinggi akan diikuti komitmen afektif anggota RISMA JT
yang tinggi pula.
Walaupun secara umum iklim komunikasi suportif pada organisasi ini
cenderung positif, namun ada beberapa indikator iklim komunikasi suportif yang
menunjukan kecenderungan negatif. Diantaranya adalah pada dimensi orientasi
masalah pada hasil pertanyaan angket nomor 2 diketahui bahwa anggota RISMA JT
merasa pimpinan cenderung mengontrol anggota. Perilaku komunikasi mengontrol
lazim terjadi pada organisasi profit karena pimpinan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dan kewenangan yang sangat besar, namun tidak sama halnya pada organisasi
sosial
non
profit
yang
keanggotaannya
didasarkan
pada
kesukarelaan.
Ketidaknyamanan anggota dalam berkomunikasi dapat menimbulkan perilaku
komunikasi defensif yang kontraproduktif dengan iklim komunikasi suportif.
Bambacas dan Patrickson (2008 dalam Zeffane, Tipu, dan Ryan: 2011) dalam hasil
8
penelitiannya menyatakan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal pimpinan
untuk mendengar anggota, kejelasan pesan yang disampaikan, dan kemampuan
pimpinan untuk memimpin dapat meningkatkan komitmen anggota. Sebaliknya
kemampuan komunikasi interpersonal pimpinan yang buruk dapat menyebabkan
menurunnya komitmen anggota.
Meskipun demikian, menurut hasil penelitian ini, secara umum anggota masih
merasa bebas dalam mengemukakan gagasan. Perilaku komunikasi pimpinan yang
cenderung menggiring pendapat anggota ternyata tidak berimbas negatif pada sikap
anggota. Anggota masih merasa bebas dalam mengemukakan gagasan tanpa merasa
terikat dan terkungkung oleh pimpinan.
Pada output korelasi Kendall’s Tau-b antara variabel motivasi berorganisasi
(X2) dengan variebel komitmen afektif anggota RISMA JT (Y) diketahui angka
probabilitas 0,043. Oleh karena probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak dan H2 diterima;
hubungan antara X2 dengan Y dinyatakan signifikan pada taraf kepercayaan 95%.
Angka koefisien korelasi kedua variabel tersebut adalah 0,314 yang menunjukan
korelasi positif yang lemah karena nilai koefisien korelasi < 0,5. Artinya motivasi
berorganisasi yang tinggi akan diikuti komitmen afektif anggota RISMA JT yang
tinggi pula.
Sebagaimana dasar proses motivasi yang dikemukanan oleh Steers (lihat
Gambar 1) bahwa tingkah laku dan sasaran perseorangan merupakan manifestasi
eksternal dari motivasi dan kebutuhan. Setiap individu di dalam organisasi memiliki
sasaran perseorangan yang berbeda-beda. Sasaran organisasi harus sesuai dengan
sasaran perseorangan agar dapat memunculkan umpan balik yang positif terhadap
motivasi berorganisasi anggota. Artinya sasaran organisasi harus dapat diterima oleh
para anggota agar organisasi dapat berjalan dengan lebih efektif karena tidak ada
pertentangan antara sasaran perseorangan dan sasaran organisasi.
Jawaban responden pada semua pertanyaan cenderung positif, namun pada
pertanyaan yang terkait dengan kedudukan di organisasi, kecenderungan ke arah
positif responden cenderung lebih rendah. Bahkan pada pertanyaan pemenuhan harga
diri yang diperoleh dari kedudukan di organisasi, mayoritas responden yaitu sebesar
37,5% cenderung menilai netral (ragu-ragu) dan kecenderungan ke arah negatif lebih
besar daripada ke arah positif. Artinya anggota belum terpuaskan dengan
kedudukannya saat ini. Hal ini salah satunya disebabkan oleh jenjang keanggotaan
9
yang harus dilewati oleh setiap anggota sebelum dipercaya untuk menjadi pengurus.
Untuk itu, proses ini harus terus dikawal oleh pengurus, agar tidak menurunkan
motivasi berorganisasi yang pada akhirnya akan berimbas pada menurunkan
komitmen afektif anggota.
Sedangkan hasil uji korelasi antara variabel iklim komunikasi suportif (X1) dan
motivasi berorganisasi (X2) dengan variabel komitmen afektif anggota RISMA JT
(Y) menggunakan analisis konkordansi koefisien Kendall’s W ditunjukan dalam tabel
berikut:
Tabel 3
Output Uji Konkordansi antara Iklim Komunikasi Suportif (X1) dan Motivasi
Berorganisasi (X2) dengan Komitmen Afektif Anggota RISMA JT (Y)
Test Statistics
N
40
Kendall's W a
,041
Chi-Square
3,309
Df
2
Asymp. Sig.
,191
a. Kendall's Coefficient of
Concordance
Pada output konkordansi Kendall’s W Test diketahui angka probabilitas 0,191.
Oleh karena probabilitas > 0,05 maka H0 diterima dan H3 ditolak; hubungan antara
variabel iklim komunikasi suportif (X1) dan motivasi berorganisasi (X2) dengan
variabel komitmen afektif anggota RISMA JT (Y) dinyatakan tidak signifikan pada
taraf kepercayaan kurang dari 95%. Artinya variabel iklim komunikasi suportif dan
motivasi berorganisasi secara bersama-sama atau secara simultan tidak memiliki
hubungan dengan variabel komitmen afektif anggota RISMA JT.
Di dalam gambar model sebab-sebab pokok terjadinya komitmen organisasi
yang dikemukakan oleh Steers (lihat Gambar 2) terlihat bahwa selain hal-hal yang
merupakan penjabaran dari motivasi dan iklim suportif, ada sebab-sebab lain yang
berhubungan dengan komitmen, diantaranya adalah masa jabatan yang merupakan ciri
pribadi dan keterandalan organisasi yang merupakan bagian dari pengalaman
pekerjaan. Meskipun secara teoritis Steers (1985: 144) menyatakan bahwa suasana
saling percaya dan saling dukung diantara para anggota dengan pimpinan dapat
diciptakan sehingga masing-masing pihak menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya
tujuan pihak lain dan pertukaran tersebut dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan
dan keinginan anggota, namun Steers merasa sulit untuk mengimplementasikan
konsep ini dalam praktek nyata.
KESIMPULAN DAN SARAN
10
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hasil pengujian hipotesis pertama adalah ada hubungan yang signifikan antara
iklim komunikasi suportif dan komitmen afektif anggota RISMA JT. Hasil uji
korelasi Rank Kendall-Tau antara variabel iklim komunikasi suportif (X1) dan
komitmen afektif anggota RISMA JT (Y) menunjukan korelasi yang signifikan
pada taraf kepercayaan 95% (R=0,397 p=0,011).
2. Hasil pengujian hipotesis kedua adalah ada hubungan yang signifikan antara
motivasi berorganisasi dengan komitmen afektif anggota RISMA JT. Hasil uji
korelasi Rank Kendall-Tau antara variabel motivasi berorganisasi (X2) dan
komitmen afektif anggota RISMA JT (Y) menunjukan korelasi yang signifikan
pada taraf kepercayaan 95% (R=0,314 p=0,043).
3. Hasil pengujian hipotesis ketiga adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara iklim komunikasi suportif dan motivasi berorganisasi dengan komitmen
afektif anggota RISMA JT. Hasil uji konkordansi Kendall antara ketiga variabel
menunjukan korelasi yang tidak signifikan pada taraf kepercayaan kurang dari
95% (R=0,041 p=0,191).
Saran
1. Bagi pimpinan RISMA JT, terutama yang termasuk dalam jajaran pengurus
harian (PH), agar lebih berorientasi pada masalah ketika berinteraksi dalam
diskusi atau rapat dengan anggota agar tidak terkesan menggiring atau
mengontrol anggota untuk mengikuti gagasannya. Perilaku komunikasi yang
cenderung mengontrol pihak lain dapat menimbulkan iklim komunikasi defensif
yang kontrapoduktif dengan iklim komunikasi suportif.
2. Penilaian responden yang cenderung negatif pada dimensi pemenuhan harga diri
yang diperoleh dari kedudukan di organisasi menunjukan ketidakpuasan
mayoritas anggota pada kedudukan mereka saat ini. Oleh sebab itu, proses
kaderisasi anggota sebelum menjadi pengurus harus terus dikawal agar motivasi
berorganisasi anggota tidak menurun. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan tanggung jawab yang lebih besar dan kepercayaan kepada anggota
baru, serta pelibatan mereka dalam kegiatan besar RISMA JT.
11
DAFTAR PUSTAKA
Beebe, Steven A. & Masterson, John T.. 2003. Communicating in Smalll Groups:
Principles dan Practices 7th Edition. USA: Pearson Education, Inc
Gibson, James L., Ivancevich, John M., & Donnely, James H.. 1985. Organizations
5th Ed/ Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses Jilid I. Terjemah oleh Djarkasih,
Editor Agus Dharma. Jakarta: Erlangga
Hardjana, Andre A., 2008. “Iklim Komunikasi dan Organisasi” dalam Wisaksono
Noeradi (Ed.) 75 Tahun M. Alwi Dahlan: Manusia Komunikasi, Komunikasi
Manusia. Jakarta: Kompas. (hal. 268-304)
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi Edisi 10/ Organizational Behavior 10th Ed.
Terjemahan Oleh Vivin Andhika Yuwono, Shekar Purwanti, Th Arie P, dan
Winong Rosari. Yogyakarta: Andi
Moreale, Sherwyn P., Brian H. Spitzberg, J. Kevin Barge, Julia T. Wood, & Sarah J.
Tracy. 2004. Introduction to Human Communication. USA: Wardsworth
Thomson.
Pace, Wayne R. dan Faules, Don F. 2006. Komunikasi Organisasi: Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Terjemahan oleh Deddy Mulyana.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A.. 2008. Perilaku Organisasi – Edisi 12
Buku 1. Terjemah oleh Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.
Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Terjemahan oleh Magdalena Jamin.
Jakarta: LPPM
Sutrisno, Edy. 2010. Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana.
Hasil Penelitian
Zeffane, Rachid., Tipu, Syed A., dan Ryan, James C. 2011. “Communication,
Commitment, and Trust: Exploring The Triad” dalam International Journal of
Business and Management. Canada: Canadian Center of Science
Education.
and
(http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijbm/article/download/
10815/7672)
Media Cetak
Suara Merdeka, 22 Nopember, 2011. 201 Remaja Tes Rekrutmen Risma, hlm. D.
12
HUBUNGAN ANTARA IKLIM KOMUNIKASI SUPORTIF DAN MOTIVASI
BERORGANISASI DENGAN KOMITMEN AFEKTIF ANGGOTA REMAJA
ISLAM MASJID AGUNG JAWA TENGAH (RISMA JT)
Abstraksi
Organisasi Remaja Islam Masjid Agung Jawa Tengah (RISMA JT) adalah sebuah
organisasi kepemudaan berbasis masjid di Jawa Tengah. Organisasi yang dibentuk pada tahun
2005 ini telah beranggotakan lebih dari 800 orang dalam kurun waktu yang cenderung
singkat. Sebagai organisasi yang tergolong baru dan memiliki banyak anggota, maka akan
sering terjadi dinamika organisasi yang mempengaruhi tingkat partisipasi, keikatan
emosional, dan keterlibatan anggota di dalam organisasi. Hal-hal tersebut dapat menjadi
penduga sementara komitmen anggota yang berhubungan dengan banyak faktor yang
diantaranya adalah iklim komunikasi suportif dan motivasi berorganisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara iklim komunikasi suportif
dan motivasi berorganisasi dengan komitmen afektif anggota Remaja Islam Masjid Agung
Jawa Tengah (RISMA JT). Iklim komunikasi suportif adalah persepsi makro anggota atas
perilaku komunikasi yang membuat anggota merasa saling dihormati dan satu sama lain
saling memberikan dukungan. Iklim komunikasi suportif diukur menggunakan enam perilaku
komunikasi yaitu deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, kesamaan, dan
provisionalism. Motivasi berorganisasi dipandang sebagai keadaan dalam diri (intern)
anggota yang mendorong tingkah lakunya untuk mencapai tujuan organisasi. Dorongan
tersebut berasal dari kebutuhan psikologis yang terdiri dari kebutuhan rasa saling memiliki,
kebutuhan harga diri, kebutuhan otonomi, dan kebutuhan aktualisasi diri. Sedangkan
komitmen afektif merupakan keikatan emosional anggota, identifikasi, dan keterlibatan di
dalam organisasi.
Penelitian ini merupakan penelitian bertipe eksplanatori dengan pendekatan
kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota RISMA JT angkatan V, VI, dan VII
yang berjumlah 335 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah
systematic random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang. Untuk menguji
hipotesis penelitian, analisis data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik
korelasi. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik statistik korelasi Kendall-Tau
dan konkordansi Kendall-W.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada taraf
kepercayaan 95% antara variabel iklim komunikasi suportif (X1) dengan variabel komitmen
afektif (Y) yang ditunjukan oleh angka probabilitas pada uji korelasi rank Kendall-Tau
sebesar 0,011 (<0,05). Angka koefisien korelasi kedua variabel sebesar 0,397 menunjukan
korelasi positif yang lemah. Selanjutnya, variabel motivasi berorganisasi (X2) memiliki
hubungan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95% dengan variabel komitmen afektif (Y)
yang ditunjukan oleh angka probabilitas sebesar 0,043 (<0,05) dan angka koefisien korelasi
sebesar 0,314 yang menunjukan korelasi positif yang lemah. Hasil pengujian terhadap ketiga
variabel, yaitu antara variabel iklim komunikasi suportif (X1) dan motivasi berorganisasi (X2)
dengan komitmen afektif (Y) menggunakan teknik statistik konkordansi Kendall-W
menunjukan angka probabilitas sebesar 0,191 (>0,05), artinya secara simultan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara ketiga variabel. Saran yang diberikan sebagai implikasi hasil
penelitian adalah merubah perilaku komunikasi pimpinan yang cenderung mengontrol
anggota menjadi perilaku komunikasi orientasi masalah. Sedangkan saran untuk menjaga
motivasi berorganisasi anggota yaitu dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar
dan kepercayaan kepada anggota, serta pelibatan mereka dalam kegiatan besar RISMA JT.
Kata Kunci :
Iklim Komunikasi Suportif; Motivasi Berorganisasi;Komitmen Afektif
13
RELATIONSHIP BETWEEN SUPORTIVE COMMUNICATION CLIMATE,
ORGANIZATIONAL MOTIVATION, AND AFFECTIVE COMMITMENT OF
MEMBERS OF REMAJA ISLAM MASJID AGUNG JAWA TENGAH
(RISMA JT).
Abstract
Islamic Youth Organization of Central Java Great Mosque as well known as RISMA
JT is a youth organization based on mosque in Central Java. The organization formed in 2005
has consisted of more than 800 members in a short period of time. As a relatively new
organization and has many members, the organizational dynamics is more often happen that
affect the level of participation, emotional commitment, and involvement of members in the
organization. These things can become as estimators of members’ commitment that related to
many factors such as supportive communication climate and organizational motivation.
The main aim of this sudy is to determine the relationship between supportive
communication climate and organizational motivation with affective commitment of the
members of RISMA JT. Supportive communication climate is the members’ macroperception of communication behaviors that make them feel respected and give each other
mutual support. Supportive communication climate was measured using the six
communication behavior: description, problem orientation, spontaneity, empathy, equality,
and provisionalism. Motivation organization is a state within (internal) members that
encourages the behavior to achieve organizational goals. Encouragement comes from the
psychological needs consisting of belonging needs, esteem needs, need for autonomy, and
self-actualization needs. While affective commitment is an emotional commitment,
identification, and involvement in the organization.
This research uses explanatory quantitative approach. The population are the
members of RISMA JT focused on V, VI, and VII generations amounting to 335 people. The
sampling technique used in this research is systematic random with samples of 40 people. To
test the hypothesis of the study, the data is analyzed by using statistical correlation
calculations. Hypothesis is analized by using statistical correlation Kendall-Tau and
concordance Kendall-W.
The results showed that there is a significant relationship to the level of 95% between
supportive communication climate variables (X1) and affective commitment variable (Y)
indicated by probability value with correlation rank Kendall-Tau of 0.011 (<0.05).
Correlation coefficient 0.397 for both variables showed a weak positive correlation.
Furthermore, organizational motivation variable (X2) has a significant relationship to the
level of 95% with affective commitment variable (Y) that is shown by the probability value of
0.043 (<0.05) and a correlation coefficient of 0.314 showed a weak positive correlation. The
correlation test results between supportive communication climate variables (X1) and
organizational motivation (X2) with affective commitment (Y) using statistical techniques
Kendall-W test showed a probability value of 0.191 (> 0.05) meaning that there’s not
simultaneously significant relationship between the three variables. Advices given as the
implications of results is to change the behavior of the leadership communication from the
type that tends to control the members to the type of problem-oriented communication. While
the suggestion to keep the members’ motivation to organization is by giving greater
responsibility and trust to the members, and involving members in the activities of the
RISMA JT.
Key Words : Suportive Communication Climate; Organizational Motivation; Affective
Commitment
14
Download